Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2015


UNIVERSITAS PATTIMURA

MORBILI

Disusun Oleh:
Claudia A. Kakisina
(2009-83-038)

Pembimbing
dr. Ratnah Hafid, Sp. A, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
DI RSUD ANDI MAKKASAU
2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

Campak atau measles merupakan penyakit akut dengan daya penularan tinggi,
yang ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai eksantema spesifik
(koplik’s sign) diikuti ruam maculopapular menyeluruh yang disebabkan oleh
paramyxovirus genus morbillivirus.Penularan terjadi saat 3-5 hari sebelum muncul
ruam hingga 4 hari sesudah ruam timbul.1,2
Jumlah kasus campak pada tahun 2009 di Indonesia sebanyak 18.055 kasus
dengan incident rate (IR) 0,77 per 10.000 penduduk, dan 17.139 kasus pada 2010
dengan IR 0,73 per 10.000 penduduk sementara target IR di Indonesia adalah 0 per
10.000 penduduk. Sehingga sebagai upaya mencapai IR tersebut dilakukan
pengendalian campak berupa:3,4
a) Imunisasi rutin  pada bayi 9 bulan dan kegiatan Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) pada anak kelas 1 SD (dosis kedua)
b) Imunisasi tambahan berupa Crash Program pada anak balita dan SD di daerah
resiko tinggi.
c) Penguatan surveilans campak.
d) Memperbaiki manajemen kasus melalui pemberian vitamin A dan antibiotik.
Rhinofaringitis merupakan inflamasi pada mukosa hidung dan faring yang
biasanya ringan, dapat sembuh sendiri dan lebih sering disebabkan oleh virus.
Gejalanya yakni secret pada hidung atau obstruksi yang mungkin disertai nyeri
tenggorokan, demam, batuk, lakrimasi dan diare pada anak, pada anak dibawah 5
tahun, sebaiknya diperiksa secara rutin untuk melihat membran timpani untuk
mengetahui apakah ada otitis media.5
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan akut telinga tengah dengan
gejala nyeri telinga, demam dan otorrhea disertai tanda-tanda peradangan yang nampak

2
pada membran timpani atau telinga tengah. OMA merupakan infeksi bakteri yang
paling sering pada anak-anak, terbanyak kedua setelah infeksi saluran napas.1_13
Penyebab tersering adalah Haemophillus influenza dan Streptococcus pneumonia,
dengan faktor utama penyebabnya adalah sumbatan pada tuba eustachius. Makin
sering seorang anak terkena ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA, pada
bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena:6,7
a) Morfologi tuba eustachius yang pendek dan lebar serta letak yang agak
horizontal.
b) Sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan.
c) Infeksi saluran napas yang berulang.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : By. M.F
Tempat tanggal lahir : Pare-pare 15 November 2014
Umur : 9 bulan 14 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : Tunggal
Alamat orang tua : Pare-pare
Bangsa/suku : Indonesia/Mandar
Orang tua
Ayah : Tn. DP
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Ibu : Ny. DR
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : Diploma III
Ruang perawatan : Ruang Melati (Bangsal anak)-kelas 3 bed 8, R. isolasi
Lama perawatan : 6 hari (19 Agustus-24 Agustus 2015)
Tanggal pemeriksaan : 22 Agustus 2015
Jam pemeriksaan : 11.00 WITA

4
B. Status Umum
Pembuatan status didasarkan alloanamnesis dari keluarga pasien (ibu pasien) dan dari
status pasien selama perawatan di ruang Melati RSUD A. Makkasau yang dibuat pada
tanggal 22 Agustus 2015.
a) Keluhan utama : Demam
b) Keluhan tambahan : Muntah, batuk, muncul bercak kemerahan
c) Riwayat penyakit sekarang
Dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun, lebih sering
pada sore hingga malam hari dan demam biasa turun pada pagi hari. Demam tidak
disertai menggigil dan kejang.
Selain itu, pasien juga muntah sebanyak 3 kali saat demam, muntah berisi cairan
dan sisa makanan, tidak ada lendir maupun bercak merah. Nafsu makan menurun,
pasien cenderung lebih sering minum ASI.
Pasien mengalami batuk tidak berdahak kurang lebih 1 minggu. Batuk hanya
sesekali, tidak disertai sesak napas.
Setelah demam sekitar 6 hari, muncul ruam-ruam kemerahan pada kulit, awalnya
muncul dari kepala, kemudian pada anggota gerak dan selanjutnya pada tubuh
pasien. Setelah ruam muncul, pasien tidak lagi demam.
BAB baik, lancar dan tidak encer. BAK lancar, urine kuning jernih, tidak berbuih,
tidak berdarah.

Riwayat pengobatan sebelumnya


Pasien diberi obat penurun panas, demam turun namun kembali naik.

Riwayat penyakit sebelumnya/lain


Pasien sering pilek

5
Riwayat keluarga/sosial
Sebelum sakit, pasien tinggal dirumah bersama kedua orangtuanya, tidak ada
anggota keluarga lain yang tinggal bersama pasien dan orangtuanya. Riwayat
keluhan yang sama pada anggota keluarga tidak ada. Riwayat kontak antara pasien
dengan orang batuk lama disangkal, riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan
bitnik kemerahan disangkal.

C. Status Neonatologi dan Tumbuh Kembang


Lahir caesar, cukup bulan, di rumah sakit ditolong oleh dokter, tidak segera
menangis, dan air ketuban jernih. Berat badan lahir (BBL) 3100 gram. Panjang
badan lahir 51 cm. Diagnosis lahir Bayi Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan.
Riwayat pemberian vitamin K1 (+), riwayat inisiasi menyusui dini (+). Riwayat
mengamati tangan pada usia 2 bulan, meraih benda pada usia 4 bulan, tengkurap
sendiri saat usia 3 bulan, mengucapkan satu suku kata saat usia 5 bulan, gigi pertama
tumbuh usia 5 bulan.

D. Status Gizi
1) Makanan
Mulai makan bubur saring saat usia 6 bulan sampai sekarang frekuensi 3x
sehari.
2) ASI
ASI eksklusif hingga 6 bulan, masih diberikan hingga sekarang
3) Antropometri
BB : 7,8 Kg LK : 43 cm
PB : 70 cm LD : 43 cm
LLA : 11,5 cm LP : 44 cm
BB/PB : Terletak di garis -1 SD IMT : BB/TB (kg/m2)=15,9
BB/U : Terletak di garis -2 SD IMT/U : Terletak di garis -1 SD
PB/U : Terletak di garis -2 SD Status : Gizi baik

6
BB/PB

BB/U

7
PB/U

IMT/U

8
E. Status Imunisasi
Belum 1 2 3 4 Booster
Pernah 18 bln – 2 thn
BCG + (1 bln)
Hep. B + (0 bln) + (1 bln) + (6 bln)
Polio + (1 bln) + (2 bln) + (4 bln) +(6 bln)
DPT + (2 bln) + (4 bln) + (6 bln)
Campak -
Hib -
PCV -
Rotavirus -
Influenza -
MMR -
Varisela -
Hep A -
Tifoid -
HPV -

F. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi :136x/menit; reguler, isi cukup, kuat angkat
Pernapasan : 36x/menit; reguler
Suhu : 36,60C; per axilla
Kulit : Warna kuning langsat, pucat tidak ada, petekie tidak ada,
ikterus tidak ada; Turgor baik ; Scar BCG (+); Tonus kesan
normal.
Status dermatologis: Papul eritem pada regio facialis, extremitas superior et inferior,
truncus anterior et inferior.
1) Kepala
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Bentuk : Normocephal
Ubun-ubun : Menutup
Ukuran : 43 cm

9
2) Wajah
Simetris
Mata : Cekung tidak ada , palpebra edema tidak ada, konjungtiva
anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, refleks pupil (+/+),
isokor 3mm/3mm
Telinga : Otorea tidak ada
Hidung : Rhinorea tidak ada
Mulut
Bibir : Sianosis tidak ada
Gigi : ---1 1---
---1 1---
Tenggorok : Sulit dievaluasi
Leher : Kaku kuduk tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba
3) Thorax
Bentuk : Simetris sinistra dan dextra
Payudara : Tidak ada kelainan
Lingkar dada : 43 cm
Paru
Inspeksi : Simetris sinistra dan dextra, pelebaran sela iga tidak ada,
retraksi dinding tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus simetris sinistra dan dextra, nyeri tekan
kesan tidak ada
Perkusi : Sonor (+), batas paru hepar interkostal (ICS) VI dextra,
Auskultasi : Bronkovesikuler pada kedua lapang paru; rhonki tidak
ada,wheezing tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Thrill tidak ada

10
Perkusi : Batas sinistra linea midklavikularis sinistra; batas
dextra parasternalis dextra; batas atas ICS III sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler; bising tidak ada
4) Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas
Palpasi : Supel, Nyeri tekan kesan tidak ada
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
5) Genitalia
Tidak ada kelainan
6) Ekstremitas
Teraba hangat
Edema : edema dorsum pedis tidak ada, edema pretibial tidak
ada
Lingkar lengan atas : 11,5 cm

7) Neurologis
- Col. Vertebralis : Skoliosis, kifosis, lordosis dan gibus tidak ada
- Refleks fisiologis: ++/++ Normal
- KPR : ++/++ Normal
- APR : ++/++ Normal
- Kekuatan : 5555
- Tonus otot : Kesan normal
- Refleks patologis tidak ada

11
G. Resume
Seorang bayi laki-laki usia 9 bulan, BB 7,8 kg dibawa ibunya dengan
keluhan demam selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit yang dialami naik turun.
Muntah (+) 3 kali berisi cairan dan sisa makanan, batuk (+) sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, tidak berdahak. Setelah demam 6 hari, muncul ruam kemerahan
pada wajah, anggota gerak , gatal (-) nyeri (-), setelah muncul ruam-ruam tersebut,
demam (-). Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan dirawat oleh ibu
kandung. Riwayat BBLR (-), ASI masih diberikan dengan makanan pendamping
berupa bubur saring. Riwayat imunisasi (+) sisa campak. Pemeriksaan fisik
didapatkan KU: tampak sakit sedang, kompos mentis. TD: 90/60 mmHg, N:
136x/menit, P: 36x/menit, S: 36,6ºC. Status dermatologis didapatkan efloresensi
berupa maculopapular eritem regio generalisata.Pemeriksaan antropometri
termasuk gizi baik.

H. Diagnosis Kerja
- Morbili

I. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah rutin tanggal 20 Agustus 2015
Pemeriksaan Nilai Rujukan

HB 10,8 d/dl 10.8-14.2 g/dl


Leukosit 13.500 3700-10.100
Trombosit 449.000 155.000- 366.000
Eritrosit 4.40. 106 4,06.106 – 4,69.106
HCT 43,5% 37.7-53.7%
MCV 89,5 fl 81.1-96.0
MCH 29,9 pg 27,0-31,2 pg
MCHC 33,9 g/dl 33,0-35,4 g/dl
LED 16 mm/jam <15 mm/jam

12
J. Tatalaksana (UGD)
- IVFD RL 12 tetes per menit (makrodrips)
- Ampicillin 300 mg/8 jam/ iv
- Paracetamol 80mg/8 jam/ iv

K. FOLLOW-UP
Tanggal Subjective (S), Objective (O), Planning
Assasement (A)
20/08/15 S: Demam (+) sejak malam-subuh - IVFD D5% 8 tpm
(Hari-1) O: Keadaan Umum: Lemah - Ampicillin 150mg/6 jam/iv
TTV: - Paracetamol 80 mg/8 jam/iv
TD: 90/60 mmHg - Konsul THT
Nadi: 158x/mnt
Respirasi: 37x/mnt
Suhu: 37,70C
Mata: Konjungtiva anemis-/-, Sklera
ikterik -/-
Paru-paru: bronkovesikuler pada
kedua lapang paru, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung: BJ I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan normal
Kulit: turgor normal
Ekstremitas: tidak ditemukan kelainan
A: Observasi febris et causa ISPA
21/08/15 S: Demam (+), BAB encer 3x, berisi - IVFD D5% 8 tpm
(Hari-2) air dan ampas berwarna - Ampicillin 150mg/6 jam/iv
kekuningan, lendir (-) - Paracetamol 80 mg/8 jam/iv
O: Keadaan Umum: lemas
TTV:
TD: 90/60 mmHg
Nadi: 128x/mnt
Respirasi: 32x/mnt
Suhu: 38,40C

13
Mata: Konjungtiva anemis-/-, Sklera
ikterik -/-
Paru-paru: bronkovesikuler pada
kedua lapang paru, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung: BJ I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan normal
Kulit: turgor normal
Ekstremitas: tidak ditemukan kelainan
A: Observasi febris et causa ISPA +
diare
Hasil konsul THT:
 Otitis Media Akut
 Rhinofaringitis
22/08/15 S: BAB encer (-), demam (-), muncul - Aff IVFD
(Hari-3) bitnik-bintik kemerahan pada wajah - Ampicillin stop
dan tubuhh. - Cefixime sp 2x2cc
O: Keadaan Umum: baik, aktif - Salicyl talc
TTV: - Rawat isolasi
TD: 90/60 mmHg
Nadi: 136x/mnt
Respirasi: 32x/mnt
Suhu: 36,60C
Mata: Konjungtiva anemis-/-, Sklera
ikterik -/-
Paru-paru: bronkovesikuler pada
kedua lapang paru, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung: BJ I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan normal
Kulit: papul eritem pada regio
generalisata
Ekstremitas: tidak ditemukan kelainan
A: Morbili

14
23/08/15 S: BAB encer (-), demam (-), muncul - Cefixime sp 2x2cc
(Hari-4) bitnik-bintik kemerahan pada wajah - Salicyl talc
dan tubuhh.
O: Keadaan Umum: baik, aktif
TTV:
TD: 90/60 mmHg
Nadi: 112x/mnt
Respirasi: 32x/mnt
Suhu: 36,60C
Mata: Konjungtiva anemis-/-, Sklera
ikterik -/-
Paru-paru: bronkovesikuler pada
kedua lapang paru, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung: BJ I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan normal
Kulit: papul eritem pada regio
generalisata
Ekstremitas: tidak ditemukan kelainan
A: Morbili
24/08/15 S: - - Paracetamol sirup 120/5 ml
(Hari-5) O: Keadaan Umum: baik, aktif ¾ C/8 jam (kalau demam)
TTV: - Cefixime 2 x 2 cc
TD: 90/60 mmHg - Salycil talc
Nadi: 116x/mnt
Respirasi: 29x/mnt
Suhu: 36,50C
Mata: Konjungtiva anemis-/-, Sklera Pasien boleh pulang
ikterik -/-
Paru-paru: bronkovesikuler pada
kedua lapang paru, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung: BJ I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan normal
Kulit: papul eritem pada regio
generalisata, bercak hiperpigmentasi

15
pada regio humerus dextra dan truncus
posterior
Ekstremitas: tidak ditemukan kelainan
A: Morbili

16
BAB III
DISKUSI

Pasien dalam laporan kasus ini, seorang bayi laki-laki usia 9 bulan, BB 7,8 kg
dibawa ibunya dengan keluhan demam selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit yang
dialami naik turun. Muntah (+) 3 kali berisi cairan dan sisa makanan, batuk (+) sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, tidak berdahak. Setelah demam 6 hari, muncul
ruam kemerahan pada wajah, anggota gerak , gatal (-) nyeri (-), setelah muncul ruam-
ruam tersebut, demam (-). Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan dirawat oleh
ibu kandung. Riwayat BBLR (-), ASI masih diberikan dengan makanan pendamping
berupa bubur saring. Riwayat imunisasi (+) sisa campak. Pemeriksaan fisik didapatkan
KU: tampak sakit sedang, kompos mentis. TD: 90/60 mmHg, N: 158x/menit, P:
37x/menit, S: 37,7ºC. Terdapat papul eritem milier pada seluruh tubuh pasien.
Pemeriksaan antropometri termasuk gizi baik. Pada pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan pada 20 Agustus didapatkan jumlah leukosit sebanyak 13.500/mm3.
Pada hari pertama perawatan, pasien dikonsulkan ke bagian THT, hal ini
dikarenakan pada hari ini pasien belum terdapat efloresensi morbili. Pertimbangan
dikonsul ke bagian THT adalah untuk melihat apakah ada infeksi pada telinga, hidung
dan tenggorokan karena insidensi infeksi respiratori akut paling sering terjadi pada
anak, sebanyak >50% pada anak usia kurang dari 5 tahun. 7 Jawaban konsul adalah
rhinofaringitis dan otitis media akut.
Rhinofaringitis merupakan infeksi pada mukosa hidung dan faring dengan
penyebab tersering adalah virus, untuk rhinofaringitis penyebab terseringnya adalah
Rhinovirus. Anak-anak lebih sering mengalami rhinofaringitis dibandingkan orang
dewasa, rata-rata 6-8 kali dalam 1 tahun.7 Dari anamnesis, ibu pasien mengatakan
bahwa pasien sering pilek. Rhinofaringitis yang sering terjadi juga dapat menyebabkan

17
terjadinya infeksi pada teling tengah, komplikasi ini sering terdiagnosis pada hari ke-3
atau ke-4 setelah onset gejala infeksi saluran pernapasan atas.7
Otitis media akut (OMA) merupakan suatu inflamasi telinga tengah yang
biasanya disebabkan karena fungsi tuba yang terganggu. Hampir 85% anak memiliki
episode OMA paling sedikit 1 kali dalam 3 tahun pertama kehidupan, 50% mengalami
2 episode atau lebih. Fungsi tuba eustachius yakni:7
a) Melindungi telinga tengah dari sekret nasofaring.
b) Drainasi sekresi telinga tengah.
c) Memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam
telinga tengah.
Insiden OMA lebih sering dialami oleh anak-anak karena:7
a) Tuba eustachius bayi dan anak kecil lebih pendek dibanding orang dewasa.
b) Respon imun bayi belum sempurna.
c) Infeksi saluran napas berulang  penyumbatan lumen tuba eustachius
OMA paling sering terjadi pada anak-anak dan termasuk diagnosis yang paling
sering pada anak dengan gejala panas. Gejala awal dapat diawali dengan infeksi saluran
napas, yang kemudian disertai keluhann nyeri telinga, demam dan gangguan
pendengaran. Namun pada bayi gejala ini dapat tidak khas, sehingga gejala yang timbul
seperti iritabel, diare, muntah, malas minum dan sering menangis. Karena gejala yang
tidak khas inilah lebih baik dilakukan pemeriksaan otoskopi untuk melihat keadaan
membran timpani dari gerak hingga posisi membran timpani.7
Pada pasien, ibu pasien mengatakan pasien sering pilek, diperkirakan telah
terjadi infeksi pada mukosa hidung. Seperti pada teori tersebut diatas infeksi saluran
napas yang sering terjadi merupakan faktor resiko terjadinya OMA, selain itu dari usia
pasien yang masih 9 bulan serta anatomis tuba yang lebih pendek dan horizontal akan
lebih memungkinkan infeksi dari hidung bermigrasi ke telinga tengah.
Berikut bagan patofisiologi rhinofaringitis dan hubungannya dengan OMA7

18
Deposit virus

Mukosa hidung Ductus lakrimalis Mata

Gerakan mukosilier

Virus berikatan dengan


Mukosa intercellulae adhesion Sel epitel
nasofaring molecule I (ICAM-1)

Replikasi virus
pada sel epital

Vasodilatasi dan Infeksi pada Stimulasi


peningkatan mukosa hidung kolinergik
permeabilitasan kapiler

Peningkatan
Hidung tersumbat
& sekresi mukosa
sekret hidung dan bersin

Obstruksi intrinsik pada tuba eustachius

OMA

Gambar. Bagan patofisiologi rhinofaringitis dan hubungannya dengan OMA7

19
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini dapat didiagnosis
dengan campak atau measles, berdasarkan onset dimana campak insidensinya tinggi
pada anak usia pra sekolah, dan dari data epidemiologi diungkapkan bahwa
berdasarkan kelompok umur kasus campak rawat inap yang paling banyak dirawat di
rumah sakit adalah usia < 1 tahun.1, 2 Pada anamnesis didapatkan gejala prodromal
berupa demam dan batuk. Demam selama 5 hari sebelum muncul ruam dan turun
setalah ruam muncul. Ruam yang muncul berupa makulopapul eritem yang berawal
pada wajah, tubuh dan kedua anggota gerak.2,8Diagnosis ini juga diperkuat dengan
adanya riwayat pasien yang belum pernah mendapatkan imunisasi campak, sehingga
resiko menderita campak meningkat menjadi 10 kali lipat dibanding mereka yang
mendapat vaksin campak.9
Virus campak (morbillivirus) berada pada secret nasofaring dan di dalam darah,
maka penularannya terjadi secara droplet melalui udara sejak 1-2 hari sebelum
timbulnya gejala klinis hingga 4 hari setelah timbulnya ruam. Virus masuk kedalam
limfatik local kemudian mencapai kelenjar getah bening regional kemudian virus
memperbanyak diri dan mulai menginfeksi sel mononuklear, sementara sel limfosit T
yang rentan terhadap infeksi turut aktif membelah. Pada hari ke 5-6 setelah infeksi
awal, terbentuk focus infeksi yakni setelah virus masuk ke dalam pembuluh darah
kemudian menyebar kepermukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit,
kandung kemih dan usus. Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran
napas dan konjungtiva akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu atau dua lapis
sel, kemudian masuk kembali dalam pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran napas yang diawali dengan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva tampak merah, selanjutnya daya tahan tubuh akan menurun sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen sehingga muncul ruam
makulopapuler.2,10

20
Manifestasi klinis pada campak:10,11
 Masa prodromal antara 2-4 hari yang ditandai dengan demam 38.4-40,6ºC,
koriza, batuk, konjungtivitis, bercak koplik.
 Bercak koplik muncul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada
mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul
berwarna putih atau abu-abu kebiruan diatas dasar bergranulasi atau
eritematosa.
 Demam tinggi disaat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3
hari timbulnya ruam.
 Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kemudian
menyebar sentrifugal sampai seluruh badan.
 Eksantema berupa papul eritematosa berbatas tegas kemudian
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar namun tidak gatal dan tidak
nyeri.
 Bercak menghilang disertai hiperpigmentasi dan deskuamasi ringan yang
menghilang 7-10 hari.
Pada pasien, didapatkan gejala prodromal yakni demam yang muncul 6 hari
sebelum ruam timbul, batuk tidak berdahak, BAB encer yang mungkin disebabkan
karena virus menginfeksi epitel dari usus, serta effloresensi ruam yang berupa bercak
makulopapuler eritem region generalisata yang penyebarannya bersifat sentrifugal
(dari wajah kemudian ke dada, tubuh, lengan dan kaki) selain itu, pasien tidak lagi
demam setelah ruam tersebut timbul.
Dalam mendiagnosis campak dapat melalui gambaran klinis yakni gejala klasik
seperti batuk, korisa, bercak koplik, ruam maculopapular. Diagnosa laboratoris
diperlukan jika adanya campak atipikal atau pneumonia dan ensefalitis yang tidak jelas
pada penderita dengan imunokompromise. Campak dapat didiagnosis dengan isolasi
virus, identifikasi virus antigen pada jaringan yang terinfeksiatau dengan respon
serologis terhadap virus campak. ACIP (Advisry Commite on Immunization Practice)

21
merekomendasikan kriteria laboratoris campak adalah tes serologi yang positif untuk
Ig M campak atau peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi
virus campak.1 IgM anti-measles umumnya dapat dideteksi 3 hari setelah muncul ruam,
dan mungkin tidak terdeteksi pada saat munculnya ruam dan juga tidak dapat dideteksi
30 hari setelah muncul ruam, sementara IgG anti measles umumnya tidak dapat
dideteksi hingga 7 hari setelah onset ruam namun meningkat sekitar 14 hari setelah
euam muncul. Kultur dapat dilakukan dari sel darah mononuklear perifer, secret
respirasi, swabs konjungtiva atau urin. Virus measles dapat diisolasi dari secret
nasofaring selama fase prodromal, namun sulit dan membutuhkan fasilitas khusus serta
jarang dilakukan.10
Pasien campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan, dengan pengobatan yang
bersifat suportif seperti pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan
bila diperlukan.2,9 Indikasi rawat inap pada pasien campak yaitu pasien dengan
hiperpireksia (suhu tubuh >39ºC), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya
komplikasi.12 Adapun komplikasi yang dapat timbul pada pasien campak dapat timbul
karena daerah epitel yang nekrotik akibat virus menyebabkan mudahnya terjadi infeksi
sekunder berupa bronkopneumonia, laryngitis serta ensefalitis yang merupakan
masalah neurologic yang sering terjadi, biasanya pada hari ke-4 hingga 7 setelah ruam
muncul.2
Pada pasien tidak didapatkan indikasi rawat inap, inilah alasan pasien dapat
dipulangkan pada hari kedua setelah ruam muncul. Terapi suportif yang diberikan pada
pasien ini yakni:
 Pemilihan cairan untuk terapi suportif pada pasien campak tidak ada
ketentuan tertentu, tujuannya yakni untuk memperbaiki keadaan umum
pasien.2 Pada pasien ini, saat di UGD mendapat cairan RL sebanyak 12
tpm, namun di bangsal cairan diganti dengan dekstrosa 5% sebanyak 8 tpm.
Kebutuhan cairan harian anak usia 9 bulan yakni 110ml/KgBB/hari. Jadi
kebutuhan cairan pasien ini adalah 858 ml/hari, pasien menggunakan

22
makrodrips, jadi tetesannya adalah sebanyak 12 tpm. Namun, saat di
bangsal hanya diberikan 8 tpm mungkin juga mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan cairan secara oral, mengingat pasien tidak lagi
muntah selama di bangsal, jadi pasien dapat minum.
 Paracetamol, karena pasien demam. Dosis paracetamol yakni 10-15
mg/KgBB per dosis dengan dosis maksimal 1 gram, diberikan 4-6 kali
sehari, dimana dosis terapeutik maksimum paracetamol untuk anak usia >3
bulan adalah 80mg/KgBB per hari. Dosis toksik 150mg/KgBB pada
pemberian tunggal.13
Pada kasus, pasien diberikan paracetamol sebanyak 80 mg, masih sesuai
dengan dosis paracetamol. Dimana berat badan pasien 7,8Kg, sehingga
dapat diberikan paracetamol antara 78 mg-117 mg.
 Pemberian antibiotik diberikan karena melihat kadar leukosit diatas nilai
rujukan normal yakni 13.500/mm3. Antibiotik yang dipilih adalah
ampicillin. Dosis ampicillin adalah 10-25 mg/KgBB tiap 6 jam.14 Sehingga
untuk berat badan 7,8 kg ampicillin yang dapat diberikan berkisar antara
78 mg- 195 mg/6 jam. Pada kasus pasien diberikan ampicillin 150mg/6
jam.
 Pada hari perawatan ke-3, ampicillin diganti dengan sefiksim. Sefiksim
termasuk dalam golongan sefalosporin generasi ketiga yang dapat
diberikan secara oral.15 Sefalosporin memiliki sifat serupa dengan
golongan penisilin, aktif terhadap bakteri yang memproduksi
betalaktamase, selain itu alasan lain pemberian sefiksim yakni karena pada
pasien ini mengalami otitis media akut. Dosis sefiksim untuk anak dengan
berat badan dibawah 1,5 mg – 3 mg/KgBB diberikan 2 kali sehari. 15 Pada
pasien ini diberikan sefiksim 2 ml tiap 12 jam, sediaan yang diberikan
adalah sirup 100mg/5ml jadi yang didapatkan pasien adalah sebanyak

23
20mg tiap kali pemberian. Kisaran yang harus diberikan adalah antara
11,7mg sampai 23,4 mg.
 Bedak salycil mengandung asam salisilat yang merupakan bahan
keratolitik. Selain itu juga memiliki efek enti pruritus ringan namun
mekanisme kerjanya belum diketahui.16
Pencegahan dari penyakit campak:12
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif dapat dirangsang dengan memberikan virus campak hidup yang
dilemahkan, yang tidak menyebar melalui kontak dengan individu yang divaksin.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit lebih sering terjadi. Imunisasi
kedua terhadap campak biasanya diberikan sebagai campak-parotitis-rubella
terindikasi. Dosis ini dapat diberikan ketika anak masuk sekolah dasar atau nanti
pada saat masuk sekolah menengah.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesen, globulin plasenta, atau gamma globulin plasma. Campak dapat dicegah
dengan menggunakan immunoglobulin serum (gamma globulin) dengan dosis 0,25
mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih
baik sesegera mungkin.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Tommy. Campak. Fak. Kedokteran UNAIR. Surabaya.2002:p.1-21


2. Sudarmo SSP, Garna H, hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h 109-118
3. DITJEN PP & PL. Pedoman pelaksanaan kampanye imnunisasi campak dan
polio. 2012:p 1-47
4. Sugiasih E. Gambaran pelaksanaan surveilans campak di puskesmas cepu dan
tunjungan kabupaten blora tahun 2012. Semarang;2012.h.1-120
5. Broek I, Harris N, Henkens M, Makaoui H, Palma PP, Szumillin, et al. Clinical
Guidelines: Diagnosis and treatment manual. 2013:p 49, 57-9.
6. Munilso J, Edward Y, Yolazenia. Penatalaksanaan otitis media akut. Bagian
Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Lehar (THT-KL). Padang.
7. Naning R, Setyati A, Triasih R. Buku ajar Respirologi. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia;2012.h 288-95.
8. Kutty P, Rota J, Bellini W, Redd SB, Wallace G. Measles. VPD Surveilance 6th
edition. 2013:p 1-21
9. Zahidie A, Wasim S, Fatmi Z. Vaccine effectiveness and risk factors associated
with measles among children presenting to the hospotals of Karachi. Journal of
The College of Physician and Surgeons.2014:24(12):p.1-7
10. Barinaga JL, Skolnik PR, Hirsch M, Kaplan SL. Clinical presentation and
diagnosis of measles. 2014: p. 1-14
11. Rahayu T, Tumbelaka AR. Gambaran klinis penyakit eksantema akut pada anak.
Sari Pediatri. 2002 Desember:4(3). p 104-13.
12. Andriani J. Morbili/measles/campak. Faculty of Medicine. Riau:2009. p. 1-9
13. Lubis IN, Lubis CP. Penanganan demam pada anak, Sari Pediatri.2011
April:12(6). p. 409-18.

25
14. Tambunan T, Rundjan L, Satari HI, Windiastuti E, Somasetia DH, Kadim M.
Fromularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2012. p. 16-17, 161.
15. Istiantoro YH, Gan VHS. Penisilin, sefalosporin dan antibiotik betalaktam
lainnya. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi
dan Terapi. 2007: p.664-86.
16. Sulistyaningrum SK, Nilasari H, Effendi EH. Penggunaan asam salisilat dalam
dermatologi. J. Indon Med Assoc:2007 JUli;62(7). p 1-8.

26

Anda mungkin juga menyukai