Anda di halaman 1dari 139

SKRIPSI

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING


(Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

Oleh
HEROLD
F24102003

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
HEROLD
F24102003

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING


(Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
HEROLD
F24102003

Dilahirkan pada tanggal 03 Mei 1984 di Jakarta

Tanggal lulus: 02 Februari 2007

Menyetujui,
Bogor, Februari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.


Ketua Departemen
Our greatest glory is not never in falling,
but in rising every time we fall...
~ Confucius ~
Herold. F24102003. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas
Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna. Di bawah bimbingan C. Hanny
Wijaya dan Harsi D. Kusumaningrum. 2007.

RINGKASAN

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis
tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional. Tanaman ini
banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija.
Penelitian yang memanfaatkan kumis kucing sebagai basis dalam formulasi
minuman fungsional belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap pengujian
toksisitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional
berbasis kumis kucing yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap
warna dan citarasa (aroma dan rasa) serta memiliki aktivitas antioksidan yang
setara atau lebih tinggi dibandingkan dengan produk minuman fungsional
tradisional komersil lainnya.
Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak
yang optimal dari masing-masing bahan baku dan memperoleh formula awal
minuman. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mendapatkan formula minuman
fungsional yang optimal. Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode
Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0.
Variabel respon sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi
formulasi minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman
berdasarkan prinsip spektrofotometri (metode penangkapan senyawa radikal bebas
stabil DPPH) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan
parameter citarasa dan warna).
Pengujian stabilitas minuman dilakukan terhadap minuman dengan
formula optimal pada tiga taraf suhu simpan, yaitu suhu refrigerator (1-3C), suhu
kamar (30C), dan suhu tinggi (55C). Stabilitas minuman yang diamati
meliputi: aktivitas antioksidan selama 15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan
warna minuman (pengamatan sensori secara individual) selama sembilan hari
penyimpanan, nilai pH, nilai total padatan terlarut (TPT), derajat warna minuman
(nilai L dan Hue), total mikroba (metode Total Plate Count) selama sembilan
hari penyimpanan, serta total kapang-khamir dan pengukuran total polifenol
minuman pada akhir penyimpanan (hari ke-15).
Fomula minuman dengan kombinasi ekstrak kumis kucing a%, ekstrak
jahe b%, ekstrak secang c%, ekstrak lemon d%, dan ekstrak temulawak e% dipilih
sebagai minuman dengan formula optimal. Aktivitas antioksidan minuman
formula optimal (621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity,
disingkat AEAC) tidak berbeda nyata dibandingkan aktivitas antioksidan tertinggi
yang mampu dicapai komponen tunggalnya, yaitu kumis kucing 100% (650.11
ppm AEAC) pada taraf signifikansi 5%. Minuman formula optimal terbukti
memiliki aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan
aktivitas antioksidan beberapa produk minuman fungsional berbasis rempah
komersil pada taraf signifikansi 5%.
Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal (skor
hedonik 3.32 dari skala 5.00) tidak dapat dibedakan secara nyata dibandingkan
skor kesukaan panelis terhadap citarasa beberapa produk minuman komersil pada
taraf signifikansi 5%. Panelis lebih menyukai ( = 0.05) warna minuman formula
optimal (skala hedonik 3.48 dari skala 5.00), dibandingkan warna minuman
komersil berbasis jahe (skor hedonik 2.84 dari skala 5.00).
Penyimpangan atribut mutu citarasa minuman terjadi setelah sembilan hari
penyimpanan di suhu refrigerator, ditandai dengan munculnya citarasa fermented
(terfermentasi) dan pahit, sedangkan atribut mutu warna minuman relatif stabil
hingga penyimpanan sembilan hari di suhu refrigerator. Suhu simpan yang
semakin tinggi dan waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata terhadap
penurunan aktivitas antioksidan dan nilai pH minuman selama penyimpanan ( =
0.05). Suhu simpan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman,
sedangkan waktu simpan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai TPT
minuman pada penyimpanan selama 15 hari ( = 0.05).
Jumlah total mikroba dan kapang-khamir minuman pada suhu refrigerator
hingga 15 hari penyimpanan masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-
3719-1995, yaitu <2.0 x 102 koloni/ml untuk TPC dan <5.0 x 101 koloni/ml untuk
total kapang-khamir. Kandungan total polifenol tertinggi (890 ppm Tannic Acid
Equivalent, disingkat TAE) terdapat dalam minuman formula optimal pada
penyimpanan selama 15 hari di suhu refrigerator.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Mei 1984. Penulis adalah


anak pertama dari pasangan Binggianto Edhi Giantoro dan Hioe Tjioe Khin.
Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 19881990 di TK Don Bosco
II, Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 19901996 dan SMP pada tahun
1996-1999 di sekolah yang sama. Selepas SMP, penulis melanjutkan
pendidikannya di SMU Don Bosco II Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun yang
sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi (yang saat ini menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan),
Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB).
Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi baik di dalam maupun
di luar kampus, yaitu menjadi ketua BKO FoodChat Club HIMITEPA (Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), ketua divisi komoditas pangan di fgW
student Forum, anggota IAAS (International Association of Students in
Agricultural and Related Sciences) LC IPB, sekjen IDC (IPB english Debating
Community), anggota tim pendamping kuliah agama Katolik, dan anggota PMKRI
(Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) cabang Bogor. Selama menjadi mahasiswa
di IPB, penulis memperoleh beberapa penghargaan yaitu terpilih sebagai
Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB tahun 2005, Grand Final Adjudicator di
kompetisi IVED (Indonesian Varsity English Debate) tahun 2006. Selain itu
penulis juga terpilih dalam kegiatan Sampoernas Best Student Visit Program
tahun 2005. Penulis juga aktif sebagai staf pengajar Bahasa Inggris di Lingua
Franca Institute, kampus IPB Darmaga.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan
kegiatan penelitian selama enam bulan. Hasil penelitian tersebut disusun dalam
bentuk skripsi dengan judul Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis
Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas
Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C.
Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung:
1. Keluargaku tercinta: Papi, Mami, dan Yoha yang selalu memberikan
dukungan (moril maupun materiil) dan perhatian bagi penulis selama
menyelesaikan studi di IPB.
2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. untuk semua bimbingan, bekal hidup,
dan yang telah menjadi ibu asuh bagi penulis selama penulis menjadi
mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
3. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan perhatian
selama penulis melakukan penelitian.
4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. atas kesediaannya menguji penulis saat ujian akhir
sarjana serta atas bimbingan dan semua masukan konstruktif yang telah
diberikan bagi perbaikan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman dan semua keluarga besar Pusat Studi
Biofarmaka (Bu Nunu, Mas Zaim, Mba Ina, Mba Susi, Endi, dll.) atas
kerjasama dan bantuan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir.
6. Semua Laboran: Pak Gatot, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Wachid, Bu Rubiyah,
Pak Moel, Teh Ida, Mas Edi, Pak Rojak, Mba Ari, Mba Sri, dan Mba Darsih
yang banyak membantu penulis selama penelitian di Laboratorium ITP.
7. Ibu Mizue Hara dan seluruh keluarga besar Yayasan Goodwill International
(Bu Cri, Mba Rosa, & semua Goodwillers), yang telah memberikan semua
bekal leadership training, juga secara khusus kepada AWA (American
Womens Association of Indonesia) untuk beasiswa yang diberikan kepada
penulis selama penulis menyelesaikan studi S1.
8. Pak Paulus, Mba Vieta, dan semua kerabat dari PT. Sensient Technologies
Indonesia atas perhatian dan dukungan luar biasa yang diberikan pada penulis.

i
9. Woro, Evrin, Ijal, Dadik, dan Didin atas ketulusannya dalam membantu
penulis mengurus segala hal teknis untuk menyukseskan ujian akhir sarjana.
10. Maria Dewi (Mohung) di Hokkaido, Jepang yang telah banyak membantu
penulis mencarikan jurnal-jurnal internasional sebagai bahan pustaka skripsi.
11. Teman-teman sebimbingan, khususnya Vivi, Arti, Maya, Hansib, dan teman-
teman angkatan 40, 41, dan 42.
12. Para panelis yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data
hasil penelitian. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada para
panelis terlatih (Anto, Christine, Hardianzah, Hendy, Tya, Arief, Lutfi, Sucen,
Tri Eko, dan Ulik) yang telah menyediakan waktunya dalam uji deskripsi.
13. Seluruh teman ITP angkatan 39, termasuk golongan A1 (Mumus, Iqbal, dan
Ansor) atas kerjasamanya yang luar biasa dan atas semua kenangan berkesan
selama penulis menjadi mahasiswa di IPB. Teman-teman ngelab yang kadang
suka lembur bareng: anak mie (Elvina, Karen, Inggrid, Pretty, Meilina), anak
pati (Shinta, Nanda, Ribka, Manginar), Risna, Qky, Hana, Manto, dll.
14. Vero, Beatrcie, Yoanita, dan Deliana yang telah meminjamkan UPS dan
printernya selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi dan semua teman
sekosan (P-45) yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis selama
menyelesaikan tugas akhir. Secara khusus penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Willy yang telah menjadi roommate penulis selama 3 thn.
15. Teman-teman Sampoernas Best Student 2005: Widya, Ruly, Andri, Aryo,
Izul, dll., dan Mas Yudy yang tidak pernah berhenti menyemangati penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
16. Semua teman-teman tim pendamping dan semua adik-adik dampinganku,
teman seperjuangan di PMKRI, FoodChat Club, IDC, IAAS, fgw student
forum, Lingua Franca Institute, mapresnas 2005, paduan suara FATETA, dan
teman-teman koor mahasiswa Katolik IPB.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis
mengucapkan banyak terimakasih atas semua dukungan yang telah diberikan
selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

Bogor, Februari 2007 Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................. 1
B. TUJUAN .................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4
A. PANGAN FUNGSIONAL........................................................ 4
B. REMPAH-REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN 5
C. KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) ............... 6
D. JAHE (Zingiber officinale Roscoe) .......................................... 8
E. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn.).......................... 10
F. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ..................... 12
G. LEMON (Citrus medica var. Lemon) ...................................... 13
H. ASPEK CITARASA (FLAVOR) DAN WARNA REMPAH-
REMPAH .................................................................................. 15
I. EVALUASI SENSORI SEBAGAI ALAT UNTUK
MENILAI MUTU ORGANOLEPTIK BAHAN PANGAN..... 18
J. MIXTURE EXPERIMENT (ME) ............................................... 19
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 22
A. BAHAN DAN ALAT .............................................................. 22
B. METODE ................................................................................. 23
1. Penelitian Pendahuluan ........................................................ 23
2. Penelitian Lanjutan .............................................................. 24
C. ANALISIS ................................................................................ 26
1. Kadar Air.............................................................................. 26
2. Rendemen ............................................................................ 28

iii
Halaman
3. Aktivitas Antioksidan, metode DPPH................................... 28
4. Uji Organoleptik, metode skala hedonik .............................. 29
5. Nilai pH................................................................................. 29
6. Total Padatan Terlarut........................................................... 29
7. Derajat Warna, metode Hunter ............................................ 29
8. Total Mikroba (Total Plate Count) ...................................... 30
9. Total Kapang-Khamir .......................................................... 31
10. Total Polifenol, metode Folin-Denis................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 32
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ........................................... 32
1. Ekstraksi Bahan Baku ........................................................... 32
2. Pemilihan Jenis Ekstrak Rempah Berdasarkan Aktivitas
Antioksidan dan Mutu Organoleptiknya .............................. 34
3. Formulasi Awal Minuman .................................................... 40
B. PENELITIAN LANJUTAN ..................................................... 46
1. Optimasi Formula Minuman Menggunakan Design Expert
7.0 .................................................................................................................................... 46
2. Pengamatan Stabilitas Minuman Formula Optimal
(Minuman Formula 943) Selama Penyimpanan ................... 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 74
A. KESIMPULAN ........................................................................ 74
B. SARAN .................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 76
LAMPIRAN ....................................................................................... 83

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Formulasi minuman fungsional yang pernah diteliti
sebelumnya ....................................................................... 5
Tabel 2. Komposisi kimia jus jeruk lemon ..................................... 14
Tabel 3. Komponen volatil dalam jus lemon .................................. 15
Tabel 4. Rancangan percobaan hasil olahan program Design
Expert 7.0 ............................................................................................................ 25
Tabel 5. Deskripsi warna berdasarkan Hue .................................. 30
Tabel 6. Kadar air bahan baku dan rendemen berbagai ekstrak
rempah .............................................................................. 34
Tabel 7. Perbandingan kombinasi secang-air dalam ekstraksi
secang ............................................................................... 39
Tabel 8. Karakter citarasa minuman pada berbagai konsentrasi
total ekstrak rempah (% b/v) ............................................ 45
Tabel 9. Formulasi umum minuman fungsional (per 100 ml
minuman)........................................................................... 45
Tabel 10. Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji .............. 46
Tabel 11. Rancangan percobaan 19 model minuman dengan semua
variabel responnya (antioksidan, citarasa, dan warna)...... 48
Tabel 12. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-
masing variabel respon ..................................................... 50
Tabel 13. Analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel
respon................................................................................. 50
Tabel 14. Tiga formula minuman terpilih hasil optimasi Design
Expert 7.0 ....................................................................... 51

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tanaman kumis kucing (bunga, daun, dan batangnya)... 7
Gambar 2. Rimpang jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah........... 9
Gambar 3. Degradasi gingerol dalam suasana asam......................... 10
Gambar 4. Pohon secang dan irisan kayu secang.............................. 11
Gambar 5. Struktur kimia brazilin dan brazilein .............................. 11
Gambar 6. Bunga dan rimpang temulawak....................................... 12
Gambar 7. Jeruk lemon utuh (kiri) & penampang melintang
(kanan) ............................................................................ 14
Gambar 8. Diagram alir metodologi penelitian................................. 27
Gambar 9. Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH............ 28
Gambar 10. Pengukuran total polifenol metode Folin-Denis.............. 31
Gambar 11. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh
antioksidan ...................................................................... 35
Gambar 12. Aktivitas antioksidan berbagai ekstrak rempah (dalam
ppm AEAC)..................................................................... 36
Gambar 13. Warna ekstrak air secang dalam berbagai konsentrasi.... 40
Gambar 14. Warna formula minuman yang tidak ditambah ekstrak
jeruk (merah) dan yang ditambah ekstrak jeruk
(kuning)............................................................................ 44
Gambar 15. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability
minuman dengan formula optimal .................................. 52
Gambar 16. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability
terhadap minuman dengan formula optimal ................... 52
Gambar 17. Aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal
(dalam ppm AEAC)......................................................... 53

vi
Halaman
Gambar 18. Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula
optimal (formula) 943 dengan beberapa produk
komersil............................................................................ 55
Gambar 19. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman
formula 943 vs. minuman komersil ................................ 56
Gambar 20. Skor kesukaan panelis terhadap warna minuman
formula 943 vs. produk komersil..................................... 57
Gambar 21. Aktivitas antioksidan minuman formula 943 selama 15
hari di berbagai suhu penyimpanan................................. 60
Gambar 22. Pengamatan nilai pH minuman formula 943 selama 15
hari di berbagai suhu penyimpanan................................. 63
Gambar 23. Pengamatan nilai TPT minuman formula 943 selama 15
hari di berbagai suhu penyimpanan................................. 65
Gambar 24. Derajat kecerahan (nilai L) minuman formula 943
selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan................ 66
Gambar 25. Kisaran warna (Hue) minuman formula 943 selama 15
hari di berbagai suhu penyimpanan ................................ 68
Gambar 26. Penampakan visual warna minuman formula 943
selama dua hari penyimpanan pada suhu refrigerator
(kiri), suhu kamar (tengah), dan suhu 55C (kanan)........ 68
Gambar 27. Pengamatan total mikroba (TPC) minuman formula 943
selama 9 hari di berbagai suhu penyimpanan ................. 69
Gambar 28. Total kapang-khamir minuman formula 943 selama 15
hari di berbagai suhu penyimpanan vs. minuman segar
komersil rasa jeruk........................................................... 71
Gambar 29. Kandungan total polifenol (dalam ppm TAE) minuman
formula 943 vs. total polifenol minuman komersil siap
minum berbasis Zingiberaceae........................................ 73

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air daun kumis
kucing ............................................................................. 84
Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe ................. 85
Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang ........ 86
Lampiran 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak ...... 87
Lampiran 5. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya 88
Lampiran 6. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak daun
kumis kucing segar dibandingkan daun kumis kucing
kering matahari............................................................... 89
Lampiran 7. Hasil analisis ragam aktivitas antioksidan ekstrak jahe
gajah, jahe emprit, dan jahe merah ................................ 90
Lampiran 8. Perbandingan mutu warna ekstrak air secang beserta
deskripsi warnanya secara obyektif ............................... 91
Lampiran 9. Diagram alir pembuatan larutan stok gula pasir............. 92
Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok CMC 1%.............. 93
Lampiran 11. Diagram alir pembuatan larutan stok natrium benzoat
5000 ppm ........................................................................ 94
Lampiran 12. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk lemon ..... 95
Lampiran 13. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak jeruk
nipis dan jeruk lemon...................................................... 96
Lampiran 14. Prosedur pembuatan minuman fungsional berbasis
kumis kucing (per 100 ml minuman).............................. 97
Lampiran 15. Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap
citarasa dan warna model minuman ............................... 98
Lampiran 16. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 19 model
minuman.......................................................................... 99
Lampiran 17. Skor kesukaan panelis terhadap warna 19 model
minuman.......................................................................... 100

viii
Halaman
Lampiran 18. Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua
variabel respon terhadap model minuman (Design
Expert 7.0).................................................................... 101
Lampiran 19. Persamaan polinomial semua variabel respon ............... 103
Lampiran 20. Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan
prediksi respon (Design Expert 7.0)............................. 109
Lampiran 21. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan minuman
formula 943 vs. aktivitas antioksidan minuman kumis
kucing.............................................................................. 110
Lampiran 22. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan
minuman formula 943 vs. aktivitas antioksidan
beberapa produk komersil .............................................. 111
Lampiran 23. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis
berdasarkan citarasa terhadap minuman formula 943
vs. produk komersil ....................................................... 113
Lampiran 24. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis
berdasarkan warna terhadap minuman formula 943 vs.
produk komersil ............................................................. 115
Lampiran 25. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan
minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu
penyimpanan .................................................................. 117
Lampiran 26. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman
formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu
penyimpanan .................................................................. 119
Lampiran 27. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman
formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu
penyimpanan .................................................................. 121

ix
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tradisi mengkonsumsi tumbuhan obat atau rempah-rempah dalam bentuk


ramuan jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat,
baik untuk maksud pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Namun sayangnya tidak semua masyarakat menyukai ramuan jamu
tradisional karena citarasa jamu yang diidentikkan dengan aroma tajam dan rasa
pahit sehingga menurunkan nilai palatabilitas minuman tersebut. Akibatnya, tidak
semua masyarakat mendapatkan khasiat kesehatan dari ramuan jamu tradisional.
Sifat sensori, khususnya aspek citarasa dan warna suatu bahan pangan
menjadi faktor utama yang menentukan penerimaan konsumen. Oleh karena itu,
nilai palatabilitas menjadi faktor penting dalam formulasi pangan fungsional
selain aspek nutrisi dan fisiologikal yang mampu memberi pengaruh kesehatan
terhadap tubuh (Ichikawa, 1994). Fenomena menunjukkan bahwa semakin banyak
konsumen sadar akan pentingnya kesehatan, menempatkan produk pangan
fungsional menjadi tren pangan masa kini (Hariyadi, 2006).
Tren minuman fungsional sedang diminati oleh konsumen karena
dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Sebagian besar minuman fungsional tersebut
terbuat dari kombinasi bahan rempah-rempah tradisional. Beberapa contoh hasil
kajian formulasi minuman fungsional tradisional yang terbukti memiliki khasiat
bagi kesehatan antara lain: bir pletok (Dulimarta, 2001), minuman madai
(Girsang, 2003), minuman Cinna-Ale (Oktaviany, 2002), serta minuman
fungsional tradisional berbasis jahe seperti wedang jahe, bajigur, sekoteng,
bandrek, dan serbat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah
Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar
1.000 spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional,
terutama untuk jamu (Pradono et al., 2006). Sumber daya alam yang melimpah ini
semestinya menjadi salah satu keunggulan komparatif bagi daya saing Indonesia,
khususnya untuk mengembangkan produk pangan fungsional.
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis
tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena di
dalamnya banyak mengandung senyawa flavonoid lipofilik yang berfungsi
sebagai antioksidan (Dzulkarnain et al., 1999). Budidaya kumis kucing di kebun
pembibitan tanaman meningkat secara pesat dengan persentase pertumbuhan
mencapai sekitar 90-95% (Ghulamahdi dan Iswadi, 2006), terutama ketika
diketahui bahwa ekstrak daun kumis kucing dapat dimanfaatkan sebagai aktivator
pembusukan sampah daun mahoni menjadi pupuk kompos yang dapat
meningkatkan produktivitas hutan damar (Agathis loranthifolia). Kumis kucing
juga banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija
(misalnya jagung) untuk memberi keseimbangan nutrien tanah sehingga dapat
meningkatkan produktivitas hutan damar (Wijanarko et al., 2006).
Penelitian yang memanfaatkan kumis kucing sebagai basis dalam
formulasi minuman fungsional belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap
pengujian toksisitas (Kusumaningrum, 2005). Penelitian ini diharapkan dapat
melanjutkan mata rantai penelitian yang telah dilakukan khususnya untuk
mendapatkan formulasi minuman berbasis kumis kucing yang selain telah terbukti
memiliki sifat fungsional tetapi juga memiliki mutu organoleptik yang baik.
Pengembangan formulasi minuman menjadi penting untuk keperluan
manufacturing sehingga dapat menghasilkan pangan fungsional yang bisa
diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya. Pencampuran rempah-rempah
dalam formulasi minuman dapat dilakukan untuk memperoleh suatu kombinasi
antioksidan (aspek fisiologikal) dengan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
jika hanya digunakan secara terpisah/ tunggal. Beberapa rempah lain seperti kayu
secang (Fuke et al., 1985; Sundari et al., 1998), temulawak (Jitoe et al., 1992;
Masuda et al., 1992), serta lemon (Sun et al., 2002) juga telah diteliti memiliki
aktivitas antioksidan. Studi pada mahasiswa yang diberi minuman jahe
menunjukkan adanya perbaikan sistem imun atau kekebalan tubuh (Zakaria et al.,
2000).

2
Selain aktivitas antioksidan dan mutu sensori formula minuman, mutu
mikrobiologis (total mikroba dan total kapang-khamir) juga merupakan faktor
penting untuk mengetahui keamanan produk yang dihasilkan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang formulasi minuman
fungsional berbasis rempah, khususnya tanaman kumis kucing, sebagai upaya
pemanfaatan rempah-rempah Indonesia.

B. TUJUAN

Mendapatkan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang


didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan
rasa) serta memiliki aktivitas antioksidan yang setara atau lebih tinggi
dibandingkan dengan produk minuman fungsional komersil berbasis rempah
lainnya.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PANGAN FUNGSIONAL

Jepang merupakan negara yang diakui sebagai negara pelopor


pengembangan produk-produk pangan fungsional. Pada tahun 19841986,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jepang menyelesaikan suatu laporan
mengenai analisis data statistik terhadap nilai nutrisi pangan. Konsep pangan
fungsional pertama kali diperkenalkan dalam laporan tersebut, yaitu pangan yang
memiliki tiga fungsi dasar dalam tubuh manusia (Ichikawa, 1994). Fungsi primer
pangan dilihat dari aspek nutrisional (gizi tinggi), fungsi sekunder pangan yaitu
sifat sensori (penampilan menarik serta citarasa yang enak), dan fungsi tersier
pangan yang mengarah pada aspek fisiologikal (pengaruh positif bagi kesehatan
tubuh).
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai
pangan olahan yang mengandung ingridien yang mampu membantu fungsi tubuh
secara spesifik selain memiliki nilai gizi (Ichikawa, 1994). Beberapa fungsi
fisiologikal pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh,
mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu
pemulihan kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses
penuaan (Cole, 1991 seperti dikutip oleh: Ichikawa, 1994).
Konsep mengenai minuman, misalnya jamu atau minuman berbasis
rempah-rempah, yang erat kaitannya dengan kesehatan dan fungsi pencegahan
terhadap penyakit bukanlah hal yang baru. Dalam pendekatan yang holistik
terhadap kesehatan dan diet yang dimulai tahun 1970-an terlihat jelas bahwa
pangan tertentu mempunyai fungsi yang spesifik secara biokimiawi. Beberapa
formula minuman fungsional berbasis rempah-rempah yang telah diteliti, terutama
pada aspek antioksidan dan total fenoliknya, serta aktivitas antibakteri dirangkum
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi minuman fungsional yang pernah diteliti sebelumnya
Peneliti (tahun) Jenis dan total ekstrak rempah dalam minuman
Krisnayunita (2002) minuman sari temulawak (total ekstrak 2 3.5%)
Yusuf (2003) minuman sari jahe (total ekstrak 7 11% v/v),
minuman sari sereh (total ekstrak 5 11% v/v)
Sejati (2002) minuman sari asam (total ekstrak 4 6%),
minuman sari kunyit (total ekstrak 9 13%)
Prihantini (2003) minuman sari sereh (total ekstrak 5 10% v/v),
minuman sari jahe (total ekstrak 5 10% v/v)
Girsang (2003) minuman madai (total ekstrak rempah 0.65% b/v)
Oktaviany (2002) minuman Cinna-Ale (total ekstrak rempah 5% b/v)
Dulimarta (2001) minuman bir pletok (total ekstrak rempah 1% b/v)

B. REMPAH-REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN

Kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa Latin, yaitu spices


aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrell, 1990). The American Spice
Trade Association mendefinisikan rempah-rempah (spice) sebagai semua bahan
berasal dari tanaman yang bersifat harum (fragrant), atau beraroma khas
(aromatic), atau bercitarasa kuat dan tajam (pungent), baik dalam bentuk segar
maupun yang dikeringkan, dalam bentuk utuh, hancuran, maupun dalam bentuk
bubuk. Rempah-rempah umumnya berkontribusi pada citarasa (flavor), dimana
fungsi primernya sebagai penguat citarasa (seasoning), dan bukan sebagai sumber
zat gizi, dan juga dapat berkontribusi sebagai zat penambah nikmat (relish atau
piquancy) yang ditambahkan pada makanan maupun minuman (Farrel, 1990).
Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai rempah-rempah antara
lain kulit kayu (bark), kuncup (buds), umbi (bulbs), bunga (flower), buah (fruit),
daun (leaves), rimpang (rhizome), akar (root), biji (seed), termasuk putik (stigma)
dan benang sari (style), dan semua bagian tanaman yang berada di atas tanah
lainnya (Farrel, 1990).
Menurut Aggarwal et al. (2002), ada banyak komponen dalam rempah-
rempah yang dapat menghambat proses terbentuknya senyawa oksigen reaktif
(Reactive Oxygen Species, disingkat ROS), di dalam beberapa sistem in vitro

5
maupun in vivo. Tidak kurang dari 30 jenis rempah-rempah dan tumbuhan mampu
menunjukkan sifat antioksidan. Aktivitas antioksidan dalam rempah-rempah
berperan penting dalam menghambat pertumbuhan sel, replikasi virus, inflamasi,
menghambat alergi dan radang sendi, mencegah kanker dan penyakit jantung, dan
untuk menetralkan racun (Aggarwal et al., 2002).
Sejak ribuan tahun yang lalu, rempah-rempah telah dikenal memiliki
khasiat penyembuhan terhadap berbagai macam penyakit, khususnya di negara-
negara Asia, India, dan Afrika. Senyawa aktif dalam rempah-rempah tersebut
terbukti berasal dari senyawa kimia hasil metabolisme tumbuhan, disebut sebagai
senyawa fitokimia. Senyawa fitokomia dalam tumbuhan dapat berupa sulfida
organik (organosulfides), monoterpenoid, flavonoid, polifenol, indol, dan
isotiosianat (Max, 1992 seperti dikutip oleh: Aggarwal et al., 2002). Senyawa-
senyawa fitokimia tersebut mampu menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan
tubuh (Craig, 2001).
Menurut Pradono et al. (2006), Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya
hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman.
Meskipun demikian, baru sekitar 1.000 spesies tanaman yang terdaftar dalam
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang telah digunakan untuk
memproduksi pangan fungsional, terutama untuk jamu.
Beberapa komponen aktif dalam rempah-rempah yang memiliki aktivitas
antioksidan, antara lain: asam rosmarinat (dalam rosemary), timol (dalam thyme),
6-gingerol, 6-shogaol, dan zingerone (dalam jahe), kurkumin (dalam kunyit dan
temulawak), capsaicin (dalam cabe merah), eugenol (dalam cengkeh), vanillin
(dalam panili), sitral (dalam sereh), karnosol, asam kafeat, dan asam ferulat
(Aggarwal et al., 2002)

C. KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)

Tanaman kumis kucing (dapat dilihat pada Gambar 1) termasuk ke dalam


suku Labiatae (Lamiaceae). Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama latin,
antara lain: Orthosiphon stamineus Benth., O. grandiflorum auct. Non Terrac., O.
spicatus auct. non Benth. Tanaman ini pertama kali disebarluaskan dari India,
Indo China, dan Thailand melewati kawasan Malesia (Indonesia, Filipina, Papua

6
Nugini) hingga Australia. Sebagai tanaman yang tumbuh liar di sepanjang anak
sungai dan selokan, kumis kucing mulai banyak ditanam di pekarangan sebagai
tumbuhan obat dan dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian
700 m dpl (Dalimartha, 2000). Disebut kumis kucing karena kumpulan benang
sari bunganya panjang dan menjulur dari dua sisi yang berbeda sehingga mirip
dengan kumis kucing (Mursito dan Prihmantoro, 2002).
Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah bagian herba
(terutama daunnya), baik yang segar maupun yang telah dikeringkan. Herba
kumis kucing rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Tanaman ini berkhasiat
sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan panas dan lembab,
serta menghancurkan batu saluran kencing (Wijayakusuma et al., 1997).

Gambar 1. Tanaman kumis kucing (bunga, daun, dan batangnya)

Menurut Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing mengandung mineral


hingga 12% dengan garam kalium sebagai komponen terbanyaknya (600-700 mg/
100 g daun segar), juga mengandung kurang lebih 0.2% flavon lipofilik, termasuk
di dalamnya sinensetin, flavonol glikosida, turunan asam kafeat (terutama asam
rosmarinat dan asam 2,3-dikafeoiltartarat), inositol, fitosterol (-sitosterol),
saponin, dan kandungan minyak atsiri yang mencapai 0.7%.
Flavoniod lipofilik yang ada dalam tanaman kumis kucing (terutama
sinensetin dan tetrametilskutellarein) telah diketahui memiliki efek penghambatan
terhadap sel-sel tumor Ehrlich ascites secara in vitro. Selain itu, komponen-
komponen flavonoid lipofilik diduga turut bertanggungjawab atas efek antiradang
(anti-inflamatory) mengingat flavonoid merupakan inhibitor enzim siklo-
oksigenase dan lipoksigenase (Dzulkarnain et al., 1999).
Penyajian minuman seduhan kumis kucing dilakukan seperti laiknya
penyajian teh, oleh karena itulah daun kumis kucing juga disebut sebagai Java

7
tea. Dalam pembuatan teh daun kumis kucing ini biasa dicampur dengan
rimpang temulawak untuk mengobati penyakit kuning (Dzulkarnain et al., 1999).
Dapat disimpulkan bahwa herba kumis kucing memiliki efek sinergis ketika
dicampur dengan rimpang temulawak.
Ekstrak rebusan air dari daun kumis kucing (methylripariochromene A,
suatu senyawa benzochromene) terbukti secara ilmiah mampu menurunkan
tekanan darah sistolik pada tikus hipertensi (Ohashi et al., 2000 seperti dikutip
oleh: Elfahmi et al., 2006). Ekstrak kumis kucing juga terbukti mampu
menurunkan jumlah kalsium oksalat (batu ginjal) dan kapasitas penurunan
kalsium oksalat dari ekstrak air kumis kucing ternyata lebih baik dibandingkan
ekstrak etanolnya (Iswantini et al., 2006).

D. JAHE (Zingiber officinale Roscoe)

Tanaman jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae, merupakan tanaman


berumur panjang dengan rimpang di dalam tanah yang bercabang-cabang dan ke
atas mengeluarkan tunas serta batang-batang yang dibalut oleh pelepah daun,
dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai 0.4-0.6 meter (Wijayakusuma, 2002).
Menurut Sutarno et al. (1999), dikenal 3 varietas jahe di Indonesia berdasarkan
bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, yaitu jahe besar (sering disebut jahe gajah
atau jahe badak), jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Diantara
ketiga varietas tersebut, yang banyak digunakan sebagai obat adalah jahe merah
karena kandungan minyak atsirinya lebih banyak.
Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rhizoma atau
rimpangnya (Gambar 2). Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam
tanah dan dipanen setelah berumur 910 bulan. Menurut Sutarno et al. (1999),
kandungan minyak atsiri dan senyawa aktif lain yang terkandung dalam rimpang
jahe mencapai maksimal pada umur jahe sekitar 910 bulan. Kandungan minyak
atsiri dan senyawa aktif tersebut semakin berkurang seiring dengan peningkatan
umur rimpang dan peningkatan kandungan pati.
Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur, berserat, dan berbau khas
aromatik. Rimpang jahe berasa pedas karena mengandung minyak atsiri 0.25-
3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang

8
jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari gingerols dan
shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga menimbulkan rasa
pedas atau pungent (Sutarno et al., 1999).

Gambar 2. Rimpang jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah

Menurut Bhattarai et al. (2001), gingerol merupakan komponen aktif


utama dalam rimpang jahe segar dan teridentifikasi dalam bentuk [6]-gingerol [5-
hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) decan-3-one]. Diketahui bahwa [6]-
gingerol memiliki efek farmakologis dan fisiologis, termasuk analgesic,
antipyretic, gastroprotective, cardiotonic, aktivitas antihepatotoxic, dan memiliki
efek penghambatan dalam biosintesis prostaglandin (Bhattarai et al., 2001).
Gingerol bersifat labil terhadap panas atau suhu tinggi, sehingga mudah
terdehidrasi menjadi shogaol (Bhattarai et al., 2001).
Senyawa 6-shogaol atau [1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)decan-4-ene-3-
one] yang merupakan produk dehidrasi dari gingerol juga memiliki karakter
citarasa yang pedas (pungent). Shogaol lebih banyak terdapat pada simplisia
kering maupun dalam bentuk serbuk. Stabilitas kedua komponen tersebut di
dalam tubuh, terutama bagian perut mampu memberikan sifat bioavailabilitas
secara keseluruhan. Dalam suasana asam (sekitar pH 4.0), kestabilan gingerol dan
shogaol mencapai puncak dan menjadi faktor penting dalam menelusuri efek
farmakologis pada berbagai produk obat-obatan dan kesehatan berbasis jahe
lainnya (Bhattarai et al., 2001). Diketahui bahwa gingerol memiliki kinetika kimia
yang bersifat reversible menjadi shogaol dan sebaliknya (Gambar 3).
Ekstrak jahe mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat dimanfaatkan
untuk mengawetkan minyak dan lemak. Menurut Jitoe et al. (1992), jahe memiliki
kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai antioksidan. Minuman

9
jahe juga telah terbukti menunjukkan adanya perbaikan sistem imun atau
kekebalan tubuh (Zakaria et al., 2000).

Gambar 3. Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al., 2001)

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Firmansyah (2003),


diketahui bahwa jahe memiliki aktivitas antioksidan (metode ransimat) tertinggi
(3.39), bila dibandingkan dengan kayu secang (3.12), dan pala (1.63). Rimpang
jahe juga dikenal memiliki banyak khasiat kesehatan, antara lain sebagai peluruh
kentut (carminative), perangsang (stimulant), pemberi aroma atau bumbu,
melancarkan sirkulasi darah, menurunkan kolesterol, peluruh keringat
(diaphoretic), antimuntah (antitussive), antiradang (anti-inflamantory), dan
menambah nafsu makan (stomachica) (Wijayakusuma, 2002).

E. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn.)

Kayu secang (Gambar 4) merupakan sumber utama pewarna merah sejak


dahulu sampai ke penghujung abad ke-19. Kayu secang di Indonesia banyak
digunakan untuk memberi warna merah pada minuman. Menurut Zerrudo (1999),
sumber zat warna alami secang berasal dari komponen pigmen brazilin yang
berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam air panas. Selain sebagai bahan
pewarna, brazilin kayu secang mempunyai aktivtas sebagai antibakteri dan
bakteriostatik.

10
Gambar 4. Pohon secang dan irisan kayu secang

Kandungan kimia ekstrak petroleum eter, kloroform, dan metanol kayu


dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) menggunakan berbagai pereaksi warna
diperoleh senyawa golongan terpenoid, fenil propane, dan fenolik lain. Senyawa
lain yang telah berhasil diidentifikasi adalah sappankhalkon, sappanon A,
sappanon B, 3-hidroksisappanon B, sappanol, caesalpin J, caesalpin P,
protosappanin B (Sundari et al., 1998 seperti dikutip oleh: Firmansyah, 2003).
Menurut Zerrudo (1999), kelompok senyawa fenol homo-isoflavanoid
diduga bertanggung jawab atas khasiat obat pepagan dan kayunya. Batang dan
daunnya mengandung alkaloid dan tanin, serta banyak mengandung saponin dan
fitosterol.
Secara empirik, ekstrak kayu secang digunakan sebagai obat luka, batuk
berdarah (muntah darah), penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan,
pengobatan pasca persalinan, bersifat pengkelat, daya disinfektan, antidiare, dan
bersifat astringent. Kayu secang juga berkhasiat mengobati demam berdarah dan
katarak mata. Menurut Fuke et al. (1985) senyawa brazilin (C16H16O6) dan
brazilein (C16H14O6) mempunyai efek menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Gambar 5. Struktur kimia brazilin dan brazilein (Anonim, 2006)

Kandungan kimia dari kayu secang adalah tanin (asam tanat), asam galat,
resin, resorsin, brazilin, brazielin, minyak atsiri, sappanin (Sundari et al., 1998

11
seperti dikutip oleh: Firmansyah, 2003), protosappanin, senyawa
metohidroksibrasilin, turunan bensildihidrobensolfuran, senyawa brazilin, dan
brazilein (Fuke et al., 1985).
Brazilin atau (7,11b-Dihydrobenz[b]indeno[1,2-d]pyran-3,6a,9,10(6H)-
tetrol, lihat Gambar 5) yang merupakan komponen terbesar dari kayu secang yang
merupakan senyawa isoflavonoid yang memiliki sifat antioksidatif karena
memiliki gugus catechol pada struktur kimianya. Berdasarkan sifat
antioksidannya, brazilin merupakan pelindung terhadap bahaya radikal bebas pada
sel. Brazilin memiliki warna kuning (crystal amber-yellow) dalam bentuk
murninya, dapat dikristalkan, dan larut air. Suasana asam tidak mempengaruhi
warna pigmen brazilin, tetapi dalam suasana basa dapat membuat warna brazilin
menjadi lebih merah (carmine red). Brazilin (C16H14O5) akan cepat membentuk
warna merah jika terpapar sinar matahari, dan akan terjadi perubahan secara
lambat oleh pengaruh cahaya (Anonim, 1976). Terbentuknya warna merah ini
disebabkan oleh terbentuknya senyawa brazilein (C16H12O5, lihat Gambar 5).

F. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Gambar 6) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang


termasuk salah satu jenis temu-temuan dari famili Zingiberaceae. Eksistensi
temulawak sebagai tumbuhan obat telah lama diakui, terutama di kalangan
masyarakat Jawa. Rimpang temulawak banyak dijadikan sebagai bahan baku
utama dalam pembuatan obat tradisional, baik untuk menjaga kondisi stamina dan
kesehatan tubuh, maupun untuk pengobatan penyakit. Dalam hal ini temulawak
umumnya digunakan dalam bentuk ramuan jamu tradisional (Sidik et al., 2005).

Gambar 6. Bunga dan rimpang temulawak

12
Kandungan kimia rimpang temulawak dibedakan atas beberapa fraksi,
yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri. Kandungan fraksi
pati merupakan kandungan terbesar dalam rimpang temulawak. Fraksi
kurkuminoid merupakan komponen pemberi warna kuning pada rimpang dan
diketahui memiliki aktivitas biologik dalam spektrum yang luas. Fraksi minyak
atsiri temulawak terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen.
Fraksi minyak atsiri ini juga diketahui memiliki aktivitas biologik dengan
spektrum luas yang dalam beberapa hal bekerja sinergistik dengan fraksi
kurkuminoid (Sidik et al., 2005).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak temulawak ternyata
mempunyai efek antioksidan. Jitoe et al. (1992) mengukur efek antioksidan dari
sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode Tiosianat dan metode
Tiobarbituric Acid (TBA) dalam sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih besar dibandingkan
dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam
temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selain ketiga kurkuminoid tersebut yang
mempunyai efek antioksidan. Selanjutnya Masuda et al. (1992) berhasil
mengisolasi analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-(4-hydroxy-
3,5-dimetoxyphenyl)-7- (4-hydroxy-3-metoxyphenyl)- (1E.6E) -1,6- heptadien-3,4-
dion. Senyawa tersebut ternyata menunjukkan efek antioksidan melawan auto-
oksidasi asam linoleat dalam sistem air-alkohol.

G. LEMON (Citrus medica var. Lemon)

Hampir semua jenis buah jeruk berasal dari Asia Tenggara, terutama dari
India, Cina, dan kepulauan Malaysia. Jenis jeruk lemon dan nipis (lime) tersebar
mulai dari Himalaya ke arah selatan di India and ke bagian timur menuju daerah
Malaysia (Nagy dan Shaw, 1990).
Jeruk lemon berbentuk lonjong atau prolate (lihat Gambar 7), memiliki
karakterisitk citarasa yang lembut (tender), berair (juicy), dan asam (Fellers, 1985
seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Kandungan total padatan terlarut
(TPT) dan total asam dalam jeruk lemon akan semakin meningkat seiring dengan
semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total

13
gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw,
1990). Kandungan asam (sebagian besar terdiri atas asam sitrat) dalam jeruk
lemon berkisar antara 6075% dari TPT dan total gulanya berkisar 1% dari berat
lemon (lihat Tabel 2, Nagy dan Shaw, 1990).

Gambar 7. Jeruk lemon utuh (kiri) & penampang melintang (kanan)

Jeruk lemon dipanen ketika warna buahnya masih hijau. Jeruk lemon yang
sudah matang ditandai dengan munculnya warna kuning keputih-putihan (whitish
yellow) pada buah, dan ditandai dengan semakin tipisnya kulit buah dengan
munculnya lapisan lilin tebal pada kulit untuk memperlambat proses repirasi dan
memperpanjang umur simpan (Swisher dan Swisher, 1980 seperti dikutip oleh:
Nagy dan Shaw, 1990). Jeruk lemon tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan
banyak digunakan sebagai perisa dan asidulan alami, serta penguat citarasa (flavor
enhancer) pada makanan maupun minuman (Swisher dan Swisher, 1980 seperti
dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990).

Tabel 2. Komposisi kimia jus jeruk lemon (Nagy dan Shaw, 1990)
Penyusun Jumlah (g/100 g jus)
Kadar air 92.36
TPT (Brix) 8.30
Asam sitrat 5.98
pH 2.2
Gula
Total 1.17
Sukrosa 0.09
Gula pereduksi 1.09
Kadar abu (mineral) 0.25

14
Kandungan komponen volatil di dalam jus lemon telah diteliti oleh
Mussinan et al. (1981) dengan jumlah tidak kurang dari 300 komponen volatil
yang berhasil diidentifikasi. Beberapa komponen volatil utama pada jeruk lemon
disajikan pada Tabel 3. Komponen p-cymen-8-yl ethyl ether diketahui memiliki
karakterisitk citarasa lemon juice-like. Menurut Nagy dan Shaw (1990),
komponen citarasa lemon yang paling penting adalah sitral. Komponen ini
terkandung dalam jus lemon dengan komposisi 95% geranial dan 5% neral.

Tabel 3. Komponen volatil dalam jus lemon (Mussinan et al., 1981)


Komponen mayor Komponen mayor
Hidrokarbon Alkohol monoterpene
Limonene Alkohol seskuiterpen
Aldehid Eter
Geranial p-cymen-8 yl etil eter
Neral Asam-asam organik
Ester

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sun et al. (2002),
jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 3.5
mg gallic acid equiv/100 g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk
lemon juga diukur dan dinyatakan dalam mol vitamin C equiv/g berat dapat
dimakan sebesar 42.8 1.0 mol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui
memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2
yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 0.8 mg/ml (Sun et
al., 2002).

H. ASPEK CITARASA (FLAVOR) DAN WARNA REMPAH-REMPAH

Citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh


berbagai indera (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran)
pada waktu mengkonsumsi makanan atau minuman (Lindsay, 1996). Komples
sensasi yang ditimbulkan dapat berupa sensasi rasa (manis, asam, asin, dan pahit)
oleh papila lidah (taste buds), sensasi aroma oleh rongga hidung (nasal cavity),
dan sensasi pain (sepat (astringency), panas atau pedas (pungency), dingin, pedas)

15
oleh saraf-saraf trigeminal (Lindsay, 1996). Sensasi tidak langsung, seperti
penampakan, suara, dan emosi juga turut berpengaruh terhadap persepsi citarasa
makanan dan minuman yang dikonsumsi, dan oleh karenanya sensasi tersebut
dapat mempengaruhi aspek penerimaan konsumen secara keseluruhan (Lindsay,
1996).
Di dalam Traditional Chinese Pharmacology dikenal empat macam sifat
dan lima macam citarasa tumbuhan obat, yang merupakan bagian dari cara
pengobatan tradisional timur. Adapun keempat macam sifat tumbuhan obat itu
adalah dingin, panas, hangat, dan sejuk. Tumbuhan obat yang sifatnya panas dan
hangat digunakan untuk pengobatan sindroma dingin, seperti pasien yang takut
dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat, atau nadi lambat. Tumbuhan obat
yang bersifat dingin dan sejuk digunakan untuk pengobatan sindroma panas,
seperti demam, rasa haus, warna kencing kuning tua, lidah merah, atau denyut
nadi cepat (Dalimartha, 1999).
Lima macam citarasa dari tumbuhan obat adalah pedas, manis, asam, pahit,
dan asin. Citarasa ini digunakan untuk tujuan tertentu karena selain berhubungan
dengan organ tubuh, juga mempunyai khasiat dan kegunaan tersendiri. Misalnya
rasa pedas mempunyai sifat menyebar dan merangsang. Rasa manis berkhasiat
tonik dan menyejukkan. Rasa asam berkhasiat mengawetkan dan pengkelat. Rasa
pahit dapat menghilangkan panas dan lembab. Sementara rasa asin melunakkan
dan sebagai pencahar. Kadang-kadang ada pakar yang menambahkan ciatarasa
yang keenam, yaitu netral atau tawar yang berkhasiat sebagai peluruh kencing
(Dalimartha, 1999).
Herba kumis kucing rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Menurut
Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing mengandung mineral hingga 12% dengan
garam kalium sebagai komponen terbanyaknya (600-700 mg/ 100 g daun segar),
juga mengandung kurang lebih 0.2% flavon lipofilik, termasuk di dalamnya
sinensetin, flavonol glikosida, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan
asam 2,3-dikafeoiltartarat), inositol, fitosterol (-sitosterol), saponin, dan
kandungan minyak atsiri yang mencapai 0.7%.
Rimpang jahe berasa pedas dan bersifat hangat karena mengandung
minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren.

16
Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri
dari gingerols dan shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga
menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al., 1999). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Firmansyah (2003), minuman 100% jahe
memiliki warna kuning kemerahan cerah dengan ketajaman warna yang rendah.
Kayu secang banyak digunakan untuk memberi warna merah pada
minuman. Menurut Zerrudo (1999), sumber zat warna alami secang berasal dari
komponen pigmen brazilin yang berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam
air panas. Pigmen ini memiliki warna kuning sulfur jika dalam bentuk yang
murni. Asam tidak mempengaruhi brazilin tetapi alkali membuatnya bertambah
merah. Warna merah akan semakin terbentuk ketika terjadi kontak dengan udara
atau cahaya (Anonim, 2006). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Firmansyah (2003) diketahui bahwa minuman 100% secang berwarna merah
tajam cerah. Warna minuman secang semakin kuning setelah dilakukan
penambahan asam. Semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan pada
minuman secang, semakin kuning warna minuman yang dihasilkan.
Rimpang temulawak beraroma tajam, rasanya pahit agak pedas
(Dalimartha, 2000). Fraksi kurkuminoid temulawak dapat digunakan sebagai zat
warna alami dalam makanan, minuman, atau kosmetika karena warnanya yang
kuning,. Penggunaannya sebagai pewarna makanan telah lama dikenal masyarakat
Indonesia, misalnya dalam pembuatan nasi kuning. Mengingat sifat kimianya
yang sangat tergantung pada pH, penggunaan kurkuminoid sebagai zat warna
makanan, minuman, dan kosmetika memerlukan perhatian khusus, karena
perubahan warna akibat perubahan pH akan memberi kualitas yang kurang baik.
Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga,
sedangkan dalam suasana basa, kurkuminoid temulawak berwarna merah (Sidik et
al., 2005).
Jeruk lemon memiliki karakterisitk citarasa yang lembut, berair, dan asam
(Fellers, 1985 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Kandungan total
padatan terlarut (TPT) dan total asam dalam jeruk lemon akan semakin meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan
kandungan total gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy

17
dan Shaw, 1990). Komponen p-cymen-8-yl ethyl ether merupakan komponen
utama dalam jeruk lemon yang bertanggungjawab atas karakter citarasa lemon
juice-like (Nagy dan Shaw, 1990). Jeruk lemon tidak dikonsumsi secara langsung,
melainkan banyak digunakan sebagai perisa dan asidulan alami, serta penguat
citarasa pada makanan atau minuman.

I. EVALUASI SENSORI SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI MUTU


ORGANOLEPTIK BAHAN PANGAN

Uji atau evaluasi sensori untuk menilai kualitas dari suatu barang telah
banyak dipraktekkan sejak adanya kehidupan manusia. Evaluasi sensori mulai
berkembang pesat sejak munculnya sistem perdagangan, dimana pembeli akan
menilai komoditi yang akan dibelinya berdasarkan mutu sensorinya. Oleh karena
itu, para pedagang kemudian menetapkan harga barang yang dijual berdasarkan
kualitas sensorinya (yang meliputi penampakan fisik, warna, konsistensi dan
tekstur, maupun citarasa).
Penggunaan istilah Grading digunakan dalam penilaian kualitas bahan
makanan, seperti minuman anggur (wine), teh, kopi, tembakau, dan sebagainya.
Grading memunculkan orang-orang yang profesional dalam menguji kualitas
suatu komoditi berdasarkan indera sensorinya terutama di dalam industri makanan
dan minuman sekitar awal tahun 1900-an (Meilgaard et al., 1999). Sebuah
literatur memunculkan penggunaan istilah uji organolpetik (Pfenninger, 1979
seperti dikutip oleh: Meilgaard, 1999) untuk menunjukkan hasil pengukuran
obyektif terhadap atribut sensori suatu bahan pangan.
Teknologi yang terus berkembang mampu menghasilkan instrumen atau
alat canggih yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai suatu parameter
dari produk tertentu. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua hasil
ciptaan manusia mampu digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kualitas
suatu produk, misalnya mutu sensori bahan pangan. Indera manusia telah
dilengkapi oleh Tuhan dengan sensor yang paling canggih. Oleh karena itu,
penggunaan subyek manusia sebagai instrumen dalam mengevaluasi atribut
sensori dalam bahan pangan menjadi sangat penting. Meskipun demikian, dalam
kenyataannya pengujian organoleptik seringkali bersifat subyektif, karena jumlah

18
panelis yang terlalu sedikit, dan penilaian yang mengakibatkan munculnya
praangapan terhadap suatu produk yang sedang diuji (Meilgaard et al., 1999).
Oleh karena itu banyak peneliti yang berusaha mengembangkan teknik
evaluasi sensori dalam bentuk yang lebih formal, terstruktur, dan dengan metode
yang baku sehingga dapat meminimalkan aspek subjektivitas yang dilakukan oleh
panelis dalam menilai suatu bahan pangan (Meilgaard et al., 1999).
Peran evaluasi sensori antara lain untuk menyediakan informasi yang valid
dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu produk, khususnya pada pihak
yang berkepentingan seperti divisi riset dan pengembangan (R&D), produksi, dan
divisi pemasaran. Oleh karena itu, hasil evaluasi sensori terhadap produk pangan
dapat menjadi landasan penting dalam pengambilan keputusan manajemen
industri pangan berkaitan dengan sifat sensori yang dimiliki produk tersebut.

J. MIXTURE EXPERIMENT (ME)

Penggabungan beberapa ingridien atau bahan baku dilakukan untuk


menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi
dalam pembuatan kue yang tersusun atas campuran baking powder, shortening,
tepung, gula, dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh
persentase atau proporsi relatif masing-masing ingridien yang ada dalam
formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingridien dalam mixture
experiment adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih
tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan,
dibandingkan dengan penggunaan ingridien tunggalnya dalam menghasilkan
produk yang sama (Cornell, 1990).
Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingridien
penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingridien tersebut akan
menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingridien yang
dipilih tentunya adalah kombinasi ingridien yang dapat menghasilkan produk
dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan
Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan
kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari

19
segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell,
1990).
Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu
metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika
dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif
ingridien penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut.
Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk
mengoptimalkan respon yang diinginkan (Cornell,1990). Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap
komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell,1990).
Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama
yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih
ingridien penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel
respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi
relatif masing-masing ingridien penyusun campuran, menentukan variabel respon
yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon,
dan memilih disain percobaan yang sesuai.
ME seringkali digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan
polinomial secara simultan. Persamaan tersebut dapat dipetakan dalam suatu
contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi
(3-D) yang dapat memberi gambaran bagaimana variabel uji mempengaruhi
respon, hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi
seluruh variabel uji mempengaruhi respon.
Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial ME dapat memiliki
berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik.
Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi
adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua variabel uji
digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua
variabel uji digambarkan pada persamaan (2).
Y = b0 + b1X1 + b2X2................................................(1)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2......(2)

20
Persamaan dengan model ordo linier seringkali memberikan deskripsi
bentuk geometri (3-D) permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu,
dalam formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial
ordo kuadratik (Cornell, 1990).

21
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Rimpang jahe, temulawak, kayu secang, daun kumis kucing, dan jeruk
lemon digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan minuman ini.
Rimpang jahe, temulawak, dan kayu secang didapatkan dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat-obatan (BALITTRO), Cimanggu-Bogor. Daun kumis
kucing segar didapatkan langsung dari pekarangan sekitar kampus IPB Darmaga.
Jeruk lemon impor dibeli dari supermarket yang ada di Bogor (Super Indo dan
Market Place). Minuman serbuk instan berbasis jahe Sari Jahe Lab Bio (PT.
Konimex), berbasis temulawak Sari Temulawak (PT. Citra Deli Kreasitama),
dan berbasis kunyit asam jawa Kunyit Asam (PT. Sido Muncul) dibeli dari
supermarket yang ada di Bogor (Indo Maret dan Giant Hypermarket). Minuman
segar berbasis Zingiberaceae Samudera (Samudera Fresh Drink) didapatkan
dari BALITTRO. Minuman segar rasa lemon You C-1000 (PT. Djojonegoro C-
1000) dan minuman segar rasa jeruk Nu-Orange (PT. ABC) dibeli dari kafetaria
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas stabil
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), metanol, larutan penyangga asam asetat,
akuades, asam askorbat, asam tanat, pereaksi Folin-Denis, media Plate Count
Agar (PCA) untuk uji total mikroba, dan media Potato Dextrose Agar (PDA) dan
asam tartarat untuk uji total kapang-khamir, serta bahan-bahan lainnya yang
digunakan untuk uji organoleptik. Bahan yang ditambahkan untuk membuat
minuman yaitu gula pasir putih merk Gulaku, hidrokoloid Carboxyl Methyl
Cellulose (CMC), Natrium Benzoat, dan air minum.
Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe, temulawak,
dan lemon adalah juice extractor, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak secang
dan kumis kucing diperlukan saringan vakum dan rotary evaporator (rotavapor)
untuk pemekatan ekstrak. Baskom, pisau, talenan, dan panci digunakan untuk
mempersiapkan bahan baku. Botol kaca, pipet tetes, dan neraca analitik digunakan
untuk membuat formulasi minuman. Autoclave dan water bath digunakan untuk
sterilisasi botol dan pasteurisasi produk minuman akhir.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah oven, pH meter,
refraktometer, chromameter, mikroppet, spektrofotometer, alat-alat uji
mikrobiologi (cawan petri, inkubator), alat-alat uji organoleptik, dan alat-alat
gelas lainnya.

B. METODE

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan metode
ekstraksi dan jenis ekstrak yang optimal terhadap masing-masing bahan baku,
serta untuk memperoleh formula awal minuman. Penelitian lanjutan bertujuan
untuk mendapatkan formula minuman yang optimal dilihat dari segi aktivitas
antioksidan dan mutu organoleptiknya (kesukaan panelis terhadap citarasa dan
warna minuman).

1. Penelitian Pendahuluan
Pada tahap ini dilakukan tiga bagian, yaitu penentuan metode
ekstraksi, pemilihan jenis ekstrak, dan pembuatan formula awal minuman.
Dalam proses ekstraksi secang dan kumis kucing digunakan air
sebagai pengekstrak, namun ekstraksi jahe dan temulawak tidak melibatkan
penambahan air. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak kumis kucing,
ekstrak jahe, ekstrak secang, dan ekstrak temulawak dapat dilihat pada
Lampiran 1-4.
Terdapat tiga jenis jahe yang diekstrak, yaitu jahe emprit, jahe gajah,
dan jahe merah. Jenis ekstrak daun kumis kucing ditentukan setelah dilakukan
dua macam perlakuan awal terhadap daun kumis kucing, yaitu daun kumis
kucing yang dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari (Mahendra
dan Fauzi, 2005) dan daun kumis kucing segar.
Jenis ekstrak yang digunakan sebagai penyusun minuman dipilih
berdasarkan aktivitas antioksidan tertinggi dan mutu organoleptik terbaik.
Formulasi awal minuman menggunakan campuran empat bahan baku utama
(kumis kucing, jahe, secang, dan temulawak). Formulasi tersebut digunakan
sebagai basis awal dalam pembuatan minuman untuk mengetahui berapa

23
banyak total ekstrak rempah dan gula yang dapat ditambahkan ke dalam
minuman (b/v) tanpa menimbulkan kendala pada citarasa, serta untuk
mengetahui sinergisme citarasa minuman yang dihasilkan.

2. Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan untuk mendapatkan formula optimal
berupa proporsi relatif (dalam %) masing-masing ekstrak bahan baku dari
total ekstrak rempah hasil penelitian pendahuluan.
Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture
Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0. Proporsi
relatif ekstrak kumis kucing, jahe, secang, temulawak, dan jeruk lemon
dimasukkan sebagai data masukan. Selanjutnya ditentukan pula proporsi
relatif minimum masing-masing ekstrak (lower limit) dan proporsi relatif
maksimum masing-masing ekstrak (upper limit) sebagai data masukan
sebelum didapatkan model rancangan percobaan.
Hasil keluaran berupa model rancangan percobaan (lihat Tabel 4).
Selanjutnya dilakukan pembuatan minuman untuk mengukur respon masing-
masing model rancangan percobaan tersebut. Dalam pembuatan minuman
ditambahkan gula sukrosa (b/v), CMC (v/v), pengawet natrium benzoat (v/v),
dan air minum. Variabel respon minuman diukur berdasarkan hasil uji
aktivitas antioksidan minuman (metode penangkapan senyawa radikal bebas
stabil DPPH) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan
parameter citarasa dan warna). Variabel respon tersebut digunakan sebagai
parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman.
Selanjutnya variabel respon yang didapat dari masing-masing model
dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0 sebagai data
masukan untuk mendapatkan formula minuman yang optimal berdasarkan
nilai target yang sudah ditetapkan. Setelah itu dilakukan kembali pembuatan
minuman dengan formula optimal.
Aktivitas antioksidan minuman formula optimal diukur kembali dan
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan tertinggi yang dapat dicapai oleh
minuman komponen tunggalnya. Selain itu, juga dilakukan perbandingan

24
aktivitas antioksidan minuman formula optimal dengan produk minuman
komersil (yang sudah dijual di pasaran) sebagai pembanding.

Tabel 4. Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert 7.0


Jahe Secang Kumis kucing Temulawak Lemon
Model
(%) (%) (%) (%) (%)
110 * * * * *
220 * * * * *
315 * * * * *
411 * * * * *
540 * * * * *
680 * * * * *
713 * * * * *
830 * * * * *
916 * * * * *
101 * * * * *
111 * * * * *
125 * * * * *
131 * * * * *
141 * * * * *
159 * * * * *
166 * * * * *
171 * * * * *
181 * * * * *
197 * * * * *
*) Keterangan: semua angka disamarkan

Uji sensori terhadap minuman formula optimal kemudian dilakukan


untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis berdasarkan atribut citarasa dan
warnanya. Dalam uji sensori tersebut, tingkat kesukaan panelis terhadap
minuman formula optimal dibandingkan dengan tingkat kesukaan panelis
terhadap produk komersil minuman berbasis rempah.
Minuman dengan formula optimal juga diamati stabilitasnya hingga 15
hari penyimpanan. Stabilitas minuman yang diamati meliputi: aktivitas

25
antioksidan selama 15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan warna
minuman (pengamatan sensori secara individual) selama sembilan hari
penyimpanan, nilai pH, nilai total padatan terlarut (TPT), derajat warna
minuman (nilai L dan Hue), dan total mikroba dalam minuman (metode
Total Plate Count) selama sembilan hari penyimpanan, serta total kapang-
khamir dan total polifenol minuman formula optimal pada akhir penyimpanan
(hari ke-15). Minuman tersebut disimpan di tiga taraf suhu, yaitu suhu
refrigerator (1-3C), suhu kamar (30C), dan suhu tinggi (55C).
Metodologi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8.

C. ANALISIS

1. Kadar Air, metode oven (AOAC, 1995)


Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105C
selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai
tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang
sampel sebanyak 5 gram di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam
oven sampai bobotnya konstan (perubahan bobot tidak lebih dari 0.003 gram).
Setelah itu cawan yang berisi sampel kering didinginkan di dalam desikator.
Kemudian bobot akhirnya ditentukan. Kadar air dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
(X Y)
Kadar air (% bb) = x 100%
(X A)

(X Y)
Kadar air (% bk) = x 100%
(Y A)

Keterangan:
X : berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
Y : berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
A : berat cawan alumunium kosong (g)

26
Penelitian Ekstraksi daun kumis kucing, rimpang Analisis kadar air dan
Pendahuluan jahe, kayu secang, dan rimpang temulawak rendemen

Analisis aktivitas
Pemilihan jenis ekstrak daun kumis antioksidan dan
kucing, jahe, dan kayu secang organoleptik individual

Penentuan banyaknya
total ekstrak rempah dan
Formulasi awal minuman
gula yang ditambahkan
Penelitian dalam minuman
Lanjutan
Optimasi formula minuman
menggunakan Design Expert 7.0
Pengukuran variabel
respon setiap model:
Pembuatan model minuman sesuai Aktivitas antioksidan
rancangan percobaan (metode DPPH)
Uji hedonik, parameter:
citarasa dan warna
Minuman fungsional
dengan formula optimal
Pengukuran respon
dengan menyertakan
produk komersil sebagai
Pembuatan minuman dengan pembanding:
formula optimal Aktivitas antioksidan
(metode DPPH)
Uji hedonik (parameter:
citarasa dan warna)

Tidak Aktivitas antioksidan Pengamatan kestabilan


minuman formula minuman berdasarkan:
optimal aktivitas Aktivitas antioksidan
antioksidan minuman
komponen tunggal ?
Karakter citarasa dan
warna (pengamatan
sensori individual)
Nilai pH
Ya Nilai TPT
Derajat warna (nilai L
Penyimpanan minuman formula dan Hue)
optimal selama 15 hari di Total mikroba (TPC)
berbagai taraf suhu penyimpanan Total kapang-khamir
Total polifenol
Gambar 8. Diagram alir metodologi penelitian

27
2. Rendemen
Pengukuran rendemen ekstrak kumis kucing dan secang dihitung
berdasarkan bobot awal ditambah dengan volume awal air yang digunakan
dalam ekstraksi. Pengukuran rendemen ekstrak jahe dan ekstrak temulawak
dihitung berdasarkan berat awal rimpang segarnya. Rendemen dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
berat ekstrak akhir (g)
Rendemen ekstrak (%) = x 100%
berat awal (g)

3. Aktivitas Antioksidan, metode DPPH (Kubo et al., 2002; Molyneux, 2004)


Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radikal
bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging).
Formula minuman yang terdiri dari campuran kelima ekstrak rempah dengan
berbagai kombinasi formula digunakan sebagai sampel pengujian aktivitas
antioksidan. Asam askorbat digunakan sebagai standar pembanding terhadap
aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh formula minuman. Oleh karena itu,
aktivitas antioksidan minuman akan dihitung berdasarkan kesetaraannya
dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm
AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Secara spesifik,
metode pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 9.

Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5),


3.75 ml metanol, dan 200 l larutan DPPH 3 mM dalam metanol

Divorteks larutan campuran

Ditambah 50 l larutan sampel atau larutan standar antioksidan

Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit

Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada = 517 nm


Gambar 9. Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH (Kubo et al.,
2002; Molyneux, 2004)

28
4. Uji Organoleptik, metode skala hedonik (Meilgaard et al., 1999)

Uji organoleptik dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik


terhadap formula minuman yang telah dibuat. Dalam uji ini panelis diminta
mencicipi sampel dan diantara masing-masing pencicipan sampel diharuskan
mengkonsumsi air minum sebagai penetral, kemudian panelis diminta untuk
memberikan penilaian tingkat kesukaannya terhadap warna dan citarasa
(aroma dan rasa) sampel dengan menggunakan 5 tingkat skala hedonik
[dimulai dari sangat tidak suka (=1) sampai sangat suka (=5)].

5. Nilai pH (AOAC, 1995)

Sebanyak 30-50 ml sampel langsung diukur nilai pH-nya dengan


menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi
terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0.

6. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1995)

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat refraktometer.


Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan
lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan setelah digunakan, prisma
refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan
dalam Brix sukrosa.

7. Derajat Warna, metode Hunter (Hutching, 1999)


Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters.
Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran
perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran
dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran
seragam (misalnya cawan petri). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a,
dan nilai b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan
(lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a
menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0100 untuk warna merah dan nilai

29
a (negatif) dari 0(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna
kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 070 untuk
kuning dan nilai b (negatif) dari 0(-70) untuk warna biru. Selanjutnya
dihitung Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan Hue = arc
tan (b/a) (Tabel 5).

Tabel 5. Deskripsi warna berdasarkan Hue


Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna
18 54 Red (R)
54 90 Yellow Red (YR)
90 126 Yellow (Y)
126 162 Yellow Green (YG)
162 198 Green (G)
198 234 Blue Green (BG)
234 270 Blue (B)
270 306 Blue Purple (BP)
306 342 Purple (P)
342 18 Red Purple (RP)

8. Total Mikroba (Total Plate Count) (Maturin dan Peeler, 2001)

Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml


larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen
dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat
pengenceran 10-2. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml
untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan
ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml.
Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara
hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan
gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan
petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37C selama 2
hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan
menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.

30
9. Total Kapang-Khamir (Maturin dan Peeler, 2001)

Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml


larutan pengencer. Setelah itu dilakukan pengocokan hingga homogen dengan
vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran
10-2. Selanjutnya ke dalam cawan tersebut dimasukkan media PDA (Potato
Dextrose Agar) cair yang telah ditambah asam tartarat steril 10% sebanyak
15-20 ml.
Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara
hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan
gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan
petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 30C selama 2
hari (48 jam). Perhitungan jumlah kapang dan khamir dilakukan dengan
menggunakan metode Harrigan.

10. Total Polifenol, metode Folin-Denis (Shahidi dan Naczk, 1995)

Minuman dengan formula optimal digunakan sebagai sampel


pengujian total polifenol. Asam tanat digunakan sebagai standar. Hasil
pengukuran total polifenol minuman kemudian dihitung berdasarkan
kesetaraannya dengan total polifenol pada asam tanat yang dinyatakan dalam
ppm TAE (Tannic Acid Equivalent). Secara spesifik, metode pengukuran total
polifenol dapat dilihat pada Gambar 10.
Diambil 1 ml sampel (diencerkan 2-4x dengan akuades)

Ditambah pereaksi Folin-Dennis sebanyak 1 ml

Diinkubasi dalam ruang gelap suhu kamar selama 5 menit

Ditambah 0.25 ml larutan Na2CO3 (60 g/L) dan 1.75 ml akuades

Diinkubasi sampel dalam ruang gelap suhu kamar selama 30 menit

Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada = 760 nm


Gambar 10. Pengukuran total polifenol metode Folin-Denis

31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Ekstraksi Bahan Baku

Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat


menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno et al., 1973). Tahapan
ekstraksi diupayakan sesingkat mungkin agar kandungan senyawa aktif yang
memiliki aktivitas antioksidan dalam bahan baku tidak banyak hilang terutama
karena proses pemanasan. Proses ekstraksi juga dilakukan sesederhana
mungkin dengan harapan agar pembuatan minuman fungsional ini dapat
dengan mudah diterapkan pada skala industri, terutama bagi skala industri
rumah tangga. Menurut Junita et al. (2001), penggunaan pelarut organik untuk
mengekstrak bahan baku dinilai tidak tepat karena hasil ekstraksi akan
digunakan dalam formulasi minuman.
Sebelum pengekstrasian, dilakukan proses blansir dengan merendam
bahan baku dalam air panas (82-93C) selama 3-5 menit. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan
peroksidase), dan melunakkan jaringan (Fardiaz et al., 1980), khususnya pada
rimpang jahe dan temulawak sebelum diblender dengan juice extractor.
Pasteurisasi dan proses shock cooling juga dilakukan pada ekstrak yang telah
dikemas dalam wadah botol kaca steril untuk mempertahankan daya awet
ekstrak yang telah dibuat (Frazier dan Westhoff, 1978).
Ekstraksi air daun kumis kucing dilakukan dengan mengikuti prosedur
pembuatan obat tradisional, yaitu dengan merebus 30 g daun kumis kucing
(segar maupun kering) di dalam tiga gelas air, atau sekitar 600 ml air
(Wijayakusuma et al., 1997; Muhlisah, 1995). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dilakukan dua macam perlakuan awal terhadap daun kumis
kucing, yaitu daun kumis kucing yang sudah dikeringkan dengan sinar
matahari dan daun kumis kucing segar.
Dalam penelitian ini hanya digunakan bagian daunnya agar pembuatan
ekstrak dapat dihomogenkan. Daun yang dipilih adalah daun kumis kucing
yang masih berwarna hijau agak gelap, tidak ada bercak coklat, dan masih
utuh. Menurut Darusman et al. (2006), daun dipetik sewaktu tumbuhan mulai
berbunga agar mempunyai khasiat yang dikehendaki secara optimal. Mutu
bahan baku menjadi faktor penting yang mempengaruhi mutu dan keamanan
produk biofarmaka dan sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan GAP (Good
Agricultural Practices). Pemilihan jenis ekstrak kumis kucing yang akan
dimasukkan sebagai salah satu komponen penyusun minuman fungsional ini
akan ditentukan dan dibahas lebih lanjut pada bagian pemilihan jenis ekstrak.
Dalam penelitian pendahuluan juga dilakukan penentuan kombinasi
perbandingan secang-air yang optimal agar dapat menghasilkan ekstrak secang
yang berwarna merah tajam dan disukai. Kombinasi ekstrak air kayu secang
dimulai dengan pencampuran secang-air dengan perbandingan 1:12.5
(selanjutnya disebut 12.5 fold), 1:25 (25 fold), 1:50 (50 fold), dan 1:100 (100
fold). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purba (2003), serbuk
kayu secang yang diekstrak menggunakan air mendidih dengan perbandingan
1:25 ml selama 20 menit dapat menghasilkan intensitas warna merah yang
paling tinggi. Pemilihan jenis ekstrak secang yang dipilih akan ditentukan dan
dibahas lebih lanjut pada bagian pemilihan jenis ekstrak.
Ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang dilakukan dalam wadah
tertutup dengan tujuan meminimalkan teruapkannya komponen volatil yang
terdapat pada bahan baku. Semakin sedikit komponen volatil yang menguap,
semakin sedikit komponen yang bermanfaat hilang sehingga diharapkan sifat
fungsional minuman masih dapat dipertahankan. Ekstraksi dilakukan selama
15 menit setelah air mendidih, bertujuan agar komponen aktif dalam bahan
baku dapat terekstrak secara maksimal dalam air (Girsang, 2003).
Proses ekstraksi jahe dan temulawak dilakukan dengan cara yang
serupa. Pada dasarnya ekstraksi jahe dan temulawak dilakukan tanpa
penambahan air dengan menggunakan alat juice extractor yang dapat
memisahkan antara fraksi cairan dan ampasnya. Tahap dekantasi dilakukan
untuk mengendapkan partikel tidak larut dalam air (seperti pati) supaya
minuman kelihatan lebih jernih. Dekantasi dilakukan selama semalam (18
jam) pada suhu refrigerator sehingga dengan suhu tersebut diharapkan
kerusakan dapat diminimalkan sebelum dilakukan tahap pembotolan dan

33
pasteurisasi (Girsang, 2003). Rimpang jahe dan temulawak yang dipilih adalah
rimpang segar yang berumur sekitar 910 bulan, saat dimana proses
pertumbuhannya telah sempurna sehingga bahan tersebut mempunyai khasiat
yang dikehendaki secara optimal (Sutarno et al., 1999).
Kadar air masing-masing bahan baku penting untuk diukur agar dosis
penggunaan bahan baku tersebut dapat distandarkan (berdasarkan bobot
kering) sebelum masuk ke tahap selanjutnya. Perhitungan rendemen juga
dilakukan untuk mengetahui berapa banyak bahan baku yang dibutuhkan
untuk mendapat sejumlah tertentu ekstrak rempahnya. Hasil analisis kadar air
bahan baku dan rendemen ekstrak kumis kucing, jahe, secang, dan temulawak
disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar air bahan baku dan rendemen berbagai ekstrak rempah
Kadar air Kadar air Rendemen
Sampel
(% basis basah) (% basis kering) (% basis basah)
Kumis kucing 80.88 423.09 44.01
Jahe (gajah) 81.39 446.17 58.02
Secang 9.20 10.13 37.47
Temulawak 79.93 402.75 49.00

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aquarini (2006) dan


Kusumaningrum (2005), kadar air daun kumis kucing segar sebesar 81.42%
(basis basah). Kadar air jahe putih besar sekitar 82% basis basah
(Rismunandar, 1988), sedangkan menurut Sutarno et al. (1999), rimpang jahe
segar pada umumnya akan kehilangan beratnya hingga 75-80% selama
pengeringan. Kadar air kayu secang berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Purba (2003) adalah sebesar 8.88% (basis basah), sedangkan
kadar air kayu secang bisa mencapai 9.75% dalam basis keringnya. Kadar air
rimpang temulawak segar sekitar 80% basis basah (Rismunandar, 1988).

2. Pemilihan Jenis Ekstrak Rempah Berdasarkan Aktivitas Antioksidan dan


Mutu Organoleptiknya

Dalam tahap ini semua jenis ekstrak rempah diukur aktivitas


antioksidannya. Pengukuran aktivitas antioksidan diukur dengan metode

34
penangkapan radikal bebas stabil DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl) adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan
radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil. Selain itu DPPH juga
dapat bereaksi dengan atom hidrogen (berasal dari suatu antioksidan)
membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazin) yang stabil (Molyneux, 2004).
Pengukuran aktivitas antioksidan metode ini menggunakan prinsip
spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep
violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 520 nm.
Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas
antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya
untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan
semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat). Apabila diketahui
bahwa AH adalah donor molekul hidrogen dan A* merupakan radikal bebas,
maka reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Gambar 11):

+ AH + A*

DPPH (ungu) DPP-H tereduksi (kuning pucat)


Gambar 11. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan
(Molyneux, 2004)

Asam askorbat (Vitamin C) digunakan sebagai standar pengukuran


aktivitas antioksidan dalam penelitian ini. Kemampuan aktivitas asam askorbat
dalam berbagai konsentrasi untuk menangkap radikal bebas stabil DPPH
dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian
didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regersi ini selanjutnya
digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel (ekstrak rempah dan
produk minuman) yang disetarakan dengan aktivitas asam askorbat (donor
atom hidrogen) dalam menangkap radikal bebas stabil DPPH. Oleh karena itu,
hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam AEAC
(Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kurva standar asam askorbat
dan persamaan regresi aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 5.

35
Senyawa fitokimia dalam tanaman telah diketahui memiliki aktivitas
antioksidan, tetapi keberadaan masing-masing komponen tersebut dalam
jaringan tanaman relatif sulit untuk diukur secara terpisah (Pratt, 1992). Oleh
karena itu beberapa metode (Jitoe et al., 1992; Junita et al., 2001; Kaur dan
Kapoor, 2002; Kubo et al., 2002; Masuda et al., 1992; Molyneux, 2004;
Pradono et al., 2006; Shahidi dan Naczk, 1995; Sun et al., 2002; Yusuf, 2002,
Zakaria et al., 2000) telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir untuk
menghitung total aktivitas antioksidan dalam sampel. Para peneliti tersebut
juga telah menggunakan berbagai macam media ekstraksi untuk mendapatkan
kondisi optimal terhadap kandungan aktivitas antioksidan dalam sampel (Kaur
dan Kapoor, 2002).
Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, dipilih metode penangkapan
senyawa radikal bebas stabil DPPH karena metode ini dapat mengukur
aktivitas antioksidan semua jenis substrat dalam sampel, baik substrat yang
bersifat hidrofilik maupun lipofilik sehingga diharapkan dapat menghasilkan
hasil pengukuran yang lebih baik dibandingkan metode pengukuran aktivitas
antioksidan lainnya (Vankar et al., 2006).
Semua ekstrak rempah yang digunakan sebagai ingridien dalam
pembuatan minuman menunjukkan adanya aktivitas antioksidan (lihat Gambar
12). Peningkatan aktivitas antioksidan ditunjukkan secara berurutan ekstrak
temulawak < ekstrak kayu secang < ekstrak jahe emprit < ekstrak daun kumis
kucing kering < ekstrak jahe gajah < ekstrak jahe merah < ekstrak daun kumis
kucing segar.

1000 Keterangan:
KS: ekstrak daun kumis
800 kucing segar
ppm AEAC

KK: ekstrak daun kumis


600
kucing kering
400 JG: ekstrak jahe gajah
JE: ekstrak jahe emprit
200 JM: ekstrak jahe merah
SE: ekstrak secang
0 TE: ekstrak temulawak.
KS KK JG JE JM SE TE
Jenis ekstrak
Gambar 12. Aktivitas antioksidan berbagai ekstrak rempah (dalam ppm
AEAC)

36
Sebanyak 2 (dua) macam perlakuan diberikan untuk membuat ekstrak
daun kumis kucing, yaitu menggunakan daun kumis kucing segar dan
menggunakan daun kumis kucing yang sudah dikeringkan di bawah sinar
matahari. Pengeringan daun kumis kucing tidak dilakukan dengan oven karena
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aquarini (2006) dan
Kusumaningrum (2005), daun kumis kucing yang dikeringkan di bawah sinar
matahari memiliki aktivitas antioksidan dan total fenol yang lebih tinggi
dibandingkan daun kumis kucing yang dikeringkan dengan oven.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aquarini (2006) dan
Kusumaningrum (2005) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
daun kumis kucing segar sebesar 2198.574 mM dan 2269.178 mM TEAC/ g
berat kering sampel. Hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan hasil
pengukuran aktivitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian (906.22
ppm AEAC, lihat Gambar 12). Hal serupa juga terjadi pada pengukuran
aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing kering. Adanya perbedaan
dalam metode ekstraksi dan penggunaan standar antioksidan diduga menjadi
faktor yang menyebabkan variasi pada data hasil pengukuran.
Berdasarkan hasil uji T-student, diketahui bahwa aktivitas antioksidan
ekstrak dari daun kumis kucing segar (906.22 ppm AEAC) dan daun kumis
kucing kering (855.67 ppm AEAC) tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi
5% (Lampiran 6). Walaupun demikian, berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Aquarini (2006) dan Kusumaningrum (2005) diketahui bahwa
nilai aktivitas antioksidan daun kumis kucing segar lebih tinggi dibandingkan
dengan aktivitas antioksidan daun kumis kucing yang sudah dikeringkan. Oleh
karena itu, ekstrak daun kumis kucing yang dipilih adalah yang menggunakan
daun kumis kucing segar, yang sekaligus dapat mempersingkat proses
ekstraksi karena tidak ada tahap pengeringan.
Tiga jenis ekstrak jahe diukur aktivitas antioksidannya, yaitu ekstrak
jahe merah, jahe gajah, dan ekstrak jahe emprit. Hasil pengukuran aktivitas
antioksidan terhadap ekstrak air jahe juga telah dilakukan oleh Pradono et al.
(2006) yang dinyatakan dalam persentase penghambatan radikal bebas 50%
(nilai IC50), yaitu sebesar 3.3x1012. Semakin tinggi nilai IC50 berarti semakin

37
rendah aktivitas antioksidannya. Artinya, ekstrak air jahe yang diukur tetap
memiliki aktivitas antioksidan, tetapi aktivitasnya rendah. Walaupun demikian,
aktivitas antioksidan ekstrak jahe masih menunjukkan nilai yang cukup tinggi
(806.78890.11 ppm AEAC, lihat Gambar 12). Hal ini terjadi karena
pengukuran dalam penelitian ini digunakan ekstrak jahe yang tidak
ditambahkan air (tidak ada pengenceran) sehingga nilai aktivitas antioksidan
yang terukur menjadi lebih tinggi. Yusuf (2002) mengukur aktivitas
antioksidan ekstrak jahe (tanpa penambahan air) dengan menggunakan metode
dien terkonjugasi. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan ekstrak jahe rendah karena dalam pengukuran metode dien
terkonjugasi digunakan medium yang bersifat polar. Menurut Hegnauer (1963)
seperti dikutip oleh: Jitoe et al. (1992), rimpang dari genera Zingiberaceae
memiliki kandungan minyak atsiri (bersifat non polar) yang cukup besar,
sehingga kandungan minyak atsiri tersebut perlu dihilangkan terlebih dahulu
supaya hasil pengukuran dapat menunjukkan adanya aktivitas antiosidan
secara jelas.
Berdasarkan hasil analisis ragam (Oneway ANOVA), diketahui bahwa
aktivitas antioksidan ekstrak jahe gajah (858.44 pmm AEAC) dan ekstrak jahe
merah (890.11 ppm AEAC) secara nyata lebih tinggi dibandingkan aktivitas
antioksidan ekstrak jahe emprit (806.78 ppm AEAC), sedangkan aktivitas
antioksidan ekstrak jahe gajah dan ekstrak jahe merah tidak berbeda nyata
pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil pengamatan sensori secara individual diketahui
bahwa penambahan ekstrak jahe merah ke dalam minuman menghasilkan
karakteristik minuman yang bercitarasa jahe dengan tingkat kepedasan
(pungent) yang tajam sehingga menutupi karakter citarasa bahan penyusun
lain dalam minuman. Menurut Wijayakusuma (2002), jahe merah memiliki
kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi diantara ketiga jenis jahe tersebut.
Minyak atsiri yang semakin tinggi akan memberikan karakter citarasa yang
semakin tajam dan pedas (Rismunandar, 1988).
Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas antioksidan dan sensori
individual, maka dipilih jenis ekstrak jahe gajah karena memiliki nilai aktivitas

38
antioksidan yang tidak berbeda nyata dengan ekstrak jahe merah tetapi
memiliki karakter citarasa jahe yang tidak terlalu pedas. Menurut Hasanah et
al. (2004), jahe gajah memiliki karakter citarasa (rasa pedas dan aroma jahe)
yang kurang tajam dibandingkan jahe emprit dan jahe merah. Karakter citarasa
jahe gajah yang demikian diharapkan dapat bersinergis dengan citarasa dari
bahan penyusun minuman lainnya.
Pemilihan jenis ekstrak secang dilakukan berdasarkan intensitas/
ketajaman warna merah, baik secara subyektif maupun secara obyektif.
Kombinasi secang-air yang digunakan adalah 12.5, 25, 50, dan 100 fold.
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 7) diketahui bahwa ekstrak air secang
12.5 fold memiliki karakter warna merah kekuningan (jingga), 25 fold
memiliki karakter warna merah tajam, 50 fold memiliki karakter warna merah
kekuningan (secara visual memiliki warna yang mirip dengan ekstrak secang-
air 12.5 fold), sedangkan kombinasi ekstraks air secang 100 fold memiliki
karakter warna ungu kemerahan.

Tabel 7. Perbandingan kombinasi secang-air dalam ekstraksi secang


Kombinasi air Rata-rata Penampakan warna Penampakan warna
secang (fold) Hue secara subyektif secara obyektif

12.5 49.38 merah kekuningan Red (R)


(mendekati Yellow Red)
25 6.35 merah Red Purple (RP)
(mendekati Red)
50 42.31 merah kekuningan Red (YR)
(mendekati Yellow Red)
100 350.10 ungu kemerahan Red Purple (RP)
(mendekati Purple)

Hasil analisis warna secara obyektif ekstrak air secang selengkapnya


dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil analisis warna, baik secara
subyektif maupun obyektif, maka ekstrak air secang dengan perbandingan
1:25 (25 fold) dipilih sebagai salah satu komponen penyusun minuman. Hasil
penelitian ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Purba (2003). Warna ekstrak
secang dengan air dalam berbagai kombinasi perbandingan dapat dilihat pada
Gambar 13.

39
12.5 fold 25 fold 100 fold 25 fold 50 fold 100 fold

Gambar 13. Warna ekstrak air secang dalam berbagai konsentrasi

Hasil pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak temulawak


menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang paling rendah (615.11 ppm
AEAC, lihat Gambar 12) dibandingkan aktivitas antioksidan ekstrak rempah
lainnya. Jitoe et al. (1992) mengukur aktivitas antioksdan temulawak dengan
metode Tiosianat dan Asam Tiobarbiturat (TBA). Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa ekstrak temulawak memiliki aktivitas antioksidan yang
lebih tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan -tokoferol. Hasil pengukuran
oleh Jitoe et al. (1992) bertolak belakang dengan hasil pengukuran aktivitas
antioksidan ekstrak temulawak dalam penelitian ini. Hal ini diduga karena
tidak semua senyawa kurkuminoid (senyawa aktif yang memiliki aktivitas
antioksidan pada temulawak) terekstrak secara sempurna mengingat kurkumin
sedikit larut dalam air (Sidik et al., 2005). Senyawa kurkumin dalam rimpang
temulawak diduga masih banyak tertinggal pada bagian ampas hasil ekstraksi
dengan juice extractor. Ampas temulawak hasil ekstraksi tersebut seharusnya
diekstrak kembali dengan menggunakan pelarut aseton, alkohol, asam asetat
glasial, atau alkali hidroksida (Sidik et al., 2005) untuk mendapatkan ekstrak
temulawak yang optimal dilihat dari aktivitas antioksidannya.

3. Formulasi Awal Minuman

Setelah menentukan jenis ekstrak rempah yang akan digunakan dalam


pembuatan minuman, dilakukan formulasi awal minuman. Tujuannya adalah
untuk mengetahui berapa banyak total ekstrak rempah yang dapat
ditambahkan ke dalam minuman tanpa menimbulkan kendala pada citarasa.
Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakukan adalah dengan
mencampur ekstrak rempah yang telah dipersiapkan (b/v), ditambah dengan

40
beberapa bahan lain seperti larutan stok gula pasir (b/v), larutan stok CMC
(v/v), larutan stok natrium benzoat (v/v), dan air minum (v/v). Basis minuman
dibuat dengan total volume 100 ml untuk mempermudah formulasi.
Gula pasir digunakan sebagai pemanis dan bahan pengisi minuman
sehingga dapat meningkatkan mutu organoleptik minuman. Sebelum
dicampurkan ke dalam formulasi minuman, gula dibuat dalam bentuk larutan
stok untuk membantu menghomogenkan larutan minuman yang dibuat.
Pembuatan larutan stok gula dilakukan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Yusuf (2002), yaitu dengan melarutkan gula pasir ke dalam air
dengan perbandingan 2:1 hingga diperoleh larutan gula pekat dengan
konsentrasi 69-72 Brix. Diagram alir pembuatan larutan stok gula dapat
dilihat pada Lampiran 9.
Carboxyl Methyl Cellulose (CMC) ditambahkan ke dalam formulasi
minuman sebagai bahan penstabil agar ekstrak rempah tidak mudah
mengendap dalam minuman. Menurut Nussinovitch (1997), CMC bersifat
larut air, merupakan polimer linier yang dapat menggantikan gelatin karena
harga CMC lebih murah daripada harga gelatin. CMC dijual dalam bentuk
serbuk putih, tidak berasa, dan tidak berbau ketika dilarutkan dalam air.
Penambahan CMC dalam sistem pangan berkisar antara 0.10.5%, umumnya
kurang dari 1% (Nussinovitch, 1997). Fungsi CMC adalah untuk
memberi body and mouthfeel pada minuman serta membantu menstabilkan
suspensi campuran di dalam sistem minuman (Nussinovitch, 1997) sehingga
diharapkan penambahan CMC dapat membantu menyatukan karakter citarasa
dari berbagai karakter bahan penyusunnya. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Krisnayunita (2002) dan Sejati (2002), dibuat larutan stok
CMC dengan konsentrasi awal 1%. Larutan stok CMC yang ditambahkan ke
dalam 100 ml minuman sebesar 10 ml sehingga konsentrasi akhir dalam
minuman adalah 0.1%. Diagram alir pembuatan larutan stok CMC dapat
dilihat pada Lampiran 10.
Proses termal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan
mikroba pembusuk dan patogen (Fardiaz, 1996) sehingga adanya proses ini
mampu memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Jenis proses termal

41
yang dipilih dalam penelitian ini adalah pasteurisasi. Proses pasteurisasi
dipilih sebagai metode pengawetan minuman mengingat proses pemanasan ini
dilakukan pada suhu 6080C (Fardiaz, 1996) sehingga senyawa aktif yang
terkandung dalam minuman tidak banyak hilang akibat pemanasan.
Walaupun demikian, proses pasteurisasi hanya efektif membunuh
mikroba patogen atau pembusuk, maka produk pangan yang sudah
dipasteurisasi umumnya masih mengandung mikroba lain seperti bakteri tidak
berspora dari genera Streptoccocus dan Lactobacillus, serta kapang dan
khamir (Fardiaz, 1996). Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan
adanya penambahan bahan pengawet dalam minuman yang secara efektif
dapat menghambat pertumbuhan mikroba, khususnya kapang dan khamir.
Natrium benzoat dipilih sebagai bahan pengawet minuman karena
secara efektif mampu menghambat pertumbuhan kapang dan khamir (Jay,
1978). Batas penggunaan maksimum jenis pengawet ini di dalam minuman
adalah 600 mg/kg (PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988). Natrium benzoat juga
dibuat dalam bentuk larutan stok untuk memudahkan formulasi minuman
dengan konsentrasi awal 5000 ppm. Larutan stok natrium benzoat yang
ditambahkan ke dalam 100 ml minuman sebanyak 10 ml sehingga konsentrasi
akhir natrium benzoat dalam produk minuman adalah 500 ppm. Diagram alir
pembuatan larutan stok natrium benzoat dapat dilihat pada Lampiran 11.
Minuman yang dibuat pada awalnya memiliki warna merah dengan
nilai pH berkisar antara 6.78 7.01 (lihat Gambar 14). Menurut Jay (1978),
proses pasteurisasi hanya efektif untuk produk pangan berasam tinggi dengan
nilai pH < 4.5. Selain itu, natrium benzoat bekerja secara efektif pada bahan
pangan yang memiliki nilai pH 4.0 (Jay, 1978; Dunn, 1957).
Oleh karena itu, diperlukan adanya penambahan asidulan atau bahan
pengasam ke dalam minuman. Jenis asidulan yang dipilih adalah bahan
pengasam alami untuk meminimalkan jumlah bahan tambahan pangan (BTP)
sintetis yang ditambahkan dalam minuman. Ekstrak jeruk merupakan jenis
asidulan alami yang dapat ditambahkan ke dalam formulasi minuman karena
dapat menurunkan nilai pH (Swisher dan Swisher, 1980 seperti dikutip oleh:
Nagy dan Shaw, 1990). Prihantini (2003) menambahkan ekstrak jeruk nipis

42
sebagai asidulan yang sekaligus berfungsi untuk meningkatkan nilai
palatabilitas minuman fungsional tradisional berbasis jahe dan sereh. Ismiyati
(2005) menambahkan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman sari lidah buaya
sebagai asidulan dan untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman.
Dua jenis ekstrak jeruk yang diukur aktivitas antioksidannya adalah
ekstrak jeruk nipis (lokal) dan lemon (impor). Ekstrak jeruk didapatkan
dengan pemerasan jeruk segar tanpa penambahan air (prosedur ekstraksi pada
Lampiran 12). Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa ekstrak jeruk
lemon memiliki nilai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi (755.67 ppm
AEAC) daripada aktivitas antioksidan ekstrak jeruk nipis (441.22 ppm AEAC).
Walaupun demikian, berdasarkan hasil uji T-student aktivitas antioksidan
ekstrak jeruk nipis dan lemon ternyata tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5% (Lampiran 13).
Oleh karena itu, pemilihan jenis ekstrak jeruk juga dilakukan
berdasarkan mutu organoleptiknya. Berdasarkan hasil pengamatan sensori
secara individual diketahui bahwa minuman yang ditambah ekstrak jeruk
lemon memiliki citarasa yang lebih menyatu dan lebih disukai dibandingkan
formula minuman yang ditambah ekstrak jeruk nipis. Berdasarkan aktivitas
antioksidan dan pengamatan sensori individual, maka ekstrak jeruk lemon
dipilih sebagai salah satu ingridien penyusun formula minuman.
Pengukuran aktivitas antioksidan jeruk lemon yang dilakukan oleh Sun
et al. (2002) dengan metode Total Oxyradical Scavenging Capacity (TOSC)
menunjukkan hasil sebesar 42.8 1.0 mol vitamin C ekivalen/ g berat dapat
dimakan. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran aktivitas antioksidan
dalam penelitian ini, diketahui bahwa nilai aktivitas antioksidan jeruk lemon
lebih tinggi daripada nilai aktivitas antioksidan jeruk lemon hasil pengukuran
Sun et al. (2002). Perbedaan metode pengukuran menjadi faktor penyebab
terjadinya perbedaan data yang didapat.
Setelah penambahan ekstrak jeruk lemon, warna minuman berubah
menjadi kuning dengan pH berkisar antara 3.99 4.12 (lihat Gambar 14).
Pigmen brazilin dalam ekstrak secang bertanggung jawab dalam pembentukan
warna pada minuman. Dalam bentuk murninya, pigmen brazilin berwarna

43
kuning (crystal amber-yellow) (Anonim, 1976). Suasana alkali mengakibatkan
pigmen ini berubah warna menjadi jingga atau merah, sedangkan suasana
asam justru tidak mempengaruhi brazilin (Anonim, 1976) sehingga formulasi
minuman dengan pH rendah justru membantu kestabilan warna secang pada
minuman. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Maharani (2003) yang
menyatakan bahwa kestabilan pigmen brazilin dalam kayu secang dapat
dicapai pada pH 24.

Gambar 14. Warna formula minuman yang tidak ditambah ekstrak jeruk
(merah) dan yang ditambah ekstrak jeruk (kuning)

Penentuan banyaknya total ekstrak rempah yang ditambahkan ke


dalam minuman dilakukan dengan mengamati kendala pada citarasa.
Berdasarkan hasil pengamatan sensori secara individual diketahui bahwa
penambahan ekstrak rempah yang terlalu banyak akan meningkatkan
intensitas rasa pahit dalam minuman sehingga nilai palatabilitas minuman
menjadi turun. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dilakukan
penambahan ekstrak rempah ke dalam minuman dengan total ekstrak mulai
dari A g, B g, C g, D g, dan E g dalam 100 ml minuman.
Prinsip dasar yang dipegang adalah mencari total ekstrak rempah
tertinggi dalam minuman dengan mutu organoleptik yang masih dapat
diterima dari segi citarasa. Peningkatan konsentrasi total ekstrak rempah
berkorelasi positif dengan semakin meningkatnya aktivitas antioksidan dalam
produk minuman akhir. Hasil pengamatan sensori secara individual terhadap
citarasa minuman dengan berbagai variasi konsentrasi total ekstrak rempah
disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, dipilih total
ekstrak rempah sebesar C g ke dalam 100 ml minuman (C % b/v).

44
Setelah ditentukan banyaknya total ekstrak rempah yang akan
ditambahkan ke dalam minuman, dilakukan pembuatan minuman dengan basis
100 ml untuk memudahkan formulasi. Prosedur pembuatan minuman dapat
dilihat pada Lampiran 14. Konsentrasi masing-masing bahan penyusun
minuman berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dirangkum dalam Tabel 9.

Tabel 8. Karakter citarasa minuman pada berbagai konsentrasi total ekstrak


rempah (% b/v)
Konsentrasi total
Karakter citarasa minuman (per 100 ml)
rempah (% b/v)
A g/ 100 ml rasa dominan manis, citarasa rempah sangat lemah
atau hampir tidak terdeteksi
B g/ 100 ml rasa masih dominan manis, citarasa rempah mulai
terdeteksi, disukai
C g/ 100 ml rasa manis, citarasa rempah terdeteksi, ada sedikit
aftertaste pahit, disukai
D g/ 100 ml rasa manis, citarasa rempah terdeteksi kuat, aftertaste
pahit terdeteksi cukup kuat, kurang disukai
E g/ 100 ml rasa pahit mendominasi minuman, citarasa rempah
terdeteksi kuat, aftertaste pahit, seperti jamu, tidak
disukai

Tabel 9. Formulasi umum minuman fungsional (per 100 ml minuman)


Bahan penyusun minuman Jumlah atau konsentrasi
Ekstrak rempah campuran C g (C% b/v)
Larutan stok gula (69-72Brix) F g (F% b/v)
Larutan stok CMC 1% 10 ml (konsentrasi akhir 0.1% v/v)
Larutan stok Na-benzoat 5000 ppm 10 ml (konsentrasi akhir 500 ppm)
Air minum ditambahkan hingga 100 ml

45
B. PENELITIAN LANJUTAN

1. Optimasi Formula Minuman Menggunakan Design Expert 7.0

Piranti lunak Design Expert 7.0 D-Optimal digunakan sebagai tool


utama untuk mendapatkan kombinasi optimal dari proporsi relatif masing-
masing ekstrak rempah (hasil penelitian pendahuluan) terhadap total ekstrak
rempah. Bahan penyusun minuman lainnya diasumsikan sebagai variabel
tetap yang ditambahkan ke dalam minuman sehingga konsentrasi variael tetap
tersebut tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Variabel tetap
adalah komponen yang tidak berubah komposisinya dalam pembuatan
formula, dalam hal ini adalah larutan stok gula, CMC, natrium benzoat, dan
air. Oleh karena itu, variabel uji yang dimasukkan ke dalam piranti lunak
Design Expert 7.0 berupa konsentrasi ekstrak kumis kucing, jahe, secang,
temulawak, dan ekstrak jeruk lemon yang dikonversikan dalam basis total
100% untuk memudahkan formulasi. Batas atas dan batas bawah konsentrasi
ekstrak rempah (dalam %) dirancang dengan rentang yang besar, diharapkan
supaya dapat menghasilkan respon yang berbeda nyata antar model
formulanya. Rentang konsentrasi masing-masing variabel uji dirangkum
dalam Tabel 10. Batas bawah konsentrasi ekstrak temulawak ditentukan D%
karena berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak temulawak berkorelasi negatif dengan nilai palatabilitas
dan aktivitas antioksidan minuman.

Tabel 10. Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji


Komponen (variabel uji) Batas bawah (%) Batas atas (%)
Ekstrak kumis kucing A F
Ekstrak jahe B G
Ekstrak secang C H
Ekstrak temulawak D I
Ekstrak lemon E J

Berdasarkan hasil olahan piranti lunak Design Expert 7.0 diperoleh


17 variasi komposisi total ekstrak rempah tanpa pengelompokan (selanjutnya

46
disebut 17 model minuman) sebagai rancangan percobaan dengan dua kali
pengulangan, sehingga terdapat total 19 model minuman yang akan diukur
variabel responnya satu per satu. Selanjutnya dilakukan pembuatan 19 model
minuman dan variabel respon yang diukur adalah aktivitas antioksidan (ppm
AEAC), respon citarasa, dan respon warna terhadap model minuman yang
sudah dibuat. Rancangan model minuman dan variabel responnya dapat
dilihat pada Tabel 11.
Nilai variabel respon citarasa dan warna dari model minuman
dinyatakan dalam skor kesukaan panelis terhadap aspek citarasa dan
warnanya. Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari
skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka). Respon citarasa dan
warna model minuman yang diharapkan adalah semakin mendekati skala 5,
artinya panelis semakin menyukai produk tersebut, baik dari aspek citarasa
maupun warnanya. Contoh format lembar uji kesukaan disajikan pada
Lampiran 15.
Penyajian 19 model minuman dilakukan secara bertahap. Pada setiap
tahap penyajian, panelis diberikan lima model minuman untuk dinilai tingkat
kesukaannya berdasarkan citarasa dan warna. Oleh karena itu, total tahapan
penyajian 19 model minuman sebanyak lima tahap, dengan jeda waktu sekitar
3-5 menit sebelum melanjutkan tahap berikutnya. Pengujian dilakukan dengan
panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Hasil penilaian panelis terhadap mutu
citarasa dan warna seluruh model minuman dapat dilihat pada Lampiran 16
dan Lampiran 17.
Setiap variabel respon dimasukkan ke dalam program sebagai data
masukan, kemudian piranti lunak Design Expert 7.0 menganalisis data
masukan tersebut untuk menentukan persamaan polinomial dengan ordo yang
cocok untuk setiap variabel respon (linier, kuadratik, spesial kubik, atau
kubik). Ada tiga tahap untuk mendapatkan persamaan polinomial, yaitu
berdasarkan sequential model sum of squares [Tipe I], lack of fit tests, dan
model summary statistics (Anonim b, 2006).

47
Tabel 11. Rancangan percobaan 19 model minuman dengan semua variabel responnya (antioksidan, citarasa, dan warna)

* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
*) Keterangan: semua angka disamarkan

48
Partial sum of squares [Tipe III] akan memilih ordo tertinggi
persamaan polinomial dari satu variabel respon yang hasil analisis ragamnya
masih memberikan hasil yang berbeda nyata. Lack of fit tests akan memilih
ordo persamaan polinomial tertinggi yang memberikan hasil tidak berbeda
nyata dilihat dari segi penyimpangan responnya (Anonim b, 2006).
Berdasarkan tahap tersebut, piranti lunak Design Expert 7.0
menentukan ordo persamaan polinomial tertinggi untuk setiap variabel
responnya. Tabel 12 memberikan ringkasan model ordo dan persamaan
polinomial untuk setiap variabel respon. Model ordo dan persamaan
polinomial untuk setiap variabel respon disajikan secara lebih detail pada
Lampiran 18 dan 19.
Suatu variabel respon dapat dikatakan berbeda nyata/ signifikan pada
taraf signifikansi 5% apabila nilai prob>f hasil analisis ragam lebih kecil
dari 0.05 (Anonim b, 2006). Variabel respon yang hasil analisis ragamnya
berbeda nyata dapat digunakan sebagai model prediksi pada tahap optimasi
karena variabel uji (dalam hal ini proporsi relatif konsentrasi masing-masing
ekstrak terhadap total ekstrak rempah) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap respon model minuman tersebut. Sebagai contoh, berdasarkan hasil
analisis ragam (ANOVA) diketahui bahwa aktivitas antioksidan model
minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (karena nilai prob>f
lebih kecil dari 0.05). Artinya, proporsi relatif masing-masing ekstrak
(dalam %) terhadap total ekstrak rempah memberikan aktivitas antioksidan
yang berbeda secara nyata atau signifikan dalam model minuman.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing
variabel respon (Tabel 13), diketahui bahwa semua persamaan polinomial
variabel respon tersebut dapat digunakan sebagai model prediksi untuk
mendapatkan formula minuman yang optimal karena semua hasil analisis
ragamnya berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hasil analisis ragam
(ANOVA) secara lengkap untuk masing-masing variabel respon dapat dilihat
pada Lampiran 18.

49
Tabel 12. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing
variabel respon
Variabel Model
Persamaan polinomial (Real Components)
respon ordo
Y = 172.80103 X1 + 39.31606 X2 + 459.28935 X3
676.27696 X4 96.54074 X5 + 427.43745 X1X2 +
Aktivitas 516.39745 X1X3 + 1703.94632 X1X4 + 691.95686
Linier
antioksidan X1X5 + 546.37869 X2X3 + 1863.74287 X2X4 +
1614.04953 X2X5 + 939.39948 X3X4 + 994.45725
X3X5 + 1262.59728 X4X5
Y = 3.15985 X1 + 4.55665 X2 + 4.37121 X3 + 8.62292
X4 + 6.83870 X5 1.06447 X1X2 0.024473 X1X3
Citarasa Linier 15.44609 X1X4 12.06018 X1X5 1.53678 X2X3
18.98527 X2X4 0.077470 X2X5 13.68645 X3X4
2.35489 X3X5 23.71560 X4X5
Y = 3.64567 X1 + 4.84935 X2 + 5.02486 X3 + 3.36131
X4 + 5.45211 X5 + 0.045222 X1X2 5.31478 X1X3 +
Warna Linier 1.18686 X1X4 7.54703 X1X5 2.20002 X2X3
7.71569 X2X4 0.96984 X2X5 0.48175 X3X4
5.12380 X3X5 + 1.69505 X4X5
Keterangan: X1 = ekstrak jahe (%), X2 = ekstrak secang (%), X3 = ekstrak kumis kucing
(%), X4 = ekstrak temulawak (%), dan X5 = ekstrak lemon (%)

Tabel 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon


Variabel Model Jumlah Kuadrat F
db Prob>F Keterangan*)
respon ordo kuadrat tengah hitung
Aktivitas 1.033E 14 7377.16 22.97 0.0040 Signifikan
Linier
antioksidan +005
Citarasa Linier 13.21 14 0.94 20.16 0.0052 Signifikan
Warna Linier 1.82 14 0.13 8.96 0.0236 Signifikan
*) Taraf signifikansi 5% (0.05)

Nilai variabel respon yang didapat dari setiap model minuman


dimasukkan ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0. Selanjutnya program
ini akan mengolah semua variabel respon setiap model minuman dan
memberikan beberapa solusi formula sebagai formula minuman terpilih sesuai

50
dengan target optimasi yang diinginkan. Nilai target optimasi yang dapat
dicapai dikenal dengan istilah nilai desirability. Nilai ini besarnya nol sampai
dengan satu. Nilai desirability mendekati satu menandakan bahwa formula
minuman dapat mencapai formula optimal sesuai dengan variabel respon yang
dikehendaki, sedangkan indeks desirability mendekati nol menandakan bahwa
formula minuman sulit mencapai titik optimal berdasarkan variabel responnya
(Anonim, 2006). Beberapa formula minuman terpilih hasil optimasi dengan
bantuan piranti lunak Design Expert 7.0 disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Tiga formula minuman terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0
Kode Kk (%) Jh (%) Se (%) Te (%) Le (%) Nilai D
943 a b c d e 0.943
850 f g h i j 0.850
746 k l m n o 0.746
Keterangan: Kk = ekstrak kumis kucing, Jh = ekstrak jahe, Se = ekstrak secang, Te =
ekstrak temulawak, Le = ekstrak lemon, dan Nilai D = nilai Desirability

Berdasarkan hasil optimasi yang disajikan pada Tabel 13, formula 943
dipilih sebagai minuman dengan formula optimal karena mencapai nilai
desirability tertinggi (0.943) dibandingkan kedua formula terpilih lainnya.
Nilai desirability yang mendekati satu dapat dicapai karena ketepatan
pemilihan variabel uji yang mampu memberikan pengaruh nyata, penentuan
rentang proporsi relatif masing-masing variabel uji, dan nilai target optimasi
variabel respon. Semakin tinggi kompleksitas variabel uji dan nilai target
optimasi, semakin sulit pencapaian nilai desirability yang mendekati satu.
Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan prediksi responnya pada
taraf signifikansi 5% dapat dilihat pada Lampiran 20.
Hasil optimasi minuman formula 943 disajikan dalam bentuk contour
plot dua dimensi (Gambar 15) dan gambar tiga dimensi (Gambar 16) dengan
menggunakan model prediksi untuk variabel respon aktivitas antioksidan,
respon citarasa minuman, dan respon warna minuman. Nilai pada garis
contour merupakan kombinasi dari lima komponen yang menghasilkan
pencapaian nilai desirability. Titik sentral pada Gambar 14 memiliki ukuran
sentral dengan kombinasi a% ekstrak kumis kucing, b% ekstrak jahe, c%

51
ekstrak secang, d% ekstrak temulawak, dan e% ekstrak jeruk lemon. Titik
sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai desirability 0.943.

A C

D
e

H B F

Gambar 15. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman


dengan formula optimal

Gambar 16. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability terhadap


minuman dengan formula optimal

Pengukuran aktivitas antioksidan selain dilakukan terhadap berbagai


model minuman, juga dilakukan pengukuran terhadap aktivitas antioksidan
minuman komponen tunggal untuk melihat sinergisme antioksidannya dengan

52
model minuman yang dibuat. Hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap
berbagai minuman komponen tunggal dapat dilihat pada Gambar 17.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa minuman kumis kucing
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (650.11 ppm AEAC) dibandingkan
minuman komponen tunggal lainnya.

700 Keterangan:
600 MKK: minuman kumis
kucing
500
MJH: minuman jahe
ppm AEAC

400 MSE: minuman secang


300 MTE: minuman
temulawak
200
MLE: minuman lemon
100
0
MKK MJH MSE MTE MLE
jenis m inum an kom ponen tunggal

Gambar 17. Aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal (dalam ppm


AEAC)

Aktivitas antioksidan minuman dengan formula optimal (formula 943)


kemudian diukur kembali dan dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
tertinggi yang mampu dicapai minuman komponen tunggalnya, yaitu
minuman kumis kucing. Aktivitas antioksidan minuman kumis kucing
(650.11 ppm AEAC) lebih tinggi daripada aktivitas antioksidan minuman
formula optimal (621.78 ppm AEAC). Walaupun demikian, berdasarkan hasil
uji T-student diketahui bahwa aktivitas antioksidan minuman formula optimal
(berupa campuran rempah) tidak dapat dibedakan secara nyata dengan
aktivitas antioksidan minuman dalam bentuk tunggalnya (minuman kumis
kucing) pada taraf signifikansi 5%. Artinya, minuman formula optimal yang
terdiri dari campuran ekstrak kumis kucing (a%), ekstrak jahe (b%), ekstrak
secang (c%), ekstrak temulawak (d%), dan ekstrak lemon (e%) masih
dianggap menunjukkan fenomena sinergis karena aktivitas antioksidan
minuman formula optimal ini tidak lebih rendah daripada aktivitas
antioksidan minuman komponen tunggalnya. Hasil uji T-student aktivitas

53
antioksidan minuman formula optimal dengan minuman kumis kucing dapat
dilihat pada Lampiran 21.
Menurut Rajalakshmi dan Narasimhan (1996), fenomena sinergis akan
terjadi apabila dua macam antioksidan dalam satu sistem pangan, satu sebagai
penghambat radikal bebas dan yang lainnya merupakan pengurai
hidroperoksida. Apabila keduanya digunakan secara kombinasi maka
pengaruh keseluruhan akan melebihi penggunaannya masing-masing secara
terpisah.
Pengukuran aktivitas antioksidan juga dilakukan terhadap beberapa
produk minuman komersil sebagai pembanding. Produk komersil yang dipilih
sebagai pembanding merupakan produk minuman berbasis rempah dan
produk lain yang mengklaim produknya sebagai minuman sumber antioksidan
(vitamin C).
Produk minuman berbasis rempah yang dipilih sebagai pembanding
yaitu minuman serbuk berbasis jahe, minuman serbuk berbasis temulawak,
minuman serbuk berbasis kunyit dan asam jawa, serta minuman segar
berbasis Zingiberis rhizoma. Produk minuman segar rasa lemon dan rasa jeruk
juga digunakan sebagai pembanding karena adanya klaim sumber antioksidan
dalam kedua produk tersebut.
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan minuman formula 943 dan
beberapa produk komersil disajikan pada Gambar 18. Produk minuman segar
komersil rasa lemon memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (900.11 ppm
AEAC) dibandingkan aktivitas antioksidan minuman lainnya, termasuk
minuman formula 943 (621.78 ppm AEAC). Hal ini terjadi karena kandungan
vitamin C yang ditambahkan pada minuman tersebut sangat tinggi (1000 mg
dalam 140 ml minuman, tertera pada label minuman). Meskipun demikian,
apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran, terlihat bahwa aktivitas
antioksidannya menjadi jauh lebih rendah dibandingkan jumlah vitamin C
yang ditambahkan ke dalam produk minuman. Sun et al. (2002) menyatakan
tentang rendahnya kontribusi vitamin C terhadap total aktivitas antioksidan
dalam buah-buahan.

54
1000 Keterangan:
1: minuman formula 943
800 2: minuman jahe komersil
3: minuman temulawak
ppm AEAC

600
komersil
4: minuman kunyit asam
400
komersil
200
5: minuman segar berbasis
Zingiberaceae
0 6: minuman segar rasa lemon
1 2 3 4 5 6 7 7: minuman segar rasa jeruk
jenis produk minuman
Gambar 18. Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula optimal
(formula 943) dengan beberapa produk komersil

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA), diketahui bahwa aktivitas


antioksidan antar produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
(Lampiran 22), sehingga dilakukan uji lanjut Post Hoc (LSD) untuk melihat
signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya. Minuman formula 943
memiliki aktivitas antioksidan (621.78 ppm AEAC) yang secara nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman jahe (379.56 ppm
AEAC), minuman temulawak (337.33 ppm AEAC), minuman kunyit asam
(366.78 ppm AEAC), minuman segar berbasis Zingiberaceae (439.56 ppm
AEAC), dan minuman segar komersil rasa jeruk (391.78 ppm AEAC),
sedangkan aktivitas antioksidan pada minuman segar komersil rasa lemon
(900.11 ppm AEAC) secara nyata lebih tinggi daripada aktivitas antioksidan
minuman formula 943 pada taraf signifikansi 5%. Artinya, produk minuman
dengan formula 943 memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi
dibandingkan produk komersil sejenis lainnya.
Selain pengukuran aktivitas antioksidan, dilakukan pula uji sensori
yang mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna
minuman formula 943 dengan dua produk komersil sebagai pembandingnya.
Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari skala 1
(sangat tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka).
Produk komersil yang dipilih adalah minuman serbuk instan berbasis
jahe dan berbasis kunyit asam. Pertimbangan pemilihan minuman instan jahe

55
sebagai pembanding adalah karena minuman formula 943 memiliki
karakteristik citarasa seperti minuman jahe, sedangkan minuman instan kunyit
asam dipilih karena minuman formula 943 memiliki karakteristik warna
seperti minuman kunyit asam tersebut. Skor kesukaan panelis berdasarkan
citarasa ketiga jenis minuman disajikan pada Gambar 19.

Keterangan:
5.00
943: minuman
formula 943
4.00
522: minuman jahe
skala hedonik

komersil
3.00 459: minuman kunyit
asam komersil
2.00

1.00
943 522 459
Jenis produk minuman
Gambar 19. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula 943
vs. minuman komersil

Skor kesukaan panelis terhadap citarasa produk minuman berbasis


rempah, baik minuman formula 943 maupun minuman jahe dan kunyit asam
mencapai skala hedonik yang berkisar antara skala 3 (netral) dan skala 4
(suka). Kecenderungan yang sama juga terlihat pada skor kesukaan panelis
terhadap citarasa produk minuman sari jahe dan sari sereh dapur (Yusuf,
2002), minuman berbasis kunyit dan asam jawa (Sejati, 2002), minuman
madai (Girsang, 2003), serta minuman fungsional tradisional dari berbagai
campuran rempah (Junita et al., 2001). Bahkan, citarasa minuman fungsional
tradisional berbasis temulawak secara nyata tidak disukai oleh panelis
(Krisnayunita, 2002). Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, terlihat suatu
kecenderungan bahwa panelis umumnya belum menyukai citarasa produk-
produk minuman fungsional berbasis rempah-rempah. Hal ini seharusnya
menjadi tantangan ke depan bagaimana menciptakan suatu produk minuman
fungsional berbasis rempah yang lebih disukai oleh panelis dari segi citarasa.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) diketahui bahwa skor
kesukaan panelis terhadap citarasa ketiga jenis minuman yang disajikan tidak

56
dapat dibedakan secara nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 23).
Artinya, minuman formula 943 memiliki karakteristik citarasa yang tidak
kalah disukai oleh panelis dibandingkan produk komersil sejenis yang sudah
beredar di pasaran. Skala hedonik panelis terhadap citarasa minuman formula
optimal adalah sebesar 3.32 (dari skala 5.00), sedangkan skor kesukaan
panelis terhadap citarasa minuman jahe dan kunyit asam komersil masing-
masing sebesar 3.29 dan 3.39 (dari skala 5.00).
Skor kesukaan panelis terhadap warna ketiga jenis minuman disajikan
pada Gambar 20. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa skor kesukaan
panelis terhadap warna minuman formula 943 dan minuman kunyit asam
hanya berkisar antara skala 3 (netral) dan skala 4 (suka). Bahkan skor
kesukaan panelis terhadap warna minuman jahe cenderung tidak disukai,
karena skor yang didapat hanya berkisar antara skala 2 (tidak suka) dan skala
3 (netral).
Skor kesukaan panelis yang rendah terhadap warna minuman jahe
mungkin disebabkan karena adanya faktor psikologis panelis akibat contrast
effect (Meilgaard et al., 1999). Contrast effect dapat terjadi dalam peniliaian
panelis akibat penyajian dua produk minuman dengan warna (kuning terang)
yang sama sekali berbeda/ kontras dengan warna minuman lainnya (coklat).

5.00
Keterangan:
943: minuman
formula 943
skala hedonik

4.00
522: minuman jahe
3.00 komersil
459: minuman kunyit
2.00 asam komersil
1.00
943 522 459
jenis produk minuman

Gambar 20. Skor kesukaan panelis terhadap warna minuman formula 943 vs.
produk komersil

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) diketahui bahwa skor


kesukaan panelis terhadap warna ketiga jenis minuman yang disajikan dapat
dibedakan secara nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 24). Oleh karena

57
itu, analisis ragam dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui
signifikansi perbedaan skor kesukaan panelis terhadap warna untuk sampel
yang disajikan. Skor kesukaan panelis terhadap warna minuman formula 943
(skala hedonik = 3.48) dan warna minuman kunyit asam komersil (skala
hedonik = 3.65) tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sedangkan
skor kesukaan panelis terhadap warna minuman jahe komersil (skala hedonik
= 2.84) secara nyata lebih rendah dibandingkan warna kedua produk
minuman lainnya pada taraf signifikansi 5%. Artinya, panelis lebih menyukai
warna minuman formula 943 dibandingkan warna minuman jahe komersil.
Warna minuman formula 943 tidak kalah disukai oleh panelis dibandingkan
warna minuman kunyit asam komersil.

2. Pengamatan Stabilitas Minuman Formula Optimal (Minuman Formula


943) Selama Penyimpanan

Aktivitas antioksidan minuman formula optimal tidak berbeda nyata


atau sama dengan aktivitas antioksidan minuman komponen tunggalnya. Oleh
karena itu, penelitian dilanjutkan untuk mendapatkan informasi mengenai
stabilitas minuman formula optimal selama 15 hari penyimpanan. Stabilitas
minuman formula optimal yang diamati meliputi: aktivitas antioksidan selama
15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan
sensori secara individual) selama sembilan hari penyimpanan, nilai pH, nilai
total padatan terlarut (TPT), dan derajat warna minuman (nilai L dan Hue)
selama 15 hari penyimpanan, total mikroba dalam minuman (metode Total
Plate Count) selama sembilan hari penyimpanan, serta total kapang-khamir
dan total polifenol minuman formula optimal pada akhir penyimpanan (hari
ke-15).
Penyimpanan minuman dilakukan pada tiga tingkat variasi suhu, yaitu
suhu refrigerator (1-3C), suhu kamar (30C), dan suhu tinggi (55C).
Ketiga suhu ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa suhu kamar
adalah suhu umum dalam penyimpanan bahan pangan, sedangkan suhu
refrigerator dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk
mengawetkan bahan pangan, karena dapat menghambat pertumbuhan

58
mikroba. Suhu 55C dipilih sebagai suhu penyimpanan untuk mengasumsikan
bahwa produk minuman yang dikemas dalam botol sering terpapar sinar
matahari selama penyimpanan.
Aktivitas antioksidan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan
perubahannya selama penyimpanan mengingat klaim fungsional produk
minuman ini berdasarkan aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan pada
minuman disebabkan karena adanya kandungan flavonoid (Pratt, 1992).
Senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada tanaman (dalam hal ini kumis
kucing, mengingat ekstrak tersebut merupakan ingridien terbanyak dalam
campuran rempah yang ada di minuman). Menurut Pratt (1992), posisi dan
derajat hidroksilasi menjadi faktor penentu utama munculnya aktivitas
antioksidan. Gugus ortho-dihhidroksilasi atau grup ortho-catechol (3,4OH)
pada cincin telah diketahui memberikan kontribusi utama terhadap aktivitas
antioksidan senyawa flavonoid (Pratt, 1992).
Secara umum, minuman formula 943 menunjukkan penurunan
aktivitas antoksidan seiring dengan semakin lamanya waktu simpan (Gambar
21), baik minuman yang disimpan di suhu rendah, suhu kamar, maupun suhu
tinggi. Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman yang disimpan di suhu
refrigerator dan suhu kamar mungkin disebabkan karena masih adanya
senyawa oksigen residual di dalam kemasan botol tertutup rapat, baik yang
muncul akibat jalur oksidatif maupun anaerobik (Gregory, 1996). Pada
umumnya, konstanta kecepatan degradasi anaerobik senyawa antioksidan
akan berlangsung lebih cepat hingga dua atau tiga kali daripada degradasi
oksidatif (Gregory, 1996). Adanya senyawa oksigen residual tersebut dapat
mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus
hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilan minuman. Senyawa
flavonoid tersebut akhirnya kehilangan gugus OH yang mengakibatkan
semakin turunnya aktivitas antioksidan (Pratt, 1992) selama penyimpanan.
Penjelasan tersebut semakin diperkuat dengan meningkatnya total mikroba
pada minuman secara signifikan selama penyimpanan. Mikroba tersebut
mungkin melakukan proses fermentasi dalam kondisi anaerobik yang

59
mendegradasi gula menghasilkan senyawa-senyawa karbon lainnya yang
lebih teroksidasi daripada glukosa (Fardiaz, 1992).
Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman formula optimal yang
disimpan pada suhu 55C terjadi karena tutup botol yang retak akibat
perbedaan tekanan yang cukup tinggi antara tekanan dalam kemasan dan di
luar kemasan botol. Retaknya tutup botol ini mengakibatkan kondisi dalam
minuman terkontaminasi oleh mikroba. Mekanisme terdegradasinya senyawa
antioksidan mirip dengan penjelasan yang telah diberikan sebelumnya.

700
600
500
ppm AEAC

suhu kamar
400
suhu refri
300
suhu 55 C
200
100
0
0 5 10 15 20
pengamatan hari ke-
Gambar 21. Aktivitas antioksidan minuman formula 943 selama 15 hari di
berbagai suhu penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor suhu dan


lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan
minuman formula 943 pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 25). Korelasi
antara lama penyimpanan dengan aktivitas antioksidan minuman berupa
hubungan linier dengan nilai r2 = 0.859, 0.735, dan 0.850, untuk masing-
masing suhu penyimpanan (suhu kamar, suhu refrigerator, dan suhu 55C).
Penyimpanan mulai hari ke-5 hingga hari ke-15, menunjukkan
perbedaan nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman dibandingkan
dengan kontrol (minuman yang dibuat pada hari ke-0). Minuman yang
disimpan pada suhu tinggi ( 55C) mengalami penurunan aktivitas
antioksidan yang berbeda nyata dengan aktivitas antioksidan minuman yang
disimpan pada suhu refrigerator. Formula minuman yang disimpan pada suhu
refrigerator relatif masih dapat mempertahankan kestabilan aktivitas

60
antioksdiannya dalam menghambat terbentuknya senyawa-senyawa radikal
bebas. Aktivitas antioksidan minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi
akan mengalami penurunan dibandingkan aktivitas antioksidan minuman
yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 519.15 ppm AEAC (suhu kamar),
545.33 ppm AEAC (suhu refrigerator), dan 482.10 ppm AEAC (suhu 55C).
Selama sembilan hari penyimpanan juga dilakukan pengamatan
sensori secara individual untuk mendapatkan informasi mengenai mutu
citarasa dan warna minuman di berbagai suhu simpan. Berdasarkan hasil
pengamatan, produk minuman yang disimpan pada suhu refrigerator masih
memiliki karakter citarasa yang sama dengan produk segar yang dibuat pada
hari ke-0 dengan karakteristik aroma dominan jahe dan rasa manis hingga
penyimpanan hari ke-7, selanjutnya muncul rasa pahit dimungkinkan karena
adanya penurunan intensitas rasa manis, walaupun aromanya masih tetap
sama dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0. Penurunan intensitas
rasa manis mungkin disebabkan karena penggunaan oksigen dalam respirasi
mikroba yang menghasilkan CO2 dan H2O atau air (Fardiaz, 1992). Adanya
penambahan air di dalam minuman mengakibatkan terjadimya pengenceran
sehingga intensitas rasa manis menjadi turun. Dilihat dari segi warna, produk
minuman cenderung stabil hingga penyimpanan hari ke-9.
Citarasa minuman yang disimpan pada suhu kamar masih memiliki
karakter citarasa yang sama dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0
hingga penyimpanan hari ke-2, sedangkan karakter citarasa minuman hingga
penyimpanan hari ke-7 berbeda dengan produk segar yang dibuat pada hari
ke-0. Walaupun demikian, citarasa minuman masih dapat diterima hingga
penyimpanan hari ke-7, dengan karakter intensitas rasa manis sedikit
berkurang sehingga memunculkan rasa pahit dan sedikit pedas.
Turunnya intensitas rasa manis mengakibatkan semakin terdeteksinya
rasa pahit pada minuman. Rasa pahit pada minuman kemungkinan karena
adanya kandungan komponen fenolik dan flavonoid (Drewnowski dan
Carneros, 2000). Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah
terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Ambang batas ini disebut
sebagai threshold. Pada umumnya, ambang batas manusia terhadap rasa pahit

61
sangat rendah dibandingkan ambang batas rasa manis (Drewnowski dan
Carneros, 2000). Ambang batas manusia terhadap rasa pahit adalah sekitar
25-mol/L, sedangkan ambang batas rasa manis 10000-mol/L (Drewnowski
dan Carneros, 2000).
Aroma jahe tampaknya mulai sedikit menurun intensitasnya pada
penyimpanan minuman pada hari ke-5 di suhu kamar. Penyimpangan citarasa
mulai terjadi pada hari ke-9. Dilihat dari segi warna, produk minuman yang
disimpan di suhu kamar cenderung stabil hingga penyimpanan hari ke-9.
Minuman yang disimpan pada suhu 55C sudah mengalami
penyimpangan citarasa selama dua hari penyimpanan, ditandai dengan
munculnya karakter citarasa fermented karena tercium sedikit bau alkohol
pada produk. Penyimpangan karakter citarasa minuman terdeteksi secara
nyata pada penyimpanan hari ke-5.
Hal ini mungkin terjadi karena adanya kontaminasi mikroba,
khususnya khamir mengingat retaknya tutup botol kemasan mungkin akibat
gas metabolit sekunder yang dihasilkannya. Khamir merupakan mikroba yang
dapat tumbuh secara optimal pada pH 4-5, sesuai dengan pH minuman
(Fardiaz, 1992). Selain itu dugaan adanya kontaminasi khamir diperkuat
dengan munculnya citarasa fermented pada minuman kemungkinan akibat
fermentasi aerobik atau dikenal dengan istilah oksidasi tidak lengkap (Fardiaz,
1992). Pada proses oksidasi tidak lengkap, produk akhir berupa komponen
organik yang teroksidasi (Fardiaz, 1992). Hal ini juga dapat menjadi
penjelasan logis yang terkait dengan turunnya aktivitas antioksidan pada
minuman selama penyimpanan.
Selain aspek citarasa, aspek warna minuman yang disimpan pada suhu
55 juga mengalami perubahan nyata dengan terbentuknya warna kuning
yang lebih gelap daripada kontrol. Penyimpangan warna ini mulai jelas
terlihat pada penyimpanan hari ke-2. Penyimpangan warna diduga terjadi
karena terjadinya proses pencoklatan non-enzimatis akibat adanya katalis
berupa suhu tinggi dan adanya reaksi antar gula pereduksi hasil pemecahan
sukrosa oleh khamir (Fardiaz, 1992).

62
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa korelasi antara lama
penyimpanan dengan nilai pH minuman, baik yang disimpan pada suhu kamar
maupun suhu 55C berupa hubungan kuadratik dengan nilai r2 = 0.830 dan
0.686 secara berturut-turut, sedangkan korelasi antara faktor waktu dengan
nilai pH minuman yang disimpan pada suhu refri berbeda dengan kedua
kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa hubungan linier dengan nilai r2 =
0.328. Nilai korelasi (r2) yang rendah menunjukkan kecilnya keeratan
hubungan antara faktor waktu simpan dan nilai pH minuman (Gambar 22).
Nilai pH awal minuman yang diamati menunjukkan nilai pH 3.99. Pada
penyimpanan hari ke-15, nilai pH berkisar antara 3.91-4.12.
Penurunan nilai pH minuman secara tajam tampaknya terjadi pada
minuman yang disimpan pada suhu 55C. Penurunan nilai pH pada minuman
mungkin disebabkan karena adanya aktivitas respirasi mikroba yang
menghasilkan CO2 dengan cara melepaskan atom hidrogen secara bertahap
sehingga dapat menurunkan pH minuman (Fardiaz, 1992).
Nilai pH minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi akan
mengalami penurunan dibandingkan nilai pH minuman yang dibuat pada hari
ke-0 hingga mencapai 4.05 (suhu kamar) dan 3.90 (suhu 55C), sedangkan
nilai pH pada minuman yang disimpan pada suhu refrigerator tidak diberikan
nilai prediksinya mengingat keeratan hubungan yang kecil.

4.15

4.10

4.05 suhu kamar


nilai pH

4.00 suhu refri

3.95 suhu 55 C

3.90

3.85
0 5 10 15 20
pengamatan hari ke-
Gambar 22. Pengamatan nilai pH minuman formula 943 selama 15 hari di
berbagai suhu penyimpanan

63
Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor suhu, faktor
waktu, dan faktor interaksi suhu dan waktu simpan berpengaruh nyata
terhadap perubahan nilai pH minuman pada taraf signifikansi 5% (Lampiran
26). Uji lanjut diolah menggunakan piranti lunak STATISTICA versi 6.0
untuk mengetahui signifikansi masing-masing perlakuan terhadap nilai pH
minuman. Minuman yang dibuat pada hari ke-0 di suhu kamar ditetapkan
sebagai kontrol, mengingat tidak ada perlakuan penyimpanan khusus yang
diberikan (suhu tidak diturunkan maupun dinaikkan). Berdasarkan hasil uji
statistik diketahui bahwa pH minuman yang disimpan pada suhu refrigerator
tidak berbeda nyata terhadap pH kontrol, kecuali minuman yang disimpan
selama 5 hari pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan pH minuman yang
disimpan pada suhu kamar selama 7 hari dan suhu 55C selama 5 hari berbeda
nyata terhadap pH kontrol, kecuali perlakuan lainnya, pada taraf signifikansi
5% (Lampiran 26).
Nilai pH minuman yang disimpan pada suhu refrigerator tidak berbeda
nyata dengan pH minuman pada suhu kamar, sedangkan nilai pH minuman
pada suhu 55C berbeda nyata dengan pH minuman pada suhu kamar dan
suhu refri selama 15 hari penyimpanan pada taraf signifikansi 5%. Perbedaan
waktu simpan juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman akhir,
kecuali nilai pH minuman yang disimpan 15 hari dengan nilai pH minuman
yang dibuat pada hari ke-0 pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 26).
Pengamatan terhadap nilai TPT minuman juga dilakukan selama 15
hari penyimpanan. Secara umum tampaknya terjadi peningkatan kemudian
penurunan nilai TPT pada saat 6 hari penyimpanan (Gambar 23). Korelasi
antara lama penyimpanan dengan nilai TPT minuman berupa hubungan
kuadratik dengan nilai r2 = 0.880, 0.877, dan 0.869 untuk masing-masing suhu
penyimpanan (suhu kamar, suhu refrigerator, dan suhu 55C). Nilai TPT
minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi akan mengalami penurunan
dibandingkan nilai TPT minuman yang dibuat pada hari ke-0 hingga
mencapai 14.52 Brix (suhu kamar), 14.41 Brix (suhu refrigerator), dan
14.59 Brix (suhu 55C).

64
Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam Brix,
yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) minuman.
Penurunan nilai TPT minuman menandakan terjadinya penurunan kadar
sukrosa dalam minuman. Hal ini diperkuat dengan pengamatan sensori secara
individual terhadap citarasa minuman selama 15 hari penyimpanan yang
menunjukkan terjadinya penurunan intensitas rasa manis pada minuman.
Kadar sukrosa yang semakin menurun (atau nilai TPT yang semakin
menurun) mungkin disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh mikroba
kontaminan. Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang
dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang
lebih sederhana (misalnya glukosa) (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa suhu penyimpanan
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman yang disimpan selama
15 hari, sedangkan waktu penyimpanan mempengaruhi secara nyata nilai TPT
akhir minuman pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 27). Penyimpanan pada
hari ke-9 hingga hari ke-15 menunjukkan nilai TPT yang berbeda nyata (pada
taraf signifikansi 5%) dengan nilai TPT minuman yang dibuat pada hari ke-0).

15.60
15.40
Brix Sukrosa

15.20
suhu kamar
15.00
suhu refri
14.80
suhu 55 C
14.60
o

14.40
14.20
0 5 10 15 20
pengamatan hari ke-
Gambar 23. Pengamatan nilai TPT minuman formula 943 selama 15 hari di
berbagai suhu penyimpanan

Warna merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kesukaan


konsumen terhadap suatu produk. Warna yang menarik akan membuat
konsumen lebih tertarik untuk mengkonsumsi produk tersebut. Warna bahan
pangan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah satu yang terpenting
adalah pigmen alami yang berasal dari tumbuhan. Secara umum, pigmen

65
alami sangat sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pengolahan
maupun penyimpanan, juga karena panas/ suhu tinggi (Hutching, 1999).
Pigmen tumbuhan yang paling berperan dalam formulasi minuman
fungsional berbasis kumis kucing ini adalah pigmen brazilin yang berasal dari
kayu secang. Dalam kondisi asam (adanya penambahan ekstrak jeruk lemon),
mengakibatkan warna minuman yang terbentuk menjadi kuning.
Pengamatan warna minuman selama penyimpanan 15 hari telah
dilakukan pada berbagai suhu penyimpanan. Terjadi penurunan derajat
kecerahan (nilai L) minuman khususnya pada minuman yang disimpan di
suhu 55C (Gambar 24). Perubahan warna yang terjadi adalah semakin
berwarna kuning kecoklatan.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa korelasi antara lama
penyimpanan dengan derajat kecerahan (nilai L) minuman, baik yang
disimpan pada suhu refri maupun suhu 55C berupa hubungan linier dengan
nilai r2 = 0.008 dan 0.380 secara berturut-turut, sedangkan korelasi antara
faktor waktu dengan nilai L minuman yang disimpan pada suhu kamar
berbeda dengan kedua kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa hubungan
kubik dengan nilai r2 = 0.510. Nilai korelasi (r2) yang rendah menunjukkan
kecilnya keeratan hubungan antara faktor waktu simpan dan nilai L minuman
(Gambar 24). Nilai L minuman tidak diberikan nilai prediksinya mengingat
keeratan hubungan yang kecil (nilai r2 yang rendah). Rendahnya nilai r2 dapat
terjadi akibat hubungan lama penyimpanan dan nilai L yang sangat kompleks
dan tidak dapat dijelaskan.

64
derajat kecerahan (nilai L)

63
62
61 suhu kamar
60
suhu refri
59
58 suhu 55 C
57
56
55
0 5 10 15 20
pengamatan hari ke-

Gambar 24. Derajat kecerahan (nilai L) minuman formula 943 selama 15


hari di berbagai suhu penyimpanan

66
Berdasarkan pengamatan terhadap kisaran warna (Hue), diketahui
bahwa nilai Hue minuman cenderung tidak berubah selama 15 hari
penyimpanan, baik di suhu kamar maupun suhu refrigerator, sedangkan pada
minuman yang disimpan di suhu 55C menunjukkan penurunan nilai Hue
(Gambar 25). Berdasarkan hasil pengujian warna secara obyektif, keseluruhan
produk minuman masih memiliki kisaran warna yang tergolong sebagai warna
kuning kemerahan (yellow red) dengan kisaran nilai 79.9389.21Hue.
Walaupun demikian, apabila diamati secara visual, warna minuman formula
943 yang disimpan pada suhu 55C sedikit berbeda dibandingkan warna
minuman yang disimpan pada suhu refrigerator dan suhu kamar (lihat Gambar
26). Berdasarkan pengamatan secara visual, warna minuman yang disimpan
pada suhu refrigerator menunjukkan warna kuning cerah, sedangkan warna
minuman yang disimpan pada suhu 55C menunjukkan warna kuning agak
kecoklatan.
Korelasi antara lama penyimpanan dengan nilai Hue minuman, baik
yang disimpan pada suhu refri maupun suhu 55C berupa hubungan linier
dengan nilai r2 = 0.163 dan 0.827 secara berturut-turut, sedangkan korelasi
antara faktor waktu dengan nilai Hue minuman yang disimpan pada suhu
kamar berbeda dengan kedua kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa
hubungan kuadratik dengan nilai r2 = 0.190. Nilai korelasi (r2) yang rendah
menunjukkan kecilnya keeratan hubungan antara faktor waktu simpan dan
nilai Hue minuman (Gambar 25).
Kisaran warna minuman yang disimpan selama 15 hari pada suhu 55C
diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan nilai Hue minuman
yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai skala 79.18 Hue (Yellow Red),
sedangkan kisaran warna pada minuman yang disimpan pada suhu kamar dan
suhu refrigerator tidak diberikan nilai prediksinya mengingat keeratan
hubungan yang kecil. Rendahnya nilai korelasi (r2) dapat terjadi akibat
hubungan lama penyimpanan dan nilai kisaran warna minuman yang sangat
kompleks dan tidak dapat dijelaskan.

67
90

88

86 suhu kamar
Hue
84 suhu refri
o

82 suhu 55 C

80

78
0 5 10 15 20
pengamatan hari ke-
Gambar 25. Kisaran warna (Hue) minuman formula 943 selama 15 hari di
berbagai suhu penyimpanan

Gambar 26. Penampakan visual warna minuman formula 943 selama dua
hari penyimpanan pada suhu refrigerator (kiri), suhu kamar
(tengah), dan suhu 55C (kanan)

Pengujian mikrobiologis untuk produk minuman cair siap minum


(Ready to Drink, disingkat RTD) menjadi faktor penting yang tidak boleh
dilupakan. Pasalnya, salah satu syarat utama bilamana suatu bahan pangan
layak dikonsumsi atau tidak dilihat dari segi keamanan mikrobiologisnya.
Oleh karena itu, minuman formula 943 juga perlu diuji secara mikrobiologis
untuk dilihat jumlah total mikroba dan total kapang-khamirnya. Penggunaan
satu produk minuman RTD komersil juga diikutsertakan sebagai standar
pembanding.
Minuman fungsional yang terbuat dari rempah-rempah seharusnya
dikategorikan ke dalam minuman tradisional serbuk berdasarkan SNI 01-
4320-1996, tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak

68
diserbukkan, maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 01-3719-
1995 yang mengatur tentang minuman sari buah. Minuman sari buah
diasumsikan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan
formula minuman fungsional berbasis kumis kucing, yaitu merupakan produk
minuman segar siap minum dengan kadar gula cukup tinggi (20%-30%).
Berdasarkan SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba (TPC) yang
diperbolehkan ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 102 CFU/ ml sampel,
sedangkan jumlah total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal
5.0 x 101 koloni/ ml sampel.
Analisis total mikroba (TPC) terhadap minuman formula 943 telah
dilakukan selama 9 (sembilan) hari pada berbagai suhu penyimpanan
(Gambar 27). Berdasarkan hasil pengamatan, tampaknya jumlah total mikroba
pada minuman rendah (< 2.0 x 102 CFU/ ml), kecuali formula minuman yang
disimpan pada suhu kamar ( 30C). Hal ini mengindikasikan bahwa jenis
mikroba dominan yang ada pada minuman adalah mikroba mesofil, yang
hidup pada suhu kamar 25-30C. Jenis mikroba yang diduga terdapat dalam
minuman adalah kapang dan khamir mengingat formula 943 mengandung
kadar gula sebesar 24%. Kapang dan khamir merupakan jenis mikroba yang
banyak tumbuh pada suhu kamar (Frazier dan Westhoff, 1978). Oleh karena
itu, penting juga dilakukan analisis total kapang-khamir.

10000

1000
koloni/ ml

suhu refri
100 suhu kamar
suhu 55 C

10

1
0 2 5 7 9
Pengamatan hari ke-

Gambar 27. Pengamatan total mikroba (TPC) minuman formula 943 selama
9 hari di berbagai suhu penyimpanan

69
Jumlah mikroba meningkat cukup signifikan pada formula minuman
yang disimpan selama dua hari pada suhu kamar, tetapi kemudian jumlahnya
menurun hingga penyimpanan hari ke-9. Demikian juga untuk produk
minuman yang disimpan pada suhu refrigerator (1-3C) selama dua hari
penyimpanan menunjukkan adanya peningkatan jumlah mikroba walaupun
tidak meningkat secara tajam. Hal sedikit berbeda terjadi pada produk
minuman yang disimpan pada suhu tinggi (55C). Jumlah total mikroba
semakin menurun dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Hal ini
mungkin terjadi karena produk selalu terpapar pada suhu tinggi yang
mengakibatkan mikorba mesofil yang ada pada produk minuman mati atau
menjadi inaktif (Frazier dan Westhoff, 1978).
Apabila dilihat kesesuaian dengan ketentuan dalam SNI, formula
minuman yang disimpan selama 9 hari pada suhu refrigerator dan suhu 55C
telah memenuhi syarat mikrobiologis karena jumlah TPC pada produk
minuman yang diuji masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan dalam
SNI (< 2.0 x 102 CFU/ ml), kecuali untuk minuman yang disimpan pada suhu
kamar terjadi kejanggalan karena sempat mengalami peningkatan jumlah
mikroba pada hari kedua penyimpanan hingga mencapai 1.5 x 103 koloni/ ml.
Analisis total kapang-khamir juga telah dilakukan untuk produk
minuman yang disimpan selama 15 hari penyimpanan, dibandingkan dengan
produk minuman yang dibuat pada hari ke-0 (sebagai kontrol), dan produk
komersil sebagai pembanding.
Produk komersil yang dipilih adalah produk minuman segar komersil
rasa jeruk. Alasan pemilihan produk minuman tersebut sebagai pembanding
dalam analisis total kapang-khamir adalah karena produk tersebut tergolong
dalam produk minuman siap minum (RTD) yang dikemas secara aseptis dan
mengandung gula. Hasil pengamatan jumlah total kapang-khamir dalam
produk minuman yang disimpan selama 15 hari pada berbagai suhu
penyimpanan disajikan dalam Gambar 28. Jenis khamir yang relevan terdapat
dalam minuman sirup merupakan jenis mikroba osmofilik terutama dari
genera Saccharomyces, Candida, dan Pichia, sedangkan jenis kapang yang
mungkin tumbuh adalah yang berasal dari genera Aspergillus, Stemphylium,

70
Sterigmatocystis, Cladosporium, Monilia, dan sebagainya (Frazier dan
Westhoff, 1978).
Berdasarkan acuan SNI 01-3719-1995, baik minuman kontrol, produk
pembanding, dan formula 943 yang disimpan selama 15 hari pada suhu
refrigerator (1-3C) masih memenuhi ketentuan jumlah total kapang-khamir
(< 5.0 x 101 koloni/ ml). Minuman formula 943 yang disimpan selama 15 hari
pada suhu kamar (30C) dan suhu 55C sudah tidak memenuhi persyaratan
mikrobiologis dalam SNI. Oleh karena itu, suhu penyimpanan terbaik untuk
produk minuman ini adalah suhu refrigerator (1-3C). Kenaikan jumlah
kapang-khamir yang cukup signifikan (terutama dalam minuman yang
disimpan pada suhu kamar) semakin memperkuat pembahasan mengenai
dugaan adanya aktivitas mikroba dalam minuman yang mengakibatkan
turunnya aktivitas antioksidan, intensitas rasa manis, nilai pH, dan nilai TPT
minuman selama penyimpanan.

10000 Keterangan:
1 : minuman formula 943 yang
dibuat pada hari ke-0
1000
2 : minuman di suhu refri
k o lo n i/ m l

selama 15 hari
100 3 : minuman di suhu kamar
selama 15 hari
10
4 : minuman di suhu 55C
selama 15 hari
5 : minuman segar komersil
1 rasa jeruk (sebagai pembanding)
1 2 3 4 5
jenis produk minuman

Gambar 28. Total kapang-khamir minuman formula 943 selama 15 hari di


berbagai suhu simpan vs. minuman segar komersil rasa jeruk

Hasil analisis mikrobiologi juga diperkuat oleh penelitian yang telah


dilakukan oleh Hapsari (2000). Hasil analisis mikrobiologi dilakukan terhadap
beberapa produk minuman sari jahe yang beredar di sekitar kota Bogor.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan total mikroba pada
minuman sari jahe (dengan bahan baku jahe dan gula) sekitar 03,2 log
CFU/g. Kandungan total mikroba yang tinggi terdapat pada sampel berbentuk

71
cair yaitu sebesar 4,9 log CFU/ml. Total kapang-khamir pada produk-produk
minuman sari jahe yang beredar di sekitar kota Bogor sebesar <2 log CFU/g.
Pengukuran total polifenol dilakukan untuk melihat korelasinya
dengan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh minuman formula 943.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa terjadi penurunan kandungan
senyawa polifenol di dalam minuman pada kondisi suhu penyimpanan yang
semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
senyawa polifenol dalam herbal dan rempah dapat mengalami penurunan
akibat semakin tingginya suhu penyimpanan (Shahidi dan Naczk, 1995).
Pengukuran total polifenol juga dilakukan untuk produk komersil
minuman berbasis Zingiberaceae sebagai pembanding. Produk minuman ini
merupakan jenis minuman RTD, sehingga produk ini dapat menjadi
pembanding yang setara dengan minuman formula 943. Hasil perbandingan
total polifenol minuman formula 943 dengan produk komersil berbasis
Zingiberaceae disajikan pada Gambar 29. Total polifenol kontrol (680 ppm
Tannic Acid Equivalent, disingkat TAE) yang lebih rendah daripada total
polifenol minuman yang sudah disimpan selama 15 hari (750-890 ppm TAE)
terjadi karena sewaktu pembuatan kontrol menggunakan ekstrak rempah yang
sudah lama tersimpan di dalam refrigerator. Diduga senyawa polifenol yang
terkandung di dalam ekstrak rempah telah mengalami penurunan selama
penyimpanan di suhu refrigerator.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaur dan Kapoor
(2002) menunjukkan adanya kandungan total fenolik pada 36 ekstrak
tumbuhan, mulai dari 34400 mg/ 100 gram berat basah. Sun et al. (2002)
juga menemukan adanya kandungan senyawa fenolik (total) pada 11 buah-
buahan, mulai dari 49.6527.2 mg asam galat ekivalen/ 100 g berat dapat
dimakan. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Kaur dan Kapoor (2002) dan Sun et al. (2002), hasil pengukuran total
fenolik tehadap minuman formula 943 menunjukkan kandungan senyawa
fenolik sebesar 750-890 mg asam tanat ekivalen/ 1000 ml minuman, atau
sekitar 75-89 mg asam tanat ekivalen/ 100 ml (dengan asumsi 1g/ ml). Hasil
yang diperoleh nampaknya sangat kecil dibandingkan hasil penelitian

72
sebelumnya mengingat perhitungan total fenolik dalam penelitian ini
dilakukan terhadap produk minuman akhir, bukan pada ekstrak rempahnya.
Apabila diamati lebih lanjut, kandungan total polifenol nampaknya masih
terukur dalam minuman meskipun aktivitas antioksidannya turun. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak semua senyawa polifenol memiliki aktivitas
antioksidan (Pratt, 1992).

1000 Keterangan:
1 : minuman formula 943
800 yang dibuat pada hari ke-0
2 : minuman di suhu refri
selama 15 hari
ppm TAE

600
3 : minuman di suhu kamar
selama 15 hari
400
4 : minuman di suhu 55C
selama 15 hari
200
5 : minuman segar berbasis
Zingiberaceae (sebagai
0
1 2 3 4 5 pembanding)
jenis produk minuman

Gambar 29. Kandungan total polifenol (dalam ppm TAE) minuman formula
943 vs. total polifenol minuman komersil siap minum berbasis
Zingiberaceae

73
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Fomula minuman dengan kombinasi ekstrak kumis kucing a%, ekstrak


jahe b%, ekstrak secang c%, ekstrak lemon d%, dan ekstrak temulawak e% dipilih
sebagai minuman dengan formula optimal berdasarkan aktivitas antioksidan, serta
aspek citarasa dan warna.
Aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal yang tertinggi
diketahui berasal dari minuman kumis kucing (650.11 ppm AEAC). Aktivitas
antioksidan minuman formula optimal (621.78 ppm AEAC) tidak berbeda nyata
(pada taraf signifikansi 5%) dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman
komponen tunggalnya. Minuman formula optimal juga diketahui memiliki
aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan aktivitas
antioksidan produk komersil (minuman serbuk instan berbasis jahe, temulawak,
kunyit asam, minuman segar komersil berbasis Zingiberaceae, dan minuman segar
rasa jeruk) pada taraf signifikansi 5%.
Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal dengan
minuman komersil tidak dapat dibedakan secara nyata pada taraf signifikansi 5%.
Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal mencapai skala
hedonik sebesar 3.32 (dari skala 5.00). Panelis lebih menyukai warna minuman
formula optimal dan kunyit asam dibandingkan warna minuman komersil berbasis
jahe dengan skor hedonik warna minuman formula optimal sebesar 3.48 (dari
skala 5.00), dibanding skor hedonik minuman komersil berbasis jahe sebesar 2.84
(dari skala 5.00).
Suhu simpan yang semakin tinggi dan waktu simpan yang semakin lama
berpengaruh nyata (=0.05) terhadap penurunan aktivitas antioksidan dan nilai pH
minuman pada penyimpanan selama 15 hari. Suhu simpan tidak berpengaruh
nyata (=0.05) terhadap nilai Total Padatan Terlarut (TPT) minuman, sedangkan
waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata (=0.05) terhadap
penurunan nilai TPT minuman pada penyimpanan selama 15 hari.
Pengamatan sensori secara individual menunjukkan bahwa penyimpangan
atribut mutu citarasa minuman selama penyimpanan ditandai dengan munculnya
citarasa fermented dan rasa pahit, sedangkan penyimpangan atribut mutu warna
ditandai dengan turunnya kecerahan dan perubahan warna minuman menjadi
kuning kecoklatan.
Jumlah total mikroba (TPC) minuman yang disimpan pada suhu
refrigerator masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995,
sedangkan berdasarkan hasil uji total kapang-khamir diketahui bahwa minuman
yang disimpan pada suhu refrigerator masih memenuhi syarat maksimum total
kapang-khamir sesuai SNI hingga 15 hari penyimpanan. Kandungan total
polifenol tertinggi (890 ppm TAE) terdapat dalam minuman pada penyimpanan
selama 15 hari di suhu refrigerator.

B. SARAN

Stabilitas minuman formula optimal yang dibuat dalam penelitian ini


masih rendah sehingga perlu penelitian lebih lanjut bagaimana mendapatkan
formula minuman optimal yang lebih stabil selama penyimpanan, terutama dilihat
dari aspek aktivitas antioksidan, mutu organoleptik, dan mutu mikrobiologisnya.
Penanganan produk secara higienis hendaknya perlu diperhatikan agar dapat
mempertahankan kestabilan minuman selama penyimpanan.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut bagaimana mengembangkan formula
minuman fungsional berbasis kumis kucing hingga panelis secara nyata dapat
menyukai mutu organoleptik minuman yang dibuat. Peningkatan konsentrasi
ekstrak rempah dalam minuman tanpa memiliki kendala pada aspek citarasa
(terutama rasa pahit), serta pemilihan metode ekstraksi yang tepat menjadi faktor
penting yang perlu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan aktivitas fungsional
minuman selain aspek mutu sensorinya.

75
DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, B.B., N. Ahmad, dan H. Mukhtar. 2002. Spices as Potent Antioxidants


with Therapeutic Potential. Di dalam: E. Cadenas dan L. Packer (Eds.).
Handbook of Antioxidants 2nd Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Basel.

Anonim. 1976. Brazilin. Di dalam: The Merck Index, 9th Ed. An Encyclopedia of
Chemicals and Drugs. Merck & Co., Inc., USA.

Anonim. 2006. Brazilin from The American Brazilwoods And East Indian
Sappanwood. Di dalam: http://search.fao.org/opensearch?query=&lang=en
[Diakses tanggal 22 Juni 2006].

Anonim b. 2006. Mixture Design Tutorial. Di dalam: Design-Expert 7 Users


Guide.

Aquarini, T.H. 2006. Kajian Keamanan dan Aktivitas Immunomodulator Ekstrak


Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) dan Bunga Knop
(Gomphrena globosa L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 1995. Official Methods of


Analysis, 16th Ed. AOAC, Arlington, VA.

Bhattarai, S., V.H. Tran, dan C.C. Duke. 2001. The Stability of Gingerol and
Shogaol in Aqueous Solutions. J. of Pharmaceutical Sci., Vol. 90, No. 10,
pp. 1658 1664.

Cornell, J.A. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and the
Analysis of Mixture Data. 2th edition. John Wiley & Sons. New York.

Craig, W.J. 2001. Herbal Remedies that Promote Health and Prevent Disease. Di
dalam: R.R. Watson (Ed.). Vegetables, Fruits, and Herbs in Health
Promotion. CRC Press, New York.

Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

____________. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

Darusman, L.K., D. Iswantini, E. Djauhari, dan S. Indariani. 2006. Kualitas


Produk Biofarmaka dan Pengolahannya Di dalam: Proceedings Workshop
and Training Vol. 2. Promoting Selected Non-Timber Forest Product Based
on Community Participation Approach to Support Sustainable Forest
Management in East Kalimantan. Pusat Studi Biofarmaka IPB bekerjasama
dengan Departemen Kehutanan dan PT. Inhutani I.
Drewnowski, A. dan C.G. Carneros. 2000. Bitter taste, phytonutrients, and the
consumer: a review. Am J Clin Nutr 72: 1424-1435.

Dulimarta, H.S. 2000. Kajian Stabilitas Beberapa Formulasi Bir Pletok (Minuman
Khas Betawi) dan Pengaruhnya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Dunn, C.G. 1957. Food Preservatives. Di dalam: G. F. Reddish (Ed.). Antiseptics,


Disinfectants, Fungicides, and Chemical and Physical Sterilization. Lea &
Febiger, Philadelphia.

Dzulkarnain, B., L. Widowati, A. Isnawati, dan H. J. C. Thijssen. 1999.


Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. Di dalam: L.S. de Padua, N.
Bunyapraphatsara, dan R.H.M.J. Lemmens (Eds.). Medicinal and Poisonous
Plants 1. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) Foundation No. 12
(1): 368-371, Bogor.

Elfahmi, K. Ruslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag, dan W.J. Quax. 2006.
Jamu: The Indonesian traditional herbal medicine. Di dalam: Elfahmi (Au.).
Phytochemical and Biosynthetic Studies of Lignans-with a Focus on
Indonesian Medicinal Plants. Thesis. Rijksuniversiteit Groningen,
Netherland.

Fardiaz, D. 1996. Proses termal dalam pengendalian tahap pengolahan kritis untuk
menjamin keamanan pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Proses
Termal. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor, 14 Desember.

Fardiaz, D., S. Fardiaz, dan F.G. Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc.,
Westport, Connecticutt.

Firmansyah, Y. 2003. Formulasi Minuman Instan Fungsional Antioksidan


Berbasis Kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sebagai Pewarna Alami.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. 3rd Ed. McGraw-Hill
Book Company, USA.

Fuke C., J. Yamahara, T. Shimokawa, J. Kinjo, T. Tomimatsu, dan T. Nohara.


1985. Two Aromatic Compounds Related to Brazilin From Caesalpinia
sappan. Phytochemistry 24: 2403-2405.

77
Ghulamahdi, M. dan Y. Iswadi. 2006. Growth, Fertilizer Requirement, and
Cultivation Design of Medicinal Plants on Balikpapan Dryland, East
Kalimantan. Di dalam: Technical Report Promoting Selected Non-Timber
Forest Product Based on Community Participation Approach to Support
Sustainable Forest Management in East Kalimantan Vol.2. Pusat Studi
Biofarmaka IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dan PT.
Inhutani I.

Girsang, J. 2003. Kajian Formulasi Minuman Madai dari Rempah-rempah dan


Pengaruhnya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.

Gregory, J.F. 1996. Vitamins. Di dalam: O.R. Fennema (Ed.). Food Chemistry 3rd
Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Basel.

Hapsari, D. 2000. Identifikasi dan Kajian Keamanan Mikrobiologi Produk-produk


Minuman Sari Jahe yang Beredar di Sekitar Kota Bogor. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Hariyadi, P. 2006. Pangan Fungsional Indonesia. Di dalam: Majalah Food Review


Vol 1. No. 4. Edisi Mei. PT. Media Pangan Indonesia, Bogor.

Hasanah, M., Sukarman, dan D. Rusmin. 2004. Teknologi Produksi Benih Jahe.
Jurnal Perkembangan Teknologi. Vol. XVI (1).

Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food
Science Book. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Ichikawa, T. 1994. Functional Foods in Japan. Di dalam: I. Goldberg (Ed.).


Functional Foods: Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Chapman
& Hall, USA.

Ismiyati, L. 2005. Mempelajari Pengaruh Minuman Sari Lidah Buaya (Aloe vera)
Terhadap Kadar Glukosa Darah, Kolesterol, Trigliserida, dan HDL Serum
Darah Tikus Sprague dawley Diabetes. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.

Iswantini, D., Afrina W.R., D. Saprudin, L.K. Darusman, S. Febriany, dan I.


Batubara. 2006. Producing Supplement from Java Tea and Kaempheria as
Antidiuretic. Di dalam: Technical Report Promoting Selected Non-Timber
Forest Product Based on Community Participation Approach to Support
Sustainable Forest Management in East Kalimantan Vol.2. Pusat Studi
Biofarmaka IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dan PT.
Inhutani I.

Jay, J.M. 1978. Modern Food Microbiology 2nd Ed. D. Van Nostrand Company,
New York.

78
Jitoe A., T. Masuda, I.G.P. Tengah, D.N. Suprapta, I.W. Gara, dan N. Nakatani.
1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts analysis of the
contained curcuminoids. J. Agric. Food Chem. 40: 1337-1340.

Junita, R. Triningsih, T. Elisabeth, W. Surjana, M. Ayu, dan P. Hariyadi. 2001.


Formulasi Minuman Fungsionmal Tradisional Dari Rempah-Rempah
Menggunakan Konsep Optimasi Sinergisme Antioksidan. Di dalam: L.
Nuraida dan R. Dewanti-Hariyadi (Eds.). Prosiding Seminar Nasional
Pangan Tradisional. Jakarta, 14 Agustus.

Kaur, C. dan H.C. Kapoor. 2002. Anti-oxidant activity and total phenolic content
of some Asian vegetables. International Journal of Food Science and
Technology 37: 153-161.

Krisnayunita, P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas


Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Asam Jawa
(Tamarindus indica L.) dan Sari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Kubo, I., N. Masuoka, P. Xiao, dan H. Haraguchi. 2002. Antioxidant Activity of


Dodecyl Gallate. J. Agric. Food Chem. 50: 35333539.

Kusumaningrum, I. 2005. Mempelajari Toksisitas Minuman Seduhan Bubuk


Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) Terhadap Tikus
Percobaan Secara In Vivo. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.

Lindsay, R.C. 1996. Flavors. Di dalam: O.R. Fennema (Ed.). Food Chemistry 3rd
Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Basel.

Maharani, K. 2003. Stabilitas Pigmen Brazilin pada Kayu Secang. Skripsi.


Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Mahendra, B. dan R.H. Fauzi. 2005. Kumis kucing: Pembudidayaan, dan


Pemanfaatan Untuk Penghancur Batu Ginjal. Penebar Swadaya, Jakarta.

Masuda, T., J. Isobe, A. Jitoe, dan N. Nakatani. 1992. Antioxidative curcuminoids


from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31 (10): 3645-
3647.

Maturin, L. dan J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count. Di dalam: Bacteriological
Analytical Manual Online. Center for Food Safety and Applied Nutrition.
U.S. Food and Drug Administration.

Meilgaard, M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques.
3rd Ed. CRC Press, USA.

79
Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.
Vol. 26 (2): 211-219.

Muhlisah, F. 1995. Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).Tanaman Obat


Keluarga. Penebar Swadaya.

Mursito, B. dan H. Prihmantoro. 2002. Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus


Benth.). Di dalam: Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya.

Mussinan, C.J., B.D. Mookherjee, dan G.I. Malcolm. 1981. Isolation and
Identification of Fresh Lemon Juice. Di dalam: B.D. Mookherjee dan C.J.
Mussinan (Eds.). Essential Oils. Allured Publishing Corp., Wheaton.

Nagy, S. dan P.E. Shaw. 1990. Factors Affecting The Flavour of Citrus Fruit. Di
dalam: I.D. Morton dan A.J. Macleod (Eds.). Food Flavours. Part C. The
Flavour of Fruits. Elsevier, New York.

Nussinovitch, A. 1997. Hydrocolloid Applications. Blackie Academic &


Proffesional Press.

Pradono, D.I., Y. Lestari, D. Saprudin, D. Firmansyah, S. Febriany, dan L.K.


Darusman. 2006. Formulation of Supplement Jamu From Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia Jack) and Ginger, and In Vitro Pharmacological
Assay of Antioxidant. Di dalam: Technical Report Promoting Selected Non-
Timber Forest Product Based on Community Participation Approach to
Support Sustainable Forest Management in East Kalimantan Vol.2. Pusat
Studi Biofarmaka IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dan PT.
Inhutani I.

Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants from Plant Material. Di dalam: M.T.
Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee (Eds.). Phenolic Compounds in Food and
Their Effects on Health II: Antioxidants and Cancer Prevention. American
Chemical Society, Washington, D.C.

Purba, S.A.A. 2003. Pembuatan Bubuk Pewarna Makanan Alami Kayu Secang
(Caesalpinia sappan Linn.) dengan Metode Spray Drying. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Rajalakshmi, D. dan S. Narasimhan. 1996. Food Antioxidants: Sources and


Methods of Evaluation. Di dalam: D.L. Madhavi, S.S. Deshpande, dan D.K.
Salunkhe (Eds.). Food Antioxidants: Technological, Toxicological, and
Health Perspectives. Marcel Dekker Inc., New York, Basel, Hong Kong.

Rismunandar. 1988. Rempah-rempah: Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar


Baru, Bandung.

80
Sejati, N.I.P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan
Produk Minuman Fungsional Tradisional Berbasis Kunyit (Curcuma
domestica Val.) dan Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects,


Application. Technomic Publishing Co. Inc., Lancaster, Basel.

Sidik, M.W. Moelyono, dan A. Muhtadi. 2005. Temu Lawak (Curcuma


xanthorrhiza Roxb.). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam,
Phytomedica.

Sun, J., Y.F. Chu, X. Wu, dan R.H. Liu. 2002. Antioxidant and antiproliferative
activities of common fruits. J. Agric. Food Chem. 50: 74497454.

Sutarno, H., E.A. Hadad, dan M. Brink. 1999. Zingiber officinale Roscoe. Di
dalam: C.C. de Guzman dan J.S. Siemonsma (Eds.). Spices. Plant Resources
of South-East Asia (PROSEA) Foundation No. 13: 238-244, Bogor.

Vankar, P.S., V. Tiwari, R. Shanker, dan J. Srivastava. 2006. Change in


Antioxidant Activity of SpicesTurmeric and Ginger on Heat Treatment.
EJEAFChe 5(2): 13131317.

Wijanarko, D. Darusman, L. K. Darusman, dan Y. Fakuara. 2006. Extract of Java


Tea Leaves as Activator In Litter Decomposition and Effect of Java Tea
Intercropping on Damar Plantation. Di dalam: Technical Report Promoting
Selected Non-Timber Forest Product Based on Community Participation
Approach to Support Sustainable Forest Management in East Kalimantan
Vol.2. Pusat Studi Biofarmaka IPB bekerjasama dengan Departemen
Kehutanan dan PT. Inhutani I.

Wijayakusuma, H. 2002. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Seri Rempah,


Rimpang, dan Umbi. Milenia Populer, Jakarta.

Wijayakusuma, H., S. Dalimartha, dan A. S. Wirian. 1997. Kumis Kucing


(Orthosiphon aristatus (B1) Miq.) Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia
Jilid I. Pustaka Kartini.

Winarno, F. G., D. Fardiaz, dan S. Fardiaz. 1973. Extraksi, Khromatografi,


Elektrophoresis. Departemen Tekonologi Hasil Pertanian, FATEMETA,
IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

81
Yusuf, R. R. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan
Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe (Zingiber officinale
Rosc.) dan Sari Sereh Dapur (Cymbopogon flexuosus). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Zakaria, F.R., A.T. Septiana, dan Sulistiyani. 2000. Ginger (Zingiber officinale
Roscoe) extracts increase in vivo human LDL resistance to oxidation and
prevent in vitro cholesterol accumulation in mouse macrophage.

Zerrudo, J.V. 1999. Caesalpinia sappan L. Di dalam: Lemmens, R.H.M.J. dan


N.W. Soetjipto. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3: Tumbuh-tumbuhan
Penghasil Warna dan Tanin. Balai Pustaka dan Prosea. Jakarta-Bogor.

82
Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air daun kumis kucing

Daun kumis kucing segar

Ditimbang daun sebanyak 5.74 g (b.k.)

Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit

Direbus dengan air mendidih 600 ml selama 10-15 menit


dalam panci tertutup dengan api kecil

Disaring vakum (kertas Whatman No. 42)

ampas dibuang
Dipekatkan dengan rotary evaporator
hingga volume akhir = 1/3 x volume awal,
suhu 65C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75%

Dibotolkan dalam botol kaca steril

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Ekstrak air kumis kucing

Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok

84
Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe

Rimpang jahe segar

Dicuci dan disikat dengan sikat plastik

Diiris tipis-tipis (3 mm)

Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit

Dihancurkan dengan juice extractor tanpa penambahan air

Ekstrak Jahe I

Disaring dengan kain saring dan saringan plastik


ampas padatan kasar dibuang
Ekstrak Jahe II

Dibotolkan

Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati)

Dipindahkan ke botol steril


endapan pati dibuang
Ekstrak Jahe III

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Ekstrak Jahe (final)

Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok

85
Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang

Irisan kayu secang

Ditimbang irisan kayu sebanyak 18.16 g (b.k.)

Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit

Direbus dengan air mendidih 500 ml selama 10-15 menit


dalam panci tertutup dengan api kecil

Disaring vakum (kertas Whatman No. 42)


ampas dibuang
Dipekatkan dengan rotary evaporator
hingga volume akhir = 1/3 x volume awal,
suhu 65C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75%

Dibotolkan dalam botol kaca steril

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Ekstrak air secang

Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok

86
Lampiran 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak

Rimpang temulawak segar

Dicuci dan disikat dengan sikat plastik

Diiris tipis-tipis (3 mm)

Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit

Dihancurkan dengan juice extractor tanpa penambahan air

Ekstrak Temulawak I

Disaring dengan kain saring dan saringan plastik


ampas padatan kasar dibuang

Ekstrak Temulawak II

Dibotolkan

Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati)

Dipindahkan ke botol steril


endapan pati dibuang
Ekstrak Temulawak III

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Ekstrak Temulawak (final)

Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok

87
Lampiran 5. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya

[ ] asam askorbat (ppm) Absorbansi (A) ABlanko-ASampel


0 (Blanko) 0.830 0.000
100 0.798 0.032
200 0.763 0.067
300 0.609 0.221
400 0.537 0.293
500 0.416 0.414

Persamaan regresi linier:


y = a + bx, dengan nilai a = -0.0436
dan nilai b = 0.0009
sehingga didapat persamaan regresi:
y = 0.0009x 0.0436
nilai R = 0.9753
nilai R2 = 0.9511

Kurva standar asam askorbat (ppm)


0.500
y = 0.0009x-0.0436 0.414
0.400
R2 = 0.9511
Absorbansi

Absorbansi
0.300 0.293
0.221
0.200
Regresi
0.100 linier
0.067
0.032
0.000 0.000
0 100 200 300 400 500 600
asam askorbat [ppm]

88
Lampiran 6. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing
segar dibandingkan daun kumis kucing kering matahari

T-Test

[DataSet0]

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair daun_segar 906.22 2 14.142 10.000
1 daun_kering 855.6650 2 43.21130 30.55500

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair daun_segar &
2 1.000 .000
1 daun_kering

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair daun_segar -
50.55500 29.06916 20.55500 -210.621 311.73104 2.459 1 .246
1 daun_kering

Kesimpulan: aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing kedua perlakuan


tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.

89
Lampiran 7. Hasil analisis ragam aktivitas antioksidan ekstrak jahe gajah, jahe
emprit, dan jahe merah

Jenis ekstrak 1 : ekstrak jahe gajah


Jenis ekstrak 2 : ekstrak jahe emprit
Jenis ekstrak 3 : ekstrak jahe merah

Oneway
[DataSet0]

ANOVA

ppm_AEAC
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7077.222 2 3538.611 13.896 .030
Within Groups 763.958 3 254.653
Total 7841.180 5

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons

Dependent Variable: ppm_AEAC


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Jenis_ekstrak (J) Jenis_ekstrak (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 51.66500* 15.95784 .048 .8800 102.4500
3 -31.66500 15.95784 .141 -82.4500 19.1200
2 1 -51.66500* 15.95784 .048 -102.4500 -.8800
3 -83.33000* 15.95784 .014 -134.1150 -32.5450
3 1 31.66500 15.95784 .141 -19.1200 82.4500
2 83.33000* 15.95784 .014 32.5450 134.1150
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Kesimpulan: nilai aktivitas antioksidan ekstrak jahe gajah dan ekstrak jahe merah
berbeda nyata dengan nilai aktivitas antioksidan ekstrak jahe emprit, sedangkan
nilai aktivitas antioksidan ekstrak jahe gajah dan ekstrak jahe merah tidak dapat
dibedakan pada taraf signifikansi 5%.

90
Lampiran 8. Perbandingan mutu warna ekstrak air secang beserta deskripsi
warnanya secara obyektif

Kombinasi L a b Hue Rata- Deskripsi


secang-air [arc tg rata warna secara
(fold) (b/a)] Hue obyektif

55.35 +38.95 +46.10 49.81 Red (R)


12.5 49.38 (mendekati
54.78 +39.25 +45.06 48.94
Yellow Red)
36.34 +53.22 +5.81 6.23
Red Purple (RP)
25 6.35
36.59 +54.08 +6.12 6.46 (mendekati Red)
52.43 +44.52 +40.85 42.54 Red (YR)
50 42.31 (mendekati
52.06 +45.13 +40.74 42.07
Yellow Red)
33.31 +55.90 -9.53 350.32 Red Purple (RP)
100 350.10 (mendekati
33.64 +55.29 -9.95 349.80
Purple)

91
Lampiran 9. Diagram alir pembuatan larutan stok gula pasir (Prihantini 2003;
Krisnayunita, 2002)

Gula pasir putih

Ditimbang sebanyak 500 g

Ditambah 250 ml air panas (70-80C)


(perbandingan gula:air = 2:1)

Dipanaskan dalam panci sambil diaduk dengan pengaduk kayu


selama 5 menit hingga TPT akhir mencapai 69-72Brix

Disaring dengan kain saring


ampas dibuang
Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Larutan stok gula

Disimpan dalam refrigerator

92
Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok CMC 1% (Krisnayunita,
2002; Sejati, 2002)

CMC (serbuk)

Ditimbang sebanyak 10 g

Dilarutkan dalam 1000 ml air panas 65C

Diaduk dengan magnetic stirrer di atas hot plate


suhu 70-80C hingga homogen

Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan

Larutan stok CMC 1%

Dibiarkan pada suhu ruang selama semalam

Disimpan dalam refrigerator

93
Lampiran 11. Diagram alir pembuatan larutan stok Natrium benzoat 5000 ppm
(Prihantini 2003; Krisnayunita, 2002; Sejati, 2002)

Natrium benzoat (serbuk)

Ditimbang sebanyak 5 g

Dilarutkan dalam 1000 ml air minum

Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan

Larutan stok Natrium benzoat 5000 ppm

Disimpan dalam refrigerator

94
Lampiran 12. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk lemon

Jeruk lemon utuh

Dicuci bersih

Dibelah dua

Diperas dengan juice extractor jeruk

Disaring dengan kain saring


ampas dibuang
Dimasukkan ke dalam botol yang sudah steril

Sari jeruk lemon

Dibuat segar setiap akan digunakan

95
Lampiran 13. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak jeruk nipis dan
jeruk lemon

T-Test
[DataSet0]

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair ekstrak_nipis 441.2250 2 13.35725 9.44500
1 ekstrak_lemon 755.6700 2 49.49747 35.00000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair ekstrak_nipis &
2 1.000 .000
1 ekstrak_lemon

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair ekstrak_nipis -
-314.445 36.14023 25.55500 -639.152 10.26206 -12.305 1 .052
1 ekstrak_lemon

Kesimpulan: nilai aktivitas antioksidan ekstrak jeruk nipis dan ekstrak jeruk
lemon tidak berbeda nyata pada tingkat signifikansi 5%

96
Lampiran 14. Prosedur pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing
(per 100 ml minuman)

Larutan Ekstrak rempah


Larutan stok
stok gula CMC dan
Na-Benzoat
Ditimbang masing-masing ekstrak
rempah sesuai formula
Ditimbang hingga berat total mencapai 10 g
sebanyak 24 g Diambil sebanyak
10 ml dari masing-
masing lar. stok

Dicampurkan dan dimasukkan


ke dalam suatu wadah

Ditambahkan air minum hingga volume total menjadi 100 ml

Diaduk hingga homogen

Dikemas dalam botol kaca yang sudah disterilkan

Dipasteurisasi pada suhu 75C selama 30 menit

Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)

Minuman fungsional
berbasis kumis kucing

97
Lampiran 15. Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan
warna model minuman
Kode form: B1/01/XII/06
FORM UJI KESUKAAN

Produk : Minuman Fungsional berbasis rempah


Nama panelis : Telp/HP:

KUESIONER*)
1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman jahe/ minuman berbasis rempah
lainnya? Pernah/ tidak pernah
2. Apakah Anda dapat menerima produk tersebut? Ya/ tidak
*) Coret yang tidak perlu

Instruksi :
1. Cicipilah sampel satu per satu, diamkan di dalam mulut selama 3-5 detik,
kemudian telan.
2. Pada kolom respon, berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan
terhadap warna dan citarasa (rasa, aroma, tingkat kepedasan, sensasi hangat,
dan rasa tertinggal) produk dengan memberikan tanda check list ().
3. Netralkan indera pencecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu
sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Dimohon untuk memberikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.
Respon Warna
Kode sampel
Respon
110 220 315 411 540
Sangat suka
Suka
Netral
Tidak suka
Sangat tidak suka

Respon Citarasa (rasa, aroma, tingkat kepedasan, sensasi hangat, dan rasa tertinggal)
Kode sampel
Respon
110 220 315 411 540
Sangat suka
Suka
Netral
Tidak suka
Sangat tidak suka

Komentar : Dari segi warna, tingkat kecerahan: _______________________


Dari segi aroma, kesan yg timbul: _________________________
Dari segi rasa, tingkat kepedasan, aftertaste: _______________

TERIMA KASIH BUAT KERJASAMA TEMAN-TEMAN YA

98
Lampiran 16. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 19 model minuman
Panelis Kode Sampel
110 220 315 411 540 680 713 830 916 101 111 125 131 141 159 166 171 181 197
1 2 2 5 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 3 3 1 2 4 2
2 2 4 5 2 2 5 3 4 2 1 3 3 5 5 4 2 2 3 4
3 5 4 1 2 2 2 4 5 1 4 2 2 4 4 5 1 4 3 4
4 3 4 3 2 2 5 4 5 1 2 2 2 4 4 5 2 2 2 3
5 4 4 5 4 1 5 4 5 4 2 2 2 5 5 4 2 2 5 3
6 4 5 3 2 2 2 3 4 2 1 2 1 2 5 4 2 2 2 4
7 4 3 1 3 1 4 4 4 2 1 2 1 4 4 5 3 4 2 4
8 4 2 2 2 1 3 2 4 1 1 2 2 4 2 4 3 4 4 4
9 2 4 1 1 1 5 2 3 1 1 2 1 4 2 4 2 4 4 4
10 4 4 2 4 1 5 3 5 1 1 2 3 5 4 5 2 5 4 4
11 4 3 2 3 1 5 4 5 2 1 3 2 5 5 4 3 5 2 3
12 2 4 2 4 2 5 3 5 1 1 1 1 4 2 4 2 2 3 2
13 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 1 2 2 1
14 4 5 2 3 1 4 4 2 1 4 4 2 4 2 4 3 1 4 2
15 4 3 2 3 1 5 4 5 2 1 3 2 5 5 4 3 5 2 3
16 4 5 2 3 1 5 4 2 1 4 4 2 4 2 4 2 2 3 4
17 5 4 1 2 2 5 3 5 1 1 2 3 5 4 5 3 4 2 4
18 3 4 3 2 2 5 4 5 1 2 2 2 4 4 5 2 2 2 3
19 2 4 1 1 1 2 2 3 1 1 2 2 2 2 3 1 2 4 2
20 4 5 3 2 2 2 3 4 2 1 2 1 2 5 4 2 2 2 4
21 2 2 5 2 2 5 4 2 2 4 2 1 4 3 4 2 4 4 4
22 4 2 2 2 1 3 2 4 1 1 2 2 4 2 4 3 4 4 4
23 2 4 5 2 2 4 3 4 2 1 3 3 5 5 4 3 1 4 2
24 4 4 2 4 1 4 4 4 2 1 2 1 4 4 5 2 5 4 4
25 3 4 3 3 1 4 3 4 2 2 2 2 4 4 4 2 3 3 3
26 2 4 2 4 2 5 3 5 1 1 1 1 4 2 4 2 2 3 2
27 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 1 2 2 1
28 4 3 1 3 1 2 4 5 1 4 2 2 4 4 5 1 4 3 4
29 3 4 3 3 1 4 3 4 2 2 2 2 4 4 4 2 3 3 3
30 4 4 5 4 1 5 4 5 4 2 2 2 5 5 4 2 2 5 3
Rataan 3.27 3.73 2.60 2.53 1.40 3.80 3.20 3.87 1.60 1.80 2.13 1.80 3.80 3.67 4.07 2.07 2.93 3.13 3.13
99

SD 1.01 0.87 1.38 0.97 0.50 1.40 0.92 1.28 0.81 1.19 0.73 0.66 1.19 1.15 0.78 0.69 1.26 0.97 0.97
Lampiran 17. Skor kesukaan panelis terhadap warna 19 model minuman
Panelis Kode Sampel
110 220 315 411 540 680 713 830 916 101 111 125 131 141 159 166 171 181 197
1 2 4 5 3 4 3 3 2 4 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3
2 2 2 4 1 2 4 4 2 4 1 2 3 4 5 4 2 3 1 3
3 3 4 2 3 3 4 4 3 2 4 4 3 5 4 3 2 3 3 3
4 2 4 2 2 4 5 5 5 3 3 3 3 4 3 5 3 3 2 3
5 4 5 4 3 4 5 5 2 5 5 5 5 4 2 4 5 5 3 4
6 4 5 4 4 2 4 4 5 2 1 2 2 4 3 4 2 3 3 4
7 4 5 3 3 4 4 4 3 4 2 3 4 3 3 3 4 4 3 4
8 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4
9 4 4 2 3 2 2 3 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4
10 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5
11 4 5 2 3 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 5 4 5 3 1
12 2 4 2 2 4 4 2 4 2 4 2 4 4 4 4 3 2 4 4
13 3 4 4 4 2 2 3 3 4 1 2 2 4 4 4 2 3 3 4
14 2 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 2 2 3 3 4 3 2 3
15 2 2 4 1 2 4 4 2 2 4 2 4 4 4 5 5 5 4 5
16 3 4 2 3 3 4 4 3 2 4 4 3 5 4 4 2 3 1 3
17 2 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 2 2 3 3 4 3 2 3
18 2 4 2 2 4 5 5 5 3 3 3 3 4 3 5 3 3 2 3
19 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 3 2 4 4
20 2 4 5 3 4 3 3 2 4 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3
21 4 5 3 3 4 4 4 3 4 2 3 4 3 3 3 4 4 3 4
22 4 4 3 3 3 4 3 3 4 1 2 2 4 4 4 4 4 3 4
23 2 4 2 2 4 4 2 4 4 1 2 3 4 5 3 2 3 3 3
24 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4
25 4 5 2 3 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 5 4 5 3 1
26 4 5 4 4 2 4 4 5 2 1 2 2 4 3 4 2 3 3 4
27 3 4 4 4 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 4
28 4 4 2 3 2 2 3 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4
29 4 5 4 3 4 5 5 2 5 5 5 5 4 2 4 5 5 3 4
30 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4
Rataan
3.13 4.13 3.13 2.93 3.33 3.80 3.73 3.40 3.73 3.27 3.53 3.40 3.67 3.60 3.93 3.40 3.67 2.93 3.53
100

SD 0.90 0.73 0.97 0.78 0.96 0.92 0.78 0.97 1.01 1.36 1.11 1.10 0.80 0.72 0.69 1.04 0.88 0.78 0.90
Lampiran 18. Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua variabel
respon terhadap model minuman (Design Expert 7.0)

101
102
Lampiran 19. Persamaan polinomial semua variabel respon

Variabel respon: aktivitas antioksidan

103
104
Variabel respon: citarasa

105
106
Variabel respon: warna

107
108
Lampiran 20. Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan prediksi
respon (Design Expert 7.0)

* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
*

*) Keterangan: semua angka disamarkan

109
Lampiran 21. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan minuman formula 943 vs.
aktivitas antioksidan minuman kumis kucing

T-Test

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair formula_943 621.7750 2 4.71640 3.33500
1 minuman_kumis_kucing 650.1100 2 21.21320 15.00000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair formula_943 &
2 1.000 .000
1 minuman_kumis_kucing

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair formula_943 - minuman_
-28.33500 16.49680 11.66500 -176.553 119.88288 -2.429 1 .249
1 kumis_kucing

Kesimpulan: aktivitas antioksidan minuman campuran rempah tidak dapat


dibedakan dengan aktivitas antioksidan minuman dalam bentuk tunggalnya pada
taraf signifikansi 5%.

110
Lampiran 22. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman
formula 943 vs. aktivitas antioksidan beberapa produk komersil

Keterangan:
1 : Formula 943
2 : Sari Jahe PT. Konimex
3 : Sari Temulawak PT. Citra Deli Kreasitama
4 : Kunyit Asam PT. Sido Muncul
5 : Samudera Fresh Drink
6 : You C-1000 (Lemon)
7 : Nu-Orange

Oneway

[DataSet0]

ANOVA

ppm_AEAC
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 496858.1 6 82809.686 155.308 .000
Within Groups 3732.379 7 533.197
Total 500590.5 13

Kesimpulan: aktivitas antioksidan produk minuman berbeda nyata pada taraf


signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (metode LSD) untuk
melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya.

111
Post Hoc Tests (LSD)

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ppm_AEAC


LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) sampel (J) sampel (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 242.22000* 23.09106 .000 187.6183 296.8217
3 284.44000* 23.09106 .000 229.8383 339.0417
4 255.00000* 23.09106 .000 200.3983 309.6017
5 182.22000* 23.09106 .000 127.6183 236.8217
6 -278.33500* 23.09106 .000 -332.9367 -223.7333
7 229.99500* 23.09106 .000 175.3933 284.5967
2 1 -242.22000* 23.09106 .000 -296.8217 -187.6183
3 42.22000 23.09106 .110 -12.3817 96.8217
4 12.78000 23.09106 .597 -41.8217 67.3817
5 -60.00000* 23.09106 .036 -114.6017 -5.3983
6 -520.55500* 23.09106 .000 -575.1567 -465.9533
7 -12.22500 23.09106 .613 -66.8267 42.3767
3 1 -284.44000* 23.09106 .000 -339.0417 -229.8383
2 -42.22000 23.09106 .110 -96.8217 12.3817
4 -29.44000 23.09106 .243 -84.0417 25.1617
5 -102.22000* 23.09106 .003 -156.8217 -47.6183
6 -562.77500* 23.09106 .000 -617.3767 -508.1733
7 -54.44500 23.09106 .051 -109.0467 .1567
4 1 -255.00000* 23.09106 .000 -309.6017 -200.3983
2 -12.78000 23.09106 .597 -67.3817 41.8217
3 29.44000 23.09106 .243 -25.1617 84.0417
5 -72.78000* 23.09106 .016 -127.3817 -18.1783
6 -533.33500* 23.09106 .000 -587.9367 -478.7333
7 -25.00500 23.09106 .315 -79.6067 29.5967
5 1 -182.22000* 23.09106 .000 -236.8217 -127.6183
2 60.00000* 23.09106 .036 5.3983 114.6017
3 102.22000* 23.09106 .003 47.6183 156.8217
4 72.78000* 23.09106 .016 18.1783 127.3817
6 -460.55500* 23.09106 .000 -515.1567 -405.9533
7 47.77500 23.09106 .077 -6.8267 102.3767
6 1 278.33500* 23.09106 .000 223.7333 332.9367
2 520.55500* 23.09106 .000 465.9533 575.1567
3 562.77500* 23.09106 .000 508.1733 617.3767
4 533.33500* 23.09106 .000 478.7333 587.9367
5 460.55500* 23.09106 .000 405.9533 515.1567
7 508.33000* 23.09106 .000 453.7283 562.9317
7 1 -229.99500* 23.09106 .000 -284.5967 -175.3933
2 12.22500 23.09106 .613 -42.3767 66.8267
3 54.44500 23.09106 .051 -.1567 109.0467
4 25.00500 23.09106 .315 -29.5967 79.6067
5 -47.77500 23.09106 .077 -102.3767 6.8267
6 -508.33000* 23.09106 .000 -562.9317 -453.7283
*. The mean difference is significant at the .05 level.

112
Lampiran 23. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan
citarasa terhadap minuman formula 943 vs. produk komersil

Univariate Analysis of Variance

[DataSet1]

Between-Subjects Factors Kode sampel


Panelis
943 522 459
N
Panelis 1 3 1 2 5 3
10 3 2 3 4 2
11 3 3 2 5 2
12 3 4 2 4 4
13 3 5 4 1 3
14 3 6 4 2 4
15 3 7 2 3 3
16 3 8 3 4 3
17 3 9 4 2 1
18 3 10 5 2 5
19 3 11 4 5 3
2 3 12 4 3 4
20 3 13 3 2 5
21 3
14 4 3 3
22 3
15 5 4 3
23 3
16 2 4 4
24 3
17 4 1 3
25 3
26
18 4 3 4
3
27 3
19 4 3 4
28 3
20 4 4 2
29 3 21 4 4 3
3 3 22 1 5 4
30 3 23 4 4 3
31 3 24 2 4 4
4 3 25 1 3 4
5 3 26 4 2 3
6 3 27 4 2 4
7 3 28 2 4 1
8 3 29 4 3 5
9 3 30 3 4 5
Sampel 459 31 31 5 3 4
522 31 Rataan 3.32 3.29 3.39
943 31 1.14 1.13 1.05
SD

113
Keterangan:
Sampel 943 : formula optimal minuman fungsional berbasis kumis kucing
Sampel 522 : Sari Jahe (PT. Konimex)
Sampel 459 : Kunyit Asam (PT. Sido Muncul)
Skala hedonik 1-5 : sangat tidak suka sangat suka

114
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1055.484a 33 31.984 21.680 .000
Panelis 22.000 30 .733 .497 .980
Sampel .151 2 .075 .051 .950
Error 88.516 60 1.475
Total 1144.000 93
a. R Squared = .923 (Adjusted R Squared = .880)

Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap citarasa ketiga produk minuman


tidak dapat dibedakan (tidak berbeda nyata) pada taraf signifikansi 5%.

115
Lampiran 24. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan
warna terhadap minuman formula 943 vs. produk komersil

Univariate Analysis of Variance

[DataSet1]

Between-Subjects Factors Sampel


Panelis
943 522 459
N
Panelis 1
1 4 4 4
3
10 3
2 4 3 5
11 3
3 2 2 2
12 3 4 3 4 4
13 3 5 4 1 5
14 3 6 3 4 5
15 3 7 4 4 5
16 3 8 3 4 3
17 3 9 3 2 4
18 3 10 5 2 5
19 3 11 4 3 3
2 3 12 4 2 3
20 3 13 3 4 4
21 3 14 4 3 4
22 3 15 4 3 4
23 3 16 4 4 3
24 3 17 4 4 4
25 3 18 4 2 4
26 3
19 4 2 4
27 3
20 3 4 2
28 3
21 3 2 3
29 3
22 3 2 3
3 3
30
23 3 1 4
3
4 3
24 3 2 4
5 3
25 3 2 2
6 3 26 4 2 5
7 3 27 3 4 4
8 3 28 3 4 1
9 3 29 4 2 3
Sampel 459 30 30 2 3 3
522 30 31 4 3 4
943 30 Rataan 3.48 2.84 3.65
SD 0.68 1.00 1.02

Keterangan:
Sampel 943 : formula optimal minuman fungsional berbasis kumis kucing
Sampel 522 : Sari Jahe (PT. Konimex)
Sampel 459 : Kunyit Asam (PT. Sido Muncul)

116
Skala hedonik 1-5 : sangat tidak suka sangat suka

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1026.022a 32 32.063 40.447 .000
Panelis 28.622 29 .987 1.245 .235
Sampel 10.689 2 5.344 6.742 .002
Error 45.978 58 .793
Total 1072.000 90
a. R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .933)

Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap warna ketiga produk minuman


berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post
Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya

Post Hoc Tests

Sampel

Homogeneous Subsets

Skor
a,b
Duncan
Subset
Sampel N 1 2
522 30 2.83
943 30 3.47
459 30 3.63
Sig. 1.000 .471
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .793.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap warna minuman formula 943 dan
minuman Kunyit Asam tidak berbeda nyata, sedangkan skor kesukaan panelis
terhadap warna untuk minuman Sari Jahe berbeda nyata dengan kedua produk
minuman lainnya pada taraf signifikansi 5%.

117
Lampiran 25. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman
formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

Value Label N
SUHU_SIM 1 kamar 12
2 refri 12
3 55 c 12
WAKTU_SI 0 6
2 6
5 6
7 6
9 6
15 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: ppm_AEAC


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 12115991.3a 18 673110.625 1754.882 .000
suhu_simpan 2978.003 2 1489.002 3.882 .040
waktu_simpan 48641.113 5 9728.223 25.363 .000
suhu_simpan *
3418.763 10 341.876 .891 .559
waktu_simpan
Error 6904.163 18 383.565
Total 12122895.4 36
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)

Kesimpulan: faktor suhu dan faktor waktu berpengaruh nyata terhadap aktivitas
antioksidan (=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat
signifikansi aktivitas antioksidan antar perlakuan. Faktor interaksi suhu dan waktu
penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan pada taraf
signifikansi 5% (=0.05).

118
Post Hoc Tests
suhu_simpan
Multiple Comparisons

Dependent Variable: PPM_AEAC


a
Dunnett t (2-sided)

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) SUHU_SIM (J) SUHU_SIM (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
refri kamar 9.7225 7.99546 .389 -9.4552 28.9002
55 c kamar -12.4983 7.99546 .230 -31.6760 6.6793
Based on observed means.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

waktu_simpan
Multiple Comparisons

Dependent Variable: ppm_AEAC


a
Dunnett t (2-sided)

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) waktu_simpan (J) waktu_simpan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
2 0 -15.1817 11.30729 .546 -46.4057 16.0424
5 0 -34.8100* 11.30729 .026 -66.0341 -3.5859
7 0 -47.0350* 11.30729 .003 -78.2591 -15.8109
9 0 -44.2567* 11.30729 .004 -75.4807 -13.0326
15 0 -116.4783* 11.30729 .000 -147.7024 -85.2543
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

119
Lampiran 26. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman formula 943
selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

Value Label N
SUHU_SIM 1 kamar 12
2 refri 12
3 55 C 12
WAKTU_SI 0 6
2 6
5 6
7 6
9 6
15 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 590.695a 18 32.816 35691.526 .000
suhu_simpan .028 2 .014 15.012 .000
waktu_simpan .043 5 .009 9.356 .000
suhu_simpan *
.053 10 .005 5.778 .001
waktu_simpan
Error .017 18 .001
Total 590.711 36
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Kesimpulan: faktor suhu, faktor waktu, serta faktor interaksi suhu dan waktu
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman (=0.05), sehingga
dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai pH antar
perlakuan.

120
Post Hoc Tests
suhu_simpan
Multiple Comparisons

Dependent Variable: PH
a
Dunnett t (2-sided)

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) SUHU_SIM (J) SUHU_SIM (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
refri kamar .0225 .01238 .150 -.0072 .0522
55 C kamar -.0442* .01238 .004 -.0739 -.0145
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

waktu_simpan
Multiple Comparisons

Dependent Variable: pH
a
Dunnett t (2-sided)

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) waktu_simpan (J) waktu_simpan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
2 0 .0500* .01751 .041 .0017 .0983
5 0 .0967* .01751 .000 .0483 .1450
7 0 .0933* .01751 .000 .0450 .1417
9 0 .0833* .01751 .001 .0350 .1317
15 0 .0383 .01751 .149 -.0100 .0867
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

suhu_simpan*waktu_simpan
(Diolah menggunakan piranti lunak STATISTICA ver 6.0)
Dunnett test; variable Var3 (Spreadsheet4)
Probabilities for Post Hoc Tests (2-sided)
Error: Between MS = .00092, df = 18.000
Var1 Var2 {7}
Cell No. 3.9900
1 refri 0 1.000000
2 refri 2 0.010574 *
3 refri 5 0.330010
4 refri 7 0.040993 *
5 refri 9 0.007491 *
6 refri 15 0.005302 *
7 ruang 0
8 ruang 2 0.745586
9 ruang 5 0.078322
10 ruang 7 0.020965 *
11 ruang 9 0.056863
12 ruang 15 0.330010
13 suhu 55C 0 1.000000
14 suhu 55C 2 0.999993
15 suhu 55C 5 0.003755 *
16 suhu 55C 7 0.254524
17 suhu 55C 9 0.972879
18 suhu 55C 15 0.144578
*. Keterangan: berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

121
Lampiran 27. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman formula 943
selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance


[DataSet0]
Between-Subjects Factors

Value Label N
SUHU_SIM 1 kamar 12
2 refri 12
3 55 C 12
WAKTU_SI 0 6
2 6
5 6
7 6
9 6
15 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TPT


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 8349.225a 18 463.846 19645.235 .000
suhu_simpan .027 2 .013 .565 .578
waktu_simpan 4.223 5 .845 35.767 .000
suhu_simpan *
.153 10 .015 .649 .754
waktu_simpan
Error .425 18 .024
Total 8349.650 36
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Kesimpulan: faktor waktu berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman


(=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai
TPT antar perlakuan. Faktor suhu dan interaksi suhu dan waktu penyimpanan
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman (=0.05).
Post Hoc Tests
waktu_simpan
Multiple Comparisons

Dependent Variable: TPT


a
Dunnett t (2-sided)

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) waktu_simpan (J) waktu_simpan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
2 0 .1500 .08872 .340 -.0950 .3950
5 0 .2333 .08872 .065 -.0116 .4783
7 0 .2333 .08872 .065 -.0116 .4783
9 0 .2500* .08872 .045 .0050 .4950
15 0 -.7167* .08872 .000 -.9616 -.4717
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

122

Anda mungkin juga menyukai