Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Kemajuan ilmu

dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan

penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan

peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian

karena asma. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di

berbagai propinsi di Indonesia yang menyatakan bahwa asma ada di peringkat kelima

daftar penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Angka prevalensi asma

di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000. Dari survey didapatkan bahwa 77 dari 90 kasus

asma eksaserbasi akut, angka kematian bisa dicegah dengan penanganan yang

adekuat(1).

B. Definisi Asma Eksaserbasi

Menurut Konsensus Asma oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Asma

adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat

dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari(pdpi). Episodik tersebut

berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan (1).

1
Eksaserbasi asma adalah suatu episode yang ditandai peningkatan gejala secara

progresif dari sesak nafas, batuk, mengi (wheezing), rasa berat di dada dan penurunun

yang progresif dari fungsi paru. Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap

agen eksternal (infeksi saluran napas ec virus, serbuk sari, maupun polusi) dan terkait

rendahnya tingkat kepatuhan terhadap obat-obat kontroler. (gina page 60).

C. Patogenesis Asma Eksaserbasi

Gambar 2. Penyebab Asma Eksaserbasi

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan

terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Inflamasi

dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik,

asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin. Pencetus serangan asma dapat

disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat

menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada

sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi Asma Tipe Cepat ditandai

2
dengan alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator

seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin,

prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus

dan vasodilatasi. Reaksi Fase Lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen

dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,

eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

Trigger Effect Mechanism

Virus Enhanced lower airway Deficient IFN-β


damage response

Allergen Enhanced eosinophil response Allergic sensitization

Occupational Increased eosinophilic and/or Sensitisation


neutrophilic bronchitis

Pollution Neutrophilic bronchitis ?

Medication: Severe bronchospasm ?


aspirin
Tabel 1. Respon mekanisme pada asma eksaserbasi

Infeksi Virus

Hampir 80% dari asma eksaserbasi sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas

terkait virus, dengan rhinovirus infeksi subtipe A & C sebagai penyebab utama sekitar 2/3

kasus. Selain itu bisa juga H1N1, respiratory syncytial virus, coronavirus (clinical

managent review). RVs adalah virus RNA rantai tunggal bagian dari picornavirus dan

ditularkan melalui kontak langsung dan melalui rute pernapasan dengan inokulasi dan

replikasi yang terjadi di epitel saluran napas bagian atas(review series thorax) Seoarng

penderita asma sangat rentan terhadap rhinovirus oleh karena gangguan produksi

3
interferon. Interferon merupakan protein yang berperan penting pada respon innate

terhadap infeksi. Beberapa interferon yang berperan dalam kejadian asma antara lain,

interferon β dimana produksinya turun akan mengakibatkan sel yang terinfeksi tidak

mampu mengalami apoptosis dan bahkan memicu terjadinya replikasi virus yang berlebih.

Penurunan Interferon α juga mengakibatkan perubahan respon terhadap PBMC (Peripheral

Blood Mononuclear Cells), sedangkan penurunan interferon III atau IFN λ berespon

terhadap perubahan epithelial bronkus dan airway makrofag. Mekanisme rinovirus

menimbulkan eksaserbasi belum diketahui secara jelas, tapi didapatkan karakteristik yang

jelas dengan ditandai inflamasi dari neutrophil.. Infeksi akan menyebabkan inflamasi,

peningkatan level neutrophil, eosinophil, CD4, CD8 dan mast sel melalui peningkatan

ekspresi mRNA dan translasi dari IL-6, IL-8, IL-16, exotoxin, IFN λ ( merangsang protein

10, RANTES dan sitokin proinflamasi lainnya). Contohnya, IL-16 merupakan

kemoatraktan limfosit yang kuat yang mengaktivasi eosinophil dan limfosit. RANTES juga

kemoatraktan eosinophil dan limfosit kuat yang mana nantinya pengaktifan dari semua

sitokin proinflamasi diatas akan menimbulkan hiperresponsif, inflamasi dan sekresi mucus.

Infeksi rinovirus dapat memicu pelepasan IP10, dimana semakin tinggi kadar serum IP10

berkorelasi dengan penurunan respon bronodilator terhadap β agonis. Dalam penelitian

terbaru yang membandingkan respon inflamasi jalan nafas pada pasien dengan asma viral

akut dan pada subjek non-asma dengan infeksi RV. Jumlah neutrofil absolut dari dahak

yang diinduksi dua kali lipat lebih tinggi pada subjek dengan asma akut dengan infeksi

virus (317.5 × 104 / ml) dibandingkan pada subyek non-asma dengan infeksi virus (165 ×

104 / ml).(Review series)

Infeksi Bakteri

Peran dari infeksi bakteri kurang begitu jelas dibandingkan dengan infeksi virus.

Beberapa laporan terbaru menyebutkan oarng dengan riwayat asma akan meningkatkan resiko

terhadap infeksi bakteri dimana semakin tingginya terdeteksi Chlamydhopila Pneumonia pada

4
kasus asma yang stabil. Beberapa studi menjabarkan peran dari atipikal bakteri C Pneumonia

pada asma eksaserbasi akut yang dipicu oleh virus. Laporan pertama menjelaskan hubungan

yang kuat antara kadar IgA C pneumonia pada cairan hidung pada pasien eksaserbasi anak-

anak. Laporan kedua menyebutkan 38% orang dewasa yang yang berobat ke ruang emergensi

rumah sakit terkait asma eksaserbasi memiliki bukti serologis reaktivasi dari C pneumonia. Ini

sangat penting untuk diperhatikan mengingat tingginya angka kejadian infeksi C pneumonia

pada pasien dengan infeksi virus (85% & 76%). C pneumoni akut berperan dalam

menginduksi sekresi sitokin, termasuk TNF-α, IL-1B, dan IL-6, dari PBMCs dan makrofag

alveolar yang nantinya menyebabkan jalan nafas hyperresponsif dan inflamasi jalan nafas.

PENCEMARAN UDARA

Polusi udara adalah pemicu penting lain dari asma akut dan, seperti infeksi saluran pernapasan

oleh karena virus, ada bukti epidemiologis yang mengaitkan dengan asma akut. kualitas udara

yang buruk merupakan campuran dari partikel, senyawa karbon, senyawa organik yang mudah

menguap, logam, dan kadar endotoksin, yang semuanya dapat menyebabkan peradangan

saluran napas dan gejala pernapasan akut. Paparan terhadap peningkatan level ozon lingkungan

merupakan pemicu penting dari presentasi Eksaserbasi akut dengan asma pada anak usia

sekolah di mana paparan ozon inhalasi menyebabkan penurunan FEV1 dan peningkatan

neutrofilia dahak. Paparan terhadap partikel pembuangan diesel dapat menghasilkan efek

inflamasi yang luas seperti peningkatan produksi IgE dari sel B, peningkatan pelepasan IL-8

dan GM-CSF dari sel epitel, dan peningkatan IL-8, RANTES dan TNF-α dari PBMCs. Sesuai

dengan temuan eksperimental ini, baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa anak-anak yang

dirawat di rumah sakit dengan asma akut lebih mungkin berada di daerah dengan tingkat lalu

lintas yang tinggi.

Merokok

Lebih dari 30% orang dewasa dengan asma adalah perokok, dan merokok tidak jarang di

antara pasien yang berkunjung ke emergensi departemen dengan asma akut. Institut

5
Kedokteran menyimpulkan bahwa ada bukti yang cukup tentang hubungan sebab akibat antara

paparan asap rokok dan eksaserbasi asma. Merokok dalam asma menginduksi fenotip non-

eosinofilik dan resistensi kortikosteroid relatif. Mekanisme yang mungkin pada kondisi ini

termasuk perubahan fenotip sel radang jalan napas (misalnya, peningkatan neutrofil atau

berkurangnya eosinofil), perubahan reseptor glukokortikoid α menjadi β rasio (misalnya rasio ,

ekspresi berlebih dari reseptor glukokortikoid β), dan peningkatan aktivasi faktor transkripsi

pro-inflamasi (seperti faktor-kb nuklir).

Paparan allergen dan ditempat kerja

Infiltrasi eosinofilik pada saluran udara bersama dengan limfosit yang mengekspresikan

fenotip seperti-Th2, mensekresi peningkatan kadar IL-4 dan IL-13, telah menandai apa yang

sekarang dianggap sebagai komponen inflamasi asma yang diinduksi alergen. Pertama kali

dijelaskan pada tahun 1952, individu yang peka ketika terpapar alergen akan berkembang

dengan respons dini dengan penurunan fungsi paru-paru yang sebagian besar dimediasi oleh

pelepasan histamin sebelumnya, tetapi, dalam sebagian besar penderita asma, ini diikuti oleh

respons yang lambat yang ditandai lagi oleh penurunan FEV1 bersamaan dengan infiltrasi

jalan napas oleh eosinofil dan limfosit. Paparan di tempat kerja dapat menyebabkan sensitisasi,

iritasi saluran napas, atau keduanya. Paparan ini sering memperburuk gejala asma dan pajanan

masif dapat mengakibatkan eksaserbasi yang parah. Mereka adalah penyebab eksaserbasi yang

relatif jarang terjadi tetapi penting untuk diketahui. Seluler mekanisme yang mendukung

eksaserbasi asma akibat paparan pekerjaan membutuhkan penelitian lebih lanjut

Interaksi antara pemicu

Penderita asma sering terpapar lebih dari satu pemicu, dan ini tampaknya berinteraksi dalam

eksaserbasi asma. Dalam studi eksperimental, respons terhadap alergen ditingkatkan oleh

paparan terhadap pemicu lain seperti polusi udara atau merokok. Efek serupa telah terlihat

dengan infeksi virus. Green and co worker telah melaporkan bahwa risiko masuk ke rumah

sakit dengan asma akut pada orang dewasa sangat meningkat dengan adanya kombinasi antara

6
paparan terhadap alergen dan adanya infeksi virus. Murray et al juga telah memperluas hasil

ini untuk menunjukkan bahwa, pada anak-anak, infeksi virus dan paparan alergen rumah

tangga berinteraksi untuk meningkatkan risiko rawat inap sebesar 19 kali lipat. Hasil ini

menunjukkan bahwa ada sinergisme antara sensitisasi alergi, paparan terhadap alergen

sensitisasi tingkat tinggi, dan infeksi virus. Mekanisme efek sinergis masih harus ditegakkan,

tetapi menyarankan aktivasi beberapa jalur inflamasi yang mengarah pada eksaserbasi asma.

D. Klasifikasi Asma Eksaserbasi Akut (1,2)

E. Penatalaksanaan

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau

mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari

yang kurang tepat, dengan kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan

jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala

dengan memberikan pengobatan yang tepat (1,2).

7
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan

akut. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai

respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan

pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan

lain -lain) (1,2).

Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di

darurat gawat yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat,

memulangkan penderita terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan (saat

pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan

tindakan selanjutnya menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan tersebut di atas

menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan serangan berulang dan

semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal (1,2).

Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat terjadi

serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari digunakan,

ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit. Kondisi di Indonesia

dengan fasilitas layanan medis yang sangat bervariasi mulai dari puskesmas sampai rumah

sakit, akan mempengaruhi bagaimana penatalakasanaan asma saat serangan akut terjadi

sesuai fasilitas dan kemampuan dokter yang ada. Serangan yang ringan sampai sedang

relatif dapat ditangani di fasiliti layanan medis sederhana, bahkan serangan ringan dapat

diatasi di rumah. Akan tetapi serangan sedang sampai berat sebaiknya dilakukan di rumah

sakit (1).

Tabel berikut ini adalah rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat

serangan dan tempat pengobatan (1,3).

8
Pada serangan ringan obat yang diberikan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi dapat

berbentuk IDT, lebih dianjurkan dengan spacer, DPI atau nebulisasi. IDT dengan spacer

menghasilkan efek yang sama dengan nebulisasi, mempunyai onset yang lebih cepat, efek

samping lebih minimal dan membutuhkan waktu yang lebih cepat, sehingga lebih mudah

dikerjakan di rumah maupun di darurat gawat/rumah sakit. Walaupun pada beberapa

keadaan pemberian nebulisasi lebih superior misal pada penderita asma anak. Bila di

rumah tidak tersedia obat inhalasi, dapat diberikan agonis beta-2 kerja singkat oral, atau

kombinasi oral agonis kerja singkat dan teofilin. Dosis agonis beta-2 kerja singkat, inhalasi

2-4 semprot setiap 3-4 jam, atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan tidak dibutuhkan jika

pengobatan tersebut di atas menghasilkan respons komplet (APE > 80% nilai terbaik/

9
prediksi) dan respons tersebut bertahan minimal sampai 3-4 jam. Lanjutkan terapi tersebut

selama 24-48 jam. Pada penderita dalam inhalasi steroid, selain terapi agonis beta-2 ,

tingkatkan dosis steroid inhalasi, maksimal sampai dengan 2 kali lipat dosis sebelumnya.

Anjurkan penderita untuk mengunjungi dokter. Bila memberikan respons komplet,

pertahankan terapi tersebut sampai dengan 5-7 hari bebas serangan, kemudian kembali

kepada terapi sebelumnya. Pada serangan asma sedang -berat, bronkodilator saja tidak

cukup untuk mengatasi serangan karena tidak hanya terjadi bronkospasme tetapi juga

peningkatan inflamasi jalan napas, oleh karena itu mutlak dibutuhkan kortikosteroid.

Dengan kata lain pada keadaan tidak ada respons dengan agonis beta-2 kerja singkat

inhalasi, atau bahkan perburukan, dapat dianjurkan menggunakan kortikosteroid oral 0,5-1

mg/kgBB dalam 24 jam pertama, dan segera ke dokter (1,3).


Algoritme Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi Akut di Rumah (PDPI) (1)

Pengobatan diberikan bersamaan untuk mempercepat resolusi serangan akut.

10
A. Oksigen
Pada serangan asma segera berikan oksigen untuk mencapai kadar saturasi oksigen

> 90% dan dipantau dengan oksimetri(1,2).


B. Agonis beta-2
Dianjurkan pemberian inhalasi dengan nebuliser atau dengan IDT dan spacer yang

menghasilkan efek bronkodilatasi yang sama dengan cara nebulisasi, onset yang cepat,

efek samping lebih sedikit dan membutuhkan waktu lebih singkat dan mudah di darurat

gawat. Pemberian inhalasi ipratropium bromide kombinasi dengan agonis beta-2 kerja

singkat inhalasi meningkatkan respons bronkodilatasi dan sebaiknya diberikan sebelum

pemberian aminofilin. Kombinasi tersebut menurunkan risiko perawatan di rumah sakit

dan perbaikan faal paru (APE dan VEP1). Alternatif pemberian adalah pemberian

injeksi (subkutan atau intravena), pada pemberian intravena harus dilakukan

pemantauan ketat (bedside monitoring). Alternatif agonis beta-2 kerja singkat injeksi

adalah epinefrin (adrenalin) subkutan atau intramuskular. Bila dibutuhkan dapat

ditambahkan bronkodilator aminofilin intravena dengan dosis 5-6 mg/ kg BB/ bolus

yang diberikan dengan dilarutkan dalam larutan NaCL fisiologis 0,9% dengan

perbandingan 1:1. Pada penderita yang sedang menggunakan aminofilin 6 jam

sebelumnya maka dosis diturunkan setengahnya dan untuk mempertahankan kadar

aminofilin dalam darah, pemberian dilanjutkan secara drip dosis 0,5-0,9 mg/ kgBB/

jam (1,3,4).
C. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mempercepat resolusi pada serangan asma

derajat manapun kecuali serangan ringan, terutama jika : (1,4)


 Pemberian agonis beta-2 kerja singkat inhalasi pada pengobatan awal tidak

memberikan respons
 Serangan terjadi walau penderita sedang dalam pengobatan
 Serangan asma berat
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan oral atau intravena, pemberian oral lebih

disukai karena tidak invasif dan tidak mahal. Pada penderita yang tidak dapat diberikan

oral karena gangguan absorpsi gastrointestinal atau lainnya maka dianjurkan pemberian

11
intravena.Kortikosteroid sistemik membutuhkan paling tidak 4 jam untuk tercapai

perbaikan klinis. Penelitian menunjukkan Kortikosteroid sistemik metilprednisolon 60-

80 mg atau 300-400 mg hidrokortison atau ekivalennya adalah adekuat untuk penderita

dalam perawatan. Bahkan 40 mg metilprednisolon atau 200 mg hidrokortison sudah

adekuat. Kortikosteroid oral (prednison) dapat dilanjutkan sampai 10-14 hari.

Pengamatan menunjukkan tidak bermanfaat menurunkan dosis dalam waktu terlalu

singkat ataupun terlalu lama sampai beberapa minggu (1,4).


D.Antibiotik
Tidak rutin diberikan kecuali pada keadaan disertai infeksi bakteri (pneumonia,

bronkitis akut, sinusitis) yang ditandai dengan gejala sputum purulen dan demam.

Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma adalah bakteri gram positif, dan

bakteri atipik kecuali pada keadaan dicurigai ada infeksi bakteri gram negatif dan

bahkan anaerob seperti sinusitis, bronkiektasis atau penyakit paru obstruksi kronik (1).

Antibiotik pilihan sesuai bakteri penyebab atau pengobatan empiris yang tepat

untuk gram positif dan atipik yaitu makrolid, golongan kuinolon dan alternatifnya yaitu

amoksisilin/ amoksisilin dengan asam klavulanat (1,3).

12
Algoritme Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit (PDPI) (1)

13
Berikut ini adalah tabel dan sediaan beberapa obat saat eksaserbasi. (1,3,4)

F. Pencegahan
Vaksinasi
Infeksi virus saluran pernapasan tetap menjadi penyebab utama eksaserbasi asma,

dan pencegahan infeksi dengan vaksinasi berpotensi merupakan strategi yang

efektif untuk mencegah eksaserbasi. Tidak ada vaksin yang efektif untuk infeksi

rhinovirus, penyebab paling umum dari eksaserbasi asma, karena keragaman

antigenik dan serotipe multipelnya, dan karenanya program vaksinasi

terkonsentrasi terutama pada virus influenza.

Infeksi influenza telah dikaitkan dengan eksaserbasi asma dalam banyak penelitian,

dan vaksinasi influenza pada pasien asma sangat dianjurkan. Vaksinasi terhadap

pandemi influenza H1N1 secara khusus direkomendasikan pada pasien asma.

14
Aman, efektif dalam menginduksi seroproteksi, dan dapat dikombinasikan dengan

vaksinasi influenza musiman. Asma adalah komorbiditas yang paling umum

diidentifikasi terkait dengan peningkatan keparahan penyakit dalam pandemi H1N1

baru-baru ini, menekankan pentingnya peran vaksinasi.


Namun, perlu dicatat bahwa meskipun beberapa penelitian memang menunjukkan

pengurangan jumlah eksaserbasi setelah vaksinasi, penelitian lain belum

menunjukkan manfaat yang jelas.


Pola Hidup Sehat

Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri

dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma

yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi

tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi

serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis

sebelum melakukan olahraga.

Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan

karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat

lain pada olahraga umumnya. Senam asma Indonesia dikenalkan oleh Yayasan

Asma Indonesia dan dilakukan di setiap klub asma di wilayah yayasan asma di

seluruh Indonesia. Manfaat senam asma telah diteliti baik manfaat subjektif

(kuesioner) maupun objektif (faal paru); didapatkan manfaat yang bermakna

setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3 – 6 bulan, terutama

manfaat subjektif dan peningkatan VO2max.

(Senam Asma Indonesia : lihat Bab Yayasan Asma Indonesia)

Berhenti atau tidak pernah merokok

Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan menyebabkan ketidak

seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang merokok akan

15
mempercepat perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko mendapatkan bronkitis

kronik dan atau emfisema sebagaimana perokok lainnya dengan gambaran

perburukan gejala klinis, berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif

dan menurunkan kualiti hidup. Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk

tidak merokok. Penderita asma yang sudah merokok diperingatkan agar

menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat memperberat penyakitnya.

Lingkungan Kerja

Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus serangan asma,

terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada

lingkungan yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan

asma. Apabila serangan asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan

untuk pindah pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap

rokok serta bahan-bahan iritan lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus Asma : Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta, 2008.

2. Global Initiative for Asthma. At a Glance Asthma : Management Reference. 2009.

3. Supriyatno B. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak. Maj


Kedokt Indon 2005;55(3):237-43.

4. Fanta CH. Drug Therapy : Asthma. N Engl J Med 2009;360:1002-14.

17

Anda mungkin juga menyukai