Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Analisa Kontrol Struktur Geologi Terhadap Morfologi dan


Pengaruhnya Dengan Kerentanan Lahan Daerah Kecamatan
Rajagaluh, Kabupaten Majalengka Dan Sekitarnya
Choiril Firmansyah1, Iyan Haryanto2, Boy Yoseph CSSSA2, Edy Sunardi3
1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang, 45363, Indonesia
Email :choirilfirmansyah@yahoo.com

Abstrak
Kerentanan lahan suatu daerah dikontrol oleh banyak hal salah satunya adalah struktur geologi
yang berkembang pada daerah tersebut. Struktur geologi bisa dicirikan dengan bentukan lahan
yang dilihat dari penginderaan jauh yang kemudian dapat diinterpretasikan lebih lanjut.
Bentukan lahan seperti lembahan yang terisi air (sungai) merupakan penciri dari rekahan yang
terjadi dari aktifitas struktur geologi, dengan menarik kelurusan dari bentukan lahan lembahan
tersebut dapat ditentukan kerapatan strukturnya yang kemudian dengan metoda Fault Fracture
Density (FFD) dapat ditentukan persebaran kerapatan strukturnya dan dapat ditentukan
kerentanan lahan pada suatu daerah, dan dengan ditinjau dari bentukan lahan berupa
kemiringan lereng dapat dikorelasikan dengan kepadatan struktur guna mendapatkan hasil nilai
kerentanan lahan yang lebih valid. Selain itu ada suatu kontrol yang memegang peranan
penting yaitu neotektonik, dimana struktur yang masih aktif dan terus bergerak selama kala
Kuarter memiliki dampak yaitu pada pergerakan-pergerakan baik batuan atau tanah, maka dari
itu pengkajian tektonik aktif perlu dilakukan guna mengetahui keatifan dari tektonik
pembentuk lahan melalui analisa morfotektonik. Dimana ada analisa diantaranya terdapat
analisa pembandingan tinggi dan lebar lembah (Vf), rasio cabang sungai (Rb), sinusitas muka
gunung (Smf), dan kerapatan pengaliran (Dd). Keempat analisa tersebut dapat mengetahui
keaktifan tektonik melalui bentukan lahannya dan dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan
kerentanan suatu daerah.
Kata Kunci : Struktur Geologi, FFD, kemiringan lereng, kerentanan lahan morfotektonik.

1. Pendahuluan daerah yang baik dan kurang baik dilakukan


1.1 Latar belakang pembangunan.
Sebagai daerah yang berkembang daerah Diketahui bahwa muka bumi tempat semua
Rajagaluh memiliki potensi yang cukup tinggi makhluk hidup melakukan
namun bila dilihat dari keadaan geologinya beragamaktivitasnya memiliki karakteristik
perlu dilakukan pengkajian untuk penentuan sangat beragam. Kondisi variasi morfologi ini
daerah yang rentan terhadap terjadinya memiliki karakter khusus yang dapat dicirikan
bencana melalui analisis-analisis geologi. dan dikelompokkan baik dari sisi litologi atau
Dimana suatu yang daerah berkembang akan bentukan lahannya, sebagai akibat hasil
terus melakukan suatu pembangunan dan perlu proses-proses pengerjaan yang terjadi di
dilakukan peninjauan untuk memetakan lingkungan bumi. Diketahui geomorfologi

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

adalah ilmu yang mengaitkan antara bentuk Penelitian ini diharapkan dapat
medan dan proses-proses yang bekerja mengungkapkan aspek-aspek sebagai berikut :
padanya serta menyelidiki kaitan antara bentuk
1. Melakukan suatu identifikasi
medan dan proses-proses mengenai
kepadatan struktur melalui analisis
penyebarannya secara keruangan. (Zuidam,
FFD (Fault Fracture Density) daerah
1983).
penelitian.
Akibat beragamnya bentuk permukaan bumi, 2. Mengetahui korelasi dari kemiringan
maka perlu dikelompokkan berdasarkan lereng terhadap kerentanan lahan
persamaan dan perbedaan bentuk dari luar, daerah penelitian.
struktur, dan proses yang mengakibatkan 3. Mengetahui pengaruh tektonik aktif
pembentukannya. Atas dasar kesamaannya, yang bekerja pada daerah penelitian.
maka bentukan tersebut merupakan satu
kesatuan unit atau unit geomorfologi. (Sunardi,
1985) 2. Kerangka Pengerjaan
2.1 Studi pustaka
Daerah Kecamatan Rajagaluh dan sekitarnya
merupakan daerah yang sebagian besar Berdasarkan peta geologi
permukaannya ditutupi oleh batuan yang regional daerah penelitian ini memasuk
berumur kuarter. Hal tersebut bisa dilihat dari dua lembar peta yaitu Peta Geologi
keadaan geologi regional dimana hampir Regional Arjawinangun no. 10/XIII-D
sekitar 80% lebih merupakan batuan yang dan Tasikmalaya no. 1308-4. Diketahui
berumur kuarter dapat ditinjau dari kondisi litologi daerah penelitian hampir
morfologinya banyak terdapat gunungapi aktif seluruhnya produk gunungapi dan
disekitar daerah tersebut. memilki umur yang masih muda.
Bentuk lahan akan mengekspresikan bentukan -Aluvium, Lempung, lanau, pasir,
topografi yang dapat dijadikan indikator telah kerikil dan terutama endapan sungai
terjadinya pergerakan tektonik atau tektonik sekarang
aktif atau adanya suatu dampak dari
pertumbuhan gunungapi. Bentuk topografi -Hasil gunungapi muda-lava, aliran
yang telah mengalami perpindahan dapat lava muda Gunung Ceremei bersifat
terlihat dan teramati melalui foto udara atau andesit, tersingkap disekitar G.
citra inderaan jauh yang memberikan Ceremei, dan aliran lava muda Gunung
kenampakan berupa pola aliran, gawir sesar, Tampomas bersifat basalt, tersingkap
kenampakan teras sungai, dll. Indikasi dibagian barat peta.
geomorfik tersebut merupakan bagian yang -Hasil Gunung api muda tak teruraikan.
sangat penting pada studi analisis struktur Breksi, lava bersifat andesit dan basalt,
karena dapat digunakan untuk mengevaluasi pasir tufaan, lapili. Berasal dari gunung
secara cepat pada suatu daerah yang luas. tampomas dan gunung ceremei.
biasanya membentuk bukit-bukit
rendah dengan tanah yang berwarna
1.2 Tujuan Penelitian abu-abu kuning dan kemerah-merahan.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

-Hasil Gunungapi tua-lava. Aliran lava -Formasi Halang. Turbidit, terdiri atas
tua yang bersifat andesit dengan perselingan batupasir, batulempung
mineral hornblend sebagai mineral dan batulanau dengan sisipan breksi
utama, menunjukan struktur aliran. dan batupasir gampingan. Tebalnya
lebih dari 400 m.
-Hasil Gunungapi Tua-Breksi. Breksi
gunungapi tua, endapan lahar. -Formasi Cijulang. Breksi gunungapi,
Komponen-komponennya terdiri dari aliran lava dan retas bersusunan
batuan beku bersifat andesit dan basalt. andesit, tufa, dan batupasir tufaan.
Paling tebal 1000 m.
-Hasil Gunungapi tua tak teruraikan.
Breksi gunungapi, lahar, lava bersifat -Formasi Kaliwangu. Batulempung
andesit dan basalt. bersisipan batupasir tufaan,
konglomerat, batupasir gampingan,
-Formasi Halang-Anggota Atas.
dan batugamping. Tebalnya lebih dari
Batupasir tufa, lempung, konglomerat.
300 m.
Batupasir utamanya
Dapat dilihat bahwa hampir seluruhnya
-Formasi Halang-Anggota Bawah.
merupakan produk gunungapi baik dari
Breksi gunungapi yang bersifat andesit
umur oligosen (tersier) sampai holosen
dan basalt, Disamping itu ditemukan
(kuarter). Dan bisa diketahui bahwa
tufa dan lempung serta konglomerat,
produk gunungapi berupa batuan
morfologi berupa questa.
piroklastik merupakan batuan yang
-Formasi Cinambo-Anggota Serpih. bersifat tidak resisten.
Batulempung dengan selingan
batupasir gampingan, pasir tufaan.
3. Metode Penelitian
-Formasi Cinambo-Anggota Batupasir.
Grauwacke dengan timbulan tinggi, Penelitian ini lebih menekankan pada analisis
batupasir gampingan, tufa, lempung, studio dimana analisis studio yang dimaksud
lanau. Grauwacke disini mempunyai adalah dengan menggunakan pendekatan
ciri perlapisan tebal, dengan sisipan penginderaan jauh, termasuk di dalamnya
serpih dan lempung tipis yang padat dilakukan analisis kelurusan (lineament) dan
berwarna kehitam-hitaman. analisis pola pengaliran sungai. Dimana hasil
dari analisa tersebut digunakan untuk
-Anggota Gununghurip, Formasi
menentukan pola-pola rekahan regionalnya
Halang.Turbidit, terdiri atas breksi
yang kemudian diikuti oleh interpretasi
gunungapi, batupasir, serpih dan
penginderaan jauh berupa foto udara, foto
konglomerat. Tebalnya 200-400 m.
satelit, analisis peta topografi, dan digital
-Formasi Pemali. Napal globigerina, elevation model (DEM), dan kemudian
kelabu kebiruan dan hijau keabuan. dikombinasikan dengan pengamatan langsung
umumnya berlapis buruk, bersisipan ke lapangan untuk mengonfirmasi interpretasi
batugamping pasiran, biru keabuan, yang sudah dilakukan selama tahapan analisis
Tebal sekitar 500 m. studio. Dan semuanya pada dasarnya

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

merupakan dasar-dasar ilmu geologi yang bunga mawar (rosette diagram). Dari diagram
diterapkan dalam penelitian ini. bunga mawar inilah nantinya akan diketahui
pola retakan dan arah gaya dominan yang
3.1 Analisis Pola Kelurusan
bekerja.
(Lineament Analysis)
3.2 FFD Methode
Pola-pola kelurusan akan
mengungkapkan nilai azimuth yang dominan Fault and Fracture Density (FFD), adalah suatu
dimana orientasinya dapat memberikan pola- metode sederhana dalam eksplorasi panasbumi
pola retakan regional (McElfresh et al., 2002, untuk menentukan lokasi yang kaya rekahan
Casas et al., 2000, Koike et al., 1998). yang diasumsikan sebagai daerah yang
Kelurusan didefinisikan secara geomorfologi berasosiasi dengan reservoar panasbumi di
sebagai suatu hal yang dapat dipetakan, bawah permukaan. Pada sistem panasbumi
sederhana atau gabungan dari beberapa fitur- volkanik berrelief rendah seperti di Selandia
fitur kelurusan di permukaan, dimana beberapa Baru, zona dengan nilai FFD tinggi biasanya
bagiannya tersusun membentuk hubungan berkorelasi baik dengan daerah manifestasi
rektilinear atau sedikit kurvalinear dan dapat permukaan dan asosiasi batuan reservoarnya di
dibedakan secara jelas dari pola-pola yang bawah permukaan. Kontrasnya, metode FFD
berada di sekelilingnya yang diasumsikan memberikan hasil yang berbeda ketika dipakai
sebagai fenomena yang juga terjadi di bawah di sistem panasbumi non-volkanik elevasi
permukaan (O´Leary et al., 1976). Yang tinggi seperti di Pulau Sulawesi, Indonesia.
termasuk dalam pola-pola kelurusan di
Pada penelitian ini dilakukan penerapan dan
permukaan adalah lembahan, punggungan,
modifikasi dari FFD methode dimana
batas area yang memiliki perbedaan
dilakukan untuk mengetahui zona lemah yang
ketinggian, sungai, garis pantai, batas garis
diindikasikan dengan nilai FFD yang besar.
formasi batuan, dan zona-zona retakan (Hobbs,
Hasilnya akan dikorelasikan dengan data lain
1904). Kehadiran vegetasi yang tebal, endapan
untuk mendukung penentuan daerah yang
alluvial, abu volkanik yang baru saja meletus,
rentan.
dan lahan hasil ubahan manusia (persawahan,
jalanan, sungai buatan untuk irigasi, dan 3.3 Morfometri
perkotaan) tidak dipertimbangkan dalam
penarikan pola-pola kelurusan. Analisis kemiringan lereng dimulai dari
pembagian satu area penelitian menjadi
Data yang diambil dalam pola kelurusan ini beberapa kotak-kotak kecil berukuran 2 x 2
adalah dari : cm. Masing-masing garis yang memotong
kontur digambar tegak lurus terhadap garis
1) Kelurusan dari sungai. Termasuk
kontur yang dipotongnya. Kemudian nilai
kelurusan tiap DAS.
kemiringan lereng dapat ditentukan oleh rumus
2) Kelurusan lembahan dari peta digital yang dibuat oleh van Zuidam (1985) berikut
elevation model (DEM), dan ini:
3) Kelurusan dari pola-pola struktural S=((n-1) x ic)/(d x sp)
yang diambil dari peta geologi regional.
Dimana :
Dari setiap nilai-nilai azimuth yang ditarik dari
S= nilai kemiringan lereng (%)
kelurusan, akan dimasukkan ke dalam diagram

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

n= jumlah kontur yang terpotong oleh garis


ic= interval kontur (cm)
d= jarak garis pada peta yang memotong kontur
(cm)
Tabel 3.2 hubungan Faktor keamanan dengan
sp= skala peta (cm)
kemiringan lereng (Bowles, 1989)

Dari dua tabel di atas dapat


Klasifikasi diketahui kemiringan lereng berapa
Simbol
Kelas Lereng Kemiringan yang memiliki kerentanan lahan yang
Lereng Warna
kurang baik dan memiliki
kemungkinan yang besar untuk
terjadinya suatu pergerakan lahan.
Datar atau
00 - 20
hampir Hijau tua Kemiringan Lereng Warna Bobot
datar 0
0 -4 0
Hijau 1
(0 - 2 %)
20 - 40 Hijau 40 - 160 Kuning 2
Landai
(2 - 7 %) Muda >160 Merah 3
Tabel 3.3 Modifikasi klasifikasi Van Zuidam
40 - 80 Landai dengan Hubungan Fs dengan kemiringan lereng
Kuning
sampai
(7 - 15 %) Muda
curam
80 - 160 4. Hasil Penelitian
Kuning 4.1 Hasil Analisis
Curam
(15 - 30 %) Tua
Dari hasil analisis kelurusan
didapakan persebaran kerapatan
160 - 350 Curam struktur (gambar 4.1). Hal tersebut
Merah
sampai menjadi dasar dalam penelitian ini
Muda
(30 - 70 %) terjal dimana dilakukan analisis kerentanan
lahan.

350 - 550
Terjal Merah Tua
(70 - 140 %)

> 550
Sangat
Ungu Tua
( > 140% ) terjal

Tabel 3.1 Klasifikasi kemiringan lereng dan warna

yang disarankan (van Zuidam, 1985)


Gambar 4.1 Penarikan Kelurusan
(Lineament)

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Peta tersebut kemudian di-


overlay dengan peta kemiringan lereng
Dapat dilihat bahwa penarikan
hasil perhitungan morofometri
kelurusan sungai yang menjadi dasar
(Gambar 4.4) dan didapatkan peta
penarikan kelurusan tersebut dan
Analisa Kerentanan lahan dari analisa
didapatkan persebaran dan kerapatan
FFD dan kemiringan lereng (Gambar
struktur tersebut.
4.5)
Lalu dilakukan analisa FFD
untuk menganalisis kerapatannya
dimana dilakukan metoda gridding
(gambar 4.2) dan krigging guna
mendapatkan peta persebaran
kerapatan struktur.

Gambar 4.4 Peta kemiringan


lereng

Gambar 4.2 Metoda grid untuk


analisa FFD
Dari data tersebut didapatkan
data berupa peta kerapatan struktur Gambar 4.5 Peta Kerentanan
(Gambar 4.3). Peta tersebut lahan
menggambarkan bahwa daerah yang Selain itu dilakukan analisa
memiliki kerapatan struktur yang padat tektonik aktif melalui analisa
berwarna merah dan bila tidak begitu morfotektonik dimana didapatkan hasil
padat berwarna kuning dan bila tidak sebagai berikut:
padat berwarna hijau.
NAMA Rb1/2 Rb2/3 Rb3/4 Rb4/5
DAS 1 1,958333 1,627119 5,363636 11
DAS 2 2,318841 1,604651 3,583333 2,4
DAS 3 2,571429 2,1875 1,882353 2,833333
DAS 4 2,306452 1,409091 8,8 -
DAS 5 2,4 - - -
DAS 6 1,368421 3,8 - -
DAS 7 2,255814 1,30303 3,666667 -
DAS 8 2,193548 1,55 6,666667 -
DAS 9 2,607843 2,833333 2 -
DAS 10 2,923077 2,826087 1,352941 -
DAS 11 2,315789 0,95 5 2
Gambar 4.3 Peta Kerapatan Struktur Tabel 4.1 Hasil analisa Rb
hasil analisa FFD

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Das A Ls Dd lahan. Didapatkan kesamaan dari peta


1 188,300 452,30 2,4020181
2 131,400 290,70 2,2123288 kerentanan lahan hasil FFD dan
3 103,400 267,80 2,589942 kemiringan lereng dengan peta yang
4 96,630 277,90 2,8759185
5 29,240 59,48 2,0341997 dibuat oleh PVMBG (Gambar 4.6)
6 41,470 71,16 1,7159392
7 99,000 216,00 2,1818182
8 96,840 173,90 1,7957456
9 84,800 214,20 2,5259434
10 85,830 242,90 2,8300128
11 53,370 97,73 1,8311786

Tabel 4.2 Hasil analisa Dd

DAS Vfw Eld Erd Esc Vf


1 275 468 471 440 9,322033898
2 375 610 680 550 3,947368421
3 239 480 505 375 2,034042553
4 62,5 921 925 915 7,8125
5 173 784 788 765 8,238095238 Gambar 4.6 Peta Kerentanan
6 152,5 557 572 545 7,820512821
7 482 1250 1375 1000 1,5424 pergerakan tanah PVMBG
8 113 521 544 510 5,022222222
9 202 852 851 830 9,395348837
10 120 512 552 480 2,307692308 Dapat dilihat bahwa dua peta
11 120 585 584,5 584 160
tersebut memiliki kesamaan relatif
Tabel 4.3 Hasil analisa Vf
DAS Lmf (km) Ls (km) Smf Aktivitas Tektonik
80% dimana bisa dikatakan tingkat
1 5,51 4,99 1,104208 aktif
2 2,94 2,55 1,152941 aktif
ketepatan dari penelitian ini cukup
3 6,72 5,95 1,129412 aktif
4 6,221 4,88 1,274795 aktif
tinggi dan kesalahn yang kecil hanya
5 3,78 3,28 1,152439 aktif
6 4,42 3,94 1,121827 aktif
sekitar 30%.
7 3,94 3,45 1,142029 aktif
8 4,84 4,02 1,20398 aktif
9 8,64 7,84 1,102041 aktif Perbedaan dapat dilihat dari
10 3,41 2,79 1,222222 aktif
11 5,12 4,31 1,187935 aktif beberapa metoda yang diterapkan
Tabel 4.4 Hasil Analisa Smf PVMBG seperti tata guna lahan yang
dapat mempengaruhi hasil dari
Dari hasil ke-empat analisa tersebut perhitungan kerentanan lahan tersbut.
dapat dilihat bahwa daerah penelitian
ini merupakan daerah yang memilik Selain itu hasil dari analisa
tektonik aktif dibeberapa titik setiap morfotektonik yang menunjukkan
daerah aliran sungainya. bahwa daerah penelitian tersebut
memilik tektonik aktif yang dimana
masih melakukan pergerakan selama
4.2 Pembahasan 10 ribu tahun terakhir atau umur
Dari hasil analisa didapatkan Holosen sampai dengan resen, hal
peta kerentanan (Gambar 4.5) hasil tersebut dapat memicu pergerakan
tersebut kami bandingkan dengan tanah atau batuan ketika terjadi
peneliti sebelumnya yang telah gempabumi.
meneliti kerentanan pergerakan tanah 5. Kesimpulan
yaitu PVMBG yang menggunakan
beberapa metoda diantaranya: a. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
Kemiringan lereng, b. Kondisi geologi, metode yang digunakan dalam penelitian
c. Pergerakan tanah, dan d. tata guna ini sudah cukup baik namun masih

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

memiliki beberapa hal yang perlu dikoreks Engineers, second editions. CRC
agar dapat mendapatkan hasil yang lebih Press.
baik dan detail.
Strahler A. N.. 1952. Hypsometric (Area-
Daerah penelitian merupakan daerah yang Altitude) Analysis of Erosional
memiliki potensi bencana cukup tinggi Topology. Geological Society of
dilihat dari hasil penelitian ini baik dari America Bulletin 63.
peta kerentanan lahannya ataupun analisa
Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-
aktifitas tektoniknya yang menunjukan
Interpretation in Terrain analysis and
bahwa morfologi daerah tersebut hasil
Geomorphologic Mapping. Smits
aktifitas tektonik.
Publishers The Hague Netherland.
442h.
Daftar Pustaka Howard, Arthur David., 1967. Drainage
Analysis in Geologic Interpretation:
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan
A Summation. The American
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Association of Petroleum Geologists
Yogyakarta. Gadjah Mada University
Bulletin. V. 51, No. 11: 2246-2259
Press.
Schumm, S. A., 1977. Drainage Basin
Carlson, Diane H., et al. 2011. Physical
Morphology. Dowden Hutchinson &
Geology: Earth Revealed, ninth
Ross Inc. Pennsylvania. 352p
edition. New York. McGraw-Hill
Companies. Strahler, Arthur N. and Alan H. Strahler.,
1984. Elements of Physical
Doornkamp, J. C. 1986. Geomorphological
Geography, 3rd Edition, John Wiley
approaches to the study of
& Sons, New York.
neotectonics. Journal of Geological
Society, Vol. 143: 335-342. Thornbury, D. William., 1969. Principles
of Geomorphology, John Willey &
Horton, Robert E. 1945. Erosional
Sons Inc., New York, London,
Development of Strams and Their
Sidney, Toronto.
Drainage Basins; Hydrophysical
Approach to Quantitative Van Zuidam, R. A., 1983. Guide to
Morphology: Bulletin of The Geomorphologic - aerial
Geological Society of America, V 56, photographic interpretation and
PP. 275 –370 Verstappen, H. Th., 1977. Remote
Sensing in Geomorphology, First
Howard, A.D. 1967. Drainage Analysis in
Edition, Elsevier Scientific
Geologic Interpretation: A
Publishing Company, Amsterdam.
Summation. AAPG bulletin, V 51,
no.11. Van Der Pluijm, Ben A., 2004. Earth
Structure Second Edition, New York:
Hunt, Roy E. 2007. Characteristics of
W. W. Norton & Company Ltd.
Geologic Materials and Formations,
A Field Guide for Geothecnical

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Anda mungkin juga menyukai