Anda di halaman 1dari 25

TUGAS FARMAKOLOGI

P-TREATMENT ANTI-VIRUS

Disusun oleh:
Almira Fahrinda (1310015004)
Bobby Reyner (1310015003)
M. Rakan Aufar (1210015073)
Ozzy Mukti Y. (1310015016)

Pembimbing :
dr. Ika Fikriah, M. Kes

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “P-Treatment
Anti-Virus”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku dosen
pembimbing kami. Tidak dapat kami pungkiri bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan sehingga kami mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
makalah ini. akhir kata, semoga makalah ini berguna bagi para pembaca.

Samarinda, 12 Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................... 1

1.2. Tujuan ............................................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2


2.1. Definisi ........................................................................................................................... 2

2.2. Gejala Klinis................................................................................................................... 2

2.3. Diagnosis Banding ......................................................................................................... 4

2.4. Diagnosis ........................................................................................................................ 4

2.5. Pengobatan ..................................................................................................................... 4

2.5.1. Sistemik................................................................................................................... 4

2.5.2. Topikal .................................................................................................................... 5

2.6. Pencegahan ..................................................................................................................... 6

2.7. Antivirus .......................................................................................................................... 7

BAB III P-TREATMENT ..................................................................................................... 15


3.1. Kasus ............................................................................................................................ 15

3.2. P-Treatment .................................................................................................................. 15

3.2.1 Langkah 1 : Menentukan masalah pasien ................................................................ 15

3.2.2. Langkah 2 : Menentukan tujuan terapi ................................................................... 15

3.2.3. Langkah 3 : Pemilihan Terapi Farmakologis ......................................................... 15

3.2.4. Langkah 4 : Pemberian Terapi .............................................................................. 20

3.2.5. Langkah 5 : Komunikasi dan Edukasi Pasien ....................................................... 20

3.2.6. Langkah 6 : Monitoring dan Evaluasi Pengobatan Pasien ..................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Herpes Zoster adalah penyakit yang terjadi sepanjang tahun
tanpa mengenal musim. Penyakit ini merupakan infeksi laten endogen dari virus
varises zoster di dalam neuron ganglion saraf autonomik yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama karena itu manifestasinya
berupa erupsi vaskular berkelompok yang disertai nyeri radikular unilateral yang
umumnya terbatas di satu daerah dermatom. Penampakannya yang mengganggu
serta gatal dan nyeri yang menyertai dapat mengakibatkan ketidaknyamanan
serta keresahan dari penderitanya (Pusponegoro, 2015).
Herpes zoster tanpa komplikasi merupakan penyakit infeksi virus pada
kulit dengan standar kompetensi dokter 4A. Oleh karena itu, seorang dokter
umum harus dapat melakukan pemeriksaan fisik maupun diagnostik serta dapat
menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan kepada pasien herpes zoster
hingga tuntas (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).
1.2. Tujuan
Memilih pengobatan baik farmakologi dan non farmakologi sesuai dengan
diagnosis pasien yaitu herpes zoster berdasarkan faktor farmakodinamik,
farmakokinetik, efek samping, indikasi, kontraindikasi dan biaya (berbasis p-
treatment).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi
infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidensnya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di
usia tua. Jarang dijumpai usia dini (anak dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan
dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit meningkat
dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi
HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular, namun daya
tularnya kecil bila dibandingkan dengan varisela.
Hope Simpson, 1965, mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap varisela
zoster virus berperan dalam patogenesis herpes zoster terutama imunitas selularnya.
Mengikuti infeksi primer virus varisela-zoster (varisela), partikel virus dapat tetap tinggal
di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Pada
saat respons imunitas selular dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster
menurun (misal oleh karena umur atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi efektif
mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut
mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu
dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau
stres dapat dianggap sebagai pencetus walaupun belum pasti (Pusponegoro, 2015)

2.2. Gejala Klinis


Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark

2
jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi, misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal
dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula kemerahan, kemudian
berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi
vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari).
Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster,
erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata (10-20%
penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan neuropati motorik.
Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis, atau myelitis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang
masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami
reduksi.
Perjalanan penyakit herpes zoster pada penderita imunokompromais sering
rekuren, cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih berta (terjadi bula hemoragik,
nekrotik dan sangat nyeri), tersebar diseminata, dan dapat disertai keterlibatan organ
dalam. Proses penyembuhannya juga berlangsung lebih lama.
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete bila terjadi
nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster abortif bila erupsi
kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang langsung mengalami resolusi
sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung singkat. Disebut herpes zoster aberans bila
erupsi kulitnya melalui garis tengah.
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom
Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai
paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecapan 2/3 bagian depan lidah,
tinitus, vertigo, dan tuli. Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang
pertama nervus trigeminus. Bila mengenal anak cabang nasisilliaris (timbul vesikel di
puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar terjadi
kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam (Pusponegoro,
2015).

3
2.3. Diagnosis Banding
Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis venenata atau
dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul di daerah genitalia mirip dengan herpes
simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip dengan varisela (Pusponegoro,
2015).

2.4. Diagnosis
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya
memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen atau
nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus lesi atau pemeriksaan
antibodi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan teknik polymerase chain reaction
(PCR) merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat mendeteksi
DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel).
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes
labil dan sulit to recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct immunofluorescent
antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada
kultur dan dipakai sebagai tes diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia
(Pusponegoro, 2015).

2.5. Pengobatan
Menurut Pusponegoro (2015), prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah
menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.

2.5.1. Sistemik
2.5.1.1. Obat Antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat
keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah NPH masih
kontroversial.
Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) untuk terapi herpes zoster, famsiklovir (Famvir®), valasiklovir
hidroklorida (Valtrex®), dan asiklovir (Zovirax®). Bioavailabilitas asiklovir
hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir (65%) dan famsiklovir

4
(77%). Antivirus famsiklovir 3 x 500 mg atau valasiklovir 3 x 1000 mg atau
asiklovir 5 x 800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
2.5.1.2. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai
penelitian menunjukkan hasil beragam. Prednisolone yang digunakan bersama
asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat
neuritis akibat infeksi virus dan kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan
pada saraf yang terlibat.
Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid hanya
memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat
untuk mencegah NPH, walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup.
Mengingat risiko komplikasi terapi kortikosteroid lebih berat daripada
keuntungannya, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM
tidak menganjurkan pemberian kortikosteroid pada herpes zoster.
2.5.1.3. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik terhadap
AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgesik non-opioid
(parasetamol, tramadol, asam mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid
(kodein, morfin atau oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik hebat. Pernah
dicoba pemakaian kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg.
2.5.1.4 Antidepresan dan Antikonvulsan
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi terapi asiklovir
dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi
NPH.

2.5.2. Topikal
2.5.2.1 Analgetik topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowl dan solusio Calamin (Caladryl®)
dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Kompres
dengan solusio Burowl (alumunium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama
30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan
b. Antiinflamasi Non-Steroid

5
Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter,
krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai. Balakrishnan S dkk. (2001),
melaporkan asam asetil salisilat topikal dalam pelembab lebih efektif
dibandingkan aspirin oral dalam memperbaiki nyeri akut. Aspirin dalam etil
eter atau kloroform dilaporkan aman dan bermanfaat menghilangkan nyeri
untuk beberapa jam. Krim indometasin sama efektifnya dengan aspirin,
dengan aplikasinya lebih nyaman. Penggunaannya pada area luas dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal akibat absorbsi per kutan. Penelitian
lain melaporkan bahwa krim indometasin dan diklofenak tidak lebih baik dari
placebo.
2.5.2.2 Anestetik Lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang
terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk menghilangkan nyeri.
Pendekatan seperti infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang
paravertebral dan epidural, dan blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan
sering digunakan. Akan tetapi, dalam studi prospektif dengan kontrol berskala
besar, efikasi blok saraf terhadap pencegahan NPH belum terbukti dan berpotensi
menimbulkan risiko.

2.5.2.3 Kortikosteroid
Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada lesi
akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi risiko terjadinya NPH.

2.6. Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain Oka terhadap orang tua harus dipikirkan
untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VVZ sehingga dapat memodifikasi
perjalanan penyakit herpes zoster (Pusponegoro, 2015).

6
2.7. Antivirus

Terbagi menjadi anti nonretrovirus dan anti retrovirus. Anti retrovirus dibedakan menjadi antivirus untuk herpes, antivirus untuk influenza,
dan antivirus untuk HBV dan HBC. Antiretrovirus dibedakan menjadi Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), Nucleotide reverse
transciptase inhibitor (NtRTI), Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) dan Protease Inhibitor.

Kontra- Interaksi
Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Indikasi Efek Samping Dosis Sediaan
Indikasi Obat
Asiklovir Menghambat - Bioavailabilitas oral 10- Infeksi HSV-1 dan Penggunaan topikal Herpes genitalis :
sintesis DNA 30 % 2 baik lokal maupun menyebabkan iritasi 5x200mg tab/hari
virus dengan cara- Dihambat 18% dengan sistemik, VZV mukosa dan rasa terbakar
makanan berat Herpes Zoster :
berkompetisi (perlu dosis lebih sementara. Oral
- Waktu paruh 2,5-3 jam 4x400mg/Thar
dengan 2’- tinggi pada VZV) menyebabkan mual, diare,
deoksiguanosin - 9-33% berikatan dengan ruam, sakit kepala,
trifosfat protein plasma inefisiensi Arenal dan
- Ekskresi melalui renal
neurotoksisitas (jarang)
(60-90%)
Valasiklovi Sama dengan - Bioavailabilitas oral Infeksi virus Herpes Sama dengan asiklovir Herpes Genital:
r asiklovir 54% Simpleks, VVZ dan 2x500mg tab (10
- Waktu paruh 2-3 jam profilaksis untuk hari)
- Eksresi sebagai penyakit oleh
asiklovir, 1% di urin Herpes zoster: 3x2
CMV.
tab 500 mg (7 hari)

Gansiklovir Sama dengan - Bioavailabilitas oral Infeksi CMV Mielosupresi, Induksi: IV


, asiklovir hanya <10% terutama pada neutropenia, 10mg/kgBB/hari
Valgansikl berbeda pada - Meningkat 20% dengan retinitis pada pasien trombositopenia. setiap 12 jam.
ovir, rantai asikliknya makanan immunocompromis
Pensiklovir saja - Waktu paruh 12 jam ed.
- Eksresi Renal >90%

7
Maintenance:
peroral 3000
mg/hari 3-4 kali
Famsiklovi - Prodrug - Bioavailabilitas oral 65- HSV-1 dan 2 serta Sakit kepala, diare, mual, PO : 750 mg/hari
r pensiklovir 77% VZV urtikaria dan ruam (250 mg tab
- Dirubah melalui - Waktu paruh 2 jam terutama pada pasien usia 3xsehari) dan 1500
hidrolisis dan - Ekskresi Arenal 70% lanjut mg/hari (500 mg/8
kerjanya seperti jam)
pensiklovir. Jadi
sama seperi
asiklovir
Foskarnet Analog organik - Bioavalibitas oral 9- Retinitis CMV pada Nefrotoksisitas dan IV 2x90
dari pirofosfat 17% pasien AIDS, hiperkalsemia simtomatik. mg/kgBB/12 jam
anorganik dan - Waktu paruh 4-8 jam infeksi herpes Nekrosis tubuler akut, selama 1,5-2 jam
bekerja dengan - Ekskresi Arenal >80% mukokutan yang glomerulopati, diabetes untuk retinitis
menghambat resisten terhadap insipidur nefrogenik dan CMV.
proses asiklovir serta nefritis interstisial. Sakit Maintenancenya
pemanjangan infeksi HSV dan kepala, iritabilitas, kejang dan utak terapi HSV
template primer VZV pada pasien dan halusinasi. Ruam 120 mg/kg/hari
immunocompromis kulit, demam, mual
ed. muntah, anemia,
leukopenia, gangguan faal
hati, perubahan EKG dan
tromboflebitis

Idoksuridin Hambat sintesis HSV keratitis Nyeri, pruritus, inflamasi, Topikal tetes mata
DNA virus dan edema mata atau kelopak (0,1%)
bergabung ke mata.
DNA virus dan
seluler

8
Trifluridin Menghambat HSV keratitis Rasa tidak nyaman saat Tetes mata topikal
timidilat sintetase penetesan obat dan edema 1%
secara ireversibel palpebra
Brivudin Penghambat Infeksi HSV-1 dan 125mg/hari/Kali
kompetitif DNA VZV
polimerase virus
Sidofovir Hambat sintesis - Bioavailabitas oral <5% CMV retinitis pada Nefrotoksisitas, rasa IV 5 mg/kgBB
DNA virus AIDS. Infeksi HSV terbakar, nyeri dan setiap 2 minggu
dengan - Waktu paruh 2-3 jam resisten asiklovir, pruritus kemudian 5
memperlambat - Eksresi Arenal >80% herpes genitalia mg/kgBB setiap 2
dan menghentikan rekuren minggu diikuti
perpanjangan hidrasi yang cukup
rantai dan probenesid

Antivirus untuk Influenza


Amantadin Bekerja pada - Bioavailabilitas oral Pencegahan dan Kegelisahan, kesulitan 200mg/hari 2x100
dan protein M2 virus. 50-90% terapi awal infeksi berkonsentrasi, insomnia, mg kapsul.
Rimantadin - Waktu paruh 12-18 jam virus influenza A dan kehilangan nafsu Rimantadin
makan 300mg/hari
2x150mg/hari

Inhibitor Inhibitor reseptor - Bioavailabilitas oral : Terapi dan Gejala saluran napas atas Inhalasi 20 mg/hari
neuroamida permukaan virus <5% pencegahan infeksi dan saluran cerna (2x5mg/12 jam)
se influenza - Waktu paruh 2,5-5 jam virus influenza A untuk zanamivir.
(oseltamivi - Ekskresi renal 100% dan B Oseltamivir per oral
r dan 150 mg/hari
zanamivir) (2x75mg kapsul/12
jam)

9
Ribavirin Analog guanosin Virus DNA dan Iritasi konjungtiva ringan, Peroral 800-1200
mengganggu awal RNA khususnya ruam, Mengi sementara. mg/hari tablet atau
tahap transkripsi orthomyxovirus, dalam bentuk
virus paramyxovirus dan aeorso (larutan
arenavirus 20mg/ml)

Anti Non Retrovirus HBV dan HCV


Lamivudin Menghentikan Bioavailabilitas oral Infeksi HBV (wild- Fatigue, sakit kepala, dan Dosis : 100 mg/hari
sintesis DNA, lamivudin adalah 80%. type dan precore mual. Peningkatan kadar (dewasa). 1
secara kompetitif Cmax tercapai dalam variants) ALT dan AST dapat mg/kgBB yang
menghambat 0,5-1,5 jam setelah terjadi pada 30-40% perlu ditingkatkan
polimerase virus pemberian dosis. Waktu pasien. hingga 100 mg/hari
(reverse paruh nya sekitar 9 jam (anak).
transcriptase) dan 70% dosis
diekskresikan dalam Sediaan :
bentuk utuh di urin. Tablet salut selaput
Sekitar 5% lamivudin 100 mg
dimetabolisme menjadi
tidak aktif.
Adefovir Bioavailabilitas 50%. HBV, HIV, Herpes, Peningkatan kreatinin Dosis :
Menghambat
Waktu paruh eliminasi dan retrovirus lain serum > 0,5 mg/dL di atas Dewasa di atas 18
replikasi HBV
setelah pemberian oral baseline pada 13% pasien tahun 10 mg/hari
sangat kuat yang
adefovir dipivoxil
bekerja tidak
sekitar 5-7 jam. Adefovir Sediaan :
hanya sebagai
dieliminasi dalam Tablet 10 mg
DNA Chain
keadaan tidak berubah
Terminator
oleh ginjal melalui
namun diduga
sekresi tubulus aktif
juga
meningkatkan
aktifitas sel NK
dan menginduksi
produksi

10
interferon
endogen
Entekavir Kompetitor Diabsorbsi baik melalui Infeksi HBV Sakit kepala, infeksi Dosis :
substrat natural oral. Cmax tercapai saluran nafas atas, batuk, 0,5 mg/hari dalam
(deoksiguanosin antara 0,5-1,5 jam nasofaringitis, fatigue, keadaan perut
trifosfat) serta setelah pemberian, pusing, nyeri abdomen kosng per oral.
menghambat tergantung dosis. T ½ atas, dan mual
HBV polimerase. nya pada pasien dengan Sediaan :
fungsi ginjal normal Tablet 0,5 mg, 1 mg
adalah 77-149 jam,
Dieliminasi terutama
lewat filtrasi glomerulus
dan sekresi tubulus.
Interferon Setelah diinjeksi melalui Infeksi kronik Flu-like symptoms, Dosis :
Mengaktivasi IM atau SC, absorbsi HBV, infeksi fatigue, leukopenia, dan HBV (Dewasa 5
jalur transduksi mencapai 80%. Kadar kronik HCV, depresi, anoreksia, rambut MU/hari atau 10
sinyal JAK-STAT plasma puncak dicapai Sarkoma Kaposi rontok, gangguan mood, MU/hari. Anak 6
yang seteelah 4-8 jam dan pasien HIV, dan iritabilitas MU/M2 tiga
menyebabkan kembali ke awal setelah beberapa tipe kali/minggu selama
translokasi inti 18-36 jam. Setelah malignansi dan 4-6 bulan)
kompleks protein pemberian intravena, Mulitple Sclerosis HCV (3 MU
selular yang konsentrasi plasma subkutan selama 3
berikatan dengan puncak dicapai dalam 30 kali/minggu)
interferon spesific menit.
response element. HIV (3 MU 3
kali/minggu)
NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NRTI)
Zidovudin Menghambat Bioavailabilitas : 60%; Infeksi HIV, dalam Anemia, neutropenia, Konsentrasi Caps 100 mg, tab
enzim reverse efek makanan pada AUC kombinasi dengan sakit kepala, mual. obat aktif 300 mg, sirup 5
transcriptase : ↓ 24% (tinggi lemak); anti-HIV lainnya menurun mg/5ml
virus, setelah t½ : 0,8-0,9 jam; t½ (seperti lamivudine jika
gugus trifosfat : 3-4 jam; ikatan dan abakavir). bersamaan Dosis : 600 mg/hari
azidotimidin protein plasma : 20-38%

11
(AZT) pada dengan
zidovudine Ribavirin.
mengalami
fosforilasi.
Didanosin Bekerja pada HIV Bioavailabilitas : 40%; Infeksi HIV, Diare, pankreatitis, - Tab & caps salut
RT dengan cara efek makanan pada AUC terutama infeksi neuropati perifer. enterik.
menghentikan : ↓ 50% (keasaman); t½ : HIV tingkat lanjut,
pembentukan 1 jam; t½ trifosfat : 8-24 dalam kombinasi Dosis : 400 mg/hari,
rantai DNA virus. jam; ikatan protein dengan anti-HIV dosis tunggal atau
plasma : < 5% lainnya. terbagi.
Stavudin Bekerja pada HIV Bioavailabilitas : 80- Infeksi HIV, Neuropati perifer, asidosis Konsentrasi Caps 40 mg
RT dengan cara 90%; efek makanan pada terutama infeksi laktat, peningkatan enzim obat aktif
menghentikan AUC : ↔; t½ : 1,4 jam; HIV tingkat lanjut, transaminase sementara, menurun Dosis : 2 x 40
pembentukan t½ trifosfat : 3,5 jam; dalam kombinasi sakit kepala, mual, ruam. jika mg/hari
rantai DNA virus. ikatan protein plasma : > dengan anti-HIV bersamaan
5% lainnya. dengan
Ribavirin.
Lamivudin Bekerja pada HIV Bioavailabilitas : 80%; Infeksi HIV dan - Asidosis laktat, - Tab 150 mg, 300
RT dan HBV RT efek makanan pada AUC HBV, untuk infeksi hepatomegali, steatosis, mg
dengan cara : ↔; t½ : 5-7 jam; t½ HIV, dalam sakit kepala, mual.
menghentikan trifosfat : 12 jam; ikatan kombinasi dengan Dosis : 300 mg/hari
pembentukan protein plasma : < 35% anti HIV lainnya
rantai DNA virus. (seperti zidovudin
dan abakavir).
Abakavir Bekerja pada HIV Bioavailabilitas : > 70%; Infeksi HIV, dalam - Mual, muntah, diare, - Tab 200 mg
RT dengan cara efek makanan pada AUC kombinasi dengan reaksi hipersensitif
menghentikan : ↔; t½ : 0,8-1,5 jam; t½ anti-HIV lainnya (demam, malaise, ruam), Dosis : 600 mg/hari
pembentukan trifosfat : 3 jam; ikatan seperti zidovudin gangguan gastrointestinal.
rantai DNA virus. protein plasma : > 80% dan lamivudine.
Emtrisitabi Obat ini diubah Bioavailabilitas : 93%; Infeksi HIV dan - Nyeri abdomen dengan - Caps 200 mg
n menjadi trifosfat efek makanan pada AUC HBV. rasa keram, diare,
oleh enzim : ↓ 29%; t½ : 10 jam; kelemahan otot, sakit Dosis : 200 mg/hari,
selular. kepala, lipodistrofi, mual, dosis tunggal

12
Mekanisme kerja ikatan protein plasma : < rinitis, pruritis, mual,
selanjutnya sama 4% reaksi alergi, asidosis
dengan laktat, mimpi buruk,
Lamivudin. parestesia, pneumonia,
steatosis hati.
NUCLEOTIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NtRTI)
Tenofovir Bekerja pada HIV Bioavailabilitas : 25% Infeksi HIV dalam - Mual, muntah, flatulens, - Tab 300 mg.
Disoproksil RT (dan HBV RT) pada keadaan puasa, kombinasi dengan diare.
Fumarat dengan cara 35% jika bersama efavirenz; tidak Dosis : 300 mg/hari,
menghentikan makanan tinggi lemak; boleh dosis tunggal.
pembentukan t½ : 12-14,4 jam; ikatan dikombinasikan
rantai DNA virus. protein plasma : < 7,2% dengan lamivudine
dan abacavir.
NON-NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NNRTI)
Nevirapin Bekerja pada situs Bioavailabilitas : 90%; Infeksi HIV-1, - Ruam, demam, fatigue, - Tab 200 mg
alosterik tempat t½ : 25-30 jam; ikatan dalam kombinasi sakit kepala, somnolens,
ikatan non- protein plasma : 60% dengan anti_HIV mual, peningkatan enzim Dosis : 200 mg/hari
substrat HIV-1 lainnya, terutama hati. selama 2 minggu
RT. NRTI. awal, lalu 400 mg/
hari
Efavirenz Sama dengan Bioavailabilitas : 50%; Infeksi HIV-1, - Sakit kepala, pusing, indinavir, Tab 600 mg
nevirapine. t½ : 40-50 jam; ikatan dalam kombinasi mimpi buruk, sulit lopinavir,
protein plasma : 99% dengan anti_HIV berkonsentrasi, ruam. sakuinavir, Dosis : 600 mg/hari
lainnya, terutama dan sebelum tidur.
NRTI dan NtRTI. amprenavir,
ritonavir
dan
nelfinavir
sebanyak
20%.
PROTEASE INHIBITOR (PI)

13
Ritonavir Berikatan dengan Bioavailabilitas : 65- Infeksi HIV, dalam Px dengan obat Mual, muntah, diare. antiaritmia, Caps 100 mg
situs aktif HIV- 75%; t½ : 3-5 jam; ikatan kombinasi dengan antiaritmia, hipnotik-
protease. protein plasma : 98-99% anti-HIV lainnya. hipnotik- sedatif, Dosis : 2 x 600
sedatif, derivat derivat mg/hari bersama
ergod, sisaprid, ergod, makanan
lovastatin, sisaprid,
simvastatin, lovastatin,
rifampin. simvastatin,
rifampin.
Lopinavir Berikatan dengan Bioavailabilitas : ?; t½ : Infeksi HIV, dalam Sama dengan Mual, muntah, Sama Caps kombinasi
situs aktif HIV- 6-8 jam; ikatan protein kombinasi dengan ritonavir peningkatan kadar dengan (133,3 mg lopinavir
protease. plasma : 98-99% anti-HIV lain karena kolesterol dan trigliserida, ritonavir + 33,3 mg ritonavir)
seperti NRTI. kombinasi. peningkatan ᵧ-GT. karena Dosis : 2 x 3
kombinasi. caps/hari
bersamaan dengan
makanan.
VIRAL ENTRY INHIBITOR
Enfuvirtid Menghambat Bioavailabilitas : 89%; Terapi infeksi HIV- Nyeri, eritema, pruritus,
masuknya HIV-1 t½ : 3,8 jam; ikatan 1 dalam kombinasi iritasi, nodul/kista,
ke dalam sel protein plasma : 92% dengan anti-HIV eosinophilia, pneumonia
dengan cara lainnya. bacterial.
menghambat fusi
virus ke membran
sel.

Anjuran pemilihan obat ARV Lini Pertama : 2 NRTI + 1 NNRTI


Anjuran pemilihan obat ARV Lini Kedua : 2 NRTI + boosted PI

14
BAB III
P-TREATMENT

3.1. Kasus
Tn. Antonio 40 tahun, datang dengan keluhan terdapatnya bintil-bintil kemerahan
pada perut sebelah kiri semenjak 5 hari sebelum datang ke rumah sakit. Awalnya pasien
merasa tidak enak pada daerah perutnya, disertai dengan rasa mengganjal pada ketiak,
serta nyeri tulang dan otot. Kemudian timbul bintil-bintil yang semakin lama semakin
banyak, biasanya menggerombol dan terdapat cairan jernih didalamnya. Pasien merasa
gatal dan nyeri yang hilang timbul pada saat mandi pasien merasa nyeri yang dirasakan
lebih kuat. Semakin lama bintil-bintil yang ada pada pasien semakin banyak dan semakin
melebar. Kejadian ini merupakan kejadian pertama kali bagi pasien. Pasien merupakan
driver ojek-online dan beberapa minggu ini sibuk mengejar setoran untuk membeli HP
baru untuk anaknya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, ditemukan
vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematus, polimorf, unilateral, nyeri dan gatal
(+). Pasien tidak ada riwayat alergi, ulkus, diabetes, maupun hipertensi.
3.2. P-Treatment
3.2.1 Langkah 1 : Menentukan masalah pasien
 Masalah utama : Rasa terbakar
 Diagnosis : Herpes Zoster
3.2.2. Langkah 2 : Menentukan tujuan terapi
 Menghentikan infeksi virus Varicella Zoster
 Menghilangkan gejala nyeri yang dialami
3.2.3. Langkah 3 : Pemilihan Terapi Farmakologis
 Pemberian antivirus : Acyclovir atau Valacyclovir
 Pemberian analgetik : Asam Mefenamat, Ibuprofen, atau Diclofenac
 Terapi non farmako masuk di dalam edukasi

15
ANTIVIRUS :
Golongan
No Efikasi Suitability Safety Cost
Obat
1. Acyclovir ++ + ++ +
Farmakodinamik: Indikasi : ESO : ZOVIRAX
Acyclovir Untuk Varisela Sakit kepala, TABLET
merupakan analog 2- dan Herpes pusing, mual, Tab 200 mg 5
deoksiguanosin. Zoster 800 mg muntah, x5=
Acyclovir adalah 5x/hari diberikan diare, nyeri Rp 198.000
suatu prodrug yang tiap 4 jam tanpa perut, (MIMS
baru memiliki efek dosis malam. pruritus, Referensi
antivirus setelah Lanjutkan terapi ruam kulit Obat, 2017)
dimetabolisme selama 7 hari termasuk
menjadi acyclovir fotosensitivit
triphospat (Louisa & KI : as, kelelahan
Setiabudy, 2012) Hiversensitivitas menyeluruh,
terhadap demam.
Acyclovir atau
Valacyclovir
2. Valacyclovir ++ +++ + ++
Farmakodinamik: Indikasi: ESO: VALTREX
Sama dengan Pasien dewasa Sakit kepala Tablet salut
Acyclovir (Louisa & dengan dengan dan mual. selaput 500
Setiabudy, 2012) Herpes Zozter Insufisiensi mg x 7 x 6 =
1000 mg 3x/hari ginjal, Rp 656.000
selama 7 hari anemia (MIMS
hemolitik Referensi
KI: mikroangiop Obat, 2017)
Hipersensitivitas ati dan
terhadap trombositope
valasiklovir, nia pada
asiklovir, atau pasien
salah satu dengan

16
komponen obat gangguan
ini. sistem imun
berat yang
mendapat
terapi dengan
dosis tinggi
dan jangka
lama
3. Valacyclovir +++ +++ +++ +++
Farmakodinamik: Indikasi : ESO: ZOSTAVIR
Sama dengan Untuk pasien Sakit kepala Tablet 500 mg
Acyclovir (Louisa & dewasa Herpes ringan, mual, 5 x 10 = Rp.
Setiabudy, 2012) Zoster 1000 mg insufisiensi 612.500
3x/hari selama 7 ginjal (MIMS
hari Referensi
Obat, 2017)
KI :
Hipersensitivitas
terhadap
valacyclovir atau
acyclovir

ANALGETIK :
Golongan
No Efikasi Suitability Safety Cost
Obat
1. Asam ++ +++ +++ +++
Mefenamat Farmakodinamik: Indikasi : ESO : MEFINAL
Mekanisme kerja Nyeri pada Gangguan Kapsul 250
berhubungan dengan rematik akut dan dan mg x 10 x 10
sistem biosintesis kronis, luka perdarahan (RP 46.000)
prostaglandin. jaringan lunak, GI, tuak (MIMS
Golongan obat ini pegal otot dan peptik Referensi
menghambat enzim sendi, dismenore, Obat, 2017)

17
siklooksigenase sakit kepala, gigi,
sehingga konversi nyeri pasca
asam arakidonat bedah
menjadi Dewasa awal 500
prostaglandin mg, kemudian
terganggu. 250 mg/6 jam

KI :
Tukak petik atau
usus, gangguan
ginjal atau hati
2. Ibuprofen ++ ++ ++ ++
Farmakodinamik: Indikasi: ESO: ARFEN
Sama seperti plat Nyeri ringan Mual, Kaplet 400
NSAID lainnya hingga sedang, muntah, mg x 10 x 10
nyeri pasca op, diare, =
penyakit konstipasi, Rp 86.600
reumatoid dan nyeri (MIMS
nyeri otot abdomen Referensi
Dewasa 400 mg atau rasa Obat, 2017)
3-4x/ hari panas
terbakar
KI: sementara
Tukak peptik. pada
Pasien yang lambung,
mengalami gejala ruam kulit,
asma, rinitis atau bronkospasm
urtikaria jika e atau
menggunakan trombositope
aspirin atau nia
OAINS lain.
Hamil trimester
3.

18
3. Diclofenac ++ ++ + +
Farmakodinamik: Indikasi : ESO: VOLTAREN
Sama seperti obat Inflamasi dan Sakit kepala, 50 EC
NSAID lainnya. bentuk dengeratif pusing, Tablet 50 mg
dari reumatik, vertigo, 5 x 10 = Rp.
AR, spondilitis gangguan 205.640
ankilosa, OA dan pada GI. (MIMS
spondiloartritis. Peningkatan Referensi
Nyeri pada transaminase. Obat, 2017)
kolumna
vertebra. Non
artikular
reumatik,
serangan akut
gout.
Dewasa 50 mg 2-
3x/hari

KI :
Hipersensitivitas
terhadap
diclofenac Na.
Ulkus gaster atau
usus aktif,
perdarahan atau
perforasi. Gagal
jantung, ginjal
dan jantung
parah. Aspirin
atau asma yang
diinduksi NSAID
lainnya, urtikaria

19
atau rinitis akut.
Pengobatan nyeri
perioperatif
dalam setting
operasi CABG.
Kehamilan
trimester akhir.
Laktasi.

3.2.4. Langkah 4 : Pemberian Terapi


Zostavir memiliki sediaan obat tablet 500 mg dengan dosis 3x2 tablet setiap hari
selama 7 hari. Mefinal memiliki sediaan obat kapsul 250 mg dengan dosis 3x2 kapsul
setiap hari selama 7 hari . Peresepan obat untuk kasus diatas adalah seperti berikut :

dr. Ozzy Mukti Yunandar


Klinik Hidup Sejahtera
SIP. 13121000125
Samarinda, 12 Juli 2018

R/ Zostavir 500 mg tab No. XLII


S 3 dd tab II
R/ Mefinal 250 mg kaps No. XLII

S 3 dd kaps II

Pro : Tn. Antonio (40 Tahun)

3.2.5. Langkah 5 : Komunikasi dan Edukasi Pasien


a) Kuratif
 Pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi
 Menjelaskan kepada pasien tentang penggunaan obat yang diberikan.
b) Rehabilitatif
 Pasien disarankan istirahat yang cukup dan mengonsumsi makanan yang bergizi
seimbang

20
 Pasien disarankan untuk mengikuti saran dan nasihat dokter.
Informasi Terapi :

 Zostavir (Anti virus) tablet 500 mg diberikan sebanyak 3x2 sehari selama 7 hari
secara oral.
 Mefinal (Anti nyeri) kapsul 250 mg diberikan sebanyak 3x2 sehari selama 7 hari
secara oral

3.2.6. Langkah 6 : Monitoring dan Evaluasi Pengobatan Pasien


1. Pasien diminta untuk datang kembali saat obatnya akan habis (hari ke-6 atau ke-
7)
2. Mengevaluasi kepatuhan pasien meminum obat.
3. Mengevaluasi keberhasilan terapi dan efek samping obat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. PMK No 87 tahun 2014: Pedoman pengobatan antiretroviral. Jakarta.


2014.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


Konsil Kedokteran Indonesia.

Louisa, M., & Setiabudy, R. (2012). Antivirus. dalam Farmakologi dan Terapi (hal. 638-
663). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

MIMS Referensi Obat. (2017). Jakarta: Buana Ilmu Populer.

Pusponegoro, E. (2015). Herpes Zoster. dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-
7 (hal. 121-124). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai