Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya
peradanagn adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan. Zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan
interstinal pada daerah cedera atau nekrosis.(Mutaqqin,2011).
Peradangan sebenarnya adalah gejala agen-agen penyerang,
penghancur jaringan nekrosis, pembentukkan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan serta pemulihan(Atiek,2011).
Jadi, Peradangan bisa terjadi di seluruh tubuh manusia, misalnya
peritonitis. Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritonieum). Peritonium adalah selaput tipis dan jernih
membungkus organ perut dan dinding perut sedbelah dalam. Lokasi peritonitis
bisa terkolalisir atau difuse , riwayat akut atau kronik disebabakan oleh infeksi
atau aseptik. Pada keadaan normal, pritonieum resisten terhadap infeksi
bakteri,kontaminasi terus menerus, bakteri yang virulen,resistensi yang
menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif(Inayah,2010)
Peritonium primer disebabkan oleh bakteri atau infeksi dari darah atau
kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini 90% kasus infeksi
disebabakan oleh mikroba, 40% disebabkan oleh bakteri gram negative,
E.Coli 7%, Klebsiela,pneumonia, spesies pseudomonas,proteus dan gram
negative lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positi yakni 15% jenis
streptococcus dan golongan stapylococus 3%. Jenis yang lebih umum dari
peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan oleh
gastrointestinal,perforasi ulkus peptikum dan duodenum atau sealuran bilier,
kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam nyawa jika tidak
mendapatkan perawatan yang cepat (iin,2010)
2

Dinegara maju penyakit peritonitis mempengaruhi sekitar lebih dari 6


juta penduduk di Amerika Serikat, menjadikannya suatu penyakit yang
dipertimbangkan dan menjadi salah satu penyakit dengan pengeluaran besar.
Walaupun jumlah pasien yang dirawat
1 di rumah sakit berangsur turun pada
tahun 1980 dan 1990, laju ini masih dapat dikatakan tinggi.(Feinstein, L.B.,
2010). Di Amerika Serikat angka kematian pada penyakit adalah sekitar 1
kasus per 1.000.000 orang. Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang
lebih tua, yang dapat disebabkan oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID
(non steroid anti inflammation drugs) dalam kelompok usia ini. Kelompok
berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan diabetes. Peritonium juga
terkait dengan morbiditas yang cukup berhubungan dengan nyeri epigastrium
kronis, mual, muntah, dan anemia. (Juanda, 2012).

Di Indonesia Peritonium ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50


tahun. Terutama pada lesi yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis
pada orang dewasa usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini
mungkin sudah muncul sejak usia muda. (Muttaqin, 2011).

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena


setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (inayah,
2010).

Dari uraian di atas penulis tertarik melakukan pengambilan kasus


dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Kegawatdaruratan dengan
Gangguan Sistem Pencernaan Peritonitis di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tinjauan teori perionitis ?
2. Bagaiamana pengkajian pada pasien peritonitis ?
3

3. Bagaiamana diagnosa pada pasien peritonitis ?


4. Bagaiamana intervensi pada pasien peritonitis ?
5. Bagaiamana implementasi pada pasien peritonitis ?
6. Bagaiamana evaluasi pada pasien peritonitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memberi asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem pencernaaan peritonitis di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan:
1. Agar mahasiswa mengetahui tinjauan teori peritonitis
2. Agar mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien peritonitis
3. Agar mahasiswa dapat menentukan diagnosa keperawatan pada pasien
Peritonitis
4. Agar mahasiswa dapat menentukan intervensi pada pasien peritonitis
5. Agar mahasiswa dapat menentukan implementasi pada pasien
peritonitis
6. Agar mahasiswa dapat menentukan evaluasi pada pasien peritonitis

1.4 Waktu dan Tempat


1.4.1 Waktu
Waktu yang digunakan untuk melakukan pengkajian dan melakukan
tindakan keperawatan Pada tanggal 01 desember 2015 di instalasi gawat
darurat pada jam 15:30 wib.
1.4.2 Tempat
Tempat yang digunakan untuk melakukan pengkajian dan melakukan
tindakan di ruang IGD (Instalasi gawat darurat) RSUD Palembang Bari.
4

1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di

rumah sakit untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka

upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan

keperawatan klien dengan peritonitis.

1.5.2 Bagi Institusi


Dapat menjadi bahan bacaan asuhan keperawatan, kerangka

perbandingan untuk mengembangkan ilmu keperawatan, serta menjadi

sumber informasi bagi mereka yang ingin mengembangkan asuhan

keperawatan.

1.5.3 Bagi Klien dan Keluarga


Klien dan Keluarga Memperoleh pengetahuan tentang peritonitis

serta meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri

sendiri serta sebagai acuan bagi keluarga untuk mencegah penyakit

peritonitis

1.5.4 Bagi Mahasiswa/i


Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan

asuhan keperawatan peritonitis serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

selama pendidikan.
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Profil RSUD Palembang BARI


2.1.1 Selayang Pandang
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI merupakan unsur
penunjang pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan yang
merupakan satu-satunya rumah sakit umum milik Pemerintah Kota
Palembang. Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI terletak di
jalan Panca Usaha No. 1 Kelurahan 5 Ulu Darat Kecamatan Seberang Ulu,
dan berdiri di atas tanah seluas 4,5 H.
Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya jurusan
kertapati.Sejak tahun 2001 dibuat jalan alternatif dari jalan Jakabaring
menuju RSUD Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring.

2.1.2 Visi, Misi dan Motto RSUD Palembang BARI


 Visi
“Menjadi Rumah Sakit Unggul, Amanah, dan Terpercaya di
Indonesia”.
 Misi
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang prima dengan
berorientasi pada keselamatan dan ketepatan sesuai standar mutu
berdasarkan pada etika dan profesionalisme yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat
b. Meningkatkan mutu manajemen sumber daya kesehatann
c. Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai Rumah Sakit
Pendidikan dan Pelatihan di Indonesia
 Motto
6

“Kesembuhan dan Kepuasan Pelanggan adalah Kebahagiaan


Kami”

2.1.3 Sejarah
a. Sejarah Berdiri 5

1) Pada tahun 1985 sampai dengan 1994 RSUD Palembang BARI


merupakan gedung Poliklinik/ Puskesmas Panca Usaha
2) Pada tanggal 19 Juni 1995 diresmikan menjadi RSUD Palembang
BARI. Maka dengan SK Depkes Nomor
1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 November 1997 ditetapkan
menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas C.
3) Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian
status akreditasi penuh tingkat dasar kepada RSUD Palembang
BARI, tanggal 7 November 2003
4) Kepmenkes RI nomor: YM.01.10/111/334/08 tentang peningkatan
kelas RSUD Palembang BARI menjadi kelas B, tanggal 5 Februari
2008
5) Kepmenkes RI Nomor 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang
peningkatan kelas RSUD Palembang BARI.
6) Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI
berdasarkan keputusan Walikota Palembang Nomor 915.B tahun
2008 tentang penetapan RSUD Palembang BARI sebagai SKPD
Palemabng yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD
(PPK-BLUD) secara penuh
7) KARS-SERT/363/1/12 tentang status Akreditasi Lulus tingkat
lengkap kepada RSUD Palembang BARI, tanggal 25 Januari 2012.

b. Sejarah Pemegang Jabatan Direktur


1) Tahun 1968 sampai dengan 1995 : dr. Jane Lidya Jilahelu sebagai
Kepala Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha
7

2) Tanggal 1 Juli 1995 sampai Juni 2000 : dr. Eddy Zarkaty Monasir,
SpOG sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
3) Bulan Juli 2000 sampai dengan November 2000 : Pelaksana Tugas
dr. H. Dachlan Abbas SpB.
4) Bulan Desember 2000 sampai dengan Februari 2001 : Pelaksana
Tugas dr. M. Faisal Soleh, SpPD.
5) Tanggal 14 November 2000 sampai dengan 19 Januari 2012 : dr.
Hj. Indah Puspita, H.A,MARS sebagai Direktur RSUD Palembang
BARI.
6) Tanggal 19 Januari 2012 sampai dengan sekarang : dr. Hj.
Makiani, M.M selaku Direktur RSUD Palembang BARI

2.1.4 Fasilitas dan Pelayanan


a. Fasilitas
1) Instalasi Rawat Darurat (IRD) 24 jam
2) Farmasi atau Apotek 24 jam
3) Rawat Jalan atau Poliklinik spesialis
4) Bedah Sental
5) Central Sterilizied Suplay Departement (CSSD)
6) Unit Rawan Intensif (ICU,NICU)
7) Rehabilitasi Medik
8) Radiologi
9) Laboraturium Klinik
10) Patologi Anatomi
11) Bank Darah
12) Hemodianisa
13) Medical Check Up
14) ECG dan EEG
15) USG 4 Dimensi
16) Endoskopi
17) Kamar Jenazah
8

18) CT-Scan 64 slices


b. Pelayanan
 Pelayanan Rawat Jalan( Spesialis) :
a. Poliklinik Spesialis Bedah
b. Poliklinik Spesialis Dalam
c. Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Kandungan
d. Poliklinik Spesialis Anak
e. Poliklinik Spesialis Mata
f. Poliklinik Spesialis THT
g. Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin
h. Poliklinik Spesialis Saraf
i. Poliklinik Spesialis Jiwa
j. Poliklinik Spesialis Jantung
k. Poliklinik Gigi
l. Poliklinik Rehabilitasi Medik
m. Poliklinik Psikologi
n. Poliklinik Terpadu
 Pelayanan Rawat Inap
a. Perawatan VVIP dan VIP
b. Perawatan Kelas I,II,III
c. Perawatan Penyakit Dalam Perempuan
d. Perawatan Penyakit Dalam Laki-Laki
e. Perawatan Anak
f. Perawatan Bedah
g. Perawatan ICU
h. Perawatan Kebidanan
i. Perawatan Neonatus/NICU/PICU
 Pelayanan Penunjang
a. Instalasi Laboratorium Klinik
b. Instalasi radiologi
c. Instalasi Bedah Sentral
9

d. Instalasi Farmasi (Apotek)


e. Instalasi Gizi
f. Instalasi Laundry
g. Central sterilized Suplay Departement (CSSD)
h. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS RS)
i. Instalasi Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
j. Bank Darah
k. Kasir
l. Hemodialisa
m. Instalasi Rehabilitasi Medis

c. Fasilitas Kendaraan Operasional


1. Ambulance 118 BG 9011MZ
2. Ambulance Bangsal BG 9047AZ
3. Ambulance Siaga
4. Ambulance Trauma Center BG 9191
5. Ambulance Jenazah

2.2 Tinjauan Teori Peritonitis


2.2.1 Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane
yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat
masunya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam
ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ.
(Mutaqin, 2011).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di
akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit
saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita
(Baugman dan Hackley, 2011).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah
radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau
10

sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus,
bakteri atau kimia.
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada
membrane serosa, pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi
peritoneum - lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronik/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-tanda umum
inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane
serosarongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum,
fibrin, sel-sel dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan
nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah dan demam peradangan
yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar
didalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum
parietal dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar
dari organ-organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang
memungkinkan organ saling bergeser tanpa ada penggesekan. Organ-
organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan
mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap dinding
posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah
yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap
infeksi.

2.2.2 Anatomi Peritonium


Dinding perut mengandung struktur musulo-apponeurosis yang
kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang
belakangsebelah atas pada iga, dan dibagian bawah pada tulang panggul.
Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis baik yaitu dari luar kedalam.
11

Lapisan kulit yang terdiri dari kutus dan subkutis, lemak subkutan dan
facies superficial (facies scapa), kemudian ketiga otot dinding perut m.
obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m.
transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium,
yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di
bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan
fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat


epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang
rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang
merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus.
Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
12

a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis


(tunika serosa).
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina
parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina
parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar
rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian baik di ventral
maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini
menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut
dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut
mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan
mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah
kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan
kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi
kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium
ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan
pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau
enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus
vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus
omphaloentericus.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica
duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan
plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior
(Inayah, 2010).

2.2.3 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen
berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis,
perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan
13

perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma


abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik.
SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi
pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah
perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi
kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon
asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan
inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
b. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual.
c. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan
infeksi clamedia.
d. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan
mengalami infeksi.
e. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan (Atiek, 2011)

2.2.4 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di
antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
14

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan


membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum
peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu,
masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus
(Muttaqin, 2011)
15

2.2.5 Pathways

2.2.6 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
16

a. Peritonitis bakterial primer.


Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E.
Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang berperan
pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko
tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya
organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis.
c. Peritonitis non bakterial akut
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung,
sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
Peritonitis bakterial kronik(tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi
karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau tractus urinarius.
d. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu
melaluii pembentukkan granuloma, dan sering menimbulkan adhesi
padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena talk
(magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan
dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi
masalah ini (Iin,2010)
17

2.2.7 Manifestasi Klinis


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa
menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus
menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri
objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes
psoas, atau tes lainnya
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat
peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat
lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada
peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri
lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan
gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri
abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita
perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh
bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-
mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara
gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan
gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan
neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan
rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus
melemah atau menghilang.
Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan
peritonitis bakterial.Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan
gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat
18

badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa


menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan
adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah
(Muttaqin,2011)

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis,
hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis
tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari
3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur.
Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan
dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis;
usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada
kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan
pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi :
1) Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan
proyeksi anteroposterior (AP ).
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu
adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas
line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal (Atiek, 2011)
19

2.2.9 Tanda Dan Gejala


1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa
penderita peritonitis umum.
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
6. Nausea, vomiting
7. Penurunan peristaltik (Muttaqin, 2011)

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,
dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu : (chushieri)
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
b. Syok hipovolemik
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren (Muttaqin,2011)

2.2.11 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna
dengan memuaskan pasien, pemberian atibiotikyang sesuai, dekompresi
20

saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian


cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
pembuangan fokus septic (apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4,yaitu :
1. Kontrol infeksi yang terjadi
2. Membersihkan bakteri dan racun
3. Memperbaiki fungsi organ
4. Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan
akut peritonitis, penatalaksanaan peritonitis meliputi, antara lain :
1. Pre-operasi
a. Resusitasi cairan
b. Oksigenisasi
c. NGT,DC
d. Antibiotika
e. Pengendalian suhu tubuh
2. Durante operasi
a. kontrol sumber
b. pencucian rongga peritonium
c. debridement radikal
d. irigasi kontinyu
e. ettapen lavase atau stage abdominal repair
3. Pasca operasi
a. Balance cairan
b. Perhitungan nutrisi
c. Monitor vital sign
d. Pemeriksaan laboratorium
e. Antibiotika (Amin,2015)
21

2.3 Asuhan Keperawatan Teoritis


2.3.1 Pengkajian
a. Biodata/ identitas pasien : Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan dan alamat

b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa
sakit sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi
(peritoneum viseral). Kemudian berkembang menjadi mantap,
berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika tidak
terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada
beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung,
pankreatitis akut berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat
digeneralisasi dari awal
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan
suhu tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan
didapatkan penurunan kesadaran akibat syok sirkulasi dari
septicemia
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis,
perawat dapat melihat pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai
bahan untuk mengembangkan pernyataan. Anamnesis penyakit
sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi
pola makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita
22

keluarga sehingga dapat menyebabkan peritonitis seperti penyakit


apendititis, ulkul peptikum, gastritis, divertikulosis dan lain-lain
c. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah

d. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
1) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
2) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan
hemodinamik.
3) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi,
pasien tampak legarti serta syok hipovolemia
4) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
- Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi
abdomen didapatkan pada hampir semuja pasien dengan
peritonitis dengan menunjukkan peningkatan kekakuan dinding
perut. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari
semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk
mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini
mencerminkan ileus umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga
mengungkapkan peradangan massa
- Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan
salah satu tanda ileus obstruktif
- Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu
tubuh, adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan
memberikan tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular.
Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas dibawah
diafragma. Pemeriksaan rektal dapat memunculkan nyeri
23

abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin


mengindikasikan apendisitis dan apabila bagian anterior penuh
dapat mengindikasikan sebuah abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan
untuk mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya
endometritis, salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi
temuan sering sulit diinterprestasikan dalam peritonitis berat
- Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5) Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal
berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen
menunjukkan leukositosis (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk
mendeteksi disfungsi pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran
kemih, namun pasien dengan perut bagian bawah dan
infeksi panggul sering menunjukkan sel darah putih dalam
air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut
dan kultur cairan peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa,
cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diindikasi
dengan kultur
b. Pemeriksaan radiografik
 Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus
mungkin didapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi.
24

Udara bebas hadir dalam kebanyakan kasus anterior


perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang
dengan perforasi dari usus kecil dan usus besar, serta tidak
biasa dengan appendiks perforasi. Tegak film berguna
untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah diafragma
(paling sering disebalah kanan) sebagai indikasi adanya
viskus berlubang
 Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi
diagnostik pilihan untuk abses peritoneal. CT scan
ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis tidak
dapat dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos
abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat diambil
untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul
untuk diagnostis dicurigai abses intra-abdomen. Abses
abdomen menunjukkan penurunan itensitas sinyal pada
gambar T1-weighted dan homogen atau peningkatan
intensitas sinyal heterogen pada gambar T2-weighted.
Terbatasnya
 USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi
kuadran kanan atas (misalnya perihepatic abses, kolesistitis,
biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran kanan
bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses
tuba-ovarium, abses Douglas), tetapi terkadang
pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi
abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi
peningkatan jumlah cairan peritoneal (asites), tetapi
25

kemampuannya untuk mendeteksi jumlah kurang dari 100


ml sangat terbatas

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA NIC NOC 2015
pada pasien peritonitis di Instalasi Gawat Darurat RSUD Palembang
BARI
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam
mekanisme pengaturan penurunan aktivitas parasimpatik
3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kimia peritonium perifer
4. Hipertermia berhubungan dengan respon terhadap trauma (Amin,
2015)

2.3.3 Intervensi keperawatan berdasarkan NANDA,NIC,NOC 2015 pada


pasien peritonitis di Instalasi Gawat Darurat RSUD Palembang BARI
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutrition management :
nutrisi kurang dari : Food and fluid  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh  Intake  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Batasan Kateristik :  Nutrional status : menetukan jumlah kalori dan nutrisi
 Kram abdomen nutrient status yang dibutuhkan pasien
 Nyeri abdomen  Weight control  Anjurkan pasien meningkatkan
 Menghindari Kriteria hasil : intake fe
makanan  Adanya
 Mengeluh peningkatan berat
26

gangguan persepsi badan sesuai tujuan


rasa  Berat badan ideal
 Penurunan berat sesuai dengan
badan tinggi badan
berhubungan  Tidak ada tanda-
dengan masukan tanda malnutrisi
yang tidak adekuat  Tidak terjadi
Faktor-faktor yang penurunan berat
berhubungan : badan yang berarti
 Factor biologis
 Factor ekonomi
 Ketidakmampuan
untuk
mengabsorbsi
nutrient
 Ketidakmampuan
untuk mencerna
makanan
2 Kekurangan volume  Fluid balance Fluid management :
cairan  Hydration  Pertahankan intake dan output yang
Batasan  Nutritional status akurat
karakteristik : : food and fluid  Monitor vital sign
 Perubahan status  Intake  Kolaborasi pemberikan cairan IV
mental Kriteria hasil :  Dorong masukan oral
 Perubahn tekanan  Tidak ada tanda-
darah tanda dehidrasi
 Membrane  Vital sign rentang
mukosa kering normal
 Peningkatan suhu  Elastisitas turgor
tubuh kulit baik
27

 Peningkatan
frekwensi nadi
 Kelemahan
 Kulit kering
3 Nyeri  Pain level Pain management :
Batasan  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara
karakteristik :  Comfort level komprehemsif termasuk
 Perubahan selera Kriteria hasil : lokasi,karakteristik,durasi,frekwensi
makan  Mampu mengontrol ,kualitas dan factor presipitasi
 Perubahan tekanan nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal dari
darah penyebab nyeri, ketidaknyamanan
 Indikasi nyeri mampu  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
yang dapat diamati menggunakan menentukan intervensi
 Perubahan posisi tehnik Analgesic administration :
untuk menghindari nonfarmakologi  Tentukan
nyeri untuk mengurangi lokasi,karakteristik,kualitas dan
 Gangguan tidur nyeri) derajat nyeri
 Mampu mengenali  Cek instruksi dokter tentang jenis
nyeri( obat dan dosis obat
skala,intensitas,frek  Kolaborasi pemberian obat
wensi dan tanda analgesic
nyeri)
 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang

4 Hipertermia Thermoregulation Fever treatment :


Batasan Kriteria hasil :  Monitor suhu sesering mungkin
karakteristik :  Suhu tubuh dalam  Monitor IWL
28

 Kulit kemerahan rentang normal  Monitor TTV


 Peningkatan suhu  Nadi dan RR dalam  Monitor intake dan output
tubuh diatas rentang normal  Berikan antipirek
kisaran normal  Tidak ada
 Kulit terasa hangat perubahan warna
kulit dan tidak ada
Factor-faktor yang pusing
berhubungan :
 Dehidrasi
 Penurunan
respirasi
 Trauma
 Aktivitas
berlebihan
(Amin, 2015)
29

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN’W’ DENGAN GANGGUAN


SISTEM PENCERNAAN : PERITONITIS DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUD PALEMBANG BARI
TAHUN 2015 / 2016

Inisial klien : Tn “W”


Umur : 19 Tahun
Alamat : 4 Ulu Lrg.Sei Semajid RT.05 RW 06 Kertapati
Diagnosa : Peritonitis
No . RM : 50.56.17
Tgl / jam : 1 Desember 2015 /15:30
RR : 20x/menit
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 87x/menit
BB : 55kg
Suhu : 37,2°C
30

Pengkajian Dx Keperawatan Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi


Keluhan utama : S:
Klien mengeluh nyeri perut sudah semenjak 2
hari sebelum masuk Rumah Sakit. ( )actual
( )resiko O:
SISTEM PERNAPASAN
AIRWAY ( ) bersihan jalan napas tidak efektif MANDIRI
Jalan napas : b.d (ѵ)Memonitor fungsi A:
(ѵ) bersih o Peningkatan produksi sputum pernapasan
( ) sputum o Adanya secret di jalan napas frekuensi,irama,kedalama
( ) sumbatan berupa : n,bunyi,dan penggunaan
( ) lendir ( ) pola napas tidak efektif b.d otot-otot tambahan P :
( ) darah o Menurunnya ekstensi paru ( )mengatur posisi semi
( ) lainnya… o Depresi pusat pernapasan fowler
( )mengajarkan napas
dalam dan batuk efektif
( )melakukan section
( )tindakan lainnya
…..
BREATHING …..
31

Frek : 20 x/mnt …..


Sesak: (ѵ) tidak
( ) ya,dengan : ( ) gangguan pertukaran gas b.d
( ) aktivitas o Menurunnya suplaiO2 /
( ) tanpa aktivitas hipoventilasi
Menggunakan otot tambahan: (ѵ) tidak ( ) ya Kolaborasi
Irama : (ѵ) teratur ( ) terjadinya aspirasi b.d ( ) terapi O2...L/mnt
( ) tidak teratur o Penurunan kesadaran ( ) cek BGA
Kedalaman : o Tidak ada reflex ( ) lakukan ronsen torak
(ѵ) dalam Batuk ( ) tindakan lainnya
( ) dankal ( ) diagnose keperawatan lainnya
Sputum : Tidak ada Masalah pada sistem
(ѵ) putih pernafasan
( )kuning
Konsitensi :
(ѵ) kental ( )encir
Terdapat darah :
(ѵ) tidak ( )ya
Bunyi napas :
(ѵ) tidak ( )ya
32

Suara napas :
(ѵ) vesikuler ( )ronronchii
( )wheezing
Refleks batuk :
(ѵ) ada ( ) tidak
Analisa BGA:
Ph….,PCO2…..mmhg, po2….mmhg,
HCO3….mEq/,….SaO2…..%
( ) lainnya,
………………………………
………………………………
……………………………....

SISTEM KARDIOVASKULER
SIRKULASI PERIFER ( ) actual MANDIRI
Nadi : 87 x/mnt, ( ) resiko ( ) memonitor vital sign S:
TD :110/70 mmHg ( ) memonitor sirkulasi
Irama : perifer
(ѵ) teratur ( ) memonitor tingkat O:
33

( ) tidak teratur ( ) Gangguan perfusi jaringan perifer kesadaran


Kekuatan : b.d ( ) membatasi aktifitas
( ) kuat (ѵ) lemah o Menurunnya aliran darah ( ) memonitor intake A:
CRT : karena vasokontruksi output cairan
(ѵ) < 3 detik ( ) > 3detik ( ) mengajarkan teknik
Akral : ( ) penurunan curah jantung b.d relaksasi dan distraksi
(ѵ) hangat ( ) dingin o Meningkatnya beban kerja ( ) tindakan lainnya: P :
Warna kulit : jantung …..
(ѵ) pucat ( ) kemarahan o Gangguan kontraksi ……
( ) sianosis ……
Edema : ( ) nyeri dada b.d
(ѵ) tidak ( ) ya, pada: o Menurunnya aliran darah Kolaborasi
( ) muka ( ) tunkai atas miocard ( ) terapi O2..l/mnt
( ) tunkai bawah o Iskemia jaringan karena ( ) cek BGA
( ) seluruh tubuh sumbatan arteri coronarie ( ) lakukan ECG 12 led
Distensi vena jugularis : ( ) tindakan lainnya:
kiri :(ѵ)tidak ( ) ya ( ) diagnose keperawatan lainnya …..
Kanan:( ѵ)tidak ( )ya ……. …..
……. …..
SIRKULASI JANTUNG ……..
34

Irama : (ѵ) teratur ( ) tidak teratur


Bunyi : (ѵ) BJ I (ѵ) BJ11 ( ) Murmur ()
Gallop ( ) lemah
Keluhan:
( ) lelah
( )berdebar debar
( ) kesemutan
( ) keringat dingin
( )gemetaran
Nyeri dada:
(ѵ) tidak
( )ya, timbul
( ) saat aktipitas
( ) tampa aktipitas
( ) tidak menetap
( ) hilang timbul
Karakteristik :
( ) seperti ditusuk tusuk
( )menyebar
( ) seperti terbakar
35

( )lainnya:
…………………………………..
…………………………………
…………………………………….

SISTEM HEMATOLOGI
Hb : 14,8 gr% MANDIRI
Ht : 45 vol%, ( ) actual (ѵ) memonitor vital sign
Leukosit :17 rb/ul ( ) resiko ( ) memonitor LOC
Trombosit : 260 rb/ul ( ) memonitor status
( ) terjadi peradangan b.d hedrasi
Mengeluh kesakitan: o Perdarahan ( ) membatasi adanya
( ) tidak (ѵ) ya pendarahan
Pendarahan: ( ) intoleransi aktifitas b.d ( ) membantu AKS
( ) gusi mudah berdarah o Insufisiensi transport O2 (ѵ) menyarankan untuk S:
( ) mimisan ( ) petechi sekunder terhadap bedrest
( ) echimosis perdarahan,anemia ( ) tindakan lainnya:
( ) lemah Kelemahan …..
36

( ) o\pucat ….. O:
( ) terus menerus ( ) diagnose keperawatan lainnya : …..
……
….. Kolaborasi A:
…… (ѵ) pasang IVFD
( ) berikan transfuse
(ѵ) periksa laboratorium
cairan rutin P :
( ) tindakan lainnya:
…..

37

SISTEM NEUROLOGY MANDIRI


LOC: ( ) actual (ѵ) memonitor tingkat
(ѵ) CM ( ) resiko kesadaran
( ) apatis ( ) gangguan perfusi jaringan serebral (ѵ) memonitor vital sign
( ) samnolent b.d ( ) memberikan posisi
( ) spoor o Gangguan aliran darah serebral kepala 15-30
( ) soprocoma o Oedema otak ( ) memasang airways
( ) coma tube
Pup : ( ) cidera fisik b.d (ѵ) menjelaskan kondisi
(ѵ) isokor o Kejang klien pada klien dan S :
( ) unisokor o Kelumpuhan keluarga
( ) miosis o Vertigo ( ) menghindarkan
( ) midriasis tindakan dapat O:
Refleks terhadap cahaya : ( ) intoleransi AKS b.d meningkatkan TIK
Kanan : o Menurunnya kemampuan ( ) tindakan lainnya:
(ѵ) positip neuromaskuler dan hilangnya …. A:
( ) negative kontrol otak ….
Kiri : ….
(ѵ) positif ( ) diagnose keperawatan lainnya: Kolaborasi
( ) negative …… ( ) terapi O2..L/.mnt P :
38

GCS : E= 4 M= 6 V= 5 …… ( ) pasang NGT /kateter


Score = 15 ……. ( ) pasang IV-
Terjadi line…tts/mnt
( ) kejang ( ) pasang ETT
( ) pelo ( ) lakukan CT-scan
( )mulut mencong ( ) tindakan lainnya :
( ) afasia ….
( ) disarthrie …..
Kelumpuhan: ….
( ) kanan
( )kiri
Nilai kekuatan otot:…..
Refleks:
( )fisiologis ( )patologis
( )lainnya:
……..
………
……….
39

ELIMINASI DAN CAIRAN ( ) actual


Suhu tubuh: 37,2˚c ( ) resiko MANDIRI S : Klien
Diaphoresis: ( )ya ( ) tidak  ( ) memonitor mengatakan
Muntah : tanda dehidrasi tidak lemas lagi
( )ya...x/hr ( ) menssuport banyak
(ѵ)tidak minum
BAK : 2-3 x/hr (v)gangguan keseimbangan cairan (ѵ) memonitor vitalk sign O:
Keadaan saat ini: dan elektrolit b.d (ѵ) me monitor intake  Turgor kulit
(ѵ)terkontrol o Output berlebihan output baik
( )tidak terkontrol o Intake in adekuat ( ) tindakan lainnya:  k/u baik
( )sedikit ……  mukosalemba
( )sedang ( ) perubahan eliminasi urin,retensi / ….
( )banyak inkontinensial b.d …… A : masalah
Warna: o Sumbatan saluran BAK teratasi
(ѵ)kuning jernih o Gangguan persyarafan Kolaborasi P : intervensi di
( )kuning kental ( ) terapi O2…L/mnt lanjutkan
( )merah ( ) diagnosa keperawatan lainnya: (v) pasang kateter dengan :
( )bening …… (ѵ) pasang IV-line 20  pertahakan
Kadar ureum : …mg/dl …… tts/mnt intake dan
Kadar kreatinin : …mg/dl …… ( ) tindakan lainnya: output cairan
40

Sakit saat BAK : ….. yang yang


( )ya (ѵ)tidak …… adekut
Distensi V U : ……  terapi IVFD
( )ya (ѵ)tidak gtt 20tts
Sakit pinggang : x/menit
( )ya (ѵ)tidak

BAB : 2 x/hr
Keadaan saat ini :
Kosistensi:
(ѵ)padat ( )lunak ( )encer
( )cair ( )berlendir
Warna
(ѵ)kuning ( )hitam ( )merah
( )dempul ( )berdarah
Perut:
( )supel
( )lembek
(ѵ)kembung
( )asites
41

Bising usus : ….mg/dl


Turgor kulit:
(ѵ)<3dtk ( )>3dtk
Mukosa :
(v) basah ( ) kering
( ) lainnya:
…….
…….SISTEM PENCERNAAN ( ) actual S: Klien
Tonus otot: ( ) resiko mengatakan
( ) baik (ѵ ) gangguan nutrisi b.d nafsu makan
() sedang o Hipermetabolisme bertambah
( ) buruk o Intake in adekuat O: Klien
Lidah kotor : o Anorexia tampak tenang,
( ) ya porsi makan
(ѵ) tidak habis
Nyeri ulu hati : A: Masalah
(ѵ)ya teratasi sebagian
( ) tidak P: Intervensi
Nyeri perut kanan atas/bawah: dilanjutkan
(ѵ)ya ( )tidak  terapi IVFD gtt
42

Mual : (ѵ) ya ( ) tidak 20x/mnt


Muntah : ( ) ya (ѵ) tidak  berikan makan
( ) lainnya : sedikit tapi
(ѵ) Perut kembung sering
(ѵ) anorexia  kolaborasi
dengan ilmu
gizi

(ѵ) nyeri akut / kronis b.d S : Klien


o Infeksi mengatakan
o Luka nyeri berkurang
o Spasme otot dan jaringan dari skala 6 ke
o Trauma jaringan skala 4
o Ketidakmampuan fisik kronik
O :K/u baik,
( ) diagnose keperawatan lainnya Klien tampak
tenang
A: maslaah
teratasi sebagian
43

P : Intervensi di
lanjutkab
dengan :
 Terpa IVFD gtt
20x/menit
 Berikan
tekhnik
relaksasi (nafas
dalam)
 Kolaborasi
pemberian obat
analgetik

MUSKULUSKELETAL/INTEGUMEN MANDIRI
Turgor kulit : ( ) actual (ѵ) mengatur posisi
(ѵ) ya ( ) tidak ( ) resiko ( ) memonitor mual
Keadaan kulit : muntah
(ѵ) baik ( )buruk ( ) kerusakan integritas kulit / infeksi (ѵ) memonitor nyeri ulu
( ) dekubitus : b.d hati
44

( ) saki ( ) memar o Adanya luka (ѵ) memonitor intake dan


( ) bercak merah: ( ) gatal output
( )petechi ( ) tindakan lainnya:
Terdapat luka : (ѵ) Mengatasi nyeri
( ) ya (ѵ) tidak dengan teknik distraksi
Ukuran luka : ….. x ….. cm dan realaksasi

Kekuatan sendi ekstermitas :


(ѵ)kuat( )lemah
Kesulitan pergerakan : Kolaborasi
( ) ya (ѵ)tidak (ѵ) pasang NGT
Fraktur/dislokasi : (ѵ) pasang IV-line RL
( )ya (ѵ)tidak 20tts/mnt
Perdarahan : ( ) tindakan lainya
( )ya (ѵ) berikan analget
Jumlah…cc

( )tidak
nyeri
( )ya ( ) tidak
45

( ) lainnya:
…….. MANDIRI
……. ( ) menghentikan
pendarahan
( ) imobilisasi dengan
spalk
( ) membersihkan luka
( ) tindakan lainnya:
….
…..
( ) gangguan mobilisasi b.d …..
o Kerusakan neuromuskuler Kolaborasi
o Luka ( ) terapi O2…it/mnt
o Fraktur ( ) pasang gips
( ) pasang IV-line
( ) diagnose keperawatan lainnya : …tts/mnt
……. ( ) tindakan lainnya:
……. ….
……. ….
…..
46

Anda mungkin juga menyukai