Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENYAKIT TIDAK MENULAR DIABETES MELLITUS (DM)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular oleh

Hartini
NIM. 1811015083

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan dan

karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Epidemiologi

Penyakit tidak menular (Diabetes Mellitus)”. Tak lupa kami ucapkan terima kasih

kepada dosen yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.

Semoga dengan penulisan makalah ini dapat memberikan inspirasi baru

bagi pembaca, sehingga dapat menambah sedikit pengetahuan dan wawasan

pembaca. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari

pembaca demi perbaikan makalah ini.

Samarinda, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4
A. Definisi Diabetes Mellitus (DM) .................................................. 4
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM) ............................................... 4
C. Tanda & Gejala Diabetes Mellitus (DM) ....................................... 8
D. Perjalanan Penyakit ........................................................................ 10
E. Besarnya Masalah .......................................................................... 11
F. Kausa dan Faktor Risiko ................................................................ 13
G. Strategi Pengendalian & Pencegahan ............................................ 14
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 19
A. Kesimpulan ...................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang
memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Jika tidak diatasi, DM
akan menimbulkan berbagai komplikasi penyakit serius lainnya seperti
jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal dan kerusakan sistem saraf.
Oleh karena itu, DM merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan
manusia.
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan
kenaikan yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola
makan dan berkurangnya aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor
penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa
riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit memakan
waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun
penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan
baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita.
Menurut Depkes tahun 2011, peningkatan penderita DM juga terjadi di
Indonesia. Pada tahun 2007 penyebab kematian akibat DM pada kelompok
usia 45-54 tahun di daerah perkotaan mencapai 14,7% dan diperkirakan pada
tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta. Oleh karena itu, makalah ini akan
membahas penyakit Diabetes Militus secara terperinci.
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit multi sistem kronik yang di
tandai oleh berbagai manifestasi klinis, dengan awitan penyakit umumnya
pada usia 35 dan 50 tahun. Gambaran utama adalah sinovitas inflamatorik
yang biasanya mengenai sendi perifer. Penyakit ini memiliki kecenderungan
merusak tulang rawan, menyebabkan erosi tulang, dan menimbulkan
kerusakan sendi. Tangan, pergelangan tangan, dan kaki sering terkena.
Timbul nyeri yang di perburuk oleh gerakan di sertai pembengkakan dan
nyeri tekan.selain itu gejalah sinovitis, sebagian pasien memperlihatakan rasa
lelah, anoreksia,lemah otot,penurunan berat badan dan gejalah tulang otot

1
yang samar. Kelainan di luar sendi adalah nodus rheumatoid vaskulitis, dan
gejalah pleuropulmoner (Isselbacher, et all., 1998).
Di Indonesia, prevalensi AR hanya 0,1-0,3 persen di kelompok orang
dewasa dan 1:100 ribu jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya
terdapat 360 ribu pasien di Indonesia. “Walau prevalensi rendah, penyakit ini
sangat progresif dan paling sering menyebabkan cacat,” ujar Prof DR dr
Harry Isbagio, SpPD-KR, Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Price. A Sylvia, Wilson M.
Lorraine, 2003)
Wanita tiga kali lebih sering menderita rheumatoid artritis (radang sendi)
dibanding dengan laki-laki (3:1). Penyakit ini menyerang semua etnis, dengan
insiden pada orang berusia di atas 18 tahun berkisar 0,1 persen sampai 0,3
persen, sedangkan pada anak-anak dan remaja yang berusia kurang dari 18
tahun 1/100.000 orang.Prevelensi diperkirakan kasus RA diderita pada usia di
atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk
Indonesia. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1. Penyakit ini 75 % diderita oleh
kaum wanita, bisa menyerang semua sendi. Prevalensi meningkat 5 % pada
wanita diatas usia 50 tahun (Padip R. Patel, 1990).
Onsetnya biasa perlahan namun bisa menjadi penyakit relaps akut atau
kronis di tandai dengan keadaan umum sakit berat. Manifestasi
ekstraartikuler sangat penting untuk menentukan morbiditas penyakit ini.
Sering ditemukannya adanya riwayat penyakit serupa dalam keluarga.
Prevalensi meningkat 5 % wanita di atas usia 50 tahun (Padip R. Patel, 1990).
Membran sinovial membungkus sendi dan menahan cairan, sedangkan
sinovial sebagai pelumas. Permukaan sendi adalah tulang rawan sendi, yaitu
bahan/struktur halus yang seperti karet dan melekat ke tulang. Permukaan
tulang rawan sendi tidak semulus bantalan poros buatan manusia. Di
perkirakan bahwa kekasaran tulang rawan ini berperan dalam pelumasan
sendi dengan menangkap sebagian dari cairan sinovial. Dan juga di

2
perkirakan sifat tulang rawan sendi yang berpori berperan dalam pelumasan
sendi (Mansjoer A., et all., 2000).
B. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Diabetes Mellitus
b. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Diabetes Mellitus
c. Untuk mengetahui tanda & gejala penyakit Diabetes Mellitus
d. Untuk mengetahui perjalanan penyakit Diabetes Mellitus
e. Untuk mengetahui besarnya masalah penyakit Diabetes Mellitus
f. Untuk mengetahui kausa dan faktor risiko penyakit Diabetes Mellitus
g. Untuk mengetahui strategi pengendalian & pencegahan penyakit
Diabetes Mellitus

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. Diabetes Mellitus
A. Definisi Penyakit Diabetes Mellitus
Diabetes melitus, DM adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti kurangnya insulin atau ketidakmampuan tubuh untuk
memanfaatkan insulin (Insulin resistance), dengan simtoma berupa
hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, sebagai akibat dari defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas
insulin, atau keduanya.
B. Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes
melitus berdasarkan perawatan dan simtoma:
1) Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhanspankreas. IDDM dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat
disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan
penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik
saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons
tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini,
terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi
pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat
glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar

4
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosisdan diabetic ketoacidosis bisa
menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan
juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas
dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian
insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan
insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga
dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan
pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan
insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan
memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup,
perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan
pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes
tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120 mg/dl, 4-
6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140–150 mg/dl (7-
7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih
rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl
(10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air
kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas
300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan
dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang
disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Pada
orang yang sudah sepuh, biasanya gula darah sewaktunya dijaga di bawah
200 mg/dl saja dan tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan dapat
terjadinya 'hipo' atau gula darah di bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat
makan, makan lebih sedikit dari biasanya atau terlalu senang dengan
aktivitas berlebih dari biasanya.
Saat ini mulai banyak dilakukan pemberian insulin kepada penderita
diabetes type 2 yang secara terus menerus gula darah sewaktunya selalu di
atas 200 mg/dl, walaupun telah diberikan berbagai kombinasi obat oral.

5
Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long acting' atau 24 jam sekali
dan tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah tiap kali makan
besar.
2) Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus,
NIDDM) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar
glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi
insulin relatif. Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan
dari diabetes melitus tipe 1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak
akibat rusaknya sel islet di pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus
berlebihan, sering berkemih, dan lapar terus-menerus. Diabetes tipe 2
berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan 10% sisanya terutama
merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional. Kegemukan
diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang secara
genetik memiliki kecenderungan penyakit ini.
Diabetes tipe 2 pada mulanya diatasi dengan meningkatkan olahraga
dan modifikasi diet. Bila kadar glukosa darah tidak turun melalui cara ini,
pengobatan misalnya dengan metforminatauinsulin, mungkin diperlukan.
Pasien yang menggunakan insulin harus memeriksa kadarglukosa darah
secara rutin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya
sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti
diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit,
sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang
dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui
sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam
kaitan dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan

6
diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram
dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas
fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan
lewat pengurangan berat badan.
Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan
mengembangkan Pola Hidup Sehat:
 Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
 Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20
menit
 Jaga berat badan ideal
 Menghindari rokok
 Mengurangi asupan alkohol
Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada
yang obes, sedangkan wanita dengan berat badan normal risikonya 78
persen lebih rendah daripada yang obes. Lakukanlah selalu Tes Gula
Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi segera
melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari
Diabetes melitus tipe 2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes
melitus tipe 2.

3) Diabetes Melitus Tipe 3


Diabetes melitus gestasional/GDM (Latent Autoimmune Diabetes of
Adults - LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan
dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein
reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak
kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM
bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua
kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun

7
menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun
memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat
membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat
dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas
normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan
cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat
produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan
pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah
merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi,
paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena
kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan
menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada
tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang
berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

C. Tanda & Gejala Diabetes Mellitus


DM ditandai dengan hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah
dan gangguan metabolisme karbohidrat, yang menyebabkan munculnya
gejala awal khas berupa:
a. Glikosuria yaitu kehilangan glukosa dalam urine karena ambang ginjal
untuk mereabsorbsi glukosa membesar.
b. Polyuria yaitu kehilangan natrium dan air dalam jumlah besar pada urine
karena tekanan osmotic yang dibentuk oleh glukosa berlebih dalam
tubulus ginjal yang dapat mengurangi reabsorpsi air.
c. Polydipsia yaitu rasa haus dan konsumsi air berlebihan yang terjadi
karena penurunan volume darah mengaktivasi pusat haus di
hipotalamus.
d. Polifagia yaitu nafsu makan besar dan lahap yang terjadi karena
kekurangan karbohidrat dalam sel-sel tubuh.

8
e. Ketonemia dan ketonuria atau penumpukan asam lemak dan keton
dalam darah dan urine yang terjadi akibat katabolisme abnormal lemak
sebagai sumber energi.
f. Gejala lain yang mungkin timbul adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi pada pria, serta iritasi atau rasa gatal di sekitar vulva dan
lubang vagina (pruritus vulva) pada wanita.
Semakin dibiarkan, penderita DM dapat menunjukkan gejala kronis
sebagai berikut:
a) Gangguan penglihatan
Pada mulanya penderita DM ini sering mengeluh penglihatannya
kabur, sehingga sering mengganti kaca mata untuk dapat melihat
dengan baik.
b) Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Pada malam hari, penderita sering mengeluh sakit dan rasa
kesemutan terutama pada kaki.
c) Gatal-gatal atau bisul
Keluhan gatal sering dirasakan penderita, biasanya gatal di daerah
kemaluan, atau daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha atau di bawah
payudara, kadang sering timbul bisul dan luka yang lama sembuhnya
akibat sepele seperti luka lecet terkena sepatu atau tergores jarum.
d) Rasa tebal di kulit
Penderita DM sering mengalami rasa tebal di kulit, terutama bila
benjolan terasa seperti di atas bantal atau kasur. Hal ini juga
menyebabkan penderita lupa menggunakan sandal atau sepatu karena
rasa tebal tersebut.
e) Gangguan fungsi seksual
Gangguan ereksi atau disfungsi seksual (impotensi) sering dijumpai
pada penderita laki-laki yang terkena DM. namun klien DM sering
menyembunyikan masalah ini karena terkadang merasa malu
menceritakannya pada tenaga kesehatan.
f) Keputihan

9
Pada penderita DM wanita, keputihan dan gatal merupakan gejala
yang sering dikeluhkan, bahkan merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan. Hal ini terjadi karena daya tahan penderita DM kurang,
sehingga mudah terkena infeksi antara lain karena jamur.
D. Perjalanan Penyakit Diabetes Mellitus
Menurut Boron & Boulpape (2009), DM tipe I disebabkan oleh
kerusakan sel β pankreas yang dimediasi oleh sistem imun. Konsekuensi dari
tidak adanya insulin, berhubungan dengan glukagon yaitu cepat terjadi
kelaparan. Pada orang yang sehat, puasa untuk beberapa hari berlanjut pada
rendahnya sekresi insulin, hal ini untuk menjaga keseimbangan aksi glukagon
pada modulasi produksi glukosa dan keton oleh liver. Walau demikian, pada
DM tipe I, defisiensi insulin sangat parah, dan liver terus menerus
memproduksi glukosa dan keton bahkan dalam jumlah yang berlebih
dibanding dengan yang mereka gunakan. Akibatnya, konsentrasi substansi ini
di dalam darah sangat tinggi. Bahkan, ketika konsentrasi glukosa mencapai
level 5-10 kali di atas normal, tidak ada insulin yang dikeluarkan karena tidak
ada sel β. Peningkatan glukosa dan keton memberikan beban yang terlalu
besar untuk ginjal karena osmosis diuresis.

Berdasarkan Guyton & Hall (2011), DM tipe II lebih umum terjadi dari
pada DM tipe I, berkisar antara 90-95% dari semua kasus DM. Menurut
Alsahli & Gerich (2010), DM tipe II merupakan gangguan heterogen yang
disebabkan oleh kombinasi genetik dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi fungsi sel β dan sensitivitas insulin pada jaringan target. Pada
DM tipe II, kerusakan yang terjadi pada sel β pankreas dapat mencapai 50%.

Kerusakan sel β pankreas pada klien DM tipe II terjadi melalui 5 tahap,


yaitu:
a. Tahap pertama yaitu homeostatis glukosa normal tetapi individu memiliki
risiko DM tipe II. Pada tahap ini, toleransi glukosa normal dan kerusakan
sel β belum tampak.

10
b. Tahap kedua yaitu terjadi penurunan sensitivitas insulin dan dikompensasi
dengan peningkatan sekresi insulin oleh sel β pankreas, sehingga toleransi
glukosa masih normal. Meskipun terjadi penurunan fungsi sel β pankreas.
c. Tahap ketiga yaitu disfungsi sel β pankreas sudah mulai tampak, toleransi
glukosa posprandial sudah menunjukkan abnormal. Akan tetapi sel β
pankreas masih berusaha untuk menjaga konsentrasi glukosa puasa
normal.
d. Tahap keempat yaitu kerusakan sel β pankreas semakin parah yang
disebabkan oleh toksisitas glukosa akibat hiperglikemi posprandial,
berkurangnya sensitivitas insulin juga terjadi. Konsentrasi glukosa puasa
meningkat karena peningkatan produksi glukosa endogen basal.
e. Tahap kelima yaitu kerusakan sel β pankreas semakin parah, baik glukosa
puasa maupun prospandial mencapai level diagnostik diabetes.
E. Besarnya Masalah Penyakit Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus tipe pertama disebabkan oleh keturunan dan tipe kedua
disebabkan life style atau gaya hidup. Secara umum, hampir 80 % prevalensi
diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup/life style yang tidak
sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati,
penduduk dengan obes mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari
penduduk yang tidak obes.
Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di
daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Prevalensi nasional DM
berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun
diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia
>= 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi
diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >=
15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas
nasional.

11
Berdasarkan data IDF Diabetes Atlas, pada tahun 2013 penderita DM di
Tanah Air mencapai 8.554.155 orang.Bahkan angka tersebut semakin naik
pada tahun 2014 hingga mencapai 9,1 juta orang. Tahun 2035 jumlah
penderita DM diprediksi melonjak hingga ke angka 14,1 juta orang dengan
tingkat prevalensi 6,67 persen untuk populasi orang dewasa.Satu dari lima
penderita diabetes masih berumur dibawah 40 tahun, yakni diantara 20 hingga
39 tahun sebanyak 1.671.000 orang. Sedangkan usia 40 hingga 59 tahun
sebanyak 4.651.000 orang. Sisanya berusia 60 hingga 79 tahun. Penyakit ini
memang berkaitan dengan gaya hidup. Edukasi soal penyakit ini sangat
penting dilakukan untuk mencegah sekaligus memperbaiki kualitas terapi
para penderita.Menurut data dari Federasi Diabetes International IDF
Diabetes Atlas, jumlah penderita diabetes di tanah air telah mencapai
8.554.155 orang di tahun 2013. Jumlah penderita diabetes sebanyak ini
otomatis membuat Indonesia menjadi Negara dengan populasi penderita
diabetes terbanyak ke-7 di dunia pada tahun 2013, setelah China, India,
Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Jumlah pengidap diabetes terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terutama untuk DM tipe 2. Data
WHO memperkirakan jumlah penderita DM tipe 2 di Indonesiaakan
meningkat signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada 2030 mendatang.
Di Indonesia, pasien Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan diabetes yang
paling banyak ditemukan, Diabetes Mellitus tipe 1 sangat jarang.Riskesdas
juga melaporkan bahwa penderita diabetes melitus di provinsi Riau berada di
urutan nomor tiga tertingi di Indonesia.Prevalensi DMtertinggi di Indonesia
terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1%, kemudian Riau
sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sekitar
1,7%. Kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit Diabetes Mellitus
(terutama tipe 2) disebabkan karena:
a. Faktor Demografi (Jumlah penduduk meningkat, Penduduk usia diatas 40
tahun meningkat, Urbanisasi)
b. Gaya Hidup Kebarat-baratan (Income per kapita tinggi, Restoran ‘cepat
saji’/ fast food, Kurang olahraga/sedentary lifestyle)

12
F. Kausa Dan Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus
a. Kausa penyakit diabetes mellitus:
a) Pola makan
a. Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.
konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus.
b) Obesitas (kegemukan)
a. Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
c) Faktor genetis
a. Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke
cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
d) Penyakit dan infeksi pada pancreas
a. Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema
diabetes mellitus.
e) Pola hidup
a. Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi
untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang

13
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
mellitus selain disfungsi pankreas.
b. Faktor risikonya yaitu:
a) Kelompok usia dewasa tua (45 tahun ke atas).
b) Obesitas (> 20 %, BB ideal) atau indeks masa tubuh (IMT) > 27 kg/m2.
c) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg).
d) Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada yang
terkena penyakit diabetes.
e) Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram.
f) Riwayat DM pada kehamilan.
g) Kelainan profil lipid darah (dislipidemia) yaitu kolesterol HDL < 35
mg/dl, dan atau Trigliserida > 250 mg/dl.
h) Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu).
i) Semua wanita hamil 24-28 minggu.
j) Riwayat menggunakan obat-obatan oral atau suntikan dalam jangka
waktu lama terutama obat golongan kortikosteroid yang biasa
digunakan untuk pengobatan asma, kulit, rematik dan lainnya.
k) Riwayat terkena infeksi tertentu antara lain virus yang menyerang
kelenjar air liur (penyakit gondongan), virus morbili. Infeksi virus ini
sering dijumpai pada anak-anak dan penderita yang masih hidup harus
setiap hari disuntik insulin.
l) Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko lebih
tinggi terkena penyakit degeneratif antara lain DM pada usia dewasa
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir (BBL) yang
normal.

G. Strategi Pengendalian & Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus (Dm)


a. Pengendalian
Secara umum, pengendalian Diabetes Mellitus dimaksudkan untuk
mengurangi gejala, membentuk berat badan ideal, dan mencegah akibat

14
lanjut atau komplikasi. Dengan demikian, prinsip dasar manajemen
pengendalian atau penanganan Diabetes Mellitus meliputi:
a) Pengaturan makanan; yang pertama dan kunci manajemen Diabetes
Mellitus, yang sekilas tampaknya mudah tapi kenyataannya sulit
mengendalikan diri terhadap nafsu makan.
b) Latihan jasmani.
c) Perubahan perilaku risiko.
d) Obat anti diabetik.
e) Intervensi bedah; sebagai pilihan terakhir, jika memungkinkan dengan
cangkok pancreas.

Berdasarkan status diabetes masyarakat atau penderita, manajemen


sepenuhnya dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
Status Diabetes Tindakan Manajemen
1. Publik sehat  Edukasi, Informasi dan
Kepedulian
2. Kelompok Risiko  Penyaringan / screening
 Perbaikan gaya hidup
3. Prediabetik / Sindrom  Diagnosa dini
metabolik  Pemeriksaan lab
4. Penderita diabetes  Intervensi diet dan olahraga
 Pengobatan
 Pencegahan kemungkinan
komplikasi
 Pemeriksaan khusus
5. DM di Rumah Sakit  Pengobatan intensif
 Perawatan khusus
 Pencegahan komplikasi
6. Kronik DM  Rehabilitasi komplikasi
 Pemeriksaan periodik

15
Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes, yaitu:
1. Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat
disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus
dilakukan seumur hidup
2. Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk,
demikian pula bila makan melebihi diet yang ditentukan, maka kadar
gula darah akan meningkat
3. Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada
dalam darah
4. Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun
dengan meminum obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi harus
konsultasi dengan dokter apakah tetap meminum obat dengan kadar
yang tetap atau meminum obat yang sama dengan kadar yang
diturunkan atau minum obat yang lain.
b. Pencegahan Komprehensif DM
a) Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat
terhadap penyakit secara umum. Pada upaya penanggulangan DM,
upaya pencegahan yang sifatnya primordial adalah:
 Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola
makan masyarakat yang masih tradisional dengan tidak
membudayakan pola makan cepat saji yang tinggi lemak,
 Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis
 Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan
kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik
berupa olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada masyarakat
kerja) dimana kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya aktif
secara fisik seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam lingkup
kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
 Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

16
b) Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi
kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada
upaya pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
 Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif
kepada masyarakat khususnya kaum perempuan untuk mencegah
terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini
 Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin
minimal 15 menit sehari.
c) Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan
secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan.
Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian
imunisasi namun untuk perkembangan sekarang, diabetes mellitus
dapat dilakukan melalui :
 Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
 Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini
 Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi
sejak dini
 Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
d) Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan
upaya pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya
mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan upaya
penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah semakin
berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya
sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah dengan
melakukan:
 Melakukan skrining DM di masyarakat
 Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat

17
e) Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang
ditujukan kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM
karena risiko keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan
adalah:
 Pemberian insulin yang tepat waktu
 Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah
sakit
 Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
f) Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
kembali pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita
DM, upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah:
 Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak dan
pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami
 Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan
melaksanakan pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali
sebulan
 Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang
memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius.Di Indonesia, pasien
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak ditemukan,
Diabetes Mellitus tipe 1 sangat jarang.Jumlah penderita diabetes sebanyak ini
otomatis membuat Indonesia menjadi Negara dengan populasi penderita
diabetes terbanyak ke-7 di dunia pada tahun 2013, setelah China, India,
Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Jumlah pengidap diabetes terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terutama untuk DM tipe 2. Data
WHO memperkirakan jumlah penderita DM tipe 2 di Indonesiaakan
meningkat signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada 2030 mendatang.

B. Saran
Saran dari kelompok kami yaitu khususnya bagi mahasiswa hendaknya
kita menjaga kesehatan dalam tubuh kita sejak dini, mulai mengontrol
makanan yang tidak baik untuk kesehatan tubuh kita, karena apabila kita telah
menjaga kesehatan sejak dini maka tubuh kita setidaknya akan terhindar dari
segala macam penyakit.
Umumnya untuk masyarakat hendaknya kita menjaga lingkungan sekitar
dan mulai bisa mengontrol makanan yang dapat membuat kadar gula naik
serta dianjurkan agar rutin mengecek kadar gula darah guna untuk
mewaspadai terjadinya penyakit diabetes mellitus.

19
DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher, et all. 1998. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13,
Yogyakarta : EGC

Kee JL. 2004. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik edisi 2. Jakarta: EGC

Maluekaa RG. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Penerbit Pustaka


Cendekia Press

Price. A Sylvia, Wilson M. Lorraine. 2003. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta :


Penerbit buku kedokteran ECG

Stovitz SD, Johnson RJ. 2003. NSAID and Musculoskeletal Treatmen. The
Physician and Sport Medicine Vol 31 N0 1 January 2003

Widyanto FC, Triwibowo C. 2013. Trend Disease “Trend Penyakit Saat Ini”. CV
Trans Info Media: Jakarta
Bustan, MN. 2015. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. PT Rineka
Cipta: Jakarta
www.depkes.go.id
https://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus

20

Anda mungkin juga menyukai