Anda di halaman 1dari 26

PR JURNAL READING RESUSITASI PENGENDALIAN CEDERA

Disusun Oleh:
Fernanda Ayu Rahmatika G99172077

Pembimbing:
Bara Adithya, dr., Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET – RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2019
1. ASAM TRANEKSAMAT
Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat, yang mempunyai indikasi
dan mekanisme kerja yang sama dengan asam aminokaproat tetapi 10 kali lebih potent
dengan efek samping yang lebih ringan.
a. Farmakokinetik :
Asam traneksamat cepat diabsorbsi dari saluran cerna. Sampai 40% dari satu dosis oral
dan 90% dari satu dosis IV yang diekskresikan melalui urin dalam 24 jam. Obat ini
dapat melalui sawar uri

b. Cara Kerja Obat:


Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Asam traneksamat merupakan competitive
inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan
menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu
asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat
fibrinolisis yang berlebihan. Mekanisme kerja dari asam traneksamat terutama dengan
menghambat ikatan plasminogen dan plasmin pada fibrin, sehingga mencegah
terjadinya lisis bekuan fibrin. Dugaan akan adanya fibrinolisis yang berlebihan dapat
didasarkan pada hasil laboratorium berupa PT dan APTT yang memanjang atau kadar
plaminogen yang menurun.

c. Indikasi:
 Mengatasi hematuria yang berasal dari kansung kemih, prostat, atau urethra

 Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma


tertentu, komplikasi pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai
prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi
serviks.
 Sebagai antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan
urokinase yang merupakan aktivator plaminogen
 Untuk pasien hemofilia sebelum dan sesudah
pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.
d. Kontraindikasi :
 Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
 Penderita perdarahan subarakhnoid.
 Penderita dengan riwayat tromboembolik.
 Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.
 Penderita buta warna.

e. Dosis:
Dosis yang dianjurkan 0,5 -1 gr, diberikan 2-3 kali sehari secara IV lambat sekurang-
kurangnya dalam waktu 5 menit. Cara pemberian lain per oral, dosis 15 mg/kgBB
diikuti dengan 30 mg/kgBB tiap 6 jam. Pada pasien gagal ginjal dosis dikurangi.
Pemberian pada keadaan lain :
 Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-
pelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai
pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis).
Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari
selama 7 hari.
 Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia : Sesaat sebelum
operasi : 10 mg/kgBB (IV). Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama
2-8 hari. (pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan
terapi parenteral 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali)

f. Peringatan dan Perhatian :


 Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi
ginjal karena risiko akumulasi.
 Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.
 Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
 Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.
 Hati-hati pemberian pada anak-anak.

g. Efek Samping:
 Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah,
diare) gejala ini akan hilang bila dosis dikurangi.
 Dapat menyebabkan pruritus, eritema, ruam kulit
 Hipotensi jarang terjadi.
 Efek samping yang paling berbahaya adalah trombosis umum

h. Sediaan:
Asam Traneksamat tersedia dalam bentuk tablet dan larutan injeksi.
Tablet: Asam Traneksamat 500 mg dan 600 mg.
Larutan injeksi: 100 mg/ml.

2. Massive Transfusion Protocols (MTP)


a. Definisi
Massive Transfusion (MT) didefinisikan sebagai penggantian total volum darah
tubuh dalam waktu kurang dari 24 jam atau penggantian lebih dari 50% volum darah
dalam waktu 3-4 jam. Namun, studi paling banyak menyebutkan bahwa transfusi 10
unit atau lebih PRBC dalam 24 jam didefinisikan sebagai kriteria transfusi masif.2
Definisi lainnya, kehilangan darah 150 ml/menit, kehilangan 1,5 ml/kgBB/menit dalam
20 menit dan kehilangan darah dengan cepat dan berat dimana dibutuhkan penggantian
sel darah merah dan volum cairan melampaui mekanisme kompensasi tubuh. Tiga
definisi umum MT pada pasien dewasa adalah:
i. transfusi unit ≥10 sel darah merah (RBC), yang mendekati total volume darah
(TBV) (Tabel 1) dari rata-rata pasien dewasa, dalam 24 jam,
ii. transfusi 4 unit RBC dalam 1 jam dengan antisipasi kebutuhan berkelanjutan untuk
dukungan produk darah, dan
iii. penggantian 50% dari TBV dengan produk darah dalam 3 jam.
Sedangkan definisi MT pada pasien anak, yaitu:
i. transfusi .100% TBV dalam 24 jam,
ii. dukungan transfusi untuk menggantikan perdarahan yang sedang berlangsung dari
10% TBV min21,
iii. penggantian 0,5% TBV oleh produk darah dalam 3 jam.
Gambar 1. EVB pada dewasa dan anak-anak
Situasi transfusi masif dibagi menjadi dua, yaitu: 1) yang diantisipasi, misalnya
operasi elektif dengan kemungkinan kehilangan darah dalam jumlah banyak seperti re-
do operasi jantung dan transplantasi hepar, dimana biasanya diantisipasi oleh operator,
ahli anestesi, hematologis, dan unit transfusi darah sudah menyediakan produk darah
yang sesuai; 2) tidak diantisipasi, misalnya perdarahan masif yang terjadi diluar dugaan
pada operasi elektif dan membutuhkan transfusi masif sedangkan produk darah tidak
dapat tersedia segera. Pada kedua situasi di atas, yang dilakukan: pengenalan dini
kehilangan darah secara masif, resusitasi untuk mencegah syok dan hipoksia jaringan,
serta transfusi darah.

b. Prioritas resusitasi pada perdarahan masif


1) Penggantian volum darah
Resusitasi cairan dengan kristaloid atau koloid penting untuk menjaga volum
intravaskuler. Tujuh puluh persen kehilangan sel darah merah bersamaan dengan
rendahnya Hb (hemoglobin) dapat ditoleransi jika volum intravaskuler terjaga.
Kemampuan tubuh untuk mengkompensasi terbatas sampai 30% kehilangan volum
darah, dimana setelahnya akan terjadi syok hipovolemik. Volum yang berlebih
akibat cairan kristaloid atau koloid dapat berefek pada hemostasis (misal
hemodilusi).
2) Menjaga oksigenasi jaringan
Oksigenasi jaringan membutuhkan adekuatnya Hb yang bersirkulasi, kemampuan
meningkatkan cardiac output, dan adekuatnya pengangkutan oksigen. Umumnya,
anemia dapat ditoleransi selama status cairan normovolemia dan ada kompensasi
meningkatkan cardiac output. Tiga puluh persen kehilangan volum darah merupakan
level kritis dimana sel darah merah harus diganti.
3) Hemostasis tercapai
Prioritas paling utama adalah kontrol perdarahan. Perdarahan tindakan bedah harus
diatasi dan koagulopati terkoreksi.

c. Komponen darah
1) Whole Blood
Secara umum untuk transfusi sel darah merah, pada sebagian besar negara, whole
blood sudah tidak digunakan secara rutin. Sel darah merah harus kompatibel ABO
dan Rh. Fresh whole blood (umur <24 jam) yang tidak didinginkan berisi fresh red
cells, faktor koagulan fungsional dan platelet, serta mempunyai tekanan onkotik
koloid yang sesuai. Dipertimbangkan diberikan pada perdarahan tidak terkontrol
disertai kehilangan 1,5-2 kali volum darah dan telah tergantikan dengan produk
darah. Keuntungan penghantar oksigen fungsional, ekspansi volum darah secara
cepat, simultan dengan agen hemostatik yang intak dan tidak berefek hipotermia
2) PRC
PRC digunakan untuk mengoptimalkan penghantaran oksigen dan meminimalkan
efek samping. PRC reduksi lekosit direkomendasikan, dimana dapat mengurangi
kerusakan organ yang dimediasi sitokin, yang merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada transfusi masif.
3) Platelet
Jumlah platelet diatas 100.000 masih terdapat hemostrasis yang adekuat. Hemostasis
menjadi sulit jika jumlahnya dibawah 80.000, dimana terjadi setelah penggantian
1,5-2 kali volum darah dengan PRC. Pada transfusi masif terjadi konsumsi platelet
yang cepat dan transfusi platelet yang berulang akan dibutuhkan. Platelet sebaiknya
segar (< 3 hari penyimpanan) untuk memaksimalkan kualitas platelet dan
meningkatkan hemostatis. Pada perdarahan aktif, platelet ditransfusikan jika kadar
platelet < 50.000 atau < 100.000 pada trauma otak. Diperkirakan, 1 unit platelet
apheresis (sama dengan 4-8 unit platelet konsentrat) dapat meningkatkan platelet
20.000.
4) Faktor Koagulasi
Pemberian secara awal dan penggantian agresif faktor koagulasi berhubungan
dengan peningkatan survival pada pasien trauma yang membutuhkan transfusi masif.
Penggantian plasma dengan FFP dan atau cryoprecipitate direkomendasikan untuk
menjaga PT dan APTT pada kadar < 1,5 kali dibanding kontrol.
5) Plasma darah
Transfusi plasma sdigunakan untuk memperbaiki abnormalitas koagulasi spesifik.
Fresh frozen plasma (FFP), yang berisi semua faktor koagulasi termasuk fibrinogen,
sering dipakai sebagai pilihan pertama terapi hemostasis dengan transfusi masif
PRC. Waktu pemberian FFP merujuk pada hasil PT, APTT ( ambang batas 1,5 kali
normal) dan angka fibrinogen. Dosis FFP berdasar pada berat badan pasien (misal 1
unit FFP tiap 10-20 kgBB) dan cukup untuk meningkatkan faktor koagulasi di atas
nilai kritis (30%) dan untuk mengkontrol kehilangan darah. Pendekatan agresif
dengan penggantian FFP direkomendasikan untuk meminimalkan koagulopati,
membantu mengkontrol perdarahan dan mengurangi kebutuhan produk darah
lainnya.
6) Cryoprecipitate
Cryoprecipitate merupakan sumber fibrinogen (150-300 mh/unit), faktor VIII dan
von Willebrand. Dosis cryoprecipitate umumnya 2 ml/kgBB dan satu unitnya
meningkatkan fibrinogen 0,1g/L. Cryoprecipitate dapat ditransfusikan pada keadaan:
a) Awal perdarahan masif sebagai sumber fibrinogen (manajemen hipofi
brinogenemia delusional)
b) Menyertai FFP ( jika terdapat hipofi brinogenemia persisten)
c) Jika fibrinogen disproporsional rendah dibandingkan faktor lain (terjadi dengan
fibrinogenolisis)
7) Fibrinogen
Fibrinogen juga merupakan faktor koagulasi yang paling cepat mencapai tingkat
kritis pada perdarahan masif. pemberian fibrinogen concentrate lebih efektif dalam
meningkatkan kadar plasma. Rasio fibrinogen/sel darah merah yang tinggi telah
dikaitkan dengan penurunan kematian pada pasien yang terluka saat perang. Nilai
lebih dari 3 g/L dapat mengkompensasi jumlah trombosit yang rendah.
8) Agen Farmakologi
Agen prokoagulan dipertimbangkan pada transfusi masif untuk:
a) Reverse obat antikoagulan yang mungkin mengganggu koagulasi (misal
heparin)
b) Inhibisi fi brinolisis
c) Meningkatkan produksi faktor koagulasi
Oxugen-carrying blood substitutes (misal perfluorokarbon, larutan rekombinan
hemoglobin) masih dalam clinical trial. Diduga berperan dalam transfusi masif.

d. Massive Transfusion Protocols (MTP)


Terdapat tiga elemen dalam penanganan perdarahan masif, yaitu: ekspansi volum
atau penggantian dengan kristaloid dan koloid, optimalisasi oksigenasi jaringan dengan
transfusi sel darah merah, dan koreksi koagulopati. Tujuan utamanya adalah untuk
mengembalikan volum sirkulasi dan menghentikan sumber perdarahan (damage
control surgery).
Gambar 2. Massive Transfusion Protocols (MTP)

e. Monitoring MTP
Thromboelastogram (TEG) dan rotasi thromboelastometer (ROTEM) memungkinkan
evaluasi dinamis secara online dan global dari kaskade koagulasi, fungsi trombosit, dan
tingkat fibrinolisis, sehingga manajemen koagulopati dapat lebih efektif. TEG
melengkapi, bukan menggantikan data yang diperoleh dari pengujian laboratorium
standar. TEG adalah perangkat komputerisasi in vitro, yaitu mengukur sifat viskoelastik
darah dan mendokumentasikan integrasi trombosit dalam kaskade koagulasi. Variabel
yang paling umum diperoleh meliputi waktu koagulasi, waktu pembentukan bekuan,
waktu untuk lisis (dalam detik), amplitudo 10, dan sudut serta maksimal ketegasan
bekuan (dalam mm). Pengukuran dibuat di samping tempat tidur pasien.
Gambar 3. Monitoring MTP dengan TEG
f. Komplikasi MTP
Pemberian volum darah secara cepat dapat memberikan beberapa konsekuensi.
Beberapa hal akibat dari komponen dalam darah, penggunaan bahan pengawet dan
antikoagulan didalamnya, dan reaksi biokimiawi saat penyimpanannya. Komplikasi
lain tidak hanya akibat transfusi darah, namun dari transfusi volum cairan dalam waktu
yang cepat.
Gambar 4. Komplikasi Massive Transfusion Protocols (MTP)

3. Syok
a. Definisi
Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik (contoh hipotensi,
takikardia, rendahnya curah jantung [cardiac output, CO] dan oliguria) disebabkan oleh
defisit volume intravaskular, gagal pompa miokardial (syok kardiogenik), atau
vasodilatasi periferal (septik, anafilaktik, atau syok neurogenik).

b. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi syok
Jenis Syok Menurut Porth dan Matfin (2010) Menurut Timby dan Smith (2010)
Kardiogenik Terjadi ketika jantung gagal untuk Kondisi syok kardiogenik, kontraksi
memompa darah yang cukup jantung menjadi tidak efektif. Hal ini
untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan menurunkan curah jantung.
manusia. Syok kardiogenik
didefinisikan sebagai penurunan Penyebab utama syok kardiogenik
curah jantung, hipotensi, ialah infark miokard.
hipoperfusi, dan indikasi hipoksia
jaringan.

Penyebab terjadinya syok


kardiogenik diantaranya infark
miokard, aritmia berkelanjutan,
operasi jantung, serta syok
kardiogenik terjadi pada penyakit
arteri koroner atau kardiomiopati.
Oligemik Ditandai dengan berkuranganya Pada syok hipovolemik terjadi ketika
volume darah didalam pembuluh volume cairan ekstraseluler
darah. berkurang secara signifikan,
Penurunan volume darah karena terutama karena darah atau cairan
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, plasma yang berkurang.
diare, dan muntah.
Cairan di intravaskular, interstisilal,
dan intraseluler saling bergantungan.
Ketika volume di salah satu lokasi
berkurang akan mempengaruhi
volume di lokasi lainnya.

Penyebab syok hipovolemik


diantaranya saat proses operasi,
setelah melahirkan bayi, luka bakar,
asupan cairan yang kurang, dan
penyakit diabetes militus.
Obstruktif Syok obstruktif digambarkan pada Syok obstruktif terjadi jika adanya
sirkulasi syok yang terdapat gangguan pada sirkulasi dari dan
sumbatan pada aliran darah yang menuju ke hati, gangguan sirkulasi
melewati pusat sirkulasi (vena, pada volume darah yang masuk dan
jantung, paru-paru). keluar dari jantung menuju ke paru-
paru dan jaringan.
Syok obstruktif dapat disebabkan
oleh beberapa kondisi diantaranya, Penyebab syok obstruktif
pneumotoraks, dan pembedahan diantaranya peningkatan cairan atau
pada aorta yang mengalami darah di kantung perikardial
aneurisma. (temponade jantung), akumulasi
Penyebab utama terjadinya syok udara pada lapisan pleura
obstruktif ialah emboli paru-paru. (pneumotoraks), pembesaran ukuran
dari organ hati, dan pada kondisi
Hasil fisiologi utama dari syok
ascites.
obstruktif ialah peningkatan
tekanan jantung kanan akibat
gangguan pada fungsi jantung
kanan. Tanda gagal jantung kanan
ialah distensi vena jugularis dan
peningkatan CVP.
Distributif Ditandai dengan hilangnya fungsi Syok distributif terkadang biasa
tonus pada pembuluh darah, disebut dengan syok normovolemik
pembesaran pembuluh darah, serta karena jumlah cairan dala sistem
volume darah yang berpindah jauh pembuluh darah tidak berkurang,
dari jantung dan pusat sirkulasi. tetapi cairan sirkulasi tidak efektif
Hal ini akan menyebabkan untuk perfusi jaringan.
pengisian cairan pada sistem
sirkulasi menjadi tidak cukup. Karakteristik utama pada kondisi
syok distributif ialah vasodilatasi
Dua penyebab utama yang pembuluh darah. Aliran darah pusat
mengakibatkan tonus pada berkurang karena pembuluh darah
pembuluh darah menghilang perifer atau daerah interstisial
diantaranya penurunan kontrol melebihi batas normal.
pada sistem simpatis dari
vasomotor dan pelepasan zat Syok distributif dibagi menjadi 3
vasodilator secara berlebihan. jenis, yaitu syok neurogenik, syok
spetik, dan syok anafilaksis.
Pada syok distributif dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu syok
neurogenik, syok anafilaksis, dan
syok septik.

Tabel 2. Klasifikasi syok distributif


Jenis Syok Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever Timby dan Smith (2010)
(2010)
Syok Septik Syok septik disebabkan oleh infeksi Syok septik terjadi pada klien
yang meluas. dengan infeksi bakteri gram
negatif (bakteri terdapat di dalam
Infeksi meliputi infeksi darah).
intraabdominal dan infeksi luka.
Beberapa bakteri penyebab syok
Faktor risiko yang menyebabkan syok septik diantaranya Escherichia
septik ini diantaranya peningkatan coli, jenis Pseudomonas,
dalam menggunakan prosedur invasif, Staphylococcus aureus, dan
alat medis yang tertinggal di dalam Streptococcus spesies gram
tubuh, peningkatan jumlah positif.
mikroorganisme resistensi pada
antibiotik, serta faktor usia. Penyebab utama syok septik ialah
Faktor usia disebabkan karena endotoksin yang dikeluarkan oleh
penurunan fisiologis dan sistem sel-sel bakteri kemudian akan
kekebalan tubuh, faktor dilakukannya memicu respon imun, lalu
prosedur pembedahan, individu membuat pembuluh darah
dengan kekurangan gizi, berdilatasi sehingga meningkatkan
imunosupresi, individu dengan permeabilitas kapiler pembuluh
penyakit diabetes melitus, hepatitis, darah, cairan vaskular keluar ke
gagal ginjal kronis, serta gangguan ruang interstisium.
imunodefisensi.

Syok Syok anafilaktik disebabkan oleh Syok anafilaktik merupakan


Anafilaktik reaksi alergi. Ketika pasien telah reaksi alergi pada individu yang
menghasilkan antibodi terhadap sifatnya sangat sensitif terhadap
antigen, antibodi tersebut berkembang alergi.
menjadi menjadi reaksi antobodi-
antigen sistemik. Zat alergi umum diantaranya
racun lebah, ikan, kacang-
Reaksi antibodi-antigen ini akan kacangan, dan penisilin.
memicu sel mast untuk melepaskan
zat vasoaktif seperti histamin atau Respon imun tubuh terhadap zat
bradikinin. Hal ini akan asing (antigen) menyebabkan sel
menyebabkan vasodilatasi pembuluh mast yang ada di dalam jaringan
darah kapiler. ikat, bronkus, serta saluran
pencernaan untuk kemudian
melepaskan histamin.

Hasilnya akan menyebabkan


vasodilatasi,peningkatan
permeabilitas kapiler, serta
hipotensi.
Syok Pada syok neurogenik, terjadi Syok neurogenik disebabkan
Neurogenik vasodilatasi akibat dari kehilangan karena cedera pada tulang
keseimbangan antara stimulus belakang, overdosis pada opioid,
parasimpatis dengan simpatis. opiat, anastesi lainnya.
Stimulus simpatis menyebabkan otot
polos pembuluh darah berkontraksi, Jika sistem saraf simpatis
sedangkan stimulus parasimpatis terganggu, akan menyebabkan
menyebabkan otot polos pembuluh penurunan resistensi pembuluh
darah menjadi relaks atau dilatasi. darah arteri, mengalami
vasodilatasi, dan hipotensi. Darah
Stimulus parasimpatis yang terjadi yang di distribusikan kembali ke
pada syok neurogenik dapat perifer sehingga pengisian darah
menyebabkan penurunan drastis ke jantung menjadi tidak cukup,
resistensi pembuluh darah sistemik akhirnya penurunan curah
dan bradikardia. jantung.

Ketika curah jantung menurun,


perfusi juga jaringan terganggu,
akibatnya sel kekurangan oksigen
sehingga menghasilkan
Penyebab syok neurogenik metabolisme anaerobik.
diantaranya karena cedera pada saraf Kemudian menyebabkan asidosis
tulang belakang, melakukan anastesi metabolik dan terjadi peningkatan
spinal, atau mengalami kerusakan asam laktat.
pada sistem saraf.
Gambar 5. Klasifikasi syok

c. Mekanisme Terjadinya Syok


Ada 3 tahap dalam mekanisme terjadinya syok, yaitu:
1) Tahap nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan
darah. Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-
angiotensin, pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum.
Efek akhirnya adalah takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal.
Pembuluh darah jantung dan otak kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut
sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan
pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ vitalnya.
2) Tahap progresif
Jika penyebab syok yang mendasar tidak diperbaiki, syok secara tidak terduga akan
berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap,
respirasi aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan
produksi asam laktat yang berlebihan. Asidosis laktat metabolic yang
diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan menumpulkan respon vasomotor,
arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan
perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel juga
berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. Dengan hipoksia
jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan.
Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.
3) Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap
irreversible. Jejas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm,
yang semakin memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan
memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini,
klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular
akut dan meskipun dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus
terjadi hamper secara pasti menimbulkan kematian.

d. Tanda dan Gejala Syok


1) Syok hipovolemik

Gambar 6. Derajat kehilangan cairan pada syok hipovolemik

2) Syok kardiogenik
 Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan
apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
 Hipoperfusi jaringan
 Keadaan mental tertekan/depresi
 Anggota gerak teraba dingin
 Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria)
 Takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit)
 Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90-110 kali/menit
 Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
 Diaphoresis (diaforesis, diaphoretik, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspirasi)
 Distensi vena jugularis
 Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2
 Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg
 Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
3) Syok septik
Demam, takikardia, takipnea, hiperglikemia tanpa adanya penyakit diabetes melitus,
hipotensi, hipoksemia, oliguria, serta asidosis metabolik.

Gambar 7. SOFA score untuk syok sepsis


Peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis

Gambar 8. qSOFA score untuk syok sepsis

4) Syok anafilaktik
Kardiovaskuler. Hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Takikardi, aritmia, EKG
mungkin memperlihatkan perubahan iskemik. Henti jantung.
Sistem Pernapasan. Edema glottis, lidah dan saluran napas dapat menyebabkan
stridor atau obstruksi saluran napas. Bronkospasme – pada yang berat.
Gastrointestinal. Terdapat nyeri abdomen, diare atau muntah.
Hematologi. Koagulopati.
Kulit. Kemerahan, eritema, urtikaria.
5) Syok neurologik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia
atau paraplegia.

Gambar 9. Pemeriksaan fisik syok neurogenik

e. Tatalaksana Syok
1) Syok hipovolemik
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan
prinsip prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas dan
respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan
trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut.
Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan
resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan
kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan
selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu
mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien trauma agar
tidak memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil
dimiringkan ke arah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang
dapat memperburuh fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak
dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan
pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik
NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika
terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya.
Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang
dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan kristaloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka
pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah
segera.
2) Syok kardiogenik
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
a) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi
b) Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70-120 mmHg.
c) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
d) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
e) Bila mungkin pasang CVP.
f) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa:
a) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b) Ansietas, bila cemas
c) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat: dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m
f) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
g) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
h) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan,
digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
3) Syok septik
4) Syok anafilaktik
Penatalaksanaan Terapi segera terhadap reaksi yang berat : Hentikan pemberian
bahan penyebab dan minta pertolongan, Lakukan resusitasi ABC, Adrenalin sangat
bermanfaat dalam mengobati anafilaksis, juga efektif pada bronkospasme dan kolaps
kardiovaskuler.
a) A – Saluran Napas dan Adrenalin
Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%. Adrenalin. Jika akses IV
tersedia, diberikan adrenalin 1 : 10.0000, 0.5 – 1ml, dapat diulang jika perlu.
Alternatif lain dapat diberikan 0,5 – 1 mg (0,5 – 1 ml dalam larutan 1 : 1000)
secara IM diulang setiap 10 menit jika dibutuhkan.
b) B - Pernapasan Jamin pernapasan yang adekuat.
Intubasi dan ventilasi mungkin diperlukan Adrenalin akan mengatasi
bronkospasme dan edema saluran napas atas. Bronkodilator semprot (misalnya
salbutamol 5 mg) atau aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme
refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).
c) C - Sirkulasi Akses sirkulasi.
Mulai CPR jika terjadi henti jantung. Adrenalin merupakan terapi yang paling
efektif untuk hipotensi berat. Pasang 1 atau dua kanula IV berukuran besar dan
secepatnya memberikan infus saline normal. Koloid dapat digunakan (kecuali jika
diperkirakan sebagai sumber reaksi anafilaksis). Aliran balik vena dapat dibantu
dengan mengangkat kaki pasien atau memiringkan posisi pasien sehingga kepala
lebih rendah. Jika hemodinamik pasien tetap tidak stabil setelah pemberian
cairan dan adrenalin, beri dosis adrenalin atau infus intravena lanjutan (5 mg
dalam 50 ml saline atau dekstrose 5% melalui syringe pump, atau 5 mg dalam
500 ml saline atau dekstrose 5% yang diberikan dengan infus lambat). Bolus
adrenalin intravena yang tidak terkontrol dapat membahayakan, yaitu kenaikan
tekanan yang tiba-tiba dan aritmia. Berikan obat tersebut secara berhati-hati,
amati respon dan ulangi jika diperlukan. Coba lakukan monitor EKG, tekanan
darah dan pulse oximtry.
5) Syok neurologik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip A(airway) -
B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan beberapa
tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap baik (life
support), diantaranya:
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi.
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik,agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
 Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
 Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer.

4. Target Early and Late Resuscitation


DAFTAR PUSTAKA

1. Porth CM, Martfin G. (2009). Pathophysiology concepts of altered health states.


China: Lippincott Company.
2. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. (2010). Brunner & suddarth’s:
Textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. China: Wolters Kluwer Health,
Lippincott Williams & Wilkins
3. Timby BK, Smith NE. (2010). Introductory medica-surgical nursing, 10th edition.
China: Lippincott Williams & Wilkins
4. Sampurna B, Purwadianto A. 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta: BinampaAksara. Hal
49-60
5. Kolecki P, Menckhoff CR, Dire DJ, Talavera F, Kazzi AA, Halamka JD, et al.
Hypovolemic Shock Treatment & Management 2013: Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/760145- treatment.
6. Pham HP and Shaz BH. (2013). Update on massive transfusion. British Journal of
Anaesthesia 111 (S1): i71–i82
7. Hsu YS, Haas T, Cushing MM. (2016). Massive transfusion protocols: current best
practice. International Journal of Clinical Transfusion Medicine. 4: 15–27
8. Anggraini D, Fitriani C, Pratomo BY. (2015). Manajemen dan Komplikasi Transfusi
Masif. Jurnal Komplikasi Anestesi. Vol 3 (1).
9. Rhodes A, Evans L, Alhazzani W, et al. (2017). Surviving sepsis campaign : Inter-
national Guidelines for Management for Sepsis and Septic Shock : 2016. Society of
Critical Care Medicine and Wolters Kluwer Health. 45: 6-8.
10. Dellinger RP, Schorr CA, Levy MM. A users’ guide to the 2016 surviving sepsis
guidelines, Society of Critical Care Medicine and Wolter Kluwer Health. 2017; 2.
11. Wilson WC, Grande CM, Hoyt DB. 2007. Trauma Emergency Resuscitation
Perioperative Anesthesia Surgical Management volume 1. USA: Informa Healthcare
USA.

Anda mungkin juga menyukai