Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga diharapkan terjadi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan
Nasional tahun 2012). Pelaksanaan pembangunan kesehatan harus dilakukan secara
berkesinambungan agar dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat. Upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang tersirat dalam
UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada awalnya hanya di titik beratkan
pada upaya kuratif kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah
keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan
masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang bersifat terpadu dan berkesinambungan.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai
oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah
Indonesia (Depkes RI, 2011).
Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip oleh Haryoto (1983) faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat ada tiga faktor yaitu: Faktor
Pengetahuan, Faktor Sikap dan Faktor Tindakan. Dari ketiga faktor tersebut bahwa
faktor tindakan didukung oleh faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap derajat kesehatan masyarakat dan hal tersebut dapat berlaku
sebaliknya. Salah satu yang dapat menyebabkan lingkungan tidak sehat adalah
membuang tinja atau excreta manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 1
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
sehingga dapat dijangkau oleh vektor penyakit, dapat mencemari tanah, dapat
mencemari sumber-sumber air bersih dan menimbulkan bau yang tidak sedap yang
dapat menimbulkan penyakit bahkan dapat menimbulkan kematian.
Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapat
perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian
terungkap bahwa kondisi sanitasi di Indonesia masih relatif buruk dan jauh tertinggal
dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak
negatif di aspek-aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup
masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah
kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun
citra kota hingga menurunnya perekonomian ditingkat daerah (Laoli, 2014).
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) atau dikenal juga dengan nama
Community Lead Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam
rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat,
serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015. Upaya sanitasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 yang disebut Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) yaitu meliputi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop
BABS), Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah
Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah Cair Rumah
Tangga (Kemenkes RI, 2014).
Masalah sanitasi dasar (air bersih, akses fasilitas sanitasi, persampahan,
drainase dan sebagainya) di Indonesia sudah seharusnya menjadi perhatian utama
bagi pemerintah karena sanitasi merupakan dengan hak berpendapat, hak
mendapatkan pengobatan gratis, vaksinasi dan hak-hak lainnya. Sanitasi menjadi
penting karena masyarakat membutuhkannya setiap melakukan aktivitasnya sehari
hari untuk mencegah timbulnya kesakitan dan kematian akibat sanitasi yang buruk
(Idan, 2010).
Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1,1 milyar

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 2
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
orang atau 17% penduduk dunia masih buang besar di area terbuka, dari data tersebut
diatas sebesar 81% penduduk yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) terdapat
di 10 negara dan Indonesia sebagai negara kedua terbanyak ditemukan masyarakat
buang air besar di area terbuka yaitu India (58,00%), Indonesia (12,90%), China
(4,50%), Ethopia (4,40%), Pakistan (4,30%), Nigeria (3,00%), Sudan (1,50%), Nepal
(1,30%), Brazil (1,20%) dan Niger (1,10%) (WHO, 2010).
Hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan
fasilitas buang air besar, rerata nasional perilaku buang air besar di jamban adalah
(82,60%). Lima provinsi dengan presentase tertinggi rumah tangga yang berperilaku
benar dalam buang air besar diantaranya DKI Jakarta (98,90%), DI Yogyakarta
(94,20%), Kepulauan Riau (93,70%), Kalimantan Timur (93,70%) dan Bali
(91,10%). Sedangkan lima provinsi terendah diantaranya Sumatera Barat (29,00%),
Papua (29,50%), Kalimantan Selatan (32,30%), Sumatera Utara (32,90%) dan Aceh
(33.60%).
Menurut jenis tempat buang air besar yang digunakan, sebagian besar rumah
tangga di Indonesia menggunakan kloset berjenis leher angsa sebesar 84,40%,
plengsengan sebesar 4,80%, cemplung/cubluk/lubang dengan lantai sebesar 3,70%.
Berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja, berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
sebesar 66,00% rumah tangga di Indonesia menggunakan tangki septik sebagai
pembuangan akhir tinja. Rumah tangga yang menggunakan Saluran Pembuangan
Akhir Limbah (SPAL) sebesar 4,00%, kolam/sawah sebesar 4,40%,
sungai/danau/laut sebesar 13,90%, lubang tanah sebesar 8,60%, pantai/tanah
lapang/kebun sebesar 2,70% (Depkes RI, 2013).
Salah satu target MDG’s terkait sanitasi yakni terjadinya peningkatan akses
air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan sebesar separuh dari proporsi
penduduk yang belum mendapatkan akses pada tahun 2015. Kebijakan pemerintah
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) yang
juga selaras dengan target MDG’s, menyasar terwujudnya kondisi sanitasi yang bebas
dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada tahun 2014. Berdasarkan laporan
MDG’s di Indonesia tahun 2010 akses sanitasi layak hanya mencapai 51,10% (target
MDG’s sebesar 62,41%) dan sanitasi daerah pedesaan sebesar 33,96% (target MDG’s

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 3
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
sebesar 55,55%) (Kementrian PPN,2010).
Salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah dalam rangka meningkatkan
cakupan jamban dan mengubah perilaku masyarakat untuk Stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) di seluruh wilayah Indonesia dengan melaksanakan Pemicuan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yaitu cara untuk mendorong perubahan perilaku
higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku dan kebiasaan individu atau masyarakat.
Pemicuan diarahkan untuk memberikan kemampuan dalam merencanakan perubahan
perilaku, memantau terjadinya perubahan perilaku dan mengevaluasi hasil perubahan
perilaku.
Gambaran keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan dapat kita lihat dari presentase masyarakat Sumatera Utara yang
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pencapaian PHBS di wilayah Sumatera
Utara cenderung fluktuatif yang dari hasilnya diperoleh bahwa tahun 2014 terdapat
jumlah rumah tangga sebesar 3.223.042 dan yang terpantau PHBSnya sebesar
1.453.297 (45,09%) dan yang melakukan PHBS sebesar 779.253 (53,62%) dan
mengalami penurunan sebesar 9,98% dari tahun 2013. Dan persentase rumah tangga
menurut pembuangan tinja di Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah tangki septik
(69,86%), kolam/sawah (0,74%), sungai/danau (11,07%) dan lainnya (18,32%)
(Dinkes Sumut, 2015).
Tingginya angka pertumbuhan penduduk dan rendahnya pendapatan
masyarakat menyebabkan semakin rumitnya masalah jamban, disamping itu ada
faktor yang menyebabkan masyarakat belum tahu tentang masalah jamban, karena
ada anggapan bahwa semua urusan sanitasi merupakan urusan pemerintah, perilaku
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masih melekat di dalam masyarakat sebagai
akibat rendahnya tingkat pendidikan penduduk, pengetahuan dan sikap yang kurang,
kebiasaan penduduk dan rendahnya kepemilikan jamban sehingga mengakibatkan
masalah lingkungan yang serius terhadap masyarakat. (Widowati, 2015).
Kabupaten Deli Serdang adalah bagian wilayah dari Sumatera Utara yang
memiliki wilayah kerja puskesmas sebanyak 34 puskesmas, 7 puskesmas rawat jalan
dan 27 rawat inap. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang masih

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 4
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
memiliki penduduk yang kurang memiliki kesadaran dalam penggunaan jamban
sehat. Salah satu daerah di Kabupaten Deli Serdang yang masih berperilaku seperti
itu adalah Kecamatan Namo Rambe terutama Desa Jati Kesuma (sumber data :
Laporan Akses STBM Puskesmas Namo Rambe 2016)
Kecamatan Namo rambe memiliki wilayah kerja sebanyak 36 desa, 4 desa
diantaranya masih memiliki tingkat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang
tinggi. Desa Namo Pakam berada di tingkat pertama dengan jumlah 53 KK (1 jamban
sharing dan 52 Buang Air Besar Sembarangan (BABS), posisi kedua adalah Desa
Kuala Simeme dengan Jumlah 47 KK (37 Sharing dan 10 Buang Air Besar
Sembarangan (BABS), dan posisi ke tiga adalah Desa Jati Kesuma dengan jumlah 14
KK Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Desa Namo Pakam saat ini sedang
menjalani program Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). (sumber data :
Laporan Akses STBM Pusekesmas Namo Rambe 2017).
Desa Jati Kesuma merupakan desa yang memiliki akses sanitasi layak yang
masih rendah dan termasuk salah satu desa peringkat ketiga tertinggi yang
bermasalah dengan perilaku Buang Air Besar Sembarangannya (BABS).
Banyak Penyakit yang dapat timbul akibat buang air besar sembarangan
(BABS) antara lain adalah Diare, Thyphoid, Disentri dll. Sementara di kecamatan
Namo Rambe, Diare termasuk tiga penyakit tertinggi yang menjangkit masyarakat,
disusul dengan penyakit ISPA pada posisi tertinggi, dan Hipertensi berada pada posisi
kedua.
Pada tahun 2017 total keseluruhan KK di Desa Jati Kesuma terdapat 1080
KK, ada 1066 KK (98%) yang memiliki jamban, 14 KK (1.29%) yang masih belum
memiliki jamban dan menggunakan jamban sharing. (sumber data: profil data
Puskesmas Namo Rambe, 2017).
Melihat data yang ada, inilah ketertarikan peneliti untuk membuat penelitian
di Desa Jati Kesuma. Berdasarkan data desa pengguna jamban di kecamatan Namo
Rambe yang terlampir, Desa Jati Kesuma merupakan salah satu dari 36 cakupan desa
yang ada di Kecamatan Namo Rambe ada 14 KK (1.29%) yang masih Buang Air
Besar Sembarangan.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 5
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
dengan judul “Gambaran tingkat perilaku masyarakat terhadap program Stop Buang
Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, bahwa terdapat
14 KK (1.29%) yang tidak memiliki jamban dan diare adalah merupaksan penyakit
urutan ke 3 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 638 kasus dari laporan LB1
SP2TP Puskesmas Periode bulan Januari - Desember 2017 sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran tingkat perilaku masyarakat terhadap
program Stop BABS di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Gambaran perilaku masyarakat terhadap program Stop
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo
Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui “Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap program
Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa Jati Kesuma,
Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara”.
2. Untuk mengetahui “Gambaran sikap masyarakat terhadap program Stop
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa Jati Kesuma, Kecamatan
Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.
3. Untuk mengetahui “Gambaran tindakan masyarakat terhadap program Stop
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa Jati Kesuma, Kecamatan
Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara”.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang:
- Sebagai sumber informasi tentang tingkat kesadaran masyarakat dalam

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 6
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
penggunaan jamban sehat sehingga dinas kesehatan dapat berkoordinasi
dengan puskesmas untuk merubah perilaku masyarakat untuk tidak Buang Air
Besar Sembarangan.
2. Puskesmas Namo Rambe:
- Sebagai data yang diperlukan dalam kegiatan penyuluhan kepada masyarakat
dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan.
- Sumber informasi tentang masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dalam
penggunaan jamban sehingga mampu merubah perilaku masyarakat untuk
tidak Buang Air Besar Sembarangan.
3. Bagi masyarakat:
- Menjadi bahan informasi dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat
dalam upaya pembangunan sarana jamban keluarga di masa yang akan
datang.
4. Bagi peneliti selanjutnya:
- Menjadi dasar yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian
penelitian selanjutnya.
- Menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa permasalahan
tentang perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
5. Bagi peneliti
- Dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa
permasalahan tentang perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan
(BABS), khususnya hubungannya dengan kesehatan lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 7
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
2.1.1. Pengertian
STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat
merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat.
Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan
alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menimbulkan rasa malu
kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang tidak bersih dan tidak
nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB sembarangan di sembarang
tempat. STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter
melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes RI, 2014)
2.1.2. Ruang lingkup STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam
rangka percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu
program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs)
dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah dibentuk
Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga beranggotakan
mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM dibeberapa wilayah
di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat strategis dalam
implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai pembelajaran dan
pengalaman. Target program yang ada dalam STBM sendiri terdiri dari 5 pilar yaitu
Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan
Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, serta
Pengelolaan limbah cair rumah tangga, yang mana cakupan area pendekataan
utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif, untuk menjalankan itu semua
harus digerakkan dan disinergikan melalui 3 komponen pendekatan yakni
Menciptakan Kebutuhan (Demand creation), ketersediaan pasokan (supply
improvement) dan Lingkungan yang mendukung(Enabling Environment). Informasi
detail tentang pendekatan STBM tersebutdapat dilihat pada buku petunjuk
Pelaksanaan dan Teknis STBM (Sekretariat Nasional STBM, 2014).
2.1.3. Lima Pilar STBM
Menurut Kemenkes RI 2004, Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) dengan lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 8
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan
budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang
kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.
Pilar STBM terdiri atas perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
c. PengelolaanAir Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)
2.1.3.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan. Perilaku Stop BABS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang
saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang
memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:
a. Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia
b. Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai
dan lingkungan sekitarnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku Stop BABS
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di
dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 9
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
a. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguancuaca dan gangguan lainnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.2 Contoh Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)

b. Bangunan tengah jamban


Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urin) yang saniter dilengkapi
oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang
dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.
2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran
untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban
c. Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja
yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja
melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 10
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urin). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter
untuk mengelola cairan tersebut.
2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan
cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan
limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan
bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk
cubluk dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman dari
longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata,
batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya
(Kemenkes RI, 2014).

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban

2.1.3.2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)


CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air
bersihyang mengalir.
a. Langkah-langkah CTPS yang benar :
1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 11
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu gosok kedua
punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena
busa sabun.
3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.
4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa
sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih,
atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar

b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain :


1. Sebelum makan
2. Sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
3. Sebelum menyusui
4. Sebelum memberi makan bayi/balita
5. Sesudah buang air besar/kecil
6. Sesudah memegang hewan/unggas

c. Kriteria Utama Sarana CTPS


1. Air bersih yang dapat dialirkan
2. Sabun
3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 12
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE

2.2. Perilaku Kesehatan


2.2.1. Pengertian Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu
stimulus/ rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku
tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup
merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan
yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

2.2.2. Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan
masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun
lingkungan sekitar yang mempengaruhi.
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku
kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
a. Perilaku hidup sehat (Healthy Life Style)
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan
kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang,
olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang
positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (Illness Behavior)
Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu
penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya
pengobatannya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk
menyembuhkan penyakitnya.

2.2.3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 13
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat. Bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan
lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, pengelolahan
air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan air bersih,
menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbahcair yang memenuhi syarat,
memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-lain. PHBS
merupakam salah satu program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi
sasaran luaran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang
disebutkan pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-
2014 (Kemenkes, 2011).
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih
komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi
dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang
berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan
fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya
air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan
pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan,
sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Kaitan
perilaku tentang kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran, yang membuat
individu, keluarga dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dan berperan
aktif dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
(Maryunani, 2013).

2.2.4. Perilaku Buang Air Besar


Perilaku BAB adalah praktek seseorang yang berkaitan dengan kegiatan
pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat
sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan (Notoatmodjo,
2012).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 14
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE

2.2.4.1. Mekanisme Buang Air Besar


Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ
pencernaan. Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian
sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja. Seseorang
hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum beraktivitas dan jika
tertunda akan menyebabkan konstipasi (sembelit). Frekuensi buang air besar
berbeda-beda tiap orang, seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja
rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen,
zat besi, selulosa dan sisa zat makanan lainnya yang tidak larut dalam air.

2.2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB


a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya
datang dari pengalaman dan juga diperoleh dari informasi yang
disampaikan orang lain maupun didapat dari buku atau media massa.
Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan
baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan
perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan
kesehatan yang optimal.
b. Pendidikan
Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-
lembaga dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat
dan kebudayaan. Pendidikan juga sebagai pengembangan diri dari
individu yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab.
Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku BAB yang
benar sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di
bidang kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 15
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat
masyarakat berperilaku BAB di sembarang tempat.
c. Sarana
Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan
yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga
termasuk sebagai sarana untuk masyarakat untuk membuang tinja atau
kotoran untuk mencegah penularan penyakit melalui tinja (Mubarak,
2010).
d. Dukungan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam
menentukan cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami, istri dan
anak) yang bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah
kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruh
(Friedman,2012).

2.3. Karakteristik Individu


2.3.1. Umur
Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur tingkat kematangan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang
belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwa. Berdasarkan pendapat Hurlock (1980), mengindikasikan bahwa
dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin
baik sehingga akan termotivasi dalam memanfaatkan/menggunakan jamban demikian
sebaliknya semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang pentingnya BAB
dijamban sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan
oleh BAB sembarang tempat.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 16
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE

2.3.2. Jenis Kelamin


Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosionalantara
laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat dianggap pantas sesuai
norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat gender
adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki
digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti keras, kuat, rasional, dan gagah.
Sementara perempuan digambarkan memiliki sifat feminim seperti halus, lemah,
peras, sopan, dan penakut (Mubarak, 2010).

2.3.3. Pendidikan
Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan
untuk menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu
masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya terutama dalam hal pemanfaatan jamban saat BAB (Atmarita, 2014).

2.3.4. Pekerjaan
Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani,
petani, pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani
sehingga penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan masyarakat yang bekerja pada sektor formal
terbiasa dengan lingkungan pekerjaan yang bersih dan sehat sehingga manset
masyarakat yang bekerja di sektor formal lebih baik dan merasa perlu untuk hidup
sehat dan beraktifitas sesuai pekerjaannya. Menurut Soemardji (2013) menyatakan
perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja juga terkait dengan aspek
psikologis, artinya masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 17
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
merasa tidak perlu berpartisipasi. masyarakat yang pada umumnya berada pada
tingkat ekonomi rendah sehingga sulit untuk membangun fasilitas jamban.

2.3.5. Penghasilan
Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima). Pendapatan
keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin
tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang
terjaga akan semakin baik. Tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada
fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas
kesehatan mereka, khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam
penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan
dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.

2.3.6. Pengetahuan
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal
ini pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah. Pengetahuan rendah
akan sangat mempengaruhi perilaku dalam memilih hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat dalam pemanfaatan jamban
keluarga yang sehat selain itu juga masyarakat masih berperilaku BABS di
empang/kolam, sungai, dan numpang (sharing). Sedangkan masyarakat yang
memiliki pengetahuan kategori tinggi berperilaku BAB dijamban tetapi masih ada
juga masyarakat yang berpengetahuan tinggi yang masih BABS dimana memiliki
WC tetapi dialirkan ke kolam. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan
oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi M,
2010).

2.3.7. Sikap
Apabila peningkatan sikap tidak diimbangi dengan tindakan nyata, maka akan
memberikan peluang besar untuk merugikan kesehatan pribadi maupun lingkungan
yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang masih sering buang air besar

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 18
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
sembarangan. Menurut Sunaryo (2014) faktor penentu sikap seseorang salah satunya
adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat
menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif
informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial
dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak
sesuai dengan informasi yang diterimanya. Selain itu juga didukung dengan pendapat
Green (2010) ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya akan
menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu yang bersangkutan sehingga
individu akan berusaha mengubah sikapnya atau perilakunya. Sikap merupakan
predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak aktual dalam bentuk perilaku atau
tindakan.

2.4. Kepemilikan Jamban Keluarga


Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC
(Madjid, 2010). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

2.5. Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga


Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan
penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi masalah
tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka
harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap tinja/kotoran tersebut. Upaya
pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat sarana pembuangan kotoran, tinja
yang memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan tinja minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 19
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

2.6. Macam-macam Tipe Pembuangan Tinja


Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-macam
tempat pembuangan kotoran/jamban, yaitu :
a. Jamban Cemplung
Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada
masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus
macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat
penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa
lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan
mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan
ada penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
b. Jamban Plengsengan
Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring.
Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat
penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi,
tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat
penampungan, tapi agak jauh.
c. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut
“Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang
yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali
seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 20
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
jamban bor jauh lebih kecil.
d. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi
mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak
tercium baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian
yang melengkung.
e. Jamban Di atas Balong (Empang)
Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah
cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Menurut Mubarak (2011), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita
berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan,
dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”,
antara lain :
 Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi.
 Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu
jatuh di air.
 Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut
atau yang sejajar dengan jarak 15 meter.
 Aman dalam pemakaiannya.
f. Jamban Septik Tank
Jamban septik tank berasal dari kata septik, yang berarti pembusukan secara
anaerobik. Kita pergunakan nama septik tank karena dalam pembuangan
kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang
sifatnya anerobik.
Mubarak (2011), dalam Marliana (2011) mengemukakan bahwa “Septik Tank
bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja
dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa
sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air
kotor di dalam bak tersebut”.
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 21
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE

2.7. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia


Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling
diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan
mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne
disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2012). Bahaya terhadapkesehatan yang
dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah (Chandra,
2012) :
1. Pencemaran tanah, pencemaran air dan kontaminasi makanan
Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari
feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan
cacing dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut oleh
jari-jari yang tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka
berkembang di saluran makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa
sanitasi yang memadai, mereka dapat memasuki ke badan air yang lain, yang
selanjutnya dapat menginfeksi orang lain. Banyak organisme-organisme
kelompok enterik ini dapat bertahan dalam waktu lama di luar badan. Mereka
dapat bertahan di limbah manusia dan kadang-kadang di dalam tanah dan
ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme yang lebih tahan dapat
ditularkan secara mekanis oleh lalat.
2. Perkembangbiakan lalat.
Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-borne-diseases)
sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran
kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 22
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
manusia yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami
penguraian. Lalat itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran
dan organisme hidup pada tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang
masuk ke saluran pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan
manusia. Pada iklim panas, prevalensi penyakit yang dapat ditularkan melalui
tinja biasanya lebih tinggi karena, pada saat ini, lalatnya paling banyak dan
paling aktif.

Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara
lain :
1. Tifus
Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya
adalah Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama
adalah panasyang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun,
terjadi 1-3 minggu (rata -rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat
terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman
yang terkontaminasi bakteri. Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja
ataupun urine, memasuki lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet,
2010).
2. Disentri
Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica,
suatu protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan
lendir. Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan
dehidrasi. Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata,
sehingga seringkali menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat
menimbulkan berbagai komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan
perforasi usus. Amoebiasis ini seringkali menyebar lewat air dan makanan
yang terkontaminasi tinja dengan kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh
lalat. Karena amoeba membentuk kista yang tahan lama di dalam lingkungan
di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi dengan menyebarnya kista-kista
tersebut (Slamet, 2010).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 23
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
3. Kolera
Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit
usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak
kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat
terjadi dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang
menyerupai air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa
dapat meninggal dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan
dehidrasi. Reservoir bakteri kolera adalah manusia yang menderita penyakit,
sedangkan penularan dari orang ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat,
air, serta makanan dan minuman (Slamet, 2010).
4. Schistosomiasis
Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing
daunyang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung
kemih. Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain-lain hewan
penderitaSchistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita
bersama urineataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di
perairan, menetas menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi
larva yang infektif, maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air.
Miracidium di dalam siput berubah menjadi larvacercaria, keluar dari tubuh
siput, berenang bebas di perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat,
yang kebetulan berada di air tersebut (misalnya di sawah). Larva kemudian
ikut dengan peredaran darah, memasuki paru-paru, kemudian ke hati di mana
ia menjadi dewasa dan kemudian bermigrasi ke dalam pembuluh darah balik
sekitar usus ataupun kandung kemih. Jumlah telur cacing yang banyak akan
mendesak dinding pembuluh darah sehingga robek dan terjadi perdarahan.
Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak darah. Penyakit
ini jarang menyebabkan kematian yang langsung, tetapi menimbulkan
kelemahan karena terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi dapat
terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga terjadi cirrhosis atrofis dan
kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan
menimbulkan kerusakan. Cacing ini sudah banyak menyebabkan kerugian

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 24
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
dan penderitaan, karena pengobatannya kurang efesien, pemberantasan
terhadap cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas,
dan meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2010).
5. Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah
dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2012). Penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan
makanan, malabsorpsi, alergi dan immunodegesiensi (Widoyono, 2014).
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme
berikut (Widiyono, 2014):
a. Melalui Air yang Merupakan Media
Penularan utama diare. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air
minum yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar
selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
b. Melalui Tinja yang Terkontaminasi
Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian
binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat
menularkaan penyakit diare kepada orang yang memakannya.
6. Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)
Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran
usus oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari
manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang
lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain (Chandra,
2014) :
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 25
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
1. Agen penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial
4. Cara penularan ke pejamu baru
5. Pejamu yang rentan (sensitif).
Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi.
Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep untuk menetukan hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian


ini adalah :

Gambaran Perilaku
Masyarakat terhadap Program
Stop BABS Angka Kejadian Diare

1. Pengetahuan
2. Sikap MASYARAKAT
KKS ILMU KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
3. TindakanUNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 26
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel dependennya


adalah gambaran perilaku masyarakat terhadap Program Stop BABS (pengetahuan,
sikap dan tindakan). Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah angka
kejadian diare di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.2 . Definisi Operasional


Alat Skala
No. Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Ukur Hasil Ukur Ukur

1. Pengetahuan Segala sesuatu yang Wawancara Kuesioner BAIK = Skala


diketahui responden nilai 7-10 Interval
tentang pengertian
CUKUP =
jamban, syarat jamban
nilai 4-6
sehat, jarak
penampungan tinja KURANG =

terhadap air bersih, nilai 0-3

manfaat jamban dan


penyakit yang
ditularkan dari tinja,
baik yang diperoleh
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 27
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
dari penyuluhan oleh
petugas kesehatan
maupun media cetak /
elektronik.

2. Sikap Kecenderungan Wawancara Kuesioner BAIK = nilai Skala


responden untuk 7-10 Interval
memberikan respon
CUKUP =
(baik secara positif
nilai 4-6
maupun negatif)
terhadap penggunaan KURANG =
jamban keluarga dan nilai 0-3
dampak yang
merugikan bagi
kesehatan.

3. Tindakan Kegiatan seseorang Wawancara Kuesioner BAIK = Skala


yang berkaitan dengan nilai 7-10 Interval
pembuangan tinja
CUKUP =
meliputi, tempat
nilai 4-6
pembuangan tinja dan
pengelolaan tinja yang KURANG =

tidak memenuhi syarat- nilai 0-3

syarat kesehatan
sehingga dapat
menimbulkan dampak
yang merugikan bagi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 28
LAPORAN
KEGIATAN
MINI SURVEI DI PUSKESMAS NAMO RAMBE
kesehatan.

4 Program Suatu kondisi ketika


stop BABS setiap individu dalam
komunitas tidak buang
air besar sembarangan
diikuti dengan
pemanfaatan sarana
sanitasi yang saniter
berupa jamban sehat.

5 Angka Frekuensi penyakit


Kejadian diare atau kasus yang
Diare berjangkit dalam
masyarakat di suatu
tempat atau wilayah
pada waktu tertentu

Tabel 3.1. Definisi Operasional

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
1 Januari - 13 Januari 2018 29

Anda mungkin juga menyukai