Disusun Oleh:
Fernanda Ayu Rahmatika G99172077
Pembimbing:
Bara Adithya, dr., Sp.An
c. Indikasi:
Mengatasi hematuria yang berasal dari kansung kemih, prostat, atau urethra
e. Dosis:
Dosis yang dianjurkan 0,5 -1 gr, diberikan 2-3 kali sehari secara IV lambat sekurang-
kurangnya dalam waktu 5 menit. Cara pemberian lain per oral, dosis 15 mg/kgBB
diikuti dengan 30 mg/kgBB tiap 6 jam. Pada pasien gagal ginjal dosis dikurangi.
Pemberian pada keadaan lain :
Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-
pelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai
pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis).
Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari
selama 7 hari.
Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia : Sesaat sebelum
operasi : 10 mg/kgBB (IV). Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama
2-8 hari. (pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan
terapi parenteral 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali)
g. Efek Samping:
Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah,
diare) gejala ini akan hilang bila dosis dikurangi.
Dapat menyebabkan pruritus, eritema, ruam kulit
Hipotensi jarang terjadi.
Efek samping yang paling berbahaya adalah trombosis umum
h. Sediaan:
Asam Traneksamat tersedia dalam bentuk tablet dan larutan injeksi.
Tablet: Asam Traneksamat 500 mg dan 600 mg.
Larutan injeksi: 100 mg/ml.
c. Komponen darah
1) Whole Blood
Secara umum untuk transfusi sel darah merah, pada sebagian besar negara, whole
blood sudah tidak digunakan secara rutin. Sel darah merah harus kompatibel ABO
dan Rh. Fresh whole blood (umur <24 jam) yang tidak didinginkan berisi fresh red
cells, faktor koagulan fungsional dan platelet, serta mempunyai tekanan onkotik
koloid yang sesuai. Dipertimbangkan diberikan pada perdarahan tidak terkontrol
disertai kehilangan 1,5-2 kali volum darah dan telah tergantikan dengan produk
darah. Keuntungan penghantar oksigen fungsional, ekspansi volum darah secara
cepat, simultan dengan agen hemostatik yang intak dan tidak berefek hipotermia
2) PRC
PRC digunakan untuk mengoptimalkan penghantaran oksigen dan meminimalkan
efek samping. PRC reduksi lekosit direkomendasikan, dimana dapat mengurangi
kerusakan organ yang dimediasi sitokin, yang merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada transfusi masif.
3) Platelet
Jumlah platelet diatas 100.000 masih terdapat hemostrasis yang adekuat. Hemostasis
menjadi sulit jika jumlahnya dibawah 80.000, dimana terjadi setelah penggantian
1,5-2 kali volum darah dengan PRC. Pada transfusi masif terjadi konsumsi platelet
yang cepat dan transfusi platelet yang berulang akan dibutuhkan. Platelet sebaiknya
segar (< 3 hari penyimpanan) untuk memaksimalkan kualitas platelet dan
meningkatkan hemostatis. Pada perdarahan aktif, platelet ditransfusikan jika kadar
platelet < 50.000 atau < 100.000 pada trauma otak. Diperkirakan, 1 unit platelet
apheresis (sama dengan 4-8 unit platelet konsentrat) dapat meningkatkan platelet
20.000.
4) Faktor Koagulasi
Pemberian secara awal dan penggantian agresif faktor koagulasi berhubungan
dengan peningkatan survival pada pasien trauma yang membutuhkan transfusi masif.
Penggantian plasma dengan FFP dan atau cryoprecipitate direkomendasikan untuk
menjaga PT dan APTT pada kadar < 1,5 kali dibanding kontrol.
5) Plasma darah
Transfusi plasma sdigunakan untuk memperbaiki abnormalitas koagulasi spesifik.
Fresh frozen plasma (FFP), yang berisi semua faktor koagulasi termasuk fibrinogen,
sering dipakai sebagai pilihan pertama terapi hemostasis dengan transfusi masif
PRC. Waktu pemberian FFP merujuk pada hasil PT, APTT ( ambang batas 1,5 kali
normal) dan angka fibrinogen. Dosis FFP berdasar pada berat badan pasien (misal 1
unit FFP tiap 10-20 kgBB) dan cukup untuk meningkatkan faktor koagulasi di atas
nilai kritis (30%) dan untuk mengkontrol kehilangan darah. Pendekatan agresif
dengan penggantian FFP direkomendasikan untuk meminimalkan koagulopati,
membantu mengkontrol perdarahan dan mengurangi kebutuhan produk darah
lainnya.
6) Cryoprecipitate
Cryoprecipitate merupakan sumber fibrinogen (150-300 mh/unit), faktor VIII dan
von Willebrand. Dosis cryoprecipitate umumnya 2 ml/kgBB dan satu unitnya
meningkatkan fibrinogen 0,1g/L. Cryoprecipitate dapat ditransfusikan pada keadaan:
a) Awal perdarahan masif sebagai sumber fibrinogen (manajemen hipofi
brinogenemia delusional)
b) Menyertai FFP ( jika terdapat hipofi brinogenemia persisten)
c) Jika fibrinogen disproporsional rendah dibandingkan faktor lain (terjadi dengan
fibrinogenolisis)
7) Fibrinogen
Fibrinogen juga merupakan faktor koagulasi yang paling cepat mencapai tingkat
kritis pada perdarahan masif. pemberian fibrinogen concentrate lebih efektif dalam
meningkatkan kadar plasma. Rasio fibrinogen/sel darah merah yang tinggi telah
dikaitkan dengan penurunan kematian pada pasien yang terluka saat perang. Nilai
lebih dari 3 g/L dapat mengkompensasi jumlah trombosit yang rendah.
8) Agen Farmakologi
Agen prokoagulan dipertimbangkan pada transfusi masif untuk:
a) Reverse obat antikoagulan yang mungkin mengganggu koagulasi (misal
heparin)
b) Inhibisi fi brinolisis
c) Meningkatkan produksi faktor koagulasi
Oxugen-carrying blood substitutes (misal perfluorokarbon, larutan rekombinan
hemoglobin) masih dalam clinical trial. Diduga berperan dalam transfusi masif.
e. Monitoring MTP
Thromboelastogram (TEG) dan rotasi thromboelastometer (ROTEM) memungkinkan
evaluasi dinamis secara online dan global dari kaskade koagulasi, fungsi trombosit, dan
tingkat fibrinolisis, sehingga manajemen koagulopati dapat lebih efektif. TEG
melengkapi, bukan menggantikan data yang diperoleh dari pengujian laboratorium
standar. TEG adalah perangkat komputerisasi in vitro, yaitu mengukur sifat viskoelastik
darah dan mendokumentasikan integrasi trombosit dalam kaskade koagulasi. Variabel
yang paling umum diperoleh meliputi waktu koagulasi, waktu pembentukan bekuan,
waktu untuk lisis (dalam detik), amplitudo 10, dan sudut serta maksimal ketegasan
bekuan (dalam mm). Pengukuran dibuat di samping tempat tidur pasien.
Gambar 3. Monitoring MTP dengan TEG
f. Komplikasi MTP
Pemberian volum darah secara cepat dapat memberikan beberapa konsekuensi.
Beberapa hal akibat dari komponen dalam darah, penggunaan bahan pengawet dan
antikoagulan didalamnya, dan reaksi biokimiawi saat penyimpanannya. Komplikasi
lain tidak hanya akibat transfusi darah, namun dari transfusi volum cairan dalam waktu
yang cepat.
Gambar 4. Komplikasi Massive Transfusion Protocols (MTP)
3. Syok
a. Definisi
Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik (contoh hipotensi,
takikardia, rendahnya curah jantung [cardiac output, CO] dan oliguria) disebabkan oleh
defisit volume intravaskular, gagal pompa miokardial (syok kardiogenik), atau
vasodilatasi periferal (septik, anafilaktik, atau syok neurogenik).
b. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi syok
Jenis Syok Menurut Porth dan Matfin (2010) Menurut Timby dan Smith (2010)
Kardiogenik Terjadi ketika jantung gagal untuk Kondisi syok kardiogenik, kontraksi
memompa darah yang cukup jantung menjadi tidak efektif. Hal ini
untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan menurunkan curah jantung.
manusia. Syok kardiogenik
didefinisikan sebagai penurunan Penyebab utama syok kardiogenik
curah jantung, hipotensi, ialah infark miokard.
hipoperfusi, dan indikasi hipoksia
jaringan.
2) Syok kardiogenik
Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan
apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
Hipoperfusi jaringan
Keadaan mental tertekan/depresi
Anggota gerak teraba dingin
Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria)
Takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit)
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90-110 kali/menit
Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
Diaphoresis (diaforesis, diaphoretik, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspirasi)
Distensi vena jugularis
Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2
Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg
Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
3) Syok septik
Demam, takikardia, takipnea, hiperglikemia tanpa adanya penyakit diabetes melitus,
hipotensi, hipoksemia, oliguria, serta asidosis metabolik.
4) Syok anafilaktik
Kardiovaskuler. Hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Takikardi, aritmia, EKG
mungkin memperlihatkan perubahan iskemik. Henti jantung.
Sistem Pernapasan. Edema glottis, lidah dan saluran napas dapat menyebabkan
stridor atau obstruksi saluran napas. Bronkospasme – pada yang berat.
Gastrointestinal. Terdapat nyeri abdomen, diare atau muntah.
Hematologi. Koagulopati.
Kulit. Kemerahan, eritema, urtikaria.
5) Syok neurologik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia
atau paraplegia.
e. Tatalaksana Syok
1) Syok hipovolemik
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan
prinsip prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas dan
respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan
trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut.
Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan
resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan
kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan
selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu
mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien trauma agar
tidak memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil
dimiringkan ke arah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang
dapat memperburuh fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak
dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan
pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik
NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika
terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya.
Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang
dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan kristaloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka
pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah
segera.
2) Syok kardiogenik
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
a) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi
b) Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70-120 mmHg.
c) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
d) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
e) Bila mungkin pasang CVP.
f) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa:
a) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b) Ansietas, bila cemas
c) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat: dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m
f) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
g) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
h) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan,
digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
3) Syok septik
4) Syok anafilaktik
Penatalaksanaan Terapi segera terhadap reaksi yang berat : Hentikan pemberian
bahan penyebab dan minta pertolongan, Lakukan resusitasi ABC, Adrenalin sangat
bermanfaat dalam mengobati anafilaksis, juga efektif pada bronkospasme dan kolaps
kardiovaskuler.
a) A – Saluran Napas dan Adrenalin
Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%. Adrenalin. Jika akses IV
tersedia, diberikan adrenalin 1 : 10.0000, 0.5 – 1ml, dapat diulang jika perlu.
Alternatif lain dapat diberikan 0,5 – 1 mg (0,5 – 1 ml dalam larutan 1 : 1000)
secara IM diulang setiap 10 menit jika dibutuhkan.
b) B - Pernapasan Jamin pernapasan yang adekuat.
Intubasi dan ventilasi mungkin diperlukan Adrenalin akan mengatasi
bronkospasme dan edema saluran napas atas. Bronkodilator semprot (misalnya
salbutamol 5 mg) atau aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme
refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).
c) C - Sirkulasi Akses sirkulasi.
Mulai CPR jika terjadi henti jantung. Adrenalin merupakan terapi yang paling
efektif untuk hipotensi berat. Pasang 1 atau dua kanula IV berukuran besar dan
secepatnya memberikan infus saline normal. Koloid dapat digunakan (kecuali jika
diperkirakan sebagai sumber reaksi anafilaksis). Aliran balik vena dapat dibantu
dengan mengangkat kaki pasien atau memiringkan posisi pasien sehingga kepala
lebih rendah. Jika hemodinamik pasien tetap tidak stabil setelah pemberian
cairan dan adrenalin, beri dosis adrenalin atau infus intravena lanjutan (5 mg
dalam 50 ml saline atau dekstrose 5% melalui syringe pump, atau 5 mg dalam
500 ml saline atau dekstrose 5% yang diberikan dengan infus lambat). Bolus
adrenalin intravena yang tidak terkontrol dapat membahayakan, yaitu kenaikan
tekanan yang tiba-tiba dan aritmia. Berikan obat tersebut secara berhati-hati,
amati respon dan ulangi jika diperlukan. Coba lakukan monitor EKG, tekanan
darah dan pulse oximtry.
5) Syok neurologik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip A(airway) -
B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan beberapa
tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap baik (life
support), diantaranya:
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi.
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik,agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer.