Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA BATUBARA

ANALISIS KIMIA BATUBARA

DISUSUN OLEH:

TRI NOVIANTI
1207035029

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Dalam proses terbentuknya, batubara
diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini
merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan
kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara,
yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar dan batubara konversi, pengotor ini
harus diperhitungkan.
Perdagangan produk batubara semakin meningkat baik perdagangan
domestik maupun internasional. Berbagai pihak yang terlibat antara lain
produsen, pedagang, eksportir, importir, pengangkut, serta institusi yang lain
membutuhkan dukungan dari pihak ketiga yang mandiri, yang mampu
memberikan kepastian atas kesesuaian barang. Mereka juga membutuhkan
laporan dari lapangan yang cepat tentang barang yang diperiksa meliputi mutu
dan berat serta aspek-aspek lainnya. Maka perlu dilakukan analisa batu bara.
Karena perusahaan mengeksplorasi batubara untuk di perjualbelikan ke
ngara-negara asing, maka analisa ini sangat dibutuhkan. Sebab batubara yang
dijual di negara asing biasanya digunakan sebagai bahan bakar. Sehingga mereka
tidak ingin pada hasil pembakaran batubara tersebut menghasilkan gas sulfur
yang cukup tinggi yang dapat merusak lingkungan.

1.2 Tujuan
 Mengetahui cara analisis kimia batubara pada penentuan moisture.
 Mengetahui cara analisis kimia batubara pada ash content.
BAB II
ANALISIS KIMIA BATUBARA

Metoda Analisa dijabarkan secara rinci dalam metoda standar. Metoda


standar yang umum digunakan dalam perdagangan batubara:
ISO – International Organization for Standarisation.
ASTM – American Society for Testing and Materials.
BS – British Standards.
AS – Australian Standards.
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia
pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat.
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan
analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada
batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan
juga unsur jarang.

Kualitas dan Klasifikasi Batubara


Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium,
diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat
dilakukan untuk menentukan jumlah air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu,
sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia
pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur
tambahan dan juga unsur jarang.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara
tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan
batubara di daerah penelitian.
Tabel 5.2
Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al.,
1983)
Class Group Fixed Carbon Volatile Matter Calorific Value Limits BTU
,% , dmmf Limits, % , per pound (mmmf)
dmmf
Equal Less Greater Equal Equal Less Agglomer
or Than Than or or Than ating
Greater Less Greater Character
Than Than Than
I Anthracite* 1.Meta-anthracite 98 2 nonagglo
merating
2.Anthracite 92 98 2 8
3.SemianthraciteC 86 92 8 14
II Bituminous 1.Low volatile 78 86 14 22
bituminous coal
2.Medium 69 78 22 31
volatilebituminou
s coal
3.High volatile A 69 31 14000D commonly
bituminous coal
4.High volatile B 13000D 14000 agglomera
bituminous coal ting**E
5.High volatile C 11500 13000
bituminous coal
10500 11500 agglomera
ting
III 1.Subbituminous 10500 11500
Subbituminous A coal
2.Subbituminous 9500 10500
B coal
3.Subbituminous 8300 9500 nonagglo
C coal merating
IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300
1.Lignite B 6300

Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon,


hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Dalam proses terbentuknya, batubara
diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini
merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan
kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara,
yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar dan batubara konversi, pengotor ini
harus diperhitungkan. Semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin
rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara
tersebut.
Analisa proximate terdiri dari beberapa analisa di antaranya:
1. Analisa Kadar air (Moisture)
Moisture di dalam batubara
dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu inherent moisture dan
extraneous moisture. Inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam
batubara dan tidak dapat menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau
air drying pada ambien temperature walaupun batubara tersebut telah di milling
ke ukuran 200 mikron. Inherent moisture ini hampir menyatu dengan struktur
molekul batubara karena berada pada kapiler yang sangat kecil dalam partikel
batubara. Nilai Inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan berubah-ubahnya
humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dihilangkan dari batubara pada
pemanasan lebih dari 100 derajat Celsius. Extaraneous moisture adalah
moisture yang berasal dari luar dan menempel atau teradsorpsi di permukaan
batubara atau masuk dan tergabung dalam retakan-retakan atau lubang-lubang
kecil batubara. Sumber extraneous moisture ini misalnya ; air dari genangan, air
hujan, dan lain-lain. Moisture ini dapat dihilangkan atau diuapkan dengan cara
air drying atau pemanasan di oven pada ambien temperature.
Parameter – parameter yang termasuk kedalam penentuan kadar moisture
adalah:
 EQM atau Inherent moisture
Equilibrium moisture adalah parameter penentuan moisture sebagai
pendekatan untuk menentukan inherent moisture atau insitu moisture dalam
batubara. EQM ini biasanya ditentukan pada saat explorasi batubara yang
kegunaanya adalah untuk memperkirakan nilai TM pada saat batubara tersebut
ditambang. Nilai EQM ini relative tidak fluktuasi nilainya pada satu seam yang
sama. EQM juga berguna dalam menentukan golongan atau Rank dari suatu
batubara terutama untuk Low rank coal yang penentuan ranknya menggunakan
nilan calorific value pada basis MMMF (moist, mineral matter free basis), di
mana basis ini memerlukan data insitu moisture atau EQM. EQM ini adalah
istilah penentuan dalam standard ASTM, sedangkan dalam ISO standard istilah
parameternya adalah MHC (Moisture Holding Capacity). Belakangan ini
penentuan untuk inherent moisture ini bisa dilakukan pada sample channel yang
not visible surface moisture dengan prosedur sampling tertentu.

 Total Moisture
Total moisture biasanya ditentukan pada batubara mulai dari explorasi
sampai transhipment. Nilainya sangat penting sekali, karena dalam
penjualannya nilai TM sangat diperhatikan dan menentukan harga jual dari
batubara tersebut selain berpengaruh pada nilai parameter-parameter lain dalam
basis as received. Dalam explorasi, TM ditentukan untuk menaksir atau
memperkirakan nilai TM batubara in-situ sekaligus untuk menentukan nilai
surface moisturenya dari selisih antara TM dan EQM. Karena TM adalah
jumlah dari EQM dengan Surface moisture ( TM = EQM + SM ).
Selain itu, nilai TM yang didapat dari sample core pada saat explorasi
banyak digunakan oleh geologist-geologist untuk menampilkan data dalam
basis as received pada saat batubara tersebut belum ditambang. Yang paling
menentukan dalam penentuan TM ini adalah samplingnya. Dimana sesaat
setelah sample batubara disampling sesegera mungkin sample tersebut harus
dimasukan ke dalam kontainer yang ditutup sangat rapat sehingga tidak ada
moisture yang masuk ataupun keluar dari sample tersebut. Apabila ini
terlaksana dengan baik maka nilai TM yang diperoleh dapat dianggap mewakili
nilai moisture batubara yang diambil samplenya tersebut pada saat dan keadaan
batubara tersebut disampling. Prinsip ini biasanya sulit terlaksana pada sample
core dari sample Pit atau bor dalam, karena dari sample core tersebut masih ada
beberapa data yang harus dicatat dan diamati. Sehingga sample tersebut tidak
segera dapat dimasukan kedalam kontainer yang kedap udara sesaat setelah
disampling. Selain itu pada saat pemboran biasanya menggunakan air selama
coring dilakukan. Sehingga kontaminasi batubara tersebut oleh air yang bukan
berasal dari batubara mungkin sekali terjadi. Oleh karena itu nilai TM tersebut
menjadi tidak begitu reliable untuk menunjukan nilai TM batubara in-situ. Nilai
TM yang diperoleh juga biasanya sangat fluktuatif nilainya.
Pada coal in bulk, nilai TM ini dipengaruhi oleh luas permukaan batubara (size
distribusi), juga oleh cuaca, sehingga nilai TM pada coal in bulk relatif
fluktuatif seiring dengan keadaan cuaca atau musim dan size distribusi dari
batubara tersebut terutama setelah di crushing.

 Air dried moisture


Sesuai dengan namanya, air dried moisture adalah nilai moisture batubara
pada saat setelah batubara tersebut di air drying. Nilai moisture ini sangat
penting karena pada dasarnya semua parameter ditentukan pada sample setelah
air drying sehingga basisnya adalah air dried basis. Nilai parameter dalam basis
ini merupakan actual hasil analisa dari Lab. Sedangkan basis-basis lainya dalam
coal analysis merupakan kalkulasi saja dari nilai-nilai air dried basis ini. Jadi
jelaslah bahwa tanpa nilai air dried moisture, parameter-parameter yang lain
tidak dapat diubah kedalam basis lainnya. Selain itu nilai ADM ini berpengaruh
pada nilai parameter lainnya pada basis air dried, seperti CV, VM, Sulfur dan
lain-lain. Sehingga nilai ADM menjadi lebih penting lagi apabila spesifikasi
dinyatakan dalam basis air dried.

 Transportable moisture limit / flow moisture


Batubara in bulk yang diangkut dengan menggunakan palka tertutup seperti
kapal-kapal besar, dalam kondisi tertentu yang diakibatkan oleh angin dan
ombak, memungkinkan terjadinya segregasi moisture dan finer coal dari bulk
dan membentuk semacam “liquefaction” dan pada kondisi tertentu dapat
membahayakan kapal tersebut terutama pada stability kapal selama dalam
pelayarannya. Oleh karena itu IMO (International Marine Organisation)
mensyaratkan untuk setiap kapal yang mengangkut batubara terutama low rank
coal, harus meminta statement dari Shipper mengenai nilai transportable
moisture limit dari batubara yang akan dimuat. Ada satu metoda yang
dikembangkan di National Coal Board (UK) untuk menentukan nilai TML ini
yaitu dengan cara: Sebanyak 10 kg batubara dimasukan ke dalam suatu silinder
di mana di bawah silinder tersebut diletakan dua bola tenis meja. Kemudian
silinder tersebut diletakan diatas “Vibrating table”. Penentuan ini dilakukan
pada nilai moisture batubara yang bervariasi. Flow Moisture ditentukan sebagai
nilai moisture pada saat bola tenis meja tersebut masuk naik ke atas batubara
dalam silinder tersebut. Sedangkan TML adalah 90 % dari nilai Flow moisture
tersebut.

2. Analisa Kadar Abu


Sebenarnya batubara tidak mengandung ash
melainkan mengandung mineral matter. Ash adalah
istilah parameter di mana setelah batubara dibakar
dengan sempurna, material yang tersisa dan tidak
terbakar adalah ash atau abu sebagai sisa
pembakaran. Akan tetapi di dalam batubara hal
tersebut tidak selamanya terjadi karena terjadinya reaksi-reaksi kimia selama
pembakaran atau insinerasi batubara tersebut, sehingga nilai ash yang didapat
relative akan lebih kecil dibanding dengan nilai mineral matter yang
sebenarnya. Ada pula yang menggolongkan mineral dalam batubara kedalam
tiga kategori yaitu:
Mineral matter adalah unsur-unsur yang terikat secara organik dalam
rantai carbon sebagai kation pengganti hidrogen. Unsur ini biasanya berasal dari
tumbuhan atau pohon pembentuk batubara tersebut. Unsur yang biasanya
ditemukan sebagai mineral matter ini adalah Kalsium, Sodium, dan juga
ditemukan besi dan alumina pada low rank coal. Inherent ash adalah superfine
discrete mineral yang masih dapat tertinggal dalam partikel batubara setelah
dipulverize. Dan yang ketiga adalah extraneous ash, yang termasuk kedalam
kategori ini adalah tanah atau pasir yang terbawa pada saat penambangan
batubara dan mineral yang keluar dari partikel batubara pada saat dipulverize.
Ketiga jenis ash tersebut sangat tergantung pada lingkungan pada saat
pembentukan batubara serta bahan pembentuk batubara sehingga memiliki
sifat-sifat thermal masing-masing, akibatnya juga setiap type ash tersebut
memiliki kontribusi yang berbeda terhadap slagging dan fouling. Penentuan di
laboratorium yaitu dengan membakar batubara pada temperature 750 atau 800
derajat celsius sampai dianggap pembakaran telah sempurna. Dalam prosedure
standard temperature dan waktu pembakaran ditentukan yang nilainya
tergantung kepada standard masing-masing. Penentuan secara prosedure di atas
untuk batubara tertentu yang mengandung banyak pyrite dan carbonat, menjadi
tidak begitu teliti karena selama pembakaran terjadi beberapa reaksi akan
terjadi.
Reaksi reaksi yang mungkin terjadi selama pembakaran adalah ;
• Decomposisi Pyrite :
4 FeS2 + 15 O2 2 Fe2 O3 + 8 SO3
• Dekomposisi Carbonat
CaCO3 + CaO + CO2
• Fixation of sulfur
CaO + SO3 CaSO4
Na2O + SO3 Na2SO4
Namun untuk keperluan tertentu ash tinggi justru dibutuhkan asalkan
calori yang dibutuhkan juga terpenuhi. Dari type batubara yang sama semakin
tinggi nilai ash, maka semakin kecil nilai kalorinya dalam basis adb, dan ash
received karena antara ash dan CV memiliki korelasi yang jelas. Inherent ash
yang tinggi akan sulit sekali dipisahkan dari batubara akan tetapi extraneous ash
masih bisa dikurangi dengan memperkecil dilusi yang terjadi pada saat
penambangan atau dengan suatu proses pencucian.
3. Analisa Volatile Matter
Volatile Matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Zat
yang terkandung dalam volatile matter ini biasanya gas hidrokarbon terutama
gas methane. Volaitile matter ini berasal dari pemecahan struktur molekul
batubara pada rantai alifatik pada temperature tertentu. Di laboratorium sendiri
penentuannya dengan cara memanaskan sejumlah batubara pada temperature
900 derajat Celsius dengan tanpa udara. Volatile matter keluar seperti jelaga
karena tidak ada oksigen yang membakarnya. Volatile matter merupakan salah
satu indikasi dari rank batubara. Dalam klasifikasi batubara ASTM, Volatile
matter digunakan sebagai parameter penentu rank untuk batubara high rank
coal. Volatile matter juga memiliki korelasi yang jelas dengan salah satu
maceral yaitu Vitrinite. Apabila volatile matter dalam basis DMMF di plot
dengan reflectance dari vitrinite, maka akan diperoleh suatu garis yang relative
lurus yang korelatif dengan rank batubara. Selain itu pada saat penentuan di
laboratorium, juga dapat digunakan sebagai prediksi awal apakah batubara
tersebut memiliki sifat agglomerasi atau tidak.
Sifat dalam coal combustion, volatile matter memegang peranan penting
karena ikut menentukan sifat-sifat pembakaran seperti efisiensi pembakaran
karbon atau carbon loss on ignition. Volatile matter yang tinggi menyebabkan
batubara mudah sekali terbakar pada saat injection ke dalam suatu boiler. Low
rank coal biasanya mengandung Voloatile matter yang tinggi sehingga memiliki
efisiensi yang sangat tinggi pada saat pembakaran di power station.
Volatile matter juga digunakan sebagai parameter dalam memprediksi
keamanan batubara pada Silo Bin, Miller atau pada tambang-tambang bawah
tanah. Tingginya nilai volatile matter semakin besar pula resiko dalam
penyimpananya terutama dari bahaya ledakan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini :
 Kerapatan crucible dan tutupnya tidak baik menyebabkan hasilnya tinggi
atau tidak menentu.
 Temperatur furnace atau laju pemanasan (heating rate) terlalu rendah.
 Waktu pemanasan dan pendinginanharus mendekati kondisi standar.
 Percikan sample batubara dapat menyebabkan partikelnya keluar sehingga
hasilnya tinggi.

4. Analisa Fixed Carbon


Fixed carbon adalah adalah parameter yang tidak ditentukan secara analisis
melainkan merupakan selisih 100 % dengan jumlah kadar moisture, ash, dan
volatile matter. Fixed carbon ini tidak sama dengan total carbon pada Ultimate.
Perbedaan yang cukup jelas adalah bahwa Fixed carbon merupakan kadar
karbon yang pada temperature penetapan volatile matter tidak menguap.
Sedangkan carbon yang menguap pada temperature tersebut termasuk kedalam
volatile matter. Sedangkan total carbon yang ditentukan pada Ultimate analysis
merupakan semua carbon dalam batubara kecuali carbon yang berasal dari
karbonat. Jadi baik hidrokarbon yang termasuk kedalam Volatile matter atau
Fixed carbon termasuk di dalamnya. Penggunaan nilai parameter ini sama
dengan volatile matter yaitu sebagai parameter penentu dalam klasifikasi
batubara dalam ASTM standard. Serta untuk keperluan tertentu fixed carbon
bersama volatile matter dibuat sebagai suatu ratio yang dinamakan fuel ratio
(FC/VM).
Fixed Carbon (karbon padat) adalah selisihnya
FC = 100 – (M + Ash + VM)
Fuel Ratio = FC / VM (in the same basis) digunakan mendeskripsikan
tingkatan batubara.
Jenis Batubara Fuel Ratio
Semi-antrasit 8.6
Lignite 0.9

Semi-bituminous 4.3

Bituminous (high volatile) 1.3

Bituminous (medium
1.9
volatile)
Bituminous (low volatile) 2.8

Antrasit 24

Kokas 92

Analisa ultimat antara lain:


 Penentuan Sulfur
Sulfur di dalam batubara sama seperti halnya material yang lain terdiri dari
dua jenis yaitu sulfur organik dan sulfur anorganik. Dalam analysis di
laboratorium sulfur-sulfur ini ditentukan dengan parameter yang disebut form
of sulfur. Dimana laporannya terdiri dari pyritic sulfur, sulfate sulfur dan
organik sulfur. Yang ditentukan di laboratorium dengan test adalah hanya piritic
sulfur dan sulfate sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi
selisih antara Total sulfur dan jumlah dari piritic dan sulfate sulfur. Form of
sulfur biasa digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur dari
batubara tersebut dapat dikurangi dengan cara separasi media atau washibility
density. Organik sulfur secara teoritis tidak dapat dipisahkan dari batubara
dengan metoda separasi yang menggunakan dens medium plan atau washing
karena sulfur tersebut terikat secara organik dalam molekul batubara.
Sedangkan anorganik sulfur secara teoritis dapat dihilangkan atau dikurangi
dengan cara separasi media karena termasuk ke dalam mineral matter yang
memiliki density lebih tinggi dibanding batubara. Selai itu pyrtic sulfur juga
digunakan sebagai bahan acuan dalam memprediksi kecenderungan batubara
tersebut untuk terbakar secara spontan pada waktu penyimpanannya di
stockpile.
Karena pyritic sulfur dapat mengkatalisasi terjadinya self heating pada
batubara yaitu dengan reaksi oksidasi yang menghasilkan panas. Selain itu dari
reaksi tersebut dapat menyebabkan disintegrasi partikel batubara sehingga
menambah luas permukaan batubara yang juga dapat menambah kecenderungan
batubara tersebut untuk teroksidasi yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya pembakaran spontan. Hidrogen disulfida atau FeS2 di dalam batubara
terdiri dari dua type yaitu cubic yellow pyrite dan rombik marcasite. Dan
marcasite inilah yang disinyalir lebih reaktif terhadap oksigen dibanding pyrite.
Dalam utilisasi di industri sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan karena
dapat menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh tinggi karena
dapat menyebabkan hujan asam. Batasan konsentrasi SO2 yang diijinkan
tergantung dari negara di mana industri tersebut berada, karena peraturan
masing-masing negara berbeda. Selain itu SO2 juga termasuk corrosive
constituent bersama chlorine yang dapat merusak metal atau peralatan yang
terbuat dari logam di dalam boiler tersebut.

 CALORIFIC VALUE
Calorific Value atau disebut juga Specific Energy, higher heating value
merupakan parameter yang sangat penting, karena pada dasarnya yang dibeli
dari batubara adalah energy. Nilai CV yang dibutuhkan oleh pengguna batubara
bervariasi tergantung dari design peralatan yang dibuat. Ada yang memerlukan
Calorific value tinggi, ada yang menengah, bahkan ada pula yang kalori rendah.
Pada prinsipnya batubara yang dibakar pada suatu industri atau boiler harus
memiliki nilai kalori yang sesuai dengan capasitas energy yang ditargetkan
dapat tersupply yang telah disesuaikan dengan design boiler tersebut. Untuk
mencapai hal tersebut pengguna batubara biasanya membeli batubara dari
shipper tertentu yang memiliki nilai kalori sesuai dengan yang dibutuhkan dan
konsisten. Dalam hal ini pengguna batubara tersebut menggunakan single type
coal. Akan tetapi ada pula pengguna batubara yang membeli batubara dengan
nilai kalori yang bervariasi dari yang rendah, sedang ,sampai tinggi. Namun
coal feed yang dimasukan kedalam boiler nilai kalorinya harus tetap sesuai
dengan design boiler tersebut.
Dalam hal ini batubara yang bervariasi tersebut diblending. Yang kedua ini
biasanya disebabkan oleh alasan ekonomi dan di mana dengan cara ini harga
batubara dapat diatur. Dan juga supaya terjamin bahwa supply batubara yang
diperlukan dapat terus secara konsisten sehingga tidak terjadi kekurangan bahan
bakar. Menggunakan single supplier biasanya riskan konsistensinya karena
apabila perusahaan tersebut mengalami masalah dan stop produksinya maka
akan berdampak sangat besar terhadap kelangsungan industri tersebut terutama
dalam supply energy.
Calorific Value batubara biasanya dinyatakan dalam Kcal/kg, atau cal/g.
Namun ada juga yang menggunakan MJ/kg, dan Btu/lb. Sedangkan basis yang
digunakan dalam transaksi jual beli batubara tersebut bervariasi ada yang
menggunakan adb, ar dan ada pula yang menggunakan NAR (Net as Received).
Basis ketiga ini dianggap yang lebih mendekati dengan energy yang akan
dihasilkan pada saat batubara tersebut dibakar.
Konversi masing-masing unit diatas adalah :
1 cal/g = 1 BTU/lb
429.932 MJ/kg = 1 BTU/lb
238.85 MJ/kg = 1 cal/g
Sedangkan konversi dari gross ke net adalah sebagai berikut ;
1. ISO : Net CV (MJ/kg) = Gross CV – 0.212 (H) – 0.0008(O) - 0.0245(M)
2. BS : Net CV (MJ/kg) = Gross CV – 0.212 (H) – 0.0007(O) - 0.0244(M)
3. ASTM : Net CV (MJ/kg) = Gross CV – 0.024 [9(H) + (M)]
(H) = Hydrogen %, (O) = Oxygen % dan (M) = Moisture %
Basis dari masing-masing parameter tergantung keperluan. Apabila yang
diharapkan adalah Nett as received, maka basis semua parameter dalam formula
tersebut harus dalam as received.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Sample sebelum dianalisa diequilibrium di udara terbuka untuk
mencapai kesetimbangan dengan lingkungan ruangan laboratorium
sehingga pengaruh dari perubahan kelembaban dan temperatur ruangan
laboratorium selama penimbangan dan analisa tidak signifikan
terhadah hasil moisture. Moisture (air) ada dalam batubara sebagai
inherent moisture, surface atau free moisture, air terikat di mineral
matter dan dekomposisi moisture. Pengukuran secara analisa yaitu
moisture holding capacity, total moisture, air dry loss, residual
moisture dan moisture in analysis sample. Mengacu pada metode
ISO/BS sample batubara dipanaskan pada temperatur 107 °C untuk
menguapkan air dan dialirikan gas nitrogen untuk menghindari
oksidasi.
 Keuntungan dari penentuan ash content mengunakan metode
rapid/cepat karena hasil ash content diperlukan sesegera mungkin oleh
operator plant untuk memonitor kinerja plant dan kualitas produksi.
Sample dipanaskan pada atmosfer nitrogen untuk melepaskan zat
terbang (volatile matter) kemudian dilanjutkan dalam atmosfer oksigen
untuk membakar sample guna mendapatkan abu sisa pembakaran.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Secuil Tentang Analisa Dalam Batubara. http://zodized.


blogspot.com/2013/11/secuil-tentang-analisa-dalam-batubara.html. Diakses
pada 25 Mei 2014.
Yusuf, Sopyan. 2011. Analisa Batubara. http://sopysanyusuf.blogspot.com/
s2011/01/iii.html. Diakses pada 25 Mei 2014.
Palupi, Irlanda. 2012. Analisa Batubara. http://irlandapalupi.blogspot.com/.
Diakses pada 25 Mei 2014.

Anda mungkin juga menyukai