1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa misalnya kalsium
oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%)(Grace, 2006 dalam
Prabowo & Pranata, 2014).
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit di mana didapatkan batu di
dalam saluran air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra
anterior(RSU Dr. Soetomo Surabaya, 1994 dalam Nursalam & Baticaca, 2009).
Urolithiasis adalah batu atau kalkuli dibentuk dalam saluran kemih mulai
dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi dalam
urine(Nursalam, 2007 dalam Aspiani, 2015). Urolithiasis adalah suatu keadaan
terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan saluran kemih(Toto Suharyanto,
2009 dalam Aspiani, 2015).
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci
ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu berdasarkan
letak batu menurut Prabowo & Pranata (2014) :
a. Nefrolithiasis (batu pada ginjal);
b. Ureterolithiasis (batu pada ureter);
c. Vesikolithiasis (batu pada vesika urinaria/batu buli);
d. Uretrolithiasis (batu pada uretra).
1.2 Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)(Aspiani, 2015).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik,
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya(Purnomo, 2012). Berikut
merupakan penyebab dari faktor intrinsik dan ekstrinsik menurut Aspiani (2015)
yaitu:
a. Faktor Intrinsik/Endogen
1) Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria, dan
hiperoksalouria
2) Umur, paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3) Jenis kelamin, jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien
wanita.
b. Faktor Ekstrinsik/Eksogen
1) Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2) Iklim dan temperatur.
3) Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4) Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5) Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
1.5 Komplikasi
Komplikasi menurut Aspiani (2015) yaitu:
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis
c. Gagal Ginjal
d. Perdarahan
e. Pada laki-laki dapat terjadi impoten
f. Nekrosis tekanan
g. Infeksi
h. Kerusakan fungsi ginjal
i. Gagal Ginjal Kronik.
1.9 Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme,
meskipun belum diketahui secara pasti mekanisme. Namun, beberapa teori
menyebutkan diantaranya teori inti mastris teori supersaturasi, teori presipitasi-
kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi
kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10% yang membentuk
batu. Supersaturasi filtrat di duga sebagai faktor utama terbentuknya batu,
sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebebasan batu,
statis, urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat,
sitrat dan lain-lain).
Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat,
oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu
kurang lebih 70-80% dari seluruh batu banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80
% dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat
merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine.
Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung
magnesium, amonium, dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di
Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang
herediter (Purnomo, 2000).
Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka
kondisi ini akan memudahkan terjadi supersaturasi, sebagai contoh pada
seseorang yang mengalami immobilisasi yang lama maka akan terjadi
perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat
sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Apabila intake
cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi , maka supersaturasi
akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium yang sangat besar, pH
urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan
sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu
struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu
kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh Ph urine. Batu yang berada dan terbentuk
di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, pelvis ginjal dan bahkan bisa
mengisi pelvis serta seluruh tubuli ginjal (Ignatavicius, 1995).
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo,
2000). Batu yang besar dan menyumbat ke saluran kemih akan menyebabkan
obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau korteks renalin dan medulla
dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal.
Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urine statis yang menjadi
predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada.
Sebagian urine dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan
tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi gas mencegah
kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk
sisa yang banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak
menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal
seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua buah ginjal berdampak kepada
kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi
adekuat dan urine masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan
menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul, mual, muntah dan perkembangan
hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada
pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel.
Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan
menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke
daerah genetalia dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan
peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan
mendorong urine untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali mnenyertai obtruksi
ureter akut di sebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat di
redakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak
lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila
fungsi ginjal sangat terganggu, mual , dan muntah merupakan ancaman gejala
uremia (Long, 1996) dalam (Aspiani, 2015).
- Manajemen Lingkungan :
- Kenyamanan (Enviroment Manajemen, Comfortable)
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat.
- Batasi pengunjung.
- Tentukan hal-hal
- yang menyebabkan ketidaknyamanan klien seperti
pakaian lembab.
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
- Tentukan temperature ruangan yang paling
- nyaman.
- Sediakan lingkungan yang tenang.
- Perhatikan hygiene
- klien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi klien yang membuat nyaman.
2. Perubahan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eleminasi Urine:
eleminasi urine keperawatan selama..... x 24 jam - Kaji yang komprehensif
(relensk) klien menunjukan kontinensia - mengenai saluran urine,
urine. urine dengan kriteria : - pola berkemih tiap 6 jam.
Sering b.a.k - Klien dapat mempertahankan - Pantau eliminasi meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
hemaluria sekunder pola berkemih yang adekuat. - volume dan warna jika perlu.
dari iritasi saluran - Klien menunjukkan eliminasi - Pantau tingkat distensi
kandung kemih melalui salpansi dan perkusi.
kemih akibat urine tidakterganggu ; bau,
- Ajarkan klien untuk
adanya batu ginjal. jumlah dan warna urine dalam segera beresponterhadap keinginan berkemih,
batas normal. jika perlu.
- Klien menunjukan - Ajarkan klien tentang tanda
pengeluaran urine tanpa nyeri. dari gejala batu saluran
- Tidak ada kesulitan diawal kemih.
berkemih atau urgency. - Ajarkan klien dan keluarga untuk mencatat haluaran
- Hasil lanboratorium BUN, urine dan pola berkemih.
kreatinin dan berat jenis urine - Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari.
dalam batas normal. - Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Klien bebas dai distensi Pemberian medikammentosa.
kandung kemih. Tindakan ESWL. (Ekstracorporal Shockwave Lithompin)
Tindakan endourologi untuk memecahkan batu dan
mengeluarkan dari saluran kemih.
Tindakan pembedahan terbuka.
3. Ketidakseim- Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
bangan nutrisi keperawatan selama ... x 24 jam (Nutritional Management)
kurang dari klien dapat meing- - Kaji status nutrisin klien,
kebutuhan tubuh katkan Status turgor kulit, berat badan
berhubungan Nutrisi, dengan dan derajat penurunan
dengan intake Kriteria : berat badan, integritas membran mukosa oral, kemampuan
nutrisi tidak menelan,
riwayat mual atau muntah.
adekuat.
2.4 Evaluasi
Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut
a. Klien dapat mengenal faktor penyebab, onset nyeri, tindakan pencegahan dan
penanganan nyeri
b. Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi nyeri
c. Klien tidak gelisah, tidak ada perubahan respirasi, nadi dan tekanan darah
Aspiani, R.Y., 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan Aplikasi NANDA, NIc, dan NOC. Jakarta:
Trans Info Media.
Dinda, 2011. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. Urolithiasis (Batu
Saluran Kemih), September. pp.1-4. Available at: HYPERLINK
"www.itokindo.org" www.itokindo.org [Accessed 24 Agustus 2018].
Nursalam & Baticaca, F.B., 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, E. & Pranata, A.E., 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. 1st ed. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnomo, B.B., 2012. Dasar-dasar Urologi. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto.