Anda di halaman 1dari 16

I.

Judul praktikum : uji sterilitas sediaan farmasi


Tanggal praktikum : 20 desember 2010
Kelompok praktikum : II (dua)

II. Pendahuluan
Praktikum ini bertujuan agar praktikan mengetahui cara menguji
sediaan farmasi baik obat maupun alat kesehatan.

III. Tinjauan pustaka

Sediaan obat dan alat kesehatan seharusnya bersifat steril, bebas dari
kuman. Terutama sediaan obat yang langsung kontak dengan mukosa
atau langsung masuk ke aliran darah seperti tetes mata, injeksi, cairan
infus, salep mata, dan tablet implant.

Demikian juga dengan alat-alat kesehatan seperti kasa, dispossible


syringe, dan benang bedah. Standar ini dibuat dengan tujuan agar tidak
terjadi infeksi pada pasien yang menggunakan sediaan obat maupun
alat kesehatan tersebut akibat kontaminasi kuman patogen.

Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba
hidup, baik yang pathogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen
(tidak menimbulkan penyakit, baik dalam bentuk vegetative maupun
dalam bentuk spora.

Tidak semua mikroba dapat merugikan misalnya mikroba yang


terdapat dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang
tidak terserap oleh tubuh. Mikroba pathogen misalnya salmonella
typhosa yang menyebabkan penyakit typus, E.coli yang menyebabkan
penyakit perut.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda


menjadi steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat
lingkungan menjadi sehat.

Tujuan obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah


atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan
terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna atau
gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir
atau menawarkan racun.

Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder.


Dalam hal ini tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya
ada dua pilihan yaitu steril atau tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik atau
injeksi,tablet implant, tablet hipodemik dan sediaan untuk mata seperti
tetes mata,cuci mata dan salep mata.

Cara sterilisasi menurut FI edisi III

1. Cara A (pemanasan secara basah : otoklaf pada suhu 1150-1160


selama 30 menit)
2. Cara B (dengan penambahan bakterisida)
3. Cara C (dengan penyaring bakteri steril)
4. Cara D (pemanasan kering : oven pada suhu 1500 selama satu jam
dengan udara panas)
5. Cara aseptic.

Pemilihan cara sterilisasi, harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai


berikut :
1. Stabilitas : sifat kimia,sifat fisika,khasiat,serat,struktur bahan obat tidak
boleh mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.
2. Efektivitas : cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal
dengan proses yang sederhana,cepat dan biaya murah.
3. Waktu : lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat
zat dan kecepatan tercapainya suhu penyeterilan yang merata.

Sediaan steril dapat berwujud:

1. Padat steril

- merupakan obat steril

- merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila
akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu
rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk
pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan pengurangan tekanan secra
bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.

2. Semi padat, misal salep mata.

3. Cair, misal injeksi.

Syarat obat dikatakan berkualitasjika memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Efikasi
Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas
obat dalam terapi.

2. Safety

Keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi, memberikan
efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan efek toksik atau
efek samping yang tidak diinginkan.

3. Aceeptable

Maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian menarik dan
mudah dipakai konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:

1. Terapi, meliputi:

- dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis
terapi efektif obat tersebut.

- lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk


sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap
merasa nyaman selama terapi.

- farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl,


dan lain-lain.

2. Sifat disika-kimia meliputi:

- ukuran partikel

- sifat alir

- kompaktibilitas

- ketahanan terhadap kelembapan

Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode
pembuatan sediaan obat.

SEDIAAN PARENTERAL

Keuntungn sediaan parenteral:

1. aksi obat lebih cepat


2. cocok untuk obat inaktif jika diberika oral
3. obat yang mengiritasi bila diberikasn secara oral
4. kondisi pasien (psngsan, dehidrasi) sehingga tidak memungkinkan obat
diberikan secar oral.

Kerugian sediaan parenteral:

1. tidak praktis
2. butuh alat khusus (untuk injeksi)
3. sakit
4. risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dighilangkan
5. butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau perawat.

Alasan obat dibuat sediaan parenteral:

1. Kadar obat sampai ke target

Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan
untuk terapi.

2. Parameter farmakologi

Meliputi waktu paruh, C maks., onset.

3. Jaminan dosis dan kepatuhan

Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan

4. Efek biologis

Efek biologis tidak dapat dicapai karen aobat tidak bisa dipakai secara oral.
Contoh: amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).

5. Altrnatif rute, jika tidak bisa lewat oral.

6. Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik.

Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.

7. Kondisi pasien

Untuk pasien-pasien yang tidak saar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
8. Inbalance (cairan badan dan elektroli)

Contoh: muntahber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan


segera harus dikembalikan

9. Efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal

Faktor-faktor farmasetik yang berpengaruh pada penggunaan parenteral:

1. Kelarutan obat dan volume injeksi

Kelarutan obat akan berpengaruh pada volume injeksi, jika mudah larut mak
volume yang diberikan kecil. Untuk obat yang sukar larut dapat dibuat dalam
bentuk suspensi atau dengan kosolvensi.

2. Karakteristik bahan pembawa

- water: air ada spesifikasi khusus

- water-miscible solvent (solven yang campur dengan air)

- water-immiscible solvent (solven yang tidak campur dengan air)

3. pH dan osmolalitas injeksi

a. Isohidris yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Kalu bisa pH sama dengan
pH darah, tapi tidak selalu, tergantung pada stabilitas obat. Contoh: ijeksi
aminofilin dibuat sangat basa karena pada kondisi asam akan terurai. Dalam
pembuatan ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan kelarutan dari aminofilin.

Aminofilin injeksi 2,4% 24%

R/ Teofilin 2,0 20,0

Etilen diamin 0,55 5,5

Aqua p.i. ad 100 ad 100 ml

Cara pemberian i.v. i.m.

b. Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan
tubuh. Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi: hipotonis dan hipertonis.

- hipotonis yaitu tekanan osmosis larutan lebih kecil dari tekanan osmosis cairan
tubuh (NaCl 0,9%). NaCl jika terurai menjadi Na (15,1 mOsmol) dan Cl (154
mOsmol) sehingga total 308 mOsmol. Sedngkan tekanan osmosis cairan tubuh
yaitu 300 mOsmol. Pada hipotonis, cairan masuk ke tubuh dan masuk ke sel darah
merah, sehingga sel darah merah bisa pecah(ireversibel)

- hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan lebih besar dari tekanan osmosis cairan
tubuh. Air kan mengalir keluar dari sel darah sehinggga sel mengkerut (krenasi),
bersifat reversibel.

4. Tipe bentuk sediaan

1. larutan
2. suspensi
3. emulsi
4. solid

Kecepatan pelepasan obat dari bentuk sediaan:

- aquous solution

- aquous suspensi

- oleagonous solution

- oil in water (o/w)

- water in oil (w/o)

- oleagenous

Mekanisme pelepasan:

1. Suspensi: berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari


jaringan sekitar. Maka, akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua,
cairan tetap sebagai hipertonis.
2. Oleagenous:

o/w à iv

w/o à tidak boleh i.v.

1. Mengapa w/o lebih lama? Karena water keluar dulu dari sistem emulsi,
baru masuk k sel tubuh. Jadi ada dua barier.
2. Suspensi: terlarut, statusnya tetap hipertonis

SYARAT SEDIAAN STERIL


Harus memenuhi 3 syarat berikut, yairu secara fisika, kimia, dan biologi.

FISIKA

Tipe sediaan larutan

1. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak
larut dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap
terlihat jernih (tidak keruh).
2. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun
warna larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada
campuran warna lain dalam sediaan itu.
3. Bebasa dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun
obat. Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang
bekerja, seratr dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas
(gelas, plastik).
4. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
5. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam
ampul. Uji kebocoran dapat dilakukan dengan:

- uji dengan larutan warna (dye bath test)

- metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)

6. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat
dari:

a. Terjadi perubahan warna

Contoh: Larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena teroksidasi akan
menjadi merah karena terbentuk adenokrom.

b. Terjadi pengendapan

Contoh: Injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena jika tidak bebas
CO2 maka akan terbewntuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air sehingga
kanmengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.

CO2 + H2O –> H2CO3 (asam)

Aminopilin + Asam –> theopilin + etilen diamin


Pengatasam: injeksi aminohilin dibuat dari theopilin dan etilen diamin berlebih.

Tipe sediaan SUPENSI

MACAM PELARUT

1. Air

Air merupakan pelarut utama. Akan dijelaskan lebih mendetail setelah ini.

2. Pelarut yang dapat campur dengan air (water miscible solvent).

Jika zat aktif dari sediaan injeksi tidak stabil dalam air, maka pengatasannya
dengan dibentuk sediaan kering steril atau dengan sistem kosolvensi. Aqua
kosolven: pelarut pembantu, tidak pernah dipakai tunggal, tetapi campuran.
Macam-macam kosolven yang bisa digunakan:

1. Glikols (glikol, propilen glikol, PEG BM rendah). PEG bersifat


higroskopis sehingga kemampuan untuk melarutkan zat kurang, sehingga
dpakai yang anhidrous dan BM rendah. Propilen glikol + benzil akohol
(suhu 40oC), untuk injeksi digoxin.
2. Etanol/alkohol
3. Dimetil asetamid, dimetil formasmide, DMSO. Pelarut ini larut sempurna
dengan air, toksisitas akutnya rendah, toksisitas kronisnya merusak liver.
4. N-(B-hidroksietil), laktamid
5. Aseton (kosolven pada obat antitumor dan antibiotik)
6. Asam organik (asam laktat, asam sitrat)
7. Surfaktan (emulphor EL-714, chremophor, plurnic F 68, lesitin)
8. Antibeku (gliserol sp 5%, alkohol 15%).

3. Pelarut yang tidak dapat campur dengan air (water immiscible solvent).

Contoh: minyak kacang (peanut oil), minyak wijen (oleum sesame), minyak biji
kapas (cotton seed), minyak jagung (corn oil), minyak zaitun (olive), paraben cair.
Oleum sesame dianggap pelarut yang paling baik untuk jenis pelarut golongan ini
karena mengandung komponen penstabil (pencegah tengik). Sedangkan paraben
sekarang dilarang penggunaanya.
Sebagai pelarut juga harus emenuhi batasan klorida, kalsium, ion sulfat, CO2.
logam berat, oxidizable substance dengan total zat padat terlarut kurang dari 10
ppm (ppm = % x 104).

REVERSE OSMOSIS

Reverse Osmosis yaitu metode pemurnian air dengan prinsip pemisahan solute
melalui membran semipermiabel dari konsentrasi tinggi ke kosentrasi rendah.
Maka akan terjadi penolakan terhadap solut pada permukaan filter sehingga tidak
bisa menembus membran. RO merupakan kebalikan dari osmosis. Osmosis adalah
dari konsentrasi rendah ke tinggi.

Filter dipasang untuk menyaring partikel kasar. Berdasarkan ukuran partikel, filter
dibuat berbeda ukuran porinya.

Partikel besar

Bakteri

Virus

Pirogen

Ion

Untuk membunuh nikroba dapatdengan klorinasi/penambahan kaporit. Namun


kaporit ini tidak boleh ada dalam air, jadi harus dihilangkan dengan karbon aktif.
Selanjutnya karbon aktif dapat dipisahkan dari air dengan filter.

Keuntungan RO:

1. Energi lebih efisien dibanding dengan destilasi

2. Hasil labih banyak

3. Biaya lebih murah

Kerugian RO:
1. In process control lebih ketat

2. Air segera digunakan pada waktu 24 jam, jikalebih dari itu maka harus
disimpan pad suhu 70-80oC agar kualitas air tidak menurun.

Manfaat:

1.Aair minum dari air laut

2. Pembuatan WFI

Cara penyimpanan air untuk injeksi:

WFI disimpan dalam suhu ekstrim untuk mencegah pertumbuhan mikroba yaitu
suhu < 5oC atau 80oC.

Sumber panas dapat dipakai steam atau hot water. Heat exchanger berfungsi
untuk menurunkan suhu pada storage tank sebelum digunakan. Jika suhu masih
terlalu tinggi maka akan masuk ke return sirkuit. Air yang dihasilkan harus dicek
dalam endotoksinometer dan dijaga kadar endotoksin < 0,25 SU/ml, ion klor,
ammonia, partikel padat.

METODE STERILISASI

Sumber pencemaran produk:

1. Manusia

2. Bahan awal

Untuk masuk ruangan steril harus dibungkus rangkap tiga:

- lapisan 1 (terluar): dilepas sebelum masuk ruangan penyangga

- lapisan 2: dilepas diruang penyangga

- lapisan 3: masuk ruangan steril

3. Produk sendiri (pencemaran sendiri). Untuk kontrol kebersihan, kotoran


maksimal 10 ppm.

4. Air di pabrik

5. Udara atau lingkungan pabrik

6. Makanan dan minuman


7. Sisa bahan pembersih

8. Llimbah pabrik (harus diproses dengan baik)

9. Instalasi pembuangan

10. Serangga dan hewan lain (pengerat), atau hewan percobaan.

Macam limbah: cair, padat, cair semipadat, suara dalam desibel, gas. Limbah lain
dapat diproses dulu seperti beta-laktam, sepalosporin baru boleh dicampur bahan
lain. Di gudang dipasang alat penangkap serangga dan tikus.

Bila suatu mesin akan digunkan untuk proses suatu zat,mak mesin harus dibilas
dulu dan bilasan terakhir tidak boleh mengandung lebih dari 10 ppm zat
sebelumnya.

Pengecekan limbah:

a. Fisika: diaduk, pengenapan, dilihat kejernihan

b. Kimia. Parameter: Biologycal Oxygen Demand (BOD0, Chemical Oxygen


Deand (COD, dan Dissolve Oxygen (DO).

c. Biologi: dengan ikan mas, jika tidak ada yang mati berate kotoran inimal.
Mengap ikan mas? Karena ikan mas sensitif terhadap air kotor.

Uji sterilitas

Ada beberapa metode:

1. Direct inoculation of culture medium

Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media pertumbuhan. Menurut


British Farmakope:

a. Media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat


cocok untuk pembiakan aerob. Suhu inkubasi 30-35oC.

b. Soya bean casein digest medium

Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob dan fungsi. Suhu


inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.

2. Membran filtrasi
Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi filtrasi cairan melalui
membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari karena
mungkin organisme perlu adaptasi dulu.

3. Introduction of concentrate culture medium

Medium yang pekat langsung dimasukkan dalam wadah sampel yang akan
ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan
adanya bakteri.

Uji pirogen

1. Secara kualitatif: Rabbit test

Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci karena kelinci


menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan
suhu diukur melalui rektal.

2. Secara kuantitatif: LAL test

Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat amebasit
dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test.

Kondisi LAL-test:

a. pH larutan 6-7

b. Suhu 37oC

c. Kontrol negatif: aquadest (pelarut)

d. Kontrol positif (pirogen/endotoksin)

e. Keuntungan: cepat, mudah, praktis

iv. Metodologi Praktikum

A. Alat-alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Bunsen
4. Kapas dan alcohol
B. Bahan
1. Medium Nutrient broth (NB)
2. Tetes mata

C. Tata Kerja

1. Teori Kerja
2. Menyiapkan alat kesehatan yang akan diuji sterilitasnya.
3. Menyiapkan media cair NB ke dalam 1 tabung reaksi.
4. Teteskan obat tetes mata sebanyak 2-3 tetes
5. Tutup dengan kapas , kemudian inkubasi selama 1x24 jam
6. Keesokan hari, amati yang terjadi.

v. Hasil dan pembahasan


a. Hasil praktikum

Tabung Hasil
Blanko +

+ : Keruh
b. Pembahasan

Pada percobaan kali ini, kelompok kami mendapatkan hasil pada


cairan bilasan pada tetes mata berwarna keruh. Hal ini berarti terjadi
pertumbuhan kuman pada medium. Pada bilasan tetes mata diharapkan
tidak terjadi pertumbuhan kuman (jernih) karena tetes mata yang
diujicobakan merupakan tetes mata yang steril, belum pernah dipakai, dan
masih terbungkus kemasan.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan media bilasan keruh.


Kemungkinan yang pertama, kelompok kami bekerja kurang aseptis saat
membuka tutup dari tetes mata. Kami lupa mengencangkan terlebih dahulu
uliran jarum suntik pada badannya sehingga ketika membuka tutup tetes
mata. Kemungkinan pada saat itulah ada kuman yang masuk ke dalam
badan tabung tetes mata. Kemungkinan yang kedua adalah tetes mata yang
digunakan mengandung kuman / tidak berada dalam keadaan steril. Untuk
membuktikan kemungkinan yang kedua ini perlu dilakukan percobaan
lebih lanjut.
vi. Kesimpulan

Hasil percobaan tidak sesuai yang diharapkan karena media bilasan


yang dihasilkan mengandung kuman sehingga dapat diperkirakan
pekerjaan kelompok kami yang kurang aseptis atau kemungkinan lain tetes
mata yang digunakan tidak steril.

vii. Daftar Pustaka

Alcamo IE (2001). Fundamentals of microbiology. Boston: Jones and


Bartlett. ISBN 0-7637-1067-9.

Atlas RM (1995). Principles of microbiology. St. Louis: Mosby.

Martinko JM, Madigan MT (2005). Brock Biology of Microorganisms


(edisi ke-11th ed.). Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall. ISBN 0-13-
144329-1.

Holt JC, Bergey DH (1994). Bergey's manual of determinative


bacteriology (edisi ke-9th ed.). Baltimore: Williams & Wilkins.
ISBN 0-683-00603-7.

Hugenholtz P, Goebel BM, Pace NR (1998). "Impact of culture-


independent studies on the emerging phylogenetic view of bacterial
diversity". J Bacteriol 180 (18): 4765–74.

Funke BR, Tortora GJ, Case CL (2004). Microbiology: an introduction


(edisi ke-8th ed,). San Francisco: Benjamin Cummings. ISBN 0-8053-
7614-3.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI

UJI STERILISASI SEDIAAN FARMASI

Jakarta, 20 DESEMBER 2010

Disusun oleh :

Ayu Subekti 0904015038

Hafilia Haznawati 0904015115

Siti Hajjar 0904015256

M.fuad 0904015181

Kelas/Semester 3G

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA

JAKARTA

2010

Anda mungkin juga menyukai