Diare Pada Anak
Diare Pada Anak
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Rumah Sakit Marinir Cilandak Universitas Pelita
Harapan 30 Mei – 6 Agustus 2011
“Diare pada Anak”
Daftar Isi
Daftar
Isi................................................................................
................................... i Daftar
Tabel .............................................................................
.............................. iii Daftar
Bagan .............................................................................
............................. iv Bab I
Pendahuluan .......................................................................
........................... 1 Bab II Tinjauan
Pustaka ...........................................................................
............... 2 II. 1 Diare
Akut...............................................................................
..................... 2
Definisi...........................................................................
.................................. 2
Epidemiologi ......................................................................
.............................. 2 Cara Penularan dan Faktor
Risiko ................................................................... 3
Etiologi...........................................................................
.................................. 5
Anatomi ...........................................................................
................................ 9 Patofisiologi /
Patogenesis .......................................................................
...... 14 Manifestasi / Gejala
Klinis ............................................................................
19
Diagnosis .........................................................................
.............................. 22
Penatalaksanaan ...................................................................
.......................... 28
Komplikasi ........................................................................
............................. 45
Pencegahan ........................................................................
............................ 47
Prognosis..........................................................................
.............................. 50 II. 2. Diare Kronis dan Diare
Persisten.............................................................. 50
Definisi...........................................................................
................................ 50
Epidemiologi ......................................................................
............................ 51
Etiologi...........................................................................
................................ 51 Patogenesis /
Patofisiologi .....................................................................
........ 52 Manifestasi Klinis
(Komplikasi) ....................................................................
55
Diagnosis .........................................................................
.............................. 56
Terapi ............................................................................
................................. 57 Faktor Risiko dan
Pencegahan .......................................................................
67
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
i
“Diare pada Anak”
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
ii
“Diare pada Anak”
Daftar Tabel
Tabel 1 Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen
terkait……..........................................................................
................................... 20 Tabel 2 Gejala khas diare akut oleh berbagai
penyebab. ...................................... 21 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5
Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 .......................... 23
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 .............................. 24
Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King
(1974)
…… ................................................................................
............................ 24 Tabel 6 Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk
mendeteksi
enteropatogen .....................................................................
................................... 26 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11
Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Komposisi Oralit
Baru ........................................................................ 30
Antibiotika pada
diare ......................................................................... 41
Beberapa Penyulit Gastroenteritis Akut dan Penanggulangannya ..... 43 Terapi cairan
dehidrasi hipertonik ..................................................... 45
Indikasi
nutrisi ...........................................................................
........ 62 Kebutuhan kalori per berat badan
(Ament,1993): ............................. 63 Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament
ME, 1993) ........................... 63 Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament
ME, 1993) ................ 64 Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME,
1993): .......................... 65 Faktor-faktor risiko terjadinya diare
persisten ................................... 67
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
iii
“Diare pada Anak”
Daftar Bagan
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
iv
“Diare pada Anak”
Bab I Pendahuluan
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5
dari seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia
menunjukkan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi
13,95% (1995). Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok
balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5%
(2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan
penurunan angka morbiditasnya. Penurunan mortalitas ini merupakan salah satu wujud
keberhasilan ORS (Oral Rehydration Solution) untuk manajemen diare. Diare terbagi
menjadi diare akut dan kronik. Diare akut berdurasi dua minggu atau kurang,
sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Diare akut masih merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang. Terdapat banyak
penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi
akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, akan tetapi
berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa. Diare juga erat
hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan
kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap
sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak terhadap
pertumbuhan dan kesehatan anak.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
1
“Diare pada Anak”
Definisi Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan
bayi meningkat normal, al tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya oerkembangan saluran cerna.
Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang
menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadnag pada seorang
anak buang air besar jurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
2
“Diare pada Anak”
Cara Penularan dan Faktor Risiko Cara penularan diare pada umumnya melalui cara
fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,
atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan
melalui “4F” yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field
(lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain: Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
Tidak memadainya penyediaan air bersih Pencemaran air oleh tinja Kurangnya sarana
kebersihan (MCK) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis Gizi buruk Imunodefisiensi Berkurangnya
asam lambung menurunnya motilitas usus menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetic Faktor lainnya: Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11
bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja
manusia atau binatang pada
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 3
“Diare pada Anak”
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. cholera 0.1 biotipe
Eltor telah menyebar ke negaranegara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur tengah
dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriaetipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan
terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal strain
baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara
mengalami wabah.
Etiologi Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kumankuman
pathogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus
yang datang di sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada
saat ini telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare oada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya dalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar diare akut
oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen
menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri,
destruksi sel permukaan villi oleh birus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan /
atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, indlammatory diare biasanya disebabkan
oleh bakteri yang menginvasi usus secara kangsung atau memproduksi sitokin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:
Golongan bakteri 1. Aeromonas 2. Bacillus cereus
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
10. Staphylococcus aureus 11. Vibrio cholera 12. Vibrio parahaemolyticus 13.
Yersinia enterocolitica
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-
ujung villus pada usus halus. Biopsi usu halus menunjukkan berbagai tingkat
penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propia. Perubahan-perubahan
patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan
biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun
biasanya dugunakan istilah “gastroenteritis”,
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
6
“Diare pada Anak”
8
“Diare pada Anak”
Anatomi a. Gaster Sel-sel epitel dig aster adalah merupakan kelenjar gaster.
Terdapat 3 tipe kelenjar yaitu cardiac, oxyntic, dan pyloric. Cardiac merupakan
penghasil mukus yang terletak pada perbatasan cincin gaster sampai oesophagus.
Oxyntic merupakan yang paling banyak dan didapatkan pada fundus. Tipe ketiga yaitu
pyloric merupakan 10% permukaan mukosa gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua
tipe sel yang utama adalah sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin. Fungsi
neuromuskuler gaster meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas, dan melakukan
control terhadap pengeluaran makan ke dalam duodenum. Sekresi gaster terdiri dari:
Asam hidroklorid (HCl) Merupakan produksi sel tunggal dari berbagai spesies. HCl
ini diproduksi oleh sel parietal. Pada bayi baru lahir, HCl diproduksi dengan cara
mengubah-ubah bahan alkaline amnion yang ditelan hingga dapat mencapai pH lambung
kurang dari 4. Konsentrasi HCl tertinggi terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10
setelah lahir dan akan terus meningkat sampai mencapai kadar dewasa pada usia60-90
hari. Pada bayi aterm 2 hari pertama setelah lahir, stimulasi sekresi tidak dapat
meningkat dengan stimulasi pentagastrin, dan reaksi terhadap bahan-bahan histamine
seperti betazole hydrochloride (histalog) tidak timbul sampai usia 1 bulan.
Pentagastrin akan meningkatkan sekresi HCl mulai usia 1 minggu dan lebih besar pada
bayi-bayi aterm daripada preterm. Respon stimuli
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 9
“Diare pada Anak”
makanan pada bayi aterm oleh HCl lambung terjadi setelah 2 jam. Sekresi asam
lambung dikendalikan oleh system sekresi dan inhibisi. Sistem persarafan gaster ada
dua yaitu pleksus myenteric dan pleksus mukosal. Pleksus myenteric menginervasi
lapisan otot dan melakukan regulasi fungsi motorik. Saraf-saraf ini terdiri atas
80-90% saraf afferen dan 1020% saraf efferen. Pleksus mukosal terdiri dari
neuropeptide transmitter seperti acetylcholine, serotonin, dan GABA dan transmitter
peptide seperti bombesin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan substansi kalium.
Gastrin Disintesis dan dilepaskan oleh sel endokrin G yang terletak pada antrum
gaster. Sekresi sel G yaitu gastrin secara lokal dihambat oleh somatostatin yang
berasal dari sel D yang letaknya bersekatan dengan sel G. Terdapat 2 bentuk gastin
yaitu G-17 dan G-34 dimana G-34 mempunyai waktu paruh lebih panjang. Peregangan
ringan pada gaster terutama antrum akan mengaktifkan saraf VIP yang akan menghambat
sekresi gastrin dengan cara melepaskan antral somatostatin dan prostaglandin E
(PGE). Pada peregangan yang lebih besar terutama pada proksimal lambung akan
menstimuli pelepasan cholinergic vagal gaster. Sebagian makanan dalam lambung dan
protein duodenum terutama triptofan dan phenylalanine akan merangsang pelepasan
gastrin. Hambatan pelepasan gastrin tidak hanya oleh somatostatin, tapi juga oleh
sekretin, neurotensin, gastric inhibitory polypeptide (GIP) dan PGE. Sel-sel
somatostatin yang tersebar hingga melewati usus bekerja sebagai hormone endokrin
seperti halnya parakrin yang menghambat sekresi sel G. Lemak usus merupakan
perangsang utama pelepasan somatostatin, sehingga terjadi penurunan gastrin dan
perlambatan pengosongan lambung. Sekretin terdapat nyata di usus halus proksimal
dan dilepaskan karena pengasaman intraduodenal. Neurotensin disintesis di ileum
untuk
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 10
“Diare pada Anak”
merespon lemak usus, menurunkan keasaman lambung. PGE seperti halnya somatostatin
bekerja menurunkan produksi asam oleh sel parietal. Pepsinogen Diproduksi oleh sel
kepala dan sel mukosa leher fundus, bahan dan cardiac gaster. Fundus gaster
memproduksi 4 proteinase acidic yaitu pepsinogen I atau A, pepsinogen II atau C,
captensin A, dan captensin D. Sekresi pepsinogen dipacu oleh stimuli cholinergic
dihambat oleh atropin dan mengikuti perubahan Ca intrasel. Pepsinogen juga
dirangsang secara langsung oleh histamine, cholesystokinin (CCK), sekretin dan VIP.
CCk bekerja melalui pelepasan Ca intrasel, sedangkan sekretin dan VIP bekerja
melalui cAMP. Somatostatin dan PGE menghambat sekresi pepsinogen dengan menurunkan
cAMP. Faktor intrinsik Merupakan glikoprotein yang diproduksi oleh sel parietal
mukosa oxyntic badan dan fundus gaster. Faktor intrinsic didapatkan pada jaringan
gaster fetus pada usia kehamilan 11 minggu. Sekresi kontinyu sedikit demi sedikit
terjadi di bawah kondisi basal oleh transpor membran vesikuler. Peningkatan sekresi
distimuli oleh agen penginduksi sekresi sel parietal seperti histamin,
acetylcholine, dan gastrin. Puncak pelepasan terjadi 2530 menit. Sekresi dihambat
oleh H2 reseptor antagonis. Pada bayi aterm atau preterm sekresi basal ini tidak
tergantung sekresi asam gestasi atau kelebihan nutrisi enteral. Disosiasi stimuli
pelepasan asam dan faktor intrinsic secara baik terdapat pada usia anak mulai
berjalan. Sekresi faktor ini mendekati kadar dewasa pada usia 3 bulan. Lipase
gaster Aktifitas lipase pada semua usia maksimal di badan gaster dan minimal di
antrum. Meski pH optimum 5.5 tetapi lipase aktif bekerja dalam 1 jam setelah lahir,
dan pelepasan lipolytic intragaster merangsang sekresi CCK; pelepasan asam lemak
rantai sedang menyebabkan absorbs lemak langsung segera di gaster.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 11
“Diare pada Anak”
Mukus gaster Epitel gaster dan sekresi sel mukus pit merupakan gel mukus tak larut
air yang membentuk lapisan kontinyu dan berfungsi protektif. Sintesis mucin dan
volume total mukus meningkat dengan stimuli oleh histamin, acetylcholine dan
gastrin. Mukus bekerja sebagai barier difusi terhadap pepsin luminal dan HCl.
Kerusakan lapisan mukosa menyebabkan difusi kembali asam peptide dan kehilangan
gradien pH bikarbonat, yang penting untuk mempertahankan integritas epitel dan
pembentukan epitel yang baru. b. Usus halus Memanjang dari pylorus hingga cecum.
Pada neonates memiliki panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5-6 meter pada dewasa.
Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut enterosit.
Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya vilus dan kripta.
Vilus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing region usus halus. Di
duodenum vilus tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit, menyerupai
bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum serta menjadi lebih kecil dan lebih
meruncing di ileum. Densitas terbesat didapatkan di jejunum. Di antara vilus
tersebut terdapat kripta Lieberkuhn yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan
pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum,
tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan
melakukan control terhadap aliran air dan solut paraseluler. Sel goblet Merupakan
sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet menghampar
di atas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier fisikokimia,
member perlindungan pada epitel permukaan. Mukus ini paling banyak didapatkan pada
gaster dan duodenum. Sel Kripta
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 12
“Diare pada Anak”
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak
terdapat di kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursos sel penyerap vilus, sel paneth,
sel enteroendokrin, sel goblet, dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak
berdiferensiasi ini mensintesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada membran
basolateral, di mana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh
lamina propria sel plasma. Sel Paneth Terdapat di basis kripte. Memiliki granula
eosinophilic sitoplasma dan basophil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga
pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui. Diduga
berperan dalam membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, serta
menjaga keseimbangan flora normal usus. Sel enteroendokrin Merupakan sekumpulan sel
khusus neurosekretori, sel enteroendokrin terdapat di mukosa saluran cerna,
melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta usus. Sel enteroendokrin mendekresi
neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glucagon,
enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin. Sel M
Merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid. c. Usus besar Terdiri
atas sekum, appendik, kolon, rectum, dan anus. Mukosa usus besar bertambah dengan
adanya plika semilunar yang irregular dan adanya kripta tubuler Lieberkuhn. Tidak
terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan mukosa dan kripta dilapisi oleh sel
epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet yang membatasi dari jaringan mesenkim
lamina propia. Kolonosit memiliki mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek
daripada usus halus. Epitel bagian bawah kripta terdiri atas proliferasi sel
kolumnar yang tidak berdiferensiasi,
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
13
“Diare pada Anak”
sel goblet, dan sediket sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip
seperti pada usus halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian
bawah kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya
akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus pembaharuan sel
ini berlangsung 3-8 hari pada manusia. Kripta dikelilingi oleh sarung fibroblas
dalam lamina propia, mengalami proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan
migrasi sel epitel. Jumlah total sel terbanyak pada kripta kolon desenden, menurun
secara progresif di sepanjang kolon transversum dan kolon desenden dan meningkat
lagi pada sekum.
Patofisiologi / Patogenesis Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada
proses absorbs atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare: 1. Pembagian diare
menurut etiologi 2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi
dan gangguan sekresi 3. Pembagian diare menurut lamanya diare a. Diare akut yang
berlangsung kurang dari 14 hari b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan etiologi non-infeksi c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan etiologi infeksi Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa
mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare
akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
14
“Diare pada Anak”
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas,
inflamasi, dan imunologi. 1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik Secara umum,
terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue, atau
karena: a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida b. Defisiensi sukrase-isomaltase
adanya lactase defisien pada anak yang lebih besar c. Adanya bahan yang tidak
diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut
bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan
osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeable, air akan mengalir kea rah lumen jejunum sehingga air akan banyak
terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan
tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg,
glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi
kolon sehingga terjadilah diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan dampak
yang sama. 2. Malabsorpsi umum Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac,
protein, peptide, tepung, asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotic pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap natrium
dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease
idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 15
“Diare pada Anak”
16
“Diare pada Anak”
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca ++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan
Baik
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
“Diare pada Anak”
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan
kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan
basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler,
di sini tidak terdapat peran antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC
(Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan
berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut akan
mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas
akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan,
merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
19
“Diare pada Anak”
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia,
kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang
terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara
lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septic trombophlebitis. Gejala
neurologic dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum). Manifestasi
immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh, contoh:
Tabel 1 Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
20
“Diare pada Anak”
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti
enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
Tabel 2 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Gejala klinik Masa tunas Panas Mual muntah Nyeri perut Nyeri kepala Lamanya sakit
Sifat tinja Volume Frekuensi
Rotavirus
Shigella
Salmonell a
ETEC
EIEC
Kolera
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
47-72 jam
+ Sering
++ Jarang
++ Sering
++ -
Tenesmus
Tenesmu s kramp
Tenesmus kolik +
-
Tenesmu s kramp
Sering kramp -
5-7 hari
> 7 hari
3-7 hari
2-3 hari
variasi
3 hari
Sedikit Sering
Banyak sering
Sedikit Sering
Konsistens i Darah
Cair
Lembek sering ±
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Kadang
-
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
21
“Diare pada Anak”
Bau
Langu
Busuk
Amis khas
Warna
Kuning hijau
Merah hijau
Kehijauan
Tak berwarna
Merahhijau
Leukosit Lain-lain
anoreksia
+ Kejang ±
+ Sepsis +
Meteorismu s
Infeksi sistemik
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR, dan lainnya.
Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom
Minimal
tanpa dehidrasi,
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
23
“Diare pada Anak”
Penilaian Lihat: * Keadaan umum *mata *air mata *mulut dan lidah *rasa haus
minum banyak
tidak bisa minum Periksa : turgor kulit Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi
ringan- Dehidrasi berat sedang Terapi Rencana Terapi A Rencana B Terapi Rencana
Terapi C Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 5 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King (1974)
Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan diperiksa Keadaan umum 0 Sehat
1 2 koma,
24
“Diare pada Anak”
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table,
kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah
berat.
3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urin,
dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan diare akut: Darah: darah lengkap, serum elektrolit,
analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika Tinja Pemeriksaan
makroskopik Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery
dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa,
atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri
Cryptosporidium, Cyclospora
Rhabditiform lava
Strongyloides
Spiral atau basil gram (-) Campylobacter jejuni berbentuk S Kultur tinja: Standard
E. coli, Shigella, Salmonella,
Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, Shigella enrichment Test yang dilakukan
di Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC, PCR untuk genus virulen
10
laboratorium riset
Sumber: Supraoto
26
“Diare pada Anak”
anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif
pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermitten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibody juga tersedia.
Serologis test untuk amuba hamper selalu positif pada disentri amuba akut dan
amubiasis hati. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), diare dengan tinja berdarah, bila terdapat
leukosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised. Oleh karena
bakteri tertentu seperti Y. enterocolitica, V. cholera, V. Parahaemolyticus,
Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157:H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila
ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C.
difficile sangat berguna untuk diagnosis antimicrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy
mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan symptom colitis
berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium terapi.
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen
Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
28
“Diare pada Anak”
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu: 1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru 2. Zinc
diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. ASI dan makanan tetap diteruskan 4.
Antibiotik selektif 5. Nasihat kepada orang tua Rehidrasi denga oralit baru, dapat
mengurangi rasa mual dan muntah Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan
mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa
diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang
lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan
oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan
elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula
baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas hipernatremia. plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya
Oralit Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih
baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini
juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada
anak.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
29
“Diare pada Anak”
Oralit Baru Osmolaritas Rendah Natrium Klorida Glucose, anhydrous Kalium Sitrat
Total Osmolaritas
Mmol/liter 75 65 75 20 10 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan
24 jam c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan: o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB o Untuk
anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB d. Jika dalam waktu 24 jam
persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut Zinc mengurangi lama dan beratnya
diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang
popular beberapa tahun terakhir karena memilik evidence based yang bagus. Beberapa
penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare
selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita
kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
30
“Diare pada Anak”
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan
untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam
system kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna
dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari
usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak Anak
di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg
(1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm ASIm atau
oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang
hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase kesembuhan.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 31
“Diare pada Anak”
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya
diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang
akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhdao
antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian
multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotic
yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim
sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui
mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
permeabilitas membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya
sakit dan memberantas organism penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare
dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi: 1. Terapi cairan dan
elektrolit 2. Terapi diet 3. Terapi non spesifik dengan antidiare 4. Terapi
spesifik dengan antimikroba Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis
di Indonesia dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar
penderita diare biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi.
Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di
sarana
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 32
“Diare pada Anak”
kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di
masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang
dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta
penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas,
sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per oral serta melanjutkan
pemberian makanan, sedangkan terapi non-spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit
Dehidrasi Rehidrasi Waktu Tanpa dehidrasi Cairan Pencegahan Dehidrasi 10-20 cc/kgBB
ASI diteruskan. / tiap BAB, Susu formula Makan Minum
Oralit
Ringansedang
4 jam
menjadi segar
Idem
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
33
“Diare pada Anak”
anak bisa minum Monitoring dilakukan tiap 1 jam Setelah rehidrasi Idem penderita
tanpa dehidrasi
Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah: Nadi masih dapat
diraba dan masih dapat dihitung Tidak ada meteorismus Tidak ada penyulit yang
mengharuskan kita memakai cairan IV Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah
dan diare terlalu banyak atau syok bertambah berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi TRO (Terapi Rehidrasi Oral) Penderita diare
tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi,
seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang
diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5
tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200300ml dan dewasa adalah 300-400ml
setiap BAB. Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian
cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI
dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-
sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan
diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlaly banyak
lemak) jangan diberikan dulu
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
34
“Diare pada Anak”
karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat
serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan
dehidrasi ringan-sedang.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
35
“Diare pada Anak”
4. Cairan Rehidrasi Oral Pada tahun 1975, WHO dan Unicef menyetujui untuk
mempromosikan CRO tunggal yang mengandung natrium 90 mmol/L, kalium 20 mmol/L,
chlorida 80 mmol/L, basa 30 mmol/L, dan glukosa 111 mmol/L (2%). Komposisi ini
dipilih untuk memingkinkan satu jenis larutan saja untuk digunakan pada pengobatan
diare yang disebabkan oleh bermacam sebab bahan infeksius yang disertai dengan
berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare Rotavirus berhubungan dengan
kehilangan natrium bersama tinja 30-40 mEq/L, ETEC 50-60 mEq/L, dan V. cholera >
90-120 mEq/L. CROWHO (Oralit) telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif
baik untuk
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
36
“Diare pada Anak”
terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan osmolaritasnya yang
lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran tinja yang lebih
sedikit, berkurangnya pemberian intravena dibandingkan dengan CRO standard, pada
bayi dan anak non kolera. Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita
yang diberi CRO osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka kejadian
hiponatremi. Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara global. Pada
tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan rekomendasi tersebut
dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glukosa dan osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO
formula baru ini juga direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa dengan
kolera, meskipun post-marketing surveilans sedang dilakukan untuk memastikan
keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kontransport natrium (contoh: asam amino glycine, alanine, dan glutamine) atau
substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal).
Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif daripada CRO tradisional dan lebih
mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan dan penyediaan
di rumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektuf untuk mengobati dehidrasi
karena kolera. Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di negara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO di negara maju, maka CRO standard
tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
37
“Diare pada Anak”
Potential additive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase resistant
starch derivate dari jagung) dan partially hydrolyzed guar gum. Mekanisme kerja
yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh kolon terikat pada
transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan komposisi CRO masa depan adalah
penambahan probiotik, prebiotik, send, dan protein polimer.
7. Pemberian makanan selama diare Pemberian makanan harus diteruskan selama diare
dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau
paling tidak dikurangi.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 38
“Diare pada Anak”
39
“Diare pada Anak”
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindari.
8. Pemberian makanan setelah diare Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau
selama diare, beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila
terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu, perlu pemberian ekstra makanan yang kaya
akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan
untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan normal. Berikan ekstra makanan pada
saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan
tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
9. Terapi medikamentosa Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare,
seperti antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak
diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,, dikatakan
bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang
disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.
coli, Salmonella, Campylobacter, dan sebagainya.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
40
“Diare pada Anak”
Penyebab Kolera
Shigella dysentery
Obat antidiare Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa
dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Adsorben Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholesteramine.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
41
“Diare pada Anak”
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk
mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare
serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian,
tidak ada bukti keuntungan praktid dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak. Antimotilitas Contoh: loperamide, hydrochloride,
diphenoxylate dengan atropine, tincture opii, paregoric, codein. Obat-obatan ini
dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi
volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat
yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satu
pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare. Bismuth
Subsalicylate Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran
tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan. Kombinasi Obat Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba,
antimotilitas atau bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik
untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak
rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan
sendiri-sendiri. Oleh karena itu, tidak ada tempat untuk menggunakan ibat ini pada
anak dengan diare.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
42
“Diare pada Anak”
Obat-obat lain: Anti muntah Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan
chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian
terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak
dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulant Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan
hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan
elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulant dan obat vasoaktif seperti
adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan. Darah atau plasma Darah,
plasma, atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan dehidrasi oleh
karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari kehilangan air dan
elektrolit. Walaupun demikianm terapi rehidrasi tersebut dapat diberikan untuk
penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan septik. Steroid Tidak memberikan
keuntungan dan tidak diindikasikan
Tabel 9 Beberapa Penyulit Gastroenteritis Akut dan Penanggulangannya
Jenis Penyulit
Jumlah cairan
Terapi Medikamentosa
Ket
KKP I-II
Sesuai murni
KKP II
Maras cc/kgBB
250
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
43
“Diare pada Anak”
Ensefalitis Meteorismus
¾ kebutuhan ¾ kebutuhan
¾ kebutuhan
Sesuai menpur
Sesuai di bawah
***
Sesuai GGA
setiap
kenaikan suhu
¾ kebutuhan
Digitalisasi
Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim kardiovaskular
tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat
**
***
Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis: Klinis : turgor yang relatif baik,
rasa haus yang sangat nyata, : kadar Na+ serum lebih dari 150mEq/L
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
44
“Diare pada Anak”
Tabel 10
Jenis cairan yang diberikan sesuai frekuensi nadi 120 120-140 140-160 >160
Filiformis
60
1 2 3 4
3¾ 3¾ 3¾ 3¾ 23/8
DG DG DG DG DG
RL DG DG DG DG
RL RL DG DG DG
RL RL RL DG DG
RL RL RL RL DG
190
5-20
45
“Diare pada Anak”
46
“Diare pada Anak”
dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada
keadaan tertentu misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang
banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta
malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus
diberikan cairan intravena.
Kejang Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan
oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40 0C,
hipernatremi atau hiponatremi.
f. Membuang tinja bayi yang benar 2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi resiko diare, antara lain: a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2
tahun b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak c. Imunisasi campak Akhir-
akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam
pencegahan diare. Probiotik Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup
dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat
dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi
yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN
(Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004,
didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan
diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula
yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus
bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat
menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga
berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik.
Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang
minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan
Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi
rotavirus. Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di
Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare
terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 48
“Diare pada Anak”
(4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p=0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di
Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama
susu formula yang disuplementasi dengan probiotik. D’Souza dkk tahun 2002
melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan antibiotika
mengurangi resiko “Antibiotic Associated Diaorrhea”. Kemungkinan mekanisme efek
probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH,
oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi
nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau
reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan
imunomodulasi. Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek
protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih
lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan
probiotik pada percobaan klini dikatakan aman. Surveilans diperlukan untuk mencari
kemungkinan efek samping seperti infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain
bayi premature dan pasien immunocompromised. Prebiotik Prebiotik bukan merupakan
mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila
dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan
kesehatan. Oligosacharida yang ada di dalama ASI dianggap sebagai prototype
prebiotik karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di
dalam kolon bayi yang minum ASI, Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih
rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003,
bayi-bayi di komunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan
Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare. Penemuan
lain yang dilakkan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang
melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 49
“Diare pada Anak”
Prognosis Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu
sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun
diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah
diketahui dan diobati
Definisi Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang
sama. Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2
minggu, sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik
oleh Walker-Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten. Di lain pihak,
dasar etiologi diare kronis yang berbeda diungkapkan oleh Bhutta dan oleh The
American Gastroenterological Association. Definisi diare kronis menurut Bhutta
adalah episode diare lebih dari dua minggu, sebagian besar disebabkan diare akut
berkepanjangan akibat infeksi, sedangkan definisi menurut The American
Gastroenterological Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari 4
minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bervariasinya definisi ini pada dasarnya disebabkan perbedaan kejadian diare kronis
dan persisten di negara berkembang, sedangkan penyebab non-infeksi lebih banyak
didapatkan di negara maju. Demikian juga porsi serta prioritas penelitian
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 50
“Diare pada Anak”
maupun pembahasan lebih didominasi permasalahan diare non infeksi, antara lain
karena dalam tatalaksananya, diare bentuk ini lebih banyak membutuhkan biaya. Akan
sangat membantu apabila terdapat suatu definisi standar sehingga dapat dilakukan
pembandingan antar studi serta pembuatan rekomendasi pengobatan di lingkungan
masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian bahwa ada 2
jenis diare yang berlangsung 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai dasar
etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi.
Untuk selanjutnya batasan tersebut yang akan dipakai dalam diskusi topik ini.
Epidemiologi Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada
balita. Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara
715% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh kematian
akibat diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu
masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Di Indonesia,
prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka kejadian tertinggi
pada anak-anak berusia 6-11 bulan.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
51
“Diare pada Anak”
Sumber: Sullivan
Bagan 2 Alur perjalanan diare akut menjadi diare persisten
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
52
“Diare pada Anak”
Sumber: Bhutta Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan
faktor mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen
termasuk gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mucosal adalah
faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan
segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas membrane mukosa usus, ataupun
gangguan pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membrane mukosa usus
dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu
sapid an intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan
gangguan penukaran ion Natrium-Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat. Secara umum,
patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh Ghishan, dengan
membagi menjadi lima mekanisme, yakni: 1. Sekretoris Pada diare sekretoris, terjadi
peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat mediator intraseluler
cAMP, cGMP, dan ca2+. Mediator tersebut juga mencegah terjadinya perangkaian antara
Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal ini berakibat cairang tidak dapat terserap dan
terjadi pengeluaran cairan
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
53
“Diare pada Anak”
secaramasif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaotu
volume tinja yang banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja sangat cair, konsentrasi
Ba= dan cl- > 70mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh
penyebab diare sekretoris adalah Vibrio cholerae di mana bakteri mengeluarkan
toksin yang mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya. 2.
Osmotik Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjasi kegagalan
proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat
tersebut akan langsung memasuki kolon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi usus
tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan
waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan
waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus yang
menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbs nutrien. Contoh klasik dari jenis
diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim lactase karena
berbagai sebab baik infeksi maupun non infeksi, yang didapat (sekunder) maupun
bawaan (primer), menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak
terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan
difermentasikan oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi
ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH<5, bereaksi positif terhadap
substansi reduksi, dan berhenti dengan penghentian konsumsi makanan yang memicu
diare. 3. Mutasi protein transport Mutasi protein CLD (Congenital Chloride
Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus
uleo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat
tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolic dan pengasaman isi usus yang
kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 54
“Diare pada Anak”
tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada
kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi
polihidramnion, kelahiran premature dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida
serum rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah
dilaporkan di berbagai daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir
seluruh negara di Eropa, Timur Tengah, Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada
penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada penukar Na+/H+ dan Na+-protein
pengangkut asam empedu. 4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus Oleh karena
berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu se[erti necrotizing
enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain,
diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudia menyebabkan short
bowel syndrome. Diare dengan pathogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan
elektrolit yang masif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien. 5. Perubahan pada
gerakan usus Hipomotilitas usus akibat berbagai kondisi seperti, malnutrisi,
scleroderma, obstruksi usus, dan diabetes mellitus mengakibatkan pertumbuhan
bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihanmenyebabkan
dekonjugasi garam empedu yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler,
seperti pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes
mellitus terjadi akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf adrenergic, yang
pada kondisi normal berperan sebagai antisekretori dan atau proabsortif cairan
usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjasinya diare.
persisten. Studi kohort di Amerika menunjukkan bahwa gejala penurunan nafsu makan,
muntah, demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-gejala flu, lebih banyak
ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare akut. Gejala lain yang mungkin
timbul tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya.
pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit, juga penting untuk
mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan
terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan,
dan sebagainya 3. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah
standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit, ureum darah, tes
fungsi hati, vitamin B12 folat, kalsium, feritin, laju endap darah, dan protein C-
reaktif. b. Pemeriksaan tinja
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 56
“Diare pada Anak”
1. Darah samar dan leukosit yang positif (>10/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya
peradangan pada kolon bagian bawah. 2. pH tinja yang rendah menunjukkan adanya
maldigesti dan malabsorbsi karbihidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi
oleh bakteri yang ada di dalam kolon 3. Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi
reduksi dalam sample tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi
karbohidrat 4. Breath hydrogen test malabsorbsi karbohidrat 5. Uji kualitatif
ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining
yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak 6. Biakan kuman
dalam tinja untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi 7.
Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing) c. Pemeriksaan radiologi/endoskopi:
Pada saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi,
stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel
disease, penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans. digunakan untuk evaluasi
57
“Diare pada Anak”
Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi
secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga perlu
dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis.
Pemberian antibiotic spectrum luas harus dipertimbangkan pada anak-anak yang
menunjukkan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur
diperoleh. 2. Pemberian nutrisi a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare
persisten/kronis Kebutuhan energy dan protein pada diare persisten/kronis
berturutturut sebesar 100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan asupan
yang mengandung energy 1kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat meliputi: i. Diet
elemental Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas asam
amino kristalin atau protein hidrosilat, monoatau disakarida, dan kombinasi
trigliserida rantai panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah
harganya mahal. Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit diterima
oleh anak-anak sehingga membutuhkan pemasangan pipa nasogastrik untuk mendapatkan
hasil maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara
maju. ii. Diet berbahan dasar susu Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI.
ASI memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain
mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram
laktosa/100 gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100 gram) namun
mudah diserap oleh system pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam
mencegah infeksi.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 58
“Diare pada Anak”
Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat dibandingkan susu non-ASI,
sehingga lambung cepat kembali ke kondisi pH rendah, dengan demikian dapat mencegah
invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga membantu mempercepat pemulihan
jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth factors. iii. Diet
berbahan dasar daging ayam Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas
laktosa, hipoosmolar, dan lebih murah. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa
pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten memberikan hasil
perbaikan yang signifikan. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Gizi Masyarakat
FK UGM dengan single blind, randomizedcontrolled trial menunjukkan durasi diare
yang mendapat bubur ayam dibandingkan yang mendapat bubur tempe (1,92±0,66 vs 2,64
± 0,89, p 0,034). Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding ayam empat kali
lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan bubur tempe dapat menjadi
pilihan tatalaksana diare pada situasi
mempersingkat durasi diare akut serta mempercepat pertambahan berat badan setelah
menderita satu episode diare akut. Nutrisi enteral o Kandungan formula yang
ditetapkan meliputi i. Karbohidrat Karbohidrat akan dipecah oleh enzim
oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam
enterosit. Terdapat 4 enzim oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu
maltase (glukosa), amylase (glukosa a-dekstrinase), lactase, dan trehalase. Semua
enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase
merupakan enzim yang paling peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan
mukosa.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 60
“Diare pada Anak”
ii. Lemak Lemak merupakan mikronutrien yang paling padat kandungan kalorinya.
Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai
keterbatasan pemasukan kalori. iii. Protein Kebutuhan anak akan protein dapat
dipenuhi dengan
penggunaan protein utuh, protein hidrosilat, asam amino, atau gabungan. iv. Vitamin
dan mineral Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kedatipun dan
pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi
interaksi obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus o Formula yang paling baik
diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer, bebas laktosa
mengandung protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang
sedikit dari 600 mOsm/l dan bersiat hipoalergik atau yang mengandung short chain
peptide o Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan, mula-mula dianjurkan
konsentrasi 1/3 IV, selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral : 1/3 IV dan bila
keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1kg) diberikan pregestimil dalam
konsentrasi penuh o Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak
tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran
gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan
meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan
nutrisi anak. o Komplikasi nutrisi enteral: i. Hidrasi berlebih ii. Hiperglikemia
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan 61
“Diare pada Anak”
Disfungsi Usus Intractable vomiting Diare Ileus Obstruksi usus halus Malabsorbsi
Penghentian makanan
Peroral
>
hari
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
62
“Diare pada Anak”
radiasi
150 100-200 100 1.000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg >10kg 1.500 kkal/kg + 20
kkal/kg untuk setiap kg >20kg
Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per setiap
kenaikan 10C di atas 370C),gagal jantung (15-20%), pembedahan besar (20-30%),
kombusio (sampai 100%), dan sepsis berat (25%).
ii. Cairan
Tabel 13 Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993)
Kebutuhan cairan (ml/kg) 100 ml 1.000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10kg 1.500 ml
+ 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg
iii. Karbohidrat o Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang
memberikan 3,4 kkal/gram dalam bentuk monohidrat. o Keterbatasannya adalah
terjadinya phlebitis apabila kadar > 10-12,5%
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
63
“Diare pada Anak”
Umur
Mulai pemberian
Bayi prematur
gram
gram
protein/kg/hari Bayi 0-1 tahun Anak 2-13 tahun Remaja – Dewasa 2,5 – 3 1,5 – 2 1 –
1,5 1 gram protein/kg/hari dinaikan 0,5 gram
v. Lemak o Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak
essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.
o Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2
kkal/ml) o Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak
intravena untuk menghindari terjadinya defisiensi asam lemak yang dapat dicapai
dengan penggunaan 0,5 – 1 gram emulsi lemak/kg/hari
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
64
“Diare pada Anak”
o Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonates dalam 2 hari dengan tanda
kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut
berkurang, trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka. vi.
Elektrolit
Tabel 15 Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993):
Elektrolit
Dosis anak (mEq/kg/24 jam) 3–4 2–3 2–4 0,5 – 1 2 0,25 – 0,5
Dosis Bayi (mEq/kg/24 jam) 2–8 2–6 0–6 0,9 – 2,3 1 – 1,5 0,25 – 0,5
Na K Cl Ca Fosfat Mg
Medikamentosa lainnya:
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
65
“Diare pada Anak”
a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena
tidak satupun yang memberikan efek positif b. Kortikosteroid Pada anak dengan
colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang
baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik c.
Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila
pengobatan konvensional tidak mungkin. d. Kolesteramin Penggunaan kolestiramin
sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada
infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin). e. Operasi Indikasi operasi adalah
pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung,
enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
66
“Diare pada Anak”
Sumber: Bhutta Faktor Risiko dan Pencegahan Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan
defisiensi status imun pasca infeksi atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan
mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi utama terjadinya diare persistensi.
Tabel 16 Faktor-faktor risiko terjadinya diare persisten
Faktor bayi
Bayi berusia < 12 bulan Berat badan lahir rendah (<2500 gram0 Bayi atau anak dengan
malnutirsi Anak-anak dengan gangguan imunitas Riwayat infeksi slauran nafas
Faktor maternal
Ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi Tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai higienis, kesehatan dan gizi, baik
menyangkut ibu sendiri ataupun bayi Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam
pemberian ASI serta makanan pendamping ASI
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
67
“Diare pada Anak”
Riwayat sebelumnya
infeksi
Riwayat diare akut dalam waktu dekat (khususnya pada bayi < 12 bulan) Riwayat diare
persisten sebelumnya
Penggunaan sebelumnya
Sumber: WHO Kelompok penderita diare persisten terbanyak adalah kelompok usia < 12
bulan. Hal ini didukung dengan studi Fraser et al (1998) yang mengemukakan bahwa
kejadian diare persisten paling banyak pada anak usia ≤ 3 bulan. Studi yang
dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa rata-rata usia anak penderita diare
persisten adalah 10,7 bulan. Baqui et al (1993) menyatakan bahwa kelompok usia
terbanyak penderita diare persisten adalah usia kurang dari 1 tahun. Kejadian diare
persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan. Penderita diare
persisten rata-rata mendapatkan ASI eksklusif 2,5 bulan lebih singkat dibandingkan
kelompok control. Penundaan pemberian ASI pertama pada awal kelahiran juga
merupakan salah satu faktor risiko diare persisten. Pemberian makanan pendamping
terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare persisten
semakin tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare persisten
meliputi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian makanan tambahan yang
higienis, dan manajemen yang tepat pada diare akut sehingga kejadian diare tidak
berkepanjangan. Manajemen diare akut yang tepat meliputi pemberian ORS, manajemen
nutrisi, dan suplementasi zinc.
Diare Persisten pada Kondisi Khusus 1. Diare persisten pada infeksi HIV
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
68
“Diare pada Anak”
Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai pada
penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare persisten 5x lebih
tinggi pada anak-anak dengan staus HIV seropositif. Faktor penting yang
meningkatkan kerentanan anak-anak dengan HIV terhadap kejadian diare persisten
adalah jumlah episode diare akut sebelumnya. Setiap episode diare akut pada pasien
HIV meningkatkan risiko 1,5x untuk terjadinya diare persisten. Parthasarathy (2006)
mengemukakan bahwa skrining yang dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak dengan
diare persisten berstatus HIV seropositif. Meskioun pathogenesis virus HIV dalam
menyebabkan diare pada anak-anak balum diketahui secara jelas, diduga kejadian
diare persisten pada kasus HIV terkait dengan perubahan status imunitas. Pada
infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA sekretorik, dan peningkatan CD 8
lamina propia. Perubahan keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri. Berbagai pathogen
dari kelompok virus, bakteri, dan parasit dapat menyebabkan diare persisten pada
HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa parasit yang terbanyak dijumpai pada
penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Isidensi
infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt
(1997) mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare
persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan luas
permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-pasien HIV
tanpa gejala diare persisten. Selain itu, insidensi defisiensi lactase lebih tinggi
pada pasien HIV dengan infeksi
menyebabkan gangguan pada absorpsi nutrient dan berdampak pada diare. Pada
pancreatic cholera, terbentuk neoplasma sel endokrin pada pankreas yang
menghasilkan suatu neurotransmitter dan memicu terjadinya sekresi berlebihan di
usus. Pada sindrom carcionoid, terbentuk tumor carcinoid yang mensekresi serotonin,
bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang ke semuanya menstimulus proses
sekresi usus. Karsinoma meduller tiroid menghasilkan kalsitonin yang menstimulus
sekresi di usus, menyebabkan sekitar 30% penderita karsinoma tersebut mengalami
diare. Pada sindroma Zollinger-Ellison (gastrinoma), peningkatan produksi asam
lambung yang disebabkan tumor penghasil gastrin dapat mengganggu enzim pencernaan
dan menyebabkan presipitasi asam empedu sehingga menyebabkan malabsorpsi zat
nutrien. Pada diare jenis ini, tinja memiliki pH yang rendah. Diare pada keganasan
juga berhubungan dengan efek samping kemoterapi. Kemoterapu menyebabkan peradangan
membrane mukosa traktus
menginduksi diare melalui peningkatan rasio jumlah kripta terhadap villi, sehingga
meningkatkan sekresi cairan ke lumen usus.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
70
“Diare pada Anak”
Kepaniteraan Klinik Stase Anak Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011 Rumah Sakit Marinir
Cilandak Universitas Peilta Harapan
71
Referensi
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120 2.
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136 3.
Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6 4. WHO, UNICEF. Oral
Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006 5. WHO. Persistent
diarrhea in children in developing countries:
memorandum from a WHO meeting. Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17 6. Bhutta
ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006; 64: 39-47 7.
Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin
Invest. 2003; 111(7): 931-943 8. Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya – Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.