Anda di halaman 1dari 3

CHAPTER 4

4.2 Analisis Percobaan dan Hasil Pengamatan


4.2.1 Absorpsi CO2 dengan Air pada Analisis Gas
Berdasarkan pengolahan data yang telah dibuat sebelumnya, praktikan menghitung
jumlah kandungan karbondioksida yang terdapat pada kolom absorbsi. Hal ini dilakukan
dengan cara menentukan fraksi CO2 pada aliran udara dan aliran CO2. CO2 berdasarkan
perhitungan pada masukan atau inlet sebesar 0.0909 dan sedangkan Nilai fraksi mol CO2 pada
keluaran kolom absorbsi atau outlet sebesar 0.0405. Fraksi mol CO2 pada aliran gas outlet pada
perhitungan diperoleh dari nilai rasio volume volume CO2 yang teradsorbsi terhadap volume
udara+CO2. Nilai volume CO2 yang terabsorb oleh air di sepanjang kolom absorbsi pada waktu
tertentu yaitu sebesar 0.0289 L/s. Kemudian dengan melakukan sedikit konversi maka akan
didapatkan laju alir molar gas CO2, yaitu sebesar 1.2 x 10-3 gmol/s. Hal ini menunjukan bahwa
Gas CO2 terserap ke dalam NaOH yang ditandai dengan perubahan volume awal dari NaOH
dengan volume akhir setelah CO2 berkontakan dengan NaOH.
4.2.2 Absorpsi CO2 dengan Air pada Analisis Cair
Data yang didapatkan dari percobaan digunakan untuk menghitung jumlah gas CO2
yang terabsoprsi atau laju absorpsi gas CO2 untuk setiap detiknya berdasarkan CO2 yang
terabsorp, NaOH yang terurai, dan Na2CO3 yang terbentuk. Reaksi keseluruhan yang terjadi
pada absorpsi CO2 dalam NaOH adalah sebagai berikut:
𝐶𝑂2 + 2 𝑁𝑎𝑂𝐻 → 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 𝐻2 𝑂
Oleh karena itu, laju absorpsi gas CO2 juga dapat dinyatakan oleh laju berkurangnya
NaOH yang terurai untuk mengabsorpsi CO2 dan oleh laju bertambahnya Na2CO3 yang
terbentuk hasil absorpsi CO2.
Pada perhitungan jumlah gas CO2 yang terabsorpsi atau laju absorpsi gas CO2
berdasarkan CO2 yang terabsorp, dilakukan langkah yang sama pada perhitungan fraksi CO2
inlet dan outlet untuk absorpsi gas CO2 dalam air menggunakan analisis gas. Setelah
memperoleh fraksi CO2 inlet dan outlet, laju alir gas CO2 inlet dan outlet dapat dihitung
menggunakan persamaan 5.13 dan 5.14 dimana hasilnya adalah 𝐺𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 2.29𝑥10−2 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
dan 𝐺𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 2.17𝑥10−2𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠. Berkurangnya laju alir gas CO2 dari inlet ke outlet
merupakan bukti terjadinya peristiwa absorpsi. Selisih antara laju alir gas CO2 inlet dan outlet
merupakan laju alir gas CO2 yang terabsorpsi, yaitu sebesar Ga = 1.2 x 10-3 gmol/s.
Untuk mengetahui jumlah NaOH yang terurai untuk absorpsi CO2 dan jumlah Na2CO3
yang terbentuk dari absorpsi CO2, maka dilakukan titrasi. Pertama dilakukan titrasi sampel
larutan inlet (S4) dan outlet (S5) masing – masing 10 ml menggunakan HCl yang sebelumnya
ditetesi PP, sehingga larutan berwarna pink. Volume HCl yang dibutuhkan sampai mengubah
larutan kembali bening adalah volume untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat
menjadi bikarbonat. Berubahnya warna larutan dari pink menjadi bening disebabkan, karena
PP bekerja pada trayek basa, sehingga menunjukkan warna pink saat pertama kali diteteskan
ke sampel (larutan bersifat basa), lalu berubah warna menjadi bening ketika larutan menjadi
netral oleh HCl. Kedua dilakukan titrasi terhadap larutan tersebut menggunakan HCl yang
sebelumnya ditetesi MO, sehingga berwarna kuning. Volume HCl yang dibutuhkan sampai
mengubah larutan menjadi berwarna merah adalah volume untuk menetralkan NaOH dan
Na2CO3. Selisih antara T1 dengan T2 (T1 – T2) adalah volume untuk menetralkan semua
bikarbonat. Volume ini menunjukkan volume BaCl yang dibutuhkan untuk mengendapkan
Na2CO3 dalam larutan pada titrasi ketiga (pada percobaan dilakukan penambahan 10% supaya
seluruh Na2CO3 benar – benar mengendap seluruhnya menjadi BaCO3). Berubahnya warna
larutan dari kuning menjadi oranye disebabkan karena MO bekerja pada trayek asam sehingga
larutan tetap berwarna bening – oranye dan menunjukkan perubahan warna menjadi merah
setelah dititrasi dengan HCl (larutan bersifat asam).
Setelah diketahui volume BaCl yang dibutuhkan untuk mengendapkan Na2CO3,
kemudian dilakukan titrasi dengan HCl pada sampel inlet dan outlet yang sebelumnya sudah
ditambahkan BaCl2 dan ditetesi PP sehingga larutan berwarna pink. Saat ditambahkan BaCl
larutan berubah warna menjadi putih terutama pada bagian bawah. Endapan putih ini
merupakan BaCO3 hasil reaksi Na2CO3 dengan BaCl2 sebagai berikut:
𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 𝐵𝑎𝐶𝑙2 → 2𝑁𝑎𝐶𝑙 + 𝐵𝑎𝐶𝑂3
Volume HCl yang dibutuhkan sampai mengubah larutan kembali menjadi bening
adalah volume untuk menetralkan hanya NaOH awal. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, perubahan warna yang terjadi disebabkan karena PP bekerja pada trayek basa.
Reaksi keseluruhan yang terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut:
𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 2𝐻𝐶𝑙 → 2𝑁𝑎𝐶𝑙 + 𝐻2 𝑂 + 𝐶𝑂2
Volume titrasi ini kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi NaOH dan
Na2CO3 inlet (NaOH 0.244 M dan Na2CO3 0.108 M) dan outlet (NaOH 0.236 M dan Na2CO3
0.104 M) menggunakan persamaan stoikiometri titrasi asam–basa. Selisih antara konsentrasi
inlet dan outlet merupakan jumlah NaOH yang terurai atau jumlah Na2CO3 yang terbentuk.
Konsentrasi NaOH berkurang dari inlet ke outlet karena NaOH terurai untuk mengabsorpsi
CO2, sedangkan konsentrasi Na2CO3 bertambah dari inlet ke outlet, karena Na2CO3 terbentuk
selama absorpsi CO2. Nilai ini kemudian dikonversi menjadi laju alir. Dari perhitungan,
didapatkan nilai laju alir CO2 yang teradsorbsi sebesar 1.2 x 10-3 gmol/s. Sedangkan jumlah
NaOH yang dibutuhkan untuk mengadsorbsi CO2 sebesar 2 x 10-4. Dari perhitungan juga
didapatkan jumlah Na2CO3 yang terbentuk dari proses absorpsi CO2 adalah sebesar 2 x 10-4.
Seharusnya hasil dari laju absoprsi gas CO2 sama dengan setengah kali lipat laju terurainya
NaOH dan sama dengan laju terbentuknya Na2CO3 berdasarkan perbandingan koefisien pada
persamaan reaksi stoikiometri, namun tidak diperoleh hasil yang demikian. Penyebab hal ini
akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan.
Dengan membandingkan hasil perhitungan pada percobaan absorpsi CO2 dalam air
dengan absorpsi CO2 dalam larutan NaOH diketahui bahwa jumlah gas CO2 yang terabsorp
dalam air lebih banyak dibandingkan dalam larutan NaOH setiap detiknya. Berdasarkan teori,
pelarut yang baik untuk suatu gas pada proses absorpsi sangat ditentukan oleh kelarutan gas,
volatilitas, dan viskositas (Treybal, 1980). Padahal berdasarkan aspek kelarutan gas, gas CO 2
lebih mudah terabsorp dalam NaOH dibandingkan dalam air. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Ketika CO2 dilarutkan dalam air, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
𝐻2 𝑂 + 𝐶𝑂2 ↔ 𝐻2 𝐶𝑂3
Sehingga sesuai dengan hukum Henry berlaku persamaan sebagai berikut:
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡
𝐾=
𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙 𝐶𝑂2 𝑑𝑖 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Namun ketika CO2 dilarutkan dalam NaOH, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
𝐶𝑂2 + 2 𝑁𝑎𝑂𝐻 → 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 𝐻2 𝑂
Sehingga untuk menjaga kesetimbangan hukum Henry, akan lebih banyak CO2 yang
larut menjadi asam karbonat. Dengan demikian, CO2 akan lebih banyak terabsorp dalam
larutan NaOH dibandingkan dalam air. Namun, hasil percobaan memberikan hasil sebaliknya.
Hal ini kami duga karena saat mengambil sampel, masih belum terbentuk Na2CO3 melainkan
baru terbentuk NaHCO3 dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
𝐶𝑂2 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 ↔ 𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3
𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 ↔ 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 𝐻2 𝑂

Anda mungkin juga menyukai