Anda di halaman 1dari 4

1.

PENGARUH BERAT BADAN LAHIR RENDAH TERHADAP IKTERUS


NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG PERINATOLOGI RSUP DR
MUHAMMAD HOESEN PALEMBANG TAHUN 2018

file:///C:/Users/WINDOWS_10/Downloads/766-1506-1-SM.pdf

https://www.researchgate.net/publication/327342757_The_Effect_of_Low_Birthweight_on_the_
Incidence_of_Neonatal_Jaundice_in_Sidoarjo

Latar Belakang: Ikterus neonatorum merupakan penyakit yang disebabkan oleh peningkatan
kadar bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit,mukosa,dan sklera berubah warna menjadi
kuning. Ikterus ini banyak terjadi pada bayi baru lahir terutama pada bayi prematur dan
BBLR. Hal ini disebabkan karena organ hati yang berfungsi sebagai pemecah bilirubin belum
terbentuk sempurna atau belum berfungsi sempurna layaknya bayi cukup bulan.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh berat badan lahir rendah terhadap ikterus
neonatorum pada neonatus.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif dengan


pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah neonatus yang dirawat di RSUD
Karawang Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, sampel dipilih menggunakan metode purposive
sampling, dengan jumlah sampel 366 neoantus. Data dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil Penelitian : Dari hasil penelitian yang dilakukan di dapatkan nilai p-value =0,011 (p-value
<0,05).

Kesimpulan : Ada pengaruh berat badan lahir rendah terhadap ikterus neonatorum pada neonatus
diruang Perinatologi RSUD Karawang Provinsi Jawa Barat Tahun 2016. Kata Kunci : Berat
Badan Lahir Rendah, Ikterus neonatorum.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN


HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS DI RUANG PERINATOLOGI
RSUP dr MUHAMMAD HOESIN PALEMBANG
http://journal.binawan.ac.id/index.php/impuls/article/view/29/29
Pendahuluan: Angka kejadian ikterus neonatorum di Amerika ditemukan 60 %, di Malaysia
75%, di Indonesia 13,5-85 %. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah
ensefalopati biliaris/kern ikterus. Selain memiliki angka kematian yang tinggi, juga dapat
menyebabkan gejala sisa berupa serebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental
yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara faktor jenis kelamin, usia gestasi, inkompatibilitas ABO, asupan
ASI, riwayat anak sebelumnya dengan hyperbilirubinemia, dan jenis persalinan.
Metode: Desain yang digunakan ialah deskriptif korelasi/crossectional dengan teknik random
sampling, jumlah responden berjumlah 80.
Hasil: Mayoritas Neonatus hiperbilirubinemia di ruang perinatologi RSUD Budhi Asih banyak
terjadi pada usia kehamilan >37 minggu yaitu 68,4%, Penelitian ini menunjukkan bahwa pada
analisis bivariate jenis kelamin memiliki nilai signifikan yaitu p-value 0,000 Pada usia
gestasi/kehamilan nilai 0,008, Pada inkompatibilitas darah ABO nilai 0.012. Pada jenis
persalinan nilai 0,001
Pada riwayat anak sebelumnya dengan hiperbilirubinemia 0,017. Petugas kesehatan sebaiknya m
emberikkan pendidikan kesehatan kepada ibu bayi terkait pentingnya pengaruh pemberian ASI
terhadap kesehatan bayi untuk mencegah terjadinya ikterus neonatorum.
Kata kunci: Hiperbilirubin, Bayi, Kehamilan

3. HUBUNGAN ANTARA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN


TERJADINYA SEPSIS NEONATORUM

http://eprints.ums.ac.id/18637/1/HALAMAN_AWAL.pdf

Latar Belakang : Sepsis neonatorum saat ini masih menjadi masalah yang belum dapat
terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di negara berkembang, hampir
sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Banyak
faktor penyebab terjadinya sepsis salah satunya adalah BBLR. Tujuan :Untuk mengetahui bayi
apakah bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum.

Metode : Desain penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol. Data neonates diambil dari
rekam medis. Subjek penelitian adalah neonatus yang dirawat di unit perawatan neonatal dr.
Moewardi Surakarta pada 2010 dan dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kasus adalah
neonatus dengan sepsis dan kelompok lainnya adalah neonate stanpa sepsis sebagai kontrol. Data
yang diperoleh dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil : Terdapat 162 neonatus yang dilibatkan, terdiri dari 54 neonatus dengan sepsis dan 108
neonatus tanpa sepsis. Dari 54 neonatus dengan sepsis terdapat 33 neonatus dengan BBLR dan
dari 108 neonatus tanpa sepsis terdapat 36 neonatus dengan BBLR. Dari hasil analisis Chi-
Square didapatkan p 0.001, dan nilai OR 3.143(95%CI 1.596;6.190).

Kesimpulan : Terdapat hubungan antara BBLR dengan terjadinya sepsis neonatorum. BBLR
memiliki risiko sebesar 3 kali untuk mengalami sepsis daripada yang tidak BBLR

4. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADlAtiRESPIRA


TOR Y DISTRESS SYNDROME PADA NEONATUS DI RSUP dr MUHAMMAD
HOESIN PALEMBANG
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/586/1/SKRIPSI416-1704296157.pdf
Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus merupakan penyebab henti nafas
bahkan kematian, sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru
lahir. Banyak faktor risiko respiratory distress syndrome pada neonatus, baik faktor bayi, ibu
maupun persalinan. Penelitian in! bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian respiratory distress syndrome pada neonatus di RSUD
Palembang Bari periode 2013-2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
survey analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh neonatus
yang dirawat di RSUD Palembang Bari periode 2013-2014, sampel yang dibutuhkan dalam
penelitian sebanyak 372 neonatus yang diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Pengumpulan data rekam medis dan dianalisis dengan uji chi-square. Hasil
penelitian ini menunjukkan pravelensi kejadian respiratory distress syndrome di RSUD
Palembang Bari 2013-2014 sebesar 35,2% (n=i31). Penelitian ini menunjukkan bahwa,
terjadinya RDS berhubungan dengan usia ibu <20 tahun dan >35 tahun (p=0,0005),
kehamilan preterm (p=0,0005), primipara dan grademultipara (p=0,0005), persalinan secsio
cesaria (p=0,0005), hipertensi ibu seiama kehamilan (p=0,003), ketuban pecah dini
(p=0,0005), berat badan lahir rendah pada neonates (p=0,0005), infeksi perinatal
(p=0,0005),dan derajat asfiksia sedang-berat (p=0,0005).

5. HUBUNGAN ANTARA PERSALINAN PREMATUR DENGAN


HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS

http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/40

Abstrak: Hubungan Antara Persalinan Prematur Dengan Hiperbilirubin Pada Neonatus.

Hiperbilirubin merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Angka kematian bayi di Indonesia 32 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan di Lampung 30 per 1000 kelahiran hidup. Angka kejadian hiperbilirubin
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo 42,95%, di Propinsi Lampung 15,38%, dan di RSUD Ahmad Yani
Metro 29,4%. Tujuan penelitian, untuk mengetahui hubungan antara persalinan prematur dengan
hiperbilirubin pada neonatus di RSUD Ahmad Yani Kota Metro tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan metode analitik menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah
289 neonatus di ruang neonatus RSUD Ahmad Yani pada tahun 2013, pengambilan sampel dengan
tingkat kesalahan 5% menggunakan rumus solvin sehingga diperoleh sampel berjumlah 104 neonatus
yang diambil dengan teknik sistymaticrandom sampling menggunakan teknik undian. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah check list melalui studi dokumentasi pada rekam medik RSUD Ahmad
Yani tahun 2013. Data dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik chi
square.Hasil penelitian diperoleh proporsi neonatus dengan hiperbilirubin sebesar 50%, proporsi
persalinan prematur sebesar 51,9%. Hasil uji statistik hubungan antara persalinan prematur dengan
hiperbilirubin padaneonatus yaitu p-value 0,000,dan OR= 6,107.Kesimpulan penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan antara persalinan prematur dengan hiperbilirubin pada neonatus di RSUD Ahmad
Yani Kota Metro tahun 2013. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hiperbilirubin
dapat dicegah dengan memberikan KIE pada ibu hamil agar dapat memeriksakan kehamilannya secara
teratur, sehingga petugas kesehatan dapat segera mendeteksi dini jika terdapat kelainan dalam kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai