Anda di halaman 1dari 30

ABSTRAK

Latar Belakang: Plasenta Previa merupakan salah satu penyebab perdarahan


antepartum di beberapa rumah sakit di Indonesia. Faktor risiko ibu memegang
peranan penting dalam terjadinya kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Umum
Daerah Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015, diantaranya ialah
karakteristik ibu yang mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan
bahkan paritas.
Metode:Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif dari data rekam
medik Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.
Hasil:Persentasi berdasarkan karakteristik usia ibu dengan plasenta previa totalis
di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura Periode 1 Januari – 31 Desember 2015
ialah tertinggi sebesar 90% dengan rentang usia 20 – 35 tahun dan terendah 10%
dengan usia >35 tahun. Tidak terdapat data ibu dengan usia < 20 tahun. Pada usia
<30 tahun terdapat usia 23, 24 dan 26 tahun, sedangkan usia > 35 tahun terdapat
ibu dengan usia 38 tahun. Persentasi berdasarkan karakteristik pendidikan ibu
dapat dilihat bahwa tertinggi pada pendidikan SMA sebesar 50%, kemudian
diikuti perguruan tinggi yang tercatat pada data rekam medik adalah diploma dan
sarjana sebesar 40% dan terakhir pendidikan SD sebesar 10%. Tidak tercatat
pendidikan SMP di data rekam medik pada ibu dengan diagnosa plasenta previa
totalis. Data pekerjaan ibu dengan plasenta previa totalis memperlihatkan
karakteristik ibu yang PNS dan IRT memiliki persentasi yang sama, yaitu 40%
sedangkan persentasi Swasta ialah 20%. Persentasi usia gestasi tertinggi pada ibu
dengan plasenta previa totalis terdapat pada usia gestasi ≥36 minggu sebesar 80%,
sedangkan < 36 minggu persentasinya sebesar 20%. Pada usia gestasi <36 minggu
terdapat ibu dengan usia gestasi 32 dan 34 minggu, sedangkan pada usia gestasi
≥36 minggu terdapat ibu dengan rentang usia gestasi 36 – 39 minggu.Persentasi
paritas ibu tertinggi ialah P1 sebanyak 40%. Kemudian diikuti P2 sebanyak 30%,
P0 sebanyak 20% dan P3 sebanyak 10,0%. Tidak terdapat riwayat aborsi pada data
ibu dengan plasenta previa totalis.
Simpulan:Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah
Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan karakteristik usia

ii
ibu, tertinggi pada rentang usia 20 – 35 tahun sebanyak 9 ibu (90%), berdasarkan
karakteristik pendidikan, tertinggi pada pendidikan tingkat SMA sebanyak 5 ibu
(50%), berdasarkan karakteristik pekerjaan, tertinggi pada PNS dan IRT sebanyak
8 ibu dengan masing-masing persentasi 40%, berdasarkan usia gestasi, tertinggi
pada usia gestasi ≥36 minggu sebanyak 8 ibu (80%) dan berdasarkan paritas,
tertinggi pada primipara (P1) sebanyak 4 ibu (40%).
Kata Kunci:Plasenta Previa, Plasenta Previa Totalis, Karakteristik Ibu dengan
Plasenta Previa, Paritas dengan Plasenta Previa.

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih


2. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
3. Kepala SMF Obstetri & Ginekologi RSUD Jayapura

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu plasenta previa totalis

atau complete, plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis dan

plasenta letak rendah. Plasenta previa lebih banyak terjadi pada paritas yang

tinggi dan pada usia diatas 30 tahun(Prawirohardjo, 2010:495-496).

Menurut hasil penelitian Trianingasih dkk. (2015) dalam jurnalnya yang

berjudul “Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Timbulnya Kejadian

Plasenta Previa”, dari 153 responden dengan plasenta previa 79 responden

(51,6%) masuk dalam kategori umur berisiko dan 131 responden (85,6%)

masuk dalam kategori paritas berisiko. Usia >20 tahun endometrium pada

organ reproduksi wanita belum siap untuk menerima kehamilan sehingga

saat terjadi kehamilan, plasenta akan melebar untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi janin dan akan menutup seluruh atau sebagian ostium uteri internum.

Hal yang sama terjadi pada usia >35 tahun, terjadi kemunduran fisiologis

secara umum dimana pembuluh darah kecil yang memberi aliran darah ke

endometrium tidak merata dan menyebabkan endometrium menjadi tidak

subur lalu plasenta tumbuh melebar untuk mendapatkan aliran darah lebih

banyak dan menutupi ostium uteri internum. Sementara itu, kategori paritas

dalam hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa paritas lebih dari satu

1
2

akan mempertinggi resiko terjadinya plasenta previa karenasaat terjadi

kehamilan pertama, fundus uteri menjadi tempat yang subur untuk plasenta

berimplantasi namun seiring dengan bertambahnya kehamilan, kesuburan

fundusakan semakin berkurang dan mengakibatkan kecenderungan plasenta

berimplantasi ke bagian bawah rahim.

Pada kehamilan trimester ketiga dan setelah melahirkan pada umumnya

perdarahan obstetrik yang terjadi adalah perdarahan yang berat yang salah

satu sebabnya ialah plasenta previa. Oleh karena itu, antisipasi harus

dilakukan pada ibu dengan plasenta previa karena diawali gejala dini berupa

perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri

dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma (Prawirohardjo,

2010:495). Kasus perdarahan antepartum banyak ditemukan pada ibu

dengan plasenta previa terutamaplasenta previa totalis (59,1%) dari 162

pasien. Kehilangan darah yang massive saat dilakukan tindakan operasi juga

meningkat pada ibu dengan plasenta previa totalis (Sekiguchi et.al., 2013).

Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah, insiden plasenta previa

dilaporkan berkisar 1,7%-2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah,

yaitu >1% mungkin disebabkan berkurangnya paritas yang tinggi pada

wanita. Deteksi dini plasenta previa menggunakan USG (Ultrasonografi),

memungkinkan insiden plasenta previa yang semakin tinggi pula

(Prawirohardjo, 2010:496).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mendeskripsikan gambaran

Ibu dengan Plasenta Previa Totalis di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

melalui karya tulis ilmiah ini.


3

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran ibu dengan plasenta previa totalis yang dirawat di

Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember

2015?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, yaitu untuk mendeskripsikan

ibu dengan plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran plasenta previa totalis ditinjau dari

karakteristik usia ibu.

2. Untuk mengetahui gambaran plasenta previa totalis ditinjau dari

karakteristik pendidikan ibu.

3. Untuk mengetahui gambaran plasenta previa totalis ditinjau dari

karakteristik pekerjaan ibu.

4. Untuk mengetahui gambaran plasenta previa totalis ditinjau dari

usia gestasi.

5. Untuk mengetahui gambaran plasenta previa totalis dari segi

paritas ibu.
4

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih banyak mengenai

kasus ibu dengan plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum

Daerah Jayapura.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan Dokter

Hasil penulisan dapat menambah referensi di perpustakaan Fakultas

Kedokteran Universitas Cenderawasih sehingga dapat dibaca dan

menjadi inspirasi untuk penulisan atau penelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya pada ibu

untuk mencegah atau mengurangi angka kejadian plasenta previa

totalis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

Dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke

arah proksimal, memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim

seolah-olah plasenta tersebut bermigrasi (Prawirohardjo, 2010:495).

Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang

berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum.

Terdapat beberapa kemungkinan: (Cunningham, 2012:808)

a. Plasenta previa total - ostium internum sepenuhnya ditutupi plasenta.

b. Plasenta previa parsial – ostium internum sebagian ditutupi plasenta.

c. Plasenta previa marginal – tepi plasenta berada pada pinggir ostium

internum.

d. Plasenta letak rendah – plasenta berimplantasi pada segmen bawah

uterus sedemikian rupa sehingga tepi plasenta tidak mencapai ostium

internum, tetapi terletak berdekatan dengan ostium tersebut.

5
6

Dari literatur Kebidanan Oxford, plasenta previa dibedakan menjadi 4

tipe yaitu: (Medforth et. al., 2011:132)

a. Tipe 1

Tepi plasenta melewati batas segmen bawah uteri. Kehilangan darah

biasanya minimal sehingga ibu dan janin tetap berada dalam kondisi

baik.

b. Tipe 2

Plasenta sebagian berada di segmen bawah uteri di dekat lubang serviks

internal. Kehilangan darah bersifat sedang dan hipoksia janin lebih

cenderung terjadi dibandingkan syok maternal.

c. Tipe 3

Plasenta berada di atas lubang serviks internal tetapi bukan di posisi

sentral. Perdarahan cenderung berat, terutama di akhir kehamilan saat

serviks mulai menipis dan membuka/dilatasi.

d. Tipe 4

Plasenta berada di bagian tengah di atas lubang serviks internal dan

resiko perdarahan yang sangat hebat membuat sectio caesarea menjadi

sangat penting untuk menyelamatkan ibu dan janin.

Hubungan dan definisi yang digunakan untuk klasifikasi pada beberapa

kasus plasenta previa bergantung pada pembukaan serviks saat dilakukan

penilaian. Misalnya plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat

menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm karena serviks yang

membuka tidak lagi menutupi plasenta. Sebaliknya, plasenta previa yang

tampaknya total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial pada


7

pembukaan 4 cm karena serviks membuka melebihi tepi plasenta

(Cunningham, 2012:808).

2.2. Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum

diketahui secara pasti. Teori lain mengemukakan salah satu penyebabnya

ialah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat

dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, bekas bedah sesar,

dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di

endometrium yang semuanya dapat dilihat sebagai faktor risiko terjadinya

plasenta previa. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda

dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar

ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium

uteri internum (Prawirohardjo, 2010:496).

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan endometrium yang

kurang baik, misalnya akibat atrofi endometrium atau vaskularisasi desidua

yang kurang baik yang dapat ditemukan pada multipara, bekas sectio

caesarea, dan umur lanjut. Keadaan endometrium yang kurang baik

menyebabkan plasenta harus tumbuh meluas untuk mencukupi kebutuhan

janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium

uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar

dan luas seperti pada eritroblastosis atau kehamilan multipel

(Martaadisoebrata et. al., 2013:81).


8

2.3. Faktor Risiko

Usia ibu yang semakin lanjut, meningkatkan risiko plasenta previa.

Insiden plasenta previa meningkat secara bermakna pada setiap peningkatan

usia ibu. Insiden ini sebesar 1 dalam 1500 pada wanita berumur ≤19 tahun

dan sebesar 1 di antara 100 pada wanita berusia >35 tahun. Multiparitas

juga berkaitan dengan peningkatan risiko plasenta previa (Cunningham,

2012:809).

Dalam penulisan artikel penelitian Rajeshwari, Mehta dan Prasanth (2016)

yang berjudul “Maternal and Fetal Outcome of Placenta Previa in Tertiary

Care Institute: A Prospective Two Year Study”, insiden tertinggi plasenta

previa ditemukan pada kelompok ibu dengan umur 20-29 tahun yaitu

72,9%, 30-35 tahun sebanyak 20,3%, >35 tahun sebanyak 5,1% dan <19

tahun 1,7%. Sedangkan kelompok multiparitas pada ibu ditemukan insiden

plasenta previa sebesar 73,55%. Kelompok paritas yang primipara sebanyak

26,43%.

Untuk alasan yang tidak diketahui, riwayat pelahiran caesar meningkatkan

risiko plasenta previa. Pada penelitian terhadap 30.132 ibu yang mengalami

pelahiran caesar, dilaporkan peningkatan risiko plasenta previa pada ibu

yang memiliki riwayat pelahiran caesar. Insiden ini sebesar 1,3% pada

mereka yang memiliki riwayat satu kali pelahiran caesar dan 3,4% pada

mereka yang pernah menjalani enam kali atau lebih pelahiran caesar

(Cunningham, 2012:809).
9

Trianingsih dkk. (2015) melaporkan bahwa ibu yang memiliki riwayat

pelahiran caesar sebanyak ≥ 2 kali mempunyai peluang 4,776 kali

mengalami plasenta previa dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat

sectio caesarea atau memiliki riwayat operasi caesar< 2 kali. Pada operasi

caesar, dilakukan sayatan pada dinding uterus yang mengakibatkan

perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi sehingga saat

kehamilan berikutnya, aliran darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan

plasenta mencari tempat yang lebih luas untuk berimplantasi di segmen

bawah rahim sehingga menutup ostium uteri internum. Hal inilah yang akan

meningkatkan kejadian plasenta previa pada ibu yang telah melakukan

pelahiran caesar sebanyak 2x atau lebih dimana jaringan parutnya telah

semakin banyak.

2.4. Gambaran Klinis

Peristiwa yang khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri,

yang biasanya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester ke-2 atau

setelahnya. Namun, perdarahan dapat terjadi sebelumnya. Pada banyak

kasus plasenta previa, perdarahan dimulai tanpa gejala peringatan dan tanpa

disertai nyeri pada wanita yang sebelumnya mengalami riwayat pranatal

normal. Untungnya, perdarahan inisial ini jarang sedemikian masif sehingga

fatal. Biasanya, perdarahan ini berhenti, kemudian berulang kembali

(Cunningham, 2012:809).
10

Pada beberapa wanita, khususnya mereka dengan plasenta yang

berimplantasi di dekat tetapi tidak menutupi ostium uteri internum,

perdarahan tidak terjadi hingga dimulainya persalinan. Kemudian,

perdarahan dapat bervariasi mulai dari ringan hingga masif. Jika plasenta

terletak menutupi ostium uteri internum, pembentukan segmen bawah uterus

dan pembukaan ostium uteri internum akan menyebabkan perobekan

perlekatan plasenta. Perdarahan ini diperhebat oleh ketidakmampuan

bawaan serat miometrium di segmen bawah uterus untuk berkontraksi

menutup pembuluh darah yang robek. Perdarahan dapat pula terjadi dari

robekan di serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh (Cunningham,

2012:809).

2.5. Diagnosis

1. Anamnesis

Dari anamnesis terhadap ibu hamil didapatkan perdarahan tanpa rasa

nyeri, berulang dan tanpa sebab (Martaadisoebrata et. al., 2013:83).

2. Pemeriksaan Fisik

Diagnosis plasenta previa jarang ditegakkan dengan pasti melalui

pemeriksaan klinis kecuali dengan pemeriksaan serviks menggunakan

jari dan plasenta dipalpasi. Pemeriksaan serviks dengan jari tidak

diperbolehkan, kecuali wanita tersebut berada dalam ruang operasi

dengan persiapan lengkap untuk pelahiran caesar segera. Selain itu,

jenis pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan kecuali direncanakan untuk

pelahiran karena dapat menyebabkan perdarahan yang mengharuskan


11

pelahiran segera. Pemeriksaan “persiapan ganda” (double set-up) jarang

diperlukan karena letak plasenta hampir selalu dapat dipastikan dengan

sonografi (Cunningham, 2012:810).

3. Pemeriksaan Penunjang

Metode paling sederhana, aman dan akurat untuk menentukan letak

plasenta dilakukan dengan sonografi transabdominal. Akurasi rata-rata

pemeriksaan ini adalah 96%. Hasil positif-semu umumnya disebabkan

oleh distensi kandung kemih. Oleh sebab itu, pemeriksaan pada kasus

yang diduga positif harus diulangi setelah kandung kemih dikosongkan

(Cunningham, 2012:810).

Transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive predictive value

pada upaya diagnosis plasenta previa. Transperineal sonografi dapat

mendeteksi ostium uteri internum dan segmen bawah rahim,dan teknik

ini dilaporkan 90% positive predictive value dalam diagnosis plasenta

previa. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat digunakan

untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa

(Prawirohardjo, 2010:499).

2.6. Penatalaksanaan

Setiap ibu hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau

trimester ketiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring

dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan

faktor Rh. Jika perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam

keadaan sehat dan masih prematur, diperbolehkan pulang dilanjutkan


12

dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapatkan

konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar segera kembali ke rumah

sakit apabila terjadi perdarahan berulang walaupun terlihat tidak

mencemaskan. Jika terdapat gejala hipovolemia seperti hipotensi dan

takikardia, pasien mungkin mengalami perdarahan yang cukup berat

sehingga diperlukan transfusi darah segera (Prawirohardjo, 2010:500).

Pada pemeriksaan USG memperlihatkan tidak terjadinya migrasi plasenta

menjauhi ostium uteri internum, maka pasien perlu diedukasi untuk

mengurangi kegiatan fisik dan melakukan perjalanan yang jauh sebagai

antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-waktu. Perdarahan dalam

trimester ke-3 perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang

lebih lama di rumah sakit dan jika dalam keadaan yang serius perlu dirawat

hingga melahirkan. Jika terjadi perdarahan yang massive perlu segera

dilakukan tindakan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila

perdarahannya tidak banyak, pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36

minggu dan bila paru janin telah matang maka terminasi dapat dilakukan

lewat sectio caesarea (Prawirohardjo, 2010:501).

Menurut literatur Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, tatalaksana plasenta

previa ada 2, yaitu: (Moegni et. al., 2013:96-98)

1. Tatalaksana umum

a. Perbaiki kekurangan cairan atau darah dengan infus cairan

intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).

b. Lakukan penilaian jumlah darah


13

c. Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam sebelum

tersedia kesiapan untuk sectio caesarea. Pemeriksaan inspekulo

dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan.

d. Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan sectio

caesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan.

2. Tatalaksana khusus

a. Terapi konservatif

Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan

secara non-invasif.

 Syarat terapi ekspektatif ialah kehamilan dengan perdarahan

sedikit yang kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan

tokolitik, keadaan umum ibu cukup baik dan janin masih hidup

dengan kondisi yang baik pula.

 Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.

 Lakukan pemeriksaan USG untuk menetukan letak plasenta.

 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:

 MgSO4 4 g IV dosis awal kemudian dilanjutkan 4 g setiap

6 jam, atau

 Nifedipin 3 x 20 mg/hari

Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason

12 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.

 Perbaiki anemia sulfas ferosus atau ferosus funarat per oral 60

mg selama 1 bulan.

 Pastikan tersedianya sarana tranfusi.


14

 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu

masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera

kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

b. Terapi aktif

 Rencanakan terminasi kehamilan jika:

 Usia kehamilan cukup bulan.

 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang

mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali).

 Pada perdarahan aktif dan banyak segera dilakukan terapi

aktif tanpa memandang usia kehamilan.

 Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit

dan presentasi kepala maka dapat dilakukan pemecahan

selaput ketuban dan persalinan per vaginam masih

dimungkinkan. Jika tidak, pelahiran dengan sectio caesarea.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif dengan pengambilan

data rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah:

1. Karakteristikibu mencakup usia, pendidikan dan pekerjaan

2. Usia gestasi

3. Paritas

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Karakteristik Ibu

Karakteristik ibu ialah variabel yang mencakup usia, pendidikan dan

pekerjaan ibu yang tercatat dalam rekam medik sebagai berikut:

1. Usia ialah lama hidup ibu (dalam tahun), yang tercatat di rekam

medik terbagi atas <20 tahun, 20-35 tahun dan >35 tahun.

2. Pendidikan ialah jenjang pendidikan formal ibu, yang terbagi

atas SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

3. Pekerjaan ialah kegiatan utama yang dilakukan ibu, yang

tercatat di rekam medik terbagi atas IRT, PNS dan Swasta.

15
16

3.3.2. Usia Gestasi

Usia gestasi ialah usia kehamilan yang terdiri dari:

a. < 36 minggu

b. ≥ 36 minggu

3.3.3. Paritas

Paritas ialah pelahiran anak yang viabel atau dapat hidup setelah

dilahirkan. Menurut data rekam medik paritas dibagi menjadi:

a. P0

b. P1

c. P2

d. P3

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan

plasenta previa tanpa melihat jenis plasenta previa yang mendapatkan

tindakan sectio caesarea di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder dari rekam medik

Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.


17

3.6. Analisis Data

Pada penelitian ini dilakukan uji statistik dengan menggunakan

komputerisasi perangkat SPSS untuk mendeskripsikan distribusi persentase

variabel, yaitu karakteristik ibu yang mencakup usia, pendidikan, pekerjaan,

usia gestasi dan paritas.

3.7. Etika Penelitian

Pada penulisan karya tulis ilmiah ini untuk menjaga kerahasiaan maka

penulis tidak mencantumkan nama pasien yang telah diambil datanya serta

informasi yang dikumpulkan melalui data rekam medik oleh penulis hanya

kelompok data tertentu seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan kehamilan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 di bagian Ruang

Bersalin SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura dengan pengambilan data sekunder pasien periode 1 Januari – 31

Desember 2015 di rekam medik. Dari data rekam medik, didapatkan 10 ibu

dengan diagnosis plasenta previa totalis dari total 25 ibu dengan diagnosa

plasenta previa.

4.1.1. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Usia Ibu

Karakterisitk usia ibu terbagi atas usia < 20 tahun, 20 – 35 tahun dan

> 35 tahun. Distribusi presentasi karakteristik usia ibu dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Usia Ibu


Usia (Tahun) Frekuensi (%)

< 20 0 0
20 – 35 9 90,0
> 35 1 10,0
Total 10 100,0
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa persentasi berdasarkan

karakteristik usia ibu dengan plasenta previa totalis di Rumah Sakit

Umum Daerah Jayapura Periode 1 Januari – 31 Desember 2015 ialah

tertinggi sebesar 90% dengan rentang usia 20 – 35 tahun dan

terendah 10% dengan usia >35 tahun. Sedangkan tidak terdapat data

ibu dengan usia < 20 tahun.

18
19

4.1.2. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Pendidikan Ibu

Karakteristik pendidikan ibu terbagi atas SD, SMP, SMA dan

Perguruan Tinggi. Persentasi karakteristik pendidikan ibu dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Pendidikan Ibu


Pendidikan Frekuensi (%)

SD 1 10,0
SMP 0 0
SMA 5 50,0
Perguruan Tinggi 4 40,0
Total 10 100,0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentasi berdasarkan

karakteristik pendidikan ibu tertinggi pada pendidikan SMA sebesar

50%, kemudian diikuti perguruan tinggi yang tercatat pada data

rekam medik adalah diploma dan sarjana sebesar 40% dan terakhir

pendidikan SD sebesar 10%. Tidak tercatat pendidikan SMP di data

rekam medik pada ibu dengan diagnosa plasenta previa totalis.

4.1.3. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan Ibu

Karakteristik pekerjaan ibu terbagi atas PNS, Swasta dan IRT.

Persentasi karakteristik pekerjaan ibu dapat diperhatikan pada tabel

dibawah ini:

Tabel 3. Persentasi Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan Ibu


Pekerjaan Frekuensi (%)

PNS 4 40,0
Swasta 2 20,0
IRT 4 40,0
Total 10 100,0
Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik ibu yang PNS

dan IRT memiliki persentasi yang sama, yaitu 40% sedangkan

persentasi Swasta ialah 20%.


20

4.1.4. Persentasi Berdasarkan Usia Gestasi

Usia gestasi terbagi atas <36 minggu dan ≥36 minggu. Persentasi

berdasarkan usia gestasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Persentasi Berdasarkan Usia Gestasi

Usia Gestasi (Minggu) Frekuensi (%)

< 36 2 20,0
≥ 36 8 80,0
Total 10 100,0
Tabel diatas memperlihatkan bahwa persentasi usia gestasi

tertinggi terdapat pada ≥ 36 minggu sebesar 80%, sedangkan < 36

minggu persentasinya sebesar 20%. Pada usia gestasi <36 minggu

terdapat ibu dengan usia gestasi 32 dan 34 minggu, sedangkan pada

usia gestasi ≥36 minggu terdapat ibu dengan rentang usia gestasi 36

– 39 minggu.

4.1.5. Persentasi Berdasarkan Paritas

Paritas yang merupakan pelahiran anak yang viabel atau dapat

hidup setelah dilahirkan terbagi atas P0, P1, P2 dan P3. Persentasi

berdasarkan paritas ibu dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5. Persentasi Berdasarkan Paritas

Paritas Frekuensi (%)

P0 2 20,0
P1 4 40,0
P2 3 30,0
P3 1 10,0
Total 10 100,0
Data pada tabel 4.1.5 menunjukkan bahwa persentasi paritas ibu

tertinggi ialah P1 sebanyak 40%. Kemudian diikuti P2 sebanyak 30%,

P0 sebanyak 20% dan P3 sebanyak 10,0%. Tidak terdapat riwayat

aborsi pada data ibu dengan plasenta previa totalis.


21

4.2. Pembahasan

4.2.1. KarakteristikIbu

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa persentasi berdasarkan

karakteristik usia ibu dengan plasenta previa totalis di Rumah Sakit

Umum Daerah Jayapura Periode 1 Januari – 31 Desember 2015 ialah

tertinggi sebesar 90% dengan rentang usia 20 – 35 tahun dan

terendah 10% dengan usia >35 tahun. Sedangkan tidak terdapat data

ibu dengan usia < 20 tahun. Pada rentang usia 20 – 35 tahun terdapat

usia 23, 24 dan 26 tahun, sedangkan usia > 35 tahun terdapat ibu

dengan usia 38 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan di IGD Kebidanan RSUP

Sanglah Denpasar, usia < 20 tahun dan > 35 tahun memiliki risiko

tinggi mengalami plasenta previa sedangkan usia 20 – 35 tahun

memiliki risiko rendah mengalami plasenta previa. Usia berisiko

tinggi sebesar 18% sedangkan usia berisiko rendah sebesar 81,8%.

Menurut teori, plasenta previa meningkat dengan meningkatnya usia

ibu yaitu > 35 tahun karena fungsi organ reproduksi yang sudah

mulai tidak optimal atau menurun.

Penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Kemusu II Boyolali

melaporkan bahwa usia ibu < 20 tahun merupakan faktor risiko

untuk terjadinya kejadian penyulit persalinan antara lain ialah

plasenta previa. Wilayah kerja Puskemas Kemusu II terletak di

daerah yang cukup jauh dari kota sehingga keadaan sosial

ekonominya relatif rendah. Tingkat pendidikan masyarakat yang


22

relatif rendah ini akan cenderung melakukan pernikahan pada usia

muda untuk meringankan beban ekonomi keluarga.

Pada hasil analisis data sekunder dari rekam medik Rumah Sakit

Umum Daerah Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015,

persentasi berdasarkan karakteristik pendidikan ibu dapat dilihat

bahwa tertinggi pada pendidikan SMA sebesar 50%, kemudian

diikuti perguruan tinggi yang tercatat pada data rekam medik adalah

diploma dan sarjana sebesar 40% dan terakhir pendidikan SD

sebesar 10%. Tidak tercatat pendidikan SMP di data rekam medik

pada ibu dengan diagnosa plasenta previa totalis.

Data pekerjaan ibu dengan plasenta previa totalis yang didapatkan

dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura periode 1

Januari – 31 Desember 2015, memperlihatkan karakteristik ibu yang

PNS dan IRT memiliki persentasi yang sama, yaitu 40% sedangkan

persentasi Swasta ialah 20%.

4.2.2. Usia Gestasi

Data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Jayapuran

periode 1 Januari – 31 Desember 2015, memperlihatkan bahwa

persentasi usia gestasi tertinggi pada ibu dengan plasenta previa

totalis terdapat pada usia gestasi ≥36 minggu sebesar 80%,

sedangkan < 36 minggu persentasinya sebesar 20%. Pada usia

gestasi <36 minggu terdapat ibu dengan usia gestasi 32 dan 34


23

minggu, sedangkan pada usia gestasi ≥36 minggu terdapat ibu

dengan rentang usia gestasi 36 – 39 minggu.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D.

Kandou, perdarahan antepartum ditemukan 32 kasus dari total 60

kasus dengan persentasi sebesar 53,3% pada ibu dengan usia gestasi

37-42 minggu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa

penyebab perdarahan antepartum terbanyak ialah plasenta previa.

4.2.3. Paritas

Data pada tabel 4.1.5 menunjukkan bahwa persentasi paritas ibu

tertinggi ialah P1 sebanyak 40%. Kemudian diikuti P2 sebanyak 30%,

P0 sebanyak 20% dan P3 sebanyak 10,0%. Tidak terdapat riwayat

aborsi pada data ibu dengan plasenta previa totalis.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rajeshwari, Mehta dan

Prasanth di Rumah Sakit Pendidikan Sri Ramachandra, Prorur,

Chennai, kelompok multiparitas pada ibu ditemukan insiden plasenta

previa sebesar 73,55%. Kelompok paritas yang primipara sebanyak

26,43%. Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr.

Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2011 menunjukkan bahwa ibu yang

mengalami kejadian plasenta previa persentasinya lebih tinggi pada

multipara sebesar 70,3% dibandingkan primipara yang persentasinya

29,7%.
24

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

bahwa ibu yang memiliki paritas berisiko mempunyai peluang 3,737

kali untuk mengalami plasenta previa dibandingkan ibu yang tidak

memiliki paritas berisiko. Paritas berisiko ialah paritas yang terjadi

lebih dari satu yang dapat mempertinggi risiko terjadinya plasenta

previa karena saat kehamilan, plasenta akan mencari tempat yang

subur untuk berimplantasi dan normalnya saat kehamilan pertama,

plasenta akan berimplantasi pada fundus uteri. Namun, seiring

dengan bertambahnya kehamilan maka kesuburan fundus uteri akan

berkurang.

Paritas atau para ialah ibu yang pernah melahirkan. Paritas terbagi

atas primipara ialah wanita yang melahirkan satu kali, multipara

ialah wanita yang telah melahirkan beberapa kali namun tidak lebih

dari lima kali dan grandemultipara ialah wanita yang telah

melahirkan lebih dari lima kali.

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Cut

Meutia, Kabupaten Aceh Utara menunjukkan bahwa ibu melahirkan

dengan paritas ≥ 3 mempunyai risiko 7x lebih besar untuk

mengalami plasenta previa. Plasenta previa terjadi pada multipara

disebabkan oleh jaringan parut uterus akibat kehamilan yang

berulang. Jaringan parut ini tidak memiliki vaskularisasi yang lebih

banyak dibanding sebelumnya sehingga plasenta akan mencari

tempat yang lebih banyak vaskularisasinya dan dapat berimplasntasi

pada segmen bawah rahim.


BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

1. Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan

karakteristik usia ibu, tertinggi pada rentang usia 20 – 35 tahun tahun

sebanyak 9 ibu (90%).

2. Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan

karakteristik pendidikan, tertinggi pada pendidikan tingkat SMA

sebanyak 5 ibu (50%).

3. Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan

karakteristik pekerjaan, tertinggi pada PNS dan IRT sebanyak 8 ibu

dengan masing-masing persentasi 40%.

4. Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan usia

gestasi, tertinggi pada usia gestasi ≥36 minggu sebanyak 8 ibu (80%).

5. Gambaran plasenta previa totalis di Rumah Sakit Umum Daerah

Jayapura periode 1 Januari – 31 Desember 2015 berdasarkan paritas,

tertinggi pada primipara (P1) sebanyak 4 ibu (40%).

25
26

5.2. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan Kedokteran

Dianjurkan untuk dapat menambah berbagai referensi dan informasi

update mengenai plasenta previa totalis terutama dalam hal pendidikan

kesehatan khususnya pencegahan terjadinya kejadian plasenta previa

totalis di berbagai rumah sakit di Provinsi Papua khususnya kota

Jayapura.

2. Bagi Masyarakat

Dianjurkan kepada masyarakat khususnya keluarga supaya memberikan

motivasi untuk ibu dalam kehamilannya sehingga kecemasan ibu hamil

menjadi berkurang, dan dianjurkan pula agar ibu hamil diusahakan

selalu memeriksakan kehamilannya di pusat kesehatan masyarakat atau

unit pelayanan kesehatan terdekat untuk mencegah atau menghindari

terjadinya plasenta previa totalis yang jika tidak segera ditangani dapat

menyebabkan kematian ibu maupun janin dan juga masyarakat

dianjurkan untuk tetap mencari berbagai informasi terkait sakit yang

dialami lewat tenaga medis maupun dari sosial media.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian lebih lanjut berbagai variabel-variabel terkait

plasenta previa totalis selain variabel-variabel yang telah diteliti sampai

dengan saat ini khususnya insiden plasenta previa totalis di Provinsi

Papua.
27

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. G. 2012. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 2. Jakarta: EGC.

808-810.

Lestari, Indriyani M & Misbah, Nurul. 2011. Hubungan Antara Paritas dan Umur

Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa. Jurnal Obstretika Scientica, Vol 1

No. 2. 127-143.

Londok, Lengkong & Suparman. 2013. Karakteristik Perdarahan Antepartum dan

Perdarahan Postpartum. Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol 1 No. 1. 614-620.

Martaadisoebrata, Djamhoer. 2013. Obstetri Patologi Edisi 3. Jakarta: EGC. 81 &

83

Maulina, Meutia & Kurniawan, Hendrick. 2015. Hubungan Antara Usia Ibu dan

Paritas Dengan Kejadian Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum Cut

Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2013. Jurnal Lentera, Vol 15

No. 3. 16-22.

Medforth, Janet. 2011. Kebidanan Oxford dari Bidan untuk Bidan. Jakarta: EGC.

132.

Moegni, Endy M. & Ocviyanti, Dwiana. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan

Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. 96-98.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka. 495-

496, 499-501.

Rajeshwari, KS., Mehta, Priyanka & Prasanth, Shruthi. 2016. Maternal and Fetal

Outcome of Placenta Previa in Tertiary Care Institute: A Prospective Two

27
28

Year Study. Indian Journal of Obstetrics and Gynaecology Research, 3(3).

274-278.

Sekiguchi et. al. 2013. Type and Location of Placenta Affect Preterm Delivery

Risk Related to Antepartum Haemorrhage. International Journal of Medical

Sciences, 10(12).1683-1688.

Singhal, Ankita et. al. 2016. A Descriptive Study to Correlate Occurance of

Postpartum Haemorrhage With Second Trimester Placental Location in

Women Attending Obstetrics & Gynaecology Department At Sms Medical

College, Jaipur. Indian Journal of Research, Vol 5. 200-201.

Sunarsih & Susanaria, Priska. 2015. Hubungan Usia dan Paritas Ibu Hamil dengan

Kejadian Perdarahan Antepartum di RSUD Abdoel Moeloek Bandar

Lampung Tahun 2013. Jurnal Kebidanan, Vol 1 No. 1. 13-17.

Trianingsih, I., Mardhiyah, Dian & Duarsa, Artha Budi S. 2015. Faktor-faktor

Yang Berpengaruh Pada Timbulnya Kejadian Placenta Previa. Jurnal

Kedokteran Yarsi, 23(2). 103-113.

28

Anda mungkin juga menyukai