Paramita R.S - G0009166 PDF
Paramita R.S - G0009166 PDF
id
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Results: It could be found that two risk factors : asphyxia (p = 0,121) and
premature (p = 0,393) was not significant and 3 risk factors : hereditary
(p=0,001), febrille seizure (p = 0,000), and head trauma (p = 0,001). Logistic
regression method result shows that the risk factors affecting epilepsy in children
at RSUD Dr. Moewardi were Complex Febrille Seizure (OR = 18,267 ; Cl 95%
5,393 s.d. 61,873 ; p = 0,000) and head trauma (OR = 16,341 ; Cl 95% 3,346 s.d.
79,801 ; p = 0,001).
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puja dan puji penulis haturkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Risiko Terjadinya
Epilepsi pada Anak di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian tugas karya akhir ini
merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan
Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat
ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Agus Soedomo, dr., Sp.S (K) selaku Pembimbing Utama yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
3. Annang Giri Moelyo, dr., Sp.A, M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping yang
tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya
skripsi ini.
4. Suratno, dr., Sp.S (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Enny Ratna Setyowati, drg., M.Or selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Prof Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD, Ari Probandari,dr., MPH, Ph.D,
Muthmainah, dr., M.Kes, S. Enny N, SH., MH, dan Mas Sunardi selaku Tim
Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang
sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.
7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Mulyadi dan Ibunda Endang
Wahyuti, serta kakak dan adik saya, Novita Ayuningtyas dan Erlyta C. Astri
tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan
memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.
8. Yang tersayang Aditya Purnama Putra, yang selalu memberikan semangat,
tenaga, serta doa untuk saya demi kelancaran skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat terdekat Atika, Nita, Nilam, Qonita, Ratih, Puspa, Pratita, Isna,
Acin, Asri, Brenda, Shita, teman-teman kelompok 19 dan angkatan 2009 atas
semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak
sangat diharapkan.
Surakarta, November 2012
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 5
1. Definisi Epilepsi .............................................................................. 5
2. Patofisiologi Kejang........................................................................ 7
3. Klasifikasi Kejang ........................................................................... 15
4. Diagnosis Epilepsi........................................................................... 21
5. Faktor-Faktor Risiko Epilepsi ......................................................... 26
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 41
C. Hipotesis ............................................................................................. 42
BAB III. METODE PENELITIAN........................................................................... 43
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 43
C. Subjek Penelitian ................................................................................ 43
D. Teknik Sampling .................................................................................. 44
E. Ukuran Sampel ................................................................................... 44
F. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 45
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 45
H. Rancangan Penelitian........................................................................... 48
I. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 48
J. Teknik Analisis Data ………………………………………… . ........... 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN................................................................................ 50
A. Karakteristik Sampel Penelitian ......................................................... 51
1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan
Tingkat Pendidikan .................................................................. ...... 51
2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Gambaran Kejang.................... 52
3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Pertama kali Kejang........ 53
4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jumlah Kejang dalam 1
Bulan ......................... ..................................................................... 54
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia dan
individu dari segala usia (Banerjee et al., 2009). Epilepsi membawa banyak
lebih tinggi di negara berkembang. Selain itu banyak juga ditemukan bahwa
gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok
sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Bangkitan kejang yang terjadi pada
pasien epilepsi terjadi akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
neuron saraf pusat. Lepasnya muatan listrik di otak dapat disebabkan oleh
anak antara lain : riwayat keluarga yang menderita epilepsi (herediter), asfiksia,
kelahiran prematur, kejang demam kompleks, dan trauma kepala (Riyadi dan
10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidupnya
dan sekitar 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosis epilepsi (didasarkan pada
jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki
pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan,
penurunan pesat menuju remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia
pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari
75% pasien epilepsi mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun; apabila
kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun, maka gangguan kejang tersebut
juta orang di antaranya adalah epilepsi primer dan 80% tinggal di negara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
2007).
pada semua umur tetapi terdapat perbedaan yang mencolok pada kelompok
umur tertentu sekitar 30–32,9% penderita mendapat kejang pertama pada usia
kurang dari 4 tahun, 50–51,5% terdapat pada kelompok usia kurang dari 10
tahun dan mencapai 75-83,4% pada usia kurang dari 20 tahun, 15% penderita
pada usia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 2% pada usia lebih dari 50 tahun
prevalensi penderita epilepsi pada anak maka penulis tertarik untuk meneliti
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
pada anak.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya preventif untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Epilepsi
kali bangkitan epilepsi dalam satu tahun yang tidak diprovokasi (Fisher et
al., 2005).
sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan
(serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak
cetusan listrik abnormal yang berlebihan dari neuron, dapat dideteksi dari
dapat menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter yang
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
mungkin meluas dari suatu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin
2005).
manifestasi yang berbeda tergantung pada bagian otak yang terlibat, usia
Babylonian lebih dari 3000 tahun yang lalu, di dalamnya tertulis bahwa
epilepsi dianggap sebagai kelainan yang disebabkan oleh setan atau arwah.
Lima ratus tahun kemudian konsep yang sama muncul dalam teks-teks
Yunani. Yunani kuno menganggap bahwa hanya dewa yang bisa masuk ke
terkontrol.
berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh korteks serebral.
mendapat serangan bila nilai basal eksitabilitas sistem saraf (bagian yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-
pengaruh yang dapat timbul pada diri seeorang akibat kejang (Fisher et al.,
2005).
2. Patofisiologi Kejang
istirahat) yaitu keadaan dimana sel memiliki muatan arus listrik atau
terpolarisasi. Sel saraf yang sedang beristirahat, seperti sel lain dalam tubuh
antara bagian dalam sel dan cairan ekstraseluler di sekeliling sel. Voltase di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
dalam sel pada saat istirahat berkisar antara -50 milivolts (mV) sampai -80
sepanjang membran didominasi oleh ion Na+ dan Cl-, sedangkan K+, protein
membran sel lebih tinggi daripada di luar membran; konsentrasi ion Na+ di
luar membran sel lebih tinggi daripada di dalam sel. Membran neuron
sangat permeabel terhadap ion K+ dan Cl- serta relatif impermeabel terhadap
ion Na+. Membran ini impermeabel terhadap molekul ion yang besar dan
gelombang suara yang merangsang sel-sel saraf khusus di telinga; atau (4)
(Sherwood, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
Terdapat empat jenis saluran berpintu, bergantung pada faktor yang memicu
membran yang berkaitan erat dengan saluran; (3) saluran berpintu mekanis,
yang berespon terhadap peregangan atau deformasi mekanis yang lain; dan
(4) saluran berpintu termal, yang berespon terhadap perubahan suhu lokal
depolarisasi dan bergeraknya K+ keluar atau Cl- yang masuk ke dalam sel
neuron. Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut
kritis yang disebut potensial ambang, biasanya antara -50 dan -55mV. Di
pada saat ini memperlihatkan defleksi cepat ke atas hingga +30 mV karena
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Na+ masuk ke dalam sel
dan K+ ke luar sel (Browne dan Holmes, 2008). Transpor aktif ion Na+ dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
kesetaraan sesuai ion Na+ dan K+ yang melewati melalui membran plasma
dan hanya terjadi melalui difusi. Pompa ini terdiri dari protein yang
berperan sebagai ion karier dalam membran sel. Protein ini membawa tiga
ion Na+ ke luar dari sel untuk setiap dua ion K+ yang dipompa masuk
berkomunikasi satu sama lain dengan melepaskan zat kimia ke dalam celah
kecil (celah sinaps) yang memisahkan satu neuron dengan neuron lainnya.
berdifusi melintasi celah sinaps, dan berikatan dengan reseptor pada dendrit
atau badan sel neuron lain. Akan tetapi, sinaps dapat terjadi antara dua
dendrit, antara dendrit dan badan sel yang berbeda, atau antara akson dan
neurotransmiter sering kali memiliki efek yang sama (eksitasi atau inhibisi)
untuk reseptor. Salah satu contoh reseptor ialah reseptor ionotropik, yang
tidak ditentukan oleh keseimbangan relatif dari EPSPs dan IPSPs (Browne
NMDAR ini merupakan prinsip kerja dari obat anti epilepsi (Purba, 2008).
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
pengaktifan.
drastis meningkat; lepas muatan listrik per sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat demikian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
3. Klasifikasi Kejang
a. Kejang Parsial
kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi
2005).
dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal paling sering
dekatnya, (2) adanya tumor yang menekan daerah otak, (3) rusaknya
suatu area pada jaringan otak, atau (4) kelainan sirkuit setempat yang
sangat cepat pada neuron setempat; bila kecepatan pelepasan impuls ini
berasal dari sirkuit setempat yang secara bertahap membuat area korteks
Hall (2007) :
1) Parsial Sederhana
korteks serebrum.
daya ingat, disfagia, dan dejavu adalah contoh gejala psikis pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
2) Parsial Kompleks
biasa diawali dengan aura atau tanda peringatan dapat terdiri dari
lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang
2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
b. Kejang Generalisata
kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak
2005).
ini satu kali dalam beberapa bulan atau beberapa kali dalam sehari.
Serangan petit mal biasanya terjadi pertama kali pada anak-anak masa
commit
akil balik dan menghilang to umur
pada user 30 tahun. Kadangkala, serangan
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
2) Mioklonik
3) Kejang Tonik
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi
tungkai.
4) Kejang Atonik
5) Kejang Klonik
6) Kejang Tonik-Klonik
hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien (spasme rahang dan lidah).
(Lombardo, 2005).
tidak lengkap)
4. Diagnosis Epilepsi
anamnesis yang dapat dipercaya. Tiap penderita harus diperiksa secara teliti
a. Anamnesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
waktu serangan (pagi, siang, malam, waktu mau tidur, sedang tidur, mau
Alatas, 2007).
menderita kejang, penyakit saraf, dan penyakit lainnya. Hal ini misalnya
perlu untuk mencari adanya faktor herediter (Hassan dan Alatas, 2007).
kepala, letak sungsang, mudah atau sukar, apakah digunakan cunam atau
antepartum, ketuban pecah dini, asfiksia. Penyakit apa saja yang pernah
b. Pemeriksaan Jasmani
perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya (Hassan dan Alatas,
2007).
patologis. Bila perlu dilakukan ‘tap’ subdural, pada anak dengan ubun-
ubun yang masih terbuka, untuk melihat adanya hematoma subdural atau
c. Pemeriksaan Laboratorium
sel, kadar protein, gula, NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi (Hassan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi, apakah fokal,
f. Pemeriksaan Radiologis
melalui pungsi ventrikel atau ‘burr hole’. Pada penderita dengan tekanan
2007).
2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
a. Herediter
genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode
protein kanal ion. Contoh : Generalized epilepsy with febrile seizure plus,
benign familial neonatal convulsions. Pada kanal ion yang normal terjadi
depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi
epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang
terjadi hipereksitasi pada neuron. Hal yang sama terjadi pada benign
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
kurang lebih 4%. Bila orang tua dan salah satu anaknya sama–sama
b. Asfiksia
acidemia (ph < 7.00) pada darah umbilikus atau menganalisis gas darah
arteri apabila fasilitas tersedia; (2) adanya persisten nilai apgar 0-3
selama > 5 menit; (3) manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal
dan (4) adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal
Score. Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1, menit ke-5,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
Tanda 0 1 2
Frekuensi tidak ada kurang dari lebih dari 100/menit
Jantung 100/menit
Usaha tidak ada lambat, tidak menangis kuat
Bernapas teratur
Tonus Otot tidak ada ekstremitas fleksi gerakan aktif
sedikit
Refleks tidak ada gerakan sedikit Menangis
Warna biru / pucat tubuh kemerahan, tubuh dan ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
(Hassan dan Alatas, 2007)
1) Vigorous baby dengan skor apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap
henti jantung adalah (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari
commit to user
10 menit setelah lahir lengkap, (2) bunyi jantung menghilang post
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang
karena adanya cedera pada otak yang akut disebabkan karena asfiksia. Di
Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi pada 1–15% bayi lahir hidup.
berlanjut dengan hipoksia yang berat dan asidosis, timbul detak jantung
jaringan lokal. Pada asidosis yang sistemik, maka asam laktat akan
anaerobik tidak efektif dan produksi ATP berkurang. Jaringan otak yang
penimbunan NA+, Cl-, H2O, CA2+ intraseluler, K+, glutamat, dan aspartat
adalah kematian sel otak terjadi melalui proses apoptosis dan nekrosis.
Kedua bentuk kematian sel ini berbeda. Kematian sel nekrotik ditandai
dengan sekelompok sel neuron edema, pecahnya sel, isi sel tumpah ke
membran sel yang utuh, ini disebut apoptotic bodies. Apoptotic bodies ini
yang memicu terjadinya influks Ca2+ ke dalam sel dan ekspresi glutamat
Ca2+ masuk. Masuknya ion Ca2+ yang berlebihan ke dalam sel dapat
organ yaitu : otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna, dan
sumsum tulang. Didapatkan satu atau lebih kelainan pada 82% kasus
serius, dan sebanyak 10% sehat. Di antara bayi yang bertahan hidup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
Bayi dengan HIE ringan cenderung bebas dari komplikasi SSP yang
dan perkembangan saraf yang abnormal pada pasien dengan HIE sedang
sampai berat. Dalam uji coba tersebut, 23-27% bayi meninggal sebelum
pulang dari ICU atau NICU, sedangkan angka kematian saat follow-up
18-22 bulan kemudian adalah 37-38%. Dalam uji coba tersebut, hasil
4) Epilepsi : 16%
5) Kebutaan : 14-17%
c. Kelahiran prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang
(Mochtar, 2010).
kurang baik (Mochtar, 2010). Bayi yang lahir di awal kehamilan (< 32
minggu) berada pada risiko yang sangat tinggi (Robinson et al., 2010).
d. Kejang demam
Kejang disertai demam pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang
demam. Jika anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang
dalam kejang demam (CDK 165, 2008). Kejang demam dibagi menjadi 2
jenis :
berhenti sendiri. Kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang
demam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id
b) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang
yang menetap sampai umur > 6 tahun. Kejang yang sangat sering terjadi
karena dapat terjadi lebih dari 13 kali dalam satu tahun. Biasanya hilang
pada umur lebih dari 12 tahun. Kejang demam plus ini berhubungan
2008).
oleh kejang pada model hewan belum banyak diteliti, namun telah
2009).
dari saluran ion yang mengatur sifat Ih, sebuah kation yang memicu
halnya dengan peningkatan HCN 1/HCN 2, yang > 200% lebih tinggi di
dan Ih pada manusia kurang jelas, tetapi perubahan ekspresi saluran HCN
e. Trauma kepala
yang merupakan akibat adanya cedera pada otak. PTE berbeda dengan
spektrum yang lebih luas dan merupakan tanda adanya cedera pada otak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
Kejang yang terjadi dalam 24 jam setelah cedera disebut PTS segera,
PTS yang terjadi dalam waktu 1 minggu setelah cedera disebut PTS dini,
dan kejang yang terjadi lebih dari 1 minggu setelah cedera disebut PTS
lambat. Sekitar 20% orang yang mengalami kejang tunggal dan termasuk
dalam PTS lambat tidak pernah mengalami kejang lagi. Orang-orang ini
penting yang berperan. Cedera primer terjadi akibat gaya mekanis yang
(Lombardo, 2005).
1) Trauma parah
3) Hematoma intrakranial
4) Fraktura tengkorak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
6) PTS awal
mencapai 0,5–2%, kejadian PTS untuk semua jenis cedera kepala dalam
menjadi 5% pada pasien bedah saraf di rumah sakit. Pada cedera kepala
berat (biasanya GCS < 9) kejadiannya adalah 10-15% orang dewasa dan
dewasa muda. PTS dini lebih sering terjadi pada anak, sementara PTS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Faktor
Asfiksia Hipoksia dan Iskemia ↑↑ asam laktat
Perinatal
C. Hipotesis
perinatal (asfiksia dan kelahiran prematur), dan faktor postnatal (kejang demam
dan trauma kepala) dengan terjadinya kasus epilepsi pada anak di RSUD Dr
Moewardi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
C. Subjek Penelitian
Unit Rawat Jalan ataupun Rawat Inap di Bagian Anak RSUD Dr. Moewardi
Rawat Jalan atau Rawat Inap dengan diagnosis epilepsi yang tercatat pada
Rekam Medis pasien pada bulan Juni–Agustus 2012. Kriteria Inklusi : anak
yang menderita epilepsi fokal maupun umum serta bersedia menjadi subjek
penelitian.
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
unit rawat jalan ataupun rawat inap yang tidak didiagnosis epilepsi dan tidak
rawat jalan atau rawat inap yang tidak menderita epilepsi dan kelainan
anak yang tidak menderita epilepsi dan bersedia menjadi subjek penelitian.
D. Teknik Sampling
mendapatkan kontrol yang paling baik, yaitu dengan memilih kontrol yang
2009).
E. Ukuran Sampel
(zα√2PQ+zβ√P1Q1+P2Q2)2
n1 = n2 =
(P1-P2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
Keterangan :
OR = 3,8
P = 0,5
n1 = n2 = 42
1. Variabel Terikat
Epilepsi pada anak adalah anak yang telah didiagnosis oleh dokter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
2. Variabel Bebas
:::Keluarga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38o C), dan berlangsung lebih dari 15
menit.
:::Kapitis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
H. Rancangan Penelitian
POPULASI
CONSECUTIVE
SAMPLING
KUESIONER
FAKTOR RISIKO (+) FAKTOR RISIKO (–) FAKTOR RISIKO (+) FAKTOR RISIKO (–)
ANALISIS DATA
SIMPULAN
dan riwayat postnatal (kejang demam dan trauma kepala) dengan terjadinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
dengan uji Chi-Square dan Regresi Logistik. Uji Chi-Square digunakan untuk
menguji hipotesis tentang ada tidaknya hubungan antara dua buah variabel
signifikan dari hasil analisis uji kebebasan (Chi-Square Test) terhadap variabel
respon.
ln 1-p = a+b1X1+b2X2
dimana :
herediter, kejang demam, dan trauma kepala ditunjukkan oleh OR (Odds Ratio)
= Exp (b).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan topik faktor-faktor risiko terjadinya epilepsi pada anak telah
selesai dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2012. Sampel penelitian yang
Jalan maupun Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi. Sampel yang tergolong dalam
sedangkan sampel yang tergolong dalam kontrol adalah pasien yang tidak
sampel yang diteliti adalah 84, dengan perincian 42 anak sebagai kasus dan 42
anak sebagai kontrol. Berikut ini disampaikan hasil penelitian yang telah
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
Tingkat Pendidikan
Jenis kelamin
1) Laki-laki 23 (55%) 23 (55%)
2) Perempuan 19 (45%) 19 (45%)
Tingkat pendidikan
a) Belum sekolah 20 (24%) 20 (24%)
b) TK 12 (14%) 12 (14%)
c) SD 34 (41%) 34 (41%)
d) SMP 18 (21%) 18 (21%)
yaitu 8 tahun. Untuk umur anak yang paling banyak dijumpai pada
anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada jenis kelamin
Total 84
26 pasien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id
Total 84
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa umur pertama kali kejang yang dialami
oleh anak yang tergolong dalam kasus paling banyak adalah umur kurang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
Total 84
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
Kejang
sehat
86% kelainan
14%
luar kejang. Kelainan yang dialami pasien tersebut antara lain speech delay
sebanyak 1 orang.
B. Analisis Bivariat
dan trauma kepala) terhadap variabel terikat (penyakit epilepsi). Uji statistik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id
Ya Tidak
Responden
Dari Tabel 4.5 didapatkan pasien epilepsi yang memiliki riwayat herediter
epilepsi dari keluarga inti positif sebanyak 20 orang (48%) dan riwayat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
Ya Tidak
Responden
Dari Tabel 4.6 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat asfiksia positif
(100%) seluruhnya tidak memiliki riwayat asfiksia pada waktu baru lahir.
dengan p-value > 0,05 (OR = 5,658; Cl 95% 0,633 s.d. 50,604; p = 0,121).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
Prematur
Ya Tidak
Responden
yang tidak signifikan dengan p-value > 0,05 (OR = 1,636 ; Cl 95% 0,52 s.d.
5,09 ; p = 0,393).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id
Anak
Tabel 4.8 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat kejang demam dengan
terjadinya epilepsi pada anak
Kejang Demam
Ya Tidak
Responden
Dari Tabel 4.8 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat kejang demam
kompleks yang positif sebanyak 30 orang (71%) dan riwayat kejang demam
yang positif dan sebanyak 34 orang (81%) memiliki riwayat kejang demam
signifikan dengan p-value < 0,05 (OR = 10,625 ; Cl 95% 3,83 s.d. 29,47 ; p =
0,000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
Anak
Tabel 4.9 Analisis bivariat tentang hubungan riwayat trauma kepala dengan
terjadinya epilepsi pada anak
Trauma Kepala
Ya Tidak
Responden
Dari Tabel 4.9 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat trauma kepala
positif sebanyak 15 orang (36%) dan riwayat trauma kepala negatif sebanyak
orang (7%) memiliki riwayat trauma kepala positif dan sebanyak 39 orang
hubungan antara riwayat trauma kepala dengan terjadinya epilepsi pada anak
menunjukkan hubungan yang signifikan dengan p-value < 0,05 (OR = 7,222 ;
variabel terikat (epilepsi pada anak) didapatkan riwayat asfiksia dan kelahiran
bebas yang mendapatkan nilai signifikan pada hasil analisis uji kebebasan
variabel terikat. Untuk variabel dengan jumlah kontrol 0 pada faktor risiko
signifikan.
Tabel 4.10 Analisis regresi logistik tentang hubungan riwayat kejang demam
dengan riwayat trauma kepala pada anak
CI
Variabel B OR p
Batas bawah Batas atas
N observasi = 84
Dari Tabel 4.10 didapatkan pasien epilepsi dengan riwayat kejang demam
pada anak karena didapatkan nilai p-value < 0,05. Berdasarkan hasil analisis
regresi logistik baik riwayat kejang demam kompleks maupun riwayat trauma
kepala memiliki pengaruh dalam terjadinya epilepsi pada anak, dengan kejang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Anak di RSUD Dr. Moewardi” telah selesai dilaksanakan pada bulan Agustus
2012 di RSUD Dr. Moewardi. Jumlah seluruh sampel yang didapat adalah 84
hasil yang berhubungan antara riwayat herediter epilepsi dari keluarga inti dan
terjadinya epilepsi pada anak dengan p-value < 0,05 (OR = 39,261; Cl 95% 4,96
s.d. 310,835 ; p = 0,001). Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka seorang anak
yang memiliki riwayat herediter epilepsi dari keluarga inti memiliki risiko untuk
menderita epilepsi sebesar 39,261 kali dibandingkan dengan anak yang tidak
mendapatkan penyakitnya dari ayah sebanyak 10 anak, ibu sebanyak 7 anak, dan
dari saudara kandung sebanyak 3 anak. Anak yang memiliki riwayat herediter
epilepsi berasal dari sampel kasus, sedangkan dari sampel kontrol tidak ditemukan
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Attumalil dkk (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat
herediter dengan terjadinya epilepsi pada anak dengan risiko terjadinya epilepsi
sebesar 3,17 kali dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat herediter
hasil yang berhubungan antara riwayat asfiksia dan terjadinya epilepsi pada anak,
dalam penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan dengan p-value > 0,05 (OR
= 5,658; Cl 95% 0,633 s.d. 50,604; p = 0,121). Berdasarkan hasil analisis tersebut,
maka seorang anak yang memiliki riwayat asfiksia setelah proses kelahiran
memiliki risiko untuk menderita epilepsi sebesar 5,658 kali dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia. Dari hasil wawancara terstruktur yang
dilakukan oleh peneliti, hanya 4 orang saja dari sampel kasus yang memiliki
ditemukan sama sekali anak yang memiliki riwayat asfiksia sewaktu lahir.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Raharjo (2007) dalam thesisnya yang mendapatkan hasil tidak signifikan dalam
penelitiannya dengan p-value untuk variabel asfiksia 0,5 (OR = 1,5 ; Cl 95% 0,4
s.d. 5,9 ; p = 0,5). Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan uji coba yang
dilakukan oleh Zanelli dkk (2011) yang menyatakan bahwa terdapat kematian
atau perkembangan sel yang abnormal pada pasien yang mengalami asfiksia
sedang sampai berat. Salah satu akibat dari kematian atau perkembangan sel yang
abnormal tersebut adalah epilepsi yaitu sebesar 30%. Menurut Utama dkk (2006)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id
bayi dengan asfiksia akan mengalami kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau
didapatkan hasil yang tidak berhubungan antara riwayat kelahiran prematur dan
terjadinya epilepsi pada anak, dalam penelitian ini didapatkan hasil yang tidak
signifikan dengan p-value > 0,05 (OR = 1,636 ; Cl 95% 0,52 s.d. 5,09 ; p =
0,393). Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka seorang anak yang memiliki
riwayat kelahiran prematur memiliki risiko untuk menderita epilepsi sebesar 1,636
kali dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat kelahiran prematur.
Dari hasil wawancara terstruktur yang dilakukan oleh peneliti, 15 anak yang
memiliki riwayat kelahiran prematur. Sejumlah 9 anak dari sampel kasus dan 6
anak dari sampel kontrol yang memiliki riwayat kelahiran prematur dalam
penelitian ini.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Raharjo (2007) dalam thesisnya yang mendapatkan hasil p-value 0,1 (tidak
signifikan) untuk variabel prematur (OR = 0,3 ; Cl 95% 0,06 s.d. 1,6 ; p = 0,1).
Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Robinson dkk (2010) yang menyatakan bahwa persalinan preterm akan
adalah epilepsi. Terjadinya epilepsi pada anak yang lahir prematur berkaitan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id
(GABA).
didapatkan hasil yang berhubungan antara riwayat kejang demam kompleks dan
terjadinya epilepsi pada anak, dalam penelitian ini didapatkan hasil yang
signifikan dengan p-value < 0,05 (OR = 10,625 ; Cl 95% 3,83 s.d. 29,47 ; p =
0,000). Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka seorang anak yang memiliki
riwayat kejang demam kompleks memiliki risiko untuk menderita epilepsi sebesar
10,625 kali dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat kejang
demam kompleks. Dari hasil wawancara terstruktur yang dilakukan oleh peneliti,
38 anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks. Sejumlah 30 anak dari
sampel kasus dan 8 anak dari sampel kontrol yang memiliki riwayat kejang
demam kompleks dalam penelitian ini. Kejang demam kompleks adalah kejang
dilakukan oleh Dube dkk (2009) yang menyatakan bahwa terdapat perubahan
kompleks). Menurut CDK 165 (2008) faktor risiko timbulnya epilepsi yang
berkaitan dengan kejang demam antara lain : terdapat kelainan neurologis atau
kompleks, atau riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung. Masing-
masing faktor risiko meningkatkan risiko terjadinya epilepsi 4-6%, kombinasi dari
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Raharjo (2007) dalam thesisnya yang mendapatkan hasil p-value 0,2 untuk
variabel kejang demam (OR = 1,7 ; Cl 95% 0,7 s.d. 4,2 ; p = 0,2).
didapatkan hasil yang berhubungan antara riwayat trauma kepala dan terjadinya
epilepsi pada anak, dalam penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan dengan
p-value < 0,05 (OR = 7,222 ; Cl 95% 1,90 s.d. 27,39 ; p = 0,001). Berdasarkan
hasil analisis tersebut, maka seorang anak yang memiliki riwayat trauma kepala
memiliki risiko untuk menderita epilepsi sebesar 7,222 kali dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki riwayat trauma kepala. Dari hasil wawancara terstruktur
yang dilakukan oleh peneliti, 18 anak yang memiliki riwayat trauma kepala. Jenis
trauma kepala yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setelah terjadi
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
akibat terganggunya aliran darah, efek mekanis dari jaringan parut, destruksi
kontrol inhibitorik dendrit, gangguan sawar darah otak, dan perubahan dalam
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Raharjo (2007) dalam thesisnya yang mendapatkan hasil p-value
0,7 untuk variabel trauma (OR = 10,9 ; Cl 95% 0,4 s.d. 2.0 ; p = 0,7).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini. Hasil
dari analisis tersebut didapatkan 2 variabel yang tidak signifikan yaitu riwayat
asfiksia serta riwayat kelahiran prematur dan 3 variabel yang hasilnya signifikan
yaitu riwayat herediter, riwayat kejang demam kompleks, dan riwayat trauma.
bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini seharusnya 3 variabel yang
ternyata pada salah satu variabel yang diteliti yaitu riwayat herediter jumlah
kontrolnya 0. Dengan kata lain dalam sampel kontrol tidak ditemukan anak yang
kejang demam kompleks dan trauma kepala. Berdasarkan hasil analisis regresi
pasien yang tidak memiliki riwayat kejang demam kompleks (OR = 18,267 ; Cl
95% 5,393 s.d. 61,873 ; p = 0,000). Sedangkan pasien anak dengan riwayat
besar dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat trauma kepala (OR =
epilepsi dengan nilai koefisien β (B) sebesar 2,905. Sedangkan trauma kepala
memiliki pengaruh positif bagi terjadinya penyakit epilepsi dengan nilai koefisien
yang berpengaruh dalam terjadinya epilepsi pada anak. Sehingga pada penelitian
pengaruh tiap-tiap faktor risiko tersebut dalam terjadinya epilepsi pada anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VI
A. Simpulan
anak di Poli Anak RSUD Dr. Moewardi adalah kejang demam kompleks (OR
B. Saran
anaknya.
epilepsi pada anak selain yang dijelaskan dalam penelitian ini, sehingga
69