A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Kemajuan ilmu
dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan
penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan
peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian
karena asma. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia yang menyatakan bahwa asma ada di peringkat kelima
daftar penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Angka prevalensi asma
di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000. Dari survey didapatkan bahwa 77 dari 90 kasus
asma eksaserbasi akut, angka kematian bisa dicegah dengan penanganan yang
adekuat(1).
Menurut Konsensus Asma oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Asma
adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat
dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari(pdpi). Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
1
Eksaserbasi asma adalah suatu episode yang ditandai peningkatan gejala secara
progresif dari sesak nafas, batuk, mengi (wheezing), rasa berat di dada dan penurunun
yang progresif dari fungsi paru. Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap
agen eksternal (infeksi saluran napas ec virus, serbuk sari, maupun polusi) dan terkait
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Inflamasi
dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik,
asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin. Pencetus serangan asma dapat
disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat
menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada
sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi Asma Tipe Cepat ditandai
2
dengan alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus
dan vasodilatasi. Reaksi Fase Lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen
dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
Infeksi Virus
Hampir 80% dari asma eksaserbasi sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas
terkait virus, dengan rhinovirus infeksi subtipe A & C sebagai penyebab utama sekitar 2/3
kasus. Selain itu bisa juga H1N1, respiratory syncytial virus, coronavirus (clinical
managent review). RVs adalah virus RNA rantai tunggal bagian dari picornavirus dan
ditularkan melalui kontak langsung dan melalui rute pernapasan dengan inokulasi dan
replikasi yang terjadi di epitel saluran napas bagian atas(review series thorax) Seoarng
penderita asma sangat rentan terhadap rhinovirus oleh karena gangguan produksi
3
interferon. Interferon merupakan protein yang berperan penting pada respon innate
terhadap infeksi. Beberapa interferon yang berperan dalam kejadian asma antara lain,
interferon β dimana produksinya turun akan mengakibatkan sel yang terinfeksi tidak
mampu mengalami apoptosis dan bahkan memicu terjadinya replikasi virus yang berlebih.
Blood Mononuclear Cells), sedangkan penurunan interferon III atau IFN λ berespon
menimbulkan eksaserbasi belum diketahui secara jelas, tapi didapatkan karakteristik yang
jelas dengan ditandai inflamasi dari neutrophil.. Infeksi akan menyebabkan inflamasi,
peningkatan level neutrophil, eosinophil, CD4, CD8 dan mast sel melalui peningkatan
ekspresi mRNA dan translasi dari IL-6, IL-8, IL-16, exotoxin, IFN λ ( merangsang protein
kemoatraktan limfosit yang kuat yang mengaktivasi eosinophil dan limfosit. RANTES juga
kemoatraktan eosinophil dan limfosit kuat yang mana nantinya pengaktifan dari semua
sitokin proinflamasi diatas akan menimbulkan hiperresponsif, inflamasi dan sekresi mucus.
Infeksi rinovirus dapat memicu pelepasan IP10, dimana semakin tinggi kadar serum IP10
terbaru yang membandingkan respon inflamasi jalan nafas pada pasien dengan asma viral
akut dan pada subjek non-asma dengan infeksi RV. Jumlah neutrofil absolut dari dahak
yang diinduksi dua kali lipat lebih tinggi pada subjek dengan asma akut dengan infeksi
virus (317.5 × 104 / ml) dibandingkan pada subyek non-asma dengan infeksi virus (165 ×
Infeksi Bakteri
Peran dari infeksi bakteri kurang begitu jelas dibandingkan dengan infeksi virus.
Beberapa laporan terbaru menyebutkan oarng dengan riwayat asma akan meningkatkan resiko
terhadap infeksi bakteri dimana semakin tingginya terdeteksi Chlamydhopila Pneumonia pada
4
kasus asma yang stabil. Beberapa studi menjabarkan peran dari atipikal bakteri C Pneumonia
pada asma eksaserbasi akut yang dipicu oleh virus. Laporan pertama menjelaskan hubungan
yang kuat antara kadar IgA C pneumonia pada cairan hidung pada pasien eksaserbasi anak-
anak. Laporan kedua menyebutkan 38% orang dewasa yang yang berobat ke ruang emergensi
rumah sakit terkait asma eksaserbasi memiliki bukti serologis reaktivasi dari C pneumonia. Ini
sangat penting untuk diperhatikan mengingat tingginya angka kejadian infeksi C pneumonia
pada pasien dengan infeksi virus (85% & 76%). C pneumoni akut berperan dalam
menginduksi sekresi sitokin, termasuk TNF-α, IL-1B, dan IL-6, dari PBMCs dan makrofag
alveolar yang nantinya menyebabkan jalan nafas hyperresponsif dan inflamasi jalan nafas.
PENCEMARAN UDARA
Polusi udara adalah pemicu penting lain dari asma akut dan, seperti infeksi saluran pernapasan
oleh karena virus, ada bukti epidemiologis yang mengaitkan dengan asma akut. kualitas udara
yang buruk merupakan campuran dari partikel, senyawa karbon, senyawa organik yang mudah
menguap, logam, dan kadar endotoksin, yang semuanya dapat menyebabkan peradangan
saluran napas dan gejala pernapasan akut. Paparan terhadap peningkatan level ozon lingkungan
merupakan pemicu penting dari presentasi Eksaserbasi akut dengan asma pada anak usia
sekolah di mana paparan ozon inhalasi menyebabkan penurunan FEV1 dan peningkatan
neutrofilia dahak. Paparan terhadap partikel pembuangan diesel dapat menghasilkan efek
inflamasi yang luas seperti peningkatan produksi IgE dari sel B, peningkatan pelepasan IL-8
dan GM-CSF dari sel epitel, dan peningkatan IL-8, RANTES dan TNF-α dari PBMCs. Sesuai
dengan temuan eksperimental ini, baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa anak-anak yang
dirawat di rumah sakit dengan asma akut lebih mungkin berada di daerah dengan tingkat lalu
Merokok
Lebih dari 30% orang dewasa dengan asma adalah perokok, dan merokok tidak jarang di
antara pasien yang berkunjung ke emergensi departemen dengan asma akut. Institut
5
Kedokteran menyimpulkan bahwa ada bukti yang cukup tentang hubungan sebab akibat antara
paparan asap rokok dan eksaserbasi asma. Merokok dalam asma menginduksi fenotip non-
eosinofilik dan resistensi kortikosteroid relatif. Mekanisme yang mungkin pada kondisi ini
termasuk perubahan fenotip sel radang jalan napas (misalnya, peningkatan neutrofil atau
ekspresi berlebih dari reseptor glukokortikoid β), dan peningkatan aktivasi faktor transkripsi
Infiltrasi eosinofilik pada saluran udara bersama dengan limfosit yang mengekspresikan
fenotip seperti-Th2, mensekresi peningkatan kadar IL-4 dan IL-13, telah menandai apa yang
sekarang dianggap sebagai komponen inflamasi asma yang diinduksi alergen. Pertama kali
dijelaskan pada tahun 1952, individu yang peka ketika terpapar alergen akan berkembang
dengan respons dini dengan penurunan fungsi paru-paru yang sebagian besar dimediasi oleh
pelepasan histamin sebelumnya, tetapi, dalam sebagian besar penderita asma, ini diikuti oleh
respons yang lambat yang ditandai lagi oleh penurunan FEV1 bersamaan dengan infiltrasi
jalan napas oleh eosinofil dan limfosit. Paparan di tempat kerja dapat menyebabkan sensitisasi,
iritasi saluran napas, atau keduanya. Paparan ini sering memperburuk gejala asma dan pajanan
masif dapat mengakibatkan eksaserbasi yang parah. Mereka adalah penyebab eksaserbasi yang
relatif jarang terjadi tetapi penting untuk diketahui. Seluler mekanisme yang mendukung
Penderita asma sering terpapar lebih dari satu pemicu, dan ini tampaknya berinteraksi dalam
eksaserbasi asma. Dalam studi eksperimental, respons terhadap alergen ditingkatkan oleh
paparan terhadap pemicu lain seperti polusi udara atau merokok. Efek serupa telah terlihat
dengan infeksi virus. Green and co worker telah melaporkan bahwa risiko masuk ke rumah
sakit dengan asma akut pada orang dewasa sangat meningkat dengan adanya kombinasi antara
6
paparan terhadap alergen dan adanya infeksi virus. Murray et al juga telah memperluas hasil
ini untuk menunjukkan bahwa, pada anak-anak, infeksi virus dan paparan alergen rumah
tangga berinteraksi untuk meningkatkan risiko rawat inap sebesar 19 kali lipat. Hasil ini
menunjukkan bahwa ada sinergisme antara sensitisasi alergi, paparan terhadap alergen
sensitisasi tingkat tinggi, dan infeksi virus. Mekanisme efek sinergis masih harus ditegakkan,
tetapi menyarankan aktivasi beberapa jalur inflamasi yang mengarah pada eksaserbasi asma.
E. Penatalaksanaan
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau
yang kurang tepat, dengan kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala
7
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan
respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan
pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan
Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di
darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat,
memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan (saat
pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan
semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal (1,2).
serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari digunakan,
ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit. Kondisi di Indonesia
dengan fasilitas layanan medis yang sangat bervariasi mulai dari puskesmas sampai rumah
sakit, akan mempengaruhi bagaimana penatalakasanaan asma saat serangan akut terjadi
sesuai fasilitas dan kemampuan dokter yang ada. Serangan yang ringan sampai sedang
relatif dapat ditangani di fasiliti layanan medis sederhana, bahkan serangan ringan dapat
diatasi di rumah. Akan tetapi serangan sedang sampai berat sebaiknya dilakukan di rumah
sakit (1).
Tabel berikut ini adalah rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat
8
Pada serangan ringan obat yang diberikan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi dapat
berbentuk IDT, lebih dianjurkan dengan spacer, DPI atau nebulisasi. IDT dengan spacer
menghasilkan efek yang sama dengan nebulisasi, mempunyai onset yang lebih cepat, efek
samping lebih minimal dan membutuhkan waktu yang lebih cepat, sehingga lebih mudah
keadaan pemberian nebulisasi lebih superior misal pada penderita asma anak. Bila di
rumah tidak tersedia obat inhalasi, dapat diberikan agonis beta-2 kerja singkat oral, atau
kombinasi oral agonis kerja singkat dan teofilin. Dosis agonis beta-2 kerja singkat, inhalasi
2-4 semprot setiap 3-4 jam, atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan tidak dibutuhkan jika
pengobatan tersebut di atas menghasilkan respons komplet (APE > 80% nilai terbaik/
9
prediksi) dan respons tersebut bertahan minimal sampai 3-4 jam. Lanjutkan terapi tersebut
selama 24-48 jam. Pada penderita dalam inhalasi steroid, selain terapi agonis beta-2 ,
tingkatkan dosis steroid inhalasi, maksimal sampai dengan 2 kali lipat dosis sebelumnya.
pertahankan terapi tersebut sampai dengan 5-7 hari bebas serangan, kemudian kembali
kepada terapi sebelumnya. Pada serangan asma sedang -berat, bronkodilator saja tidak
cukup untuk mengatasi serangan karena tidak hanya terjadi bronkospasme tetapi juga
peningkatan inflamasi jalan napas, oleh karena itu mutlak dibutuhkan kortikosteroid.
Dengan kata lain pada keadaan tidak ada respons dengan agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi, atau bahkan perburukan, dapat dianjurkan menggunakan kortikosteroid oral 0,5-1
10
A. Oksigen
Pada serangan asma segera berikan oksigen untuk mencapai kadar saturasi oksigen
menghasilkan efek bronkodilatasi yang sama dengan cara nebulisasi, onset yang cepat,
efek samping lebih sedikit dan membutuhkan waktu lebih singkat dan mudah di darurat
gawat. Pemberian inhalasi ipratropium bromide kombinasi dengan agonis beta-2 kerja
dan perbaikan faal paru (APE dan VEP1). Alternatif pemberian adalah pemberian
pemantauan ketat (bedside monitoring). Alternatif agonis beta-2 kerja singkat injeksi
ditambahkan bronkodilator aminofilin intravena dengan dosis 5-6 mg/ kg BB/ bolus
yang diberikan dengan dilarutkan dalam larutan NaCL fisiologis 0,9% dengan
aminofilin dalam darah, pemberian dilanjutkan secara drip dosis 0,5-0,9 mg/ kgBB/
jam (1,3,4).
C. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mempercepat resolusi pada serangan asma
memberikan respons
Serangan terjadi walau penderita sedang dalam pengobatan
Serangan asma berat
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan oral atau intravena, pemberian oral lebih
disukai karena tidak invasif dan tidak mahal. Pada penderita yang tidak dapat diberikan
oral karena gangguan absorpsi gastrointestinal atau lainnya maka dianjurkan pemberian
11
intravena.Kortikosteroid sistemik membutuhkan paling tidak 4 jam untuk tercapai
bronkitis akut, sinusitis) yang ditandai dengan gejala sputum purulen dan demam.
Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma adalah bakteri gram positif, dan
bakteri atipik kecuali pada keadaan dicurigai ada infeksi bakteri gram negatif dan
bahkan anaerob seperti sinusitis, bronkiektasis atau penyakit paru obstruksi kronik (1).
Antibiotik pilihan sesuai bakteri penyebab atau pengobatan empiris yang tepat
untuk gram positif dan atipik yaitu makrolid, golongan kuinolon dan alternatifnya yaitu
12
Algoritme Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit (PDPI) (1)
13
Berikut ini adalah tabel dan sediaan beberapa obat saat eksaserbasi. (1,3,4)
F. Pencegahan
Vaksinasi
Infeksi virus saluran pernapasan tetap menjadi penyebab utama eksaserbasi asma,
efektif untuk mencegah eksaserbasi. Tidak ada vaksin yang efektif untuk infeksi
Infeksi influenza telah dikaitkan dengan eksaserbasi asma dalam banyak penelitian,
dan vaksinasi influenza pada pasien asma sangat dianjurkan. Vaksinasi terhadap
14
Aman, efektif dalam menginduksi seroproteksi, dan dapat dikombinasikan dengan
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri
dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma
yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi
tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan
lain pada olahraga umumnya. Senam asma Indonesia dikenalkan oleh Yayasan
Asma Indonesia dan dilakukan di setiap klub asma di wilayah yayasan asma di
seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah diteliti baik manfaat subjektif
setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3 – 6 bulan, terutama
15
mempercepat perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko mendapatkan bronkitis
dan menurunkan kualiti hidup. Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk
Lingkungan Kerja
terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada
asma. Apabila serangan asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan
untuk pindah pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap
16
DAFTAR PUSTAKA
17