Anda di halaman 1dari 18

BATU SALURAN KEMIH

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa misalnya kalsium
oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%)(Grace, 2006 dalam
Prabowo & Pranata, 2014).
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit di mana didapatkan batu di
dalam saluran air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra
anterior(RSU Dr. Soetomo Surabaya, 1994 dalam Nursalam & Baticaca, 2009).
Urolithiasis adalah batu atau kalkuli dibentuk dalam saluran kemih mulai
dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi dalam
urine(Nursalam, 2007 dalam Aspiani, 2015). Urolithiasis adalah suatu keadaan
terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan saluran kemih(Toto Suharyanto,
2009 dalam Aspiani, 2015).
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci
ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu berdasarkan
letak batu menurut Prabowo & Pranata (2014) :
a. Nefrolithiasis (batu pada ginjal);
b. Ureterolithiasis (batu pada ureter);
c. Vesikolithiasis (batu pada vesika urinaria/batu buli);
d. Uretrolithiasis (batu pada uretra).

1.2 Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)(Aspiani, 2015).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik,
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya(Purnomo, 2012). Berikut
merupakan penyebab dari faktor intrinsik dan ekstrinsik menurut Aspiani (2015)
yaitu:
a. Faktor Intrinsik/Endogen
1) Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria, dan
hiperoksalouria
2) Umur, paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3) Jenis kelamin, jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien
wanita.
b. Faktor Ekstrinsik/Eksogen
1) Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2) Iklim dan temperatur.
3) Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4) Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5) Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Adapun beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada saluran kemih


menurut Aspiani (2015), yaitu:
a. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah
ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
b. Statis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan statis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kemih.
c. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi daripada
daerah lain, daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
d. Keturunan
e. Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urine meningkat.
f. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
g. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tinngginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
h. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas
batu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan
putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih (buli-buli dan urethra).

1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada batu saluran kemih menurut Aspiani (2015), yaitu
sebagai berikut:
a. Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu ada
di dalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefreosis dan nyeri ini
tidak tajam, tetap dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turaun ke
dalam ureter pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik dan rasa seperti
ditikam. Nyeri ini bersifat intermitten dan disebabkan oleh spasme (kejang)
ureter dan anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri ini menyebar ke
area suprapublik, genitalia eksterna dan femur.
b. Nausea dan vormitus akibat adanya distesnsi abdomen karena penekanan ginjal.
c. Demam dan menggigil karena infeksi.
d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.
e. Oliguria dan anuria, akibat adanya stasis urine.

1.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pada pasien dengan urolithiasis tergantung pada letak
batu,tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Hal ini dikarenakan
kondisi penyulit tersebut mengakibatkan menurunnya aliran urine (urine flow),
sehingga menyebabkan resistensi meningka dan iritabilitas meningkat. Berikut ini
beberapa gambaran klinis dari pasien urolithiasis(Brooker, 2009 dalam Aspiani,
2015):
a. Kolik ureter (nyeri pinggang)
Hal ini dikarenakan stagnansi batu pada saluran kemih, sehingga terjadi
resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri hebat.
Jika gesekan semakin kronis, maka akan menimbulkan inflamasi jaringan yang
akan memperparah kondisi dan meningkatkan kualitas nyeri. Nyeri pinggang
biasanya timbul secara mendadak, karena mengikuti perhentian batu dalam
sirkulasi urine. Nyeri menyebar ke paha, testis, atau labia mayora. Nyeri
kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya nofrolithiasis.
b. Hambatan miksi
Dikarenakan adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urine (urine
flow) mengalami penurunan, sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan.
Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih berada pada ginjal, sehingga
urine yang masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada klien
uretrolithiasis, obstruksi urine mengeluarkan ada, namun hambatan pada saluran
menyebabkan urine stagnansi.
c. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urine yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distention) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika.
d. Hematuria
Hematuria tidak selalu terjadi pada klien dengan urolithiasis. Namun, jika
terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal, maka seringkali terjadi hematuria
yang masive. Hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki
sensitifitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada
sisinya.
e. Mual muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada
pasien karena nyeri yang sangat hebat, sehingga klien mengalami stress tinggi dan
memacu sekresi HCL pada gaster.

1.5 Komplikasi
Komplikasi menurut Aspiani (2015) yaitu:
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis
c. Gagal Ginjal
d. Perdarahan
e. Pada laki-laki dapat terjadi impoten
f. Nekrosis tekanan
g. Infeksi
h. Kerusakan fungsi ginjal
i. Gagal Ginjal Kronik.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Berikut beberapa pemeriksaan penunjang menurut Aspiani, (2015), yaitu:
a. Urinalisa
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjuukan
SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfa amonium atau
batu kalsium fosfat), urine 24 jam: kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin
serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah Lengkap
Haemoglobin, Hematokrit, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagak ginjal (PTH),
Merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine.
d. Foto Rountgen
Menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
e. IVP (Intravenous Pyelograf)
Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).
f. Sistoureterokopi
Untuk visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau
efek obstruksi.
g. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu. USG dikerjakan
bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-
keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang
sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-
buli, hidronefrosis, pionefrosis, atan pengkerutan ginjal.
h. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)(Dinda, 2011).
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan komplikasi pada ginjal
menghilangkan keluhan. Penatalaksaannya adalah sebagai berikut :
a. Medis
Pada kebanyakan kasus, tak ada tindakan karena batu dapat melewati
saluran tanpa intervensi medis untuk menghilangkan obstruksi.
1. Farmakologi :
Untuk mempertahankan PH urine:
a) Natrium bikarbonat untuk membuat urine lebih alkalin, pada asam
pencetus batu.
b) Asam askorbat untuk membuat urine lebih asam, pada alkalin
pencetus batu.

Untuk mengurangi eksresi dan subtansi pembentukkan batu :


a) Diuretik tiazid untuk menurunkan eksresi kalsium
b) Alupurinal untuk mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar
asam urat plasma
2. Pengangkatan batu melalui pembedahan
a) Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
b) Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
c) Sistolitotomi (batu diangkat dari kandung kemih)
3. Depecahkan dengan ESWL (Ekstracorporal Short Wave Lithotripsi)
Menghancurkan batu menjadi partikel yang lebih kecil agar bisa keluar
bersama urine.
4. Litotripsi ultrasonic perkutuan (PUL)
Terapi pelarutan menggunakan larutan kimia khusus batu yang
dimasukkan melalui selang refrostomi untuk mengirigasi area dan
melarutkan batu.
b. Keperawatan
Penatalaksaan keperawatan ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri.
1. Peredaan segera pada nyeri hebat karena kolik utertal atau renal diatasi
dengan analgesic narkotik
2. Klien dianjurkan untuk memilih posisi yang nyaman
3. Mandi air panas atau air hangat di area panggul dapat mengurangi
nyeri
4. Masukkan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid
urine, mengencerkan urine dari dan menjamin haluaran urine yang
besar.
1.8 Komplikasi
a. Obstruksi ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Gagal ginjal

1.9 Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme,
meskipun belum diketahui secara pasti mekanisme. Namun, beberapa teori
menyebutkan diantaranya teori inti mastris teori supersaturasi, teori presipitasi-
kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi
kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10% yang membentuk
batu. Supersaturasi filtrat di duga sebagai faktor utama terbentuknya batu,
sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebebasan batu,
statis, urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat,
sitrat dan lain-lain).
Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat,
oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu
kurang lebih 70-80% dari seluruh batu banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80
% dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat
merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine.
Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung
magnesium, amonium, dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di
Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang
herediter (Purnomo, 2000).
Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka
kondisi ini akan memudahkan terjadi supersaturasi, sebagai contoh pada
seseorang yang mengalami immobilisasi yang lama maka akan terjadi
perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat
sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Apabila intake
cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi , maka supersaturasi
akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium yang sangat besar, pH
urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan
sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu
struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu
kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh Ph urine. Batu yang berada dan terbentuk
di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, pelvis ginjal dan bahkan bisa
mengisi pelvis serta seluruh tubuli ginjal (Ignatavicius, 1995).
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo,
2000). Batu yang besar dan menyumbat ke saluran kemih akan menyebabkan
obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau korteks renalin dan medulla
dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal.
Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urine statis yang menjadi
predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada.
Sebagian urine dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan
tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi gas mencegah
kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk
sisa yang banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak
menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal
seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua buah ginjal berdampak kepada
kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi
adekuat dan urine masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan
menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul, mual, muntah dan perkembangan
hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada
pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel.
Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan
menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke
daerah genetalia dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan
peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan
mendorong urine untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali mnenyertai obtruksi
ureter akut di sebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat di
redakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak
lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila
fungsi ginjal sangat terganggu, mual , dan muntah merupakan ancaman gejala
uremia (Long, 1996) dalam (Aspiani, 2015).

2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan dari klien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu atau penyulit yang telah terjadi.
Keluhan utama biasanya adalah nyeri pada pinggang.
(Proviking) Pada beberapa kasus bila terdapat perubahan posisi yang tiba-tiba
dari berdiri atau berbaring berubah ke duduk atau melakukan fleksi pada
beban biasanya menyebabkan nyeri.
(Quality) Kualitas nyeri yang dirasakan biasanya berupa nyeri kolik yang
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter yang
meningkat dalam usaha mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadi
peregangan dari leminas saraf yang menyebabkan nyeri. Sedangkan nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau
infeksi pada ginjal.
(Region) Lokasi nyeri batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan
keluhan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke pah dan
genital. Klien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar
dan biasanya mengandung darah akibat iritasi batu. Keluhan nyeri ini disebut
kolik uretral. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan
pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria
mendekat testis.
(Severity/Scole) Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada pada
posisi 3 pada rentang 0-4 pengukur skala nyeri.
Waktu (Time), tanyakan apakah gejala timbuk mendadak perlahan atau
seketika. Tanyakan apakah gejala timbul secara terus menerus atau hilang
timbul (intermitten). Tanyakan apa yang sedang dilakukan klien pada waktu
gejala timbul, lama timbulnya, kapan gejala tersebut pertama kali timbul.
b. Pengkajian riwayat atau adanya faktor risiko:
1) Riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya, misalnya penggunaan
obat OAINS (Obat Anti Inflamasi Nos Steroid).
2) Riwayat penurunan imunitas, seperti : kanker, bulu bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal pernafasan gagal ginjal dan kerusakan
susunan saraf pusat.
3) Perubahan metabolik atau diet
4) Imobilitas lama
5) Masukan cairan tak adekuat
6) Riwayat batu atau infeksi saluran kemih sebelumnya
7) Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
c. Pemeriksaan Fisik
1) Nyeri batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekat dan konstan
2) Mual dan muntah serta kemungkinan diare
3) Perubaahan warna urine atau pola berkemih. Contoh : urine keruh dan
bau menyengat bila infeksi terjadi dorongan berkemih dengan nyeri
dan penurunan haluan urine biila masukan cairan takedekuat dan bila
terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematurisnya bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal
d. Pengkajian sanitasi lingkungan
Penggunaan air minum dan cara pengolahan makanan, untuk mengantisipasi
kemungkinan invasi infeksi Helicobactet pylori, infeksi ini menimbulkan
keluhan nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, malaise, dan kadang
demam.
e. Kaji perasaan klien tentang kondisi dan rencana terapeutik.
Klien dapat mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada
pekerjaan dan aktivitas harian lainnya. Klien pria dapat menunjukkan masalah
tentang disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri dan infeksi.
f. Pemeriksaan diagnostic
1) Urinalisasi (UA) menunjukkan hernaturia mikroskopik atau gros,
menunjukkan batu.
2) Kultur urine menandakan bakteri bila infeksi terjadi.
3) BUN seruum dan kreastinin meningkat bila terjadi kerusakan ginjal.
4) SDP meningkat pada infeksi.
5) Pengumpulan urine 24 jam untuk klirens kreatin menurun bila
kerusakan ginjal telah terjadi.
6) Sinar X ginjal,pielogram intravena (PIV) mendeteksi batu dan anomali
yang dapat membuat pembentukan batu.
7) Sistoskopi memungkinan visualisasi langsung dai saluran perkemihan
untuk mendeteksi abnormalitas dan pada beberapa kasus untuk
membuat batu.

2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan aktivita peristaltik otot polos sistem kalikes,
peregangan dari terminal saraf akibat adanya batu pada ginjal.
b. Perubahan eliminasi urine (retensio urine, sering buang air kecil, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih akibat adnya batu ginjal.
c. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah sekunder dari nyeri kolik.
d. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan invasif
diagnostik.
e. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, tindakan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
2.3 Intervensi Keperawatan
No Ds. Kep Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (Pain Management):
berhubungan keperawattan selama.....x24 jam - Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi :
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi,
dengan aktivitas klien dapat
kualitas, inttensitas/beratnya nyeri dan faktor-faktor
peristaltik otot 1. Mengontrol nyeri, presipitasi
(Pain Control) dengan - Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
polos sistem
ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
kriteria :
kalikes, peregangan untuk komunikasi secara efektif
- Mengenal faktor
- Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
dari terminal saraf penyebabb nyeri
mengekspresikan nyeri
- Onset nyeri
akibat adanya batu - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
- Tindakan pencegahan
hidup, pola tidur, nafsu makan, aktivitas kognisi,
pada ginjal. - Tindakan pertolongan
mood, relationship, pekerjaan, tanggung jawab peran
non analgenetik
- Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga
- Menggunakan
dengan nyeri kronis
analgenetik dengan
- Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol
tepat
nyeri yang telah digunakan
- Mengenal tanda-tanda
- Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
pencetus nyeri untuk
- Berikan informasi tentang nyeri, seperti : penyebab,
mencari pertolongan
berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
- Melaporkan gejala-
- Ajarkan penggunaan teknik non-farmaksiologi
gejala kepada tenaga
(misalnya:relaksasi, guided imagery, terapi musik,
kesehatan
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
(perawat/dokter)
- Evaluasi keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri
2. Menunjukkan Tingkat
- Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan
Nyeri (Pain Level) dengan respon klien
kriteria : - Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
- Melaporkan nyeri - Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman
berkurang nyeri secara tepat
- Frekuensi nyeri - Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau
berkurang terjadi keluhan
- Lamanya episode nyeri - Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
- Ekspresi wajah tenang Pemberian Analgetik (Analgetic Administration)
- Kegelisahan berkurang
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas dan
- Tidak ada perubahan
keparahan sebelum pengobatan
respirasi
- Tidak ada perubahan - Berikan obat dengan prinsip 5 benar
nadi - Cek riwayat obat.
- Tidak ada perubahan - Libatkan klien dalam pemilihan analgetik yang akan
tekanan darah. digunakan.
- Pilih analgetik secara tepat/kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan.
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
- Monitor reaksi obat dan
- efek samping obat.
- Dokumentasikan respon analgetik dan efek-efek
- yang tidak diinginkan.
- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (iritasi lambung)

- Manajemen Lingkungan :
- Kenyamanan (Enviroment Manajemen, Comfortable)
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat.
- Batasi pengunjung.
- Tentukan hal-hal
- yang menyebabkan ketidaknyamanan klien seperti
pakaian lembab.
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
- Tentukan temperature ruangan yang paling
- nyaman.
- Sediakan lingkungan yang tenang.
- Perhatikan hygiene
- klien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi klien yang membuat nyaman.
2. Perubahan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eleminasi Urine:
eleminasi urine keperawatan selama..... x 24 jam - Kaji yang komprehensif
(relensk) klien menunjukan kontinensia - mengenai saluran urine,
urine. urine dengan kriteria : - pola berkemih tiap 6 jam.
Sering b.a.k - Klien dapat mempertahankan - Pantau eliminasi meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
hemaluria sekunder pola berkemih yang adekuat. - volume dan warna jika perlu.
dari iritasi saluran - Klien menunjukkan eliminasi - Pantau tingkat distensi
kandung kemih melalui salpansi dan perkusi.
kemih akibat urine tidakterganggu ; bau,
- Ajarkan klien untuk
adanya batu ginjal. jumlah dan warna urine dalam segera beresponterhadap keinginan berkemih,
batas normal. jika perlu.
- Klien menunjukan - Ajarkan klien tentang tanda
pengeluaran urine tanpa nyeri. dari gejala batu saluran
- Tidak ada kesulitan diawal kemih.
berkemih atau urgency. - Ajarkan klien dan keluarga untuk mencatat haluaran
- Hasil lanboratorium BUN, urine dan pola berkemih.
kreatinin dan berat jenis urine - Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari.
dalam batas normal. - Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Klien bebas dai distensi  Pemberian medikammentosa.
kandung kemih.  Tindakan ESWL. (Ekstracorporal Shockwave Lithompin)
 Tindakan endourologi untuk memecahkan batu dan
mengeluarkan dari saluran kemih.
 Tindakan pembedahan terbuka.
3. Ketidakseim- Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
bangan nutrisi keperawatan selama ... x 24 jam (Nutritional Management)
kurang dari klien dapat meing- - Kaji status nutrisin klien,
kebutuhan tubuh katkan Status turgor kulit, berat badan
berhubungan Nutrisi, dengan dan derajat penurunan
dengan intake Kriteria : berat badan, integritas membran mukosa oral, kemampuan
nutrisi tidak menelan,
riwayat mual atau muntah.
adekuat.
2.4 Evaluasi
Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut
a. Klien dapat mengenal faktor penyebab, onset nyeri, tindakan pencegahan dan
penanganan nyeri
b. Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi nyeri
c. Klien tidak gelisah, tidak ada perubahan respirasi, nadi dan tekanan darah

Diagnosa Keperawatan : Perubahan Pola Eliminasi


a. Klien dapat melakukan eliminasi secara mandiri
b. Klien dapat mempertahankan pola berkemih yang adekuat
c. Klien menunjukkan eliminasi urine tidak terganggu : bau, jumlah dan warna
urine dalam batas normal, pengeluaran urine tanpa nyeri, tidak ada kesulitan
diawal berkemih atau urgency, BUN, kreatinin dan berat jenis urine dalam
batas normal

Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


a. Klien menunjukkan asupan makanan dan cairan adekuat
b. Klien menunjukkan berat badan dalam batas normal

Diagnosa Keperawatan : Kecemasan


a. Klien melaporkan penggunaan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
b. Klien dapat mempertahankan hubungan sosial
c. Klien melaporkan tidur yang adekuat
d. Klien dapat menurunkan stimulus lingkungan ketika cemas

Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dari


kebutuhan pengobatan
a. Klien dapat menjelaskan proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
b. Klien menjelaskan tanda dan gejala serta dapat melakukan tindakan untuk
meminimalkan progesi penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y., 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan Aplikasi NANDA, NIc, dan NOC. Jakarta:
Trans Info Media.
Dinda, 2011. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. Urolithiasis (Batu
Saluran Kemih), September. pp.1-4. Available at: HYPERLINK
"www.itokindo.org" www.itokindo.org [Accessed 24 Agustus 2018].
Nursalam & Baticaca, F.B., 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, E. & Pranata, A.E., 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. 1st ed. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnomo, B.B., 2012. Dasar-dasar Urologi. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai