Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bronchopneumonia.

Bronkopneumonia adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang


lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G
Bare,1993).

Bronkopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru
atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama
beberapa hari, yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur, dan benda asing lainnya (Dep.Kes.1996:Hal 106).

Bronkopnemonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.(Smeltzer & Suzanne C,2002:Hal
572)

Bronkopnemonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan diameter


sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronki.(Sylvia A.Price & Lorraine )

2.2 Klasifikasi Bronkopneumonia

Klasifikasi Bronkopnemonia berdasarkan klinis dan epidemologi :

1. Pneumonia komuniti (Community-Acquired Pneumonia: CAP).


2. Pneumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia :HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi.

Klasifikasi Bronkopneumonia berdasarkan lokasi infeksi :

1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri ( Stapylacoccus ),
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis , terlihat gambaran
gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
2. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis)

2.2 Etiologi Bronchopnemonia.

Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya


penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organism pathogen. Orang yang
normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glottis dan batuk adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakan
kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,


mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. ( Sandra M. Nettiria, 2001 : 682 ) antara lain :

a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenza, Klebsiella.


b. Virus : Legionella pnemoniae.
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida abicans.
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru.
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya tergganggu atau terjadi aspirasi flora normal yanf terdapat dalam mulut
dan karena adanya pnemocitis crani, micoplasma ( Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572
dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682 )
Menurut Whaley’s dan Wong ( 1996 : 1400 ) disebutkan bahwa streptococuss
staphylococuss atau basil etrik sebagai agen penyebab di bawah umur 3 bulan.selain
itu juga dapat disebabkan oleh bakteri: Diplococus Pneumonia, Pnemucoccus,
Stetococcus, Hemoliticus Uureus, Haemophilus Influenza, Basilus
Friendlander,Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respirayory syntical virus, virus
influenza, virus sitomegalik. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus
Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda
Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

2.3 Patofisiologi

Kuman penyebab bronkopnemonia masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran


pernafasan atas ke bronkiolus, kemudian kuman masuk kedalam alveolus ke alveolus lainnya
melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronkus atau bronkiolus dan
alveolus sekitarnya.

Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secaara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam
empat (4) tahap, antara lain:

a. Stadium Kongesti (4-12 jam)


Dimana lobus yang meradang tampak warnah kemerahan, membengkak, pada
perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat
masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi).
b. Stadium Hepatisasi (48 jam)
berikutnya dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah
merah fibrinosa, lecocit polimorvomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdektan
mengandung eksudat vibrinosa kekuningan).
c. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di
dalam alveolus yang terserang eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat
berubah menjadu pus.
d. Stadium Resolusi (7-11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofat sehingga jaringan kembali pada
struktur semua (Silivia Anderson Pearce,1995 : 231-232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan berupah edema, sehingga akan mempermudah proliverasi dan
penyebaran kuman bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya
sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli.
Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan
proses fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya
jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menitisnya vebrio serta
menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000 :966)

2.4 Gejala Klinis

Bronkupnemonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian


atas selama beberapa hari. Pada tahap awal penderita bronkupnemonia mengalami tanda da
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Barbara C.
long, 1996 : 435).

Terdengar adanya crecels diatas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi
konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Netina, 2001 : 683 ).

Tanda gejala yang muncul pada bronkopnemonia adalah :

a. Kesulitan dan sakit pada saat pernfasan


1. Nyeri pleuritik
2. Nafas dangkal dan mendengkur
3. Tacipnea
b. Bunyi nafas diatas area yang mengalami konsolidasi
1. Mengecil, kemudian menjadi hilang
2. Crecels, ronchi
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Mengigil dan demam 38,8 C sampai 41,1 C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental produktif sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati ( Mrtin tucker, Susan,
2000 )

2.5 Pemeriksaan Penunjang.


Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). ( Sandra M. Nettina, 2001 : 684 )
2. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kutur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius. ( Barbara C, Long, 1996 : 435 )
3. Analisis gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa (
Sandra M. Nettina, 2001 : 684 ).
4. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
5. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba. ( Sandra M. Nettina, 2001 : 684 ).
b. Pemeriksaan radiologi.
1. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus ( Barbara C, Long, 1996 : 435 )
2. Laringoskopi/bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat ( Sandra M, Nettina, 2001 ).
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronchopneumonia adalah :
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat.
c. Mengontrol suhu tubuh.
d. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan aman
Sementara penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah
a. Oksigen 2 ltr/mnt ( sesuai kebutuhan klien )
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
c. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan untuk transport muskusilier.
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit ( Arief
Mansjoer, 2000 )
WOC BRONCHOPNEMONIA
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :

Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan dirawat di ruang anak. Orang tua mengeluh
anak sesak, batuk, dan pilek. Orang tua mengungkapkan 1 minggu sebelum MRS anak panas
tinggi, secara terus menerus, panas turun jika diberi obat. Anak dibawa ke puskesmas
mendapatkan para cetamol dan puer batuk pilek. Tetapi masih saja panas dan tidak sembuh.
Karena tdak sembuh anak dibawa oleh orang tua ke RS. Hasil pemeriksaan di dapatkan data
suhu 39°C, nadi 100 x/menit, RR : 40 x/menit. Bunyi nafas ronchi basah, terdapat retraksi
dada dan penggunaan otot bantu nafas. Batuk tidak efektif. Sputum tidak keluar. Anak
terlihat rewel dan menangis. Anak susah untuk makan. Pemeriksaan radiologi memberikan
gambaran bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris. Diagnose medis
bronkopneumoni.

A. Pengkajian
B. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Orang tua px Ketidakefektifan
mengatakan anak sesak, bersihan jalan
batuk, dan pilek. nafas.
Do :
 Bunyi nafas : Ronchi
 Batuk tidak efektif
 Sputum tidak keluar
 Hasil TTV :
S : 39°C
N : 100 x/mnt
RR : 40 x/mnt

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Anda mungkin juga menyukai