Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komuditi ikan cakalang yang sangat diminati oleh masyarakat Maluku

salah satunya adalah jenis cakalang kecil atau sering disebut

ikancakalang.Menurut Suwartana (1986), Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L)

merupakan komoditi perikanan yang telah diusahakan secara intensif di perairan

Indonesia bagian timur, khususnya di perairan Maluku. Cakalang tergolong dalam

jenis cakalang kecil, namun hasil tangkapannya justru yang terbesar dibandingkan

dengan jenis ikan lainnya. Dari sekian banyak kepulauan yang ada di Maluku,

Pulau Banda yang memiliki perolehan penangkapan Ikan Cakalang yang paling

tinggi. Menurut Waileruny dan Welem (2014), potensi sumber daya ikan cakalang

di Laut Banda dan perairan sekitar pada tingkat masyarakat adalah 32.954,98

ton/tahun, dan produksinya adalah sekitar 32.905,91 ton/tahun. Selain kelebihan

tersebut, ikan cakalang juga memiliki kekurangan seperti ikan-ikan lainnya yaitu

cepat mengalami kerusakan bahkan kebusukan. Bila ditinjau dari penyebabnya,

kerusakan ikan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan

mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis, dan kimia. Kelemahan-kelemahan yang

di miliki ikan ini, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan

daya awet melalui proses pengolahan maupun pengawetan.

Menurut Irianto (2005), pengawetan ikan adalah usaha mengawetkan ikan

dengan tujuan untuk mempertahankan mutu serta mencegah terjadinya

pembusukan ikan. pengawetan ikan adalah proses yang bertujuan untuk


2

mempertahankan mutu kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat

atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan),

maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktivitas enzim, mikroorganisme,

atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap baik sampai ke tangan konsumen.

Untuk mengawetkan ikan dapat dilakukan beberapa teknik baik yang

menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Caranya pun

beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan ikan

adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikro organisme pada ikan.

Salah satu teknik pengawetan yang sederhana yang dipakai oleh masyarakat

adalah pengasapan. Menurut Winamo (1993), pengasapan adalah teknik

melekatkan dan memasukkan berbagai senyawa kimia asap ke dalam bahan

pangan. Asap terbentuk karena pembakaran tidak sempurna yaitu pembakaran

dengan jumlah oksigen terbatas yang akan menghasilkan asap yang terdiri dari

alkohol, asam-asam organik, gas karbondioksida, dan lain-lain. Senyawa kimia

yang dapat diidentifikasi dari hasil pengasapan jumlahnya lebih dari 200 jenis.

Secara umum, senyawa yang ada pada asap kayu adalah karbonil, asam organik,

fenol, basa organik, allcohol, hidrokarbon aromatik, dan gas-gas seperti CO2, CO,

O2, N3, dan N30. Komponen asap tersebut berfungsi sebagai bakterisidal,

antioksidan, serta pernbentuk flavor asap dan warna (Daun, 1979).

Metode pengasapan yang sering dilakukan oleh masyarakat Maluku adalah

pengasapan panas yaitu pengasapan dengan menggunakan suhu tinggi mencapai

100 oC bahkan 120 oC dengan cara meletakkan ikan yang akan diasapi langsung

di atas sumber panas, sehingga kontak langsung antara partikel asap dan ikan

sangat besar. menurut Pszczola, (1995) Darmadji dan Triyudiana, (2006) asap
3

selain mengandung komponen-komponen yang berfungsi sebagai bahan pengawet

juga mengandung senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) jenis

benzopyrene yang merupakan senyawa karsinogenik penyebab kanker. Dengan

dilakukannya pengasapan secara langsung maka kandungan benzopyrene pada

ikan juga besar. Oleh karena itu perlu dilakukan teknik pengasapan yang lebih

baik sehingga ikan asap yang dihasilkan lebih aman untuk dikonsumsi.

Salah satu caranya yaitu dengan teknik pengasapan cair, yaitu pengasapan

ikan dengan menggunakan asap cair. Menurut Girard (1992) Pranata (2007) asap

cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu. Pirolisis adalah

proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian

komponen-komponen penyusun kayu keras.

Bahan baku yang dapat digunakan untuk memperoleh asap cair antara lain

: berbagai macam jenis kayu, bambu, cangkang kelapa sawit, kulit batang sagu,

kayu manis, tempurungkelapa, tongkol jagung, jerami padi, sekam padi, ampas

atau serbukgergajikayu dan lain sebagainya. Kulit batang sagu atau biasa disebut

“waa sagu” oleh masyarakat Maluku ini merupakan bahan baku penghasil asap

cair yang baik. Asap cair “Liquid Smoke from Sagoo” juga memiliki kemampuan

sebagai antioksidan maupun antimikroba. Asap cair memiliki sifat antioksidan

dan dapat digolongkan kedalam antioksidan alami (Maga, 1987).Pengolahan

dengan pengasapan yang menggunakan metode asap cair biasanya hanya diberi

sedikit garam. Selain untuk menjadi bahan pengawet, menurunkan kadar air dan

memperbaiki tekstur pada produk pengasapan, garam juga dapat menjadi bumbu

yang memberi rasa pada produk pengasapan. Penambahan bumbu pada ikan asap

selain menambah cita rasa juga dapat memberi nilai lebih dan ekonomis bagi
4

produk perikanan, dan bumbu-bumbu yang dapat digunakan dalam pengasapan

salah satunya adalah bumbu lada hitam.Dalam industri makanan, lada dipakai

sebagai pengawet daging dan penyedap bumbu penyedap masakan. Penambahan

lada dalam masakan mengasilkan rasa dan aroma cukup tajam, biasanya disebut

pedas. Penambahan bumbu lada hitam pada pengasapan dengan menggunakan

asap cair juga dapat menambah cita rasa khas dan berbeda.

Kapang merupakan mikroorganisme bersel banyak dan berproduksi

dengan spora.Kapang ini tersebar luas dialam baik didalam tanah maupun dalam

debu yang dibawa angin. Beberapa jenis kapang dapat merusak makanan, akan

tetapi beberapa jenis lainnya sangat bermanfaat dalam produksi makanan, enzim

dan obat obatan. Menurut winarno (1980), kapang sering tumbuh pada bahan

makanan kering dan dapat menghasilkan toksin dimana toksin tersebut tetap ada

dalam bahan makanan walaupun kapangnya telah mati, sehingga bahan makanan

yang terlihat ditumbuhi kapang mungkin mengandung mikotoksin. Jenis kapang

yang menghasilkan mikotoksin adalah Aspergillus sp., Penicillum sp. Dan

Fusarium sp.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertatik untuk melakukan

penelitian tentang : Isolasi Dan Identifikasi Kapang Pada Ikan Cakalang

(Katsuwonus pelamis L) Asap Cair Bumbu Lada Yang Dikemas Vacum Selama

Penyimpanan
5

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui total kapang pada ikan cakalang asap cair bumbu lada

yang dikemas vacum selama penyimpanan pada suhu kamar.

2. Untuk mengetahui jenis kapang yang diisolasi dari ikan asap cair bumbu

lada selama penyimpanan pada suhu kamar

1.3. Manfaat

Sebagai informasi ilmiah tentang keberadaan jenis kapang pada ikan

cakalang asap cair bumbu lada selama penyimpanan.


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L)

Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai

bentuk menyerupai torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai

gill rakers (tapis insang) sekitar 53-63 buah. Ciri khas dari ikan cakalang

memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang memanjang di samping bagian tubuh.

Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 – 11,5 kg serta

panjang sekitar 30-80 cm. Ikan cakalang memiliki dua sirip unggung yang

letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, pada sirip

punggung perut diikuti oleh 7-9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat

kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor

(Matsumoto et al 1984).

Klasifikasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) (Wikipaedia, 2013)

kerajaan : animalia
filum : chordata
kelas : actinopterygii
ordo : perciformes
famili : scombridae
genus : katsuwonus
spesies : Katsuwonus
pelamis L

Gambar 1. ikan cakalang (katsuwonus pelamis)


7

2.2 Pengasapan

Menurut Winamo (1993), makna harafiah dari pengasapan adalah teknik

melekatkan dan memasukkan berbagai senyawa kimia asap ke dalam bahan

pangan. Asap terbentuk karena pembakaran tidak sempurna yaitu pembakaran

dengan jumlah oksigen terbatas yang akan menghasilkan asap yang terdiri dari

alkohol, asam-asam organik, gas karbondioksida, dan lain-lain. Senyawa kimia

yang dapat diidentifikasi dari hasil pengasapan jumlahnya lebih dari 200 jenis.

Secara umum, senyawa yang ada pada asap kayu adalah karbonil, asam organik,

fenol, basa organik, alkohol, hidrokarbon aromatik, dan gas-gas seperti CO2, CO,

O2, N3, dan N30. Komponen asap tersebut berfungsi sebagai bakterisidal,

antioksidan, serta pernbentuk flavor asap dan warna (Daun, 1979). Senyawa-

senyawa seperti alkohol, aldehid, keton, asam organic termasuk furfural,

formaldehid merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal, sedangkan fenol,

quinol, qnikol, pirogalol merupakan bagian dari 20 jenis senyawa-senyawa

antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982).

Proses pengasapan ikan menurut Moeljanto (1992) dan Nitibaskara (1998)

terdiri dari 3 tahap yang saling berkaitan yaitu : Penggaraman dan pembumbuan,

pengeringan dan pemanasan atau pengasapan. Penggaraman dilakukan sebelum

ikan diasapi. Menurut Hadiwiyoto (1993), garam yang paling umum digunakan

adalah garam dapur (NaCL) dibandingkan garam pengawet lainnya. Tujuan

penggaraman adalah mengurangi kadar air dalam tubuh ikan sampai tingkat

tertentu sehingga mikroorganisrne tidak dapat hidup karena kekurangan air

(Moeljanto, 1992). Pengaruh penggaraman terhadap daging ikan lebih mengarah

kepada terjadinya dehidrasi. Adanya aksi osmotik larutan garam, air jaringan
8

terserap keluar dan disertai meresapnya garam ke dalam daging (Noguchi, 1972).

Menurut Zaitsev et al (1969) garam dapat menghambat aktivitas mikroba, baik

melalui penurunan tekanan osmotic sel yang berakibat terjadinya plasmolisis sel

maupun efek residu khlomya yang beracun bagi bakteri.

2.3 Jenis pengasapan

2.3.1 Pengasapan tradisional

Maga (1988), mengatakan bahwa berdasarkan suhu pengasapan dikenal

dua jenis pengasapan yaitu pengasapan dingin (Cold smoking) dan pengasapan

panas (Hot smoking). Proses pengasapan panas, suhuya mencapai 55-80 oC,

sedangkan pengasapan dingin suhunya 25-40 oC. Kedua jenis pengasapan ini

termasuk pengasapan tradisional. Tetapi menurut Moeljanto (1982), pengasapan

dingin adalah bila ikan yang diasapi letaknya jauh dari sumber asap, suhunya

sekitar 30-40 oC. Lamanya pengasapan beberapa hari sampai beberapa minggu,

tergantung dari ukuran ikannya. Ikan yang diasapi dengan cara ini menyerap

partikel asap lebih banyak dan dagingnya lebih kering. Pada pengasapan panas,

ikan yang diasapi diletakkan dekat dengan sumber asap dan suhunya sekitar 65-

80oC. Lama pengasapan 24 jam. Proses ini merupakan pemanggangan ikan secara

perlahan-lahan.

Karakteristik produk hasil pengasapan dingin adalah daging belum

matang, daging kering karena pengasapan yang lama, rasa kurang enak, tetapi

daya awet lebih tinggi. Sedangkan karakteristik produk pengasapan panas adalah

sudah matang, lebih lembek dan, rasa yang enak serta dapat langsung dimakan,
9

tetapi daya awetnya tidak terlalu lama karena kadar air ikan masih tinggi

(Moeljanto, 1992).

2.3.2 Pengasapan modern

Pengasapan secara moderen adalah pengasapan fase gas (gas phase smoke)

dan atau pengasapan dengan asap cair (liquid smoke). Pengasapan dengan asap

cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui

proses pirolisis (Maga, 1988).

2.4 Asap Cair

Asap cair merupakan cairan hasil kondensasi dari proses pirolisa kayu

yang dapat digunakan sebagai antioksidan alami pada proses pengolahan bahan

pangan termasuk ikan dan hasil olahannya. Sifat antioksidatif dari asap cair ini

disebabkan karena adanya senyawa-senyawa fenolik seperti seperti guaiakol (2-

metoksi fenol) dan syringol (2,6-dimetoksifenol) (Maga, 1987). Senyawa-

senyawa fenolik tersebut dapat berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam

jumlah yang sangat kecil dalam mencegah terjadinya oksidasi lipid

(Pszczola,1995). Komponen fenolik pada asap cair ini diharapkan dapat mencegah

terjadinya kerusakan oksidatif pada lemak daging ikan asap selama penyimpanan.

Sifat asap cair yang larut air dan memiliki kemampuan penetrasinya yang cukup

baik ke dalam daging ikan menyebabkan komponen-komponen aktif terutama

komponen fenoliknya dapat melindungi lemak ikan tersebut dari kerusakan

oksidatif selama penyimpanan maupun distribusinya. Beberapa penelitian tentang

aplikasi asap cair sebagai biopreservasi alami dalam ikan asap menunjukkan

bahwa komponen fenolik dalam asap cair dari limbah hasil pertanian seperti
10

tempurung kelapa, batok biji pala serta cangkang kenari ternyata mampu

menghambat terjadinya kerusakan oksidatif pada lemak ikan asap selama

penyimpanan (Apituley, 2010).

2.5 Asap Cair Tempurung Kelapa

Menurut Budijanto dkk., (2008), asap cair tempurung kelapa merupakan

hasil kondensasi asap tempurung kelapa melalui proses pirolisis pada suhu sekitar

4000C. Komposisi utama yang terdapat dalam tempurung kelapa adalah

hemisellulosa, sellulosa dan lignin (Himawati, 2010). Hasil pirolisis sellulosa

yang terpenting adalah asam asetat dan fenol dalam jumlah yang sedikit. Pirolisis

lignin mengahasilkan aroma yang berperan dalam produk pengasapan. Senyawa

aroma yang dimaksud adalah fenol dan eterfenolik seperti guaikol (2-metoksi

fenol) (C7H8O2), syringol (1,6-dimetoksi fenol) (C8H10O3) dan derivatnya

(Girard, 1992).

Komponen-komponen yang teridentifikasi dari fraksi terlarut asap cair pada

kromatografi (Budijanto dkk., 2008)

NO KOMPONEN LUAS PEAK

1 Keton 6,53

2 Furan dan turunan pyran 3,02

3 Karbonil dan asam 2,98

4 Fenol dan turunannya 24,11

5 Guaiakol dan turunannya 36,58

6 Siringol dan turunannya 18,26

7 Alkil aril eter 8,5


11

Soldera et al., (2008), menjelaskan bahwa kayu keras termasuk tempurung kelapa

banyak digunakan untuk memproduksi asap cair karena komposisi kayu keras

yang terdiri dari lignin, selulosa, dan metoksil memberikan sifat organoleptik

yang baik. Hasil penelitian Budijanto dkk., (2008) menunjukkan bahwa senyawa-

senyawa Policyclyc Aromatic Hydrokarbon (PAH) termasuk benzo[a]piren tidak

ditemukan pada asap cair tempurung kelapa. Tidak ditemukannya senyawa-

senyawa PAH pada asap cair disebabkan karena senyawa tersebut belum

terbentuk pada proses pembakaran tempurung kelapa yang dilakukan pada suhu di

bawah 400oC. Secara umum, asap cair tempurung kelapa dapat digunakan sebagai

bahan pengawet alternatif yang aman untuk dikonsumsi, serta memberikan

karakteristik sensori berupa aroma, warna, serta rasa yang khas pada produk

pangan.

Gambar 2.

Tempurung kelapa

Gambar 3.

Asap Cair dari

tempurung kelapa

Metode penggunaan asap cair pada produk pangan dapat dilakukan dengan

cara:

1. Pencampuran (penambahan langsung dalam produk pangan).


12

Untuk produk daging olahan, flavor ditambahkan dalam jumlah yang

bervariasi. Metode ini dapat digunakan untuk ikan, emulsi daging, bumbu

daging pangan, sosis tipe frankfurter, keju oles dan lain-lain (Hollenbeok,l977;

Girrard,1992; Pszcola, 1995).

2. Pencelupan atau perendaman.

Produk pangan yang dilakukan dengan metode ini menghasilkan mutu

organoleptik yang baik. Hal ini terlihat dari hasil produk olahan daging babi

terutama daging bagian bahu dan perut, sosis dan keju ltali yang secara

keseluruhan menunjukkan mutu organoleptik yang memuaskan (Hollenbeok,

1977; Girrard, 1992).

3. Injeksi (Peyuntikan).

Aroma asap yang disuntikan dalam jumlah bervariasi (0,2-1%),

memberikan flavor yang seragam pada daging babi terutama pada daging bagian

perut (Girrard, 1992).

4. Atomisasi.

Aroma asap yang diatomisasi ke dalam produk melalui sebuah saluran.

Metode ini memberikan mutu organoleptik yang baik pada daging babi bagian

perut dan sosis (Ho1lenbeek, 1977; Girrard,1992; Pszcola, 1995).

5. Peyemprotan

Biasa digunakan dalam pengolahan daging secara kontinyu (Hollenbeok,

1977).

6. Penguapan

Pemanasan asap air untuk menghasilkan uap yang mengandung asap,

merupakan metode yang digunakan untuk pengasapan produk (Hollenbeok, 1977)


13

Kemunduran mutu ikan disebabkan oleh aksi enzimatis dan bakteri,

keduanya mengurangi komponen penyusun jaringan tubuh ikan sehingga

menghasilkan perubahan fisik seperti daging ikan menjadi lunak dan perubahan

kimia yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk

(Hadiwiyoto,1993). Senyawa yang mudah menguap memberi kesan ikan telah

menjadi busuk. Sehingga senyawa-senyawa ini dipakai sebagai indeks

kemunduran mutu ikan asap.

Tabel 1. Persyaratan mutu ikan asap (SNI 01-2725 -1992)

Persyaratan mutu ikan asap (SNI


Parameter
7388:2009)
1.0rganoleptik, min 7
2. Mikrobiologi:
a.TPC (per gram), maksimum
5x105
b.Escerichia coli (MPN/g),
<3/g
maksimum
< 1 x 102
c. Kapang
3. Kimia
a.Air(%bobot/bobot) , maksimum
60
b.Abu tak larut dalam asam (%
1,50
bobot/ bobot), maksimum.

2.6 Kapang

Kapang adalah sekelompok mikroba yang tergolong dalam fungi dengan

ciri khas memiliki filamen (miselium). Kapang termasuk mikroba yang penting

dalam mikrobiologi pangan karena selain berperan penting dalam industri

makanan, kapang juga banyak menjadi penyebab kerusakan pangan. Kapang


14

adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada

makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas.

Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul

akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang.

2.6.1 Morfologi Kapang

Kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun dari filamen yang

bercabang yang disebut dengan hifa. Kumpulan dari hifa disebut dengan

miselium. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu

tuba germ, dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang

dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu

massa hifa yang disebut miselium. Pembentukan miselium merupakan sifat yang

membedakan grup-grup didalam fungi. Hifa dapat dibedakan menjadi dua macam

yaitu hifa vegetatif atau hifa tumbuh dan hifa fertil yang membentuk bagian

reproduksi.

Pada kebanyakan kapang hifa fertil tumbuh di atas permukaan, tetapi pada

beberapa kapang mungkin terendam. Kapang merupakan mikroorganisme bersel

banyak dan berproduksi dengan at atau septat yang membagi hifa dalam ruangan-

ruangan, dimana setiap ruangan mempunyai satu atau lebih inti sel (nukleus).

Dinding penyekat yang disebut septum tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma

masih bebas bergerak dari suatu ruangan ke ruangan lainnya. spora.Kapang ini

tersebar luas baik didalam tanah maupun dalam debu yang dibawa angin.
15

2.6.2 Fisiologi Kapang

Sifat Fisiologi Kapang antara lain kapang membutuhkan air minimal untuk

pertumbuhannya dibandingkan dengan khamir dan bakteri (Waluyo, 2004). Air

merupakan pelarut esensil yang dibutuhkan bagi semua reaksi biokimiawi dalam

sistem hidup dan sekitar 90% menyusun berat basah sel (Ali, 2005).kapang

bersifat mesofilik, yaitu mampu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum

pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30oC, tetapi beberapa

dapat tumbuh pada suhu 35-37oC atau lebih. Beberapa kapang bersifat psikotrofik

yakni dapat tumbuh baik pada suhu lemari es, dan beberapa bahkan masih dapat

tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misal -5 sampai -10oC,

selain itu beberapa kapang bersifat termofilik yakni mampu tumbuh pada suhu

tinggi (Waluyo, 2004).Semua kapang bersifat aerobik, yakni membutuhkan

oksigen dalam pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh baik pada pH

yang luas, yakni 2,0-8,5, tetapi biasanya pertumbuhannya akan baik bila pada

kondisi asam atau pH rendah (Waluyo, 2004).

Nutrisi sangat dibutuhkan kapang untuk kehidupan dan pertumbuhannya,

yakni sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi, dan faktor

pertumbuhan (mineral dan vitamin). Nutrien tersebut dibutuhkan untuk

membentuk energi dan menyusun komponen-komponen sel. Kapang dapat

menggunakan berbagai komponen sumber makanan, dari materi yang sederhana

hingga materi yang kompleks. Kapang mampu memproduksi enzim hidrolitik,

seperti amilase, pektinase, proteinase dan lipase. Maka dari itu kapang mampu

tumbuh pada bahan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid.
16

Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat

pertumbuhan organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik, misalnya

penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenum, dan clavasin yang

diproduksi oleh Aspergillus clavatus. Sebaliknya, beberapa komponen lain

bersifat mikostatik atau fungi statik, yaitu menghambat pertumbuhan kapang,

misalnya asam sorbat, propionat dan asetat, atau bersifat fungi sidal yaitu

membunuh kapang (Fardiaz, 1992).

Beberapa kapang yang tumbuh pada bahan pangan dapat memberikan

ancaman bagi kesehatan masyarakat karena menghasilkan mikotoksin.Kapang

tergolong dalam Emycetes atau fungi sejati yang terdiri dari empat kelas yaitu

Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes. Kapang

diklasifikasikan berdasarkan sifat sifat morfologis dan fisiologis. Sifat sifat

morfologi di tentukan oleh bentuk dan struktur kapang berdasarkan kenampakan,

sifat tersebut dapat dipergunakan untuk identifikasi dan klasifikasi kapang secara

mikroskop (Rahayu dkk., 1988).

2.7 Kapang Pada Produk Perikanan

Beberapa jenis kapang dapat merusak makanan, akan tetapi beberapa jenis

lainnya sangat bermanfaat dalam produksi makanan, enzim dan obat obatan.

Menurut winarno (1980), kapang sering tumbuh pada bahan makanan kering dan

dapat menghasilkan toksin dimana toksin tersebut tetap ada dalam bahan makanan

walaupun kapangnya telah mati, sehingga bahan makanan yang terlihat ditumbuhi

kapang mungkin mengandung mikotoksin.Jenis kapang yang menghasilkan

mikotoksin adalah Aspergillus sp., Penicillum sp. Dan Fusarium sp.


17

2.8 Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Lada

Buah lada putih mengandung bahan aktif seperti amida fenolat, asam

fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidan sangat kuat. Selain mengandung

bahan-bahan antioksidan, lada putih juga mengandung piperin yang diketahui

berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti inflamasi, serta memperlancar

proses pencernaan (Meghwal dan Goswami, 2012). Kandungan lada putih sangat

beranekaragam dan piperin merupakan kandungan utama serta kavisin yang

merupakan isomer dari piperin. Piperin adalah senyawa alkaloid (Evan, 1997)

yang paling banyak terkandung dalam lada putih dan semua tanaman yang

termasuk dalam famili Piperaceae. Senyawa amida (piperin) berupa kristal

berbentuk jarum, berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama-kelamaan

pedas, larut dalam etanol, asam cuka, benzena, dan kloroform (Amaliana, 2008).

Piperin memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi, antiarthritik (Bang et al., 2009;

Sudjarwo, 2005), analgesik (Sudjarwo, 2005), depresan sistem safaf pusat dan

anticonvulsan (Deepthi et al., 2012). Kombinasi zat-zat yang terkandung

mengakibatkan lada hitam memiliki rasa pedas, berbau khas dan aromatik.

Kandungan zat yang memberikan warna, bau dan aroma dalam lada putih adalah

α-terpinol, acetophenone, hexonal, nerol, nerolidol, 1,8 cineol, dihydrocarveol,

citral, α-pinene dan piperolnol (Murthy dan Bhattacharya, 2008). .Piperin

memiliki banyak efek farmakologi yaitu sebagai antiinflamasi, antimikroba,

hepatoprotektor, antikanker dan meningkatkan efek antioksidan sel. Piperin

mampu melindungi sel dari kanker dengan mengikat protein di mitokondria

sehingga memicu apoptosis tanpa merusak sel-sel yang normal melalui

peningkatan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase


18

dan glutathione peroxidase (Selvendiran et al., 2003). Piperin juga berkhasiat

sebagai antioksidan, antidiare, dan insektisida (Namara, 2005). Lada putih juga

mengandung alkaloid, flavonoid, dan komposisi aromatik, dan senyawa amida

(Agbor et al., 2006).

2.9 GARAM

Garam merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan

sehari-hari. Pembuatan garam sebagian besar dilakukan secara tradisional oleh

petani rakyat disamping oleh perusahan garam industri. Dari segi kualitas

produksi garam dalam negeri masih belum memenuhi syarat kesehatan, terutama

garam yang dihasilkan dari petani garam, sebab mutu garam umumnya dibawah

mutu II menurut spsifikasi SNI/SII No.140-76. Garam adalah benda padat

berwarna putih berbentuk Kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan

bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya, seperti

Magnesium Chlorida, Magnesium sulfat, dan Calsium Chlorida. Sumber garam

yang didapat di alam berasal dari air laut, air danau asin, deposit dalam tanah,

tambang garam, sumber air dalam tanah (Burhanuddin S 2001). Komponen –

komponen tersebut mempunyai peranan yang penting bagi tubuh manusia,

sehingga diperlukan konsumsi garam dengan ukuran yang tepat untuk menunjang

kesehatan manusia. Konsumsi garam per orang per hari diperkirakan sekitar 5 –

15 gram atau 3 kilogram per tahun per orang (Winarno 1995 dalam Amalia,

2007).

Garam merupakan senyawa kimia yang sejak lama mewarnai kehidupan

manusia. Tanpa garam, makanan akan terasa hambar.Tanpa garam tak pernah ada

yang namanya ikan asin. Bahkan sekarang dipercaya metabolisme dalam tubuh
19

manusia dipengaruhi keseimbangan kadar garam dalam tubuh. Ringkasnya garam

merupakan kebutuhan esensial dalam kehidupan manusia dari masa ke masa.

Garam adalah istilah umum bagi senyawa kimia bernama Natrium Klorida

(NaCl). Penggunaannya diperkirakan telah berlangsung sejak 4.700 tahun yang

lalu. Sekarang, senyawa kimia ini diproduksi secara besar-besaran dari penguapan

air laut, walaupun di beberapa negara lain seperti Australia dan USA garam yang

diproduksi lebih banyak bersumber dari penambangan garam.

Penggolongan garam tersebut juga menunjukkan kualitas garam yang digunakan.

Sebagai gambaran, untuk garam p.a dan garam farmasi, memunyai kandungan

NaCl >99%, sedangkan untuk garam konsumsi memunyai kandungan NaCl > 94

% dan garam untuk pengawetan memiliki kandungan NaCl > 90 %.Semakin besar

kandungan NaCl, akan semakin kompleks dan rumit proses produksi dan

pemurniannya, serta akan semakin meningkat nilai ekonominya kegunaan bagi

kesehatan.

2.10 Kadar Air

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan

terhadap serangan mikroba yang di nyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang

dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai

mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,

misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk

memperpanjang daya tahan suatu bahan, umumnya dilakukan pengeringan, baik

dengan penjemuran atau dengan alat penghisap buatan (winarno, 1992). Semua

makan mengandung air dan jumlahnya berbeda-beda, baik itu bahan makanan
20

hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa

metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer,

dan sebagainya.

Kadar air adalah presentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry

basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%.

Sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari 100%. (Syarif dan Halid, 1993).

Tabrani (1997), menyatakan bahwa kadar air mempunyai tempat tersendiri dalam

proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umunya

merupakan proses mikrobiolgis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara

ketiganya

2.11 Penyimpanan

Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan bahan baku meliputi

jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan,metode dan keaktifan pengolahan,

jenis dan keadaan pengemasan, penyimpanan dan distribusi, juga pengaruh yang

ditimbulkan suhu dan kelembaban penyimpanan. Selanjutnya dikatakan juga

bahwa setiap jenis bahan pangan dalam suatu kondisi yang paling baik

mempunyai daya simpan yang lama.


21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang asap

segar, akuades, PDA (Potato Dekstrose Agar), NaCl fisiologi (sterilisasi).

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan meliputicawan petri, Hot plate, Beker glas,

Neraca analitik, Tabung reaksi 10 ml, Autoklaf, Incubator, Mikroskop listrik,

Bunsen, Erlenmeyer 250 ml, 500 ml, Gelas kimia, Lampu spiritus, Mikro pipet

dan tip, Oven.dan sejumlah alat lainnya yang digunakan dalam proses analisa.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

atau percobaan.

3.4 Prosedur Kerja

Proses pengasapan dengan teknologi asap cair dilakukan dengan cara

mencelupkan atau merendam ikan dalam asap cair yang selanjutnya diikuti

dengan proses pemanggangan sehingga menghasilkan ikan yang matang dengan

cita rasa dan aroma spesifik asap. Proses pembuatan ikan cakalang asap dapat

dilihat pada gambar 4


22

Penyiangan Dicuci dengan air


dan pemotongan mengalir

Ikan Diasar Angkat,Tutup, dan


dinginkan

Proses vakum

Penyimpanan
organoleptik Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14

Analisa

Hari ke 14

Analisa Total Identifikasi bakteri


koloni Kapang Salmonella

Gambar 4. Diagram alir prosedur kerja

3.5. Perlakuan

Perlakuan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

Perlakuan yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

Perlakuan A ( bumbu )

Ikan asap cair tanpa bumbu……………..…………………………….……...( A1 )

Ikan asap cair bumbu lada ...............................................................................( A2 )


23

Perlakuan B ( Lama Penyimpanan )

Penyimpanan 0 hari .........................................................................................( B1 )

Penyimpanan 7 hari ........................................................................................( B2 )

Penyimpanan 14 hari ......................................................................................( B3 )

3.6. Parameter Uji

3.6.1. Analisa Total Koloni Kapang

Sampel yang akan di analisis ditimbang 5 gram dan di larutkan dalam

45ml larutan pengencer sehingga di peroleh pengenceran 1:10. Kemudian di buat

pengenceran berturut-turutt : 100 dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan.

Pengambilan sampel dan pemupukan di lakukan secara aseptic. Pemupukan di

lakukan dengan metode tuang di lakukan dengan mengambil sampel hasil

pengenceran sebanyak 1ml di pipet kedalam cawanpetri. Setelah itu kedalam

setiap cawan petri di masukanPotaoes Dextrose Agar (PDA) sebanyak 10-15 ml.

Setelah itu penuangan, cawan petri segera di tutup kemudian cawan di gerakkan

di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkansel mikroba secara merata, yaitu

dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar memadat, cawan di

inkubasikan kedalam incubator dengan posisi terbalik pada suhu 28-30°c selama 1

hari.Jumlah koloni yang tumbuh di hitung sebagai berikut :

Total Kapang = Jumlahkoloni x 1 / faktor pengenceran

3.6.2 Identifikasi Kapang

Identifikasi kapang secara konvensional dapat dilakukan dengan

pengamatan karakter fenotipik di antaranya karakter morfologi dan selanjutnya


24

dibandingkan dengan deskripsi suatu kapang pada literatur atau monograf.

Tujuan dari pengamatan morfologi adalah memperoleh deskripsi dari suatu

kapang untuk mengetahui identitas dari kapang tersebut.

Pengamatan karakter morfologi dilakukan secara mikroskopik dan

makroskopik (Gandjar dkk. 1999: 4). Kapang merupakan fungi yang berasal dari

filum Ascomycota dan Zygomycota. Karakter utama yang membedakan kapang

dari kedua filum tersebut adalah struktur alat reproduksi seksual atau spora

seksual. Spora seksual dari Ascomycota disebut askospora, sedangkan spora

seksual dari Zygomycota disebut zigospora (Benson 2001: 49). Apabila

ditemukan struktur spora seksual, maka kapang tersebut berada pada fase

teleomorf, sedangkan apabila hanya ditemukan struktur spora aseksual maka

kapang tersebut berada pada fase anamorf (Webster dan Weber 2007: 32).

Apabila hanya terdapat struktur hifa dan tidak ditemukan struktur spora, maka

kapang tersebut merupakan hifa steril (Barnett dan Hunter 2003: 34).

3.7. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif dan data ditampilkan dalam bentuk

gambar dan table.

3.8. WaktudanTempatPenelitian

Penelitianinidilaksanakanpadabulanapril 2017. di Laboratorium Teknologi

Hasil Perikanan, FPIK Universitas Pattimura, Ambon.


25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) Asap Cair Bumbu

Lada
26

Ikan cakalang di beli dari pasar arumbai kemudian dipotong lalu dicuci

dengan air bersih mengalir untuk menghilangkan darah dan kotoran, setelah itu

dilakukan penirisan kemudian ikan di rendam dengan larutan asap cair 4% selama

10 menit. Sedangkan untuk ikan cakalang asap cair bumbu lada setelah dilakukan

dengan perendaman dengan larutan asap cair Selanjutnya ikan ditiriskan dan

dilakukan proses pengolesan dengan bumbu lada dan di diamkan selama 20 menit,

Selanjutnya dilakukan pemangangan selama 1 jam sampai ikan benar-benar

matang kemudian ikan di dinginkan setelah itu dilakukan pengemasan vakum dan

disimpan (0 hari, 7 hari, dan 14 hari). Seperti yang ditampilkan pada gambar di

bawah ini.

Gambar 5. Sampel Ikan Cakalang (Katsuwonus


pelamis L) Asap Cair Bumbu Lada

4.2. Analisa Kadar Air

Hasil analisa pada ikan cakalang asap cair biasa dan ikan cakalang asap

cair dengan penambahan bumbu lada yang dikemas vacum dan di simpan dalam

suhu ruang dapat dilihat pada gambar berikut :


27

nilai kadar air


65 62.89 62.02

NILAI KADAR AIR


H0B
59.6 59.53
60 H7B
54.72 55.32
H14B
55
HOL
50 H7L
H0B H7B H14B HOL H7L H14L
H14L
PENYIMPANAN

Gambar c. Nilai kadar air ikan cakalang asap cair biasa dan ikan
cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada

Gambar c menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar air pada ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis L) asap cair biasa pada penyimpanan 0 hari 62,89%

sedangkan yang menggunakan perlakuan bumbu lada pada penyimpanan 0 hari

sebesar 62,02%. Pada penyimpanan 7 hari nilai rata-rata kadar air ikan cakalang

asap cair biasa 59,6%, dan nilai kadar air rata-rata pada ikan cakalang asap cair

dengan penambahan bumbu lada sebesar 59,53%. Pada penyimpanan 14 hari nilai

rata-rata kadar air ikan cakalang asap cair biasa memiliki nilai 54,72% sedangkan

untuk ikan cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada memiliki nilai

kadar air rata-rata 55,32%. Terjadinya penurunan kadar air selama penyimpanan

disebabkan karena adanya penguapan akibat pengaruh suhu lingkungan. Winarno

dkk., (1980), menyatakan bahwa plastik mempunyai sifat tidak tahan panas dan

secara perlahan lahan masih bisa ditembusi oleh udara melalui pori-pori plastik.

Untuk ikan cakalang asap yang dikemas proses penguapan melalui pori-pori

lubang plastik yang kurang baik dapat memberika peluang akan terjadinya

penguapan. Hal ini karena adanya perbedaan tekanan dalam kemasan yang akan
28

mengakibatkan masuknya uap air kedalam kemasan dan uap tersebut diserap oleh

produk sehingga menaikan kadar air produk selama penyimpanan, Ishak dan

Amrullah (1985). Gambar di atas menunjukan bahwa lama penyimpanan

mempengaruhi kadar air bahan pangan, dimana semakin lama penyimpanan maka

jumlah kadar air dari produk ikan cakalang asap menurun seiring dengan lama

penyimpanan.

Nilai standar kadar air ikan asap berdasarkan Standar Nasional Indonesia

adalah maksimal 60-65%. Dari hasil penelitian menunjuakan produk ikan asap

cair bisa mempunyai nilai tertinggi pada penyimpanan 0 hari 62,89% dan untuk

ikan asap cair dengan penambahan bumbu lada nilai tertinggi 62,02% pada

penyimpanan 0 hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ikan cakalang asap

cair biasa maupun ikan cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada masih

dalam batas standar yang ditetapkan SNI.

4.3. Analisa Kadar Garam

Dari gambar c menunjukan bahwa rata-rata nilai kadar garam ikan

cakalang asap cair biasa pada penyimpanan 0 hari (H0B) 5,99% sedangkan pada

ikan cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada (H0L) sebesar 5,37%.

Pada penyimpanan 7 hari nilai rata-rata kadar garam pada ikan cakalang asap cair

biasa (H7B) naik menjadi 7,3% , dan untuk nilai rata-rata kadar garam pada ikan

cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada (H7L) sebesar 6,72%. Dan

pada penyimpanan 14 hari nilai rata-rata kadar garam pada ikan cakalang asap

cair biasa (H14B) naik menjadi 8%, sedangkan pada ikan cakalang asap cair

dengan penambahan bumbu lada (H14L) sebesar 8,91%.


29

Nilai Kadar Garam


10 8.91
8

NILAI KADAR GARAM


8 7.3
6.72 H0B
5.99
6 5.37 H7B

4 H14B
H0L
2
H7L
0
H0B H7B H14B H0L H7L H14L H14L
PENYIMPANAN

Gambar c. Nilai kadar garam ikan cakalang asap cair biasa dan ikan
cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada

Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa nilai kadar garam pada ikan

cakalang (Katsuwonus pelamis L) asap cair biasa maupun yang di beri perlakuan

penambahan bumbu lada , sama-sama mengalami fluktuasi kenaikan nilai kadar

garam. Nilai rata-rata kadar garam tertinggi pada ikan asap cair biasa yaitu pada

hari ke 14 (H14B) 8%, sedangkan pada ikan asap cair dengan penambahan bumbu

lada nilai rata-rata kadar garam tertinggi yaitu pada hari penyimpanan ke 14

(H14L) sebesar 8,91%.

4.4. Nilai Total Kapang

Kapang adalah kelompok mikroba yang tergolong dalam fungi

multiseluler yang membentuk filamen (miselium) dan pertumbuhannya pada

makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut dan seperti kapas

(Suriawiria, 1986; Fardiaz, 1992). Tahap-tahap menganalisa kapang hampir sama


30

dengan analisa TPC hanya saja media yang dipakai berbeda yaitu dengan

menggunakan PDA (Potato Dextrose Agar) sebagai media pertumbuhan kapang.

Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian total koloni kapang pada ikan

cakalang (Katsuwonus pelamis L) selama penyimpanan 0 sampai hari ke 14. Dari

hasil penelitian yang dilakukan nilai total kapang yang diperoleh dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Nilai Total Kapang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) Asap Cair

Biasa dan Ikan Cakalang Asap Cair Bumbu Lada CFU/gr)

lama nilai kapang


Jenis pengolaan
penyimpanan CFU/gr

Hari 0 (H0) 0

ikan asap cair biasa (ACB) Hari 7 (H7) 0

Hari 14 (H14) 6,0 x 102

lama nilai kapang


Jenis pengolaan
penyimpanan CFU/gr

Hari 0 (H0) 0

ikan asap cair bumbu lada (ACL) Hari 7 (H7) 1,0 x 103

Hari 14 (H14) 8,5 x 104

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa jumlah koloni kapang meningkat

sampat pada penyimpanan 14 hari. Hal ini disebabkan karena produk

menggunakan pengemas plastik sehingga tersedianya oksigen untuk kebutuhan

metabolisme dari kapang dan kapang sangat cepat untuk berkembang, disamping
31

itu pengaruh suhu dari lingkungan yang menyebabkan daging produk menjadi

lembab.

Dari hasil analisa kapang yang diperoleh ikan cakalang asap cair dan ikan

cakalang asap cair dengan penambahan bumbu lada maka di dapat total

keberadaan kapang tertinggi pada ikan asap cair biasa (ACB) yaitu terdapat pada

penyimpanan hari ke 14 (H14) sebesar 6,0x102 CFU/gr sedangkan pada ikan

koloni kapang sudah terdeteksi pada hari ke 7 (H7) sebesar 1,0 x 103, ini

disebabkan karena penggunaan lada bubuk dalam penelitian ini kemunkinan

sudah terkontaminasi dan pengolahanya tidak higenis yang dimana seharusnya

lada butir sebelum dihaluskan haruslah dijemur terlebih dahulu agar kandungan

air dapat berkurang dan tidak mudah terkontaminasi, sedangkan total koloni

kapang tertinggi pada ikan cakalang (ACL) hari ke 14 (H14) sebesar 8,5 x 104

CFU/gr

Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI) ikan dan produk perikanan

termasuk moluska, crustacea dan echinoderma yang diasap dengan atau tanpa

garam, batas maksimum keberadaan kapang yaitu < 1x102 koloni/g, ini

menjelaskan bahwa produk yang diteliti dalam penelitian ini untuk produk ikan

asap cair biasa masih layak konsumsi sampai pada hari ke 14, sedangkan untuk

produk ikan asap cair bumbu lada sudah tidak memenuhi syarat konsumsi sejak

hari penyimpanan ke 7. Hasil perhitungan dapat dilihat pada histogram dibawah

ini:
32

NILAI KAPANG (log x)

4.93

2.78 3

0 0 0

ACBH0 ACBH7 ACBH14 ACLH0 ACLH7 ACLH14

Gambar 6 . Histogram Nilai Kapang Ikan Cakalng Asap Cair Biasa dan Ikan

Cakalang Asap Cair Bumbu Lada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang dalam bahan

pangan juga antara lain, suhu, kelembaban, dan kebutuhan nutrisi. Suhu dan

kelembaban ruang penyimpanan yang tinggi memicu penyerapan air dari udara

sehingga memungkinkan kapang dapat tumbuh. Hal ini dipertegas oleh Fardiaz

(1989), yang menyatakan bahwa kapang dapat tumbuh baik pada suhu kamar, di

mana suhu optimum pertumbuhannya adalah 25-35 ̊C, tetapi beberapa dapat

tumbuh baik pada suhu 35-37 ̊C atau lebih tinggi, seperti jenis Aspergillus.

Pertumbuhan kapang selama penyimpanan 0 hari sampai 14 hari juga

diduga terjadi karena perubahan kadar air sehingga mempengaruhi pertumbuhan

kapang. Kadar air dalam bahan pangan mempunyai peranan penting dalam

menentukan keawetan bahan pangan. Hal ini disebabkan karena kadar air

mempunyai pengaruh yang erat dengan laju pertumbuhan mikroorganisme dan

laju reaksi kimia/ biokimia yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan.

Karena itu, upaya untuk mengurangi kadar air dengan cara mengikat air oleh
33

penambahan garam yang diharapkan akan menghambat berbagai reaksi kimia

yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga akan

memperpanjang daya awet produk pangan.

Pertumbuhan kapang pada bahan pangan selain dipengaruhi oleh kadar air,

dipengaruhi juga oleh aktivitas air. Selama penyimpanan ikan disimpan pada suhu

ruang sehingga diduga Aw ikan cakalang asap meningkat. Kondisi ini dapat

membuat Aw juga berpengaruh dan mengakibatkan produk ikan cakalang asap

ditumbuhi oleh kapang. Pada umumnya berbagai mikroorganisme mempunyai

nilai Aw minimum, dimana pada kondisi Aw bahan pangan yang lebih besar dari

pada Aw minimum, maka mikroorganisme tersebut mampu tumbuh dan

berkembang dengan baik. Sebaliknya pada kondisi Aw lebih kecil dari pada nilai

Aw minimumnya, maka mikroorganisme tersebut tidak akan mampu tumbuh

dengan baik karena tidak tersedianya air yang cukup untuk pertumbuhannya. A w

minimum pertumbuhan kapang berkisar antara 0,6 – 0,7% (Winarno,2002). Selain

itu, kapang merupakan mikroba yang tahan terhadap pemanasan dan keadaan

kering (Zubaidah, 2006) sehingga kondisi selektif ini memungkinkan kapang

dapat tumbuh dengan baik.

4.3 Identifikasi Kapang

Hasil pengamatan struktur kapang pada media Potato Dextorose Agar

(PDA), dapat dilihat bahwa penampakan berserabut seperti benang yang

bercabang dan memiliki warna yang bervariasi dari putih, abu dan hijau.

Pertumbuhan pada media PDA yang diinkubasi 48 jam selama penyimpanan 14

hari dapat dilihat pada Gambar


34

Gambar. Penampakan Koloni Kapang Gambar . Penampakan Koloni


(Penecillium sp) Pada Kapang (Aspergillus sp)
Media PDA Yang Di Pada Media PDA Yang Di
Inkubasi Selama 48 Jam Inkubasi Selama 48 Jam
Pada Penyimpanan Ke 14 Pada Penyimpanan Ke 14

Gambar diatas terlihat bahwa koloni kapang pada media PDA kapang yang

berwarna hijau dengan tepian yang berwarna putih merupakan kapang jenis

Penecillium sp. (Cappucino dan Sherman,1922) dan kapang yang berwarna

kuning yang mempunyai kodium-kodium yang tersusun berurutan mirip bentuk

untaian mutiara, merupakan jenis Aspergilus sp (Schlegel, 1994). Hasil

identifikasi jenis kpang yang tumbuh pada produk ikan asap cair biasa dan ikan

asap cair dengan penambahan bumbu lada yang di simpan dengan kemasan

vacum selama 14 hari adalah Penecillium sp dan Aspergilus sp.

Penecillium sp

Pada media PDA terlihat bahwa koloni kapang Penecillium sp yang tumbuh

adalah putih hingga kehijauan. Hal ini dipertegas oleh Power dan Cuen (1988)
35

dalam Mailoa (2002) bahwa koloni kapang penicilium sp tumbuh mula-mula

berwarna putih kemudian berubah menjadi kehijauan. Suhu optimum

pertumbuhan Penecillium sp. Adalah 25-350C, pH 1,9-9,3 dangan pH optimum

4,5-6,7, sedangkan kadar air minimum 12-15% dan maksimum lebih besar dari

22% dengan Aw optimum 0,99 (Bucheat, 1978; Banwart, 1989).

Gambar. Tampak Penicillium sp dibawah


mikroskop

Menurut Fardiaz (1992) ciri-ciri Penecillium sp adalah hifa septa,

miselium bercabang biasanya tidak berwarna. Konidiopora septat dan muncul di

permukaan bercabang atau tidak bercabang. Kepala spora berbentuk sapu dangan

strerigma muncul di dalam kelompok, konidia membentuk rantai karena muncul

satu persatu karna muncul dalam sterigmata. Konidia berwarna hijau pada waktu

masih muda dan berubah menjadi kebiruan atau kecoklatan.

Aspergillus sp

Hasil pengamatan yang dapat dilihat dengan kasat mata yaitu, warna

koloni kapang Aspergillus sp yaitu coklat kehitaman. Warna awal pertumbuhan

adalah yang warna hijau dan warna coklat. Kemudian berubah menjadi warna

coklat kehitaman. Hal ini dipertegas oleh Cappucino dan Sherman (1992) bahwa
36

Aspergillus sp mempunyai warna kehijauan , hitam, atau coklat. Sedangkan

menurut sudarmadji dkk, (1989), koloni biasanya tumbuh dengan cepat, berwarna

putih kuning, kuning kehijauan, coklat, coklat kehitaman atau hitam. Bentuk

aspergillus dibawah mikroskop seperti gambar,

Gambar. Tampak Aspergillus sp dibawah


mikroskop
Menurut Rahayu dkk., (1988) Aspergilus sp banyak yang tumbuh pada sereal dan

kacang-kacangan selama penyimpanan dan beberapa jenis spesies dapat

menghasilkan zat beracun, bersifat kontaminan dan perusak pada beberapa jenis

makanan selama penyimpanan. Sifat morfologi Aspergillus sp yaitu : hifa

berseptat, miselium bercabang biasanya tidak berwarna, konidiofor berseptat atau

tidak berseptat yang muncul dari kaki sel, sterigma sederhana dan kompleks

berwarna hijau, coklat atau hitam. Menurut Mahfoed (1993), Aspergillus sp dapat

tumbuh pada kadar air lebih dari 18 %. Suhu 25-370C, Aw 0,98 (Sudarmadji,

1989).

BAB V

PENUTUP
37

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

- Pengaplikasian bumbu lada pada penelitian ikan asap cair ini

tidak memberikan dampak yang signifikan dalam menghambat

pertumbuhan kapang, melainkan hanya menambah cita rasa pada

produk.

- Produk ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L) asap cair biasa masih layak

di konsumsi sampai pada penyimpanan 14 hari dengan kemasan vacum

dalam suhu ruang, sedangkan untuk produk ikan cakalang (Katsuwonus

pelamis L) asap cair dengan penambahan bumbu lada, sudah tidak layak di

konsumsi sejak penyimpanan 7 hari dengan kemasan vacum dalam suhu

ruang, karena sudah tidak memenuhi syarat mutu ikan asap (SNI

2725:2013).

- Jenis kapang yang teridentifikasi dalam produk ikan cakalang

(Katsuwonus pelemis L) asap cair biasa dan ikan cakalang (Katsuwonus

pelamis L) asap cair dengan penambahan bumbu lada yaitu jenis

Penecillium sp dan Aspergillus sp.

5.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat di berikan saran yaitu:

Anda mungkin juga menyukai