PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah yang terjadi di negara berkembang salah satunya adalah
kepadatan penduduk. Karena di negara maju jumlah penduduknya sudah
semakin terkendali pertumbuhannya atau sudah berada pada keseimbangan,
maka sebagai akibat sebagian penduduk dunia khususnya di negara
berkembang masih belum menikmati hidup yang layak. Mereka menderita
kekurangan makan dan gizi, sehingga tingkat kesehatannya buruk,
mempunyai pendidikan yang rendah, dan kekurangan lapangan pekerjaan.
Secara khusus, tingkat kelahiran dan tingkat kematian bayi masih cukup
tinggi. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga tidak luput dari
masalah kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok di bidang
kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar
dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, persebaran
penduduk yang tidak merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk
yang masih harus ditingkatkan (Sarwono, 2005, h.892). Solusi untuk itu salah
satunya adalah pemberian alat kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS).
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang
bersifat permanen pada wanita dinamakan tubektomi dan pada pria
dinamakan vasektomi (Sarwono, 2008, h.534). Salah satu jenis alat
kontrasepsi tubektomi adalah MOW atau tubektomi, serta biasa disebut juga
dengan sterilisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi MOW
antara lain faktor pasangan yang berhubungan dengan umur, frekuensi
senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, faktor metode kontrasepsi yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan pasangan tentang kontrasepsi, dan
biaya (Hartanto, 2003). Hasil penelitian tersebut di atas sejalan dengan
pendapat Palmore dan Bultoa yang menyatakan faktor dalam pemilihan
kontrasepsi antara lain yaitu ongkos, dan faktor sosial budaya (Singarimbun,
1
2
2004). Demikian pula dengan menurut WHO (1994) antara lain adalah faktor
individu antara lain usia atau usia muda, frekuensi koitus, faktor ekonomi dan
kemudahan memperolehnya, serta faktor sosial budaya (Dhini Hariyo Seto,
2011).
MOW atau tubektomi atau sterilisasi itu bersifat permanen, maka wanita
atau pasangan usia subur tidak dapat memiliki keturunan. Sehingga dapat
mengurangi laju pertumbuhan penduduk terutama di negara-negara
berkembang. Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seorang perempuan (Sujiyatini, 2011, h.162).
MOW ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Fallopii
perempuan atau kedua vas deferens laki-laki, yang mengakibatkan yang
bersangkutan tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.
Hippocrates menyebut bahwa tindakan sterilisasi itu dilakukan terhadap
orang dengan penyakit jiwa. Dahulu tindakan sterilisasi pada laki-laki
diselenggarakan sebagai hukuman, misalnya pada mereka yang melakukan
perkosaan. Sekarang tindakan ini dilakukan secara sukarela dalam rangka
keluarga berencana (Sarwono, 2011, h.456).
Sterilisasi bagi pria (vasektomi) maupun wanita (tubektomi) merupakan
salah satu cara KB modern yang paling efektif. Keefektifan metode sterilisasi
tidak perlu diragukan lagi (98,85 persen) asal dilakukan seusai dengan SOP
(standar, operasional, prosedur) yang telah ditetapkan. Di dalam pelaksanaan
program, animo masyarakat terhadap sterilisasi sangat kurang. Peserta
sterilisasi sejak program KB dicanangkan pada tahun 1970 hingga saat ini
masih menunjukkan angka yang sangat sedikit. Rendahnya minat masyarakat
terhadap sterilisasi dimungkinkan karena program KB di waktu yang lalu
yang ”bias gender”, di sisi lain sikap pemerintah sendiri dinilai masih kurang
tegas mengenai sterilisasi. Sementara BKKBN beranggapan bahwa sterilisasi
sudah menjadi program pemerintah, terbukti dengan tersedianya dukungan
dana dan sarana untuk kegiatan operasionalnya. Selain menyediakan dana
yang tidak sedikit untuk pelayanan sterilisasi, BKKBN juga telah melatih
dokter pemberi pelayanan, memberikan dukungan sarana pelayanan serta
dana penggerakan di lapangan. Namun, hal ini tidak diikuti dengan
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang alat
kontrasepsi dengan pemakaian MOW pada pasangan usia subur (PUS) di
Puskesmas Bojong tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik PUS berdasarkan umur, paritas, tingkat
pendidikan, dan dukungan suami di Puskesmas Bojong tahun 2014.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi Pasangan
Usia Subur (PUS) di Puskesmas Bojong.
c. Mengetahui pemakai MOW pada Pasangan Usia Subur (PUS) di
Puskesmas Bojong.
d. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang alat
kontrasepsi dengan pemakaian MOW pada pasangan usia subur
(PUS).
5
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti lain
a. Dapat lebih memahami bagi peneliti maupun bagi peneliti lain tentang
hubungan antara tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi dengan
pemakaian MOW pada pasangan usia subur (PUS).
b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut.
2. Bagi Institusi
a. Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam lingkup
kebidanan STIKes Bhamada Slawi mengenai hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang alat kontrasepsi dengan pemakaian MOW pada
pasangan usia subur (PUS).
b. Dapat menambah refrensi bacaan diperpustakaan STIKes Bhamada
Slawi sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
3. Bagi Masyarakat
a. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kontrasepsi khususnya KB MOW.
b. Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai KB MOW.
c. Dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan KB
MOW.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian yang sejenis mengenai tingkat pengetahuan tentang alat
kontrasepsi dengan pemakaian MOW pada pasangan usia subur menurut
pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan di Puskesmas Bojong
Kabupaten Tegal.
Penelitian lain yang serupa tetapi dengan kajian dan variabel berbeda
sudah pernah dilakukan antara lain sebagai berikut:
6
A. KONSEP TEORI
1. PENGETAHUAN
a. Definisi
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna, dalam
memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari
pengetahuan (sebagai hasil dari tahu manusia), ilmu, dan filsafat.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang
sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa
manusia, apa alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan
sekedar menjawab “what”, melainkan akan menjawab pertanyaan
“why” dan “how”, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan,
mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernafas, dan sebagainya.
Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu.
Perlu dibedakan disini antara pengetahuan dan keyakinan, walaupun
keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Baik pengetahuan maupun keyakinan, keduanya merupakan
respons mental seseorang dalam hubungannya objek tertentu yang
disadari sebagai ‘ada’ atau terjadi. Hanya saja, dalam hal keyakinan,
objek yang disadari sebagai ‘ada’ tersebut tidak perlu harus ada
sebagaimana adanya. Sedangkan dalam hal pengetahuan, objek yang
disadari memang harus ‘ada’ sebagaimana adanya. Dengan
demikian, pengetahuan tidak sama dengan keyakinan, karena
keyakinan dapat saja keliru tetapi sah sebagai keyakinan. Artinya apa
yang disadari (diyakini) sebagai ada, ternyata tidak ada dalam
kenyataannya. Tetapi untuk pengetahuan tidak demikian,
pengetahuan dapat salah atau keliru, karena bila suatu pengetahuan
ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan.
Sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut berubah statusnya
menjadi keyakinan saja.
7
8
1) Tahu (know)
Tahu adalah sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat
pengetahuan paling rendah.
2) Memahami (comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dimana dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjalankan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukan pada suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang ada.
10
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
c. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2012) cara memperoleh pengetahuan ada dua
yaitu
1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
a) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba
salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu
tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai
masalah tersebut dapat dipecahkan.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-
pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,
pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang
menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau
membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris
maupun penalaran sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer
atau disebut metodologi penelitian.
11
2. PERILAKU
a. Perilaku Kesehatan
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
makhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Menurut skiner (1938) perilaku kesehatan (health behavior)
adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman,
pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah
semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati
(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobsevable)
(Notoatmodjo, 2010).
Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi
melaului proses stimulus – organisme – respons, sehingga teori
skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus – organisme – respons).
Selanjutnya teori skiner menjelaskan adanya dua respon. Pertama
respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut
eliciting stimulus, karena menimbulkan respon-respon yang relatif
tetap. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional. Yang
kedua adalah operant respons atau instrumental respons, yaitu respon
yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus dan
rangsangan yang lain. Perangsang yang lain disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respon.
b. Jenis-jenis Perilaku
1) Perilaku Tertutup (Cover Behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar)
secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk
perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
13
Predispocing factor
Reinforcing factor
3. KONTRASEPSI
a. Definisi
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga
bersifat permanen. Yang bersifat permanen dinamakan pada wanita
tubektomi dan pada pria dinamakan vasektomi.
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada.
Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Dapat dipercaya
2) Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan
3) Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan
4) Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus
5) Tidak memerlukan motivasi terus-menerus
6) Mudah pelaksanaanya
7) Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat
8) Dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan
(Sarwono, 2008, h.534)
b. Akseptabilitas
Akseptabilitas suatu cara kontrasepsi ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain :
1) Dapat dipercaya
15
4. KONTRASEPSI MOW
a. Definisi
Sterilisasi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba
Fallopii perempuan atau kedua vas deferens laki-laki, yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat hamil atau tidak
menyebabkan kehamilan lagi. Tindakan sterilisasi telah dikenal sejak
zaman dahulu. Hippocrates menyebut bahwa tindakan sterilisasi itu
dilakukan terhadap orang dengan penyakit jiwa. Dahulu tindakan
sterilisasi pada laki-laki diselenggarakan sebagai hukuman, misalnya
pada mereka yang melakukan perkosaan. Sekarang tindakan ini
dilakukan secara sukarela dalam rangka keluarga berencana.
18
m. Informasi Umum
1) Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim
dialami karena gas (CO2 atau udara) dibawah diafragma,
sekunder terhadap pneumoperitoneum.
2) Tubektomi efektif setelah operasi.
3) Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. (Apabila
mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur, jumlah
dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).
4) Tubektomi tidak memberikan perlindungan atas IMS, termasuk
virus AIDS. Apabila pasangannya beresiko, pasangan tersebut
sebaiknya mempergunakan kondom bahkan setelah tubektomi.
(Sujiyatini, 2011, h.162-169)
5. PUS
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat
dalam perkawinan yang sah yang umur istrinya antara 15 smpai dengan
49 tahun.
PUS merupakan sasaran utama program KB sehingga perlu
diketahui bahwa:
a. Hubungan urutan persalinan dengan risiko ibu-anak paling aman
pada persalinan kedua atau antara anak kedua dan ketiga.
b. Jarak kehamilan 2-4 tahun, adalah jarak yang paling aman bagi
kesehatan ibu-anak.
c. Umur melahirkan antara 20-30 tahun, adalah umur yang paling aman
bagi kesehatan ibu-anak.
d. Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Masa menunda kehamilan (kesuburan
2) Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)
3) Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).
24
b) AKDR
c) Norplant (AKBK)
d) Suntikan
e) Mini pil
f) Pil
g) Cara sederhana.
(Radita Kusumaningrum, 2009)
b. Paritas
Menurut Radita (2009) anak adalah harapan atau cita-cita dari
sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari
keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan
demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah
pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai
yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang
dipilih oleh orang tua.
Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga
berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam
mewujudkan hak-hak reproduksi juga untuk penyelenggaraan
pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal; mengatur
jumlah, jarak dan usia ideal melahirkan anak.
Seperti dalam definisi Keluarga Berencana menurut WHO
Expert Committee 1970. KB adalah tindakan yang membantu
individu atau pasangan suami istri untuk:
1) Mendapatkan objektif-objektif tertentu
2) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
3) Mengatur interval diantara kehamilan
4) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami istri
5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Serta dalam Pasal 18 UU No.10 tahun 1992 yang menyatakan
bahwa setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya
27
B. KERANGKA TEORI
Kerangka teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis
tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang
diteliti (Sugiyono, 2009). Berdasarkan tinjauan pustaka, kemudian dikaitkan
dengan masalah penelitian maka kerangka penelitian sebagai berikut :
Predipocing Factor
- Pengetahuan
tentang alat
kontrasepsi
Reinforcing Factor
- Umur Pemakaian Pencegahan
- Jumlah keluarga MOW Kehamilan
yang diinginkan
- Status kesehatan
Enabling Factor
- Efektivitas MOW
- Efek samping
MOW
C. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmojo, 2012).
Karakteristik
- Umur
- Paritas
- Tingkat Pendidikan
- Dukungan Suami/Istri
D. HIPOTESIS
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi dengan
pemakaian MOW pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Bojong.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Prosedur Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang percobaan,
data laboratorium, dll) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik
yang ditentukan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan
usia subur yang ada dalam pengkajian Puskesmas Bojong. Jumlah
pasangan usia subur yang menggunakan KB MOW pada tahun 2014
adalah 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Jika
populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua, tetapi jika populasi
lebih 100 dapat diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih (Arikunto,
35
X
∑¿
¿
2
n . ∑ X −¿
¿
Y
∑¿
¿
n .∑ Y 2−¿
¿
√¿
n ( ∑ XY ) −( ∑ X ) . ( ∑Y )
r= ¿
Keterangan :
r = koefisien korelasi
∑X = jumlah skor item
∑Y = jumlah skor total (item)
n = jumlah responden
Hasil perhitungan tiap-tiap item kemudian dibandingkan dengan
tabel nilai product moment. (p value < 0,05) dan n=10
maka r tabel = 0,62. Sebuah item dikatakan valid jika r
hitung > r tabel, tetapi jika r hitung < r tabel maka butir
soal tersebut tidak valid sehingga diputuskan untuk tidak
digunakan.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial
(nonspesifik) harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. Untuk itu
sebelum digunakan untuk penelitian harus dites (diuji coba) sekurang-
kurangnya dua kali. Uji coba tersebut kemudian diuji dengan tes
39
r= [ K
( K−1)][
1−
∑σ b2
σ t2 ]
Keterangan :
r = koefisien reliabilitas instrumen (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan
∑ σ b2 = total varians butir
∑ σ t 2 = total varians
P=
[ F
N
×100 ]
Keterangan :
P : besar persentase jawaban
F : frekuensi
N : jumlah soal
b. Analisa Bivariat
Analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang berhubungan
atau berkolerasi. Teknik analisa bivariat digunakan untuk
mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Pengujian ini digunakan untuk menguji dua variabel apakah
ada hubungan atau tidak, dengan jenis data keduanya adalah sama
yaitu nominal atau ordinal dan berdistribusi normal. Rumus sebagai
berikut:
Rumus Chi-square :
X 2=∑ n−e 2
k ( )
Keterangan :
X2 = Chi-square
O = Frekuensi yang diobservasi
e = Frekunsi yang diharapkan
dk = (jumlah baris-1) . (jumlah kolom-1)
dk = (B-1) . (K-1)
= (3-1) . (2-1)
=2
Dengan kriteria sebagai berikut:
42
2 2
a. H0 diterima jika X hitung ≤ X table untuk signifikasi
5% dk=2 dengan 0,05 atau p value > 0,05 yang berarti tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi
dasar lengkap dengan kepatuhan pemberian imunisasi pada
balita.
2 2
b. H0 ditolak jika X hitung ≥ X tabel untuk signifikasi 5%
dk=2 dengan 0,05 atau p value > 0,05 yang berarti ada hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap
dengan kepatuhan pemberian imunisasi pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info
Media.
43
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed.4. Vol.1. Jakarta : EGC.