TINJAUAN TEORI
1.1 DEFENISI
Streptococcus pneumoniae (SP) atau pneumokokus adalah penyebab utama
pneumonia, sepsis, bakteremia, dan meningitis pada bayi dan anak. Invasive
pneumococcal disease (IPD) ditegakkan apabila dapat diisolasi bakteri
pneumokokus dari cairan tubuh steril seperti darah, CSF, cairan pleura, cairan
sendi, dan cairan tubuh lainnya. (https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/viewFile/490/427).
Pneumokokus merupakan bagian flora normal saluran nafas atas pada anak
sehat, dan disebarkan dari manusia ke manusia melalui percikan ludah. Diseluruh
dunia 10% dari 2 juta kematian yang diperkirakan pada balita setiap tahun,
disebabkan karena infeksi pneumokokus. Dilaporkan bahwa laju pembawa kuman di
nasofaring dewasa berkisar antara 5-30%, pada anak sehat 20-50% dan 25-75% bayi
membawa kuman pneumokokus setiap saat. Kolonisasi tertinggi didapatkan pada
bayi usia muda, laki-laki, anak yang tinggal di panti dan anak yang di titipkan di
tempat penitipan anak. (buku dini)
Factor resiko untuk kolonisasi adalah bayi yang tidak dapat ASI, infeksi
virus pada saluran nafas atas, perokok pasif, saudara yang dititipkan di tempat
penitipan anak Negara empat musim pada musim dingin. Beberapa factor
meningkatkan resiko penularan bakteri di lingkungan keluarga dan rumah tangga
yaitu kepadatan hunian, cuaca, dan adanya pasien infeksi saluran pernafasan bagian
atas, pneumonia, atau otitis. Resiko tinggi pada kelainan anatomi dan fungsi adalah
asplenia, defiensi immunoglobulin, syndrome nefrotik, multiple myeloma, AIDS,
gagal ginjal kronik, transplantasi organ, keganasan limfoid, penyakit kardiovaskular
krons dana penyakit paru kronis, diabetes mielitis, alkoholisme, sirosis hepatis dan
pasien dengan kebocoran cairan serebro spinal akibat trauma atau pasca
operasi.(buku dini)
Bayi usia 2 bulan sampai 6 bulan sebaiknya menerima 3 dosis (dengan interval
pemberian 1 bulan) vaksin polisakarida pneumokokus terkonjugasi, dimulai pada
usia 2 bulan; dosis selanjutnya diberikan sesaat setelah berusia 1 tahun;
Bayi usia 6-11 bulan yang belum diimunisasi sebaiknya menerima 2 dosis
(dengan interval pemberian 1 bulan) vaksin polisakarida pneumokokus
terkonjugasi; dosis selanjutnya diberikan sesaat setelah berusia 1 tahun;
Anak usia 1-5 tahun sebaiknya menerima 2 dosis (dengan interval pemberian 2
bulan) vaksin polisakarida pneumokokus terkonjugasi.
Semua anak yang telah menerima vaksin polisakarida pneumokokus terkonjugasi
sebaiknya menerima dosis tunggal vaksin polisakarida pneumokokus 23 valent sesaat
setelah berusia 2 tahun dan sekitar 2 bulan setelah pemberian dosis terakhir vaksin
polisakarida pneumokokus terkonjugasi 7 valent.
Berikut dibawah ini siapa yang harus menerima setiap jenis vaksin
pneumokokus menurut Kelompok Umur:
Bayi dan Anak di bawah 2 Tahun
PCV13 secara rutin diberikan kepada bayi sebagai rangkaian 4 dosis, satu dosis pada
masing-masing usia: 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 12 sampai 15 bulan. Jumlah dosis
yang dianjurkan dan interval antara dosis tergantung pada usia anak saat vaksinasi
dimulai.
Anak sehat 24 bulan sampai 4 tahun yang tidak divaksinasi atau belum
menyelesaikan seri PCV13 harus mendapat 1 dosis. Anak-anak berusia 24 bulan
sampai 5 tahun dengan kondisi medis tertentu (tercantum di bawah) harus
mendapatkan 1 atau 2 dosis PCV13 jika mereka belum menyelesaikan seri 4 dosis.
Anak-anak berusia 6 sampai 18 tahun dengan kondisi medis tertentu (tercantum di
bawah) harus mendapatkan 1 dosis PCV13 jika mereka sebelumnya tidak pernah
menerima vaksin ini, terlepas dari apakah mereka sebelumnya telah menerima vaksin
konjugasi pneumokokus 7-valent (PCV7) atau 23 - vaksin polisakarida pneumokokus
yang nyata (PPSV23).
Penyakit paru kronis, termasuk asma jika diobati dengan terapi kortikosteroid
oral dosis tinggi
Diabetes mellitus
Implan koklea
Infeksi HIV
(https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/hcp/who-when-to-
vaccinate.html)
2.7 KONTRAINDIKASI
1. Efek samping lokal adalah eritema, bengkak, nyeri dan indurasi di tempat
suntikan.
2. Efek samping sistemik dapat berupa demam, pusing, urtikaria,gelisah, muntah
diare, tidur tidak tenang, nafsu makan menurun. Demam > 39,5oC dilaporkan
terjadi pada kurang dari 5%.
3. Reaksi berat seperti reaksi anafilaksis sangat jarang ditemukan
4. Pernah dilaporkan kejadian berat berupa nefrotik syndrome, limfadenopati
dan hiperimunoglobuinemia.
5. Reaksi KIPI pada umunya terjadi setelah dosis ke dua, namun berlangsung
tidak lama, akan menghilang dalam 3 hari.
6. Efek samping sistemik maupun lokal berupa bengkak ditempat suntikan, nyeri
pada perabaan dan demam ≥ 38oC tidak berbeda anatara BBLR dan bayi berat
badan normal.(buku dini)
Saat tubuh pertama kali mendapat antigen vaksin, maka t ubuh akan
membentuk respon imun primer berupa pembentukan antibody spesifik
terhadap antigen tersebut yang sebagian besar terdiri dari Imunoglobulin M
(IgM). Pada pejanan antigen vaksin yang berikitnya, maka tubuh akan
membentuk respon imun sekunder berupa pembentukan antibody spesifik
yang sebagian besar adalah Imunoglobulin G (IgG) dengan titer dan afinitas
yang lebih tinggi dan masa jeda (lag phase) yang lebih pendek disbanding
respon imun primer. Antibody spesifik ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi dikemudian hari. Selain itu akan terbentuk sel T memori dan sel B
memori yang akan berfungsi dalam perlindungan jangka panjang.
Dikemudian hari, saat antibody spesifik telah menurun, bila tubuh terpajang
antigen serupa maka sel B memori akan berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang akan membentuk antibody spesifik dengan titer dan
afinitas yang lebih tinggi.
Secara imunologi, keberhasilan imunisasi tergantung pada bebera0pa
factor yaitu status imun penjamu, factor genetic penjamu serta kualitas dan
kuatitas vaksin.
Vaksin pneumokokus memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan
vaksin jenis lain, seperti vaksin DPT. Tidak ada kontraindikasi absolut memberikan
vaksin, hanya saja pemberian pada bayi yang sedang demam dapat mempengaruhi
rasa nyaman bayi. Pemberian vaksin tersebut ditakutkan akan menimbulkan
kekhawatiran orangtua terhadap perjalanan penyakitnya yang semakin berat padahal
tidak terkait imunisasi. Untuk itu, idealnya vaksin diberikan pada saat kondisi bayi
atau anak yang sehat, meskipun kondisi sakit ringan bukan kontraindikasi pemberian
vaksin.
Menurut Dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A (K) pemberian vaksin pneumokokus dan HiB
akan menurunkan 50% angka kematian balita akibat pneumonia. Melihat tingginya
angka kematian akibat penyakit pneumokokus, pada tahun 2017 Kementerian
Kesehatan akan merintis program imunisasi pneumokokus untuk seluruh anak
Indonesia, yang akan dimulai dari Lombok Timur sebagai demonstration project.
(http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/sekilas-vaksin-pneumokokus)
Vaksin pneumokokus
Dua kelas vaksin pneumokokus saat ini tersedia, satu berdasarkan polisakarida dan
yang lainnya berdasarkan polisakarida yang dikonjugasikan ke protein pembawa.
Vaksin polisakarida terdiri dari polisakarida kapsul murni dari 23 serotipe yang
menyebabkan sekitar 90% infeksi pneumokokus invasif di negara-negara industri.
Tanggapan bergantung pada usia dan tergantung pada serotipe.