Anda di halaman 1dari 40

EVALUASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI HAND SANITIZER

YANG DIGUNAKAN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT TERHADAP


BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

EVALUATION OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF HAND


SANITIZERS USED IN SOME HOSPITALS
ON METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

SKRIPSI SARJANA SAINS

Oleh

SINTA YUNITA

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITASNASIONAL

Skripsi, Jakarta Maret 2019

Sinta Yunita

EVALUASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI HAND SANITIZER YANG DIGUNAKAN


DI BEBERAPA RUMAH SAKIT TERHADAP BAKTERI METHICILLIN
RESISTANT Staphylococcus aureus

vi + 32 halaman, 2 tabel, 2 gambar, 10 lampiran

Methicillin - resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri multiresisten


yang dapat menyebabkan infeksi dengan memasuki tubuh lewat luka terbuka atau aliran
darah. Penyebarannya bakteri MRSA dapat terjadi antar pasien dan petugas medis melalui
tangan. Kebersihan tangan diakui sebagai salah satu kunci pencegahan dan pengendalian
infeksi yang efektif di fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit. WHO merekomendasikan
hand sanitizer berbasis alkohol sebagai gold standard untuk kebersihan tangan. Namun,
tidak semua hand sanitizer yang digunakan di rumah sakit memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri MRSA. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri
hand sanitizer yang digunakan di beberapa rumah sakit terhadap bakteri MRSA dengan
menggunakan metode Kirby Bauer (agar well diffusion test). Hand sanitizer yang diuji
merupakan merek yang digunakan di beberapa rumah sakit, diantaranya hand sanitizer
dengan kode merek AL, BS, EC, AG dan DT. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan aktivitas antibakteri dari beberapa merek hand sanitizer yang
diuji. Aktivitas antibakteri terhadap bakteri MRSA paling tinggi dimiliki oleh hand
sanitizer dengan kode merek AL dan EC. Hand sanitizer dengan kode merek BS memiliki
aktivitas antibakteri yang lebih rendah dari kode merek AL dan EC. Hand sanitizer merek
AG dan DT tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri MRSA. Perbedaan
aktivitas antibakteri tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kandungan bahan aktif
dari masing-masing hand sanitizer.

Kata kunci : alkohol, antibakteri, hand sanitizer, klorheksidin glukonat, MRSA

Daftar bacaan : 24 (1999-2018)


EVALUASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI HAND SANITIZER
YANG DIGUNAKAN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT TERHADAP
BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI

Oleh

SINTA YUNITA
173112620120029

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
Judul Skripsi : EVALUASI AKTIVITAS ANTIBAKTERI HAND SANITIZER
YANG DIGUNAKAN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT
TERHADAP BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT
Staphylococcus aureus

Nama Mahasiswa : Sinta Yunita

Nomor Pokok : 173112620120029

MENYETUJUI

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Dra. Noverita, M.Si Drs. Imran S.L. Tobing, M.Si

Dekan

Drs. Imran S.L. Tobing, M.Si

Tanggal Lulus : 29 Maret 2019


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji
syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Evaluasi aktivitas antibakteri
hand sanitizer yang digunakan di beberapa rumah sakit terhadap bakteri methicillin
- resistant Staphylococcus aureus” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami
kendala, namun berkat rahmat Allah SWT dan bimbingan, bantuan, serta kerjasama dari
berbagai pihak sehingga kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada:
1. Orang Tua, suami dan kerabat penulis yang banyak memberikan bantuan moril,
material, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama
menempuh pendidikan.
2. Ibu Dra. Noverita, MSi selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan
waktunya memberi arahan kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak. Drs. Imran S.L. Tobing, M.Si selaku pembimbing kedua dan selaku Dekan
Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah membantu dan memberi masukan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Ida Wiryanti, M.Si selaku pembimbing akademik angkatan 2017 yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Biologi
Universitas Nasional.
5. Ibu Dr. Sri Endarti Rahayu, M.Si selaku Ketua Progam Studi Biologi Universitas
Nasional.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Biologi konsentrasi studi Biologi Medik yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuannya selama penulis menempuh studi
di Fakultas Biologi Universitas Nasional.
7. dr. Niken Wastu Palupi, MKM selaku Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Jakarta yang telah mengizinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium guna
kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

ii
8. Rekan – rekan mahasiswa Fakultas Biologi konsentrasi studi Biologi Medik angkatan
2017 yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1

BAB II METODE PENELITIAN .....................................................................................7

A. Tempat dan waktu penelitian..................................................................................7

B. Instrumen penelitian ...............................................................................................7

C. Cara kerja................................................................................................................8

D. Analisis data ...........................................................................................................9

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................11

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................16

A. Kesimpulan ...........................................................................................................17

A. Saran .....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................19

LAMPIRAN ....................................................................................................................21

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Naskah
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel (DOV) .................................................................7
Tabel 2. Rata-rata hasil pengukuran zona hambat terhadap bakteri MRSA ...................13

Lampiran
Tabel Lampiran 1. Data penelitian ..................................................................................20
Tabel Lampiran 2. Hasil analisis statistika ......................................................................22
Tabel Lampiran 3. Kandungan hand sanitizer yang diuji ...............................................25

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Naskah
Gambar 1. Skema penelitian ............................................................................................10
Gambar 2. Zona hambat beberapa merek hand sanitizer terhadap bakteri MRSA ......... 12

Lampiran
Gambar Lampiran 1. Alat dan bahan...............................................................................26
Gambar Lampiran 2. Pembuatan media dan sterilisasi ...................................................27
Gambar Lampiran 3. Gambaran zona hambat .................................................................28
Gambar Lampiran 4. Pengukuran zona hambat ..............................................................29
Gambar Lampiran 5. Hasil identifikasi bakteri MRSA menggunakan Vitek..................30
Gambar Lampiran 6. Surat permohonan perizinan penelitian .........................................31
Gambar Lampiran 7. Surat persetujuan perizinan penelitian ..........................................32

v
BAB I PENDAHULUAN

Resistensi antibiotik telah muncul sebagai permasalahan global dunia kesehatan.


Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah kasus, tingkat kematian yang tinggi dan
pengobatan yang kurang efektif (Pei et al., 2018). Resistensi antibiotik dapat
menyebabkan kesulitan dalam pemilihan pengobatan sehingga berdampak terhadap
kegagalan kesembuhan pasien. Resistensi antibiotik terjadi ketika mikroorganisme
seperti bakteri, mengalami perubahan sehingga obat-obatan yang digunakan untuk
menyembuhkan infeksi tersebut menjadi tidak efektif. Angka kematian akibat resistensi
antibiotik sampai tahun 2014 sebesar 700.000 per tahun. Dengan semakin cepatnya
perkembangan dan penyebaran infeksi bakteri, diperkirakan pada tahun 2050, kematian
akibat resistensi antibiotik lebih besar dibanding kematian yang diakibatkan oleh kanker,
yakni mencapai 10 juta jiwa (RI, 2016).
Diantara mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik, methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan salah satu bakteri patogen yang paling
banyak ditemukan dan dapat menimbulkan kematian, sehingga telah disorot sebagai
penyebab utama infeksi nosokomial oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (Pei et al.,
2018).
Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen pada manusia yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit kulit, infeksi jaringan lunak,
endokarditis, osteomielitis, toxic shock syndrome (TSS) dan infeksi lainnya yang dapat
mengancam jiwa (Kong et al., 2016). Infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri ini dapat
diatasi dengan pemberian antibiotik golongan betalaktam seperti penisilin. Galur
resistensi S. aureus memiliki gen blaZ yang menyandi enzim betalaktamase sehingga
mampu mendegradasi penisilin. Masalah resistensi terhadap betalaktam ini dapat diatasi
dengan antibiotik yang tahan terhadap betalaktamase, yaitu metisilin. Isolat S. aureus
yang peka terhadap metisilin disebut methicillin sensitive Staphylococcus aureus
(MSSA). Namun, setelah penggunaan metisilin dalam waktu yang cukup lama di rumah
sakit, ditemukan isolat S. aureus yang resisten terhadap metisilin yang disebut methicillin
resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Sudigdoadi, 2010).

1
Resistensi metisilin terjadi melalui mutasi protein pengikat antibiotik golongan
penisilin, yang disebut gen mecA. Gen ini menghasilkan Penicillin Binding Protein
(PBP) 2A. Kemampuan resistensi ini dapat dipindahkan antar organisme S. aureus oleh
bakteriofag melaui mekanisme transduksi (Siddiqui and Whitten, 2018).
MRSA menyebar dengan cepat ke seluruh rumah sakit di dunia. Obat pilihan
untuk terapi infeksi MRSA adalah vankomisin. Namun pada tahun 1996 ditemukan
penyebaran MRSA yang telah mengalami penurunan kepekaan terhadap vankomisin
(Sudigdoadi, 2010).
Faktor-faktor resiko umum terkait infeksi MRSA adalah rawat inap yang
berkepanjangan, perawatan di rumah sakit, infeksi HIV, tinggal di panti jompo, luka
terbuka, hemodialisa, dan penggunaan kateter urin dalam waktu lama. Kejadian infeksi
MRSA yang lebih tinggi juga terlihat di antara petugas layanan kesehatan yang
melakukan kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi (Siddiqui and Whitten, 2018).
MRSA dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi atau menyentuh benda atau zat yang terkontaminasi. Petugas kesehatan
memiliki andil dalam penyebaran MRSA, karena adanya kontak dengan pasien dalam
berbagai pelayanan kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, prosedur klinis banyak
melibatkan penggunaan tangan, sehingga tangan menjadi mode transmisi utama antara
para petugas kesehatan dan pasiennya. Itulah alasan mengapa kebersihan tangan
merupakan protokol utama yang harus diikuti dalam memberantas masalah infeksi
nosokomial (Patmanathan et al., 2015).
Tangan dianggap sebagai jalur utama untuk mentransmisikan mikroba ke
individu lainnya. Kebersihan pribadi (Personal hygiene), diantaranya kebersihan tangan
penting untuk mencegah banyak penyakit menular. Telah diketahui bahwa kebersihan
tangan sangat penting untuk mencegah dan meminimalkan infeksi yang terkait dengan
perawatan kesehatan. CDC, WHO, dan banyak pakar kesehatan lainnya mempromosikan
kebersihan tangan sebagai salah satu ukuran penting dalam pencegahan infeksi
nosokomial di rumah sakit. Beberapa penelitian telah menunjukkan pentingnya
kebersihan tangan yang tepat dalam mengurangi kejadian infeksi nosokomial (Jain et al.,
2016).

2
Infeksi karena MRSA disebabkan oleh banyak faktor tetapi salah satu yang
penting adalah buruknya praktek kebersihan dalam pelayanan kesehatan. Kebersihan
tangan para petugas pelayanan kesehatan dan pihak-pihak terkait menjadi faktor utama.
Meskipun kebersihan tangan bukan satu-satunya hal yang diukur dalam pengendalian
infeksi, namun terdapat banyak penelitian membuktikan bahwa peningkatan kebersihan
tangan adalah salah satu cara yang efektif dalam mengurangi kejadian infeksi
nosokomial. Kebersihan tangan merupakan metode yang sederhana dan hemat biaya
dalam mencegah transmisi mikroorganisme patogen. Strategi peningkatan kebersihan
tangan dikembangkan oleh WHO untuk dipromosikan ke rumah sakit di seluruh dunia.
Namun, praktek kebersihan tangan petugas kesehatan dalam hal perawatan, di banyak
rumah sakit negara berkembang termasuk Indonesia, masih berada pada level yang
bervariasi. Infeksi silang yang terjadi di rumah sakit yang disebabkan oleh MRSA
diperkirakan akan menjadi indikator transmisi patogen pada tangan. Patogen tersebut bisa
dibasmi dengan menjaga kebersihan tangan selama perawatan pasien (Dahesihdewi et al.,
2018).
Studi ilmiah telah menunjukkan bahwa setelah mencuci tangan dengan sabun
antiseptik, beberapa bakteri patogen masih terdapat pada tangan. Dalam aktivitas
perawatan pasien di rumah sakit, hand sanitizer berbasis alkohol secara signifikan lebih
efisien dalam mengurangi kontaminasi pada tangan daripada mencuci tangan dengan
sabun antiseptik (Girou et al., 2002).
Mencuci tangan dengan sabun menghilangkan asam lemak alami dari kulit yang
dapat menyebabkan kulit pecah sehingga menjadi pintu masuk bagi patogen. Dermatitis
akibat kontak dengan deterjen dapat menyebabkan kekeringan lebih lanjut, gatal, iritasi,
retak, atau ruam. Kulit yang rusak cenderung menampung peningkatan jumlah organisme
seperti Staphylococcus (Firanek and Guest, 2011). Untuk mengatasi keterbatasan
mencuci tangan, hand sanitizer diperkenalkan dengan claim efektif melawan
mikroorganisme patogen dan juga dapat memperbaiki kondisi kulit dengan penambahan
moisturizer atau emolien (Jain et al., 2016).
Membersihkan tangan dengan hand sanitizer berbentuk cairan atau gel dinilai
lebih praktis karena dapat digunakan dimana saja tanpa harus membilasnya dengan air.
(Hayat and Munnawar, 2016). Dibandingkan dengan sabun antiseptik, hand sanitizer

3
termasuk antibakteri yang memiliki aktivitas tinggi dengan waktu yang lebih singkat dan
tidak diperlukan pengeringan tangan, yang biasanya menjadi sumber kontaminasi
(Otokunefor and Princewill, 2017). WHO telah merekomendasikan hand sanitizer
terutama untuk digunakan di rumah sakit dan klinik (Hayat and Munnawar, 2016).
Kemampuan antimikroba suatu hand sanitizer tergantung kepada bahan
aktifnya. Setiap hand sanitizer memiliki bahan aktif, dapat berupa etanol, atau
isopropanol. Selain alkohol, bahan dasar lain yang sering digunakan adalah senyawa
amonium kuartener dan triklosan. Selain itu beberapa bahan tidak aktif seperti asam
poliakrilat, gliserin, propilen glikol atau ekstrak tanaman ditambahkan dalam hand
sanitizer. Alkohol adalah desinfektan spektrum luas yang dapat membunuh bakteri
(Hayat and Munnawar, 2016). Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
mengeluarkan sebuah pedoman yang merekomendasikan hand sanitizer berbasis alkohol
digunakan secara rutin untuk dekontaminasi tangan. Hand sanitizer yang umum
digunakan memiliki konsentrasi alkohol 60% hingga 95% (Otokunefor and Princewill,
2017). Alkohol menyebabkan hilangnya fungsi membrane seluler sehingga terjadi
pelepasan komponen intraseluler, denaturasi protein, dan menghambat sintesis DNA,
RNA, protein dan peptidoglikan (Sheldon, 2005).
Beberapa produk hand sanitizer memiliki zat aktif berupa gabungan dari alkohol
dengan desinfektan lainnya, seperti kombinasi antara etanol dan klorheksidin dengan
tujuan mempertahankan aktivitas antibakteri setelah alkohol menguap (McDonnell and
Russell, 1999). Klorheksidin adalah senyawa biguanide yang merupakan zat aktif
membran yang bekerja dengan merusak dinding sel dan membran luar bakteri sehingga
mengakibatkan rusaknya kemampuan membrane dan kebocoran intraseluler. Selanjutnya
koagulasi sitosol terjadi melalui difusi pasif (Sheldon, 2005). Amonium kuartener,
termasuk benzalkonium klorida atau benzthonium klorida adalah surfaktan aktif dan
antimikroba spektrum luas, digunakan untuk keperluan rumah tangga (Hayat and
Munnawar, 2016).
Beberapa produk yang dipasarkan di masyarakat sebagai hand sanitizer
antimikroba tidak efektif dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan. Faktanya,
meskipun ada label yang menyatakan bahwa produk tersebut dapat mengurangi "bakteri
berbahaya" sebesar 99,9%, namun beberapa penelitian telah mengamati adanya

4
peningkatan jumlah bakteri yang signifikan pada cetakan tangan di media agar setelah
tangan dibersihkan (Jain et al., 2016). Adapun beberapa produk hand sanitizer hadir
dengan claim dapat mencegah infeksi MRSA. Namun, FDA menghimbau untuk tidak
mudah mempercayai pernyataan tersebut sebelum ada pembuktian ilmiah. Oleh karena
itu, masih ada kebutuhan untuk memverifikasi claim ini (FDA, 2011).
Penelitian tentang hand sanitizer sebelumnya telah dilakukan terhadap bakteri
S. aureus namun bukan golongan MRSA. Dari sembilan merek hand sanitizer yang
diteliti, lima merek diantaranya memiliki efek antibakteri terhadap S. aureus, sedangkan
empat merek lainnya tidak memiliki efek antibakteri terhadap S. aureus (Hayat and
Munnawar, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk
mengevaluasi aktivitas antibakteri hand sanitizer yang digunakan di beberapa rumah sakit
terhadap bakteri MRSA. Masalah dalam penelitian ini adalah belum adanya pembuktian
ilmiah terhadap aktivitas antibakteri beberapai merek hand sanitizer yang digunakan di
rumah sakit terhadap bakteri MRSA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas antibakteri hand sanitizer yang digunakan di beberapa rumah sakit terhadap
bakteri MRSA.
Berdasarkan kajian yang telah dijelaskan sebelumnya, hipotesis yang ingin diuji
dari penelitian ini adalah adanya perbedaan aktivitas antibakteri hand sanitizer yang
digunakan di beberapa rumah sakit terhadap bakteri MRSA.

5
6
BAB II METODE PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar
Laboratorium Kesehatan Jakarta pada bulan Januari 2018.

B. Instrumen penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Biosafety cabinet, tabung reaksi,
mikro pipet, vortex mixer, ose disposable, spatula besi, cawan Petri, jangka sorong, rak
tabung, timbangan, autoclave, cork borer, densitometer, alumunium foil, swab kapas,
erlenmeyer, pengukur waktu, inkubator, label, alat tulis, kamera, kertas tissue, pinset.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima merek hand sanitizer
yaitu kode merek AL, AG, BS, DT, dan EC, media Mueller Hinton Agar (MHA), NaCl,
aquadest steril, antibiotik vankomisin, biakan bakteri MRSA yang diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi UI.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan
pada tabel 1.

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel (DOV)

No Definisi Operasional Variabel Satuan


Variabel Sumber
. (DOV)
1. Hand Lima merek hand sanitizer Hand sanitizer yang μL
sanitizer yang digunakan di beberapa dibeli di toko alat
rumah sakit berdasarkan hasil kesehatan di Jakarta.
kuesioner secara online.
2. Zona Daerah bening yang terbentuk Penelitian dikerjakan mm
Hambat tanpa ada pertumbuhan dengan metode Kirby
bakteri MRSA ( Methicillin- Bauer, dan hasilnya
resistant Staphylococcus diukur menggunakan
aureus ) jangka sorong.

C. Cara kerja
1. Tahap persiapan

7
a. Sterilisasi alat dan bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkus
dengan kertas dan alumunium foil kemudian disterilisasi menggunakan autoclave
selama 30 menit pada suhu 121OC.
b. Pembuatan media
Sebanyak 30,4 gram Mueller Hinton Agar (MHA) ditimbang dan dimasukkan ke
dalam beaker glass lalu ditambahkan 800 mL dengan aquades, serta dipanaskan
sambil diaduk sampai semua bahan larut dengan sempurna, kemudia disterilkan
menggunakan autoclave selama 15 menit dengan suhu 121OC.
c. Pembuatan alkohol 63% dan 70%
Untuk alkohol 63%, sebanyak 65,62 mL alkohol 96% dipipet dan dimasukkan ke
dalam labu takar, kemudian ditambahkan aquadest sampai 100 mL. Untuk alkohol
70%, sebanyak 72,92 mL alkohol 96% dipipet dan dimasukkan ke dalam labu
takar, kemudian ditambahkan aquadest sampai 100mL.
d. Perkembang biakan bakteri
Pembuatan stock bakteri dilakukan untuk memperbanyak bakteri, dengan cara
menanam 1 ose biakan murni MRSA ke dalam MHA, kemudian diinkubasi pada
suhu 37OC selama 24 jam di dalam inkubator.
2. Tahap pengujian
Penentuan aktivitas antibakteri diuji dengan metode Kirby-Bauer (Agar well
diffusion test). Adanya aktivitas antimikroba dapat dinilai dengan mengukur zona
hambat yang terbentuk di sekitar lubang yang telah diisi hand sanitizer pada media
agar Mueller Hinton (Jain et al.).
a. Satu ose suspensi bakteri MRSA dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi NaCl steril. Kemudian dihomogenisasi menggunakan vortex dan
kekeruhannya distandarisasi menggunakan densitometer agar jumlah bakteri
memenuhi syarat untuk uji kepekaan yaitu 0,5 Mc Farland atau setara dengan 105
- 108 CFU/ mL.
b. Suspensi bakteri tersebut diratakan pada permukaan media MHA kemudian
didiamkan beberapa saat hingga suspensi bakteri meresap ke dalam media.

8
c. Dibuat 3 lubang / sumur pada media MHA tersebut menggunakan cork borer
berukuran 6 mm.
d. Sebanyak 50 μL hand sanitizer dimasukkan ke dalam lubang-lubang pada media
Muller Hinton. Aquadest dengan jumlah yang sama dimasukkan ke dalam lubang
sebagai kontrol negatif. Antibiotik vankomisin dengan jumlah yang sama
dimasukkan ke dalam lubang sebagai kontrol positif. Alkohol 70% dan alkohol
63% dengan jumlah yang sama dimasukkan ke dalam lubang sebagai kontrol
positif bahan aktif hand sanitizer.
e. Media MHA yang sudah ditanami bakteri MRSA dengan perlakuan pemberian
hand sanitizer tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37OC.
f. Setelah 24 jam, dilakukan pengukuran zona bening yang terbentuk di sekitar
lubang menggunakan jangka sorong. Skema cara kerja disajikan pada gambar 1.
Skema penelitian.

D. Analisis data
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 taraf perlakuan yaitu vankomisin (K+),
aquadest (K-), hand sanitizer kode merek AL, AG, BS, DT, dan EC, alkohol 70% (A70)
dan alkohol 63% (A63) dengan 5 ulangan. Analisis data menggunakan uji ANOVA satu
arah dengan bantuan progam SPSS 23. Jika ada perbedaan yang bermakna (signifikan),
maka uji antar taraf perlakuan dilanjutkan dengan uji post hock (Tuckey).

9
Persiapan alat dan bahan
(Pembuatan media dan sterilisasi, pembuatan stock bakteri MRSA)

Pembuatan suspensi bakteri MRSA 0,5 Mc Farland menggunakan


densitometer.

Suspensi bakteri tersebut diratakan pada permukaan media MHA.


Ditunggu beberapa saat hingga meresap.

Media MHA dilubangi menggunakan cork borer steril berukuran 6 mm.


Setiap media agar dibuat 3 lubang dengan jarak yang sesuai.

Sebanyak 50 µL hand sanitizer dimasukkan ke dalam lubang menggunakan


mikropipet. Hal yang sama dilakukan pada kontrol positif dan negatif.

Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.


Inkubasi dilakukan tanpa membalikkan posisi cawan.

Melakukan pengamatan dan pengukuran zona hambat yang terbentuk dengan


menggunakan jangka sorong. Catat hasil pengamatan dalam buku kerja.

Gambar 1. Skema penelitian

10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan hand sanitizer yang diuji menghasilkan
diameter zona hambat yang bervariasi (Tabel lampiran 1). Dari kelima hand sanitizer
yang diuji, tiga diantaranya membentuk zona hambat, yaitu hand sanitizer dengan kode
merek AL, EC dan BS. Sedangkan hand sanitizer dengan kode merek AG dan DT tidak
membentuk zona hambat. Rata-rata hasil pengukuran zona hambat disajikan dalam Tabel
2.

Tabel 2. Rata-rata hasil pengukuran zona hambat terhadap bakteri MRSA

TARAF RATA-RATA DIAMETER


NO. KETERANGAN
PERLAKUAN ZONA HAMBAT (mm)
1. K– 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
2. K+ 29,0 Terbentuk zona hambat
3. AL 25,4 Terbentuk zona hambat
4. AG 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
5. BS 8,6 Terbetuk zona hambat
6. DT 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
7. EC 25,4 Terbentuk zona hambat
8. A70 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
9. A63 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
Keterangan: K+ : Kontrol positif (vankomisin), K- : Kontrol negatif (aquadest), A70 : Alkohol
70%, A63 : Alkohol 63%.

Zona hambat terluas dihasilkan oleh hand sanitizer dengan kode merek AL dan
EC dengan rata-rata diameter zona hambat 25,4 mm. Disusul kemudian oleh hands
sanitizer dengan kode merek BS dengan rata-rata zona hambat 8,6 mm. Hand sanitizer
dengan kode merek AG dan DT tidak menghasilkan zona hambat sehingga yang tercatat
adalah diameter lubang pada media MHA yaitu 6 mm. Aquadest sebagai kontrol negatif
tidak menghasilkan zona hambat. Kontrol positif vankomisin menghasilkan zona hambat
rata-rata 29,0 mm. Alkohol 70% dan 63% tidak menghasilkan zona hambat.

11
Hand sanitizer
BS
Aquadest Alkohol 63 %

Alkohol 70 %

Hand sanitizer
Berikut ini merupakan gambaran Alkohol 70 %
zona hambat yang dihasilkan oleh hand
DT
sanitizer yang diuji terhadap bakteri MRSA.

Gambar 2. Zona hambat beberapa merek hand sanitizer terhadap bakteri MRSA

Secara statistik, hand sanitizer dengan kode merek AL, EC dan BS memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri MRSA. Hal ini terbukti dari uji statistika (Tabel
lampiran 2) yang menunjukkan hasil berbeda nyata (signifikan) antara diameter zona
hambat yang dihasilkan oleh hand sanitizer dengan kode merek AL, EC dan BS dengan
diameter zona hambat yang dihasilkan oleh aquadest.
Hand sanitizer dengan kode merek AL dan EC memiliki aktivitas antibakteri yang
sama baik terhadap bakteri MRSA. Dibuktikan dengan hasil statistik yang berbeda tidak
nyata (tidak signifikan) diantara keduanya. Namun, hasil statistik antara hand sanitizer
kode merek BS dengan AL dan EC berbeda secara signifikan (Tabel lampiran 2). Hand
sanitizer dengan kode merek BS membentuk zona hambat lebih kecil dibandingkan
dengan zona hambat yang dihasilkan oleh hand sanitizer kode merek AL dan EC.

12
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hand sanitizer kode merek AL dan EC memiliki
aktivitas antibakteri lebih baik dari hand sanitizer kode merek BS.
Dua hand sanitizer lainnya, yaitu dengan kode merek AG dan DT tidak
membentuk zona hambat pada media Mueller Hinton. Secara statistik hand sanitizer
dengan kode merek AG dan DT tidak memiliki perbedaan yang nyata (tidak signifikan)
dengan Aquadest (Tabel lampiran 2), sehingga dapat dinilai bahwa kedua hand sanitizer
tersebut tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA.
Adanya perbedaan aktivitas antibakteri terhadap bakteri MRSA pada beberapa
hand sanitizer yang diuji disebabkan karena adanya perbedaan kandungan bahan aktif
(Tabel lampiran 3). Pada penelitian ini, hand sanitizer dengan kode merek AL dan EC
merupakan hand sanitizer yang memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi jika
dibandingkan dengan tiga hand sanitazer lainnya terhadap bakteri MRSA. Kedua hand
sanitizer tersebut memiliki kandungan bahan aktif berupa etanol 70% dan klorheksidin
glukonat 0,5%.
Klorheksidin glukonat memiliki struktur biguanide dan merupakan spektrum
antimikroba yang luas. Klorheksidin sering digunakan dengan konsentrasi 0,5% -4%
dalam bentuk glukonat yang larut dalam air. Klorheksidin glukonat yang bermuatan
positif bereaksi dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif dan mempengaruhi
keseimbangan osmotik sel, sehingga merusak integritas membran sel. Selanjutnya,
klorheksidin glukonat menembus ke dalam sel dan menyebabkan kebocoran komponen
intraseluler yang menyebabkan kematian sel. Bakteri Gram positif lebih bermuatan
negatif, sehingga lebih sensitif terhadap klorheksidin glukonat (Horner et al., 2012).
Dalam WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care disebutkan bahwa
klorheksidin memiliki aktivitas residu yang signifikan. Penambahan klorheksidin
glukonat dengan konsentrasi rendah (0,5-1%) dalam sediaan berbahan dasar alkohol
menghasilkan aktivitas residu yang lebih tinggi dibandingkan alkohol tanpa penambahan
klorheksidin glukonat (Boyce et al., 2009). Aktivitas residu merupakan efek yang
berkepanjangan dalam mencegah pertumbuhan bakteri setelah pemberian agen
antibakteri tertentu. Klorheksidin glukonat juga umum digunakan sebagai terapi
pengobatan pasien dengan penyakit kulit yang disebabkan oleh MRSA (Holt et al., 2016).

13
Pada penelitian ini, hand sanitizer dengan kode merek AG dan DT dinilai tidak
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri MRSA karena tidak terbentuknya zona
hambat pada media MHA. Hand sanitizer dengan kode merek AG dan DT berbentuk gel,
berbeda dengan hand sanitizer dengan kode merek AL, AS dan BS yang berbentuk cair.
Bentuk gel dari hand sanitizer bukan merupakan faktor penghambat bagi keberhasilan
metode yang digunakan pada penelitian ini. Hal tersebut didukung oleh penelitian-
penelitian sebelumnya yang menggunakan metode yang sama, yaitu Kirby Bauer ( agar
well diffusion test ).
Penelitian yang dilakukan oleh Oke et al. pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
suatu merek hand sanitizer berbentuk gel mampu menghasilkan zona hambat terhadap
bakteri E.coli (26,0 mm), S. aureus (25,5 mm), P. aeruginosa (28,0 mm), K. Pneumoniae
(19,0 mm) dan S. pneumonia (14,3 mm). Sedangkan merek hand sanitizer lainnya yang
juga berbentuk gel hanya mampu menghambat P. aeruginosa dengan zona hambat
sebesar 14,5 mm, dan tidak terbentuk zona hambat terhadap empat bakteri lain yang
diujikan (Oke et al., 2013).
Berdasarkan informasi pada kemasan produk (Tabel lampiran 3), dapat diketahui
bahwa zat aktif pada kedua kode merek hand sanitizer AG dan DT adalah alkohol. Hand
sanitizer dengan kode merek AG mengandung ethyl alcohol (etanol) 70% sedangkan
hand sanitizer dengan kode merek DT mengandung alkohol 63%. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti melakukan uji konfirmasi menggunakan alkohol 63 % dan 70% sebagai
kontrol bahan aktif hand sanitizer. Uji konfirmasi tersebut memberikan hasil bahwa
alkohol 63 % dan 70% tidak mampu menghambat bakteri MRSA.
Alkohol merupakan agen antibakteri yang masih diandalkan hingga saat ini,
namun terdapat kekurangan yaitu memiliki aktivitas persisten (residual) yang rendah,
sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh setelah terjadi penguapan. Efektivitas
alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis alkohol, konsentrasi, waktu kontak
dan volume alkohol yang digunakan. Alkohol kurang efektif dalam volume kecil (0,2 -
0,5 mL). sebuah penelitian menyebutkan bahwa 1 mL alkohol secara signifikan kurang
efektif daripada 3 ml. Namun sampai saat ini belum diketahui secara pasti volume ideal
alkohol yang efektif untuk diterapkan (Boyce et al., 2009).

14
Penelitian yang dilakukan oleh Kanwar et al. pada tahun 2018 yang mengevaluasi
efektivitas antibakteri alkohol untuk dekolonisasi hidung pada pasien dengan MRSA
menunjukkan bahwa tidak ada pengurangan jumlah koloni yang signifikan ketika beban
bakteri awal tinggi, yaitu lebih dari 102 koloni per swab (Kanwar et al., 2018).
Hand sanitizer dengan kode merek BS memiliki aktivitas antimikroba terhadap
bakteri MRSA dengan zona hambat terkecil. Hand sanitizer dengan kode merek BS
memiliki kandungan bahan aktif berupa alkohol dalam bentuk kombinasi etanol dan
propanol. Hand sanitizer dengan kode merek BS juga mengandung bisabolol, linalool
dan limonene (Tabel lampiran 3). Bisabolol merupakan seskuiterpen alkohol yang
terbentuk secara alami dari Matricaria chamomilla (Asteraceae). Bisabolol memiliki sifat
anti-inflamasi, anti-iritasi, antibakteri dan non-alergi (Kamatou and Viljoen, 2009).
Linalool merupakan minyak esensial yang berasal dari beberapa jenis tanaman, seperti
Coriandrum sativum, Ocimum sanctum dan tanaman dari suku Rutaceae. Suatu penelitian
tentang aktifitas antibakteri dari linalool menyebutkan bahwa linalool memiliki daya
hambat terhadap Staphylococcus aureus (Silva et al., 2015). Limonene juga merupakan
minyak esensial yang memiliki kemampuan antibakteri. Limonene dilaporkan mampu
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus (Rancic et al., 2019). Adanya
bisabolol, linalool dan limonene dalam hand sanitizer kode merek BS mungkin
menyebabkan hand sanitizer tersebut masih memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri MRSA meskipun zona hambat yang dihasilkan relatif kecil.

15
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian tentang efektivitas antibakteri hand sanitizer


yang digunakan di beberapa rumah sakit terhadap bakteri MRSA dapat disimpulkan
bahwa:
1. Hand sanitizer yang memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi terhadap MRSA
adalah hand sanitizer dengan kode merek AL dan EC.
2. Hand sanitizer dengan kode merek AL dan EC memiliki aktivitas antibakteri yang
sama baik terhadap bakteri MRSA.
3. Hand sanitizer dengan kode merek BS memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA
lebih rendah dari hand sanitizer dengan kode merek AL dan EC.
4. Hand sanitizer dengan kode merek AG dan DT tidak memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri MRSA

B. Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap merek hand sanitizer berbahan dasar
alkohol lainnya yang digunakan di rumah sakit.
2. Gunakan hand sanitizer yang memiliki kandungan bahan aktif berupa kombinasi
etanol 70% dan klorheksidin 0,5% untuk menghambat pertumbuhan bakteri MRSA
terutama di lingkungan rumah sakit.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Boyce J, Chartier Y, Chraiti M, et al. 2009. WHO guidelines on hand hygiene in health
care. Geneva: World Health Organization

CDC. 2018. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Dahesihdewi A, Dwiprahasto I, Wimbarti S, et al. 2018. Reducing Methicillin-Resistant


Staphylococcus Aureus (MRSA) cross-infection through hand hygiene
improvement in Indonesian intensive tertiary care hospital. Bali Medical Journal
7: 227-233

FDA. 2011. Hand Sanitizers Carry Unproven Claims to Prevent MRSA Infections.

Firanek C, Guest S. 2011. Hand Hygiene in Peritoneal Dialysis. Peritoneal Dialysis


International 31: 399-408

Girou E, Loyeau S, Legrand P, et al. 2002. Efficacy of handrubbing with alcohol based
solution versus standard handwashing with antiseptic soap: randomised clinical
trial. BMJ 325: 362

Hayat A, Munnawar F. 2016. Antibacterial Effectiveness of Commercially Available


Hand Sanitizers. 427-431 pp.

Holt S, Thompson-Brazill KA, Sparks ER, et al. 2016. Treating Central Catheter–
Associated Bacteremia Due to Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus:
Beyond Vancomycin. Critical care nurse 36: 46-57

Horner C, Mawer D, Wilcox M. 2012. Reduced susceptibility to chlorhexidine in


staphylococci: is it increasing and does it matter? Journal of Antimicrobial
Chemotherapy 67: 2547-2559

Jain VM, Karibasappa GN, Dodamani AS, et al. 2016. Comparative assessment of
antimicrobial efficacy of different hand sanitizers: An in vitro study. Dental
research journal 13: 424-431

Kamatou GP, Viljoen A. 2009. A Review of the Application and Pharmacological


Properties of α-Bisabolol and α-Bisabolol-Rich Oils. 1-7 pp.

Kanwar A, Cadnum JL, Mana TSC, et al. 2018. 1213. Evaluation of an Alcohol-Based
Antiseptic for Nasal Decolonization of Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Open Forum Infectious Diseases 5: S367-S368

18
Kong E, K. Johnson J, Jabra-Rizk MA. 2016. Community-Associated Methicillin-
Resistant Staphylococcus aureus: An Enemy amidst Us

McDonnell G, Russell AD. 1999. Antiseptics and disinfectants: activity, action, and
resistance. Clinical microbiology reviews 12: 147-179

Oke M, Bello A, Odebisi M, et al. 2013. Evaluation of antibacterial efficacy of some


alcohol-based hand sanitizers sold in Ilorin (North-Central Nigeria). Ife journal of
science 15: 111-117

Otokunefor K, Princewill I. 2017. Evaluation of antibacterial activity of hand sanitizers–


an in vitro study. Journal of Applied Sciences and Environmental Management
21: 1276-1280

Patmanathan J, Sudigdoadi S, Adriansjah R. 2015. Methicillin-Resistant Staphylococcus


aureus (MRSA) Detection from the Hands of Jatinangor Community Health
Center’s Health Care Providers

Pei S, Morone F, Liljeros F, et al. 2018. Inference and control of the nosocomial
transmission of methicillin-resistant Staphylococcus aureus. eLife 7: e40977

Rancic A, Soković M, Van Griensven L, et al. 2019. Antimicrobial action of limonene

RI KK. 2016. Mari Kita Bersama Atasi Resistensi Antimikroba. Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat

Sheldon AT, Jr. 2005. Antiseptic “Resistance”: Real or Perceived Threat? Clinical
Infectious Diseases 40: 1650-1656

Siddiqui AH, Whitten RA. 2018. Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA).

Silva VA, Sousa JP, Guerra F, et al. 2015. Antibacterial activity of the monoterpene
linalool: Alone and in association with antibiotics against bacteria of clinical
importance. 1022-1026 pp.

Sudigdoadi S. 2010. Analisis Tipe Staphylococcal Cassette Chromosome mec (SCCmec)


Isolat Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Majalah Kedokteran
Bandung 42: 149-154

19
Tabel Lampiran 1. Data penelitian

DIAMETER
UNIT ZONA
NO. ULANGAN KETERANGAN
PERCOBAAN HAMBAT
(mm)
1 K-1 1 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
2 K-2 2 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
3 K-3 3 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
4 K-4 4 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
5 K-5 5 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
6 K+1 1 29,4 Terbentuk zona hambat
7 K+2 2 28,9 Terbentuk zona hambat
8 K+3 3 28,2 Terbentuk zona hambat
9 K+4 4 29,6 Terbentuk zona hambat
10 K+5 5 28,9 Terbentuk zona hambat
11 AL1 1 26,5 Terbentuk zona hambat
12 AL2 2 25,8 Terbentuk zona hambat
13 AL3 3 24,7 Terbentuk zona hambat
14 AL4 4 25,0 Terbentuk zona hambat
15 AL5 5 24,9 Terbentuk zona hambat
16 AG1 1 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
17 AG2 2 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
18 AG3 3 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
19 AG4 4 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
20 AG5 5 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
21 BS1 1 9,0 Terbentuk zona hambat
22 BS2 2 8,6 Terbentuk zona hambat
23 BS3 3 7,7 Terbentuk zona hambat
24 BS4 4 9,0 Terbentuk zona hambat
25 BS5 5 8,8 Terbentuk zona hambat
26 DT1 1 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
27 DT2 2 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
28 DT3 3 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
29 DT4 4 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
30 DT5 5 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
31 EC1 1 26,4 Terbentuk zona hambat
32 EC2 2 24,4 Terbentuk zona hambat
33 EC3 3 24,9 Terbentuk zona hambat
34 EC4 4 25,3 Terbentuk zona hambat
35 EC5 5 26,2 Terbentuk zona hambat

20
DIAMETER
UNIT ZONA
NO. ULANGAN KETERANGAN
PERCOBAAN HAMBAT
(mm)
36 A70-1 1 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
37 A70-2 2 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
38 A70-3 3 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
39 A70-4 4 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
40 A70-5 5 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
41 A63-1 1 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
42 A63-2 2 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
43 A63-3 3 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
44 A63-4 4 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
45 A63-5 5 6,0 Tidak terbentuk zona hambat
Keterangan: K+ : Kontrol positif (vankomisin), K- : Kontrol negatif (aquadest), A70 : Alkohol
70%, A63 : Alkohol 63%.

21
Tabel Lampiran 2. Hasil analisis statistika

Oneway
ANOVA
Zona hambat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4139.860 8 517.483 2481.269 .000


Within Groups 7.508 36 .209
Total 4147.368 44

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat
Tukey HSD

95% Confidence Interval


Mean Std.
(I) UNIT (J) UNIT Sig. Lower Upper
Difference (I-J) Error
Bound Bound
Aquadest Vancomycin -23.00000* 0.28883 0.000 -23.9523 -22.0477
AL -19.38000* 0.28883 0.000 -20.3323 -18.4277
AG 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
BS -2.62000* 0.28883 0.000 -3.5723 -1.6677
DT 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
EC -19.44000* 0.28883 0.000 -20.3923 -18.4877
A70 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
A63 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
Vancomycin Aquadest 23.00000* 0.28883 0.000 22.0477 23.9523
AL 3.62000* 0.28883 0.000 2.6677 4.5723
AG 23.00000* 0.28883 0.000 22.0477 23.9523
BS 20.38000* 0.28883 0.000 19.4277 21.3323
DT 23.00000* 0.28883 0.000 22.0477 23.9523
EC 3.56000* 0.28883 0.000 2.6077 4.5123
A70 23.00000* 0.28883 0.000 22.0477 23.9523
A63 23.00000* 0.28883 0.000 22.0477 23.9523
AL Aquadest 19.38000* 0.28883 0.000 18.4277 20.3323
Vancomycin -3.62000* 0.28883 0.000 -4.5723 -2.6677
AG 19.38000* 0.28883 0.000 18.4277 20.3323
BS 16.76000* 0.28883 0.000 15.8077 17.7123
DT 19.38000* 0.28883 0.000 18.4277 20.3323

22
95% Confidence Interval
Mean Std.
(I) UNIT (J) UNIT Sig. Lower Upper
Difference (I-J) Error
Bound Bound
AL EC -0.06000 0.28883 1.000 -1.0123 0.8923
A70 19.38000* 0.28883 0.000 18.4277 20.3323
A63 19.38000* 0.28883 0.000 18.4277 20.3323
AG Aquadest 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
Vancomycin -23.00000* 0.28883 0.000 -23.9523 -22.0477
AL -19.38000* 0.28883 0.000 -20.3323 -18.4277
BS -2.62000* 0.28883 0.000 -3.5723 -1.6677
DT 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
EC -19.44000* 0.28883 0.000 -20.3923 -18.4877
A70 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
A63 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
BS Aquadest 2.62000* 0.28883 0.000 1.6677 3.5723
Vancomycin -20.38000* 0.28883 0.000 -21.3323 -19.4277
AL -16.76000* 0.28883 0.000 -17.7123 -15.8077
AG 2.62000* 0.28883 0.000 1.6677 3.5723
DT 2.62000* 0.28883 0.000 1.6677 3.5723
EC -16.82000* 0.28883 0.000 -17.7723 -15.8677
A70 2.62000* 0.28883 0.000 1.6677 3.5723
A63 2.62000* 0.28883 0.000 1.6677 3.5723
DT Aquadest 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
Vancomycin -23.00000* 0.28883 0.000 -23.9523 -22.0477
AL -19.38000* 0.28883 0.000 -20.3323 -18.4277
AG 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
BS -2.62000* 0.28883 0.000 -3.5723 -1.6677
EC -19.44000* 0.28883 0.000 -20.3923 -18.4877
A70 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
A63 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
EC Aquadest 19.44000* 0.28883 0.000 18.4877 20.3923
Vancomycin -3.56000* 0.28883 0.000 -4.5123 -2.6077
AL 0.00000 0.28883 1.000 -0.8923 1.0123
AG 19.44000* 0.28883 0.000 18.4877 20.3923
BS 16.82000* 0.28883 0.000 15.8677 17.7723
DT 19.44000* 0.28883 0.000 18.4877 20.3923
A70 19.44000* 0.28883 0.000 18.4877 20.3923
A63 19.44000* 0.28883 0.000 18.4877 20.3923
A70 Aquadest 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
Vancomycin -23.00000* 0.28883 0.000 -23.9523 -22.0477

23
95% Confidence Interval
Mean Std.
(I) UNIT (J) UNIT Sig. Lower Upper
Difference (I-J) Error
Bound Bound
A70 AL -19.38000* 0.28883 0.000 -20.3323 -18.4277
AG 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
BS -2.62000* 0.28883 0.000 -3.5723 -1.6677
DT 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
EC -19.44000* 0.28883 0.000 -20.3923 -18.4877
A63 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
A63 Aquadest 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
Vancomycin -23.00000* 0.28883 0.000 -23.9523 -22.0477
AL -19.38000* 0.28883 0.000 -20.3323 -18.4277
AG 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
BS -2.62000* 0.28883 0.000 -3.5723 -1.6677
DT 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
EC -19.44000* 0.28883 0.000 -20.3923 -18.4877
A70 0.00000 0.28883 1.000 -0.9523 0.9523
*.mean difference is significant at the 0.05 level.

Tabel Lampiran 3. Kandungan hand sanitizer berdasarkan informasi produk pada


kemasan

Merek
No. Hand Bentuk Bahan Aktif Bahan Tambahan
sanitizer
1. AL Cair Ethyl alcohol 70%, Deionize water, Emolient, Fragance,
Chlorhexidine Colour
glukonate 0,5%
2. BS Cair 45 g Ethanol (100 %), Aqua, Diisopropyl Adipate, PEG-6
18 g Propanol Caprylic / Capric glycerides,
Dexapanthenol, Bisabolol, Parfume
(Limonene, Linalool), Allantoin.
3. EC Cair Etanol 70%, Moisterizer, Emollient
Chlorhexidine
glukonate 0,5%
4. AG Gel Ethyl alkohol 70% Deionize water, carboner, TEA,
Glycerin, colour
5. DT Gel Alkohol 63 % (w/w) -

24
Gambar Lampiran 1. Alat dan bahan penelitian

25
Gambar lampiran 2. Pembuatan media dan sterilisasi

26
Gambar lampiran 3. Gambaran zona hambat

27
Gambar lampiran 4. Pengukuran zona hambat

28
Gambar lampiran 5. Hasil identifikasi bakteri MRSA menggunakan Vitek

29
Gambar lampiran 6. Surat permohonan perizinan penelitian

30
Gambar lampiran 7. Surat persetujuan perizinan penelitian

31

Anda mungkin juga menyukai