PENDAHULUAN
1. Judul
Efek lokal obat (pengaruh obat terhadap membran dan kulit mukosa).
2. Tujuan Praktukum
Memahami efe local dari berbagai obat/ senyawa kimia terhadap kulit dan membrane
Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari
3. Teori Dasar
Obat yang diapkai secara local terdiri dari beebrapa sifat penggunaan diantaranya:
- Zat yang menggugurkan bulu; bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada
- Zat Korosif; bekerja dengan cara mengendapkan protein kult melalui reaksi
I. Menggugurkan Bulu
Hewan coba : Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan, bobot tubuh
200-300 g
Obat : - Veet cream
- Larutan NaOH 20%
- Larutan Na2S 20%
- Kertas saring
Prosedur Kerja
2. Ambil kulitnya lalu dibuat tiga potongan: masing-masing berukuran 2,5 x 2,5
cm.
3. Letakan potongan kulit tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas
saring
5. Oleskan/ teteskan larutan obat pada bagian atas potongan kilit tikus tersebut.
6. Aati selama 30 menit efek menggugurkan bulu setelah pemberian obat dengan
II. Korosif
Hewan coba : Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan,
bobot tubuh 200-300 g
Obat : Larutan AgCl2 5 %
Larutan fenol 5%
Larutan NaOH 10%
Larutan H2SO4 pekat
Larutan HCL pekat
Larutan AgNO3 1%
Kertas Saring
3. Letakan potongan usus tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas
saring
4. Teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut sehingga terendam.
6. Setelah 30 menit, amati efek korosif/ kerusakan jaringan setelah pemberian obat
dengan bantuan pegaduk.
7. Catet dan tabelkan pengamatan.
Efek
Percobaan Bahan Obat Karusakan
Sifat korosif
pada jaringan
Korosif Usus tikus Larutan AgCl Putih pucat hancur
5%
Larutan fenol Putih pucat mengerut
5%
Larutan NaOH Putih pucat mengerut
10%
Larutan Warna hitam Mengerut dan
H2SO4 pekat berwarna hitam
Larutan HCL Agak hancur
Pekat kecoklatan
Larutan kehitaman mengerut
AgNO3 1%
III. Asringen
Prosedur :
Prosedur :
1. Celupkan empat jari tangan selama 5 menit kedalam larutan fenol yang tersedia.
2. Rasakan jenis sensasi yang dialami jari tangan (rasa tebal, dingin, panas)
3. Jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, agkat segera dan bilas dengan etanol
Dari percobaan kelompok kami, dari 3 obat yang dapat menggugurkan bulu memiliki bau
yang khas. Seperti veet cream memiliki bau seperti bunga lili, larutan Na2s memiliki bau seperti
sulfur. Bau pada obat-obat sebelum digunakan tidak terlalu menyengat sedangkan setelah
digunakan untuk menggugurkan bulu pada hewan percobaan baunya terasa lebih menyengat.
Pada pengujian efek menggugurkan bulu, semua obat menghasilkan hasil yang sama yakni hasil
uji menunjukkan adanya kerontokan bulu setelah diberikan larutan. Efek gugur bulu yang
Pada percobaan zat korosif, zat- zat korosif bekerja dengan cara mengandapkan protein
kulit, sehingga kulit membrane mukosa akan rusak. Pada larutan AgCl2 5%, kulit tikus menjadi
pucat dan hancur. Pada larutan Fenol 5 %, kulit tikus mencadi berwarna pucat dan mengkerut.
Pada larutan NaOH 10%, kulit tikus berubah warna menjadi kecoklatan dan hancur. Pada larutan
H2SO4 pekat kulit tikus berubah warna menjadi hitam dan kulit hancur. Pada larutan HCl pekat,
kulit tikus berubah menjadi warna kecoklatan dan kulit hancur. Pada larutan AgNO3, kulit tikus
berubah warna menjadi kehitaman tetapi tidak hancur. Hal demikian berarti zat- zat tersebut
Pada percobaan efek local fenol, ketika tangan dimasukkan dalam larutan Fenol 5%
dalam etanol, sensasi jari tangan terasa dingin. Efek local Fenol yang berbeda pada berbagai
pelarut karena koefisien partisi yang berbeda dan juga karena permeabilitas kulit akan
KESIMPULAN
Semua zat penggugur bulu menunjukkan hasil uji adanya kerontokan bulu setelah
diberikan larutan. Efek gugur bulu yang tercepat adalah dengan pemberian Veet Cream.
Dari semua zat korosif yang digunakan, semua menyebabkan kerusakan jaringan kulit
Efek local Fenol yang berbeda pada berbagai pelarut karena koefisien partisi yang
berbeda dan juga karena permeabilitas kulit akan mempengaruhi penetrasi fenol kedalam
jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Engine.Lubis, Y., (1993), Pengantar Farmakologi, PT. Pustaka Widyasarana,Medan, Hal. 133
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1. Judul
2. Tujuan Praktikum
3. Dasar Teori
Deuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin enjadi lebih
banyak frekuensi dan kuanrtitasnya.Jika pada peningkatan ekskresi air terjadi juga
2. Prosedur Kerja :
- Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
- Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kgBB
tikus.
- Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepa untuk masing-masing
mencit.
- Kumpulkam urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah
Kelompok III
= 0,36 mg
220 𝑔
Dosis = x 0,36 mg
200𝑔
= 0,396 mg
0,396 𝑚𝑔
Volume = x 5 ml
20 𝑚𝑔
= 0,099 ml
Kelompok IV
= 0,36 mg
227 𝑔
Dosis = x 0,36 mg
200𝑔
= 0,408 mg
0,408 𝑚𝑔
Volume = x 5 ml
20 𝑚𝑔
= 0,102 ml
Kelompok V
= 0,36 mg
160 𝑔
Dosis = x 0,36 mg
200𝑔
= 0,288 mg
0,288 𝑚𝑔
Volume = x 5 ml
100 𝑚𝑔
= 0,0144 ml
Kelompok VI
= 0,36 mg
158 𝑔
Dosis = x 0,36 mg
200𝑔
= 0,284 mg
0,284 𝑚𝑔
Volume = x 5 ml
100 𝑚𝑔
= 0,0142 ml
3.2 Pembahasan
pada menit ke 22 menghasilkan urine sebanyak 1 ml, pada menit ke 55 menghasilkan urine
sebanyak 1 ml, dan pada menit ke 111 menghasilkan urine sebanyak 0,4 ml. Selama 2 jam
kumulatif urine sebanyak 2,4 ml dengan pemberian air 5 ml, sehingga diperoleh potensi
diuretika sebesar 48 %.
sebanyak 0,2 ml, pada menit ke 40 menghasilkan urine sebanyak 0,3 ml, pada menit ke 43
menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml, pada menit ke 52 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml,
pada menit ke 53 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml, pada menit ke 60 menghasilkan urine
sebanyak 0,3 ml, pada menit ke 67 menghasilkan urine sebanyak 0,1 ml, pada menit ke 70
menghasilkan urine sebanyak 0,1 ml, pada menit ke 78 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml,
dan pada menit ke 113 menghasilkan urine sebanyak 0,05 ml. Selama 2 jam kumulatif urine
sebanyak 1,85 ml dengan pemberian air 5 ml, sehingga diperoleh potensi diuretika sebesar
37 %.
menghasilkan urine sebanyak 0,6 ml, pada menit ke 47 menghasilkan urine sebanyak 1 ml,
pada menit ke 60 menghasilkan urine sebanyak 1 ml, pada menit ke 71 menghasilkan urine
sebanyak 1 ml, pada menit ke 72 menghasilkan urine sebanyak 1 ml, pada menit ke 80
menghasilkan urine sebanyak 0,5 ml, dan pada menit ke 93 menghasilkan urine sebanyak
0,5 ml. Selama 2 jam kumulatif urine sebanyak 5,6 ml dengan pemberian air 5 ml, sehingga
menghasilkan urine sebanyak 1,2 ml, pada menit ke 23 menghasilkan urine sebanyak 0,6 ml,
pada menit ke 54 menghasilkan urine sebanyak 2 ml, pada menit ke 68 menghasilkan urine
sebanyak 1,2 ml, pada menit ke 104 menghasilkan urine sebanyak 0,6 ml, dan pada menit ke
119 menghasilkan urine sebanyak 0,6 ml. Selama 2 jam kumulatif urine sebanyak 6,2 ml
dengan pemberian air 5 ml, sehingga diperoleh potensi diuretika sebesar 124 %.
25 menghasilkan urine sebanyak 0,4 ml, pada menit ke 34 menghasilkan urine sebanyak 0,5
ml, pada menit ke 47 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml, pada menit ke 56 menghasilkan
urine sebanyak 0,3 ml, dan pada menit ke 70 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml. Selama 2
jam kumulatif urine sebanyak 1,6 ml dengan pemberian air 5 ml, sehingga diperoleh potensi
diuretika sebesar 32 %.
40 menghasilkan urine sebanyak 0,3 ml, pada menit ke 48 menghasilkan urine sebanyak 0,4
ml, pada menit ke 57 menghasilkan urine sebanyak 0,3 ml, pada menit ke 71 menghasilkan
urine sebanyak 0,3 ml, dan pada menit ke 120 menghasilkan urine sebanyak 0,2 ml. Selama
2 jam kumulatif urine sebanyak 1,5 ml dengan pemberian air 5 ml, sehingga diperoleh
Dari data diatas, efek diuretik Furosemide 20 mg/70 kg BB manusia lebih besar
dibandingkan dengan Spironolakton 100 mg/70 kg BB manusia. Jika dilihat dari mekanisme
kerjanya, Furosemide adalah golongan diuresis kuat yang bekerja dengan cara menghambat
reabsorbsi ion Na pada lengkung Henle, sedangkan Spironolakton bekerja dengan cara
meningkatkan retensi kalium dan ekskresi natrium di tubulus distal. Efek diuretik
tidak mencapai 75 % bahkan persentase nya lebih kecil daripada tikus yang diberi CMC Na
1%. Hal ini dapat terjadi karena Spironolakton masuk kedalam golongan diuretik hemat
kalium dimana seharusnya dikombinasi dengan diuretika lain atau dengan menaikkan
dosisnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Efek diuretik dari Furosemide 20 mg/70 kg BB manusia positif karena persentase potensi
Efek diuretik dari Spironolakton 100 mg/70 kg BB manusia negatif karena persentase
golongan diuretik hemat kalium. Hal ini yang menyebabkan efek Furosemide lebih besar
dibanding Spironolakton.
1. Judul
2. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui secara lebih baik peran insulin dalam tubuh dan pengaruhnya pada penyakit
diabetes.
2. Mengenal teknik untuk mengevaluasi penyakit diabetes dengan cara konversional.
3. Melakukan test glukosa konvensional pada manusia menggunakan alat ukur glikosa
darah.
3. Teori Dasar
Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikimia yang ditadai dengan ketiadaan absolute
insulin atau insentivitas terhadap insulin.Insulin ialah hormo polipeptida yang dihasilkan
oleh sel beta dalam islet Langerhans pancreas dan berperan penting pada metabolism
karbohidrat, lemak dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa darah, asam lemak
dan asam amino dalam darah yang mendorong penyimpangan nutrient-nutrien tersebut
dalam bentuk glikogen. Bila kadar glukosa darah rendah maka sel pancreas menghasilkan
diabetes militus. Uji diagnosis diabetes miletus umumnya dilakukan berdasarkan keluhan
penderita yang khas berupa poliuria, polidipsia, pilifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan yang lain mungkin dikemukakan pasien
adalah mudah lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus,
vulvae pada pasien wanita dan adanya peningkatan kadar glikosa darah yang ditentukan
Glukosa dapat diukur dengan mengguakan sampel darah total, plasma, serum, cairan,
sereprospinal, cairan pleural, dan urin sesuai dengan tujuan diagnosisnya .Glukosa darah
kapilari merupakan sumber dari kebanyakan alat pengukur glukosa yang menggunakan
specimen darah total. Kadar glukosa darah kapilari ini setara dengan kadar glukosa arterial
tapi dapar berbeda dari kadar glukosa vea,bergantung pada waktu pemerikaan relative
antara lain, pengukuran kadar glukosa darah (kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa
darah puasa, kadar glukosa postprodinal, serta test toleransi glukosa oral), analisis urin,
Pada praktek sehari-hari, kadar glukosa darah dapat diukur secara konvensional
menggunakan alat ukur kadar glukosa darah yang sudah banyak dijual dipasaran dengan
menggunakan sampel darah kapilari. Percobaan uji diabetes di laboratorium dapat dilakukan
pada hewan percobaan (mencit) dan disebut sebagai percobaan uji diabetes secara
Beberapa teknik yang sering digunakan untuk menyebabkan hewan uji menderita
diabetes adalah induksi dengan bahan kimia induksi kimia pada hewan akan menyebabkan
hewan coba diabetes tipe 1 dimana banyaknya sel beta yang hancur dengan jumlah demikian,
jumlah insulin endogen yang diproduksi menjadi sedikit, yang mengarah hiperglikimia dan
penurunan berat badan. Diabetes dengan induksi secara kimia tidak hanya menyediakan
model sederhana dan relative murah teteppi juga apat dipergunakan pada hewan yang lebih
tinggi.
Streptozotocin (STZ)
beta pancreas melalui glut-2 transforter dan menyebabkan alkilasi dari DNA. Aktivitas
berikutnya PARP menyebabkan deplesi NAD+, pengurangan ATP seluler dan hasilnya
penghambatan produksi insulin. Selain itu, STZ merupakan sumber radikal bebas yang
juga dapat berkontrubusi terhadap kerusakan DNA dan akhirnya kematian pada sel. STZ
dapat digunkan dengans sekali pemberian dengan dosis tinggi (100-200mg/kgBB tikus
dan 35-36 mgBB mencit); atau dinerikan berulang dengan dosis rendah selama 5 hari
Aloksan
disebabkan ambilan cepat oleh sel beta dan pembentukan radikal bebas, dimana sel beta
memiliki mekanisme pertahanan yang buruk untuk radikal bebas tersebut. Aloksan
direduksi menjadi asam dialuric dan kemudian teroksidasi kembali menjadi aoksan,
hidroksil yang sangat reaktif dan menyebabkan fragmentasi DNA sel beta.Aloksan juga
diambil oleh hati, tetapi hati memiliki perlindungan yang lebih baik untuk oksigen rektif
dan oleh karna itu hati tidak rentan oleh kerusakan. Mekanisme lain kerusakan sel beta
oleh aloksan termasuk oksidasi gugus SH yang esensial, terutama dari glukokinase dan
gangguan dalam homeotatis kalsium intraseluler. Dosis pada tikus berkisar dari 50-200
mg/kg dan mencit dari 40-200 mg/kgBB, tergantung pada straindan rute pemberian
dimana pemberian ip dan s.c membutuhkan hingga 3 kali lebih besar dengan rute i.v
dosis 100mg/kgBB telah digunakan untuk membuat diabetes jangka panjang pada
kelinci. Perlu dicatat bahwa aloksan memiliki indeks dosis dabetogenic yang sempit,
sehingga overdosis ringan bias menyebabkan toksisitas umum, terutama untuk ginjal.
Glukosa
Pada cara ini mencit yang digunakan adalah mencit normal yang dibebani sukrosa
tanpa merusak pankreasnya, karna berdasarkan teori bahwa dengan pembebanan sukrosa
akan menyebabkan peningkatan kadar gluksa darah darah (hiperglikemik) secara cepat.
Sukrosa didalam tubh dapat terurai menjadi glukosa dan fruktosa.Kadar glukosa yang
a. Dengan Spektofotometer
Darah mencit diambil melalui ekor sebanyak 0,5-1 ml kedalam tabung ependorf.
Darah disentrifusa selama 10 menit untuk diambil serumnya sebanyak 50 mikro dan
kemudian ditambahkan uranil asetat 500 mikro dan disentrifusa kembali. Supernatan
sebanyak 50 mikro diambil dan ditambahkan preaksi enzim kit glukosa 500 mikro,
panjang gelombang 546 nm untuk mendapatkan nilai kadar glukosa darah. Hal yang
Terdiri dari alat glukometer dan strip glikosa glukometer yang sesuai dengan
nomor pada alat. Alat ini secara otomatis akan hidup ketika strip glukosa dimasukan
dan akan mati setelah strip glukosa dicabut. Masukan strip kedalam alat glukometer,
segingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokan kode
nomor yang muncul pada layar yang ada pada vial chek glucose Tes Strip. Tes strip
yang dimasukan pada glukometer pada bagian layar yang tertera angka yang harus
sesuai dengan kode vial chek glucose test strip, kemudian pada layar monitor
glikometer mumcul tanda siap untuk diteteskan darah. Sentuhkan tetesan darah yang
keluar langsung dari pembuluh darah ke test strip dan tarik sendirinya melalui aksi
kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat ini mulai mengukur kadar
2. Prosedur
1. Puasakan mencit selama 12 – 16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Cek kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian glukosa pada menit ke 0 dengan
cara begian ujung ekor mencit dipotong, kemudian darah diteteskan kebagian ujung
strip dan setelah 5 detik kadar glukosa darah akan terlihat pada monitor glukometer.
Kadar glukosa darah ini dicatat sebagai kadar glukosa darah puasa (GDP).
4. Cek kadar glukosa darah mencit stelah pemberian glukosa pada menit ke-5 dengan
cara begian ujung ekor mencit dipotong, kemudian darah diteteskan diteteskan
kebagian ujung strip dan setelah 5 detik kadar glukosa darah akan terlihat pada
monitor glukometer. Kadar glukosa darah ini dicatat sebagai kadar glukosa darah
setelah pembebanan.
5. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing elompok terdiri dari 2 ekor
6. Hitung dan dosis volume pemberian obat dengan tepat untuk amsing-masing mencit.
8. Cek kadar glukosa darah mencit setelah pemberian glukosa pada menit
10. Data yang diperoleh dianalisa secara statistic berdasarkan analisis variansi dan
bermakna parbedaan kadar glukosa darah anatara kelompok uji kemudian dianalisa
Dari praktikum yang telah dilakukan tentang kadar glukosan obat antidiabetes
menggunakan obat antidiabetes glibenklamid dan metformin. CMC Na yang digunakan untuk
pembanding pada mencit masing-masing mencit diukur kadar glukosa terlebih dahulu dengan
tujuan efektifitas kerja obat antidiabetes yang digunakan dapat diketahui. Secra oral kemudian
diamkan selama lima menit selamjutnya mencit dikelompokan, kelompok 1 diberi CMC Na,
Dari tabel pengamatan pada kelompok 1 setelah diberi CMC Na tidak mengalami
penurunan kadar glukosa yang signifikan dapat terjadi dikarnakan CMC Na bukan obat
manusia mancit satu mengalami penurunan kadar glukosa sebesar 65 mg/dl dan mencit kedua
mengalami penurunan kadar glukosa 76 mg/dl sedangkan pada mancit yang ketiga tidak
dilakukan pengukuran dikarnakan strip rusak, sehingga total penurunan kadar glukosa darah
pada mencit yaitu sebesar 70,5 mg/dl. Pada kelompok ke 3 juga diberikan glibenklamid 5 mg/70
kg BB manusia, mencit pertama mengalami penurunan kadar glukosa 68 mg/dl, sedangkan untuk
menciy yang kedua mengalami penurunan kadar glukosa sebesar 59 mg/dl dan untuk mencit
yang ke tiga mengalami penurunan kadar glukosa darah sebesar 22 mg/dl sehingga total
penurunan kadar glukosa dalam darah yaitu sebesar 50 mg/70 kg BB manusia. Pada kelompok
ke 4 setelah pemberian metformin 500 mg/70 kg BB manusia mancit yang pertama mengalami
penurunan kadar glukosa sebesar 80 mg/dl sedangkan untuk mencit yang kedua mengalami
penurunan kadar glukosa dalam darah sebesar 62 mg/dl dan untuk mencit yang ke tiga
mengalami penurunan kadar glukosa dalam darah sebesar 71 mg/dl sehingga total rata-rata
sebesr 71 mg/dl. Untuk kelompok yang ke 5 dengan pemberian obat metformin 500 mg/70 kg
BB manusia pencit yang pertama mengalami penurunan kadar glukosa dalam darah sebesar 21
mg/dl dan untuk mencit yang ketiga mengalami penurunan kadar glukosa dalam darah sebesar
19 mg/dl sedangkan untuk mencit yang ketiga mengalami penurunan kadar glukosa darah dalam
tubuh sebesar 55 mg/dl sehingal total penurunan kadar glukosa darap pada kelompok ke 5
Dari data hasil penurunan darah dari masing-masing kelompok tidak sesuai dengan teori
yang ada diaman secara teori 5 mg/70 kg BB manusia penurunan kadar glukosa darah lebih besar
dibandingkan dengan metformin 500 mg/70 kg BB manusia, ini dikarnakan glibenklamid bekerja
merangsang insuling sehingga penurunan kadar glukosa dalam darah lebih cepat, sedangkan
Glibenklamid dan metformin mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah meskipun
tidak sesuai dengan teori yang sebenarnya dimana glibenklamid menurunkan kadar
Metformin adalah obat golongan antidiabetes bekerja dengan cara menurunkan produksi
kadar glukosa hepatic, menurunkan absorbs gula dan memperbaiki sensitifitas insuling