Anda di halaman 1dari 160

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN


IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:
Slamet Rianto Aji
NIM : 121124028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI /

SKRIPSI

DESKRIPSI KUALIT ATIF PERKEMBANGAN


IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KA BU PATEN KUT Al BARAT
PROGRAM STUDT PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA

Oleh:

__...
/ Slamet Rianto Aji
l I \ .....

.. NIM: 121124028

.
......
• 'I

Pembimbing

111
Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed Tanggal 11 Nopcmber 2016

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIP ST

DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN


IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAl BARAT
PROGRAM STUDI PENDTOIKAN AGAMA KATOLIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Slamet Rianto Aji


NIM: 121124028

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji


pada tanggal 28 Nopernber 2016
dan dinyatakan mcmcnuhi syarat

SlJSUNAN PANl'T'JA PENGUJI

Nama /I I;
I J •:�I•
I
\\
anda tangan

Ketua

Sekrctaris
: Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.f;:d

: Y oscph Kristianto, SFK., M.Pd. ,) )


· ·it;···· .
� ..
Anggota : I. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed .. .. .
1i
,f_
f.J._)i· _·
M.rd.;, ··.;··_t·. ...· 1····
·

2. Yoseph Kristianto, SfK., .. �


·
.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si /f/..�


'1
/1.?.

Ill
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya dedikasikan bagi masyarakat Kabupaten Kutai Barat, Program
Studi PAK (Romo dan para dosen), kedua orang tuaku (Arief Mardian Aji dan
Rosalina Seria), Kakakku (Aji Suryanto), adik-adikku (Heri Ramadhan, Felisia
Vina Meriana, Stepanus Ardianto) dan seluruh keluarga yang terkasih,
sahabat-sahabat angkatan 2012, orang muda dan seluruh umat Paroki Santo
Yohanes Penginjil, serta semua orang yang mendukung penyusunan skripsi ini.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

Non Scholae, Sed Vitae Discimus

(belajar bukan untuk sekolah/nilai, tetapi untuk hidup)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Nopember 2016

�t�

Slamet Rianto Aji

Vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dhanna


Yogyakarta:
Nama : SlametRianto Aji
NIM : 121124028
Demi pengembangan ilmu pengetah.uan penulis memberikan wewenang kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:
DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-
MABASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis
memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
media intemat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
ijin maupun memberikan royalti kepada penulis selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian. pemyataan ini penulis buat dengan sebenarnya,

a,.
Yogyakarta, 28 Nopember 2016

Slamet Rianto Aji

vu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA
DHARMA”. Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap
perkembangan iman para peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai
Barat yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Dalam
kenyataannya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi program beasiswa ini belum
menghayati dan mewujudkan imannya secara utuh. Pemerintah Kabupaten Kutai
Barat menggantungkan banyak harapan terhadap para peserta ini, terlebih bagi para
calon guru agama dan katekis. Mereka tidak hanya diharapkan menjadi tokoh dalam
bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang pastoral. Bagi seorang guru agama
atau calon katekis tugas utamanya adalah membantu siswa atau umat dalam
mengembangkan iman. Oleh sebab itu syarat utama sebagai guru agama atau
katekis harus memiliki iman terlebih dahulu. Bertolak dari keadaan ini penulis
tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten
Kutai Barat maupun instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai
tokoh penggerak di tengah masyarakat.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah perkembangan iman para
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama kuliah di PAK dan upaya
yang perlu dilakukan untuk membantu mereka memperkembangkan iman. Untuk
menjawab persoalan tersebut penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian.
Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni Kitab Suci,
dokumen Gereja, serta pandangan dari beberapa ahli yang berkaitan dengan
perkembangan iman. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
kualitatif. Untuk memperoleh data guna keperluan penelitian penulis melakukan
wawancara terhadap 12 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi iman sebagian besar
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang paling berkembang selama 4
tahun belajar di PAK adalah dimensi kognitif dan masih berada dalam tahap
sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman belum dihayati sebagai milik pribadi,
sehingga hidup beriman hanya berdasarkan pendapat orang lain. Untuk
menindaklanjuti hasil penelitian ini, penulis mengusulkan program kegiatan retret
sebagai upaya untuk membantu para mahasiswa memiliki iman yang individuatif-
reflektif. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
diharapkan dapat beriman dengan penuh kebebasan dan menjadikan iman sebagai
milik pribadi.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
This small thesis entitled "DESCRIPTION OF FAITH
DEVELOPMENT OF DISTRICT KUTAI BARAT STUDENTS
DEPARTMENT OF CATHOLIC RELIGION EDUCATION, SANATA
DHARMA UNIVERSITY". This title chosen based on the
writer's concerns regarding the faith development of the participants scholarship
program the Government of Kutai Barat District who studied in Department Of
Catholic Religion Education, Sanata Dharma University. In reality, most of the
students of this scholarship program is not living up to and realize his faith intact.
Government of Kutai Barat District rely much hope against the participants of this,
especially for prospective teachers of religion and catechists. They are not only
expected to be a prominent figure in the field of education, but also in the
pastoral field. For a religious teacher or catechist candidate whose main task is to
help students or people in developing faith. Therefore, the main requirement as a
religious teacher or catechist must have faith first. Starting from this state of the
writer moved to contribute thoughts for Kutai Barat District government and
related institutions in preparing young people as the driving figure in a society.
A key issue of this small thesis is the development of the faith of the
students of Kutai Barat District students during a lecture in Department Of Catholic
Religion Education, Sanata Dharma University as well as the efforts of what needs
to be done to help students develop their faith. To answer these problem, the writer
used literature study and research. A literature study is done by studying various
sources, namely the Bible, Church Documents, and experts opinions relating to the
development of faith. The type of research used by the writer is a qualitative
research. To obtain the data for the purposes of the research
writer did interviews against 12 respondents.
The results of this research show that the dimension of faith in the majority
of District Kutai Barat students which is most developed over four years of study
at Department Of Catholic Religion Education, Sanata Dharma University is the
dimension of cognitive and were still in the stage of the synthetic-conventional. In
this stage the faith has not live as private property, so that the life of faith based
solely on the opinions of others. To follow up on the results of this research, the
author proposes a program activity retreats as an attempt to help the students have
faith that individuatif-reflective. Through this activity, it is hoped the students of
Kutai Barat District can have faith in full freedom and to make the faith as their
personal property.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI

KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI

KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA

KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis terhadap

perkembangan iman para mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, terlebih mahasiswa-

mahasiswi peserta program beasiswa Kabupaten Kutai Barat. Masyarakat ataupun

umat yang dalam hal ini diwakilkan oleh pemerintah memiliki harapan yang sangat

besar bagi para mahasiswa ini agar kelak dapat kembali ke daerah dan membawa

perubahan yang positif. Oleh sebab itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk

memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat maupun

instansi-instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai tokoh penggerak

di tengah masyarakat.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis dengan hati

penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. selaku Kaprodi Program Studi

Pendidikan Agama Katolik sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu

memberikan perhatian, meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji II yang telah bersedia

membaca, menguji, memberikan kritik dan saran serta menyediakan waktu bagi

penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji III yang telah bersedia

membaca, menguji, memberikan kritik dan masukan, dalam

mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

yang telah mendidik, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan

studi di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

dengan baik.

5. Seluruh staf dinas pendidikan Kabupaten Kutai Barat dan Yohanes Salin yang

telah memberikan kesempatan serta bantuan moril bagi penulis, sehingga bisa

menyelesaikan seluruh proses studi.

6. Orang tua, kakak, adik, Margareta Ayu Panca Anggraini, Mas Hara, Helsi, Hida

(Sr. Donatila, PRR), Pater Tono, SVD, Pastor Aldus Muspida, SVD, Lewis dan

Bang Marto yang selalu memberi semangat, motivasi dan doa bagi penulis

dalam menyelesaikan perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

7. Umat lingkungan Yohanes Paulus, Tukangan yang selalu mendukung penulis

dalam menggulati iman dan memberi motivasi, sehingga penulis mampu

menjalani rangkaian dinamika perkuliahan.

8. Sahabat-sahabat mahasiswa terkhusus angkatan 2012 yang selalu memberi

warna, semangat, motivasi, dorongan dan bantuan bagi penulis selama

mengikuti proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9. Teman-teman peserta beasiswa Pemerintah Kabupaten Kutai Barat angkatan

2012 yang telah memberi semangat clan berjuang bersama penulis dalam proses

belajar sampai pada penyelesaian skripsi ini.

10. Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah

menemani, memberi semangat serta dukungan doa hingga dari awal

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas

memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kek:urangan dan

keterbatasan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap segala saran clan kritik yang

bersifat membangun demi perbaikan dan pemanfaatan skripsi ini. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyak:arta, 28 Nopember 2016

Slamet Rianto Aji

X11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan ......................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan ................................................................................. 6
E. Sistematika Penulisan ............................................................................ 6
BAB II. POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN ............................... 8
A. Perkembangan Iman ............................................................................. 8
1. Pengertian Perkembangan ................................................................. 9
2. Pengertian Iman ................................................................................ 9
a. Pengertian Iman Menurut Kitab Suci ........................................... 9
1) Perjanjian Lama ....................................................................... 9
2) Perjanjian Baru ........................................................................ 11
b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja ................................ 14
1) Konsili Vatikan II .................................................................... 14
2) Katekismus Gereja Katolik ...................................................... 15

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Pengertian Iman Menurut Para Ahli ............................................. 17


1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome ....................... 17
2) Pengertian Iman Menurut Fowler ............................................ 20
B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler .............................. 22
1. Tahap Intuitif-Proyektif (2-6 Tahun) ............................................... 23
2. Tahap Mitis-Harafiah (6-11 Tahun) ................................................ 23
3. Tahap Sintetis-Konvensional (12-21 tahun) ................................... 24
4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun) ..................................... 25
5. Tahap Konjungtif (Setengah Baya: 35-40 tahun) ............................ 27
6. Tahap Iman yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas) . 28
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Iman ..................... 29
1. Faktor Internal ................................................................................... 29
a. Kebebasan .................................................................................... 29
b. Suara Hati ..................................................................................... 30
c. Tanggungjawab ............................................................................ 31
2. Faktor Eksternal ................................................................................ 32
a. Keluarga ....................................................................................... 32
b. Gereja ........................................................................................... 34
c. Sekolah ......................................................................................... 35
d. Lingkungan Masyarakat .............................................................. 37
D. Tantangan Perkembangan Iman ........................................................... 38
1. Pragmatisme .................................................................................... 39
2. Individualisme ................................................................................. 40
3. Konsumerisme ................................................................................. 41
4. Hedonisme ....................................................................................... 41
E. Penghayatan dan Perwujudan Iman ....................................................... 42
F. Gambaran Iman yang Berkembang ....................................................... 45
BAB III. DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-
MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA
BELAJAR DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA ...................... 50
A. Gambaran umum mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat ....... 51

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Latar belakang ................................................................................... 51


2. Harapan umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat
Terhadap Guru Agama Katolik dan Katekis .................................... 58
B. Profil Prodi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma ... 61
C. Penelitian tentang gambaran perkembangan iman mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat ........................................................ 64
1. Rencana Penelitian ........................................................................... 64
a. Latar belakang ............................................................................ 64
b. Tujuan penelitian ....................................................................... 65
c. Definisi konseptual .................................................................... 66
d. Jenis penelitian ........................................................................... 66
e. Desain penelitian ........................................................................ 66
f. Responden .................................................................................. 67
g. Instrumen pengumpulan data ..................................................... 68
h. Tempat dan waktu penelitian ..................................................... 69
i. Variabel penelitian ..................................................................... 69
j. Kisi-kisi penelitian ..................................................................... 69
2. Laporan Hasil Penelitian .................................................................. 71
3. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 87
4. Kesimpulan Penelitian ..................................................................... 98
BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN
RETRET ......................................................................................... 100
A. Pemikiran Dasar Kegiatan ..................................................................... 100
B. Usulan Kegiatan Retret .......................................................................... 102
1. Tema ................................................................................................. 102
2. Tujuan ................................................................................................ 103
3. Peserta ............................................................................................... 103
4. Tempat dan Waktu ............................................................................ 103
5. Bentuk Kegiatan ................................................................................ 103
6. Metode .............................................................................................. 104
7. Sarana ................................................................................................ 104
8. Tim .................................................................................................... 104

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9. Susunan Acara .................................................................................. 104


10. Matriks Program ............................................................................... 106
C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II ......................................................... 109
1. Pemikiran Dasar ............................................................................. 108
2. Materi ............................................................................................. 108
3. Sumber bahan ................................................................................. 108
4. Metode ............................................................................................ 109
5. Sarana ............................................................................................. 109
6. Langkah-Langkah Sesi III ............................................................. 109
a. Pengantar ................................................................................... 109
b. Penyampaian Materi .................................................................. 109
BAB V. Kesimpulan dan Saran ..................................................................... 114
A. Kesimpulan ......................................................................................... 114
B. Saran .................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 117
LAMPIRAN .................................................................................................... (1)
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ............................................................ (1)
Lampiran 2 : Panduan Wawancara .......................................................... (2)
Lampiran 3 : Identitas Responden ........................................................... (3)
Lampiran 4 : Transkrip Hasil Wawancara ............................................... (4)

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab

Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian

Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab

Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan

oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh

Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2009.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

GE : Gravissimum Educationis, Penyataan Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan moral

Gereja Katolik, 22 Juni 1992.

KHK : Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan kanonik

dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.

SC : Sacrosantum Concilium, Konstitusi Tentang Liturgi Suci.

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

PAK : Pendidikan Agama Katolik

PRODI : Program Studi

R : Responden

SD : Sekolah Dasar

SDM : Sumber Daya Manusia

SMA/SMK : Sekolah Menengah Atas/Kejuruan

SMP : Sekolah Menengah Pertama

USD : Universitas Sanata Dharma

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang mutlak

diperlukan terutama bagi daerah yang mayoritas penduduknya terisolir, seperti

Kabupaten Kutai Barat. Manusia yang berkualitas merupakan modal dasar

pembangunan. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk

pribadi-pribadi berkualitas yang memiliki kecerdasan, daya saing dan integritas.

Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002, Kabupaten Kutai

Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM Provinsi Kalimantan Timur

yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas SDM

merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai Barat (Nikolaus, 2007: 577).

Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya

mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan

dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja

dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai

Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami penurunan

terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581).

Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga

kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putra-putri

daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat

melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang terpilih

adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar dapat

membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak masyarakat, terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat

belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang

profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada masyarakat.

Keprihatinan lain yang mendorong pemerintah Kabupaten Kutai Barat

mengirim mahasiswa-mahasiswi untuk menjadi guru agama dan katekis adalah kondisi

pembinaan iman umat yang sangat memprihatinkan. Hampir semua paroki tidak

memiliki tenaga kerja yang kompeten dalam membina iman umat. Selama ini

pendamping atau aktivis yang peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan

iman di paroki atau lingkungan sebagian besar adalah relawan atau katekis volunteer

yang hanya bermodalkan pengalaman dan ketulusan.

Kegiatan-kegiatan pembinaan iman masih sangat minim dan dilaksanakan

dalam momen tertentu saja, misalnya Paskah atau Natal. Sebagai akibatnya umat tidak

memiliki banyak pengetahuan tentang imannya dan tidak mampu memaknai

pengalaman hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi.

Universitas Santa Dharma, Yogyakarta menjadi salah satu universitas yang

dipilih oleh pemerintah daerah kabupaten Kutai Barat. Universitas Sanata Dharma

(USD) memiliki perhatian besar terhadap tenaga pendidik (guru). Universitas Sanata

Dharma selalu berupaya meningkatkan kualitas para lulusan, agar tidak hanya unggul

secara intelektual, tetapi juga memiliki moral yang baik. Hal ini terlihat nyata dari

motto universitas Sanata Dharma, yakni Cerdas dan Humanis. Lulusan Santa Dharma

diharapkan mempunyai pemahaman yang mendalam dan juga peduli terhadap sesama.

Dr.Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J. dalam sambutannya untuk mahasiswa-mahasiswi

baru angkatan 2012 menegaskan bahwa mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma, harus

memiliki karakter yang bercirikan competence, conscience dan commpassion.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Competence artinya mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma diharapkan memiliki

kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan, ketrampilan dan

sikap. Conscience berarti mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki kemampuan

memahami alternatif dan menentukan pilihan secara pribadi. Sedangkan commpassion

artinya mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki hasrat bela rasa dengan peduli dan

peka terhadap lingkungan dan sesama. Hal ini juga selaras dengan ungkapan Dr. C.

Kuntoro Adi S.J., M.A., M.Sc dalam kesempatan yang sama, beliau mengatakan:

“pendidikan Sanata Dharma lebih dari sekedar membantu tersedianya tenaga

berkualifikasi unggul, melainkan pribadi yang juga memperlihatkan kefasihan akan

logika dan bahasa dunia. Jernih dalam pemikiran, lurus dalam bertutur, unggul dalam

moral, dan bela rasa dalam kehidupan sosial” (Panduan Insadha, 2012 : 2-4).

Program Studi Pendidikan Agama Katolik (Prodi PAK) merupakan salah satu

program studi yang dipercaya oleh pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik

dan membimbing para mahasiswa-mahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama

dengan harapan pemerintah yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik

yang beriman tangguh dan profesional demi terwujudnya Gereja yang

memperjuangkan masyarakat Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan

salah satu program studi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma yang bertujuan untuk menghasilkan sarjana pendidikan yang beriman

mendalam, berkompeten, berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul

dapat membantu sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat

berprofesi menjadi guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese

melalui kerja sama dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Prodi PAK memiliki motto yakni, Pradnyawidya (cerdas dan bijaksana).

Mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK diharapkan menjadi insan yang cerdas, unggul

dalam bidang akademik dan juga bijaksana dalam bertindak. Selain belajar tentang

ilmu-ilmu kemanusian, mahasiswa-mahasiswi PAK juga dibekali dengan berbagai

pembinaan spiritual melalui kuliah spiritualitas, rekoleksi, retret, misa bersama,

kegiatan praktik di sekolah maupun paroki dan didukung dengan suasana belajar yang

kondusif.

Melalui semua proses ini diharapkan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang

belajar di Prodi PAK-USD sungguh berkembang secara utuh. Bukan hanya pribadinya

tetapi juga imannya. Iman bukan hanya sebatas kata-kata atau pengakuan semata.

Menurut Groome (2010 : 81), iman memiliki tiga dimensi, yakni : believing, trusting,

dan doing. Dimensi yang pertama, believing berkenaan dengan aspek kognitif atau

pengetahuan akan apa yang diimani. Dimensi yang kedua adalah trusting berkaitan

dengan soal afeksi, tentang nilai-nilai yang diimani. Dimensi yang ketiga adalah doing

yakni, melakukan apa yang diimani.

Kualitas dalam hidup beriman berbeda dengan kualitas dalam bidang

ekonomi, misalnya dalam bidang ekonomi berkualitas artinya barang tersebut tahan

lama dan berfungsi dengan baik. Indikator untuk menentukan kualitas dalam bidang

ekonomi dapat dilihat secara fisik. Tetapi sangat berbeda dalam hal iman. Seseorang

yang rajin ke gereja, aktif dalam persekutuan doa dan kepengurusan paroki belum

tentu memiliki iman yang berkualitas.

Kualitas hidup beriman akan nyata bila seseorang sungguh hidup seperti

gambaran Gereja sendiri, yakni : sebagai umat Allah (persekutuan pribadi-pribadi yang

bebas dengan menekankan kasih Allah), Tubuh Kristus (solider dengan anggota Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lainnya), Bait Roh Kudus (tempat perjumpaan dengan Allah), Misteri dan Sakramen

(menjadi keselamatan dan mewujudkan cinta Allah), dan persekutuan dengan Roh

Kudus. Krispurwana (2004: 67-69) menegaskan bahwa cara hidup beriman yang

sesungguhnya adalah pelayanan, bukan kekuasaan, sabda Allah bukan ajaran-ajaran,

karisma bukan jabatan dan memihak pada mereka yang miskin bukan hanya pada

mereka yang kaya. Maka hidup beriman ditandai dengan gerak peristiwa kehidupan

umat beriman.

Berdasarkan hal ini penulis ingin mendeskripsikan perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat setelah empat tahun belajar di Prodi PAK. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah

kabupaten Kutai Barat dan instansi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Maka

penulis menyusun karya tulis ini dengan judul : Deskripsi Kualitatif Perkembangan

Iman Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Program Studi Ilmu

Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud sebagai perkembangan iman?

2. Sejauh mana perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar

selama empat tahun di Prodi PAK, USD?

3. Kegiatan apa yang dapat menjadi usulan demi perkembangan iman mahasiswa-

mahasiswi yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat?


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan arti perkembangan iman.
2. Mendeskripsikan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi program studi PAK,

USD.

3. Memberikan usulan kegiatan yang dapat dilakukan demi perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, USD yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Secara teoritis

Tulisan ini diharapkan memberi sumbangan bagi perkembangan dalam bidang

pendidikan, serta menjadi acuan penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dan perhatian bagi instansi

penyelenggara pendidikan di bidang agama, maupun bagi pemerintah daerah

kabupaten Kutai Barat dalam rangka memberikan arahan atau pembinaan terkait

perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi.

E. Sistematika Penulisan

Bab I akan menjabarkan pendahuluan yang berisikan gambaran umum

mengenai perkembangan iman dan tantangan dalam mengembangkan iman. Penulisan

ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,

manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II berisi pembahasan berkaitan dengan perkembangan iman berdasarkan

Kitab Suci, dokumen Gereja dan pandangan para ahli.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sedangkan dalam Bab III ini penulis akan menggambarkan perkembangan

iman mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK melalui proses wawancara yang mendalam

(deep interview).

Dalam Bab IV ini penulis akan menyampaikan usulan atau sumbangan

pemikiran dalam bidang pendampingan iman, khususnya pendampingan iman

mahasiswa-mahasiswi.

Bab V menguraikan kesimpulan dan saran.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN

Bab pertama telah menguraikan tentang latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan serta

sistematika penulisan skripsi. Bab kedua akan membahas mengenai perkembangan

iman. Bab kedua ini merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang pertama,

yakni pokok-pokok yang berkaitan dengan perkembangan iman.

Bab ini membahas pandangan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan

perkembangan iman. Pembahasan dalam bab ini dibagi ke dalam enam bagian, yakni

bagian pertama menjelaskan tentang konsep umum perkembangan dan pengertian

iman berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja dan pendapat para ahli. Bagian kedua

mengkaji tahap-tahap dalam perkembangan iman. Bagian ketiga menguraikan tema

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan iman. Bagian keempat

mengidentifikasikan tantangan dalam perkembangan iman. Bagian kelima membahas

tentang penghayatan dan perwujudan iman, sedangkan bagian keenam memberikan

gambaran iman yang berkembang.

A. Perkembangan Iman
1. Pengertian Perkembangan
Siti Rahayu (2006: 1) mengungkapkan pandangan Werner bahwa

“perkembangan menunjuk pada sebuah proses perubahan ke arah yang lebih sempurna

dan proses tersebut bersifat tetap serta tidak dapat diulangi kembali. Pandangan ini

menjelaskan bahwa perkembangan adalah sebuah perubahan menuju ke arah yang

lebih baik”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Siti Rahayu (2006: 2) juga membahasakan pandangan Knoers tentang

perkembangan. Knoers mengatakan “perkembangan berkaitan dengan proses belajar.

Dalam hal ini kebiasaan dan cara belajar menentukan apa yang akan berkembang.

Pendapat ini menyampaikan bahwa perkembangan akan terjadi bila ada upaya atau

proses belajar”.

Selain mengutip pandangan Werner dan Knoers, Siti Rahayu (2006: 2) juga

menguraikan pandangan Monks terhadap perkembangan. Monks mendefinisikan

perkembangan sebagai suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat

individu dan lingkungan menentukan tingkah laku. Pandangan ini menegaskan bahwa

perkembangan adalah proses yang terus bergerak maju dan mendapat pengaruh dari

lingkungan.

Dari tiga pendapat ini perkembangan dapat dipahami sebagai suatu proses

perubahan yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan hanya akan terjadi bila

ada proses belajar. Perkembangan mendapat pengaruh yang besar dari faktor luar,

yakni hubungan individu dengan lingkungan.

2. Pengertian Iman
a. Pengertian Iman Menurut Kitab Suci
1) Perjanjian Lama
Menurut Mardiatmadja (1985: 139) Teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama

menggunakan kata pέpoitha yang artinya adalah percaya atau diyakinkan. Kata

pέpoitha digunakan sebagai terjemahan dari kata batah dalam Ibrani yang berarti

percaya atau menaruh harapan. Kata percaya hasil terjemahan kata pέpoitha dalam

teks Perjanjian Lama mengarah pada dasar harapan umat Israel yakni, Yahwe (Yes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

10:20). Kepercayaan ini berlandaskan kesetiaan Yahwe akan janji-janji-Nya. Sehingga

kata “percaya” dalam konteks ini berbeda dengan kepercayaan terhadap manusia,

benda-benda dan berhala (bdk. Yes 36:7; Maz 118:8). Tetapi istilah pistis lebih sering

digunakan dalam Perjanjian Lama. Kata ini digunakan sebagai terjemahan dari kata

aman yang berarti benar, dapat dipastikan, setia dan teguh. Istilah pistis dapat

digunakan kepada manusia (Bil 12:7) dan juga terhadap Tuhan yang memberikan

kasih setia serta menepati janji-Nya (Ul 7:9). Semua istilah ini memiliki arti yang

sama yakni, percaya hanya konteks dan subyek penggunaan istilah-istilah tersebut

berbeda. Maka dari uraian ini iman dapat dimaknai sebagai tindakan percaya terhadap

kasih karunia Allah serta janji-Nya.

Iman dalam Perjanjian Lama dapat dipahami dengan rinci melalui kisah

Abraham. Ia meninggalkan tanah kelahirannya beserta sanak saudaranya ketika Allah

berfirman dan meminta ia menuju tanah terjanji yang tidak diketahuinya sama sekali.

Karena imannya terhadap Allah, Abraham rela pergi meninggalkan negerinya menuju

tanah Kanaan yang dijanjikan oleh Allah kepadanya (Kej 12:1-8). Abraham sangat

yakin bahwa yang dikatakan Allah kepadanya pasti akan terjadi. Sikap Abraham

digambarkan sebagai jawaban yang bebas terhadap Allah yang menjanjikan

perlindungan dan keturunan (Kej 15:7). Meskipun ia tahu bahwa Sarah istrinya adalah

seorang yang mandul, tetapi ia tetap menerima dan percaya akan janji yang diberikan

oleh Allah (Kej 16:1). Melalui tindakan ini, Abraham menaruh kepercayaan yang

mutlak terhadap Allah dan yakin akan perlindungan-Nya.

Mengimani Allah sebagai penyelamat ditampilkan secara lebih spesifik oleh

umat Israel dalam kitab Keluaran. Kisah pembebasan umat Israel dari perbudakan

Mesir menunjukkan bahwa Allah sungguh penyelamat dan menepati janji-Nya. Kisah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

pembebasan ini bermula dari penampakan Tuhan kepada Musa untuk mewahyukan

nama-Nya dan menawarkan kerelaan Musa untuk membebaskan Israel (Kel 3:1-22).

Menanggapi pengutusan tersebut Musa tidak yakin bangsa Israel akan percaya

kepadanya, lalu Tuhan memberikan mukjizat kepada Musa agar bangsa Israel

mempercayai-Nya. Allah meminta Musa untuk menyampaikan mukjizat tersebut

kepada Harun agar memberitakan mukjizat tersebut kepada bangsa Israel (Kel 4:1-

16). Bangsa Israel percaya bahwa Allah telah mengunjungi mereka dan sujud

menyembah (Kel 4:28-31). Setelah meninggalkan Mesir dan mengalami berbagai

kasih Allah, bangsa Israel percaya kepada Allah dan Musa, hamba-Nya (Kel 14:31).

Dalam sejarah keselamatan bangsa Israel ini beriman diartikan sebagai sikap tunduk

dan menerima sepenuhnya pewahyuan kekuasaan Ilahi dan percaya akan janji-janji

Allah .

Berdasarkan uraian ini maka iman dalam Perjanjian Lama dapat diartikan

sebagai sikap percaya sepenuhnya kepada kuasa Allah dan percaya akan janji-Nya

untuk menyelamatkan manusia serta patuh terhadap perintah-Nya. Percaya dalam hal

ini bukan hanya pengakuan semata melainkan diikuti dengan sikap tunduk dan hormat

terhadap Allah sumber keamanan dan ketentraman (Mardiatmadja, 1985: 139-142).

2) Perjanjian Baru

Dalam beberapa teks Kitab Suci Perjanjian Baru iman diartikan sebagai sikap

percaya sepenuhnya terhadap penyelenggaraan Allah. Percaya bahwa Allah yang

memprakarsai hidup manusia. Maka sebagai umat-Nya kita tidak perlu khawatir

dengan perhitungan-perhitungan manusiawi tentang hidup ini (Mat 6:31). Allah

sebagai pemberi kehidupan akan menyediakan semuanya itu bagi kita, asalkan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

percaya terhadap penyelenggaraan-Nya (Mat 7:7; Luk 11:9-10; Yoh 14:13-14). Sikap

percaya yang dimaksud bukan semata-mata karena telah melihat bukti nyata yang

tampak oleh indra manusia. Iman pertama-tama menuntut penyerahan diri secara total

terhadap yang diimani, bukan bukti dari apa yang diimani.

Paulus dalam suratnya menyatakan bahwa alasan utama mereka beriman

bukan karena mereka telah melihat bukti, tetapi karena mereka percaya (2 Kor 5:7).

Melalui suratnya kepada jemaat di Korintus ini Paulus menegaskan bahwa iman tidak

harus selalu dibuktikan dengan cara-cara yang tampak oleh indra manusia. Seseorang

percaya pada Allah bukan karena ia telah melihat Allah, tetapi karena ia mengalami

kasih Allah dalam hidupnya. Yesus sendiri berfirman "Berbahagialah mereka yang

tidak melihat, namun percaya" (Yoh 20:29). Teks Kitab Suci ini berisi tanggapan

Yesus terhadap tindakan Tomas, salah seorang murid-Nya yang tidak percaya bahwa

Ia telah bangkit karena tidak melihat Yesus dengan mata kepalanya sendiri (Yoh

20:29). Dalam uraian ingin ditegaskan bahwa iman bukan semata-mata diperoleh dari

apa yang kita lihat, pahami dan kita rasakan menggunakan indra kita. Iman diperoleh

melalui sikap berserah diri sepenuhnya terhadap Allah.

Salah satu tokoh dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan sikap beriman

adalah Maria seorang gadis dari Nazaret. Di usianya yang masih muda dan belum

menikah ia berani menerima tanggungjawab untuk mengandung dan melahirkan

seorang anak. Meskipun bagi Maria hal ini adalah tidak mungkin, karena ia belum

bersuami. Tetapi karena imannya Maria mau mengambil bagian dalam rencana

keselamatan Allah dan siap menanggung segala konsekuensinya (Luk 1:26-38).

Keputusan ini bukanlah perkara yang mudah, mengandung tanpa suami adalah

keadaan yang sangat memalukan, terlebih pada saat jaman itu. Melalui peristiwa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Maria menunjukkan kepada kita sikap beriman yang sejati yakni, percaya sepenuhnya

kendatipun bagi akal manusia hal tersebut tidak mungkin.

Selain dipahami sebagai kegiatan percaya, iman juga dimaknai sebagai

karunia atau anugerah dari Allah. Artinya, iman sesungguhnya bukanlah hasil dari

usaha manusia, melainkan anugerah yang diberikan oleh Allah. Kata anugerah

mengisyaratkan bahwa iman merupakan pemberian cuma-cuma oleh Allah bagi

manusia. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menyatakan bahwa

manusia seharusnya binasa karena perbudakan hawa nafsu. Tetapi melalui Yesus,

Allah menyelamatkan manusia. Iman akan Kristus inilah yang menyelamatkan

manusia dari kehancuran dan ini adalah karunia Allah (Ef 2:1-10; Kol 1:23).

Iman berkaitan dengan pengharapan akan keselamatan kekal yang diberikan

karena kasih karunia Allah. Kendati iman adalah sikap penyerahan diri seseorang dan

merupakan anugerah dari Allah, bukan berarti iman tidak ada hubungannya dengan

sesama. Rasul Yakobus mengajarkan, bahwa iman itu harus disertai perbuatan-

perbuatan kasih agar iman itu menyelamatkan. Iman memiliki kaitan yang sanga erat

dengan perbuatan, sebab hanya dengan perbuatan iman menjadi sempurna. Yakobus

menceritakan kembali kisah Abraham yang dibenarkan karena perbuatan-

perbuatannya, bukan hanya karena imannya. Sama seperti halnya tubuh tanpa nyawa

akan mati, demikian juga iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:22,24,26).

Gagasan ini menegaskan bahwa iman bukan hanya soal seberapa sering kita berdoa

dan merenungkan sabda Tuhan, tetapi juga menyangkut tindakan konkret dari apa

yang kita imani.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka iman dalam Perjanjian Baru dapat

dipahami sebagai penyerahan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan menjadi bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

dari kisah-Nya, melaksanakan sabda-Nya, menerima setiap anugerah cinta dan

keprihatinan-Nya bagi kita sebagai kebenaran dan mewujudkannya dalam setiap aspek

hidup kita. Bukan sekedar melaksanakan sesuai dengan yang baik menurut pikiran

kita, tetapi juga harus melibatkan hati dan seluruh hidup kita (Mardiatmadja. 1985:

154-155).

b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja

Pada bagian ini penulis akan menguraikan pandangan dokumen-dokumen

Gereja terkait dengan iman. Dokumen yang digunakan dalam pembahasan ini adalah

Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum dan

Katekismus Gereja Katolik (KGK).

1) Dei Verbum

Iman memiliki korelasi dengan wahyu Ilahi, sebelum mendefinisikan iman

maka, wahyu harus dipahami terlebih dahulu. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II

tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum merumuskan Wahyu sebagai berikut :

Allah telah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia


kehendak-Nya. Dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan dari
kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-Nya dan
bergaul dengan mereka, untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan
dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya (DV art.2).

Berdasarkan uraian ini, kita dapat memahami bahwa wahyu adalah tindakan Allah

menyatakan diri-Nya bagi manusia dengan memberikan jawaban atas keresahan

manusia akan makna hidupnya. Jawaban tersebut berupa janji Allah mengenai karya

keselamatan-Nya bagi manusia. Keselamatan itu adalah kesatuan antara Allah dan

manusia yang sepenuhnya terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang dimaksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

sebagai wahyu yakni, pernyataan diri Allah dan rencana keselamatan-Nya yang

mengundang manusia untuk ambil bagian di dalamnya.

Atas perbuatan Allah ini, manusia perlu memberikan tanggapan dalam

bentuk sikap percaya dan berserah sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah.

Penyerahan diri ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan dengan bebas dan

menyangkut seluruh aspek manusia: akal budi dan kehendak. Konsili Vatikan II

menyatakan :

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan


“ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi
serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan
dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan oleh-Nya
(DV art.5).

Berdasarkan rumusan ini maka iman dapat dimengerti sebagai penyerahan seluruh

hidup (kehendak dan budi) secara bebas kepada Allah yang telah mewahyukan dan

menyatakan diri-Nya kepada kita manusia. Penyerahan ini berupa kepatuhan akal budi

terhadap Allah, terutama dalam karya penciptaan dan sejarah keselamatan-Nya.

2) Katekismus Gereja Katolik (KGK)

Salah satu dokumen Gereja yang berbicara khusus mengenai iman adalah

Katekismus Gereja Katolik. KGK mendefinisikan iman sebagai berikut :

Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus tidak
terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang
diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan
terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan
kepercayaan yang diberikan kepada seseorang manusia. Menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan
adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan
kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk (KGK, art. 150).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Uraian dokumen ini menjelaskan bahwa unsur yang paling mendasar dari iman adalah

ikatan pribadi manusia dengan Allah yang berlandaskan kebebasan. Dalam ikatan

tersebut dengan penuh kebebasan manusia menyerahkan diri kepada Allah dan

percaya akan kebenaran yang diwahyukan-Nya.

Dalam artikel yang lainnya KGK juga menjelaskan bahwa iman merupakan

suatu rahmat cuma-cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh

memohonkannya. Iman menjadi kekuatan adikodrati yang mutlak diperlukan jika

ingin mencapai keselamatan. Kendati iman adalah rahmat yang diberikan secara

cuma-cuma, iman tetap menuntut kehendak bebas dan pemahaman yang jelas dari

seseorang ketika menerima undangan Ilahi ini. iman adalah kepastian yang mutlak

karena Yesus sendiri yang menjaminnya. Iman tidak akan mendapat kepenuhan jika

tidak dinyatakan lewat perbuatan cinta kasih yang nyata. Iman akan semakin

bertumbuh ketika kita semakin cermat mendengarkan sabda Tuhan dan menjalin relasi

dengan-Nya melalui doa. Iman memberikan kita kesempatan untuk menikmati

suasana surgawi (KGK, art.153-165, 179-180,183-184 ).

Berdasarkan uraian dokumen-dokumen ini dapat dipahami bahwa iman

adalah sebuah relasi pribadi yang terjalin antara manusia dengan Allah. Di mana Allah

terlebih dahulu mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Kemudian, dengan rahmat dan

dorongan Roh Kudus, manusia tergerak untuk memberikan tanggapan terhadap wahyu

tersebut. Manusia memberi tanggapan terhadap Wahyu Allah ini dalam bentuk

penyerahan diri sepenuhnya pada Allah yang didasari dengan kebebasan (KWI, 2012:

127-129).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

c. Pengertian Iman Menurut Para Ahli


1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome

Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang

hidup memiliki tiga ciri yang mendasar, yakni : 1) keyakinan, 2) hubungan yang

penuh kepercayaan, 3) kehidupan agape yang hidup. Namun bila berbicara secara

khusus iman Kristen sebagai realitas yang hidup maka, ketiga ciri ini diekspresikan

dalam tiga dimensi, yakni iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai

kepercayaan (faith as trusting) dan iman sebagai tindakan (faith as doing). Dalam

iman Kristen, ketiga dimensi ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dihayati secara

terpisah. Iman akan berkembang apabila tiga dimensi ini dapat berkembang secara

serentak. Groome menguraikan ketiga dimensi iman tersebut sebagai berikut:

a) Iman sebagai keyakinan (faith as believing)

Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang

menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab

itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan

teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk

mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang

berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman

menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi.

Groome (2010: 82) mengungkapkan kembali pandangan David Tracy bahwa

keyakinan adalah simbol yang menjelaskan pernyataan kognitif, moral atau historis

tertentu yang terkandung dalam sikap iman. Sejauh keyakinan-keyakinan itu dapat

digunakan, dimengerti dan diterima maka ada dimensi iman yang kognitif atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

dimensi intelektual iman. Santo Agustinus adalah salah seorang tokoh Gereja yang

menekankan dimensi intelektual dalam iman yang menyatakan bahwa pemahaman

kognitif adalah hadiah dari iman. Artinya, keyakinan terhadap terang anugerah Allah

harus menuju pada pengertian tentang apa yang diyakini. Dalam hal ini “mengerti”

datang melalui kemampuan akal yang dibimbing oleh pernyataan dan pengajaran

Gereja.

Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang

bersifat kognitif dari iman. Thomas Aquinas seorang tokoh Gereja yang juga memberi

perhatian pada dimensi kognitif dari iman menyatakan bahwa tindakan percaya adalah

tindakan kecerdasan berpikir yang menyetujui kebenaran Ilahi atas perintah kehendak

yang digerakkan oleh Allah. Pernyataan ini memang cenderung menyamakan iman

dengan kepercayaan yang maknanya direduksi menjadi persetujuan intelektual

terhadap ajaran-ajaran yang dinyatakan secara resmi. Dalam pemahaman Gereja

Katolik iman berarti memberi persetujuan intelektual terhadap ajaran magisterium.

Penekanan segi kognitif iman ini memang penting, tetapi harus dipahami

bahwa iman tidak bisa dianggap sama dengan keyakinan. Jika iman dianggap sama

dengan keyakinan maka dimensi lain dari iman akan terabaikan. Oleh karena itu

haruslah dipahami bahwa iman Kristen selalu merupakan anugerah Allah. Oleh

anugerah yang sama dan pengaruh kecerdasan berpikir milik kita sendiri,

kecenderungan untuk percaya diekspresikan dalam kepercayaan-kepercayaan yang

kita yakini dan setujui. Tetapi harus selalu dipahami bahwa deskripsi intelektual

bukanlah definisi yang lengkap dari iman Kristen, melainkan hanya sebagai salah satu

dimensi iman (Groome, 2010: 81-87).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

b) Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting)


Iman sebagai kegiatan kepercayaan (trusting) lebih menekankan segi afektif

dari iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman yang bersifat afektif ini

merupakan hubungan pribadi seseorang yang penuh kepercayaan dengan Allah yang

telah menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam bentuk

kesetiaan dan kasih. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus

menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan

permohonan dari pihak kita. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui

doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari

hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan

bertahan. Groome (2010: 90) menyampaikan pendapat Bonhoeffer bahwa iman dan

ketaatan tidak dapat dipisahkan karena iman akan nyata ketika ada ketaatan.

Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi

seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait

dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang

paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu,

untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani,

kebebasan, dan tanggungjawab.

c) Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing)

Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan

ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa

orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan,

Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari kisah ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, iman

membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai realitas hidup

sangat penting. Artinya apa yang diimani harus sungguh dilaksanakan dalam

kehidupan nyata. Dalam tradisi Kristen tindakan tersebut terwujud dalam panggilan

hidup untuk saling mengasihi. (Groome, 2010: 90).

2) Pengertian Iman Menurut James W. Fowler

Groome (2010: 95-99) mengungkapkan pandangan Fowler tentang iman

berdasarkan prespektif strukturalis dengan berfokus pada struktur-struktur yang

mendasari pikiran dan kepercayaan manusia. Berikut pengertian iman menurut

Fowler:

a) Iman sebagai yang utama

Menurut Fowler iman adalah inti hidup manusia yang mewarnai dan

membentuk seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu, iman adalah fokus atau

orientasi utama manusia untuk memaknai kehidupan di dunia ini. Pengertian iman

sebagai yang utama ini menegaskan bahwa iman adalah hal yang mendasar bagi hidup

manusia dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia.

b) Iman sebagai kegiatan mengetahui yang aktif

Iman bukanlah keadaan yang statis yang tidak dapat bergerak dan

berkembang. Iman merupakan kegiatan mengetahui, mengartikan dan menafsirkan

pengalaman hidup. Pandangan ini menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan.

Melalui iman manusia dapat mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman

hidupnya sehingga pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

c) Iman sebagai hubungan

Bagi Fowler “iman adalah fenomena hubungan yang mutlak”. Hubungan

yang pertama adalah antara diri kita dengan sesama. Dalam hubungan ini iman

memiliki dua kutub yang bersifat sosial atau hubungan antara satu dengan yang lain.

Selain hubungan dengan sesama, iman juga merupakan “hubungan seseorang dengan

kondisi-kondisi akhir dan eksistensi yang lebih dalam”. Hubungan ini membentuk

kutub ketiga dari iman, dengan demikian iman adalah hubungan yang berkutub tiga.

Hubungan tiga serangkai ini adalah antara diri kita dengan sesama dan Allah yang

terwujud dalam diri Yesus Kristus.

d) Iman sebagai sesuatu yang rasional dan berhubungan dengan perasaan

Iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan

dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif. Dimensi

kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif (perasaan).

Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai cara

berhubungan, misalnya perasaan untuk mengasihi, memperhatikan, menghargai,

kagum, hormat, takut. Maka dengan demikian beriman berarti berhubungan dengan

seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga hati kita diarahkan,

perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain.

e) Iman sebagai hal yang universal yang ada dalam diri manusia

Groome (2010: 99) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang

menyatakan bahwa iman adalah hal yang universal dalam diri manusia. Fowler

menegaskan bahwa iman tidak selalu berhubungan langsung dengan agama, meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

agama memiliki hubungan dengan iman. Agama hanya menyediakan model-model

kegiatan iman dan model-model untuk membentuk iman dan menambah iman. Tetapi

iman jauh lebih luas dari ekspresi-ekspresi yang terorganisasi dalam agama.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler


Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler bahwa

tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan penilaian yang

terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan pribadi memiliki

gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masing-masing tahap. Cremers

berdasarkan pandangan Fowler membedakan dan mengidentifikasikan setiap tahap

perkembangan iman berdasarkan tendensi perkembangan tertentu. Tahap tersebut

dimulai dari struktur yang paling sederhana dan belum terdiferensiasi menuju struktur

yang lebih kompleks dan terdiferensiasi.

Penggunaan batas usia yang ditawarkan oleh Fowler dalam setiap tahap

merupakan tanda minimal rata-rata. Artinya batas usia tersebut bukanlah patokan yang

tidak dapat diubah, karena dalam kasus tertentu banyak orang mencapai suatu tahap

perkembangan iman pada umur yang berbeda dari patokan tersebut. Menurut Cremers

(1995: 95-96) setiap tahap perkembangan iman mencerminkan suatu kesadaran diri

yang semakin intens. Setiap tahap memiliki struktur yang utuh, tetapi tahap-tahap

tersebut juga saling berhubungan. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan iman

yang dikemukakan oleh Cermers berdasarkan pandangan Fowler :


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

1. Tahap Intuitif-Proyektif ( umur 2-6 tahun)


Dalam tahap ini anak terdorong oleh keinginan untuk mengekspresikan

dorongan hatinya yang disertai dengan ketakutan akan hukuman karena

kebebasannya. Anak mulai mempercayai orang lain, terutama orang tua yang telah

mengasuhnya dan memberikan kasih sayang. Pada tahap ini juga anak mulai

mengembangkan konsep tentang yang baik dan buruk. Mereka sering berimajinasi

tentang kekuasaan yang mengatur kelangsungan hidup setiap makhluk di muka bumi

ini. Bentuk-bentuk imajinasi yang sering muncul adalah gambaran tentang neraka,

surga, Tuhan, yang pernah mereka dengar dari orang tua atau kisah dalam buku

dongeng. Imajinasi anak pada tahap ini masih bersifat tidak masuk akal. Mereka

masih sulit untuk membedakan antara fantasi dan realitas (Cremers, 1995 : 104-112).

Pada tahap ini anak bersifat egoistis, mudah berubah dan tidak logis

(magical). Kepercayaan yang ia dapatkan dibentuk secara intuitif dengan meniru

orang dewasa. Dalam masa ini anak mulai menemukan realitas yang melampaui

pengalaman sehari-hari dan bertemu dengan batas-batas kehidupan, misalnya

kematian. Selain sikapnya yang masih egoistis, anak-anak juga sulit membedakan

antara pandangan orang tua dengan pandangannya sendiri, terutama pandangan

tentang Tuhan, malaikat dan iblis. Ketuhanan digambarkan secara pra-antropomorfis

dan magis berdasarkan kualitas fisik semata. Misalnya Allah digambarkan seperti

angin yang ada di mana-mana (Cremers, 1995 : 113-117).

2. Tahap Mitis-Harafiah (6-12 tahun)

Tahap ini adalah tahap di mana anak mulai memasuki usia sekolah. Anak

mulai berpikir secara logis dan membedakan hal-hal yang natural dari hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

supranatural. Anak mulai mampu untuk menguji segala pikiran secara empiris atas

dasar pengamatan sendiri dengan mengecek apakah pandangan-pandangan

kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan pendapat orang dewasa yang dihargainya.

Mereka juga dapat menyusun dan mengartikan dunia pengalamannya melalui cerita

sebagai sarananya. Mereka langsung mengambil pemahaman harafiah terhadap

pengalaman agama atau simbol-simbol agama seperti yang pernah mereka dengar.

Dalam tahap ini kepercayaan menjadi soal bagaimana harus menilai cerita-cerita yang

secara konkret mengandung seluruh simbol, kebiasaan, gambaran dan tradisi

kepercayaan dalam kelompok. Dimensi naratif menjadi sarana yang utama untuk

mengekspresikan kepercayaan anak pada suatu tatanan arti yang melampaui tingkat

dunia konkret, serta menjadi sarana penjamin janji-janji di masa sekarang dan

mendatang (Cremers, 1995 : 117-128).

Dalam tahap ini seorang anak secara lebih sadar bergabung dengan kelompok

atau komunitas iman terdekatnya. Kepercayaannya dibentuk melalui cerita-cerita dan

mitos-mitos yang diartikan secara harafiah. Allah tidak lagi dipandang sebagai orang

tua atau raja yang jauh dari jangkauan manusia, melainkan sebagai “seorang sahabat”

yang dekat dan akrab dengannya. Artinya, sumber nilai kebenaran dan kekuasaan

yang transenden mulai bersifat “pribadi” (Cremers, 1995 : 134).

3. Tahap Sintetis-Konvensional (12 – 21 tahun)

Pada umumnya yang masuk dalam tahap ini adalah anak usia remaja. Mereka

mampu berpikir abstrak mulai dari bentuk ideologis sistem keyakinan dan komitmen

sampai pada hal-hal yang ideal. Pada usia remaja mereka memasuki masa pencarian

identitas diri. Oleh sebab itu, mereka mengharapkan hubungan yang pribadi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

bersifat intim dengan Tuhan. Remaja mulai berpikir bahwa kegiatan imannya tidak

dapat dipuaskan oleh jawaban-jawaban yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka

berupaya untuk mengikuti atau menjadi anggota organisasi keagamaan.

Dalam tahap ini iman masih ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan

kriteria yang dikatakan oleh orang dalam kelompoknya atau sesuai dengan

pemahaman yang populer. Iman didasarkan pada pandangan orang lain, artinya dalam

seluruh proses beriman seseorang akan menghidupi pandangan orang lain, sedangkan

jati dirinya yang sesungguhnya semakin tidak tampak atau hilang. Tahap ini

merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan

setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting.

Mereka belum mampu memahami identitas pribadi untuk membuat keputusan-

keputusan yang otonom. Iman seseorang yang berada dalam tahap ini masih bersifat

“konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan

otoritas yang berada di luar dirinya (Groome, 2010 : 101-102).

4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun)

Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang mendalam. Orang

dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh

orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini refleksi diri tidak seluruhnya

bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap refleksivitasnya yang tinggi,

orang muda mulai mengajukan pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan

hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat

lagi bersandar pada orang lain, tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara

pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

kritis serta mawas diri dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda

dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola

sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan

institusional.

Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan lain

sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam simbol

dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan radikal. Simbol

tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan sebagai sarana yang

memuat sejumlah arti tertentu. Ia menganggap agama sebagai organisasi yang

“konvensional” serta bertentangan dengan pengalaman religius yang ia alami. Sebagai

akibatnya, Allah tidak lagi dipandang sebagai pribadi yang paling mengenal hati dan

menentukan hidup seseorang, melainkan sebagai Pribadi yang bebas dan dinamis

mengundang setiap orang menjadi rekan-Nya.

Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang dewasa

muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis semata-mata.

Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia memeriksa satu persatu

ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai meninggalkan hal-hal yang baginya

tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan

berusaha memperoleh suatu pandangan religius pribadi yang baru. Kepercayaan

dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan otonomi.

Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka pengakuan itu bukan

berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut

sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama, melainkan karena pribadi istimewa

tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang

sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh

Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang

menemukan identitasnya dan terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995:

160-179).

5. Tahap Konjungtif (Setengah baya: 35-40 tahun)


Kepercayaan konjungtif biasanya muncul setelah usia paruh baya, yakni

sekitar usia 35 tahun. Pada tahap ini gambaran diri yang telah tersusun ditinjau

kembali secara lebih kritis. Berbagai pandangan hidup, kepribadian dan batas-batas

diri yang sebelumnya telah ditetapkan dengan jelas, kini seakan-akan tidak ada.

Muncul kesadaran baru dan pengakuan kritis terhadap berbagai macam ketegangan

yang dirasakan oleh sang pribadi dalam diri dan hidupnya. Kebenaran tidak lagi

dipandang sebagai hasil penangkapan arti yang bersifat rasional, konseptual dan jelas,

melainkan hasil perpaduan berbagai paradoks. Dalam tahap ini seseorang mengalami

tingkat kepolosan kedua yang mempengaruhinya dalam menafsirkan arti simbol.

Semua simbol, bahasa, cerita, mitos, dan lain sebagainya, diterima sebagai salah satu

sarana yang cocok untuk mengungkapkan realitas yang lebih mendalam (Cremers,

1995 : 185-205).

Seorang yang berada dalam tahap ini mulai melihat bahwa kenyataan sekitar

saling berkaitan. Mereka memiliki pengetahuan yang dialogis dengan pola komunikasi

yang lebih matang. Dialog dipahami sebagai jalan untuk mengenal dan memahami

pihak lain, sekaligus memperteguh imannya. Mereka mampu hidup dalam situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

paradoks dan meyakini bahwa Allah adalah penopang hidup serta terang yang selalu

menyinari dari dalam (Heryatno, 2008 : 79).

6. Tahap Yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas).

Tahap ini dianggap sebagai tahap yang paling tinggi. Dalam tahap ini

keyakinan transendental mampu melampaui seluruh ajaran agama dan kepercayaan di

dunia. Pada tahap ini orang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri, bahkan

kehadirannya dimaknai sebagai agen yang membawa perubahan di tengah dunia ke

arah yang sebenarnya (Kerajaan Allah). Pada tahap ini seseorang sangat mencintai

kehidupan, tetapi kehidupan tersebut tidak dipertahankan secara mati-matian. Dalam

istilah teologi tahap ini adalah tahap di mana Kerajaan Allah dialami sebagai realitas

kehidupan. Sedangkan dalam spiritualitas, tahap ini adalah keadaan penyatuan yang

paling sempurna dengan Allah yang dapat dilakukan dalam kekekalan (Cremers, 1995

: 96-218).

Seseorang yang berada dalam tahap ini memiliki pandangan hidup yang

menyeluruh (comprehensif, holistic, integratif) dan menembus sekat-sekat yang ada.

Mereka mampu mengatasi ego dan mengarah pada yang transenden. Orang-orang

miskin, tersingkir, menderita dan tertindas menjadi prioritas perhatian mereka.

Heryatno (2008: 79) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang menyatakan

bahwa Bunda Teresa, M. Gandhi dan Marthin Luther merupakan tokoh yang telah

mencapai tahap universalitas dalam beriman.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan iman


1. Faktor Internal
a. Kebebasan

Menurut Chang (2001: 57) kebebasan adalah kemampuan untuk menentukan

pilihan yang berasal dari dalam diri tanpa ada paksaan dari pihak luar. Kendati

kebebasan merupakan masalah perseorangan bukan berarti kebebasan adalah sesuatu

yang tanpa aturan. Kebebasan harus ditempatkan dalam konteks hidup manusia yang

terbatas. Manusia selalu hidup berdampingan dengan orang lain, sehingga kebebasan

seseorang selalu terkait dengan tatanan nilai normatif yang disepakati bersama.

Perwujudan kebebasan dalam hubungan dengan batas-batas itu memungkinkan

manusia untuk menemukan dan mengamalkan kebebasan dalam arti yang utuh.

Dalam hal ini kebebasan terarah pada kebebasan interior manusia. Kebebasan

ini menghantar manusia untuk sampai pada kebebasan mengambil keputusan tanpa

paksaan atau tekanan dari pihak luar. Keputusan yang berasal dari dalam diri dan

disadari oleh akal budi adalah keputusan yang lahir dari kebebasan. Keputusan yang

diambil berdasarkan kebebasan ini sangat penting terutama keputusan dalam hal iman.

Karena iman menyangkut seluruh hidup maka harus dipastikan bahwa tindakan yang

dilakukan dalam upaya mewujudkan iman bukanlah intervensi dari pihak luar.

Tindakan yang penuh kebebasan ini akan menjadikan seseorang sungguh menyadari

apa yang ia lakukan dan menjadikan tindakan tersebut bagian dari hidupnya.

Kebebasan merupakan hal yang paling mendasar dalam hidup beriman. Karena iman

yang dewasa mengandaikan bahwa seseorang mampu memilih secara bebas, sehingga

ia menyadari dan bertanggungjawab atas pilihan yang ia tentukan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

b. Suara Hati
Menurut Chang (2001: 129) suara hati dalam bahasa Latin disebut

conscientia yang terbentuk dari dua kata yakni, cum (dengan) dan scientia

(pengetahuan). Secara harafiah suara hati berarti “pengetahuan dengan”. Sedangkan

dalam bahasa Indonesia suara hati berarti hati yang telah mendapat cahaya Tuhan atau

perasaan yang paling murni. Dalam terjemahan bahasa Indonesia unsur “hati” lebih

ditekankan daripada pengetahuan.

Chang (2001: 129) juga mengemukakan kembali pemikiran Thomas Aquinas

tentang suara hati yakni, “conscienta dicitur cum alio scientia” (“hati nurani sebagai

pengetahuan beserta yang lain”). Kata “cum-scientia” dimengerti sebagai “manusia

mengetahui sesuatu dengan yang lain”. Suara hati dalam pemikiran Thomas Aquinas

mengandung pengertian yang lebih kaya, sebab bukan hanya “dengan pengetahuan”,

tetapi memuat dimensi kebersamaan atau keterkaitan antar pribadi. Definisi ini ingin

menegaskan bahwa suara hati tidak hanya mencakup unsur “pengetahuan” tetapi juga

“hati”, hal ini berarti mencakup seluruh pribadi manusia.

Katekismus Gereja Katolik memberikan uraian yang sangat jelas mengenai

suara hati yakni, sebagai berikut :

Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya


dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati selalu menyerukan
kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan
menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam
lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia
menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi
hukum, hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya;
di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam
batin (KGK, art. 1776)
Berdasarkan uraian ini suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang

menyerukan untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

kesadaran tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar

kesadaran moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk

melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari

manusia, karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang

menggema.

c. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan tanggapan

atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan mengapa

tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung konsekuensi dari

tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggung jawab tidak hanya dimaknai

sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung konsekuensi, tetapi

merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta, 2013: 34)

Chang (2001: 59) mengungkapkan kembali pandangan Vidal tentang tiga

unsur penting dalam menentukan tanggung jawab moral seseorang atas tindakannya

yakni, unsur afektif, pengetahuan dan kehendak. Unsur afektif termasuk dalam bagian

mendasar dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Karena

tindakan manusia lahir dari iklim kejiwaan seseorang. Tatanan afektif manusia bukan

hanya bersifat perasaan, tetapi sungguh mencerminkan kesatuan dalam diri manusia.

Namun harus tetap dipahami bahwa masalah moral bukanlah masalah sentimental,

karena moral berdasarkan kedalaman dan maksud tindakan seseorang. Unsur afektif

dalam tindakan dijadikan sebagai kategori tindakan bertanggungjawab.

Sedangkan unsur pengetahuan menyangkut keterlibatan akal budi manusia

dalam melakukan suatu tindakan. Unsur pengetahuan mencakup perhatian,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

pertimbangan mendalam dan batasan-batasan yang terkontrol. Pengetahuan dalam hal

ini tidak hanya mengacu pada kebenaran secara umum, tetapi mengacu pada arti

pengetahuan akan nilai-nilai moral yang perlu ditempatkan dalam visi sejarah

keselamatan. Unsur lain yang menentukan tanggungjawab moral seseorang adalah

kehendak. Unsur ini menjadi penyatu antara unsur-unsur lain dalam tindakan.

Kehendak merupakan suatu kesatuan kepribadian manusia yang diungkapkan dalam

tindakan. Dalam tindakan yang berdasarkan kehendak tidak ada unsur paksaan, karena

kehendak berasal dari dalam diri manusia. Unsur kehendak menunjuk pada aspek

kebebasan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Berdasarkan uraian tersebut maka tanggungjawab dapat diartikan sebagai

kesanggupan untuk memberi tanggapan terhadap tindakan yang ia lakukan dan

merupakan sebuah komitmen untuk melakukan kebaikan. Sedangkan tanggungjawab

moral adalah tindakan yang didasari oleh perasaan, pertimbangan akal budi dan

kehendak bebas.

2. Faktor Eksternal

a. Keluarga

Keluarga adalah tempat perkembangan iman yang pertama dan utama. Dalam

sebuah keluarga orang tua memiliki peran yang sangat strategis untuk mendidik dan

memperkembangkan iman anak-anaknya. Salah satu dokumen Konsili Vatikan II,

Gravisimum Educationis tentang Pendidikan Kristen menyatakan bahwa orang tua

memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka mengabdi Allah

sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki masyarakat serta

umat Allah sebagai orang dewasa (GE, art. 3). Keluarga adalah tempat penyemaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

benih-benih iman. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anak-

anaknya, sehingga benih-benih iman yang tertanam dalam diri anak-anak mereka

dapat berkembang (GE, art. 11).

Kitab Hukum Kanonik (KHK) menyatakan :

Orang tua, karena telah memberi hidup kepada anak-anaknya, terikat


kewajiban yang sangat berat dan mempunyai hak untuk mendidik mereka,
maka dari itu adalah pertama-tama tugas orang tua kristiani untuk
mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak menurut ajaran yang
diwariskan Gereja (Kan. 226, § 2).

Orang tua memiliki tugas yang cukup berat yakni, bertanggung jawab terhadap

kesejahteraan dan pendidikan anaknya. Orang tua adalah pendidik yang pertama dan

utama untuk anak-anaknya terutama dalam hidup beriman. Suasana yang penuh

dengan kehangatan kasih sayang dan penghargaan adalah tempat yang sangat kondusif

untuk perkembangan iman anak. Oleh sebab itu perlulah suasana tersebut diusahakan

agar tercipta dalam keluarga, sehingga semua anggota keluarga merasa saling

memiliki. Perkembangan iman seseorang mendapat pengaruh yang sangat besar dari

keluarganya. Jika dalam keluarga seorang anak tidak pernah mengalami pendidikan

iman dan teladan yang baik, maka dapat dipastikan setelah dewasa ia akan kesulitan

mempertanggungjawabkan imannya.

Suasana dalam keluarga sangat menentukan perkembangan iman seseorang.

Oleh sebab itu keluarga diharapkan mampu untuk menunjukkan sikap cinta terhadap

kehidupan. Sikap tersebut ditandai dengan keyakinan yang teguh bahwa hidup

sebagaimana adanya harus dihadapi oleh setiap keluarga seperti yang dikehendaki

sang pencipta. Hidup keluarga adalah tawaran kasih karunia Allah yang menghendaki

segalanya menjadi baik. Maka setiap keluarga diharapkan mampu menjadikan

segalanya baik (Darmawijaya, 1994: 7).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan

tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu

peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika

dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta

signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam

lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka

kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal.

b. Gereja

Menurut Mardiatmadja (1985: 15) kata Gereja berasal dari bahasa Portugis

Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan

dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan

untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal

Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara

dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche

dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti

milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut

dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman.

Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut :


Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan
utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah
secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam
persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat
manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia
mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya
secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah

dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam

dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata,

Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat

dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam

persatuan dengan manusia.

Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh

perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal

tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki

pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban

umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas

umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan

dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang

(Mardiatmadja, 1985: 23-26).

c. Sekolah

Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki

jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi

tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung,

menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup

kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang

menjadi lebih dewasa (Papo, 1990: 13).

Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai

kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik

melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi

pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan

nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung (Doni, 2007: 224-225).

Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang

dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian

utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk

pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili

Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis :

Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa.


Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi,
berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan
penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah
dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan
tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk
rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan
perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling
memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang
serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam
perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan
keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE, art. 5)

Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna

perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan

fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan.

Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang

berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah

masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab

para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar

terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai

macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup

beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru,

sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka

yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut (Doni, 2007: 225).

d. Lingkungan Masyarakat

Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap

perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak

terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif

terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda.

Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang

di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan

besar ia akan menjadi perokok (Slameto, 2013: 71).

Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan

seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan

kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga

berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari

orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan

untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut

sebagai paham konvergensi yakni, pemahaman yang menganggap bahwa

perkembangan ditentukan oleh lingkungan (Suryabrata, 1982: 11).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

D. Tantangan Perkembangan Iman


Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang

teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia.

Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi (2013: 46)

mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi

adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu

pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional (suku, agama, bangsa)

yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan

aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain

pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih

cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius

oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup

jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan (Iswarahadi, 2013:

48).

Mangunhardjana (1997: 5) mengatakan bahwa melalui berbagai alat media

massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di

belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran,

penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh

penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam

ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip

beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi

tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

1. Pragmatisme
Menurut Mangunharjana (1997: 189) istilah pragmatis berakar pada bahasa

Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah

pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah

ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan hal-

hal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup

apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan.

Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui,

tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan

tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi

untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat

perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan

atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai

kebenaran.

Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat

dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan.

Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang

terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat

positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena

menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik

dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung

kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung

mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara

langsung dapat dipraktikkan.

Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan

makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran

dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk

dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat

dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh

agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan

sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun

istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka.

2. Individualisme
Menurut Mangunhardjana (1997: 107) individualisme berasal dari bahasa latin

individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti ‘pribadi’ atau bersifat

‘perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan

kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme

beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok.

Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan

keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan

disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan

bertindak berdasarkan dorongan sesaat (insting). Jika dorongan tersebut terasa

nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan

tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut

jahat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

3. Konsumerisme

Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau

kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang

hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini

menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan

sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif seseorang terus mengejar pemenuhan

keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan.

Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk

tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi

kebutuhan materi (Mangunhardjana, 1997: 120).

4. Hedonisme

Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan.

Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir

hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian

kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh

karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara

umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa

orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan

sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini

sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling

berbagi dan rela berkorban untuk orang lain (Mangunhardjana, 1997: 90).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

E. Penghayatan dan Perwujudan Iman

Banawiratma (1986: 119-122) menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman

Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena

menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang

berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman

kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia

berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud

jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak

manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan

terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah.

Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai

penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang

secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius

lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara

langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain,

belajar dengan tekun, dll. Banawiratma (1986: 120) mendefinisikan penghayatan iman

sebagai heils-ethos (etos keselamatan) dan perwujudan iman sebagai welt-ethos (etos

duniawi). Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum

agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh

aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia.

Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti

yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana (Kis 2:42-47).

Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul (kerygma), kedua mereka

selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (liturgia), ketiga semua orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu (koinonia), keempat, selalu ada dari

mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama (diakonia), dan kelima, apa

yang mereka lakukan disukai banyak orang (martyria).

Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi

mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut :

1. Pengahayatan iman

a. Liturgi (Liturgia)

Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati

melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata

penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa

bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti

mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak

kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik

yang khusus (KWI, 2012: 393).

Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan

kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya

Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi

bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama

untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus (SC, art. 7). Penghayatan

iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan

sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa

di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

b. Pewartaan (Kerygma)
Pewartaan berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah

menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya.

Pewartaan merupakan tugas dan panggilan setiap orang yang percaya kepada Kristus

(KWI, 2012: 390).

Penghayatan iman dalam bidang pewartaan menjadi nyata melalui

keterlibatan dalam kegiatan pewartaan kabar suka cita bagi sesama. Dalam konteks

hidup mahasiswa tugas ini dapat dilaksanakan melalui peran aktif dalam kegiatan

pendalaman Kitab Suci dan pendalaman iman. Namun yang paling utama adalah

menerapkan pesan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi

teladan bagi orang lain.

2. Perwujudan iman
a. Persekutuan (Koinonia)

Persekutuan berarti ikut serta dalam communio atau persaudaraan sebagai

anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya.

Membangun persekutuan sering kali dibatasi hanya dalam lingkup Gereja (umat

seiman). Dalam perwujudan iman, persekutuan mendapat makna yang lebih luas

yakni, membangun suatu komunitas yang berlandaskan nilai persaudaraan tanpa

membedakan suku, ras dan agama. Maka perwujudan iman dalam bidang persekutuan

ini akan menjadi nyata ketika kita mampu menjalin relasi dengan sesama yang

berbeda ras, suku dan agama.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

b. Pelayanan (Diakonia)

Yesus pernah bersabda; “Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat”.

Bertolak dari sabda Yesus itu dapat diartikan bahwa Gereja untuk manusia, bukan

manusia untuk Gereja dengan segala ajaran dan ibadatnya. Gereja dipanggil untuk

melayani seluruh umat manusia (KWI, 2012: 445).

Pelayanan berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih

melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin,

telantar dan tersingkir, misalnya memberi donasi, perhatian kepada kaum kecil, lemah

tersingkir dan difabel. Dalam perwujudan iman pelayanan bukan hanya dimaksudkan

untuk mereka yang lemah dan tidak mendapat perhatian. Pelayanan bisa berupa

pemberian diri untuk kepentingan bersama, misalnya, menjadi pengurus organisasi

sosial, aktivis lingkungan, dll.

F. Gambaran Iman yang Berkembang

Syarat yang paling mendasar dalam hidup beriman adalah kebebasan. Tanpa

kebebasan iman hanya akan menjadi kewajiban semata yang tidak memiliki makna

bagi kehidupan. Kebebasan dalam beriman akan menghantar seseorang untuk

menghayati imannya dengan sadar dan bertanggung jawab. Maka perkembangan iman

seseorang akan ditinjau dari kebebasannya dalam beriman. Mengingat pembahasan

mengenai perkembangan iman sangat luas, maka pada bagian ini secara khusus hanya

menggambarkan perkembangan iman mahasiswa.

Injil Matius memberikan gambaran iman yang berkembang melalui sebuah

perumpamaan tentang orang yang sedang membangun rumah. Seorang yang

mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan adalah orang yang membangun rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

di atas batu. Ketika hujan dan badai melanda rumah tersebut tidak rusak, karena

didirikan di atas batu. Sedangkan orang yang hanya mendengarkan dan tidak

melaksanakannya sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir.

Ketika hujan dan badai menerpa rumah tersebut hancur berantakan (Mat 7:24-27).

Kisah ini menegaskan bahwa iman yang berkembang adalah iman yang

sungguh dihayati dan diwujudkan. Sebagai seorang mahasiswa jika hanya mengetahui

tentang apa yang ia imani sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas

pasir. Ketika diterjang oleh berbagai macam persoalan mulai menjauh dari iman,

mencari jalan pintas dan tidak mampu bertahan. Sementara orang yang mendengarkan

dan melaksanakan sabda Tuhan adalah mereka yang membangun rumah di atas batu.

Ketika masalah datang menerpa, ia tetap teguh dan semakin tekun menghayati

imannya.

Cremers mengungkapkan kembali pandangan Fowler (1995: 160-179) yang

menyatakan bahwa iman yang berkembang berada pada tahap keempat yakni, tahap

individuatif-reflektif sekitar usia 21-35 tahun. Pada tahap ini muncul kesadaran dan

refleksi diri yang mendalam. Dalam tahap ini seseorang semakin kritis melihat

perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami

sendiri. Refleksi dan penilaian diri tidak lagi seluruhnya bergantung pada pandangan

orang lain. Melalui sikap reflektif ini akan muncul pertanyaan kritis tentang

keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini

diterima dan dijalani.

Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan

berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang

menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan

orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan

sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional.

Iman dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas

dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka

pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan

mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama melainkan

karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati

hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah

aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami

dan disemangati oleh Roh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka.

Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada

realitas sosial yang ada. Dasar imannya sungguh berasal dari kebebasan dalam dirinya

bukan lagi iman yang bergantung pada orang lain dan lingkungan. Meskipun

lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat tidak menunjukkan sikap beriman

misalnya, tidak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, hal ini tidak lagi

memberi pengaruh terhadap niatnya untuk mengikuti perayaan Ekaristi.

Groome (2010: 81) juga menggambarkan iman yang berkembang adalah

iman yang mencakup tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing),

iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing).

Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang bersifat

kognitif dari iman, misalnya sebagai orang Katolik ia mengetahui dan menyadari apa

yang ia imani. Sedangkan iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) berhubungan

dengan afeksi atau perasaan misalnya, merasa senang dan bersuka cita atas pilihannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

menjadi seorang Katolik. Sementara iman sebagai tindakan (faith as doing) adalah

tindakan konkret dari iman tersebut.

Iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi kognitif,

afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak bisa dihayati secara terpisah-pisah. Jika

iman hanya mencakup dimensi percaya dan mempercayakan maka iman tersebut tidak

ada artinya. Sebaliknya jika hanya dimensi tindakan iman tersebut tidak memiliki

makna. Maka gambaran iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi

kognitif, afektif dan tindakan. Artinya ada kesatuan antara pikiran, perasaan dan

tindakan.

Dalam kehidupan sehari-hari iman yang berkembang dapat ditinjau dari lima

tugas Gereja. Pertama, liturgia atau liturgi adalah kegiatan doa secara pribadi dan doa

bersama. Doa bersama meliputi misa harian, misa pada hari minggu dan hari raya

serta ibadat-ibadat dalam lingkup lingkungan. Hidup doa adalah nafas dari iman,

maka seseorang yang imannya berkembang tidak pernah terlepas dari hidup doa.

Kedua, kerygma yakni, keterlibatan dalam kegiatan pewartaan. Bagi mahasiswa

kegiatan ini diwujudkan dengan cara membaca dan merenungkan Kitab Suci serta

terlibat dalam kegiatan pendalaman iman di lingkungan.

Ketiga, diakonia atau pelayanan yakni, mengamalkan cinta kasih bagi

mereka yang sangat membutuhkan. Sebagai seorang mahasiswa PAK kegiatan ini

dapat diwujudkan melalui peran serta dalam lembaga-lembaga sosial, misalnya POTA

(program orang tua asuh) yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar Kanisius se-

Yogyakarta dan dipimpin oleh Romo B.A Rukyanto, SJ. Keempat, koinonia atau

persekutuan yakni, upaya untuk membangun komunitas yang berlandaskan hukum

cinta kasih. Bagi mahasiswa kegiatan ini diwujudkan dengan membangun relasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

sehat dengan setiap orang tanpa membedakan ras, suku, agama dan bangsa, terlebih

mereka yang sering tersingkirkan.

Keempat tugas Gereja ini merupakan medan perwujudan dan penghayatan

iman yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya untuk mencapai iman yang sungguh

berkembang, maka keempat tugas ini harus dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Iman tidak akan berkembang secara utuh bila hanya dihayati dalam satu kegiatan saja,

misalnya melalui perayaan Ekaristi. Oleh sebab itu keempat tugas atau kegiatan ini

menjadi tolak ukur dalam menentukan perkembangan iman.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III
DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI
KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA BELAJAR DI PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK,
UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Dalam bab dua telah diuraikan kajian pustaka mengenai perkembangan

iman yang berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja, pendapat para ahli dan sumber

lainnya. Pada bab tiga ini penulis membahas mengenai perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di Program Studi

Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma (USD). Bab tiga ini

merupakan jawaban atas rumusan kedua yakni mengetahui sejauh mana

perkembangan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat selama belajar di program studi

PAK, USD.

Untuk mendapatkan gambaran perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi

Kutai Barat program studi PAK, USD, penulis menyusun bab ini dalam tiga bagian.

Bagian yang pertama membahas mengenai gambaran umum mahasiswa-mahasiswi

Kabupaten Kutai Barat. Bagian pertama ini terdiri dari latar belakang mahasiswa-

mahasiswi Kabupaten Kutai Barat dan harapan umat melalui pemerintah Kabupaten

Kutai Barat. Bagian kedua membahas profil program studi PAK, USD.

Sedangkan bagian ketiga membahas penelitian tentang perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar di program studi PAK, USD. Bagian

ini terdiri dari rencana penelitian, laporan penelitian dan pembahasan hasil

penelitian, serta kesimpulan penelitian.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

A. Gambaran Umum Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

1. Latar Belakang Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

Dalam bagian ini penulis mengandalkan referensi dan sumber informasi dari

buku karangan Nikolaus, dkk yang berjudul “Etnografi: Komunitas Kampung

Kabupaten Kutai Barat”. Buku ini diterbitkan oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat (BPPD) bekerja sama dengan Center

For Ethnoelogy Research And Development Kampung Linggang Melapeh pada

tahun 2007. Kajian utama dalam buku ini adalah antropologi pembangunan

Kabupaten Kutai Barat dan profil kampung-kampung yang berada di Kabupaten

Kutai Barat.

Kabupaten Kutai Barat memiliki luas sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang

lebih 15 persen dari luas provinsi Kalimantan Timur dan jumlah penduduk

berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 165.934 jiwa. Secara geografis Kabupaten

Kutai Barat terletak antara 113'048'49" sampai dengan 116'032'43" Bujur Timur

serta di antara 103'1'05" Lintang Utara dan 100'9'33" Lintang Selatan. Adapun

wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Mahakam

Ulu, Kabupaten Malinau dan Negara Serawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara,

Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di

sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara,

Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah serta Kabupaten Kapuas

Hulu Provinsi Kalimantan Barat.

Kabupaten Kutai Barat terdiri dari 21 kecamatan dan 238 kampung. Kedua

puluh satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang,

Kecamatan Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak, Kecamatan

Long Iram, Kecamatan Long Hubung, Kecamatan Long Bagun, Kecamatan Long

Pahangai, Kecamatan Long Apari, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Linggang

Bigung, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Manor Bulatn,

Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Tering dan Kecamatan Laham (Nikolaus,

2007: 174-181).

Mahasiswa-mahasiswi peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten

Kutai Barat ini berasal dari berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa

dan budaya yang berbeda-beda. Selain latar belakang budaya yang berbeda

mahasiswa-mahasiswi ini juga memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman

yang berbeda. Sebagian besar mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan

pendidikan ke bangku kuliah setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan

sebagiannya bekerja terlebih dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang

yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah

satu bagian dari mahasiswa program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian

ini berjumlah 12 orang. Dalam penulisan bagian ini penulis menggunakan kode R

untuk memudahkan penulis mengidentifikasi mahasiswa-mahasiswi yang dijadikan

subyek penelitian.

R1 berasal dari Kampung Barong Tongkok, Kecamatan Barong Tongkok

yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten Kutai Barat. Kecamatan Barong

Tongkok merupakan salah satu kecamatan yang berada di dataran tinggi dan jauh

dari Sungai Mahakam. Karena memiliki daerah yang relatif datar maka pada jaman

penjajahan Belanda kecamatan ini dijadikan sebagai lahan bandar udara yang

dikenal dengan nama bandar udara Belintuut dan Melalatn. Sampai sekarang bandar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

udara Melalatn masih digunakan untuk penerbangan komersil dari dan menuju Kutai

Barat. Kampung Barong Tongkok mengalami kemajuan dan pertambahan jumlah

penduduk setelah Kutai Barat resmi menjadi kabupaten dengan ibukota yang berada

dalam wilayah Barong Tongkok. Luas kampung Barong Tongkok adalah 52,43 Km2

dengan jumlah penduduk 4.893 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Tonyooi

(salah satu bagian dari suku Dayak Tunjung). Etnik lain yang juga berdomisili di

Barong Tongkok adalah etnik Bugis, Jawa dan Banjar. Mata pencaharian utama

masyarakat Barang Tongkok adalah menyadap pohon karet, namun sebagian besar

warga Barong Tongkok kini berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Tentara

Nasional Indonesia (TNI) dan polisi (Nikolaus, 2007: 273-274).

R2 berasal dari Kampung Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang

Bigung. Kampung Linggang Melapeh berdiri pada tahun 1919. Pendiri pertama

kampung Linggang Melapeh ini adalah Bangun Arum yang berasal dari Luuq

Tokokng (Kampung Tokokng). Nama Melapeh berasal dari nama jenis kayu kelapeh

yang kemudian diubah menjadi Melapeh. Kampung Linggang Melapeh oleh

masyarakat setempat digolongkan sebagai kampung yang berjenis kelamin

perempuan, karena udaranya yang sejuk dan masyarakatnya sangat mencintai

suasana damai, aman dan tenteram. Luas kampung Linggang Melapeh adalah 49,15

Km2 dengan jumlah penduduk mencapai 1.096 jiwa. Suku yang mendiami

Kampung Linggang Melapeh ini adalah suku Dayak Rentenukng (salah satu bagian

dari suku Dayak), tetapi terdapat juga etnik lain dalam jumlah yang kecil seperti

Flores, Jawa dan Benuaq (salah satu bagian dari suku Dayak). Kegiatan

perekonomian yang utama kampung Linggang Melapeh adalah menyadap pohon


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

karet, selain itu ada juga yang berladang, berternak sapi, babi, ayam kampung,

menjadi karyawan swasta dan pegawai pemerintahan (Nikolaus, 2007:454).

R3 berasal dari Kampung Bigung Baru yang merupakan pemekaran dari

Kampung Linggang Bigung dengan luas 109,86 KM2 dan jumlah penduduk

sebanyak 406 jiwa. Etnik yang berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah etnik

Rentenukng. Suku lain yang juga berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah

Jawa, Toraja, Bahau (suku Dayak yang berdomisili di pesisir Sungai Mahakam).

Mata pencaharian utama penduduk Bigung Baru adalah menyadap pohon karet,

berladang, berternak ayam kampung, sapi, babi dan budidaya ikan (Nikolaus, 2007:

452).

R4 berasal dari Kampung Kelubaq yang awalnya merupakan kampung

etnik Rentenukng, tapi kemudian dijadikan sebagai wilayah transmigran asal Flores.

R4 merupakan keturunan Flores yang lahir di Kabupaten Kutai Barat dan menjadi

warga Kutai Barat. Kampung Kelubaq ini merupakan bagian dari Kecamatan Tering

dengan luas 64,08 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 399 jiwa. Nama Kampung

Kelubaq berasal dari salah satu anak sungai Mahakam, yakni Sungai Kelubaq.

Masyarakat Kampung Kelubaq sebagian besar masih berladang dan menjadi petani

karet (Nikolaus, 2007: 510).

R5 dan R6 berasal dari Kampung Datah Bilang Ilir yang memiliki luas

36,62 Km2 dengan jumlah penduduk 1.316 jiwa. Etnik yang dominan dalam

Kampung Datah Bilang Ilir ini adalah etnik Kenyah. Secara umum kebudayaan

etnik Kenyah sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih modern, namun adat

istiadat masih dijadikan sebagai pedoman hidup. Mata pencaharian utama penduduk

kampung ini adalah bercocok tanam di dataran tinggi (gunung). Tanaman


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

perkebunan yang dibudidayakan adalah komoditas karet, kopi dan kemiri. Mata

pencaharian lain yang juga masih dominan adalah menangkap ikan, membuat ukiran

dan anyam-anyaman, seperti tikar, topi, tas dan lain sebagainya. Dalam keseluruhan

struktur sosial masyarakat Kampung Datah Bilang, lembaga adat memiliki peranan

yang sangat penting yakni, sebagai pembuat tata-tertib, pelaksana upacara adat dan

sebagai hakim dalam perkara-perkara kampung (Nikolaus, 2007:247).

R7 adalah keturunan Flores yang berdomisili di Kampung Resak, sekitar 31

Km dari Kota Samarinda. Kampung Resak terletak persis di tepi jalur darat trans

Kaltim yang berada di tepi kawasan hutan dan sepanjang aliran sungai Kedang

Kanan. Luas Kampung Resak adalah 100,38 Km2 yang merupakan bagian dari

Kecamatan Bongan. Jumlah penduduk yang berdomisili di kampung ini sebanyak

617 jiwa dengan mayoritas etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk di kampung ini

berprofesi sebagai petani ladang dan pencari rotan, ada juga yang menjadi petani

karet. Penduduk di kampung ini masih menjunjung tinggi adat istiadat yang

diwariskan oleh leluhur secara turun temurun. Hal ini sangat terlihat jelas melalui

upacara-upacara adat misalnya, acara potong kerbau (Nikolaus, 2007: 401-402).

R8 berasal dari Kampung Long Pakaq yang dominan dengan etnik Kayan

(suku Dayak yang berasal dari sungai Kayan Kalimantan Tengah), etnik lain

misalnya Bahau, Aoheng dan Kenyah juga terdapat di Kampung ini. Luas Kampung

Long Pakaq adalah 287,95 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.105 jiwa.

Kampung ini terletak di ulu Sungai Mahakam yang kini menjadi bagian dari

Kabupaten Mahakam Ulu. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long

Pakaq adalah berladang dan mencari hasil hutan, ada juga yang berburu dan

menangkap ikan (Nikolaus, 2007: 223).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

R9 berasal dari Kampung Muara Asa dikenal juga dengan nama Jolokng

dengan luas 20,48 Km2 dan jumlah penduduknya sebanyak 704 jiwa. Etnik yang

dominan adalah etnik Tonyooi. Penduduk di kampung ini masih memegang teguh

tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, misalnya Beliatn (upacara adat untuk

memohon kesembuhan dan lain sebagainya), Ngerangkau (ritual untuk menghormati

roh leluhur) dan potong kerbau. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Muara

Asa adalah menyadap karet, berladang, menangkap ikan dan berdagang (Nikolaus,

2007: 285).

R10 berasal dari Kampung Datah Suling atau sering juga disebut Kampung

Long Isun. Kampung ini terletak di daerah lembah aliran Sungai Maraseh, anak

Sungai Mahakam. Kampung Long Isun ini memiliki luas 781 Km2 dan merupakan

kampung paling luas di Kecamatan Long Pahangai. Jumlah penduduk kampung ini

relatif sedikit yakni hanya 389 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Dayak Bahau.

Masyarakat Long Isun masih memegang teguh tradisi yang diwariskan oleh nenek

moyang terutama dalam upacara menanam padi yang dalam bahasa Dayak Bahau

disebut lalii’ugaal. Upacara adat ini merupakan yang paling meriah dari upacara-

upacara lainnya. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long Isun adalah

berladang, namun ada juga yang menangkap ikan dan mencari hasil hutan (Nikolaus,

2007: 225).

R11 berasal dari Kampung Ngenyan Asa, Kecamatan Barong tongkok.

Kampung Ngenyan Asa ini berbatasan langsung dengan Kampung Barong Tongkok

yang merupakan pusat pemerintahan, sehingga kampung ini mengalami kemajuan

yang cukup pesat. Etnik yang dominan di kampung ini adalah etnik Tonyooi, namun

karena jaraknya yang cukup dekat dari pusat kota maka banyak etnik pendatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

seperti Bugis, Jawa, Flores yang juga berdomisili di kampung ini. Luas Kampung

Ngenyan Asa ini adalah 31,13 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 926 jiwa.

Kampung ini juga masih sering menyelenggarakan ritual-ritual adat yang diwariskan

oleh nenek moyang misalnya belian, pejeaak petakaar (upacara yang terkait dengan

adat) dan lain sebagainya. Sebagian besar penduduk asli Ngenyan Asa berprofesi

sebagai penyadap karet, namun etnik pendatang kebanyakan membuka usaha

seperti: warung, bengkel dan pencucian kendaraan (Nikaulaus, 2007: 289).

R12 berasal dari Kampung Pepas Ehekng yang terkenal dengan kerajinan

anyam-anyaman dari rotan. Kegiatan menganyam biasanya dilakukan pada sore hari

secara bersama-sama. Kampung Pepas Ehekng memiliki jumlah penduduk sebanyak

878 jiwa dengan luas wilayah 21,30 Km2. Kampung ini masih memegang teguh

tradisi nenek moyang yang sudah jarang ditemui, misalnya upacara beliant (upacara

mohon kesembuhan, syukur dan penghormatan pada leluhur). Etnik yang

berdomisili di kampung ini adalah etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk

berprofesi sebagai petani dan penyadap karet (Nikolaus, 2007: 276).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat

Kabupaten Kutai Barat terdiri berbagai macam suku dan budaya serta bahasa.

Keberagaman ini merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Kabupaten Kutai

Barat, kendati begitu banyak perbedaan masyarakat tetap hidup rukun dan damai

sesuai dengan norma adat yang berlaku. Aturan adat masih dipandang sebagai aturan

tertinggi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga berbagai perkara misalnya,

sengketa lahan, perceraian, perkelahian dan lain sebagainya selalu diselesaikan

secara adat terlebih dahulu.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Pada umumnya Kabupaten Kutai Barat memiliki tanah yang subur,

sehingga tidak mengherankan jika mayoritas penduduk bergerak di bidang

pertanian. Komoditas utama pertanian masyarakat Kabupaten Kutai Barat adalah

karet. Pohon karet dipilih sebagai tanaman utama dalam pertanian, karena dianggap

tidak merusak ekosistem lingkungan, dari segi ekonomis hasil dari perkebunan

karet cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu, menyadap

pohon karet tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya hanya setengah hari,

sehingga masyarakat masih bisa melakukan aktivitas lain misalnya, berladang.

Namun akhir-akhir ini harga karet mengalami penurunan yang cukup drastis,

sehingga karet tidak dapat menjadi jaminan untuk pemenuhan kebutuhan hidup

masyarakat.

2. Harapan Umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat Terhadap


Guru Agama Katolik dan Katekis

Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002,

Kabupaten Kutai Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM

Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan kualitas SDM merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai

Barat (Nikolaus, 2007: 577).

Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya

mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan

dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja

dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai

Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami

penurunan terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga

kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putra-

putri daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat

melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang

terpilih adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar

dapat membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak dalam bidang

pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat

belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang

profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada kepentingan masyarakat.

Selain bergerak di bidang pendidikan, para peserta beasiswa ini juga

diharapkan dapat mengembangkan kearifan lokal yang dimiliki oleh Kabupaten

Kutai Barat, misalnya gotong royong, toleransi, menjaga alam, dan lain sebagainya .

Kearifan lokal atau sering disebut dengan istilah local wisdom adalah semua bentuk

pengetahuan, pemahaman, wawasan dan etika yang menuntun perilaku manusia

dalam komunitas. Seperti diuraikan pada bagian awal, Kabupaten Kutai Barat

merupakan kabupaten yang sangat kaya akan keberagaman suku dan budaya. Oleh

sebab itu sangat dibutuhkan tokoh yang dapat mengelola kearifan lokal agar

masyarakat dapat hidup harmonis baik dengan sesama maupun dengan alam.

Mahasiswa-mahasiswi yang belajar di program studi Pendidikan Agama

Katolik tidak hanya dibentuk menjadi seorang guru yang profesional dan tokoh

dalam masyarakat, tetapi juga menjadi katekis yang dapat diandalkan dan siap

melayani, karena situasi pembinaan iman umat di Kabupaten Kutai Barat sangat

memprihatinkan. Sebagian besar paroki tidak memiliki kegiatan pendampingan yang

rutin dan sistematis untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Selama ini kegiatan yang dilaksanakan masih bersifat insidental, misalnya

merayakan hari anak misioner, Paskah dan Natal. Pembinaan iman yang intensif dan

berjenjang masih menjadi harapan, karena tidak tersedianya tenaga yang

berkompeten di bidang tersebut. Hampir seluruh pendamping atau aktivis yang

peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan iman di paroki atau

lingkungan adalah relawan atau katekis volunter yang hanya bermodalkan

pengalaman dan ketulusan. Kegiatan-kegiatan pembinaan iman seperti retret,

rekoleksi, camping rohani, sarasehan, pendalaman iman dan gerakan-gerakan

devosional masih sangat jarang dijumpai. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah

pun masih sebatas pengetahuan semata. Sebagai akibatnya umat tidak memiliki

banyak pengetahuan tentang imannya dan tidak mampu memaknai pengalaman

hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi.

Umat melalui pemerintah daerah Kabupaten Kutai Barat berharap agar para

peserta beasiswa yang dikirim untuk menjadi guru agama dan katekis dapat menjadi

solusi terhadap masalah kekurangan tenaga kerja baik di bidang pendidikan maupun

bidang katekese. Guru agama dan katekis inilah yang menjadi ujung tombak

terciptanya Gereja yang dicita-citakan oleh umat dan pemerintah daerah Kabupaten

Kutai Barat, yakni Gereja yang sungguh beriman pada Kristus menurut kebudayaan,

nilai-nilai dan cara hidup umat setempat (LG art.1), sekaligus Gereja yang siap

menjadi saksi Kristus di tengah kehidupan bermasyarakat (GS art.1), sehingga

Gereja sungguh memiliki iman yang mendalam, relevan dan misioner. Oleh sebab

itu para calon guru agama dan katekis ini pertama-tama harus memiliki iman yang

mendalam, berintegritas, memiliki pemikiran yang kritis, berkepribadian dewasa dan

memiliki ketrampilan yang bisa diandalkan oleh Gereja.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

B. Profil Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata


Dharma

Pada bagian ini penulis mengandalkan informasi dari Borang Akreditasi

Prodi PAK-USD dan Laporan Evaluasi Diri Prodi PAK-USD yang disusun oleh tim

akreditasi tahun 2013.

Prodi PAK merupakan salah satu Prodi yang dipercaya oleh pemerintah

Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik dan membimbing para mahasiswa-

mahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama dengan harapan pemerintah

yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik yang beriman tangguh

dan profesional demi terwujudnya Gereja yang memperjuangkan masyarakat

Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan salah satu Prodi dari Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang bertujuan untuk

menghasilkan sarjana pendidikan yang beriman mendalam, berkompeten,

berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul dapat membantu

sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat berprofesi menjadi

guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese melalui kerja sama

dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya.

Selama kurang lebih 54 tahun Prodi ini secara konsisten menyiapkan calon

katekis dan guru agama yang siap melayani sesama serta memiliki ketrampilan dan

pengetahuan yang memadai. Dengan semboyan Pradnyawidya Prodi ini berupaya

untuk membentuk pribadi yang cerdas dan juga bijaksana. Upaya ini diwujudkan

melalui sistem kurikulum yang menekankan pendidikan secara utuh bagi

mahasiswa-mahasiswi. Pendidikan secara utuh ini bertujuan agar mahasiswa-

mahasiswi tidak hanya berkembang secara kognitif saja, tetapi aspek afektif dan

psikomotorik juga berkembang. Pendidikan secara utuh yang dilaksanakan oleh


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Prodi ini dapat dilihat dalam tiga kegiatan pokok dari kurikulum, yakni: kurikuler,

ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler.

Kegiatan kurikuler Prodi ini mencakup proses perkuliahan yang memuat

mata kuliah keilmuan dan ketrampilan, keahlian berkarya serta mata kuliah

kehidupan bermasyarakat. Bidang ilmu yang diajarkan meliputi kateketik, teologi,

Kitab Suci, filsafat dan pendidikan. Kegiatan kurikuler ini bertujuan untuk

memberikan bekal pengetahuan bagi para calon katekis dan guru agama dalam

melaksanakan karya pelayanan.

Kegiatan ko-kurikuler yang dilaksanakan oleh Prodi guna mendukung

perkembangan mahasiswa meliputi: pembinaan spiritualitas, suasana kekeluargaan

dan perhatian pada setiap pribadi. Kegiatan pembinaan spiritualitas ini dilaksanakan

di setiap semester dengan tema yang berbeda-beda. Kegiatan ini bertujuan untuk

membimbing para mahasiswa-mahasiswi agar dapat merefleksikan pengalaman

hidup sehari-hari dan memakani setiap pengalaman tersebut.

Prodi ini juga sangat menekankan suasana kekeluargaan yang bertujuan

untuk memupuk relasi antara dosen, karyawan dan mahasiswa. Suasana ini sangat

mendukung perkembangan pribadi mahasiswa-mahasiswi terlebih mereka yang

berasal dari luar Pulau Jawa. Melalui suasana ini tidak ada yang merasa terasing,

karena semua merupakan satu keluarga. Prodi ini memberikan perhatian terhadap

setiap pribadi atau sering dikenal dengan istilah cura personalis yang terwujud

dalam kegiatan pendampingan oleh dosen pembimbing akademik (DPA). Perhatian

ini sangat penting, karena setiap mahasiswa memiliki latar belakang dan

permasalahan yang berbeda-beda, sehingga perlu diadakan pendekatan atau

perhatian secara personal.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Selain kegiatan kurikuler dan ko-kurikuler, Prodi ini juga

menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler guna mengembangkan bakat dan minat

mahasiswa. Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerja sama dengan Himpunan

Mahasiswa Program Studi (HMPS), di Prodi PAK disebut Himpunan Mahasiswa

Kateketik (HIMKA). Kegiatan pengembangan bakat dan minat ini dikoordinir oleh

seorang dosen yang ditunjuk sebagai kepala bidang kemahasiswaan. Kegiatan-

kegiatan yang dikoordinir oleh HIMKA dikelompokkan dalam empat bidang, yaitu:

bidang organisasi dan administrasi, bidang penalaran dan keilmuan, bidang

kesejahteraan dan bidang pengabdian masyarakat.

Kegiatan-kegiatan dalam bidang organisasi dan administrasi mencakup

antara lain: kaderisasi pengurus HIMKA, pembentukan kepengurusan, penyusunan

rencana kegiatan dan rencana anggaran, pelaksanaan tugas administrasi harian

HIMKA, evaluasi program, membangun jejaring dengan organisasi lain, terutama

dalam lingkup Universitas Sanata Dharma. Kegiatan penalaran dan keilmuan antara

lain ceramah ilmiah membahas permasalahan-permasalahan yang aktual dengan

mengundang narasumber dari luar Prodi guna mengisi acara pembinaan umum yang

diadakan secara rutin setiap hari Kamis/Jumat minggu ketiga, menerbitkan majalah

dinding dan majalah Gema Pradnyawidya secara berkala.

Kegiatan di bidang kesejahteraan meliputi kegiatan olahraga (sepak bola,

volley, bulu tangkis, tenis meja, dan bela diri), kesenian (paduan suara

Pradnyawidya, band kampus, teater rakyat, tari), kesehatan, kursus ketrampilan

(kursus elektronik, komputer, internet, media murah, fotografi), kegiatan keakraban

meliputi malam keakraban dengan mahasiswa baru pada awal tahun akademik, hari

Prodi, pentas seni, nonton bareng, piknik dan kegiatan rohani: misa kampus setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

awal bulan, ziarah, doa bersama, pelayanan misa di paroki-paroki. Dalam bidang

kesejahteraan ini ada tiga seksi yang bertanggungjawab, yakni seksi olahraga,

keakraban seksi liturgi. Kegiatan-kegiatan di bidang pengabdian masyarakat antara

lain: posko bencana, donor darah, gerakan penghijauan, pelayanan tugas gerejani di

berbagai paroki, retret dan rekoleksi untuk siswa dari berbagai sekolah, bina iman

anak dalam rangka BKSN dan Kristianitas di SMA Pangudi Luhur Van Lith.

Setelah mengalami seluruh pendidikan yang ditawarkan oleh Prodi, para

lulusan diharapkan memiliki kompetensi yang integratif, mencakup ranah kognitif

(competence), afektif (conscience) dan psikomotorik (compassion). Kompetensi

lulusan yang integratif ini digambarkan sebagai berikut: mempunyai integritas,

kritis, dewasa, bisa diandalkan oleh Gereja, mampu mendampingi umat dalam

pencarian makna dan mampu memberikan jawaban yang tegas dalam soal-soal

iman.

C. Penelitian Tentang Gambaran Perkembangan Iman Mahasiswa-Mahasiswi


Kabupaten Kutai Barat

1. Rencana Penelitian

a. Latar Belakang Penelitian

Iman yang mendalam merupakan salah satu syarat yang mutlak bagi

seorang calon guru agama. Iman bukan hanya menyangkut hal-hal yang bersifat

religius atau hanya berhubungan dengan Tuhan, tetapi meliputi seluruh aspek dalam

kehidupan. Iman memiliki tiga dimensi yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yakni

believing, trusting, and doing. Ketiga dimensi ini menyangkut segi kognitif, afektif

dan motorik seseorang, sehingga bila membahas mengenai perkembangan iman

sesungguhnya adalah membahas perkembangan pribadi seseorang secara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

menyeluruh. Iman hanya akan berkembang jika seluruh pengalaman dan

pengetahuan yang diperoleh selama masa studi direfleksikan atau dibatinkan, tetapi

bila hal ini tidak dilaksanakan, maka seluruh proses perkuliahan hanya sebatas

menambah wawasan. Oleh sebab itu sangat penting bagi mahasiswa-mahasiswi

Prodi PAK untuk merefleksikan seluruh pengetahuan yang diperoleh, sehingga

kegiatan perkuliahan menjadi sarana untuk mencapai tujuan dan alasan mahasiswa-

mahasiswi menempuh pendidikan di Prodi PAK.

Berdasarkan hal ini penulis ingin mendapatkan gambaran apakah

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang telah belajar di Prodi PAK ini

berkembang imannya sesuai dengan harapan pemerintah Kabupaten Kutai Barat dan

profil alumni Prodi PAK. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendeskripsikan

perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama belajar

di Prodi PAK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat dalam merencanakan program beasiswa

dan menjadi referensi dalam kegiatan pendampingan mahasiswa.

b. Tujuan Penelitian

Menurut Groome (2010: 81) iman Kristen memiliki tiga dimensi yang

diekspresikan dalam tiga kegiatan yakni, iman sebagai keyakinan (faith as

believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), dan iman sebagai tindakan

(faith as doing). Dalam konteks mahasiswa Universitas Sanata Dharma kegiatan ini

diterjemahkan dalam triple C, yakni, competence, conscience dan compassion.

Berdasarkan penjelasan ini maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

1. Mendeskripsikan sejauh mana dimensi-dimensi iman mahasiswa-mahasiswi

Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK berkembang.

2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswa-

mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK.

c. Definisi Konseptual

Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang

hidup meliputi tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman

sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing).

d. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif.

Menurut Sugiyono (2013 : 14), penelitian kualitatif adalah penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme yakni, penelitian yang digunakan untuk

meneliti kondisi alamiah di mana peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian.

Penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

e. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain ex post facto.

Desain ini menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas telah terjadi

sebelumnya, sehingga peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal

melihat efeknya pada variabel terikat. Menurut Sugiyono (2013: 50) penelitian

dengan desain ex post facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti

peristiwa yang terjadi dan kemudian melihat ke belakang untuk mengetahui faktor-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

faktor yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam penelitian ini masalah yang

diteliti adalah perkembangan iman.

f. Responden
Menurut Sugiyono (2013: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dengan demikian populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek

atau subjek yang menjadi komunitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

mahasiswa-mahasiswi program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang

sedang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 13 orang.

Salah satu syarat sampel adalah harus bersifat representatif, artinya bisa

mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

sampling jenuh atau sensus, yakni mengambil seluruh anggota populasi sebagai

sampel. Hal ini karena jumlah populasi relatif kecil atau kurang dari 30 orang

(Sugiyono, 2013: 124).

Karena peneliti merupakan bagian dari mahasiswa-mahasiswi program

beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang sedang belajar di Program Studi

Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta angkatan 2012,

maka responden dalam penelitian ini menjadi 12 orang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

g. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2012: 193) pengumpulan data dapat dilakukan dengan

berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Apabila dilihat dari setting-nya,

data dalam penelitian ini dapat dikumpulkan pada setting alamiah misalnya di

tempat tinggal (rumah) responden. Jika berdasarkan sumbernya, pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan sumber primer yakni, sumber data langsung

memberikan data kepada pengumpul data. Selanjutnya bila dilihat dari segi

instrumen pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara.

Sugiyono (2010: 317) menyampaikan kembali pandangan Esterberg tentang

wawancara yakni, pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur

(in depth interview). Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di

mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematis, melainkan

hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Menurut Sugiyono (2010: 320) wawancara tidak terstruktur atau terbuka

adalah wawancara yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih

mendalam tentang responden. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum

mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih

banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis

terhadap jawaban responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan

berikutnya yang lebih terarah pada tujuan penelitian.

Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur peneliti dapat menggunakan

cara “berputar-putar baru menukik” artinya pada awal wawancara yang dibicarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

adalah hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan, jika sudah terbuka kesempatan

untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan wawancara, maka segera

ditanyakan. Kondisi responden harus diperhatikan dengan teliti dalam proses

wawancara ini, sehingga data yang diperoleh adalah data yang akurat.

h. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kampus PAK, Universitas Sanata Dharma pada

bulan Juni-Agustus 2016.

i. Variabel Penelitian

1. Dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat Program studi PAK-USD.

2. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi

Kutai Barat Program studi PAK-USD tentang perkembangan iman.

j. Kisi-kisi Penelitian

Tabel 1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
No. Variabel Aspek Indikator Jumlah Nomor
Soal
Competence  Meyakini imannya 1 1,2
(faith as
Perkembangan believing)
1.
Iman Conscience  Bahagia dan 2 3,4
(faith as bertanggungjawab
trusting) menjadi Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

 Memiliki semangat 1 5
untuk melayani
umat
Compassion  Memiliki 1 6
(faith as doing) Kebebasan
 Mendengarkan 1 7
Suara hati
 Bertanggungjawab 3 8-10

 Pendidikan iman 1 11
dari orang tua
 Pendalaman iman 1 12
 Keluarga dan kegiatan orang
 Gereja muda Katolik
Faktor
pendukung  Sekolah  Pelajaran agama
Katolik 1 13
dan  Masyarakat
2.  Kebiasaan-
penghambat  Teknologi 1 14
perkembangan kebiasaan setempat
komunikasi
iman  Memanfaatkan
teknologi secara
bijak 1 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

2. Laporan Hasil Penelitian


Pada bagian ini penulis akan mendeskripsikan secara kualitatif

perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di

program studi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

wawancara terbuka yang melibatkan 12 responden. Metode ini dipilih karena

melalui metode ini penulis dapat memperoleh data yang lebih mendalam dan dapat

berinteraksi secara langsung dengan responden. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 26 Juli sampai tanggal 17 Agustus 2016. Dalam melaksanakan wawancara,

penulis menyampaikan 15 pertanyaan pokok. Pertanyaan yang disampaikan

mengenai perkembangan iman selama studi di PAK serta faktor-faktor yang

mempengaruhi. Penulis akan memaparkan hasil wawancara berdasarkan aspek

variabel penelitian dan membahasnya menurut variabel masing-masing aspek.

Untuk memudahkan penulis dalam menyampaikan hasil wawancara, maka penulis

memberikan kode pada setiap responden dengan nama R.

a. Identitas Responden
Tabel 2
Identitas Responden
Jenis
No. Nama Nama Kampung Kode
Kelamin
1. Sesilia Perempuan Barong Tongkok R1
2. Kristina Verawati Perempuan Melapeh Lama R2
3. Natalia Yustika Perempuan Bigung Baru R3
4. Maria Dolorosa Tonis Perempuan Kelubaq R4
5. Klaudius Himang Laki-Laki Datah Bilang R5
6. Christina Lunau Jalung Perempuan Datah Bilang R6
7. Maria Fransiska F. Radja Perempuan Resak R7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

8. Antonius Kerung Laki-Laki Long Pakaq R8


9. Martalina Perempuan Muara Asa R9
10. Agustina Havui Batoq Perempuan Datah Suling R10
11. Yohana Susmi Perempuan Ngenyan Asa R11
12. Deodatus Asri Biantoro Laki-Laki Pepas Ehengk R12

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden yang

diwawancara berjumlah 12 orang yang terdiri dari 3 Laki-Laki dan 9 perempuan.

b. Dimensi Kognitif (faith as believing)

Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang

menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab

itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan

teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk

mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang

berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman

menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi.

Berdasarkan hasil penelitian ke 12 responden merasa bahwa iman mereka

semakin berkembang setelah melalui proses belajar di PAK. Pergulatan dalam

dinamika studi di PAK membantu para mahasiswa untuk semakin mendalami iman.

R1 dan R11 menyatakan bahwa mereka semakin menyadari akan rencana Tuhan

atas hidup ini, oleh sebab itu hidup harus selalu dimaknai. Belajar di PAK

menjadikan pengalaman yang sangat pahit, yakni kehilangan orang tua menjadi

bermakna. Melalui pengalaman ini kasih Tuhan sungguh dirasakan dan menghantar

untuk semakin percaya kepada-Nya [lampiran 4: (4)-(7)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Menurut R2 sebelum kuliah di PAK sering kali ia menyalahkan Tuhan atas

apa yang kurang baik dalam hidupnya, namun setelah kuliah di PAK ia mendapat

kesempatan untuk mengolah dan merenungkan pengalaman tersebut, sehingga ia

menyadari bahwa semua pengalaman tersebut memiliki makna.

R3, R4, R7 dan R9 menyatakan bahwa sebelum kuliah di PAK perayaan

Ekaristi hanya di pandang sebagai rutinitas semata dan tidak ada hubungan dengan

kehidupan sehari-hari. Perayaan Ekaristi hanya menjadi sebuah ritual yang

melengkapi berbagai peristiwa, misalnya pernikahan dan kematian. Perayaan

Ekaristi di pandang tidak lebih dari penanda hari minggu dan sebagai kegiatan

sekunder setelah kegiatan-kegiatan pribadi, bahkan perayaan Ekaristi dianggap

sebagai kegiatan opsional, boleh dirayakan atau boleh juga tidak dirayakan. Setelah

belajar di PAK cara pandang tersebut berubah total. Kini perayaan Ekaristi di

pandang sebagai perayaan yang sangat bermakna, bahkan menjadi kebutuhan dasar

dalam hidup beriman yang harus terpenuhi [lampiran 4: (4)-(7)].

Menurut pengalaman R5, R6 dan R10 keterbatasan informasi dan

pengetahuan tentang agama menjadikan iman sangat dangkal. Iman tidak dipahami

dalam seluruh realitas hidup, namun hanya disempitkan pada perayaan Ekaristi.

Artinya dengan rajin mengikuti perayaan Ekaristi, maka iman akan semakin

bertambah. Kehidupan rohani tidak mendapat perhatian secara khusus, bahkan

kegiatan rohani, misalnya doa pribadi, refleksi dan lain sebagainya terasa sangat

asing. Dalam proses belajar di PAK pemahaman akan iman secara perlahan

mendapat titik terang. Iman tidak lagi dipahami sebagai bagian yang terpisah dari

kehidupan, namun justru nyata dalam kehidupan [lampiran 4: (4)-(7)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Sebelum kuliah di PAK sempat ragu-ragu akan adanya Tuhan dalam hidup

ini. Tidak ada pengalaman yang menegaskan bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir

dalam hidup ini. Iman menjadi sangat kering dan tidak relevan untuk dijadikan

pedoman hidup. Namun, setelah mengalami dinamika perkuliahan di PAK

semuanya menjadi berbeda. Dalam dinamika perkuliahan ada kesempatan untuk

merenungkan dan menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap sendi kehidupan,

sehingga sekarang menjadi sangat yakin bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir dalam

setiap pengalaman hidup (R8).

R12 mengalami pergulatan yang sama yakni, tidak yakin akan kehadiran

Tuhan dalam hidup ini. Pengalaman sakit yang cukup parah membuatnya sadar akan

kehadiran Tuhan. Pengalaman sakit ketika sedang dalam masa studi di PAK

sungguh berbeda dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman sakit ini justru

menjadikannya sadar bahwa Tuhan sungguh ada dan sangat murah hati. Proses

belajar yang ia alami di Prodi PAK mengubah pemahamannya terhadap

pengalaman-pengalaman yang selama ini ia lalui dan menjadikannya semakin yakin

dengan teguh akan kehadiran Tuhan [lampiran 4: (4)-(7)].

c. Dimensi Afektif (faith as trusting)

Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi

seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait

dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang

paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu,

untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani,

kebebasan, dan tanggungjawab.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Ke 12 responden menyatakan bahwa belajar di PAK menjadikan mereka

semakin bangga sebagai orang Katolik. Menurut R1 sebelum kuliah di PAK ia

sudah bangga menjadi seorang Katolik, ditambah pengetahuan yang ia dapat selama

kuliah di PAK menjadikannya semakin bangga dengan iman Katolik. R8 juga

menyatakan hal yang sama, yakni setelah kuliah di PAK dan banyak mendapat

pengetahuan tentang agama Katolik, ia menjadi sangat bangga sebagai seorang

Katolik, meskipun sebelumnya ia sempat merasa ragu-ragu sebagai orang Katolik.

R2 bangga karena sistem hirarkis dan model pelayanan yang ada dalam Gereja

Katolik. R5 juga menegaskan hal yang sama bahwa ia bangga menjadi Katolik,

karena pelayanan dalam Gereja Katolik sangat menekankan kasih. R3 mengatakan

belajar di PAK semakin menegaskan bahwa Katolik adalah pilihan yang tepat

baginya. Sedangkan menurut R4 dan R7 Katolik terdiri dari berbagai macam suku

dan budaya serta sangat menghargai pluralitas, inilah yang menjadikan mereka

bangga sebagai orang Katolik. R6 merasa bangga menjadi seorang Katolik karena

Katolik mampu menghantar dirinya untuk merasakan kasih Tuhan dalam

kehidupannya. Menurut pengalaman R9, R10 dan R11 Katolik adalah agama yang

membentuk kepribadian menjadi semakin dewasa, sehingga Katolik dianggap

sebagai jati diri yang tidak mungkin ditinggalkan. Rasa bangga menjadi Katolik

lahir dari keadaan umat di tempat asalnya yang masih kental dengan kepercayaan

lokal dan belum mengerti Katolik sepenuhnya. R12 melihat situasi ini ia merasa

sangat beruntung menjadi seorang Katolik dan merasa tertantang untuk memberikan

kesaksian hidup seorang Katolik bagi umat di kampung halamannya [lampiran 4:

(7)-(9)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Berdasarkan pengalaman R1 dan R10 dalam menjalani tanggung jawab

sebagai seorang beriman selama belajar di PAK terkadang muncul rasa terpaksa

untuk melaksanakannya, terlebih ketika sedang jenuh dan lelah. Dalam kegiatan

tertentu, misalnya doa pribadi dan mengikuti perayaan Ekaristi sudah dilaksanakan

dengan penuh kebebasan, tetapi dalam kegiatan lainnya masih ada rasa terpaksa (R2

dan R7). R3, R9, R11 dan R12 menyatakan, bahwa mengikuti perayaan Ekaristi

pada hari minggu merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri dan

dilaksanakan dengan penuh kebebasan, tanpa ada intervensi dari pihak luar. Berbeda

dengan kegiatan lain seperti: misa harian, doa lingkungan, pendalaman iman, koor

serta kegiatan lainnya sering kali dilaksanakan dengan terpaksa dan hanya untuk

memenuhi tugas kuliah [lampiran 4: (9)-(10)].

Sedangkan menurut R4 dan R5 selama belajar di PAK tidak ada rasa

terpaksa untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai orang beriman, misalnya

mengikuti Ekaristi, terlibat di lingkungan atau kegiatan rohani lainnya. R6 dan R8

menambahkan hal yang sama, yakni selama kuliah di PAK niat mereka semakin

dimurnikan, sehingga dalam menjalani tanggung jawab hidup beriman sungguh lahir

dan kesadaran dan kebebasan. Menurut R6 dan R8 semuanya itu memang tidak

terjadi begitu saja, tetapi harus melawati suatu proses dan dinamika yang panjang

selama belajar di PAK [lampiran 4: (9)-(10)].

Menurut pengalaman R1 dan R2 pergulatan dalam proses belajar di PAK

menjadikan mereka selalu mendengarkan suara hati. Menanggapi panggilan sebagai

katekis memang bukan perkara yang mudah, sering kali dihadapkan dengan

persoalan-persoalan yang membuat diri tidak yakin dengan panggilan tersebut (R1).

Dalam hal ini suara hati membantu untuk melihat tantangan dari berbagai aspek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

sehingga ketika menghadapi masalah dalam proses studi tidak langsung menyerah

(R2). R1 menyatakan untuk dapat mendengar suara hati biasanya ia merenung dan

melihat kembali perjalanan hidup selama ini, dengan demikian ia akan mendapat

peneguhan untuk mengikuti bisikan dari dalam hati. R6 menambahkan bahwa

selama ini suara hati menjadi salah satu tolak ukur dalam pengambilan keputusan,

meskipun hal tersebut tidaklah mudah namun tetap ia usahakan. R8, R11 dan R12

juga menguatkan pernyataan R6 bahwa, selama belajar di PAK suara hati memiliki

peran yang sangat besar, terlebih ketika menghadapi situasi yang sulit, misalnya

kehilangan anggota keluarga (R8, R11), mengalami sakit yang parah (R12). Suara

hati menjadi acuan dan pendorong dalam usaha menyelesaikan tanggung jawab

sebagai mahasiswa yang diberikan kepercayaan oleh pemerintah [lampiran 4: (10)-

(11)].

R3, R4, R5, R7, R9 dan R10 mengalami hal yang berbeda, selama belajar

di PAK suara hati justru sering terabaikan. Suara hati belum mendapat peranan yang

besar dalam proses belajar selama 4 tahun ini, meskipun sering kali ada pergulatan

ketika menghadapi suatu pilihan. Pemenuhan akan keinginan pribadi menjadi lebih

dominan dari pada kebutuhan, sehingga pilihan selalu dijatuhkan pada hal-hal yang

bersifat menyenangkan semata dan hal-hal yang bermanfaat, misalnya menulis

skripsi sering kali tergantikan dengan menonton televisi atau chating, dan lain

sebagainya [lampiran 4: (10)-(11)].

Berdasarkan hasil wawancara, menurut R1, R4, R6, R7, R8, R10 dan R11

bentuk tanggung jawab yang telah dilakukan sebagai mahasiswa beasiswa adalah

mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas standar yang ditentukan

pemerintah. Selain mendapatkan IPK yang cukup tanggung jawab tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

dilakukan dengan cara menjaga nama baik kampus dan pemerintah yang telah

memberikan kesempatan untuk belajar. R2 dan R3 menambahkan bentuk lain dari

tanggung jawab sebagai mahasiswa beasiswa adalah mengembangkan diri misalnya,

kursus public speaking (R2), terlibat dalam kepanitiaan (R3), kelompok paduan

suara (R5). Sedangkan menurut R9 dan R12 bentuk tanggung jawab mereka sebagai

mahasiswa beasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan dengan baik [lampiran 4:

(12)-(13)].

d. Dimensi tindakan (faith as doing)

Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan wujud nyata dari

iman berupa perhatian terhadap hidup rohani, keterlibatan dalam kegiatan Gereja

dan pelayanan bagi sesama. Sebanyak 6 dari 12 responden yang diwawancara

menyatakan bahwa studi di PAK semakin menambah semangat untuk mengikuti

perayaan Ekaristi (R1, R2, R4, R6, R11, R12). R1 dan R4 mengatakan bahwa pada

saat awal kuliah belum memiliki semangat dan antusias yang besar untuk mengikuti

perayaan Ekaristi. Semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi muncul setelah

merefleksikan panggilan hidup serta mengetahui makna perayaan Ekaristi. R6, R11

dan R12 menyatakan hal yang sama yakni, sebelum belajar di PAK mengikuti

perayaan Ekaristi masih sebagai formalitas semata dan sangat jarang dilaksanakan,

tetapi setelah belajar di PAK menjadi tahu makna perayaan Ekaristi dan semangat

untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sedangkan R3 menambahkan bahwa kuliah di

PAK menghantar dirinya semakin dekat dengan Tuhan, kedekatan inilah yang

kemudian menjadi sumber semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi [lampiran 4:

(14)-(15)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

R2 juga menyatakan bahwa belajar di PAK sebenarnya memotivasi dirinya

untuk ambil bagian dalam perayaan Ekaristi, akan tetapi jarak dari tempat tinggal ke

gereja cukup jauh dan ia tidak memiliki alat transportasi, sehingga selama belajar di

PAK ia sangat jarang mengikuti perayaan Ekaristi. Sementara menurut pengalaman

R5 studi di PAK tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap semangat untuk

mengikuti perayaan Ekaristi. R7, R8, R9 dan R10 menguatkan pernyataan R5

dengan mengungkapkan bahwa selama belajar di PAK semangat untuk mengikuti

perayaan Ekaristi semakin berkurang, terlebih ketika memasuki semester akhir.

Faktor penyebab yang utama adalah rasa malas dan tugas-tugas kuliah yang sangat

banyak (R7, R10). Sedangkan menurut pengalaman R8 dan R9 faktor untuk yang

menyebabkan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi menjadi berkurang

adalah lingkungan dan suasana yang baru. Sebelum kuliah di PAK R8 dan R9

tinggal di lingkungan (asrama) yang sangat kondusif dan memungkinkan mereka

untuk terlibat aktif dalam kegiatan rohani di gereja, tetapi setelah kuliah di PAK

suasana dan lingkungan menjadi sangat berbeda [lampiran 4: (14)-(15)].

Berdasarkan hasil wawancara 6 responden menyatakan bahwa tidak ada

waktu khusus yang disediakan secara rutin untuk hidup rohani, kendati demikian

selalu berusaha menyempatkan diri untuk berdoa. Selama ini yang paling sering

dilakukan adalah doa sebelum tidur, doa rosario dan membaca Kitab Suci,

sedangkan refleksi hanya dilaksanakan ketika awal-awal kuliah saja (R1, R4, R5,

R6, R7, R8, R10). R1, R7, R8, dan R10 menyatakan bahwa tugas kuliah dan

kegiatan-kegiatan kampus menyita waktu yang cukup banyak, sehingga kebiasaan

refleksi perlahan-lahan diabaikan. Sementara R4 mengungkapkan bahwa kamar

tidurnya sering dijadikan tempat berkumpul teman-teman satu kos hampir setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

malam, sehingga ia tidak lagi punya waktu pribadi untuk berefleksi. Sedangkan R6

mengatakan bahwa selama ini ia berefleksi ketika menghadapi masalah, misalnya

masalah dalam keluarga, relasi dengan teman, kuliah dan lain sebagainya. Menurut

R7 fasilitas yang ia dapatkan, misalnya mesin cuci, wi-fi¸ televisi, smartphone dan

lain sebagainya menjadikan ia sangat nyaman, sehingga banyak waktu yang

dihabiskan untuk menikmati fasilitas tersebut dan lupa untuk berefleksi [lampiran 4:

(13)-(14)].

Menurut R2 sebelum melakukan kegiatan ia menyediakan waktu 15 menit

untuk berdoa dan membaca Kitab Suci, hanya akhir-akhir ini sudah jarang

dilakukan. R9 juga menyatakan hal yang sama, yakni selama ini ia selalu

menyiapkan waktu untuk berdoa dan membaca Kitab Suci sesuai bacaan harian.

Sementara R3, R11 dan R12 mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada waktu

khusus untuk hidup rohani yang dilakukan hanya sebatas doa sebelum tidur. Lima

responden, yakni R2, R3, R9, R11 dan R12 menyatakan bahwa selama ini mereka

belum memiliki kebiasaan untuk berefleksi [lampiran 4: (13)-(14)].

Menurut R1, R10 pada tahun kedua kuliah di PAK ia rajin mengikuti

kegiatan-kegiatan rohani di paroki maupun di lingkungan, tetapi setelah mendapat

banyak tugas dari kampus kegiatan-kegiatan tersebut mulai ditinggalkan. Sedangkan

menurut pengalaman R2, R9 dan R12 keterlibatan dalam kegiatan paroki ataupun

lingkungan hanya pada saat-saat tertentu saja, misalnya pada bulan Maria dan bulan

Kitab Suci. R4, R6 dan R7 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda, yakni tidak

terlibat aktif dalam kegiatan paroki atau lingkungan tempat tinggal mereka, tetapi

justru aktif dalam kegiatan di paroki lain, misalnya koor, lektor dan pendampingan

iman anak. Sementara R3, R5 dan R11 menyatakan bahwa selama belajar di PAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani baik di tingkat paroki maupun

lingkungan tempat tinggal mereka. Pengaruh dari teman satu asrama sangat besar

terhadap keterlibatan dalam kegiatan rohani. R3 dan R5 mengungkapkan bahwa

rata-rata teman satu asrama terlebih yang beragama Katolik tidak ada yang terlibat

dalam kegiatan-kegiatan paroki atau lingkungan, sehingga kegiatan-kegiatan

tersebut tidak dipandang sebagai kegiatan yang penting [lampiran 4: (16)-(17)].

Menurut R1 bentuk pelayanan yang pasti dilaksanakan setelah

menyelesaikan studi di PAK adalah pendampingan bagi para prodiakon. R1 ingin

membagikan pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan bagi prodiakon di

parokinya melalui program pendampingan ini. Sementara R2 dan R7 sejauh ini

belum memiliki gambaran yang pasti bentuk pelayanan macam apa yang akan

dilaksanakan setelah kembali ke kampung halaman. Sedangkan tiga responden

memiliki rencana yang sama, yakni memberdayakan kaum muda melalui berbagai

macam kegiatan (R3, R11 dan R12.) Selama ini kaum muda tidak memiliki banyak

kegiatan rohani, sehingga begitu banyak perilaku menyimpang yang terjadi,

misalnya nikah muda, narkoba dan lain sebagainya. Kaum muda ini memiliki

potensi yang besar dalam upaya menghidupkan Gereja. Oleh sebab itu kaum muda

perlu mendapat perhatian yang khusus (R3, R11). R12 menambahkan bahwa

keterlibatan kaum muda tidak cukup hanya dalam lingkup Gereja, tetapi harus

sampai pada lingkup masyarakat. Permasalahan inilah yang kemudian menggugah

R12 untuk peduli dan bersedia menjadi promotor kegiatan kaum muda di tempat

asalnya [lampiran 4: (17)-(18)].

R4, R5, R6, R9 dan R10 memiliki perhatian khusus pada kegiatan katekese.

Selama ini kegiatan lingkungan hanya sebatas doa rosario, itu pun sangat jarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

terjadi. Oleh sebab tidak heran iman umat sangat kering dan tidak sedikit umat yang

memilih untuk beralih ke agama lain. Kegiatan katekese seperti yang dialami selama

kuliah belum pernah dirasakan oleh umat yang ada kampung halaman (R4, R5, R6,

R9 dan R10), sehingga hal ini menjadi kesempatan yang sangat besar untuk

menerapkan ilmu dan pengalaman yang selama ini didapatkan. R8 menambahkan

bahwa ia memiliki rencana untuk membawakan katekese dalam bahasa daerah,

seperti yang terjadi di Jawa [lampiran 4: (17)-(18)].

e. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa faktor pendukung dalam

perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Faktor yang

pertama adalah pendidikan iman dari orang tua. R1 dan R9 menyatakan bahwa

pendidikan iman yang ia dapatkan dalam keluarga berupa teladan dari orang tua

yang sangat rajin membaca Kitab Suci dan terlibat aktif dalam hidup menggereja.

Menurut R1 dan R9 selain teladan dari orang tua pendidikan iman juga didapatkan

melalui kebiasaan-kebiasaan cara hidup Kristiani, misalnya berdoa bersama sebelum

makan, mengikuti perayaan Ekaristi bersama dan lain sebagainya. Orang tua cukup

tegas dalam hal iman, terlebih ibu yang sering memaksa agar terlibat dalam kegiatan

rohani. Sekarang dirinya menyadari bahwa yang telah dilakukan ibu sangat

bermanfaat untuk perkembangan iman (R6). R7 juga mengungkapkan pengalaman

yang hampir sama, pendidikan iman yang ia alami dalam keluarga melalui

kebiasaan-kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil R7 bersama keluarganya selalu

melakukan doa bersama setiap pukul 18.00. Selain itu R7 juga mengatakan bahwa

semasa kecil ia bersama saudara-saudarinya yang lain selalu diajarkan cara berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

yang benar oleh ibunya, bukan hanya menghafal doa. R8 dan R12 juga mengalami

hal yang sama, namun karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh orang

tua, pendidikan iman yang dialami hanya sebatas pembiasaan untuk selalu berdoa

[lampiran 4: (18)-(19)].

Sedangkan R2, R3, R4, R5, R10 dan R11 mengalami pendidikan iman

yang sedikit berbeda, yakni hanya sebatas pergi ke gereja pada hari Minggu,

selebihnya tidak ada. Orang tua memang memberikan nasihat untuk selalu berdoa

dan aktif mengikuti kegiatan rohani di Gereja, tetapi cara berdoa dan teladan aktif

dalam kegiatan hidup menggereja tidak pernah diajarkan (R11). Pendidikan iman

yang dirasakan berupa nasihat dan perintah (R2, R3, R11).

Faktor pendukung yang kedua adalah kegiatan-kegiatan rohani yang

diselenggarakan oleh paroki asal mahasiswa, misalnya rekoleksi, retret dan lain

sebagainya (R1). R1 merasa bahwa paroki di mana ia berasal memiliki cukup

banyak kegiatan untuk menunjang perkembangan imannya. R7 dan R10 merasakan

hal yang sama, terlebih ketika duduk di bangku SMA (sekolah menengah atas)

mereka tinggal di asrama, sehingga begitu banyak kegiatan rohani yang di alami

[lampiran 4: (19)-(21)].

R3, R5, R6, R8, R9 dan R12 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda,

meskipun memiliki antusias dan semangat untuk terlibat, tetapi kegiatan yang

diselenggarakan oleh paroki sangat sedikit. Kegiatan-kegiatan tersebut masih sebatas

senang-senang saja, belum mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi

perkembangan iman (R3). Hampir seluruh paroki di Kabupaten Kutai barat

mengalami kekurangan tenaga profesional yang mampu mengurus berbagai macam

kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum muda. Oleh sebab itu tidak heran jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada saat Natal dan Paskah dan kegiatannya

hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi gedung gereja [lampiran 4: (19)-(21)].

Faktor pendukung yang ada di Prodi PAK menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8,

R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi salah satu pendukung perkembangan

iman. Kurikulum di PAK banyak memuat mata kuliah terkait dengan iman, sehingga

wawasan tentang iman menjadi semakin luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga

membantu mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral

maupun katekese, sehingga bukan hanya pengetahuan yang bertambah. R7

menambahkan bahwa suasana kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK

sangat mendukung perkembangan iman [lampiran 4: (25)].

Prodi PAK juga menyelenggarakan pembinaan spiritualitas bagi

mahasiswa. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya.

Selain itu, Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan

baik, sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2,

R4, R5, R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas

adalah para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan

iman. Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam

urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para

mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi

PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya

mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka.

Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara

nyata bagi sesama [lampiran 4: (25)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

f. Faktor Penghambat

Dalam proses perkembangan iman terdapat faktor penghambat yang berasal

dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Ke-12 responden menyatakan bahwa

faktor penghambat yang muncul dari dalam diri adalah rasa malas. Sedangkan faktor

dari luar adalah pelajaran agama sewaktu sekolah, lingkungan tempat tinggal dan

alat komunikasi (smartphone).

Menurut pengalaman R1, R7, R8 dan R12 guru yang mengampu PAK di

sekolah tidak memiliki kreativitas dan sering kali hanya meminta siswa untuk

mencatat. Hal ini menjadikan PAK sangat membosankan dan tidak memberikan

manfaat bagi siswa (R1, R7 dan R12). Berdasarkan pengalaman R8, PAK di sekolah

menjadi pelajaran yang membosankan ketika ia duduk di bangku SMP. Ketika

SMA, PAK semakin tidak ada kejelasan, bahkan selama 3 tahun, PAK hanya

dialami sebanyak 2 kali [lampiran 4: (21)-(22)].

Berdasarkan pengalaman R2, R3, R4, R5, R6 dan R11 PAK di sekolah

adalah pelajaran yang sangat membosankan semenjak di bangku SD. Sebagian besar

waktu pelajaran PAK digunakan untuk mencatat. Guru PAK tidak memiliki

kreativitas dan inovasi dalam mengajar, sehingga PAK di sekolah menjadi sangat

monoton dan membosankan (R2, R3, R11). Selain itu figur guru yang mengampu

PAK tidak mencerminkan diri sebagai seorang guru agama serta ditambah dengan

jadwal PAK yang selalu ditempatkan di akhir menjadikan PAK di sekolah semakin

tidak menarik [lampiran 4: (21)-(22)].

Menurut pengalaman R3, R4, R5, R6, R9 dan R12 lingkungan tempat

tinggal kurang mendukung perkembangan iman mereka. Orang-orang di sekitar

lingkungan tempat cenderung memikirkan diri sendiri dan tidak peduli dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

kehidupan bersama, sehingga kebiasaan-kebiasaan baik yang harusnya ada dalam

suatu komunitas tidak terjadi (R3 dan R5). R4 menambahkan bahwa selama ini

kamarnya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul, sehingga waktu untuk berdoa

pribadi dan berefleksi menjadi terganggu. Hal inilah yang menjadikan lingkungan

tempat tinggal kurang kondusif bagi proses perkembangan iman [lampiran 4: (22)-

(23)].

Pada zaman sekarang ini, alat komunikasi (smartphone) merupakan

kebutuhan pokok agar dapat terhubung dengan orang lain. Penggunaan smartphone

juga dapat menjadikan informasi dan konten rohani sangat mudah didapatkan, kapan

saja dan di mana saja (R1, R2, R6 dan R7). Akan tetapi Smartphone justru sering

kali menyita waktu untuk belajar, berkumpul bersama teman, bahkan menggantikan

waktu untuk berdoa (R3, R5, R10, R11, R12). Konten rohani dan aplikasi-aplikasi

yang bernuansa rohani sering kali hanya selesai pada tahap download saja, meng-

update status dan upload foto ke media sosial lebih menyita perhatian dari pada

mengakses konten rohani [lampiran 4: (23)-(24)].

Faktor penghambat selama studi di PAK menurut R1 suasana lingkungan

kampus belum kondusif bagi perkembangan iman, terlebih untuk kegiatan doa.

Letak kampus yang berada di tengah keramaian menjadikan suasana hening sangat

sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi PAK terlalu banyak tugas dan

lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas. Hampir seluruh mahasiswa

berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat sedikit yang berjuang untuk

keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari dosen masih kurang, terlebih

terkait dengan ajaran iman Katolik [lampiran 4: (25)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

3. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini penulis akan membahas dan mendeskripsikan secara

kualitatif perkembangan iman mahaisiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

Program Studi Pendidikan Agama, Katolik Universitas Sanata Dharma. Deksripsi

kualitatif perkembangan iman para mahasiswa ini dibagi menjadi 4 bagian. Pertama

akan mendeskripsikan identitatas responden. Bagian kedua mendeskripsikan

dimensi kognitif iman, ketiga mendeskripsikan dimensi afektif dan keempat

mendeskripsikan dimensi tindakan.

a. Identitas Responden

Berdasarkan data yang diperoleh, kedua belas responden ini berasal dari

berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa dan budaya yang berbeda-

beda. Selain latar belakang budaya yang berbeda mahasiswa-mahasiswi ini juga

memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Sebagian besar

mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah

setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan sebagiannya bekerja terlebih

dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 4 orang laki-

laki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah satu bagian dari mahasiswa

program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang

[lampiran 3: (3)].

b. Dimensi Kognitif
Menurut Groome (2010: 81) dimensi kognitif dari iman adalah sebuah

keyakinan (faith as believing). Untuk dapat sampai pada keyakinan, maka iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

harus direnungkan, dipahami dan didalami. Bentuk dari dimensi kognitif ini adalah

kemampuan untuk mengolah dan mengkritisi pengalaman maupun informasi yang

diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar di PAK memberikan sumbangan

yang cukup signifikan dalam perkembangan iman para responden. Perkembangan

tersebut terlihat dari perubahan cara pandang terhadap kegiatan-kegiatan rohani

yang selama ini dijalani. Sebelum belajar di PAK kegiatan-kegiatan rohani hanya

dipandang sebagai rutinitas dan kewajiban semata, namun sekarang kegiatan

tersebut dipandang sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi. Pengalaman yang

selama ini hanya berlalu begitu saja, kini dapat dimaknai dan menjadi sangat berarti,

sekalipun pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sedih [lampiran 4: (4)-

(7)].

Groome (2010: 98 ) mengutip pernyataan Fowler yakni, iman bukanlah

keadaan yang statis yang tidak bergerak dan berkembang. Iman merupakan kegiatan

mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidup. Pandangan ini

menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan. Melalui iman manusia dapat

mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidupnya sehingga

pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna.

Dimensi kognitif dari iman menuntut sebuah pengakuan yang didasari oleh

kebebasan. Pengakuan tersebut terwujud dalam tindakan meyakini dengan teguh

terhadap apa yang diimani, tanpa ada paksaan dari pihak luar. Dengan demikian

dapat dipahami bahwa keyakinan yang teguh terhadap iman akan muncul manakala

iman tersebut dipahami, direnungkan dan didalami. Berkaitan dengan hal ini

Dokumen Konsili Vatikan II memberikan penjelasan sebagai berikut :


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan


“ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi
serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan
dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan oleh-
Nya (DV art.5).

Berdasarkan rumusan artikel dokumen di atas dapat dilihat bahwa syarat utama

dalam iman adalah penyerahan seluruh hidup, termasuk di dalamnya kehendak dan

akal budi secara bebas kepada Allah. Iman dapat dipahami sebagai sebuah

keyakinan terhadap penyelenggaraan Allah dalam hidup ini.

Hasil wawancara menunjukkan sebagai besar responden menyatakan

semakin menyadari dan merasakan campur tangan Allah dalam hidup mereka.

Pengalaman inilah yang menjadi titik tolak keyakinan terhadap rencana dan karya

Allah dalam hidup ini. Kehadiran dan peran Allah dalam hidup kini semakin

mendapat kejelasan dan tidak lagi diragukan. Secara kualitatif dimensi kognitif iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat mengalami perkembangan [lampiran

4: (4)-(7)].

c. Dimensi afektif

Groome (2010: 87) menyatakan bahwa dimensi afektif dari iman adalah

sebuah kepercayaan. Berbeda dengan dimensi kognitif yang menekankan pengakuan

dalam iman, dimensi afektif ini lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap

apa yang ia imani. Dalam hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang

dengan Allah. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus

menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan

permohonan dari pihak manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan

melalui doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

dari hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak

akan bertahan.

Groome (2010: 99) membahasakan kembali pandangan Fowler yang

menyatakan bahwa iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara

berhubungan dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif.

Dimensi kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif

(perasaan). Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai

cara berhubungan, misalnya perasaan untuk mengasihi, memperhatikan,

menghargai, kagum, hormat, takut. Maka dengan demikian beriman berarti

berhubungan dengan seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga

hati kita diarahkan, perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain.

Bertolak dari pernyataan di atas, maka untuk mendapatkan gambaran

perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat,

penulis mengajukan beberapa pertanyaan pokok yang berkaitan dengan kebanggaan

sebagai orang Katolik, kebebasan, suara hati dan tanggungjawab.

Sebagian responden menyatakan bahwa pergulatan dalam proses belajar di

PAK semakin menegaskan peran suara hati dalam hidup mereka. Suara hati semakin

didengarkan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat

keputusan. Sedangkan enam responden lainnya menyatakan, bahwa selama ini suara

hati jarang didengarkan, meskipun sering kali bergulat dengan suara hati [lampiran

4: (10)-(11)].

Suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang menyerukan

untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni, kesadaran

tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk melakukan yang

baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari manusia,

karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang menggema

(KGK, art. 1776). Oleh sebab itu dalam hidup beriman suara hati sangat penting

untuk selalu didengarkan.

Berdasarkan hasil wawancara semua responden menyatakan bahwa setelah

belajar di PAK mereka semakin bangga menjadi orang Katolik, bahkan beberapa

responden mengungkapkan bahwa Katolik adalah jati diri mereka yang tidak

mungkin ditinggalkan. Rasa bangga sebagai orang Katolik memang sudah ada sejak

kecil, akan tetapi rasa bangga tersebut semakin diteguhkan ketika mengalami

dinamika perkuliahan di PAK. Rasa bangga sebagai seorang Katolik ini belum

sampai mengakar dan menjadi dasar dalam hidup beriman dan cenderung hanya

berupa pengakuan semata. Sebagian besar responden menyatakan belum mampu

menjalankan tanggungjawab sebagai orang Katolik dengan penuh kebebasan.

Pengaruh dari luar masih menjadi alasan utama dalam menjalankan tanggungjawab

sebagai orang Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa iman sebagai seorang Katolik

merupakan iman yang diwariskan, bukan iman yang menjadi milik pribadi [lampiran

4: (7)-(9)].

Hasil wawancara menunjukkan hampir seluruh responden menyatakan

bahwa bentuk tanggungjawab yang dilakukan selama ini sebagai mahasiswa adalah

mendapatkan indeks prestasi (IP) yang cukup. Sedangkan menurut responden

lainnya bentuk tanggungjawab sebagai mahasiswa adalah menyelesaikan

perkuliahan dengan baik [lampiran 4: (12)-(13)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

Tanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan

tanggapan atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan

mengapa tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung

konsekuensi dari tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggungjawab tidak

hanya dimaknai sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung

konsekuensi, tetapi merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta,

2013: 34).

Bertolak dari definisi tanggungjawab, maka dapat dipahami bahwa bentuk

tanggungjawab bukan hanya sebatas pemenuhan target semata. Dalam konteks

perkuliahan, tanggungjawab tidak hanya berhenti pada indeks prestasi.

Bertanggungjawab dalam konteks perkuliahan harus dimaknai sebagai proses

mengembangkan seluruh potensi diri agar kelak dapat melayani lebih banyak orang.

Secara kualitatif perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi

Kabupaten Kutai Barat berbeda dengan perkembangan dimensi kognitif. Dimensi

afektif tidak terlalu berkembang, mengingat dimensi afektif bukan hanya ungkapan

perasaan semata, tetapi merupakan relasi yang personal dengan Tuhan.

d. Dimensi Tindakan

Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan

ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa

orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan,

Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari Sabda

Yesus ini ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata

saja, iman membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

realitas yang hidup sangat penting, artinya apa yang diimani harus sungguh

dilaksanakan dalam kehidupan nyata.

Bertolak dari pernyataan ini, maka untuk mendapatkan gambaran

perkembangan iman, khususnya dimensi tindakan penulis mengajukan pertanyaan

pokok yang berkaitan dengan hidup doa pribadi maupun komunal dan bentuk

pelayanan yang akan diberikan kepada umat setelah menyelesaikan studi.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden menyatakan bahwa

tidak memiliki perhatian khusus terhadap hidup rohani, terlebih setelah memasuki

tahun terakhir masa studi hidup rohani mulai ditinggalkan. Selama ini bentuk

perhatian terhadap hidup rohani hanya berupa doa yang umum dilaksanakan oleh

semua orang, misalnya doa sebelum tidur dan lain sebagainya. Hasil penelitian juga

menunjukkan semua responden tidak lagi memiliki kebiasaan untuk berefleksi,

bahkan beberapa responden menyatakan sejak awal kuliah sampai sekarang tidak

memiliki kebiasaan refleksi [lampiran 4: (13)-(14)].

Menurut Cremers (1995: 160-179), ciri utama iman yang dewasa adalah

bersifat reflektif. Kemampuan refleksi adalah syarat dasar untuk mencapai tahap

iman yang dewasa, karena melalui refleksi pengalaman hidup akan memiliki makna.

Oleh sebab itu kebiasaan refleksi merupakan hal yang sangat penting, terlebih bagi

para calon katekis dan guru agama yang bertugas untuk membantu orang lain agar

bertumbuh dalam iman.

Selama kuliah di PAK sebagian responden merasa bahwa semangat mereka

dalam mengikuti perayaan Ekaristi semakin meningkat. Perayaan Ekaristi tidak lagi

dipandang sebagai kewajiban semata, tetapi merupakan kebutuhan yang mendasar.

Sedangkan sebagian responden lainnya merasa bahwa selama kuliah di PAK


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi semakin hari semakin menurun,

meskipun menyadari bahwa Ekaristi merupakan perayaan yang sangat penting

dalam hidup beriman. Semua responden menyatakan bahwa tindakan tersebut lahir

dari kebebasan tanpa intervensi dari pihak luar. Artinya semua tindakan yang

dilakukan, misalnya mengikuti perayaan Ekaristi ataupun tidak sungguh dilakukan

dengan penuh kesadaran [lampiran 4: (14)-(15)].

Dimensi tindakan juga mencakup keterlibatan dalam hidup menggereja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden tidak ada yang terlibat secara

aktif dalam kegiatan di lingkungan maupun di tingkat paroki. Keterlibatan dalam

berbagai kegiatan hidup menggereja hanya terjadi pada awal-awal perkuliahan,

bahkan tiga responden menyatakan bahwa selama belajar di PAK tidak pernah ambil

bagian dalam kegiatan-kegiatan lingkungan dan paroki, kecuali dalam rangka

pemenuhan tugas kuliah.

Selain keterlibatan dalam kegiatan lingkungan dan paroki, dimensi tindakan

juga dilihat dari bentul pelayanan yang akan diberikan bagi umat setelah

menyelesaikan studi. Sebagian besar responden sudah memiliki gambaran kegiatan

yang pasti dilakukan setelah kembali ke kampung halaman. Bidang-bidang yang

perhatian khusus dalam pelayanan adalah bidang katekese dan pembinaan kaum

muda. Sementara responden lainnya sejauh ini belum memiliki gambaran bentuk

pelayanan yang akan diberikan kepada umat.

Secara kualitatif perkembangan dimensi tindakan iman mahasiswa-

mahasiswi Kabupaten Kutai Barat tidak jauh berbeda dengan perkembangan dimensi

afektif. Sebagian besar dimensi tindakan dari iman masih berhenti pada taraf niat,

belum sampai pada aksi nyata.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

e. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman

Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung perkembangan iman

mahasiswa Kabupaten Kutai Barat, penulis mengajukan pertanyaan pokok yang

terkait dengan pendidikan iman dalam keluarga, kegiatan rohani dalam Gereja, PAK

di sekolah dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden menyatakan bahwa

pendidikan iman yang didapatkan dalam keluarga sangat menunjang perkembangan

iman mereka. Pendidikan iman yang terjadi dalam keluarga dalam bentuk

pembiasaan untuk hidup menurut tata cara Kristiani, misalnya berdoa bersama,

mengikuti Misa dan membaca Kitab Suci. Sedangkan bentuk pendidikan iman

dalam keluarga yang dirasakan oleh responden lainnya masih berupa perintah untuk

mengikuti Misa dan kegiatan rohani. Tidak semua responden mendapatkan teladan

cara hidup beriman dari orang tua, karena keterbatasan informasi dan pengetahuan

[lampiran 4: (18)-(19)].

Mengacu pada dokumen Gereja, keluarga adalah tempat perkembangan

iman yang pertama dan utama. Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peran

yang sangat strategis untuk mendidik dan memperkembangkan iman anak-anaknya.

Salah satu dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen menyatakan

bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka

mengabdi Allah sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki

masyarakat serta umat Allah sebagai orang dewasa (Gravisimum Educationis, art.

3). Keluarga adalah tempat penyemaian benih-benih iman. Orang tua hendaknya

memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, sehingga benih-benih iman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

tertanam dalam diri anak-anak mereka dapat berkembang (Gravisimum Educationis,

art. 11).

Kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh paroki juga menjadi faktor

pendukung dalam perkembangan iman para responden. Sebagian besar responden

menyatakan memiliki keinginan yang besar untuk mengikuti kegiatan rohani, tetapi

tidak banyak paroki yang memiliki kegiatan bagi kaum muda. Hampir seluruh

paroki di Kabupaten Kutai Barat mengalami kekurangan tenaga profesional yang

mampu mengurus berbagai macam kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum

muda. Oleh sebab itu tidak heran jika kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada

saat Natal dan Paskah dan kegiatannya hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi

gedung gereja

Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah yang dialami responden

berbeda-beda. Secara umum responden merasa PAK di sekolah dasar (SD) sangat

menyenangkan. Hal ini sangat berbeda dengan PAK di SMP dan SMA, sebagian

besar responden merasa sangat membosankan, bahkan cenderung tidak bermanfaat.

Faktor penyebab kejadian ini adalah kurangnya guru agama yang profesional dan

memiliki hati untuk anak didiknya, sehingga PAK di sekolah dilaksanakan dengan

seadanya saja. Padahal bila bertolak pada dokumen Gereja, sekolah sangat penting

bagi perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan

dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia.

Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang

berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah

masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat (GE, art.

5).

Berdasarkan hasil wawancara hampir seluruh responden terpengaruh oleh

keadaan sekitar. Lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh yang sangat

besar terhadap seorang individu, maka pemilihan lingkungan tempat tinggal sangat

menentukan perkembangan pribadi seseorang (Slameto, 2013: 71). Sebagian besar

responden merasa bahwa selama ini lingkungan tempat tinggal tidak begitu kondusif

bagi perkembangan iman. Hal ini terlihat keterlibatan anggota komunitas lingkungan

tempat tinggal mereka dalam berbagai kegiatan rohani masih sangat kurang

[lampiran 4: (22)-(23)].

Alat komunikasi (smartphone) yang sangat akrab dengan kaum muda

merupakan alat yang dapat menjadi sarana perkembangan iman, tetapi juga bisa

menjadi penghambat. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden

menyatakan bahwa penggunaan smartphone justru menjadi faktor penghambat

dalam perkembangan iman, karena smartphone sering kali lebih menarik dari

kegiatan lainnya. Dengan demikian sebagian besar waktu dihabiskan untuk bermain

smartphone, sehingga waktu untuk belajar maupun hidup rohani sangat sedikit,

bahkan tidak ada [lampiran 4: (23)-(24)].

Berdasarkan hasil wawancara faktor pendukung perkembangan iman yang

ada di Prodi PAK adalah kurikulum PAK yang disusun dengan sangat proporsional

antara materi dan praktik, sehingga mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori, tetapi

juga mengalami praktik secara langsung. Kegiatan-kegiatan kerohanian, misalnya

pembinaan spiritualitas, rekoleksi dan retret yang rutin diselenggarakan oleh Prodi

PAK memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan iman mahasiswa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Selain itu suasana kekeluargaan yang ada dalam lingkungan Prodi PAK juga turut

memberi sumbangan positif bagi perkembangan iman mahasiswa. Hasil wawancara

menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa tidak ada faktor penghambat

yang ada di Prodi PAK terkait perkembangan iman. Faktor penghambat yang ada

lebih banyak muncul dari dalam diri buka dari luar [lampiran 4: (25)].

4. Kesimpulan Penelitian
Dari tiga dimensi iman yang dikemukakan oleh Groome (2010: 81), penulis

menyimpulkan dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang

paling berkembang adalah dimensi kognitif (faith as believing). Dimensi kognitif

atau iman sebagai keyakinan adalah dimensi iman yang menekankan segi

intelektual. Hal ini bertolak dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa para

responden belum mampu untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara

konkret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kognitif mengalami

perkembangan yang cukup signifikan dibandingkan kedua dimensi lainnya

[lampiran 4: (4)-(7)]. Sementara dimensi afektif masih sebatas ungkapan perasaan

(just feeling) yang belum menjadi pengalaman pribadi [lampiran 4: (7)-(13)].

Dimensi tindakan juga tidak jauh berbeda dengan dimensi afektif, wujud konkret

dari iman masih berhenti pada taraf perencanaan atau niat semata, belum sampai

pada tindakan nyata [lampiran 4: (13)-(18)].

Mengacu pada pandangan Fowler yang diungkapkan oleh Groome (2010:

101-102) tahap perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

sebagian besar berada pada tahap sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman masih

ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan kriteria yang dikatakan oleh orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

dalam kelompoknya atau sesuai dengan pemahaman yang populer. Tahap ini

merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan

setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting.

Dalam tahap ini seseorang belum mampu memahami identitas pribadi untuk

membuat keputusan-keputusan yang otonom. Iman dalam tahap ini masih bersifat

“konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan

otoritas yang berada di luar dirinya. Iman belum dijadikan sebagai milik pribadi.

Faktor penghambat yang utama dalam proses perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat adalah tidak ada kebiasaan untuk

merefleksikan pengalaman. Iman akan berkembang jika direfleksikan dan dijadikan

sebagai milik pribadi. Seseorang yang beriman dengan cara ini berada pada tahap

individuatif-reflektif (Cremers, 1995: 160-179).

Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan

berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang

menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala

hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami

dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”,

melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Faktor lain yang juga

mempengaruhi perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

adalah pendidikan iman dari orang tua yang tidak semua mendapatkannya. Kegiatan

rohani yang dialami mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat sangat sedikit.

Selain itu PAK di sekolah belum mampu memberikan sumbangan bagi

perkembangan iman, lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif dan alat

komunikasi yang belum digunakan secara bijak [lampiran 4: (18)-(25)].


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN RETRET

Pada bab III telah dibahas mengenai gambaran perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat, rencana penelitian dan hasil penelitian.

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian pada bab III penulis menyampaikan usulan

kegiatan sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi

Kabupaten Kutai Barat.

Bab IV ini merupakan tanggapan terhadap hasil penelitian. Penulis

mengusulkan kegiatan retret mahasiswa sebagai upaya dalam meningkatkan

perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Bab ini terdiri dari

tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan pemikiran dasar kegiatan, bagian kedua

berupa usulan kegiatan dan bagian ketiga adalah contoh persiapan retret mahasiswa.

A. Pemikiran Dasar Kegiatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat masih berhenti pada taraf kognitif,

belum sampai pada tindakan. Hal ini menegaskan bahwa selama ini seluruh kegiatan

perkuliahan hanya berhenti pada pemahaman dan keinginan semata, belum sampai

pada pemaknaan. Hidup rohani belum menjadi perhatian yang utama dalam

keseluruhan proses studi. Pengaruh dari luar masih menjadi penentu dalam

pengambilan keputusan dalam bertindak, sehingga hidup dijalani sebagai pemenuhan

tuntutan semata. Akibatnya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai

Barat mengalami dis-orientasi dalam proses studi. Dampak yang terlihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

perubahan orientasi ini adalah sulit membedakan antara sarana dan tujuan, bahkan

sering kali sarana dipandang sebagai tujuan.

Permasalahan ini muncul karena seluruh proses studi dan nilai-nilai pokok

yang ditawarkan oleh universitas, fakultas maupun prodi belum direfleksikan serta

diinternalisasikan, sehingga sebagian besar materi maupun pengalaman yang diperoleh

hanya menjadi sebuah informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh

responden tidak lagi memiliki kebiasaan berefleksi. Refleksi sangat penting terlebih

bagi para calon guru agama dan katekis ini, karena hanya melalui refleksi pengalaman

akan menjadi bermakna. Tanpa refleksi seseorang akan kehilangan jati dirinya dan

kehilangan tujuan hidupnya, sehingga hidup hanya dijalani apa adanya. Sebagai

mahasiswa yang mendapat kepercayaan dari pemerintah tentu tujuan utamanya adalah

membaktikan diri bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah adalah masyarakat yang

memberikan kesempatan dan dukungan untuk belajar di perguruan tinggi. Untuk dapat

melayani masyarakat, maka syarat utamanya adalah memiliki kompetensi sebagai

pelayan masyarakat. Dalam konteks mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat

yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik kompetensi tersebut adalah

membantu umat untuk memperkembangkan imannya. Oleh sebab itu sebagai calon

guru agama atau katekis syarat utama untuk melayani umat (masyarakat) adalah

memiliki iman yang mendalam. Menurut Groome (2010: 81) iman mencakup tiga

aspek yakni, kognitif, afektif dan tindakan, maka berbicara tentang iman berarti

berbicara tentang keseluruhan hidup seseorang. Meminjam istilah latin Nemo dat quod

non habet yang berarti kita tidak dapat memberi apa yang tidak kita miliki. Bagi

seorang guru agama atau katekis tidak mungkin mengajarkan tentang iman, sedangkan

dirinya sendiri tidak memiliki iman.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Berdasarkan permasalahan di atas maka retret dipilih sebagai kegiatan yang

membantu para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat untuk semakin

menghayati imannya. Prodi PAK memang selalu menyelenggarakan retret setiap

tahunnya untuk para mahasiswa, tetapi retret tersebut menggunakan model preaching

retreat, yakni retret model ceramah/kotbah. Program retret ini tidak menggunakan

model preaching retreat. Retret ini akan bertolak dari pengalaman peserta dengan

menggunakan langkah life, faith, new life. Melalui retret ini para peserta diharapkan

dapat merefleksikan pengalaman hidup beriman mereka selama ini dalam terang ajaran

Gereja supaya dapat menentukan sikap.

B. Usulan Kegiatan Retret

Dalam merancang usulan kegiatan, penulis menyusun langkah-langkah yang

perlu dipersiapkan dalam retret. Hal ini guna mempermudah dan memperlancar

pelaksanaan retret untuk meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi

Kabupaten Kutai Barat.

1. Tema

Tema umum dalam kegiatan retret ini adalah “Iman Yang Individuatif dan

Reflektif”. Tema ini dipilih untuk membantu para mahasiswa mengenali jati diri dan

tujuan hidup yang sesungguhnya. Melalui tema ini para mahasiswa diajak untuk

melihat kembali pengalaman studi selama 4 tahun terakhir. Dengan merefleksikan

pengalaman selama menempuh studi diharapkan peserta dapat mengendapkan

(menginternalisasikan) pengalaman serta pengetahuan yang diperoleh menjadi

pengalaman yang bermakna dan dapat dibagikan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

2. Tujuan

Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif

3. Peserta

Peserta retret adalah mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi

Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.

4. Tempat dan Waktu

a. Tempat : Wisma USD Penting Sari, Kaliurang

b. Waktu : Desember 2016

5. Bentuk Kegiatan

Kegiatan retret ini dilaksanakan berdasarkan tiga langkah, yakni life, faith and

new life. Peserta akan mengungkapkan pengalaman selama menempuh studi di PAK

dan merefleksikannya dalam terang iman Katolik, kemudian menentukan sikap baru

dalam hidup beriman. Bentuk kegiatan retret ini berupa refleksi pengalaman,

menonton film inspiratif dan penyampaian materi serta menentukan sikap . Retret ini

dilaksanakan dalam suasana yang hening supaya para peserta sungguh-sungguh

merenungkan pengalaman studi selama ini. Pemutaran film dan penyampaian materi

merupakan sarana untuk meneguhkan seluruh kegiatan refleksi yang dilaksanakan.

Pada akhir kegiatan retret ini para peserta mengambil sikap dan mewujudkan hasil

refleksi pengalaman studi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

6. Metode

Metode yang dilaksanakan adalah metode refleksi, penyampaian materi,


sharing, peneguhan dan ibadat.

7. Sarana
a. Multimedia : laptop, proyektor, speaker, pengeras suara

b. Alat musik : gitar dan keyboard

c. Alkitab, madah bakti, buku refleksi pribadi.

8. Tim

Retret ini dipandu oleh tim khusus yang berpengalaman dalam

menyelenggarakan retret serta kerja sama dengan dosen pendamping mahasiswa

beasiswa Prodi PAK-USD.

9. Susunan Acara
Tabel 3
Susunan Acara

Waktu Acara
Hari I : Life
15.00-15.30 Registrasi
15.30-16.00 Snack
16.00-16.30 Pengantar
16.30-18.00 Sesi I :
Pengalaman suka- duka di PAK
18.00-19.00 Makan
19.00-21.00 Sesi II :
Gambaran imanku
Hari II: faith
06.30-07.00 Doa pagi
07.00-08.00 Sarapan
08.00-10.00 Sesi III : Iman yang sungguh berkembang
10.00-10.30 Snack
10.30-12.00 Sesi IV : Sharing
12.00-13.00 Makan siang
13.00-16.00 Istirahat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

16.00-16.30 Snack
16.30-19.00 Sesi V : Menonton Film “Mother Teresa of Calcuta”
19.00-19.30 Makan malam
19.30-21.00 Sesi VI : Sharing mengenai film “Mother Teresa of Calcuta”
Hari III : New Life
06.30-07.00 Doa pagi
07.00-08.00 Sarapan
08.00-09.00 Sesi VII : Menentukan sikap dalam beriman
09.00-10.00 Sharing mengenai sikap/aksi konkret yang akan dilakukan
10.00-10.30 Ibadat penutup
10.30 Sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Tabel 4
Matriks Program

10. Matriks Program

Tema : Menjadi Pribadi Yang Reflektif


Tujuan : Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif.

No Acara Tujuan Materi Metode Sarana Sumber bahan


Hari I : life Mengungkapkan Pengalaman Refleksi - Laptop Pengalaman peserta
pengalaman faktual peserta selama Diskusi - Proyektor
peserta studi di PAK sharing - Soundsystem
Hari II : faith Mengkomunikasikan - Tahap-tahap Informasi - Laptop - Agus, Cremers.
nilai-nilai Tradisi perkembangan Sharing - Proyektor (1995). Tahap -
dan Visi Kristiani iman Penayangan - Soundsystem Tahap
agar lebih mengena - 3 dimensi iman film “Mother Perkembangan
bagi kehidupan - Kebebasan Theresa of Iman. Yogyakarta:
peserta Calcuta” PT. Kanisius
- Groome, Thomas
H. (2010).
Christian Religius
Education.
Jakarta: Gunung
Mulia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

- Setyawan, A,
SJ.(2011). Saat
Tuhan Tiada; dari
cermin Anthony de
Mello, SJ.
Yogyakarta: PT.
Kanisius
Hari III : new Mengajak peserta - Pengalaman Refleksi - Laptop Pengalaman peserta
life untuk menemukan hidup peserta Diskusi - Proyektor
nilai hidup yang - Hasil sharing Sharing - Soundsystem
hendak sesi I dan II
digarisbawahi dan
merumuskan
tindakan nyata
terkait hidup
beriman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II

1. Pemikiran dasar

Pada bagian sesi I dan II peserta telah mengungkapkan dan membagikan

pengalaman suka maupun duka selama belajar di Prodi PAK. Peserta juga telah

melihat kembali bagaimana perkembangan iman mereka selama menempuh studi

di PAK. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah konteks hidup para peserta yang

akan menjadi bahan utama dalam retret ini.

Pada sesi ini peserta diajak untuk belajar dari refleksi para ahli tentang

hidup beriman. Peserta diajak untuk mengkritisi cara hidup beriman mereka

selama ini dan menimba inspirasi dari refleksi para ahli tentang iman.

Perbandingan antara pengalaman dengan refleksi para ahli akan membantu peserta

untuk menjadi seorang Kristiani yang dewasa.

2. Tujuan

Peserta mendapatkan inspirasi tentang iman yang berkembang dan

tergerak hatinya untuk memperbarui hidup berimannya selama ini.

3. Materi

a. Tahap-tahap perkembangan iman

b. 3 dimensi iman

4. Sumber bahan

a. Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

b. Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung

Mulia.

5. Metode

a. Informasi

b. Tanya Jawab

6. Sarana

a. Laptop

b. Proyektor

c. Soundsystem

7. Langkah-langkah sesi III : Gambaran iman yang berkembang

a. Pengantar

Teman-teman yang terkasih pada sesi I dan II kita telah berbagi

pengalaman suka-duka menempuh studi di PAK dan merefleksikan pengalaman

hidup beriman kita selama ini. Teman-teman telah melihat bagaimana

perkembangan hidup beriman teman-teman selama menempuh studi di PAK.

Maka pada kesempatan ini, kita bersama-sama akan mendalami refleksi para ahli

terkait hidup beriman. Harapannya setelah mendalami refleksi para ahli terkait

hidup beriman, teman-teman menemukan ilham atau inspirasi untuk menjadi

seorang Kristiani yang dewasa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

b. Penyampaian materi

1) Iman yang berkembang menurut Fowler

Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler

bahwa tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan

penilaian yang terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan

pribadi memiliki gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masing-

masing tahap. Fowler menyusun tujuh tahap dalam perkembangan iman. Menurut

Fowler gambaran iman yang berkembang berada pada tahap individuatif-reflektif

(21-35 tahun). Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang

mendalam. Orang dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya

yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini

refleksi diri tidak seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui

sikap refleksivitasnya yang tinggi, orang muda mulai mengajukan pertanyaan

kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen

yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat lagi bersandar pada orang lain,

tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara pribadi ideologi, filsafat

dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri

dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini

sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi”

atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan

institusional.

Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan

lain sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

simbol dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan

radikal. Simbol tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan

sebagai sarana yang memuat sejumlah arti tertentu.

Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang

dewasa muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis

semata-mata. Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia

memeriksa satu persatu ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai

meninggalkan hal-hal yang baginya tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu

integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan berusaha memperoleh suatu

pandangan religius pribadi yang baru.

Kepercayaan dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan

individualitas dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya

Yesus, maka pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang

mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi

yang utama, melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh

yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa yang

dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan

mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh Allah yang berkarya dan

mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan

terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995: 160-179).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

2) Iman Menurut Thomas H. Groome

Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman memiliki tiga dimensi,

yakni : 1) iman sebagai keyakinan (faith as believing), 2) iman sebagai

kepercayaan (faith as trusting), 3) iman sebagai tindakan (faith as doing).

Dimensi kognitif dari iman adalah sebuah keyakinan yang teguh terhadap apa

yang diimani dan kemampuan untuk mengkritisi serta memaknai pengalaman

maupun informasi yang diperoleh.

Dimensi afektif dari iman adalah sebuah kepercayaan. Berbeda dengan

dimensi kognitif yang menekankan pengakuan dalam iman, dimensi afektif ini

lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap apa yang ia imani. Dalam

hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang dengan Allah. Karya

penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus menimbulkan kepercayaan,

kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan permohonan dari pihak

manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui doa, baik secara

pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari hubungan kita

dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan bertahan.

Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan ungkapan nyata

dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa orang yang

masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan, Tuhan”,

tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21).

Untuk mencapai iman yang dewasa maka ketiga dimensi ini harus

berkembang secara seimbang. Dengan demikian hidup beriman berarti mencakup

seluruh aspek dalam pribadi seseorang (kognitif, afektif dan psikomotorik). Iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan hidup seseorang, bahkan iman akan

menjadi nyata jika sungguh dihadirkan dalam pengalaman hidup sehari-hari.

c. Refleksi

Teman-teman yang terkasih kita telah mendalami bersama refleksi para

ahli tentang iman. Dalam bagian kita akan diberi waktu untuk merefleksikan

hidup beriman kita selama ini. Untuk membantu kita dalam berefleksi, telah

disediakan beberapa panduan berikut ini :

1. Apa saja kriteria iman yang berkembang ?

2. Apakah selama ini imanku sudah berkembang?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan imanku?

Teman-teman bebas memilih tempat untuk berefleksi dan silakan kembali

berkumpul sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati.

d. Sharing

Setelah kita merefleksikan hidup beriman kita selama ini, sekarang

adalah kesempatan untuk kita saling memperkaya satu dengan yang lain melalui

sharing hasil refleksi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V
PENUTUP

Bab ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian pertama menyampaikan

kesimpulan berdasarkan rumusan permasalahan. Kemudian bagian kedua akan

mengemukakan saran untuk beberapa pihak yang terkait demi perkembangan iman

para mahasiswa-mahasiswi.

A. Kesimpulan

Perkembangan iman menunjuk pada tiga dimensi dalam kehidupan manusia

yakni, kognitif, afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak dapat dihayati secara

terpisah, artinya iman akan berkembang jika ketiga dimensi ini berkembang secara

serentak. Iman yang dewasa adalah iman yang bersifat reflektif dan di dasari oleh

kebebasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan iman mahasiswa-

mahasiswi Kabupaten Kutai Barat rata-rata berada dalam tahap kognitif. Para

mahasiswa ini sebagian besar belum mampu untuk menghayati setiap proses

perkuliahan baik materi ataupun dinamika yang terjadi di dalamnya, sehingga proses

perkuliahan menjadi kegiatan untuk menambah informasi.

Faktor utama yang menyebabkan iman kurang dihayati adalah tidak adanya

kebiasaan refleksi. Tanpa refleksi seluruh proses perkuliahan yang dijalani tidak

akan memiliki makna. Refleksi sangat penting untuk mengendapkan setiap

pengalaman dan informasi yang diperoleh, sehingga semua itu sungguh menjadi

milik pribadi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Retret perlu dilaksanakan sebagai upaya untuk membantu para mahasiswa-

mahasiswi menghayati imannya. Melalui retret ini, para mahasiswa memiliki waktu

dan kesempatan serta suasana yang tepat untuk merefleksikan seluruh pengalaman

studi, sehingga para mahasiswa sungguh memiliki iman yang individuatif dan

reflektif. Iman yang menjadi milik pribadi, bukan lagi iman yang berdasarkan

pendapat orang lain.

B. Saran

Berdasarkan realitas yang ada, penulis menyampaikan beberapa saran

kepada pihak yang terkait sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman

mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat.

1. Bagi Pemerintah Daerah Kutai Barat, supaya mengupayakan kegiatan pertemuan

rutin bagi mahasiswa beasiswa untuk melihat perkembangan sekaligus memberi

motivasi bagi para mahasiswa beasiswa dalam upaya menimba ilmu misalnya,

pertemuan rutin setiap bulan atau setiap akhir semester.

2. Bagi Prodi PAK, supaya lebih mengintensifkan lagi kegiatan refleksi yang

selama ini telah dilaksanakan dan terus memperbarui kegiatan-kegiatan

pendampingan agar tetap relevan dengan para mahasiswa yang terdiri dari

berbagai generasi misalnya dengan menerapkan paradigma pedagogi Ignasian

dalam seluruh mata kuliah.

3. Bagi mahasiswa beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK harus

memiliki jadwal rutin untuk berefleksi dan berdoa agar seluruh proses

perkuliahan dapat dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan, bukan sebagai

kegiatan untuk menambah informasi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Daftar Pustaka
Agus, Cremers. (1995). Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Banawiratma, JB. (1986). Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Chang, William. (2005). Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Krispurwana Cahyadi,T. (2014). Gereja di tengah pergumulan hidup. Bogor:
Mardi Yuana.
Creswell, John. W. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dapiyanta, F.X. (2008). Pendidiakan Agama Katolik Pada Tingkat Dasar.
Yogyakarta: IPPAK-USD.
Darmawijaya, St. (2011). 12 Pola Keluarga Beriman. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Dawson, Catherine. (2002). Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (1990). Sarosantum Consilium
Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung
Mulia.
Koesoema A, Doni. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Konferensi Wali Gereja Indonesia .(1996). Iman Katolik :Buku informasi dan
referensi. Yogyakarta: Kanisius-Obor.
. (2007). Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah.
. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. Bogor: Mardi Yuana.
Iswarahadi, Y.I, SJ. (2003). Beriman dan Bermedia. Yogyakarta: PT. Kanisius.
. (2009). Media DI Era Digital. Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
. (2013). Media Pewartaan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Mangunhardjana, A. (1997). Isme-isme dari A sampai Z. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Mardiatmadja, B.S, SJ. (1985). Beriman Dengan Bertanggungjawab. Yogyakarta:
PT. Kanisius
, (1985). Beriman Dengan Sadar. Yogyakarta: PT. Kanisius
Moelang, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdarkarya.
Nasution, S, M.A. (2002). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung:
Tarsito.
Nikolous, Dkk. (2007). Etnografi: Komunitas Kampung Kabupaten Kutai Barat.
Sendawar: BPPD Kabupaten Kutai Barat dan Center for ethnoecology
reaserch and development.
Panitia Insadha. (2012). Panduan Insadha 2012. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Papo, Jacob. (1989). Pendidikan Hidup Beriman Dalam Lingkup Sekolah.
Yogyakarta: PT. Kanisius
Slameto.(2013). Belajar dan Fakto-Faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Staf Dosen PAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: IPPAK-USD.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Suryabrata, Sumadi. (1982). Perkembangan Individu. Jakarta : Rajawali


Tim Akreditasi Prodi PAK-USD. (2013). Borang Akreditasi Prodi PAK-USD
Wono Wulung, Heryatno. (2008). “Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik Di
Sekolah”.Manuskrip. Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD.
Wono Wulung, Heryatno. (2012). Diktat Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah.
Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD.

Sumber dari internet :


http://www.usd.ac.id/deskripsi.php/ids=br_1650, diakses pada tanggal 22 Februari
2016, pukul 04.30 WIB.
http://www.humaskubar.info/profil/visi-misi-pemkab/, diakses pada tanggal 25
Februari 2016, pukul 21. 40 WIB
http://www.rri.co.id/post/berita/149599/daerah/tenaga_guru_di_kutai_barat_mini
m.html, diakses pada tanggal 25 Februari 2016, pukul 22. 20 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat diakses pada tanggal 18 mei
2016 pukul 16.15
http://www.kubarkab.go.id/sejarah-kutai-barat.html diakses pada tanggal 18 Mei
2016 pukul 17.10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2 : Panduan Wawancara

1. Menurut pengalamanmu selama studi di Prodi IPPAK apakah kamu merasa


imanmu semakin berkembang? Ceritakanlah !
2. Dari tiga dimensi iman (kognitif, afektif dan psikomotorik) dimensi mana
yang menurutmu paling berkembang ? Mengapa demikian ? Yang mana yang
belum ? alasannya ?
3. Berdasarkan pengalamanmu apakah selama Belajar di Prodi menjadikan
kamu semakin bangga sebagai seorang Katolik ? mengapa?
4. Apakah kamu memberi perhatian khusus terhadap hidup rohani selama ini,
misalnya melalui bacaan rohani, bimbingan rohani dan refleksi ? Ceritakanlah
!
5. Menurut pengalamanmu apakah selama studi di Prodi IPPAK semakin
menambah semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi ?
6. Menurut pendapatmu apakah selama ini kamu sungguh merasa bebas dalam
menjalani tanggungjawab sebagai seorang beriman ? Ceritakanlah !
7. Menurut pengalamanmu apakah selama ini kamu sungguh mendengarkan
suara hati ? Bagaimana caranya ?
8. Berdasarkan pengalamanmu sebagai seorang mahasiswa apa yang telah
kamu lakukan sebagai bentuk tanggungjawab? Ceritakanlah !
9. Apakah selama ini kamu ambil bagian dalam kegiatan rohani di lingkungan ?
ceritakanlah !
10. Apakah kamu memiliki gambaran tentang bentuk atau model pelayanan yang
akan kamu berikan untuk umat/masyarakat di daerah asalmu ? jelaskanlah!
11. Bagaimana proses pendidikan iman yang ada dalam keluaragamu?
Ceritakanlah !
12. Kegiatan rohani apa saja yang pernah kamu alami ? ceritakanlah!
13. Bagaimana suasana pelajaran agama Katolik yang kamu rasakan sewaktu
masih sekolah ? Ceritakanlah !
14. Apakah suasana masyarakat sekitar tempat tinggalmu mendukung
perkembangan iman? Ceritakanlah !
15. Apakah selama ini kamu memanfaatkan sarana komunikasi (media sosial,
internet) untuk menunjang perkembangan imanmu ? ceritakanlah!

(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3 : Identitas Responden

No. Nama Jenis Kelamin Kode

1. Sesilia Perempuan R1
2. Kristina Verawati Perempuan R2
3. Natalia Yustika Perempuan R3
4. Maria Dolorosa Tonis Perempuan R4
5. Klaudius Himang Laki-Laki R5
6. Christina Lunau Jalung Perempuan R6
7. Maria Fransiska F. Radja Perempuan R7
8. Antonius Kerung Laki-Laki R8
9. Martalina Perempuan R9
10. Agustina Havui Batoq Perempuan R10
11. Yohana Susmi Perempuan R11
12. Deodatus Asri Biantoro Laki-Laki R12

(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4 : Transkrip wawancara

1. Kognitif
a. Perkembangan iman selama studi di PAK
R1 Selama kuliah di PAK saya merasa ada peningkatan iman saya, jika
dibandingkan dulu sebelum masuk PAK. Perkembangan tersebut memang tidak
konstan, ada saat-saat tertentu juga merasa malas.

R2 Secara pribadi sekarang merasa lebih baik dibandingkan dulu, sebelum masuk
PAK saya sempat menyalahkan Tuhan karena keadaan hidup yang saya alami
(suasana keluarga, status sosial, ekonomi,dll). Namun sekarang saya menyadari
bahwa. Tuhan punya rencana terhadap hidup saya meskipun hidup saya berantakan
dan rencana Tuhan untuk hidup saya ini sangat saya syukuri.

R3 Merasa semakin berkembang, dulu sebelum masuk PAK ke gereja hanya


sebagai formalitas, terlebih dulu bapakku adalah ketua umat maka mau ga mau aku
harus rajin ke gereja. Tapi sekarang sudah beda.

R4 Menurut saya iman itu adalah hidup doa. Saya merasa iman (hidup doa) saya
selama studi PAK lebih baik dibandingkan dengan dulu sebelum saya di PAK. Di
sini saya cukup sering berdoa dan mengikuti kegiatan-kegtiatan rohani, dulu saya
tidak pernah tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini.

R5 Sebelum masuk PAK merasa sangat asing dengan agama, tidak ada perhatian
khusus terhadap perkembangan iman. Selama di PAK banyak belajar tentang iman
dan terlibat dala, kegiatan perkembangan iman.

R6 Setelah belajar di PAK saya merasa iman saya berkembang, terutama dalam
relasi dengan sesama. Sebelum kuliah saya kira iman hanya sebatas pergi ke gereja,
tetapi setelah studi di PAK ternyata iman sangat luas, bahkan justru lebih banyak
ditemukan dalam dinamika hidup bersama, ke gereja hanya salah satu aspek dari
iman. Iman menjadi nyata ketika dilakukan. Kedua adalah penyerahan diri pada
Tuhan lebih terasa mendalam setelah belajar di PAK.

R7 Saya merasa semakin berkembang, terutama ketika mengikuti ret-ret saya


merasa sungguh dekat dengan Tuhan. Dulu saya hanya sebatas menajalani
kewajiban agama.

R8 Saya merasa cukup berkembang meskipun tidak signifikan, dulu saya merasa
ragu-ragu akan apa yang
saya imani. Tetapi sekarang saya merasa lebih yakin kalau Tuhan itu ada dan
percaya akan pertolongan Tuhan dalam hidup ini.

(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R9 Saya merasa semakin berkembang dan lebih baik bila di bandingkan dengan
awal-awal studi. Dulu tidak terlalu peduli dengan kegiatan rohani, terutama misa,
tapi sekarang jika tidak misa ada sesuatu yang hilang.

R10 Aku merasa iman berkembang meskipun masih naik turun, menurutku iman
itu kepercayaan dan karunia yang diberikan Tuhan. Pengalaman dari PAK yang
penuh pergulatan membuat saya semakin tahu dengan apa yang saya imani dan
pengetahuan ini membuat saya semakin percaya.

R11 Saya merasa semakin berkembang, karena semakin hari saya semkin percaya
rencana Tuhan dan mampu memaknai setiap pergulatan hidup saya, terlbih
pengalaman kehilangan ibu saya.

R12 Saya merasa iman saya cukup berkembang, terlebih ketika saya mengalami
sakit yang serius. Melalui Pengalaman ini saya menyadari bahwa hidup
mempunyai makna dan perlu terus untuk dimaknai. Saya menyadari semua ini,
karena dinamika perkuliahan di PAK. Sebelum kuliah di PAK saya tidak pernah
berpikir bahwa setiap harus dimaknai, bahkan dulu saya sangat jarang mengikuti
misa, karena tidak tahu makannya bagi hidupku.

b. Dimensi iman yang berkembang


R1 Selama kuliah di PAK saya mendapat begitu banyak pengetahuan akan apa yang
saya alami, ketiga dimensi iman ini sudah diupayakan untuk berkembang, namun
dalam prakteknya masih belum maksimal. Menurut pengalaman saya dimensi iman
yang paling berkembang selama kuliah di PAK adalah segi afektif, karena sangat
mudah merasa iba dengan penderitaan orang lain, terlebih lagi kuliah di PAK
mengasah kepedulian saya. Yang masih kurang adalah tindakan sering kali saya
hanya berhenti pada simpati tidak sampai melakukan sesuatu, karena kadang saya
tidak tahu harus berbuat apa terhadap penderitaan orang lain.

R2 Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif saya lebih berkembang
selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya alami dan suara hati
membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek dan memaknai
persoalan tersebut, tidak lagi sempit.Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi
kognitif, bagi saya pengetahuan tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya
pelajari.

R3 Saya rasa yang paling berkembang adalah segi afektif, dulu saya tidak dekat
dengan orang tua dan selalu menghindar dari orang tua, tapi dari PAK saya belajar
untuk mengolah rasa itu dan sekrang menyadari bahwa orang tua sebenarnya
mengasihi saya.Yang paling kurang adalah tindakan, faktor penyebab utamanya
adalah rasa malas dari dalam diri sendiri, faktor lain yang juga mempengaruhi
adalah teman sehari-hari.

(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R4 Dimensi yang berkembang adalah segi hati, saya merasa kuliah di PAK
menjadikan saya semakin peka dan peduli terhadap orang lain. Sering ada teman-
teman yang pinjam uang, meskipun saya juga butuh tapi saya sering memberikan,
karena mereka lebih membutuhkan. Yang masih kurang adalah segi kognitif,
karena selama ini saya masih kurang baca.

R5 Dari tiga iman yang paling menonjol adalah kognitif, karena selama 4 tahun
belajar tentang agama yang otomatis membuat saya banyak tahu tentang iman.
Yang paling kurang adalah psikomotorik atau dimensi tindakan, hal ini dikarenakan
menjalin relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri sendiri. Faktor lain yang juga
mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada yang terlibat di lingkungan.
Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke lingkungan hanya karena ada
tugas.

R6 Menurut pengalamanku dimensi iman yang paling berkembang adalah dimensi


afektif. Karena sebelum di PAK saya tidak pernah peduli dengan hidup orang lain,
tetapi pengalaman di PAK menyadarkan saya bahwa banyak sekali yang terlibat
dalam hidupku dan aku rasa ini adalah perkembangan iman yang aku rasakan. Yang
dirasa kurang berkembang adalah aspek tindakan, masih sulit mewujudkan iman.
Terutama keterlibatan dalam komunitas iman, alasannya karena hidup di
lingkungan baru, tidak mengerti bahasa dan tidak ada yang memebri teladan. Kalo
dalam bidang sosial saya rasa selama ini sudah cukup diusahakan. Masalah yang
utama ini muncul dari dalam diri.

R7 Dari tiga dimensi ini saya merasa dimensi yang paling berkembang adalah
tindakan, karena saya merasa kuliah di PAK semakin menggerakan saya untuk
membantu orang lain. Terlebih karena saya sendiri pernah mengalami situasi yang
sulit dan saya bersuaha semampu saya untuk membantu teman yang mengalami
kesulitan. Dimensi yang kurang berkembang adalah dimensi afektif, saya belum
mampu mengolah hati dengan bijaksana, penyebabnya adalah dari dalam diri
sendiri. Dari pihak kampus sudah cukup membantu, namun saya masih belum
mampu.

R8 Selama kuliah di PAK saya merasa suara hati saya semakin berkembang,
terlebih ketika dihadapkan dengan niat-niat jahat saya mendapat bisikan dan
masukan dari dalam (suara hati). Suara hati ini berkembang karena kebiasaan di
PAK untuk berefleksi. Yang masih kurang adalah tindakan, kadang kita tahu untuk
melakukan hal baik, tetapi untuk menjalankan niat baik tersebut sangat susah
karena tidak sanggup menanggung risiko, malas, dll

R9 Saya merasa aspek yang paling berkembang adalah tindakan, karena saya
merasa ketika kuliah di PAK saya semakin ringan tangan dan rela membantu

(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesulitan orang lain. Yang dirasa masih kurang adalah dimensi afektif, karena saya
sangat mudah terpengaruh omongan orang dan cenderung mengabaikan suara hati.
R10 Menurut pengalaman saya selama studi di PAK dimensi iman yang paling
berkembang adalah dimensi tindakan, ketika saya liburan pulang kampung, dulu
saya tidak pernah memimpin ibadat, tetapi setelah studi di PAK saya lebih berani
untuk bertindak. Yang masih kurang berkembang adalah aspek afektif, relasi saya
dengan Tuhan, saya sering mengingat Tuhan di saat butuh saja, saya menyadari apa
yang saya lakukan, faktor penyebab yang paling utama adalah rasa malas.

R11 Saya merasa dimensi afektif yang paling perkembang, karena saya merasa saya
mulai mampu memaknai pengalaman hidup. Yang masih kurang adalah dimensi
tindakan, karena saya sulit untuk memaafkan, faktor utamanya adalah kerelaan
untuk berbuat baik bagi sesama masih sangat sulit saya lakukan.

R12 Menurut pengalaman saya selama ini dimensi iman yang paling berkembang
adalah dimensi afektif. Sekali lagi ini karena pengalaman ketika saya jatuh sakit.
Ketika sakit saya sungguh merasa bahwa Tuhan sungguh dekat dan selalu
membantu saya dalam proses penyembuhan, sekrang saya sembuh serta bsia
melanjutkan kuliah lagi. Ketika kuliah di PAK saya menyadari relasi saya dengan
Tuhan semakin terasa nyata. Yang masih kurang adalah tindakan, selama ini saya
banyak belajar dan menghayati nilai-nilai agama Katolik, namun masih sangat sulit
untuk mempraktekannya, karena rasa malas dan belum memiliki niat yang cukup
untuk bertindak.

2. Afektif
a. Bangga menjadi Katolik
R1 Sebelum kuliah di PAK saya mersa bangga menjadi orang Katolik ditambah
pengetahuan kulih tentang agama Katolik saya menjadi semkin memahami agama
Katolik, kendati aktif di Gereja. Sekarang saya banyak tahu dan semakin bangga.

R2 Saya bangga, karena saya kagum dengan sistem hirarkis gereja dan di PAK saya
memperoleh banyak pengetahuan tentang ini. Selain itu saya juga bangga dengan
pelayanan yang diajarkan oleh agama Katolik, terlebih kesaksian hidup di tengah
masyarakat.

R3 Dulu memang Katolik hanya formalitasnya saja, tapi sekarang saya bangga
menjadi Katolik dan tidak ragu lagi, belajar di PAK semakin menegaskan bahwa
Katolik adalah agama pilihan saya yang benar. Memang pernah terlintas untuk
pindah agama dan merasa kering dengan ritus agama Katolik, sehingga harus
mencari ke gereja lain, tapi dengan ini malah saya semakin bangga dengan Katolik.

(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R4 Saya bangga menjadi Katolik, pertama semua keluarga saya menjadi Katolik.
Dari PAK saya belajar bahwa Katolik sangat terbuka dan menghargai agama orang
lain, ini yang menjadikan saya sangat bangga menjadi Katolik.

R5 Merasa sangat bangga, karena ternyata menjadi Katolik banyak hal yang dapat
dilakukan. Katolik sangat menekankan kasih yang menggugah saya untuk berbagi.
Inilah yang membuat saya bangga

R6 Saya merasa sangat bangga, karena Katolik menghantar saya untuk merasakan
kehadiran Tuhan. Melalui agama Katolik saya menjadi tahu bahwa beriman tidak
hanya sebatas mampu bernyanyi atau main musik.

R7 Setelah kuliah di PAK saya semakin bangga dengan Katolik, terlebih karena
saya berasal dari keluarga Katolik yang fanatik. Perjumpaan dengan teman-teman
yang berasal dari pulau dan suku lain yang juga beragama Katolik menjadikan saya
bangga, karena ternyata orang Katolik juga banyak dan bermacam-macam suku.

R8 Saya merasa sangat bangga, karena sebelum kuliah di PAK saya tidak banyak
pengetahuan tentang agama, terlebih ketika sma saya tidak memiliki guru agama
dan agama lain selalu punya kegiatan yang tampaknya menyenangkan, saya mersa
iri karena Katolik tidak punya. Tapi setelah saya kuliah di PAK ternyata Katolik
juga punya banyak kegiatan rohani, hanya saja belum dilaksanakan.

R9 Saya semakin bangga, karena melalui studi di PAK saya semakin banyak
pengetahuan akan agama Katolik dan mengenal lebih dalam agama Katolik, agama
Katolik adealah agama yang baik bagi saya dan belum pernah terpikirkan untuk
pindah agama.

R10 Saya sangat bangga dan saya yakin menjadi Katolik. Saya Katolik bukan
karena saya terlanjur di baptis menjadi orang Katolik, tetapi karean memang
Katolik telah menjadi jati diri saya dan saya merasa Katolik adalah diris saya. Yang
saya banggakan dari Katolik adalah sikap toleransinya.

R11 Saya sangat bangga, karena melalui agama Katoliklah saya belajar untuk
memaknai hidup dan mengenal Tuhan. Agama Katolik memberikan saya banyak
kesempatan, misalnya untuk belajar dan membentuk kepribadian saya.

R12 Saya merasa bangga, karena di kampung halaman saya agama hanya sebatas
formalitas semata, terlebih kampung saya masih sangat kental dengan kepercayaan
lokal, sehingga agama bukan di pandang sebagai jati diri, tetapi hanya pelengkap
saja. Keadaan ini memotivasi saya untuk memahami Katolik lebih dalam dan
menggugah niat saya untuk membangun serta menghidupakan keKatolikan di
kampung saya.

(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Memiliki kebebasan
R1 Saya masih sering merasa terpaksa menjalani tanggungjawab saya, terlebih
ketika saya merasa jenuh dan lelah menjalani tanggungjawab sebagai mahasiswa.
Tapi dalam saat tertentu saya menjalani tanggungjawab saya dengan ikhlas hati dan
tanpa ada paksaan dari luar.

R2 Selama ini saya menjalani tanggup jawab sebagai orang beriman misalnya
berdoa dll sungguh karena kesadaran dan dorongan hati saya sendiri. Tetapi ketika
belajar di kampus saya sering merasa terpaksa dan melakukan hanya demin ujian.

R3 Kalau mengikuti misa saya sudah merasa bebas, tetapi untuk ikut kegiatan
rohani, misalnya di lingkungan masih sering terpaksa dan ikut orang lain, di
lingkungan juga masih bingung mau buat apa dan haru bagaimana, karena masih
takut di cap macam-macam oleh umat, misalnya sok rajin, dsb.

R4 Selama ini saya melakukan tanggungjawab saya sungguh dari hati tidak ada
intervensi dari pihak luar, misalnya kalau saya memang niat saya akan
melakukannya. Misalnya, pada saat KBP saya sering misa pagi dan rumah tempat
saya tinggal sampai sekarang ikut misa pagi.

R5 Selama ini sudah merasa bebas dalam bertindak, ketika mengikuti misa tidak
lagi karena perintah orang lain, tetapi karena kerinduan yang sungguh lahir dari
dalam hati saya.

R6 Selama menjalani studi di PAK, saya semakin merasa dimurnikan dan merasa
ini semua adalah campur Tangan Tuhan, sehingga apapun yang aku lakukan
sungguh lahir dari kebabasan hatiku, bukan lagi karena keterpaksaan dan intervensi
dari luar seperti sebelum kuliah di PAK.

R7 Kalau terkait dengan hidup rohani saya sungguh melakukannya dengan bebas
dan dari dalam lubuk hati. Tetapi kalu terkait perkuliahan, memang awalnya ada
rasa terpaksa, tapi sekrang sudah tidak lagi.

R8 Sekarang saya merasa sungguh melaksanakan tanggungjawab saya sebagai


sebagai orang beriman dari dalam hati. Beda ketika waktu masih sekolah, saya ke
gereja hanya untuk terlihat rajin dan cari teman.
Terkait dengan perkuliahan saya juga tidak ada merasa terpaksa, hanya kdang malas
dan jenuh.

R9 Saya merasa sangat bebas ketika mengikuti misa, tidak ada paksaan, karena
sungguh lahir ddari dalam hari, tapi untuk kegiatan rohani lain misalnya, kegiatan
lingkungan saya masih bmerasa sangat terpaksa untuk mengikutinya.

(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R10 Saya masih sering melakukan tanggungjawab saya berdasarkan tuntutan


semata, misalnya pengalaman liburan kemarin, sebenarnya saya malas tapi karena
saya adalah guru agam maka saya harus ikut misa tiap minggu.
R11 Untuk misa saya memang menyiapkan hati dengan sungguh-sungguh tanpa
ada paksaan dari pihak luar, untuk kegiatan rohani lain saya masih melakukan
sesuai mood saya.

R12 Selama ini saya merasa cukup bebas untuk melaksanakan kewajiban saya
sebagai orang beriman, misalnya misa. Namun, ada saat-saat tertentu saya juga
merasa malas dan terpaksa melakukan kewajiban tersebut. Tetapi selama kuliah di
PAK saya merasa lebih banyak bertindak dengan kebebasan tanpa intervensi dari
luar, terlebih ketika menjalankan kewajiban hidup beriman, msialnya misa.

c. Mendengarkan suara hati


R1 Saya sering sekali, terutama terkait dengan panggilan hidup saya sebagai
seorang katekis. Dinamika di PAK bersama teman-teman dan suasana sering kali
membuat saya tidak yakin dengan pilihan saya, tetapi hati saya selalu berbisik untuk
tetap bertahan dan mensyukuri apa yang ada. Inilah cara saya untuk mendengar
suara hati, yakni dengan merenung dan berdoa.

R2 Iya tentu (idem No. 2) Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif
saya lebih berkembang selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya
alami dan suara hati membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek
dan memaknai persoalan tersebut, tidak lagi sempit.
Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi kognitif, bagi saya pengetahuan
tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya pelajari.

R3 Saya sering bergulat dalam hati, tetapi sering kali saya abaikan dan tidak peduli
dengan suara yang berbisik.

R4 Selama ini saya sering melawan, biasanya terjadi ketika saya mau mengerjakan
tugas dan dihadapkan tawaran lain (jalan, main HP) dan saya cenderung memilih
untuk tidak mendengarkan suara hati.Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya
flashback kembali pengalaman hidup.

R5 Selama ini saya tidak begitu mendengarkan suara hati, memang pergulatan
tersebut ada dalam hati saya, tetapi saya cenderung mengabaikannya. Misalnya
ketika mengakses internet, saya lebih sering mengakses situs porno, padahal bisikan
dalam hati saya melarang.

R6 Selama ini saya merasa suara hati adalah suara yang selalu memberi
pertimbangan dalam hati ketika mengahadapi suatu permasalahan. Baru-baru ini
saya ada masalah dengan ibu saya, suara hatilah yang mendorong saya untuk

(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meminta maaf dan melawan ego saya. Biasanya untuk mempertimbangkan suara
hati saya melihat dampak dari keputusan yang akan saya ambil dan mencari yang
terbaik dengan demikian meskipun berat saya mampu mendengarkan suara hati.

R7 Saya merasa masih belum bisa mendengarkan suara hati, karena masih sulit
mengelola hati/perasaan. Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya merenung.

R8 Persolaan terkait suara hati yang paling besar adalah ketika saya kehilnagan
ayah saya saat tengah mengikuti ujian akhir semester. Saya sudah merasa sangat
gelap dan ingin memutuskan untuk pulang dan tidak melanjutkan ujian, tetapi suara
hati saya berbisik lain, toh meskipun saya pulang juga tidak ada yang dapat saya
lakukan. Akhirnya saya memutuskan untuk bertahan dan menyelesaikan dulu ujian
akhir semseter, mekipun demikian penyesalan-penyesalan dan keinginan untuk
pulang masih sangat besar. Dalam pengalaman ini saya merasa suara hati sungguh
saya dengarkan dan memabntu saya untuk bertahan.

R9 Saya sering bergulat dengan rasa malas, sering kali suara hati saya abaikan,
karena tawaran dari luar lebih menyenangkan. Untuk mendengarkan suara hati saya
harus memaksakan diri untuk melawan rasa malas yang muncul dari dalam diri.

R10 Selama ini saya sering bertentangan dengan suara hati, sering kali saya
mengabaikan suara hati terlebih ketika menghadapi rasa malas. Sangat berta untuk
dapat mengikuti suara hati.

R11 Saya sering mendengrakan suara hati, tapi suara hati sering saya abaikan.
Namun akgir-akhri ini saya sungguh mendengarkan suara hati, terutama ketika
kehilangan ibu saya, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan studi, tapi suara
hati saya terus berbisik untuk tetap melanjutkan studi karena walaupun ibu sudah
tidak ada dia akan bahagia bila saya bisa menyelesaikan studi saya. Akhir-akhir ini
suara hati lebih dominan.

R12 Selama ini saya selalu merasa ada pertimbangan dalam hati saya, terutama
dalam pengalaman kuliah. Saya selalu berusaha untuk mendengarkan suara hati,
meskipun berat. Biasanya saya memaksakan diri dan mengalahkan ego pribadi
untuk mendengarkan suara hati.

d. Bertanggungjawab
R1 Tanggungjawab yang saya lakukan dari segi akademik saya sudah memenuhi
harapan dan target yang ditentukan pemerintah. Sekarang masih ada
tanggungjawab yang harus saya lakukan yakni menyelesaikan skripsi.

R2 Menurut saya kegiatan yang saya lakukan sebagai bentuk tangungjawab saya
bagi pemerintah adalah belajar public speaking dan sayarasa hanya itu.

(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R3 Selama ini yang saya lakukan sebagai tanggungjawab sebagai mahasiswa adalah
belajar dengan baik dan mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan kepanitian.
Sebagai mahasiswa beasiswa saya menggunakan uang yang diberikan oleh
pemerintah sesuai dengan tujuan uang tersebut.

R4 Belajar dengan baik dan tidak membuat masalah.

R5 Tanggungjawab yang saya lakukan sebagai mahasiswa selama ini hanya


mengikuti salah satu kegiatan kampus yakni, paduan suara pradnyawidya dan
tugas-tugas koor. Tapi tugas yang esensi misalnya, terlibat aktif di lingkungan
masih belum.

R6 Yang saya berikan selama ini sebagai bentuk tanggungjawab seorang


mahasiswa adalah mencoba memberikan yang terbaik, misalnya mendapatkan nilai
yang baik dan diatas standar yang diberikan pemerintah.

R7 Yang sudah saya lakukan yakni belajar dan memenuhi target pemerintah (IPK).
Selain itu mengembangkan pribadi melalui kegiatan-kegiatan kampus. kalau
sekarang yang saya lakukan adalah menyelesaikan skripsi.

R8 Yang sudah saya lakukan adalah memenuhi tuntutuan yang diberikan oleh
pemerintah dan berusaha untuk tidak dibawah standar yang di tentukan oleh
pemerintah. Meskipun kadang cukup berat, tapi tetap saya usahakan.

R9 Menyelesaikan kuliah, meskipun agak telat. Mengikuti seluruh perkuliahan.

R10 Menjaga nama baik pemerintah dan universitas dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar peraturan. Selain itu saya ikut beberapa kegiatan
organisasi di Prodi maupun universitas.

R11 Kuliah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai berhenti tengah jalan


meskipun berat rasanya, menyelesaikan skripsi.

R12 Menurut pengalaman saya bentuk tanggung jawab yang saya lakukan sebagai
mahasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan hingga akhir. Meskipun saya pernah
sakit dan hampir tidak bisa melanjutkan kuliah, tetapi saya berusaha untuk tetap
melanjutkan sebagai tanggungjawab saya sebagai mahasiswa.

(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Psikomotorik
a. Waktu khusus untuk hidup rohani
R1 Ridak ada waktu khusus yang disediakan secara rutin, tetapi selalu ada waktu
khusus yang saya sediakan untuk mengasah hidup rohani saya, terlebih ketika ada
masalah. Yang paling sering dan rutin dilakukan hanya doa sebelum tidur.
Kalau refleksi dulu awal-awal kuliah saya rajin berefleksi, tetapi sekarang malah
hilang, karena banyak kegiatan dan kesibukan.

R2 Tentu, saya biasanya menyediakan waktu 15 menit sebelum bangun pagi,


namun akhir-akhir ini jarng saya lakukan. Saya selalu membaca Kitab Suci dengan
metode rema yakni semacam bisikan saat berdoa, tidak mengikuti kalender liturgi.
Kebiasaan ini saya dapatkan semenjak SMA ketika mengikuti pelayanan dari GBI.
Bacaan rohani yang saya baca biasanya kesaksian-kesaksian. Refleksi tidak ada.

R3 Waktu yang disediakan khusus setiap hari belum ada, selama ini hanya sebatas
doa pribadi saja. Refleksi belum ada sama sekali.

R4 Awalnya saya rajin berdoa dan baca bacaan rohani, namun akhir-akhir ini kamar
saya sering dijadikan sebagai tempat untuk nongkrong, maka otomatis kebiasaan-
kebiasaan saya menjadi terganggu dan lama-kelamaan tidak dijalani lagi.
Refleksi juga sudah sangat jarang, hanya awal-awal kuliah saja. Paling banyak yang
saya lakukan adalah merenung sebelum tidur.

R5 Yang masih dilakukan hanya doa pribadi, yang lainnya tidak ada lagi, hanya
ketika awal-awal kuliah saja, terlebih refleksi yang sudah tidak lagi dilakukan. Dulu
selalu ada waktu khusu yang luangkan untuk membina hidup rohani dengan
refleksi. Faktor yang utama adalah “kenyamanan”, semua fasilitas sudah tersedia,
terlebih sekarang sudah punya akses internet wi-fi yang menyita begitu banyak
waktu. Smartphone juga memberikan tawaran yang sangat menarik, sehingga
sangat sulit untuk lepas dari smartphone, bahkan begitu bangun tidur smartphone
adalah benda pertama yang di sentuh.

R6 Kalau waktu yang rutin, tidak ada, hanya biasanya doa sebelum tidur.
Saya sering berefleksi tapi dengan cara yang berbeda dari refleksi seperti biasanya.
Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan dalam keluarga saya langsung
merefleksikan pengalaman tersebut dan mencari maknanya. Melalui pengalaman
refleksi seperti ini saya merasa jauh lebih baik. Tidak ada waktu khusus yang
disediakan untuk berefleksi, hanya pada saat-saat tertentu.

R7 Selamam ini tidak ada waktu yang rutin yang saya siapkan, hanya saat-saat
tertentu, misalnya ketika ada masalah. Untuk refleksi saya lakukan saat awal kuliah
dan sekarang sudah jarang. Saya biasanya menulis di buka pengalaman sehari-hari,
dimakani lalu disykuri. Semenjak semester V semua ini sudah jarang.

(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R8 Kalau waktu khusus yang rutin belum ada, hanya waktu-waktu tertentu saja.
Tetapi selalu saya usahakan untuk menyediakan waktu untuk hidup rohani,
meskipun tidak setiap hari.

Dulu sebelum semeseter 7 saya sangat rajin untuk berefleksi dan merenungkan,
terutama saat banyak persoalan. Hanya saja sekarang malah jarang.

R9 Saya selalu menyediakan waktu khusus untuk kehidupan rohani, tapi hanya
untuk berdoa dan membaca Alkitab. Kalau refleksi belum sama sekali saya lakukan.

R10 Saya tidak punya waktu khusus utnuk hidup rohani, yang sering dilakukan
paling doa rosario dan baca Kitab Suci tapi tidak rutin. Refleksi masih sangat
jarang, karena selama ini selalu sibuk dengan diri sendiri.

R11 Saya tidak ada waktu khusus untuk kehidupan rohani, hanya sebatas doa dan
merenung, tapi untuk refleksi dan bacaan rohani masih belum dilakukan.

R12 Selama ini saya hanya sebatas berdoa, namun tidak ada waktu khusus yang
secara rutin saya siapkan. Refleksi masih belum saya lakukan, karena sangat sulit
untuk memulai.

b. Memiliki semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi


R1 Ketika awal saya memang sulit menyesuaikan dan tidak begitu semangat untuk
mengikuti misa, tetapi setelah berefleksi akan makna panggilan dan keberadaan
saya maka semangat itu tetap muncul untuk ikut setiap hari minggu, hanya saja
misa harian masih sulit.

R2 Sebenarnya kuliah di PAK menambah semangat saya untuk misa, tapi karena
keterbatasan alat transportasi jadi saya sering tidak ke gereja. Begitu pula dengan
kegiatan lingkungan.

R3 Saya baru-baru ini semangat untuk mengikuti misa, terlebih ketika ada
pengalaman diaman saya merasa Tuhan sungguh dekat dan tanpa sadar saya
menitikan air mata. Studi di PAK memang perlahan menambah semangat dan
kesadaran saya untuk mengikuti misa.

R4 Kuliah di PAK membuat saya semakin semangat utnuk ikut misa, terlebih
karena tuntutan panggilan saya sebagai guru agama. Tuntutan inilah yang
menjadikan saya semakin semangat ikut misa.

(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R5 Studi di PAK tidak serta merta memberi pengaruh yang signifikan terhadap
semngat semangat untuk mengikuti misa. Selama ini mengikuti misa masih bersifat
musiman, kadang semangat kadang tidak.

R6 Saya merasa lebih semangat, karena dengan studi di PAK saya menjadi banyak
mengetahui tentang perayaan Ekaristi dan maknanya bagi hidup saya. Tidak lagi
seperti dulu, ke gereja hanya untuk menjalani kewajiban semata.

R7 Jujur saya selama di PAK malah lebih malas bila dibandingkan dengan saat saya
di rumah. Entah apa alasanya, mungkin karena semakin dekat dengan Tuhan
semakin banyak godaan.

R8 Saya merasa malah semakin hari semakin tidak semangat, beda dengan dulu.
Karena sekarang tahu bahwa kalu misa dengan hati terpaksa sebenarnya sia-sia.
Tetapi ketika di kampung ada kerinduan yang amat dalam untuk mengikuti misa.

R9 Selama studi di PAK saya merasa semangat untuk mengikuti ekaristi dan
kegiatan rohani mengalami kemunduran, dulu saya sangat rajin dan tidak ada
bolong sama sekali, tapi sekarang sering bolong-bolong.

R10 Selama studi di PAK saya merasa semangat utnuk mengikuti Misa sangat
berkurang drastis, dulu saya sangat dekat dengan kegiatan-kegiatan rohani. Tetapi
setelah masuk di PAK dengan banyaknya tugas saya tidak rajin seperti dulu lagi,
meskipun saya menyadari semua itu.

R11 Saya merasa sekarang menjadi lebih semangat karena dulu saya jarang ke
gereja, tapi sekarang rutin meskipun hanya hari minggu, misa harian masih jarang.

R12 Kuliah di PAK memang tidak serta merta menambah semangat untuk
mengikuti misa, tetapi memang ada perubahan yang saya dalam diri saya. Sebelum
kuliah di PAK saya tidak merasa bahwa misa adalah hal yang penting, tetapi ketika
kuliah di PAK saya menyadari bahwa misa sangat berarti bagi kehidupan beriman
dan kesadaran inilah yang menggugah saya untuk mengiktui misa.

c. Terlibat dalam kegiatan paroki atau lingkungan


R1 Saat peretngahn kuliah saya sering terlibat dalam komunitas-komunitas rohani
di gereja. Tapi sekarang ini sudah tidak pernah lagi, karena banyak kegiatan kampus
dan kesibukan lain. Kalau di lingkangan dulunya aktif, tapi karena hanya saya
sendiri yang ikut dan teman lain sering ditanyakan saya merasa tidak nyaman dan
terbebani ketika ditanya kemana teman lain. Hal ini membuat saya membutuskan
untuk tidak terlibat.

(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R2 Iya pernah ambil bagian dalam kegiatan lingkungan misalnya bulan maria,
bulan kitab suci, hanya tidak rutin. Namun saya belum tahu nama lingkungan dan
ketua lingkungan.

R3 Tidak sama sekali, faktor utamanya memang dari dalam diri, yakni pikiran
negatif dari dalam diri. Teman asrama juga mempengaruhi, karena semua tidak ada
yang akftif jadi otomatis saya merasa tidak masalah untuk tidak iktu kegiatan
lingkungan.

R4 Kalau di lingkungan temapt tinggal sanagt jarang, kalau koor di paroki lain saya
cukup sering akhir-akhir ini.

R5 Tidak sama sekali, karena tidak ada relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri
sendiri. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada
yang terlibat di lingkungan. Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke
lingkungan hanya karena ada tugas

R6 Kalau di lingkungan tempat tinggal saya jarang terlibat, tetapi di paroki biasanya
saya terlibat sebagai anggota koor dan lektor. Paling sering adalah sebagai lektor,
karena saya merasa memiliki kemampuan di bidang lektor dan saya bisa
memberikannya untuk melayani.

R7 Lumayanlah, kegiatan yang saya sering ikuti misalnya sembayangan, peseta


nama, koor. Kalau di paroki pringwulung saya menjadi pedamping PIA.

R8 Tidak begitu rutin, hanya kadang-kadang misalnya sembayangan, koor.

R9 Pada saat tertentu, misalnya paskah menjadi petugas tata laksana, pernah sekali
ikut koor, kalau untuk kegiatan rutin tidak ada. Penyebab utamanya adalah rasa
malas, meskipun banyak ajakan dari umat dan teman tapi rasa malas lebih besar.

R10 Awal-awal datang saya sering ikut terlibat, tapi sekarang sangat jarang karena
banyak kata-kata negatif yang saya dengar dari umat lingkungan.

R11 Selama tinggal di asrama tidak pernah ikut kegiatan di lingkungan yang rutin.
Hanya satu atau dua kali saja.

R12 Kegiatan lingkungan yang paling sering saya ikuti selama ini adalah
pendalaman iman yang lainnya masih belum. Pedalaman iman yang terjadi di
bulan-bulan tertentu.
d. Memiliki gambaran bentuk pelayanan bagi umat setelah selesai studi
R1 Kebetulan paman saya katekis jadi selama ini kami sudah banyak bercerita dan
membuat rencana untuk terlibat dalam pembinaan prodiakon. Program ini adalah

(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

program yang dirancakan oleh paroki dan saya berencana untuk terlibat di
dalamnya, meskipun tidak dapat memberi banyak sumbangan. Selain prodiakon
saya juga bertugas untuk mendapampingi PIA danb OMK.

R2 Kegiatan yang akan saya lakukan setelah pulang lebih mengarah ke sekolah
yang saya beri nama komsel (kelompok sel), kegiatan untuk memotivasi siswa
untuk belajar dan terlibat di gereja.

R3 Saya ingin mengkaderisas kaum muda, terlebih karena di kampung saya banyak
orang muda Katolik yang nikah muda. Selain itu petugas liturgi atau aktifis gereja
masih sangat kurang. Kaum muda ini nantinya diharapkan dapat membantu
kegiatan gerejawi, misalnya memimpin ibadat, dll.
Kesulitan yang saya alami adalah respon dari mereka yang sangat kurang.

R4 Saya ingin melakukan katekese model SCP dan PIA. Sejauh ini masih dalam
tahap rencana belum ada kepastian yang detail untuk kegiatannya.

R5 Saya akan menghidupka kegiatan katekese di paroki saya dengan pengetahuan


dan ketrampilan yang saya miliki, karena selama ini hanya sebatas kegiatan doa
rosario.

R6 Melihat keadaan paroki saya yang sangat minim kegiatan rohani saya memiliki
niat untuk mengkatifkan kegiatan doa lingkungan. Karena selama ini doa
lingkungan hanya sebatas doa rosario dan sangat jarang terjadi dalam satu tahun
hanya beberapa kali terjadi. Inilah yang menggugah saya untuk mengaktifkan
kembali kegiatan doa lingkungan yang ada, jika lingkungannya hidup maka
parokipun akan hidup.

R7 Kalau jadi katekis Saya belum ada gambaran sama sekali dan belum kepikiran,
yang penting lulus dulu. Kalau jadi guru agama saya ingin membentuk pola pikir
anak didik saya bahwa pendidikan itu penting, tapi bentu kegiatannya belum
terpikirkan.

R8 Saya rasa yang sduah pasti saya lakukan adalah katekese dalam bahasa daerah,
karena disana belum ada kegiatan katekese sama sekali dan banyak tema yang bisa
diangkat. Selama ini kegiatan yang ada hanya sebatas doa dan ibadat. Mimpi
terbesar saya adalah membuat ibadat dan doa-doa dalam bahasa daerah saya.

R9 Setelah studi selain aktif di sekolah saya akan aktif di lingkungan misalnya
menjadi pemimpin doa, dll.

(17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R10 Kegiatan pertama yang saya lakukan adalah doa lingkungan, dengan doa ini
saya ingin menyatukan kembali umat. Selain itu saya juga ingin menghidupkan
kembali kegiatan OMK dan memperbaiki administrasi paroki.

R11 Mengkader kaum muda menjadi petugas liturgi, supaya kaum muda paham
tentang liturgi dan bisa terlibat secara aktif dalam kegiatan liturgi.

R12 Saya mempunyai rencana untuk membangkitkan kembali kegiatan orang mdua
di kampung saya, tidak hanya sebatas dalam kegiatan rohani tetapi juga
bermasyarakat, misalnya kegiatan 17an. Dengan kemampuan dan pengalaman yang
saya dapatkan selama di PAK saya akan merancang kegaiatn untuk akum muda di
kampung saya. Karena bagi saya kaum muda adalah tulang punggung penggerak
gereja, terlebih kaum muda sangat rawan dengan perilaku menyimpang.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat


a. Keluarga
R1 Orang tua sangat taat dan rajin ke gereja dan membaca kitab suci, sejak kecil
orang tua selalu melibatkan saya dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Orang
tua sangat berperan dalam perkembangan iman saya melalui kebiasan-kebiasaan
misalnya, doa bersama saat makan, tidak pernah terlbat datang ke gereja.

R2 Ibu saya cukup tegas terkait kegiatan gerejawi dan mengharuskan saya untuk
terlibat dalam kegiatan gereja, sejauh ini hanya itu yang saya ingat.

R3 Dalam keluarga saya tidak ada pendidikan iman yang khusus, yang terjadi hanya
pergi ke gereja dan di minta aktif di gereja.

R4 Saya sejak kecil tidak bersama orang tua. Pendidikan iman yang saya ingat,
kakak saya sering mengajak saya untuk berdoa bersama dan misa hari minggu.

R5 Dalam keluarga tidak ada pendidikan iman yang khusus, hanya sebatas pergi ke
gereja untuk ikut misa.

R6 Ibu saya cukup tegas dalam hal pendidikan iman, dulu waktu kecil saya sering
dipaksa untuk ikut kegiatan anak-anak di gereja, bahkan sampai di pukul. Sekarang
saya sungguh merasakan buah dari apa yang dulu ibu lakukan, saya menjadi kuat
dalam iman Katolik.

R7 Dari kecil kami selalu dibiasakan untuk berdoa bersama setiap pukul 18.00 satu
keluarga kumpul dan sebelum tidur kami juga berdoa bersama. Mamaku selalu
mengajarkan saya cara berdoa yang benar, bukan hanya menghafal doanya tetapi
juga penghayatannya. Pembiasan-pembiasaan ini sangat membekas bagi saya.

(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R8 Yang masih saya ingat adalah dibiasakan untuk ikut misa dan berdoa sebelum
melakukan sesuatu, karena keterbatasan pendidikan orang tua, maka tidak banyak
yang dapat diajarkan oleh orang tua. Namun semenjak smp saya sudah tidak tinggal
di rumah, tetapi pembiasaan yang dulu saya dapat sangat membekas dan
membentuk pribadi saya.

R9 Dalam keluarga saya pendidikan iman sangat kondusif terjadi lewat teladan
orang tua, karena orang tua sangat rajin berdoa dan ikut misa secara konsisten.
Selalu mengajak ke gereja, ikut kegiatan rohani di gereja, dll. teladan ini sangat
besar bagi perkembangan iman saya

R10 Tidak ada yang secara spesifik, tetapi seingat saya orang tua sangat mendukung
saya dalam mengikuti kegiatan-kegaiatan rohani. Pendidikan iman yang rasakan
lebih berupa teladan dan perintah-perintah

R11 Dalam keluarga saya pendidikan iman terjadi hanya lewat perintah orang tua,
misalnya di suruh berdoa, tetapi tidak pernah diajarkan bagaimana cara berdoa dan
apa isi doanya. Tetapi teladan yang sangat kuat adalah dari almarhum ibu saya, saya
sangat rajin berdoa dan selalu memberikan nasihat untuk berdoa. Bahkan di saat-
saat terakhirnya ia tetap berkeinginan untuk ke gereja.
Karena memang sewaktu kecil keluarga kami tinggal di ladang sehingga akses ke
kegiatan rohani, dll menjadi sangat terbatas.

R12 Pendidikan iman yang saya rasakan dalam keluarga melalui teladan-teladan
yang orang tua berikan. Terlebih ibu yang sangat rajin berdoa. Teladan dari orang
tua inilah yang medasari iman saya sebagai seorang Katolik.

b. Gereja
R1 Kegiatan rohani di gereja sangat mendukung perkembnagan iman saya, terlebih
saya pernah di tunjuk untuk menjadi ketua OMK. Ketika saya menajdi ketua OMK
saya di pilih untuk terlibat dalam kegiatan retret di Malang. Pengalaman retret ini
menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya, terutama untuk
perkembanmgan iman saya. Rangkaian kegiatan rohani ini memang belum cukup
mengakomodasi perkembangan iman dan di rasa masih kurang.

R2 Kalau di paroki asal saya tidak terlebiat sama sekali, kalau di sini saya pernah
ikut mengajar PIA dan ikut koor. Saya rasa kegiatan yang ditawarkan gereja masih
kurang.

R3 Saya aktif dari SMP di kegiatan gereja, tapi kegiatan gereja masih sangat kurang
dan tidak berlanjut, kadang hanya sebatas senang-senang saja.

R4 Saya tidak terlibat sama sekali di kegiatan paroki, meskipun ada kegiatan

(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R5 Kegiatan yang ada di paroki hanya saat natal dan paskah, itupun hanya terlibat
dalam kegiatan dekorasi dan koor saja. Kegiatan rohani misalnya rekoleksi, retret
belum ada sama sekali.

R6 Ketika di kampung halaman tidak banyak kegiatan rohani yang saya alami,
karena memang paroki dan stasi tempat saya tinggal tidak memiliki banyak
kegiatan, bahkan sekarang tidak ada. Ketika kuliah saya terlibat aktif dalam
komunitas lektor, tetapi akhir-akhir ini sudah jarang, karena banyak kegiatan.

R7 Kalau di Kalimantan saya tidak pernah terlibat, karena saya tinggal di asrama
dan semua kegiatan saya ikut dalam kegiatan asrama misalnya retret. Di asrama
sangat banyak kegiatan yang membentuk iman saya. Bangun pagi jam 03.30 lalu
ikut misa jam 6, lalu diajarkan untuk menajdi petugas liturgi dan koster. Ini
dilakukan secara rutin setia hari.

R8 Dari pihak gereja memang tidak ada kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh
gereja, karena hanya sebatas koor saat paskah dan natal. Saya rasa kegiatan rohani
masih sangat minim. Hal ini membuat saya merasa asing dengan kebiasaan-
kebiasaan rohani di gereja.

R9 Kegiatan rohani yang saya alami, camping rohani, sekami tetapi kegiatan ini
tidak rutin terjadi hanya saat-saat tertentu dan sangat jarang. Saya lebih merasa
dorongan orang tua lebih besar pengaruhnya dari kegiatan rohani di gereja.

R10 Dulu sewaktu saya masih di kampung banyak sekali kegiatan rohani yang saya
ikuti, misdinar, orang muda Katolik dan sewaktu sma saya tinggal di asrama sangat
banyak kegiatan rohani yang saya alami.

R11 Saya tidak banyak tahu karena saya tidak terlibat aktif di paroki atau stasi,
hanya pernah sekali ikut pendalaman iman orang muda.
R12 Di stasi saya tidak ada sama sekali kegaiatan rohani, sampai sekarang.

c. Sekolah
R1 Waktu SD grunya mengajar dengna sangat baik dan menyenangkan, sehingga
waktu SD saya masih mengingat dengan sangat jelas sosok guru agama tersebut.
Waktu SMP gurunya sudah tua dan lebih banyak menyenangkan. Ketika SMA
pelajaran agama Katolik sangat kacau, hanya datang hari senin dan kami, kalaupun
datang hnaya untuk memberi tugas dan catatan.

R2 Sangat membosankan seingat saya, waktu SD gurujunya banya cerita, SMP


banyak teori begitu juga SMA hanya mencatat. PAK yang saya rasakan tidak

(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberikan sumbangan bagi iman saya, tapi malah mengalami kemunduruan


karena tidak jauh beda dengan pelajaran lain. PAK sangat monoton yang saya
rasakan.

R3 Sangat membosankan, karena PAK selalu mencatat, hanya ketika SMP PAK
lumayan menarik karena gurunya sungguh mengajar dengan baik.

R4 PAK yang saya alami tidak terlalu menyenangkan, karena guru PAK tidak
mencerinkan pribadi seorang guru PAK. Jika disimpulkan PAK yang saya alami
selama masa sekloh masih sangat kurang.

R5 Sewaktu sekolah PAK kegiatan hanya mencatat dan tidak pernah berubah,
ditambah lagi figur guru PAK yang tidak menarik (pemarah). Jadi PAK tidak ada
beda dengan pelajaran lain, bahkan cenderung tidak menarik dan tidak menunjang
perkembangan iman.

R6 Suasana PAK di sekolah sangat tidak menarik, karena pelajarannya selalu


dijadwalkan diakhir dan gurunya tidak memberikan hati untuk mengajar, sehingga
PAK yang saya rasakan sungguh membosankan dan tidak memiliki makna serta
sumbangan bagi perkembangan iman saya.

R7 SD-SMP saya di NTT pelajaran agama sangat menyenagkan. Tetapi ketiika


SMA saya rasa PAK sangat kering, karena hanya mencatat dan mengerjakan tugas.
PAK tidak ada beda dengan pelajaran lain, bahkan lebih buruk.

R8 Waktu sd pelajaran agama menyenangkan karena memang gruunya adalah


seorang katekis dan sering langsung praktek ketika belajar. Waktu SMP PAK
sangat menyeramkan, karena gurunya agak malasan dan bukan guru agama. Waktu
SMA saya tidak mendapat PAK, hanya 2 kali dalam 3 tahun dan sekedar formalitas
saja. Menurut saya PAK yang saya lami sangat kurang.

R9 Sewaktu sekolah PAK tidak hanya mencatat tapi juga gurunya menjelaskan dan
sering meminta menghafalkan alat liturgi, saya rasa PAK cukup menyenagkan dan
membangkitkan semangat saya untuk pergi ke gereja

R10 Sangat menyenangkan, karena gurunya sangat menarik dan dekat dengan
muridnya. Gurunya tidak hanya mengajar dengan ceramah, tetapi juga dengan
variasi-variasi.

R11 PAK yang saya alami dari SMP sampai SMA selalu mencatat dan mencatat,
saat ujian hanya diminta menghafaal doa.
PAK tidak ada jauh beda dengan pelajaran lainnya dan sangat membosankan, tapi
waktu SMA saya senang karena PAK hanya mencatat dan kami boleh ribut.

(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R12 Ketika SMP PAK bagi saya sangat menyenangkan, tetapi ketika SMA PAK
tidak terlalu menarik dan tidak memberi sumbangan bagi pekembangan iman saya,
karena PAK tidak jauh beda dengan pelajaran lain.

d. Lingkungan
R1 Lingkungan tempat saya tinggal tidak terlalu memberi pengaruh yang besar
terhadap perkembangan iman saya. Menurut pengalaman pribadi saya lingkungan
tempat saya tinggal cukup kondusif dan nyaman bagi saya untuk menjalankan
kewajiban agama saya.

R2 saya rasa tempat tinggal saya (asrama) cukup mendukung, karena melalui teman
asrama saya justru belajar banyak untuk mengolah perasaaan dan melatih
kesabaran. Secara umum teman asrama mendukung poerkembangan iman saya,
sering mengajak untuk ikut kegiatan, hanya saja saya jarang menanggapi.

R3 Kurang mendukung, karena rata-rata semua memikirkan diri sendiri dan


cenderung tidak peduli dengan yang lain. Ditambah mereka yang lebih tua tidak
mampu memberi teladan bagi yang muda.

R4 Lingkungan terutama teman kos tidak terlalu mendukung perkembangan iman


saya, karena sering kali mengganggu jadwal doa dan tidak membangun suasana
yang positif, msialnya untuk terlibat di lingkungan dll.

R5 Masyakat sekitar, terlebih teman asrama tidak terlalu mendukung


perkembangan iman. Karena tidak ada kebiasan-kebiasaan yang mendukung
perkembangn iman.

R6 Menurut saya pengalaman saya tempat tinggal (kos) tidak terlalu mendukung
perkembangan iman saya, karena memang saya tinggal di kos yang mayoritas
muslim, sehingga tidak ada suasana yang mendukung untuk perkembangan iman
saya.

R7 Teman-teman di kos sangat mendukung perkembangn iman, terutama teman


dekat saya sering mengajak doa rosario dan doa malam bersama. Suasana ini sangat
kondusif bagi perkembangan iman saya.

R8 Menurut pengalama saya sangat mendukung, meskipun sebagai minoritas saya


tidak mendapat gangguan untuk melaksanakan kewajiban agama saya. Apalagi
kampung asal saya sangat mendukung perkemngan iman saya, saya sangat di
percaya di kampung saya untuk memimpin doa dan ibadat.

(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

R9 Saya merasa tempat saya tinggal cukup mendukung perkembangan iman saya,
terlebih saat di rumah.
Teman asrama sangat mempengaruhi, karena sering kali saya berpatokan pada
teman lain, kalau teman tidak gereja saya cenderung tidak ikut juga.

R10 Cukup mendukung, karean banyak kegiatn-kegiatan yang dapat saya ikuti.

R11 Saya rasa lingkungan tempat tinggal cukup mendukung perkembangan iman
saya, sering ada teman asrama mengajak untuk terlibat di kegiatan lingkungan atau
ikut misa, tapi saya sendiri jarang menanggapinya.

R12 Lingkungan sekitar tidak terlalu mendukung dan juga tidak menghambat
perkembangan iman saya, karena lingkungan tempat saya tinggal biasa-biasa saja
dan tidak terlalu mepengaruhi perkembangn iman saya.

e. Kemajuan teknologi
R1 Saya aktif di media sosial, dan saya rasa media sosial sangat membantu
perkembangan iman saya. Karena melalui internet saya bisa mengakses informasi-
informasi dari luar terkait perkembangan iman saya. Saya selalu merasa tertarik
dengan konten-konten rohani dan sering mengakses konten rohani dalam dunia
digital. Bagi saya alat komunkasi yang saya miliki sudah dimanfaatkan dengan bijak
untuk perkembangan iman saya.

R2 Pengalaman selama menggunakan gadget cukup menunjang perkembangan


iman, terutama dalam aspek pengetahuan. Karena melalui gadget saya dapat
terhubung dengan banyak orang dan bertukar pendapat. Saya biasanya mengakses
konten rohani melalui aplikasi e-Katolik, blog rohani: Gereja GBI alitea (kesaksian
mereka).
Kalau dipersentasikan dalam sehari :
25% : saya gunakan untuk kegiatan rohani
15 % : untuk chating
35% : wawasan
25% : lain-lain
Situs-situs Katolik jarang saya akses.
Bagi saya gadget cukup mendukung perkembangan iman saya.

R3 Selama ini saya gunakan gadget hanya untuk chating dan browsing, hal-hal yang
menyenangkan saja. Utnuk hal-hal yang bersifat rohani masih sangat jarang, kadang
kao perlu saja.

R4 Saya sering mengakses konten rohani, melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia.


Hanya masih sebatas download.

(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut saya gadget cukup mendukung perkembangan iamn saya, namun sering kali
gadget menjadi penghambat, karena sering kali saya menghabiskan waktu untuk
bermain gadget.

R5 Belum, selama ini internet lebih banyak saya gunakan untuk chating dan
mengupdate status, belum digunakan untuk menunjang perkembangan iman.

R6 Menurut saya gadget memang terkadang menghambat perkembangan iman,


tetapi dari pengalaman saya selama ini gadget sungguh membantu saya dalam
mendapatkan informasi dan cukup mendukung perkembangan iman saya.

R7 Selama ini saya sering mengakases sesawinet dan e-Katolik untuk mebaca
renungan dan doa-doa. saya memanfaatkan 30% handphone saya untuk kebutuhan
rohani. Menurut pengalam saya selama ini alat komunikasi ini sangat menunjang
perkembanmgan iman saya tidak menjadi penghambat.

R8 Konten rohani masih jarang diakses, kadang saat diperlukan. Menurut


pengalaman saya aalat komunkasi sangat membantu terlebih pengetahun tentang
iman saya. Saya masih mampu mengelola alat komunikasi, sehingga tidak
menghambat proses studi, dll.

R9 Kebanyakan menjadi penghambat, karena banyak waktu untuk gadget

R10 Selama ini saya sering mengakses konten-konten rohani misalnya e-Katolik, FB
liturgi. Dari pengalaman saya gadget masih menjadi pengahmbat, karena sering kali
waktu doa dan hening digantikan dengan main gadget.

R11 Gadget sangat menunjang, tapi pengalaman saya gadget justru penggunaannnya
menjadi bias, banyak waktu tersita, terlebih waktu untuk hening dan doa untuk
bermain gadget.

R12 Pengalaman saya selama ini alat komunikasi justru menajdi penghambat dalam
proses perkembangn iman saya. Karena sering kali gadget terlebih wi-fi yang ada
mengalihkan perhatian saya, sehingga berdoa dan belajar sering ditinggalakan.

f. Kampus
Pendukung :
Menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8, R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi
salah satu pendukung perkembangan iman. Kurikulum di PAK banyak memuat
mata kuiah terkait dengan iman, sehingga wawasan tentang iman menjadi semakin
luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga membantu mahasiswa untuk terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral maupun katekese, sehingga bukan
hanya pengetahuan yang bertambah. R7 menambahkan bahwa suasana

(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK sangat mendukung


perkembangan iman.
Prodi PAK juga menyelenggarakan pembinaan spiritualitas bagi mahasiswa.
Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya. Selain itu,
Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan baik,
sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2, R4, R5,
R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas adalah
para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan iman.
Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam
urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para
mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi
PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya
mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka.
Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara
nyata bagi sesama.

Penghambat :
Menurut R1 suasana lingkungan kampus belum kondusif bagi perkembangan iman,
terlebih untuk kegiatan doa. Letak kampus yang berada di tengah keramaian
menjadikan suasana hening sangat sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi
PAK terlalu banyak tugas dan lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas.
Hampir seluruh mahasiswa berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat
sedikit yang berjuang untuk keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari
dosen masih kurang, terlebih terkait dengan ajaran iman Katolik.

(25)

Anda mungkin juga menyukai