Anda di halaman 1dari 38

RESEP MEMASAK

MELANKOLI

KUMPULAN PUISI

RANGGA KCS
Malam yang baik adalah malam yang semuanya tentangmu.
Di seberang pulau nona tinggal
Disemainya tawa tiap jengkal
Dianyam-ditali jadi liburan
Pulang ke rantau, nona tak lagi kacau

Suatu kali aku minta oleh-oleh


“Mau apa?” kata nona.
“Jangan beri kemewahan,” kataku. “Senyum saja sepotong dengan sedikit jalan-jalan.”
“Kuberi bonus kenangan liburan,” kata nona.
Aku mau jadi kupu-kupu. Biar nanti ada di perutmu.
Suatu Resep

Tiga kali sehari


Rindu harus dikabarkan
Pada pagi, sore, juga malam hari
Biar cepat sehat, hati yang berhati-hati
Topeng
Aku pengrajin
Pembuat topeng yang rajin
Sampai-sampai, ketika sendirian bercermin
Aku lupa wajahku sendiri
Amara, jatuh cinta adalah hal yang indah
Apalagi yang saling balas-berbalas
Disimpannya hati dalam kotak kaca
Dijaganya dari pencuri yang bisa datang dari mana saja
Dari jalan-jalan; dari sudut-sudut kota; dari gemerlap bar
Juga dari nyaman bioskop dan tempat hiburan

Adakah yang lebih indah dari jatuh cinta, tanyamu


Menjalaninya, Mar, jawabku
Jika kau temukan aku memandangmu tanpa kata
Tersenyum padamu tanpa bicara
Asal kau tahu, saat itu, aku kesulitan mencari kata yang tepat untuk menggambarkan bahagia
Kau adalah gunung. Dari dalamku kau tak pernah beranjak. Sedikitpun
Suatu nanti. Di minggu pagi. Aku membaca koran di beranda. Kau menyiapkan pisang
goreng dan kopi untukku. Kita tak berkata tapi saling mengerti. Lalu kita tertawa pada
lelucon yang tak orang lain tahu. Hanya kita.
Hari tanggal satu-satu
Berserak. Dipungut-disimpan waktu
Di dalamku, kau belum meranggas
Masih tumbuh. Menjalar ganas

Aku pakai sepatu. Kami sama-sama lari


Mencari sore tuk mengeluarkanmu
Jika ada aku dalam mimpimu. Maka rinduku sampai tujuan
Aku ingin amin yang aman
Tentram tanpa takut dihantam
Hilanglah aku. Ke sepi masuk. Mencari siapa aku
Di dermaga aku berlabuh. Menyimpan sauh selepas melalui laut yang riuh. Padamu, aku
menjadi garam di lautan. Tak terlihat tapi terasa. Padaku, kau hangat pagi. Terasa tapi tak
teraba. Apakah kita akan menjadi temu yang direstui waktu?
Di sore itu, kita dipertemukan waktu. Kau bercerita tentang laut. Tentang kau yang tenggelam
di dalamnya. Dan aku pun tenggelam; dalam matamu
Memandangmu, bergetar dadaku genting. Alarm siaga cinta yang menyala. Kubur aku dalam
hangat tatap matamu.
Ruangan ini berputar, manisku. Tambal-sulam kenangan berganti-gantian. Dan huru-hara
adalah kau yang mulai buram-lebur
Resep Memasak Melankoli

Masukan tiga bulir air matamu


Aduk di atas wajan sepi pengasingan
Tumis dengan sedikit keyakinan
Bahwa penantian berujung temu kemudian

Itulah sebuah resep untuk memasak melankoli

(Januari. 2019)
SEBUAH AJAKAN
Aku ingin mengajakmu pergi
Namun, hanya ke tempat yang biasa saja

Tak ada deret kursi di gelap lampu


Juga popcorn dan minuman dingin
Tak ada gambar indah di atas secangkir kopi
Yang bisa kau ambil guna penghias linimasa-mu

Tak ada pantai yang bisa kau susuri


Ataupun gunung yang bisa kau daki
Tak ada sunrise, tak ada sunset
Tak ada hamparan bunga yang bisa kau potret

Aku hanya bisa mengajakmu ke tempat yang biasa saja


Mungkin di pinggir jalan
Mungkin di emperan ruko
Atau, di tempat yang antah berantah

Yang bisa kuberi mungkin hanya sepiring roti bakar


Dengan lelehan coklat atau sedikit taburan keju
Juga, secangkir susu murni dengan tambahan senyum
Serta waktu dan pundak untuk semua keluhmu

Maukah kau pergi dengan kesederhanaanku?

(Juli 2018)
JIKA

Jika tak kau temui orang yang tepat hari ini


Barangkali esok adalah jawaban
Dari doa-doa yang kau layangkan
Dalam setiap kata oleh bibirmu

Jika hati gusar oleh kesendirian


Lalu bagaimana jika terikat membawa celaka?
Jika gundah dilahirkan hati yang resah
Bagaimana jika bersama hanya membuat keluh-kesah?

Tak perlu gusar pada hati yang sendirian


Tak perlu gundah pada hati yang resah
Kau adalah orang berharga
Yang kelak dipertemukan dengan hati yang saling mendamba

(24 Juni 2018)


KISAH SEBUAH BAWANG

Bawang pandai sekali membagi sedih


Ia kirimkan air matanya pada kita
Lewat pisau-pisau yang menyayat
Lewat potongan-potongan tubuhnya

Bawang adalah sayuran yang kesepian


Ia tak bisa hidup sendiri
Ia biarkan kita mempertemukannya
Dengan nasi goreng, telur dadar, atau apapun yang bisa membuatnya lengkap

Bawang pintar sekali untuk pulang ke rumahnya


Kembali ke tanah yang melahirkannya
Ia menyusup ke pencernaan kita dan berubah
Menjadi tahi, agar bisa kembali ke rahim ibunya

(2017)
PADA BULAN
Ke dalamku kau masuk
Menjelajah lorong-lorong gelap itu; kepalaku
Membuka pintu-pintu itu; hatiku
Membuat taman hiburan; mengisinya dengan tawa dan rasa hangat yang asing

Tiap malam, diantara lolong anjing dan gemerisik dahan itu


Kukabarkan bahagia pada Bulan
Dengan pelan. Dengan perlahan-lahan
Menjadi pendongeng ulung, bercerita tentang bahagia yang membuncah dan bergulung-gulung

Suatu kali, aku berkhayal


Kau dan aku menjadi nelayan
Mendayung sampan itu dan menikmati pulau
Menikmati gembira dalam debur dan ombak pantai

Panasnya menyengat
Kita sama-sama berteduh
Kau berlindung di bawah pohon
Aku berlindung dalam tatap matamu

Dan, tak sekalipun ingin kukatakan perasaanku


Karena kurasa kau pun tahu bahwa kita sama-sama tahu
Tentang apa yang tersembunyi pada hati
Lewat debar yang tak lekas pudar

Dan, itu pula yang menjadi kesalahanku


Perasaan akan tetap saja tersembunyi bila tak dikatakan
Aku mempelajari rasa sakit
lewat kau yang pergi tanpa pamit

Kini, tiap malam, diantara lolong anjing dan gemerisik dahan itu
Dengan pelan. Dengan perlahan-lahan aku meminta pada Bulan
“Bisa kau antarkan rinduku padanya?”
“Tunggulah. Saat yang tepat nanti, kuantarkan ia agar menjadi bahagia,” jawabnya

(Juli, 2018)
PEREMPUAN SEPANJANG MALAM
Perempuan dalam kepala
Tolong hilang, agar aku tidak selalu terjaga
Tidak selalu menerka. Tentang apa yang sedang kau lakukan
Tentang apa yang hendak kau lakukan

Jadilah buih dan hilanglah ke langit


Bawa semua kenangan yang kau kenakan padaku
Bawa semua sampai lagi tak bersisa
Lelah aku sakit sendirian

Merah mata menjaga nyala


Api dalam kepalaku yang semuanya kamu
Membakar sedikit demi sedikit
Hangus aku menjadi debu

Kepala yang hanya berisi kamu


Hanyalah kepala seorang yang tak tahu arah
Tersesat pada satu sosok
Dan tak tahu jalan kembali; kepalaku

(Juni 2018)
AKU TAKUT

Aku takut jika cinta adalah birahi yang menyamar


Tak ada kelemah-lembutan juga kasih
Tak ada keikhlasan hanya pamrih
Ataukah cinta adalah birahi dan kasih?

Aku ingin membelai rambutmu


Yang dihempas angin dan dijamah ilalang padang
Mencium aromanya dan meresapi
Wewangi purba dari cinta

Aku ingin menggenggam tanganmu


Dengan lembut agar hilang rasa kalut
Menciumnya meletakannya di dadaku
Agar kau bisa merasakan degup debar jantungku

Kau ada di depan sana


Berdiri bebas siap berlari
Aku berdiri di sini
Melempar mata dengan kaki dirantai

(Padalarang. 25-12-2017)
BENIH DUKA

Luka adalah benih duka


Yang muasal dari cinta yang manis
Yang disedot rutinitas yang bengis
Sedikit demi sedikit hilang cinta tak berpulang

Luka adalah benih duka


Di hati kekasih yang patah
Yang berserak pecah
Tenggelam dalam kubangan air matanya

Bukan salahmu
Rasa bosan adalah karibku
Yang membawaku berpetualang
Mencari ciuman-ciuman pada wanita yang malang

Bukan salahmu
Sabar adalah ujian yang gagal kulewati
Jarak adalah jalan berduri yang membentang diantara kita
Yang membuatku malas mencari

Maaf adalah kata yang diperam lidahku


Dibuahi waktu, jadi batu dalam hatiku

(Padalarang, 13-12-2017)
GADIS PADUAN SUARA

Anak paduan suara, Rahmi namanya


Si skuter matic krem yang selalu kutunggu
Di sana, di koridor kanan Sasana Krida*
Tapi ia tidak tahu

Aku duduk di kursi kumal pinggir balkon


Membunuh waktu menggunakan gitarku
Mataku sesekali berlari ke arah tangga
Tempat biasa dia muncul tanpa tanda

Tubuhku membeku sesaat


Ketika dia lewat dengan cepat

Wajahnya mempesona
Hasil make up sederhana
Air wudhu dan tulusnya doa

Senyumnya yang manis. Santun


Berdiam di pikiran
Tak mau pergi
Meski berkali-kali disingkirkan

Ada waktu ketika kami berpapasan


Beradu pandang, bertafakur
Tentang maksud dan tujuan

Matanya laut dalam


Dan aku ikhlas untuk tenggelam

(Padalarang, 9 Agustus 2017)

Sasana Krida: Nama gedung serba guna di Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
GADIS PADUAN SUARA 2

--Untuk Rahmi

Deret pintu adalah saksi bisu


Dimana kucuri sosokmu lewat jarak
Kusimpan untukku sendiri
Untuk kunikmati sendiri

Pelan langkah tapak kakimu


Gerak lembut ayun tubuhmu
Kau jadi candu
Dan aku pecandumu

Dalam kerjap
Dalam kerling
Dalam tatap ujung matamu
Di ujung mataku

Aku di ujung keberanianku

Teriakanku tercekat
Langkahku tercegat
Aku batu
Yang bisu dalam waktu
NEGERI TEMPATKU TINGGAL

Aku tinggal di sebuah negeri


Dimana ikan-ikan berenang bebas
Di dompet-dompet penguasa yang luas
Menjelma mobil dan rumah mewah

Aku tinggal di sebuah negeri


Dimana nelayan mendorong perahu dan melempar jala
Menghadapi badai dari utara
Membawa pulang gelisah juga rasa kecewa

Periuk nasi di rumah menganga


Perut hari ini disumpal mimpi
Juga paha ayam goreng dari televisi
Dengan sedikit paha presenter acara pagi

Negeriku sungguh hebat


Ia bisa memindahkan lautan sewarna tanah ke tengah kota
Melubangi jalan raya dengan perkasa
Membuat rumah di bawah jembatan
Atau, sebut saja apa yang ada di pikiranmu, ia bisa beri

Itulah negeriku
Tempatku tinggal
Dimana petani berkait besi memanen padi di aspal
Membawa pulang mimpi dalam karung yang kumal

(Padalarang. 25-12-2017)
RUTINITAS PAGI
Di dalam pengap angkot
Mata mata berbenturan
Saling tatap
Diakhiri kerjap yang sekejap

Banyak tujuan ada di kepala mereka


Ada yang dinantikan
Ada yang disesalkan
Ada yang dirisaukan

Seorang bapak berkemeja memandang jauh


Matanya kosong
Pergi menuju tagihan listrik dan biaya sekolah
Juga cicilan rumah

Seorang anak sma gelisah


Kertas contekan terbang, bermain dengan angin
Papan ujian diapit keras, berteriak dalam keretak
Pensil dimainkan, pelepas risau hati yang kacau

Seorang perempuan muda


Menutup depan tubuhnya
Melindungi diri dari kejam mata laki-laki
Yang buas, yang hewani

Aku di atas jok


Mengobrol dengan jalan raya
Menjamah kemudi dengan manja
Memainkan perseneling dengan mesra
(Padalarang. 27-12-2017)
DUDUKLAH DI SINI

Datangmu adalah girangku nona


Obat mujarab bagi rindu berkepala batu
Duduklah di sini, di sampingku
Kita habisi waktu berdua
Dengan tatapan dan percakapan

Kepala kita lalu menyatu


Membentuk sungai yang mengalir
Berisi bunga manis tak habis-habis
Tapi kadang ada riak dan jeram yang deras, dengan batu membentur-bentur

Duduklah di sini, di sampingku


Waktu telah mati, dan kita abadi

(Padalarang. 25-12-2017)
SIALAN

Dingin nian ini ruangan

Aku menggigil satu badan

Merambat sampai pikiran dan perasaan

Sialan!

(Mei 2015)
LAMUNAN

Seingkali aku ingin bercerita lama denganmu


Tentang pahitnya kopiku
Atau enaknya sarapan
Yang dibuat ibu tadi pagi

Aku ingin bercerita hal remeh-temeh denganmu


Berbagi senyum dan absurdnya hidupku
Pun sebaliknya

Aku ingin menjadi pemilik matamu


Berbicara lewatnya
Dari hati ke hati
Dari hari ke hari

(Garut. 14-8-2017)
DI KAWALU

Di Kawalu, suara mesin jahit sayup terdengar


Terdengar dan menggema di jalanan
Tak henti-henti. Serupa nafas
Sekali berhenti. Ia mati.

Di hati penjahit, suara doa lamat bergetar


Bergetar dan menggema pada Tuhan
Tak henti-henti. Serupa nafas
Sekali berhenti. Keluarganya mati.

(Juni 2018)
ALUN-ALUN

Ke alun-alun
Orang datang berduyun-duyun
Membawa duka, membawa luka
Membawa harap, lampu kota membuat lupa

(Juni 2018)
DI KOTA INI

Di kota ini aku ingin melupakan


Kesedihan juga kedukaan dan semuanya
Bayangan juga kenangan dan segalanya
Yang tak ku inginkan juga kau dan seisinya

Namun kerlap-kerlip lampu


Justru semakin membawamu
Kau mewujud di hadapanku
Dan aku mematung di hadapanmu

(Juni 2018)

Anda mungkin juga menyukai