Pengeringan Beku Freeze Drying Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Skripsi Andri Teguh Prabowo I
Pengeringan Beku Freeze Drying Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Skripsi Andri Teguh Prabowo I
PENGARUH KOMBINASI
TINGKAT STARTER KULTUR
PEMBERIAN lactobacillus
TEPUNG ASAP plantarum
HASIL
DAN lactobacillus acidophillus TERHADAP KARAKTERISTIK
PENGERINGAN BEKU (FREEZE DRYING) DAN LAMA
MIKROBIOLOGIS DAN KIMIAWI PADA MINUMAN FERMENTASI
PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI
SKRIPSI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KUALITAS DAGING (Otot Potongan Leg) KAMBING MARICA
PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN TEPUNG ASAP HASIL
(Capra hircus) MELALUI
PENGERINGAN PEMBERIAN
BEKU PAKAN
(FREEZE DAN WAKTU
DRYING) DANAGING
LAMA
YANG BERBEDA
PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI
SKRIPSI
Oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
PERNYATAAN KEASLIAN
b. Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil
dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau
seperlunya.
Ttd
Andri Teguh Prabowo
KATA PENGANTAR
Sapi Bali” dapat terselesaikan dengan baik, sebagai Salah Satu Syarat untuk
Makassar. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam kepada Rasulullah
1. Segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
H. MS. Effendi Abustam, M.Si selaku Pembimbing utama dan Bapak Dr.
Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si selaku pembimbing Anggota, atas segala bantuan
dengan segenap cinta dan hormat kepada ayahanda tercinta H. Sarjono dan
ibunda Hj. Iik Wartini atas segala do’a, motivasi, dan kasih sayang yang tiada
3. Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si yang telah memberikan banyak
dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc atas saran-saran dalam
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Penasehat Akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas
Peternakan.
6. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku ketua Jurusan Produksi Ternak
beserta seluruh Dosen dan Staf jurusan Produksi Ternak dan Bapak
Fakultas Peternakan.
7. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama
Tala, S.Pt, M.Si, Kakanda Irmawati, S.Pt dan Haikal terima kasih atas
Persahabatan kita adalah hal yang paling indah dan tak akan mungkin
11 Kepada sahabat-sahabat setia “Crew THT 10” terima kasih atas segala
kebaikan, bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama
ini.
Peternakan dan Tim Cocoa Beef atas bantuan dan canda tawa selama penulis
15 “SEMA FAPET-UH” atas segala bentuk pengalaman dan ilmu yang telah di
penulis.
07, Bakteri 08, Merpati 09, L10N , Solandeven 011, Flock Mentality 12,
kalian ciptakan serta dukungan dan motivasi yang menghalir kepada penulis.
20 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas
kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini
terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Daging pascarigor akan mengalami penurunan daya ikat air sehingga susut masak
menjadi meningkat, maka perlu dilakukan penambahan bahan yang bersifat
sebagai bahan pengikat (binder). Penambahan asap cair pada daging pascarigor
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daging dalam mengikat air dan susut
masak daging yang rendah, sehingga keterbatasan waktu pengolahan dapat
diperpanjang. Asap cair yang masih dalam bentuk cair mudah menguap dan saat
daging direndam, asap cair kurang meresap pada daging. Untuk memecahkan
masalah tersebut, maka dibuat menjadi tepung asap. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian tepung asap dari hasil pengeringan beku (freeze
drying) terhadap nilai pH, daya ikat air/WHC, susut masak, daya putus daging dan
uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging sapi pascarigor pada otot
Longissimus dorsi. Penelitian dilakukan secara eksperimental berdasarkan
rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan. Dimana faktor
pertama merupakan level tepung asap dan faktor kedua merupakan lama
penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemberian tepung asap 1 dan
2% menurunkan nilai pH, sedangkan daya ikat air, daya putus daging, nilai TBA
dan susut masak kurang lebih sama. Semakin lama penyimpanan nilai pH, daya
ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging kurang lebih sama. Tingkat
pemberian tepung asap pada tiap waktu penyimpanan memiliki respon yang sama
terhadap pH, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging.
PENDAHULUAN. .................................................................................... 1
Metode Pengeringan............................................................................ 10
Metode penelitian................................................................................. 14
LAMPIRAN .............................................................................................. 39
Teks
No. Halaman
Teks
No. Halaman
memenuhi protein hewani asal ternak, protein daging mengandung susunan asam
amino yang lengkap. Daging temasuk dalam bahan makanan yang mudah rusak,
oleh karena itu perlu penanganan yang lebih komprehensif agar bahan makanan
Daging pascarigor akan mengalami penurunan daya ikat air sehingga susut
masak menjadi meningkat, maka perlu dilakukan penambahan bahan yang bersifat
sebagai bahan pengikat (binder). Bahan tambahan pangan yang alami yang
bersifat pengawet sekaligus sebagai bahan pengikat dan aman untuk dikonsumsi
oleh manusia adalah asap cair. Penambahan asap cair pada daging pascarigor
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daging dalam mengikat air dan susut
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hajariah (2013) mengenai daging sapi
bali yang direndam dan diinjeksi dengan asap cair dan penelitian yang dilakukan
oleh Salmiah (2013) mengenai daging sapi bali yang direndam asap cair dengan
konsentrasi yang berbeda. Hasil dari ke dua penelitian tersebut dianggap masih
belum mampu dalam memperbaiki kualitas dari daging sapi bali ditandai dengan
nilai DIA, SM dan DPD yang relatif sama dengan tanpa pemberian asap cair.
1
Penggunaan asap cair telah banyak dilakukan dalam berbagai penelitian
khususnya dalam bentuk cair. Tepung asap merupakan suatu inovasi baru dan
pertama kali dilakukan pembuatan asap cair menjadi tepung asap. Pengeringan
beku (freeze drying) merupakan suatu teknologi pengeringan yang sudah tidak
lazim digunakan dalam pembuatan tepung putih telur, tepung kuning telur dan
sebagainya. Asap cair yang masih dalam bentuk cair mudah menguap dan saat
daging direndam, asap cair kurang meresap pada daging. Untuk memecahkan
masalah tersebut, maka dibuat menjadi tepung asap. Melalui penelitian ini akan
dilihat peran tepung asap dapat mempengaruhi nilai pH, daya ikat air/WHC, susut
masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging
asap dari hasil pengeringan beku (freeze drying) terhadap nilai pH, daya ikat
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi
masyarakat ilmiah dan umum dalam upaya penggunaan tepung asap dari hasil
pengeringan beku (freeze drying) terhadap nilai pH, daya ikat air/WHC, susut
masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging
2
TINJAUAN PUSTAKA
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal
dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging
didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan
bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di
mikroba perusak.
dua faktor yaitu sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan
yang biasa disebut dengan antemortem yang dapat mempengaruhi kualitas daging
adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, dan stress
daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan,
karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormone
3
Daging sangat penting untuk kehidupan manusia, karena merupakan salah
satu sumber protein hewani yang mengandung asam amino esensial yang lengkap
untuk tubuh (Lawrie, 1979). Protein merupakan salah satu zat gizi yang
bagian tubuh yang rusak dan pengatur kegiatan tubuh serta dapat pula sebagai
sampai 50% tergantung pada jenis hewan dan dari bagian jenis hewan daging
tersebut berasal. Kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak, artinya
daging dengan kadar lemak tinggi mempunyai kadar air yang rendah, dan
sebaliknya. Komposisi daging sapi mentah dari beberapa sumber dapat dilihat
pada Tabel 1.
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan
terjadinya kekakuan pada otot. Pada saat kekakuan otot itulah disebut sebagai
4
terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat
(Abustam, 2009).
proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk. Fase-fase
yang dialami jaringan otot hewan setelah dipotong adalah fase prerigor mortis,
rigor mortis, dan pascarigor mortis. Pada fase pre rigor mortis daging masih lunak
karena daya ikat air dari jaringan otot masih tinggi, lama fase pre rigor mortis
berkisar antara 5-8 jam, tergantung dari jenis hewan. Penemuan baru
menunjukkan bahwa ada penyusutan otot pada fase prerigor, oleh karena itu
Pada fase rigor mortis jaringan otot menjadi keras dan kaku. Fase ini
dapat menyebabkan fase rigor mortis berlangsung cukup lama. Sedangkan fase
pascarigor adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging kembali menjadi
lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali meningkat. Lama
kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigor mortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging
5
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada
jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia
terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.
Pada ternak yang mengalami kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang
disembelih akan menghasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor
mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak
daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya
rigor mortis. Jika pH > 5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu
yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan
menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak
bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin (Abustam, 2009).
sehingga daging merupakan bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut, dan jika
tidak segera mendapatkan penanganan tertentu maka dalam batas waktu 24 jam
oleh karena itu, suatu pengawetan segera dilakukan untuk mencegah kerusakan
6
Kerusakan yang terjadi di dalam daging dapat dicegah dengan
lain. Cara-cara tersebut prinsipnya adalah untuk menekan aktivitas mikrobia dan
et al., 1978).
supaya tahan lama, karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga
proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga
Pembekuan daging adalah salah suatu cara dari pengawetan daging yaitu
dengan membekukan daging di bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam
daging, titik beku daging pada temperatur -2 s/d -3oC (Desrosier, 1969). Proses
dkk.,1990).
daging segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat
7
kandungan gizi daging karena sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam
seperti fosfat, garam dan bahan lainnya seperti boraks. Bagi sebagian orang
penambahan bahan kimia dan khususnya boraks dalam pengolahan daging selalu
mengkonsumsi produk tersebut. Salah satu bahan tambahan pangan alami yang
berfungsi sebagai pengawet sekaligus sebagai pengikat dan aman bagi konsumen
adalah asap cair. Asap cair dapat meningkatkan kemampuan pengikatan air pada
Pada awalnya asap cair merupakan asam cuka (veenager) yang diperoleh
berupa asap cair yang memiliki kemampuan untuk mengawetkan, karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil. Menurut Darmadji (1996) bahwa pirolisis
4,13%, asam 10,2% dan karbonil 11,3%. Asap cair (Liquid Smoke) merupakan
suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung
maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon serta
8
senyawa-senyawa lain (Amritama, 2007) dan merupakan salah satu hasil pirolisis
o
tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400 C (Soldera, 2008).
terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemilselulosa dan lignin.
Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi.
tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan
kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang
yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang
(Prananta, 2008).
dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang
digunakan dan suhu yang dicapai pada proses pirolisis. Dari hasil analisis jenis
komponen asap cair dengan teknik GCMS paling sedikit teridentifikasi sebanyak
61 senyawa yang terdiri atas keton (17 senyawa), fenolik (14 senyawa), asam
senyawa), dan lain-lain 1 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam
asap antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat,
9
Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungan dibandingkan metode
memberikan karakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma,warna, dan
Asap cair seperti asap dalam fase uap mengandung senyawa fenol yang
selain menyumbang cita rasa asap, juga mempunyai aksi sebagai antioksidan dan
bakterisidal pada makanan yang diasap. Fenol merupakan anti oksidan utama
dalam asap cair. Peran anti oksidatif dari asap air ditunjukkan oleh senyawa fenol
Asap cair pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena
memiliki derajat keasaman (pH) dengan nilai 2,8-3,1 sehingga dapat menghambat
D. Metode Pengeringan
kerusakan akibat reaksi dan mikroba dapat diminimalkan (Molina et al., 2011).
10
keuntungan antara lain akan mengurangi kesulitan dalam pengemasan,
pengeringan semprot (Spray drying), pengeringan lapis tipis (Pan drying) dan
pengeringan beku (Freeze drying). Pengeringan beku (Freeze drying) lebih efisien
dibandingkan dengan pengeringan spray drying dan pengeringan lapis tipis (Pan
untuk integritas partikel dan total padatan yang dihasilkan (Novitasari, 2006).
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas antara lain dapat
(pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil) dan hasil
pengeringan yang berupa sifat fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik yang
bentuk perubahan es menjadi gas tanpa melalui fase cair (Oetjen & Haseley,
11
cukup energi untuk merusak molekul yang ada di sekelilingnya (Fellows, 2000).
yang memiliki resistensi rendah terhadap suhu tinggi dan tidak menyebabkan
biaya energi yang tinggi serta waktu pengeringan yang lebih lama karena panas
yang sangat rendah, sehingga penghantaran panas untuk sublimasi juga sangat
dalam pengeringan produk makanan, hasil dari pengeringan ini tidak merubah
tekstur dari produk itu sendiri dan cepat kembali kebentuk awalnya dengan
lebih aman terhadap resiko terjadinya degradasi senyawa dalam ekstrak. Hal ini
rendah. Pengeringan beku ini dapat meninggalkan kadar air sampai 1%, sehingga
produk bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil dan sangat memenuhi syarat
untuk pembuatan sediaan farmasi dari bahan alam yang kadar airnya harus kurang
primer dan pengeringan sekunder. Tujuan dari tahap pembekuan adalah untuk
membekukan air yang ada dalam produk untuk proses sublimasi. Pembekuan
memiliki pengaruh yang penting pada bentuk, ukuran dan distribusi kristal-kristal
12
es, proses pengeringan serta struktur akhir dari produk yang mengalami proses
freeze drying. Pada pengeringan primer, kira-kira 90% dari total air dalam produk
terutama semua air bebas dan beberapa air terikat dihilangkan dengan cara
menghilangkan air beku oleh sublimasi. Selanjutnya, air yang tidak beku saat
pengeringan primer dihilangkan dengan cara desorbsi dari lapisan kering produk,
sehingga didapat produk yang mengandung sisa air kurang dari 1-3%. Tahapan
akhir ini dilakukan dengan menaikkan temperatur dan menurunkan tekanan uap
yang dibutuhkan untuk pengeringan primer karena adanya tekanan yang lebih
rendah dari sisa air dibandingkan dengan air yang beku pada temperatur yang
Mercado, 1996).
a. Tahap pembekuan, pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan
b. Tahap pengeringan utama, disini air dan pelarut dalam keadaan beku
dikeluarkan secara sublimasi. Dalam hal ini tekanan ruangan harus kurang
bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan campuran
dan biasanya dibawah -10 oC atau lebih rendah, untuk tekanan kira-kira 2
13
mm Hg atau lebih kecil. Tahap pengeringan ini berakhir bila semua air
telah tersublim.
sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering. Tahap pengeringan
14
METODE PENELITIAN
Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
cawan petri plastik, pH meter , CD Shear Force, Filter Paper Press, papan
pengalas, waterbath, Coldbox, stop watch, pisau kecil/cutter, plastik klip, gelas
ukur, scan model HP Deskjet F2180, freeze dryer merk Alpha 1-2 LD Plus dan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging sapi Bali
pascarigor pada otot Longissimus dorsi umur 3 tahun pada os vertebrae lumbalis,
asap cair 10%, maltodekstrin, kertas saring wacthman 42, alkohol dan akuades.
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
15
2. Faktor B (Lama Penyimpanan)
B1 = 0 hari B3 = 14 hari
B2 = 7 hari B4 = 21 hari
B. Prosedur Penelitian
diaduk sampai merata. Setelah itu, dimasukkan ke dalam cawan petri plastik.
dimasukkan ke dalam alat freeze dryer selama 24 jam dengan 3 tahap pengeringan
beku :
Pertama, proses vakum selama 20 menit dengan mengosongkan udara dalam alat
freeze dryer. Ke dua, proses main drying selama 22 jam dengan suhu -27oC. Ke
2. Perlakuan Penelitian
lemak kemudian dilakukan penimbangan sampel daging seberat 150 gr/ sampel.
Sampel daging yang telah diberi tepung asap 0%, 1% dan 2% di simpan dalam
refrigerator selama 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Dilakukan pengujian sampel
16
yaitu uji pH, uji DPD, uji TBA, Susut masak dan Daya ikat air. Lebih jelasnya
Daging sapi
Penyimpanan
0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pH, daya ikat air (DIA),
susut masak (SM/CL), daya putus daging (DPD) dan Thiobarbituric acid (TBA).
17
Prosedur pengambilan data masing-masing peubah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Nilai pH Daging
stabil.
sesuai dengan petunjuk Hamm (Soeparno, 2005), yaitu sampel sebanyak 0,3 g.
terbungkus dipres diantara dua plat dengan beban seberat 35 kg selama 5 menit
bawah kertas kalkir dan area yang terbentuk digambar. Daya ikat air dihitung
D
DIA = x 100%
T
Keterangan :
3. Susut Masak
18
kantung plastik kemudian dimasukkan ke dalam penangas air 70oC dan
Setelah sampel dikeluarkan dari plastik dan sisa air yang menempel
Dengan rumus :
untuk melihat daya putus daging yang dinyatakan dalam kg/cm2. Sebelum
diukur terlebih dahulu daging dimasak pada suhu 80oC selama (15, 30, 45,
60) menit. Semakin rendah nilai daya putus daging, menunjukkan daging
tersebut semakin empuk, sebaliknya semakin tinggi nilai daya putus daging
𝐴1
𝐴=
𝐿
19
Keterangan :
2 menit.
20
6) 5 ml pereaksi TBA ditambahkan lalu ditutup hingga tercampur secara
waterbath
berdiameter 1 cm.
Analisis Data
Yijk = Nilai pengamatan yang diberi level tepung asap ke-i dan lama
penyimpanan ke-j pada otot Longissimus dorsi fase pascarigor
pada pengulangan ke-k.
= Rataan umum (nilai tengah).
i = Pengaruh perlakuan level tepung asap ke-i terhadap otot
Longissimus dorsi fase pascarigor .
j = Pengaruh lama penyimpanan ke-j terhadap otot Longissimus
dorsi fase pascarigor.
21
()ij = Pengaruh interaksi level tepung asap ke-i dan lama penyimpanan
ke-j.
ijk = Pengaruh galat yang menerima perlakuan level asap cair ke-i dan
lama penyimpanan ke-j dengan pengulangan ke-k .
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH Daging
Tabel 2. Nilai Rata-Rata pH Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung
Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 6,23 6,19 6,41 6,46 6,32b
1 5,93 6,13 6,11 6,32 6,12a
2 5,97 6,07 6,15 6,07 6,07a
Rata – Rata 6,04 6,12 6,22 6,29
Keterangan : ab Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05)
tepung asap berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH daging sapi Bali. Hasil uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan bahwa pemberian tepung asap 1 dan
2% nyata menghasilkan pH lebih rendah dari kontrol. Hal ini dikarenakan tepung
asap mengandung senyawa kimia utama antara lain asam formiat, asetat, butirat,
karena komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat asam
diantaranya asam karboksilat yang meliputi asam formiat, asetat dan butirat.
23
Hal ini mendukung pendapat Prananta (2008), asap cair mengandung
berbagai senyawa asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat.
pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan
hari ke-14 sampel dengan level pemberian tepung asap mengalami penurunan
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap pH daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian
tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.
pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata Daya
24
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali dengan Tingkat
Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 34,14 31,13 28,91 30,74 31,23
1 28,35 30,67 27,80 29,50 29,08
2 31,28 28,62 27,83 25,95 28,42
Rata – Rata 31,25 30,14 28,18 28,73
tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging
sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 3 nilai daya ikat air meskipun terdapat
asap. Hal ini disebabkan karena asap cair mengandung senyawa fenol yang
asap.
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali.
Melihat rata-rata data yang disajikan dapat dilihat bahwa semakin lama
penyimpanan daya ikat air (DIA) yang dihasilkan semakin menurun walaupun
terjadi peningkatan yang relatif sedikit pada penyimpanan hari ke – 21 tidak nyata
secara statistik. Hal ini disebabkan karena daging selama penyimpanan terjadinya
25
perubahan ion-ion yang diikat oleh protein daging. Ditambahkan pula oleh
pendapat Soeparno (2005) bahwa adanya penurunan daya ikat air disebabkan
struktur protein daging sehingga air bebas diantara molekul protein menurun.
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap daya ikat air daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.
pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata TBA
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Nilai TBA (mg malonaldehida/kg) Daging Sapi Bali
dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 0,31 0,44 0,51 0,33 0,40
1 0,73 0,10 0,60 0,37 0,45
2 0,47 0,63 0,82 0,80 0,68
Rata – Rata 0,50 0,39 0,64 0,50
tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA daging sapi
Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 4 nilai TBA meskipun terdapat
26
kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian
tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini menandakan bahwa pemberian
tepung asap belum mampu menekan tingkat oksidasi namun pada tingkat
kecil daripada tanpa pemberian tepung asap dengan pemberian tepung asap 2%.
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA daging sapi Bali. Melihat nilai
rata-rata tabel 4 dari lama penyimpanan dapat dilihat bahwa penyimpanan 0 hari
sedangkan pada penyimpanan 21 hari nilai TBA menurun menjadi 0,50 (mg
bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini menandakan bahwa tepung asap pada
tingkat pemberian dan lama penyimpanan yang berbeda mampu berperan sebagai
dkk., 2012).
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
27
terhadap nilai TBA daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap penyimpanan.
pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata susut
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Tingkat
Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 15,65 16,98 15,60 17,04 16,32
1 18,91 19,83 27,63 17,86 21,06
2 18,89 18,59 26,13 22,80 21,60
Rata – Rata 17,82 18,47 23,12 19,23
tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi
Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 5 susut masak meskipun terdapat
tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat
pemberian tepung asap 1% dan 2% belum mampu menurunkan nilai susut masak.
Susut masak berkaitan erat dengan DIA, di mana DIA rendah maka susut masak
tinggi. Pada tabel 4 nilai rata-rata tingkat pemberian tepung asap menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai DIA, maka nilai susut masak semakin rendah
meskipun tidak terjadi pada pemberian tepung asap 2%. Hal ini mendukung
28
dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka
semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti oleh turunnya persentase
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Melihat
penyimpanan 21 hari (17,86%) meskipun nilai tersebut masih lebih tinggi dari
pada tanpa pemberian tepung asap meskipun tidak nyata secara statistik.
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap susut masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.
pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya
29
Tabel 6. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Segar (kg/cm2) Daging Sapi Bali
dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 1,77 0,96 1,07 1,27 1,27
1 1,13 0,76 0,87 1,00 0,94
2 0,83 0,68 0,81 1,09 0,85
Rata – Rata 1,24 0,80 0,92 1,12
tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar
daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 6 nilai daya putus daging segar yang
Pemberian tepung asap 1 dan 2% menghasilkan nilai daya putus daging segar
lebih rendah dari kontrol namun nilai tersebut tidak signifikan. Hal ini
dengan penambahan asap cair akan menurunkan nilai daya putus daging, dan
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi
Bali. Melihat nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus daging segar cenderung
30
terdapat penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (1,24 kg/cm2) ke
penyimpanan 7 hari (0,80 kg/cm2) dengan penyimpanan 14 hari (0,92 kg/cm2) dan
dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal
ini sesuai dengan pendapat Abustam dan Ali (2010) yang menyatakan bahwa
menandakan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu
penyimpanan.
pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya
31
Tabel 7. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Masak (kg/cm2) Daging Sapi Bali
dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan
Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata-
(%) 0 7 14 21 Rata
0 2,23 1,85 1,88 2,11 2,02
1 2,02 1,69 1,77 1,95 1,86
2 2,17 1,77 1,91 1,84 1,92
Rata – Rata 2,14 1,77 1,85 1,97
tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak
daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 7 menunjukkan bahwa nilai DPD
pemberian 2% (1,92 kg/cm2) tetapi nilai tersebut tidak lebih tinggi dari pada tanpa
pemberian tepung asap. Hal ini menandakan bahwa pemberian tepung asap 1%
mampu memperbaiki keempukan pada daging sejalan dengan hasil nilai rata-rata
susut masak pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai susut
Menurut Abustam dkk., (2009) menyatakan bahwa asap cair selain sebagai
antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengikat dan
sama seperti pada saat proses maturasi daging dimana terjadi celah-celah diantara
serat otot yang memungkinkan air setengah bebas dan bebas bisa mengisi ruang
bebas tersebut sehingga daya ikat air daging meningkat dan akibatnya keempukan
32
b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Masak
Daging Sapi Bali
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi
Bali. Melihat nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan menunjukkan bahwa
semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus daging masak semakin
menurun. Terjadi penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (2,14
kg/cm2) ke penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm2), tidak terjadi perbedaan nyata antara
penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm2) dengan penyimpanan 14 hari (1,85 kg/cm2) dan
dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat Lordbroken (2010), bahwa dalam asap cair
oksigen. Dan kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam
dengan cara senyawa asam ini menembus dinding sel mikroorganisme yang
menurunnya jumlah bakteri dalam produk makanan maka kerusakan pangan oleh
33
mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur simpan produk
pangan.
pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu
penyimpanan.
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
sedangkan daya ikat air, daya putus daging, nilai TBA dan susut masak
2. Semakin lama penyimpanan nilai pH, daya ikat air, TBA, susut masak dan
respon yang sama terhadap pH, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya
putus daging.
Saran
mempertahankan kualitas daging sapi Bali meliputi pH, TBA dan Daya Putus
35
DAFTAR PUSTAKA
Broken, L. 2010. Fungsi Destilasi dan Penyaringan Asap Cair dengan Zeolit
dan Karbon Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Pengawet yang Aman
dan Efektif untuk Makanan. www//http.asapcairpengawetmakanan«
critismoflordbroken.htm. Diakses tanggal 10 Januari 2015.
36
Chan, Y. 2011. Pengertian Pengeringan Beku (Definition of Freeze Drying).
http://yefrichan.wordpress.com/2011/02/26/pengeringan-beku-freeze-
drying/. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2014.
Darmadji, P. 1996. Antibakteri asap cair dari limbah pertanian. Agritech 16(4)
19-22. Yogyakarta.
Desrosier, N.W., 1969. The Technology Of Food Preservation. 2nd ed. The AVI
Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut.
Ernawati, H. Purnomo dan T. Estiasih. 2012. Efek Antioksidan Asap Cair terhadap
Stabilitas Oksidasi Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama
Penyimpanan. Jurnal Tek. Pertanian, Vol. 13. No.2, Hal: 119-124.
Gaman P.M, dan Sherrington, 1994, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hajariah. 2013. Metode Pemberian Asap Cair Tempurung Kelapa Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Pascarigor. Pasca
Sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Lawrie, R. A., 1979. Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press. Oxford.
Lestari, F. Haryani, Maulina dan Haqoiroh, 2012. Mengenal lebih dekat alat
pengering “Freeze Dryer”.http://tsffarmasiunsoed 2012.wordpress.com/20
12/06/15/mengenal-lebih-dekat-alat-pengering-freeze-dryer/. Diakses pada
tanggal 25 Agustus 2014.
37
Liapis, A. I., and R. Bruttini. 1995. Freeze Drying, p.309-343. In Arun S.
Mujumdar (ed). Handbook of Industrial Drying. Marcel Dekker, Inc. New
York.
Ma’arif, A. 2009. Pengaruh asap cair terhadap kualitas bakso daging sapi bali.
Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Novitasari, 2006. Sifat Fisik Dan Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras
Dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat Yang Berbeda. Skripsi Program
Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, institut Pertanian
Bogor.
Oetjen, G.W. and P. Haseley. 2008. Freeze Drying. Wiley VGH. Weinheim.
Prananta, J. 2008. Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit
untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami
http://www.iptel. Net.l’d. (Diakses pada tanggal 25 Agustus 2014).
Pszczola, D. E. 1995. Tour Higlights Production and Uses of Smoke Base
Flavors. Food Tech. (49): 70-74.
Salmiah. 2013. Pemanfaatan Asap Cair sebagai Antibakteri dan Antioksidan pada
Daging Sapi Bali. Pasca Sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Setiadji, B.A.H. 2000. Asap Cair Tempurung Kelapa. Asap Cair Sebagai
Pengawet Alami Yang Aman Bagi Manusia. (www.asapcair.com). PPKT,
Jogjakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
_______. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
_______. 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soldera S, Sebastianutto N, and Bortolomeazzi R, 2008. “Composition of phenolic
compounds and antioxidant activity of commercial aqueous smoke
flavorings”. J. Agric. Food Chem. 56(8): 2727–2734.
38
Tranggono, Z., Noor, J. Wibowo, M. Gardjito dan M. Astuti, 1990. Kimia, Nutrisi
Pangan. PAU. Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Nilai pH Daging Sapi Bali
41
Level_Tepung_Asap
Multiple Comparisons
Dependent Variable:pH
42
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Daya Ikat Air Daging Sapi Bali
43
Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Uji Oksidasi Lemak (TBA) Daging Sapi Bali
44
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali
45
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali
46
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap
Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan
terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali
47
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
48
49
RIWAYAT HIDUP
tahun 2010.
Hasil Ternak (THT) dan asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT).
50