Anda di halaman 1dari 42

EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus

polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA, ANTIOKSIDAN, DAN


ANTIMIKROBA PADA SOSIS DAGING SAPI

FITRI M MANIHURUK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Ekstrak Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan
Antimikroba pada Sosis Daging Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Fitri M Manihuruk
NIM D151140071
RINGKASAN

FITRI M MANIHURUK. Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus


polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan Antimikroba pada Sosis Daging
Sapi. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan TUTI SURYATI.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas penambahan ekstrak kulit


buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada sosis daging sapi. Ekstrak kulit buah
naga merah dihasilkan dengan maserasi menggunakan pelarut pH 5 dan diamati
karakteristik melalui uji fitokimia, total fenol, aktivitas antioksidan dan
antimikroba. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah
memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba alami karena kandungan senyawa
fitokimia dan total fenol yang tinggi dalam ekstrak. Ekstrak kulit buah naga merah
dengan persentase berbeda (0%, 20%, 30% dan 40%) ditambahkan pada pembuatan
sosis dan diamati karakteristiknya melalui analisis fisikokimia, zat gizi, aktivitas
antioksidan dan mikrobiologi. Sosis dengan karakteristik terbaik dipilih dan
dianalisis stabilitasnya pada penyimpanan dingin (4-8 C). Data diolah dengan
analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji perbandingan berganda menggunakan
uji Duncan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit buah naga
merah menurunkan nilai protein dan tesktur sosis daging sapi. Penambahan ekstrak
kulit buah naga merah mampu meningkatkan intensitas kecerahan, intensitas warna
merah, intensitas warna kuning dan aktivitas antioksidan sosis daging sapi.
Aktivitas antioksidan yang meningkat berpengaruh pada penurunan nilai
thiobarbituric reactive substance (TBARS) sosis dengan adanya penambahan
ekstrak kulit buah naga merah. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga
merah juga mempunyai angka lempeng total yang lebih rendah dibanding sosis
tanpa penambahan ekstrak kulit buah naga merah.
Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah sebesar 40%
memiliki karakteristik fisik lebih baik (nilai tekstur lebih kecil, intensitas warna
merah lebih tinggi), aktivitas antioksidan lebih tinggi (aktivitas penghambatan
terhadap radikal bebas 1,1-diphenyl, 2-picrylhydrazil (DPPH) dan kapasitas
antioksidan lebih tinggi, serta nilai TBARS lebih rendah), serta keberadaan mikroba
yang lebih rendah (angka lempeng total lebih sedikit). Penambahan ekstrak kulit
buah naga merah 40% pada sosis daging sapi merupakan taraf yang menghasilkan
sosis dengan karakteristik terbaik. Pada penyimpanan dingin, penambahan ekstrak
kulit buah naga merah pada sosis daging sapi efektif mempertahankan angka
lempeng total sampai hari ke-20, tetapi belum efektif menurunkan nilai TBARS.

Kata kunci: antimikroba, antioksidan, ekstrak kulit buah naga merah, sosis daging
sapi
SUMMARY

FITRI M MANIHURUK. Effectivitiveness of the Red Dragon Fruit (Hylocereus


polyrhizus) Peel Extract as the Colorant, Antioxidant, and Antimicrobial on Beef
Sausage. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI SURYATI.

This study aimed to evaluate the effectiveness of red dragon fruit (Hylocereus
polyrhizus) peel extract addition on beef sausages. Red dragon fruit peel extracts
were obtained by maceration using pH 5 aquadest. Phytochemical characteristics,
total phenols, antioxidant and antimicrobial activity were carried out. The analysis
indicated d dragon fruit peel extract had antioxidant and antimicrobial activities
because of the high phytochemical compounds and total phenols contained in the
extracts. Red dragon fruit peel extracts with various percentages (0%, 20%, 30%
and 40%) were added on beef sausages. Physicochemical characteristics, nutrients,
antioxidant activity and microbiology were carried out. Sausages that had the best
characteristic, were selected and analyzed the stability on cold storage (4-8 C). The
data were analyzed using analysis of variance and Duncans multiple range test.
The results showed that the addition of red dragon fruit peel extract reduced
protein contents and texture values of beef sausages. The addition of red dragon
fruit peel extract could increase intensity of luminosity, intensity of red color,
intensity of yellow color, and antioxidant activity beef sausages. The increased of
antioxidant activity could reduce the value of thiobarbituric reactive substance
(TBARS) on sausages with the addition of red dragon fruit peel extract. Sausages
with addition of red dragon fruit peel extract also had lower total plate count than
sausages without addition extract.
Sausages with addition of 40% red dragon fruit peel extract had better
physical characteristics (smaller texture value, higher red intensity), higher
antioxidant activity (higher DPPH scavenging activity and capacity antioxidant,
and lower TBARS values), and lower microbes (less total plate count). Beef
sausages with the addition of 40% red dragon fruit peel extract was selected as
sausages with the best characteristic. In cold storage, the addition of a red dragon
fruit peel extract on beef sausages could effectively maintained total plate count
until the day-20, but yet effectively reduced TBARS values.

Keywords: antimicrobial, antioxidant, beef sausage, red dragon fruit peel extract
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus
polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA, ANTIOKSIDAN, DAN
ANTIMIKROBA PADA SOSIS DAGING SAPI

FITRI M MANIHURUK

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Henny Nuraini, MSi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Agustus 2015 sampai April 2016 ini ialah
pengolahan produk peternakan, dengan judul Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan Antimikroba
pada Sosis Daging Sapi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt, MSi dan Dr
Tuti Suryati, SPt, MSi selaku dosen pembimbing, memberikan ide penelitian serta
saran untuk pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku dosen penguji luar komisi,
memberikan saran untuk melengkapi dan memperbaiki penulisan tesis ini. Terima
kasih penulis ucapkan juga kepada staf Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Fresh Graduate sebagai sponsor dana
pendidikan selama menjalani pendidikan pascasarjana. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian
Keuangan, Republik Indonesia sebagai sponsor dana penelitian yang diberikan
untuk memenuhi kebutuhan materi pada penelitian ini. Terima kasih penulis
ucapkan juga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian
ini, staf Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan; staf Pusat Penelitian dan Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi; serta
staf Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengungkapkan terimakasih kepada
teman-teman Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan 2014 dan
teman-teman Laboratorium Teknologi Hasil Ternak atas segala saran, gagasan, dan
pemikiran yang diberikan selama penelitian maupun penulisan tesis ini.
Terimakasih kepada kedua orang tua, Manindar Manihuruk dan Puriska Sihombing,
kedua saudara Wanny Setia Manihuruk dan Roberd Mulyadi Manihuruk atas doa,
semangat, dan materi yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat baik kepada masyarakat secara umum
dan industri pengolahan daging secara khusus.

Bogor, Agustus 2016

Fitri M Manihuruk
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Penelitian 4
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Karakteristik Ekstrak Kulit Buah Naga Merah 9
Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah 13
Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah
Selama Penyimpanan Dingin 19
4 SIMPULAN DAN SARAN 23
5 DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 28
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak kulit buah naga merah 10
2 Hasil uji total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas
DPPH, dan kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah 11
3 Diameter zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga
merah 12
4 Hasil analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi dengan persentase
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 13
5 Hasil analisis fisik sosis daging sapi dengan persentase penambahan
ekstrak kulit buah naga merah berbeda 15
6 Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, kapasitas
antioksidan, dan nilai TBARS sosis daging sapi dengan persentase
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 17
7 Hasil analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan persentase
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 18
8 Hasil analisis sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak
kulit buah naga merah 40% selama penyimpanan dingin 20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh hasil analisis ragam kadar air sosis daging sapi dengan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 29
2 Contoh hasil analisis ragam intensitas warna kuning sosis daging sapi
dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 29
3 Contoh hasil analisis ragam kapasitas antioksidan sosis daging sapi
dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 29
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses pengolahan daging seperti pembuatan sosis biasanya menggunakan


bahan tambahan makanan sebagai pembentuk warna merah, antioksidan dan
antimikroba. Bahan tambahan makanan yang menghasilkan fungsi tersebut adalah
bahan kimia, garam nitrit atau nitrat. Nitrit atau nitrat digunakan untuk mengontrol
bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan makanan pada suatu produk
olahan daging. Selain itu, penambahan nitrit atau nitrat pada sosis juga berfungsi
menghasilkan warna merah dan mempunyai sifat antioksidan. Hal ini menyebabkan
garam nitrit atau nitrat banyak digunakan pada industri produk olahan daging.
Menurut BPOM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Pengawet, jumlah
maksimum nitrit atau nitrat yang diizinkan terdapat pada produk olahan daging
adalah 30 mg kg-1 untuk nitrit dan 50 mg kg-1 untuk nitrat.
Nitrit atau nitrat, memiliki fungsi penting pada produk olahan daging, sosis,
tetapi penggunaan nitrit atau nitrat dapat menghasilkan senyawa nitrosamin yang
bersifat karsinogenik. Pada kondisi tertentu (misalnya suhu tinggi), nitrik oksida
(NO), yang terbentuk akibat keberadaan nitrit atau nitrat, dapat bereaksi dengan
amin sekunder daging sehingga membentuk nitrosamin (Honikel 2008). Senyawa
karsinogenik ini akan terbentuk pada lingkungan asam terutama pada saluran
pencernaan, usus manusia (Honikel 2008). Apabila nitrat atau nitrit dikonsumsi
melebihi kadar yang ditetapkan dan terus-menerus dapat menimbulkan masalah
kesehatan, seperti kanker. Masalah kesehatan yang ditimbulkan ini menyebabkan
pembatasan penggunaan nitrit pada produk pangan. Pembatasan penggunaan nitrit
dan nitrat juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 003 Tahun 2012,
yaitu jumlah maksimum nitrit 0.06 mg kg-1 BB atau nitrat 3.7 mg kg-1 BB yang
dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan efek merugikan pada kesehatan.
Penggunaan nitrit atau nitrat sebagai bahan tambahan makanan yang
multifungsi diharapkan dapat diganti dengan bahan alami berasal dari buah atau
tumbuhan yang banyak diteliti fungsi dan komposisinya. Salah satunya adalah kulit
buah naga merah yang masih sangat sedikit pemanfaatannya. Buah naga telah
dikembangkan di Indonesia. Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu sentra
produksi buah naga di Indonesia. Produksi buah naga Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan data statistik Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Banyuwangi tahun 2016 mencapai 16 631 ton tahun 2013 dan meningkat menjadi
28 819 ton pada tahun 2014. Pemanfaatan buah naga ini hanya terbatas pada
buahnya saja, sedangkan kulit buah naga yang mencapai 20-30% dari bobot buah
masih belum dimanfaatkan dan dibuang menjadi limbah. Hal ini menunjukkan
bahwa kulit buah naga potensial untuk dimanfaatkan dalam pengolahan pangan.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan potensi dan manfaat
kulit buah naga merah karena kandungan senyawa bioaktif dan nilai gizinya.
Harivaindaran et al. (2008) telah melakukan analisis potensi zat warna alami pada
kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang mengandung senyawa
penghasil warna merah alami pada suhu dan temperatur optimal. Selain itu, fungsi
kulit buah naga merah juga diteliti oleh Nurmahani et al. (2012) sebagai antibakteri
pada sembilan bakteri patogen makanan akibat senyawa antibakteri pada kulit buah
2

naga merah tersebut. Aktivitas antioksidan kulit buah naga merah juga telah diteliti
oleh Luo et al. (2014) mempunyai beberapa senyawa antioksidan yang berfungsi
sebagai antioksidan alami.
Selain penambahan bahan tambahan makanan, produk hasil olahan daging
seperti sosis, memerlukan penyimpanan suhu dingin untuk mempertahankan
kualitasnya, khususnya meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme. Sun et al.
(2004) menyatakan bahwa keuntungan penyimpanan dingin produk olahan daging
adalah menghambat penyebab pembusukan produk, seperti reaksi enzimatik lebih
lambat dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sosis dengan penambahan
ekstrak kulit buah naga merah diharapkan memiliki karakteristik yang lebih baik
dari aspek warna, antioksidan dan antibakteri. Selain itu dapat memperpanjang
umur simpan sosis selama penyimpanan dingin.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat dirumuskan


permasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)
dilihat dari fungsi sebagai pewarna, antioksidan dan antimikroba alami.
2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) pada sosis daging sapi yang disimpan pada suhu dingin, apakah
dapat menggantikan fungsi bahan kimia nitrat atau nitrit yang umumnya
digunakan pada industri produk olahan daging.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai pewarna, antioksidan dan antimikroba
alami. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengevaluasi pengaruh penambahan
ekstrak tersebut pada sosis daging sapi selama penyimpanan dingin.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat


secara umum dan industri pengolahan daging secara khusus mengenai pemanfaatan
limbah buah naga merah Hylocereus polyrhizus, yaitu kulitnya, sebagai pengganti
penggunaan bahan kimia, garam nitrat atau nitrit.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis efektivitas ekstrak kulit buah naga merah


(Hylocereus polyrhizus) dengan menguji komponen fitokimia, aktivitas antioksidan,
dan antimikrobanya. Ekstrak kulit buah naga merah ini ditambahkan pada
pembuatan sosis daging sapi dan mengevaluasi pengaruhnya dengan menganalisis
komposisi nutrisi, sifat fisikokimia, dan mikrobiologi sosis tersebut. Efektivitas
ekstrak kulit buah naga merah pada sosis dievaluasi melalui sifat fisikokimia dan
mikrobiologi selama penyimpanan suhu dingin.
3

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 hingga April 2016.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan dan Pusat Penelitian dan Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, serta Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan ekstrak kulit buah naga
adalah kulit buah naga merah, akuades, dan asam sitrat. Bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga
adalah daging sapi dan ekstrak kulit buah naga merah. Bahan lainnya sebagai bahan
penunjang antara lain lemak, sodium tripolifospat (STTP), es batu, tepung tapioka,
susu skim, bawang putih bubuk, lada putih bubuk, jahe bubuk, ketumbar bubuk,
pala bubuk, dan garam.
Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan dan total fenol adalah
metanol, pereaksi Folin Ciocalteu, pereaksi natrium karbonat, pereaksi asam galat,
dan 1,1-diphenyl, 2-picrylhydrazil (DPPH). Bahan yang digunakan untuk uji
aktivitas antimikroba adalah kultur bakteri patogen, media NaCl 0.85%, larutan
standar Mc.Farland, dan media mueller-hinton agar (MHA). Bahan untuk analisis
fisikokimia adalah propylgallate (PG), ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA),
asam klorida (HCl), antibusa, 2-thiobarbituric acid (TBA), dan 1,1,3,3-
tetraethoxypropane (TEP). Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi
adalah buffer pepton water (BPW), plate count agar (PCA), eosin methylen blue
agar (EMBA), xylose lysine deoxycholate agar (XLDA) (Oxoid LTD, Inggris),
baird parker agar (BPA) (DifcoTM, USA), kuning telur, kalium tellurit dan akuades.

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan untuk pembuatan sosis antara
lain food processor, stuffer, casing, tali kasur, kompor, panci, termometer,
timbangan digital, pisau, spatula, sendok, dan refrigerator. Peralatan lain yang
digunakan untuk pembuatan ekstrak kulit buah naga merah adalah pisau, blender,
kertas saring, dan vacuum evaporator. Selain itu dibutuhkan peralatan kimia untuk
analisis ekstrak kulit buah naga merah dan analisis sosis yang dihasilkan, seperti
spektrofotometer (GeneQuant 1300, Swedan), pH meter (Hanna HI 99163,
HANNA Instruments, USA), aw meter (Novasiana, Switzerland), Minolta Chroma
meter CR 300 (Minolta Co., Ltd.Osaka, Japan), texture analyzer (Stevens-LFRA),
dan waterbath.
4

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap seperti pada Gambar 1 Bagan tahapan
penelitian. Penelitian tahap I pembuatan ekstrak kulit buah naga merah dan
pengujian ekstrak tersebut, penelitian tahap II pengolahan sosis daging sapi yang
ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah dengan persentase berbeda, dan
penelitian tahap III penyimpanan sosis pada suhu dingin.

Penelitian Tahap I
Ekstraksi kulit buah naga merah dilakukan dengan maserasi modikasi Lourith
dan Kanlayavattanakul (2013) menggunakan pelarut aquades pH 5 yang diperoleh
dengan penambahan asam sitrat. Buah naga merah dicuci dan dikupas secara
manual sebelum kulit dipotong ukuran kecil (2 mm). Potongan kulit dikeringkan
pada suhu 50 C dengan oven dan digiling menjadi bubuk. Bubuk kulit
ditambahkan pelarut (1:50) selama 60 menit dan disaring. Larutan dievaporasi
dengan vacuum evaporator suhu 60 C. Ekstrak yang dihasilkan disimpan pada
suhu -20 C.
Uji komponen fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa aktif
yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah yang dihasilkan menurut Baxter
et al. (1998). Senyawa yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon,
steroid, triterpenoid, tannin, dan saponin.
Penentuan total kandungan fenolat dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri menurut Adnan et al. (2011). Sebanyak 100 L ekstrak kulit buah
naga merah dicampur dengan 7.9 mL akuades dan 0.5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu
(Sigma-Aldrich Co., USA). Setelah 2 menit, 1.5 mL 7.5% pereaksi natrium
karbonat ditambahkan dan dihomogenkan. Sampel diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada 765 nm setelah diinkubasi selama 2 jam. Kandungan total
fenol dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat.
Uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah diukur dengan
menggunakan uji penghambatan terhadap radikal bebas DPPH menurut Adnan et
al. (2011). Sebanyak 150 L ekstrak kulit dengan konsentrasi berbeda dicampur
dengan 0.9 mL DPPH (25 mg L-1) dalam larutan metanol. Campuran dibiarkan
selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 517 nm.
Metanol murni digunakan sebagai kontrol. Kontrol disiapkan dengan 100 L
metanol dilarutkan dengan larutan DPPH. Sampel diukur absorbansinya dengan
spektrofotemeter pada 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai persentasi
penghambatan radikal bebas, yang dihitung dengan rumus.
% penghambatan = (A kontrol A sampel) 100 / A control
Persentase penghambatan yang lebih tinggi menunjukkan aktivitas antioksidan
yang lebih baik.
Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur untuk
mengetahui pola penghambatan ekstrak kulit buah naga merah terhadap bakteri
patogen menurut Rohin et al. (2012). Kultur bakteri diinokulasi dalam media NaCl
0.85% sehingga konsentrasi bakteri menjadi 108 cfu mL-1 (dibandingkan dengan
larutan standar Mc.Farland). Pengenceran kultur bakteri dilakukan untuk
mendapatkan konsentrasi kultur 106 cfu mL-1. Kultur selanjutnya ditumbuhkan
dalam media mueller-hinton agar (DifcoTM, USA) dan diberi lubang sebagai sumur
5

dengan diameter yang telah ditentukan. Ekstrak kulit buah naga merah dimasukkan
dalam sumur dan ditutup dengan kertas saring. Cawan disimpan dalam refrigerator
selama 2-3 jam dan dilanjutkan dengan inkubasi suhu 37 C selama 24 jam dan 48
jam. Aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar
sumur dan diukur diameternya (mm).

Penelitian Tahap II
Pengolahan sosis dilakukan sesuai dengan penelitian oleh Arief et al. (2014).
Daging bagian topside ditambahkan 15% lemak, 3.9% garam, 0.8% STTP, dan 20%
es batu kemudian digiling dengan food processor selama 30 detik. Selanjutnya,
adonan ditambahkan 12% susu skim, 1% bawang putih bubuk, 0.5% lada putih
bubuk, 0.5% jahe bubuk, 0.4% ketumbar, 0.2% pala, 30% tepung tapioka, dan 40%
es batu berdasarkan 100% daging. Ekstrak kulit buah naga merah ditambahkan 0%,
20%, 30%, dan 40% dalam adonan (diikuti dengan pengurangan persentase es batu).
Tahap kedua penggilingan adonan dilakukan selama 90 detik. Adonan dimasukkan
dalam casing dengan menggunakan stuffer, kemudian direbus pada suhu 60-65 C
selama 60 menit.
Analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit
buah naga merah dilakukan dengan mengacu pada AOAC (2005). Analisis meliputi
kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar karbohidrat diketahui dengan
perhitungan by difference dari pengurangan hasil analisis proksimat lainnya, kadar
air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.
Analisis fisikokimia sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah
naga merah meliputi nilai pH, aw, warna, tekstur, stabilitas emulsi, aktivitas
antioksidan dan oksidasi lemak. Analisis aktivitas antioksidan meliputi aktivitas
penghambatan tehadap radikal DPPH dan kapasitas antioksidan. Oksidasi lemak
dianalisis berdasarkan nilai TBARS berupa data spektrofotometrik.
Nilai pH diukur dengan pH meter (Hanna HI 99163, HANNA Instruments,
USA), dikalibrasi pada larutan buffer standar pH 4 dan 7. Nilai pH diukur dengan
memasukkan probe pH meter ke dalam sosis. Nilai pH akan terbaca pada layar pH
meter. Nilai aw (water activity) diukur dengan aw meter (Novasiana, Switzerland).
Sampel dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Prosedur
pengukuran nilai aw dilakukan sesuai dengan petunjuk produsen.
Pengukuran warna sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah
dilakukan dengan menggunakan Minolta Chroma meter CR 300 (Minolta Co., Ltd.
Osaka, Japan). Pengukuran warna sosis dilakukan pada tiga permukaan sampel
yang berbeda, dengan nilai L*, a*, dan b*. Intensitas kecerahan relatif dinotasikan
dengan nilai L* (luminousity), dengan range warna dari hitam (L*= 0) sampai putih
(L*= 100), a* dengan range warna dari merah (nilai positif) sampai hijau (nilai
negatif), serta b* dengan range warna kuning (nilai positif) sampai biru (nilai
negatif).
Tekstur diukur dengan alat texture analyzer berdasarkan Baer dan Dilge
(2014). Sampel sosis diambil dengan mengukur diameter terlebih dahulu sebesar
2.54 cm sebelum dilakukan pengujian. Prosedur pengukuran tekstur dilakukan
sesuai dengan petunjuk produsen.
6

Penelitian tahap I Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah

Pengujian ekstrak kulit buah naga merah


1. Uji komponen fitokimia
2. Penentuan total kandungan fenolat
3. Uji aktivitas antioksidan
4. Uji aktivitas antimikroba

Penelitian tahap II Pengolahan sosis daging sapi

Ekstrak kulit buah naga merah


(ditambahkan 0%, 20%, 30%, dan 40%) pada sosis

Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah

Pengujian sosis daging sapi penambahan ekstrak kulit buah naga merah

Komposisi zat gizi Fisikokimia Mikrobiologi


1. Kadar air 1. Nilai pH 1. Analisis angka total
2. Kadar abu 2. Nilai aw lempeng
3. Kadar protein 3. Warna 2. Analisis Escherichia coli
4. Kadar lemak 4. Tekstur 3. Analisis Salmonella sp.
5. Kadar karbohidrat 5. Stabilitas emulsi 4. Analisis
6. Aktivitas antioksidan Staphylococcus aureus
7. Bilangan TBARS

Penelitian tahap III Penyimpanan sosis pada suhu dingin

Pengujian sosis selama penyimpanan dingin pada 0, 5, 10, 15 dan 20 hari

Fisikokimia Mikrobiologi
1. Nilai pH 1. Analisis angka total lempeng
2. Nilai aw
3. Stabilitas emulsi
4. Aktivitas antioksidan
5. Bilangan TBARS

Gambar 1 Bagan tahapan penelitian


7

Stabilitas emulsi diukur berdasarkan volume minyak dan air yang terukur
berdasarkan Zobra et al. (1993). Stabilitas emulsi juga diukur pada sosis yang
disimpan selama penyimpanan dingin. Sampel dipanaskan dalam waterbath suhu
80 C selama 30 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2 000
rpm selama 15 menit. Volume minyak dan air diukur untuk menentukan stabilitas
emulsi (ES) sampel, dengan rumus sebagai berikut.

ES1 (%) = volume air (mL) 10


ES2 (%) = volume minyak (mL) d 10
ES (%) = 100 - (ES1 + ES2)
Keterangan:
d : densitas lemak (g mL-1)
ES : stabilitas emulsi

Aktivitas antioksidan dilakukan dengan ekstraksi sampel sosis terlebih


dahulu untuk mendapatkan supernatan. Ekstraksi sampel sosis berdasarkan metode
yang dilakukan Tangkanakul et al. (2009). Sosis diekstraksi dengan 100% metanol
absolut pada suhu ruang dengan perbandingan 1:5. Kertas saring digunakan untuk
memisahkan supernatan. Supernatan disimpan dalam botol tertutup dan disimpan
pada suhu -20 C sebelum dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan. Uji aktivitas
antioksidan berdasarkan Adnan et al. (2011).
Bilangan thiobarbituric reactive substances (TBARS) dilakukan untuk
menentukan tingkat oksidasi lemak pada sosis dengan penambahan ekstrak kulit
buah naga merah diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode analisis
ekstraksi 2-thiobarbituric acid (TBA). TBARS dianalisis dengan metode destilasi
yang dimodifikasi dari Tarladgis et al. (1960). Sampel sosis sebanyak 10 g
ditambahkan dengan 50 mL akuades yang telah dicampurkan propylgallate (PG)
dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) dari Sigma (Sigma Aldrich Co., USA).
Sampel dihomogenkan dan ditambahkan 2.5 mL 4N HCl dan beberapa tetes anti
buih B (Sigma Chemical Co., St. Louis, Mo., USA). Sampel didestilasi dan 50 mL
hasil destilasi dikumpulkan. Hasil destilasi sebanyak 5 mL ditambahkan 0.02 M 2-
thiobarbituric acid (TBA) dari Merck (Merck KGaA, Germany) dan diinkubasi
100 C selama 40 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer
(GeneQuant 1300, Sweden) pada 532 nm dan 1,1,3,3-tetraethoxypropane (TEP)
digunakan sebagai standar. Nilai TBARS dinyatakan sebagai mg malonaldehid
(MDA) per sampel kg, dimana oksidasi lemak dinyatakan berdasarkan jumlah
MDA yang terbentuk.
Analisis mikrobiologis sampel dilakukan berdasarkan FDA (1998). Sosis
ditimbang sebanyak 25 g dan dimasukkan ke dalam 225 mL buffer pepton water
(BPW) dan dihomogenkan selama 1 sampai 2 menit. Larutan ini merupakan larutan
dengan pengenceran 10-1. Suspensi 1 mL dipindahkan dengan menggunakan pipet
steril ke dalam larutan 9 mL BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
Pengenceran dilanjutkan sampai pengenceran 10-4 dengan cara yang sama.
Analisis angka lempeng total dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL
dari pengenceran 10-2 sampai 10-4. Suspensi tersebut dimasukkan dalam cawan petri
secara duplo. Media plate count agar (DifcoTM, USA) dituang sebanyak 15-20 mL
ke dalam cawan dengan suhu 45 C 1 C. Cawan didiamkan sampai agar menjadi
padat dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
8

Analisis Escherichia coli dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari


pengenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri
secara duplo. Media eosin methylen blue agar (Oxoid LTD, Inggris) dituang
sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat
dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Analisis Salmonella sp. dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari
pengenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri
secara duplo. Media xylose lysine deoxycholate agar (Oxoid LTD, Inggris) yang
telah didinginkan, dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan. Cawan didiamkan
sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam dengan
posisi terbalik.
Analisis Staphylococcus aureus dianalisis dengan menggunakan suspensi 1
mL dari penenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam
cawan petri secara duplo. Media braid parker agar (DifcoTM, USA) yang dicampur
dengan 1% kalium tellurit, 2% kuning telur dan 2% larutan NaCl dituang sebanyak
15-20 mL ke dalam cawan dengan metode pour plate. Cawan didiamkan sampai
agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam dengan posisi
terbalik.
Koloni mikroba dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) yang
mengacu pada BAM (2001) dengan rumus sebagai berikut.

N cawan
cfu mL1 =
(n1 + (0.1 n2 )) d

Keterangan:
N : Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (25-250 koloni)
n1 : Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung
n2 : Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung
d : Pengenceran pertama yang dihitung

Penelitian Tahap III


Hasil analisis karakteristik sosis, baik komposisi gizi, fisikokimia, aktivitas
antioksidan dan mikrobiologi, yang terbaik dipilih untuk disimpan pada suhu dingin
( 4 C) selama 20 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 5, 10, 15 dan 20
pada karateristik fisikokimia (pH, aw, dan stabilitas emulsi), aktivitas antioksidan
(aktivitas penghambatan terhadap DPPH dan kapasitas antioksidan), nilai TBARS,
serta mikrobiologi (angka lempeng total).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap II (pembuatan sosis daging


sapi) adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian tahap II
adalah penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda (0%, 20%, 30%, 40%)
dengan tiga kelompok. Model rancangan adalah sebagai berikut:

Yijk = + i + j + ij
9

Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%,
20%, 30%, 40%) pada kelompok ke-j (1, 2, 3)
= Nilai rata-rata kualitas sosis daging sapi
i = Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%, 20%, 30%, 40%) terhadap
kualitas sosis daging sapi
j = Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3) terhadap kualitas sosis daging sapi
ij = Pengaruh galat penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%, 20%, 30%, 40%)
pada kelompok ke-j (1, 2, 3)

Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap III (penyimpanan sosis


daging sapi) adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian
tahap III adalah lama penyimpanan (0, 5, 10, 15, 20 hari) dengan tiga ulangan.
Model rancangan adalah sebagai berikut:

Yij = + i + ij

Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat perlakuan lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) pada
ulangan ke-j (1, 2, 3)
= Nilai rata-rata kualitas sosis daging sapi
i = Pengaruh lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) terhadap kualitas sosis daging sapi
ij = Pengaruh galat lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) pada ulangan ke-j (1, 2, 3)

Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan software


Statistical Analysis System's Procedures (SAS Institute Inc., Cary, NC, USA,
2002). Jika analisis menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah
yang diamati, maka dilanjutkan uji perbandingan berganda menggunakan uji
Duncan (Matjjik dan Sumertajaya 2013).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang dihasilkan diuji
komponen fitokimianya secara kualitatif untuk mengetahui keberadaan kandungan
senyawa organik yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Hasil uji menunjukkan
bahwa senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah tersebut
antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, saponin dan tanin,
sedangkan alkaloid tidak terdeteksi pada ekstrak tersebut (Tabel 1).
Senyawa organik fenol dan flavonoid terdapat pada hasil uji fitokimia ekstrak
kulit buah naga merah. Hasil penelitian Wu et al. (2006) menunjukkan bahwa
ekstrak dari kulit buah naga merah memiliki kandungan flavonoid lebih tinggi
dibanding ekstrak dari buahnya, sedangkan kandungan fenolnya lebih rendah.
Menurut Nurliyana et al. (2010), senyawa polifenol, seperti flavonoid berkorelasi
dengan aktivitas antioksidan suatu sampel. Kandungan flavonoid pada ekstrak kulit
buah naga merah ini mengindikasikan bahwa ekstrak tersebut dapat berfungsi
sebagai antioksidan alami. Ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Wu et
10

al. (2006) memiliki antioksidan lebih baik dibanding ekstrak buahnya karena
kandungan fenoliknya lebih tinggi.

Tabel 1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak kulit buah naga merah
Senyawa fitokimia Hasil
Fenol hidrokuinon ++
Flavonoid ++
Triterpenoid ++
Steroid ++
Saponin ++
Tanin +
Alkaloid -
Tanda +/- menyatakan keberadaan kandungan senyawa dalam ekstrak

Selain kedua senyawa tersebut, senyawa organik triterpenoid dan steroid juga
menunjukkan keberadaan kandungan zat yang tinggi pada pada ekstrak kulit buah
naga merah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amalia et al. (2015)
yang menyatakan bahwa hasil uji kualitatif fitokimia kulit buah naga merah
menunjukkan hasil positif terhadap pemeriksaan senyawa terpenoid. Luo et al.
(2014) menambahkan sebagian besar kandungan ekstrak kulit buah naga merah
terdiri atas 29.77% triterpenoid dan 16.46% steroid. Senyawa terpenoid ini diduga
memiliki aktivitas antibakteri yang bereaksi dengan protein dinding sel bakteri.
Uji kualitatif fitokimia pada ekstrak kulit buah naga merah ini menunjukkan
hasil positif pada senyawa saponin. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Amalia et al. (2015), menunjukkan hasil negatif pada uji kualitatif
fitokimia senyawa saponin pada ekstrak kulit buah naga merah dengan pelarut n-
heksana. Hal ini disebabkan karena ekstrak diperoleh dengan maserasi
menggunakan pelarut yang berbeda. Menurut Baxter et al. (1998), saponin lebih
mudah larut dalam pelarut polar seperti, air dan etanol dibanding pelarut non-polar
seperti, n-heksana.
Ekstrak kulit buah naga merah pada penelitian ini juga mengandung zat
fitokimia yaitu tanin. Senyawa alkaloid tidak terdapat pada ekstrak kulit buah naga
merah hasil uji kualitatif fitokimia. Berbeda dengan penelitian Rohin et al. (2012)
menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan aktivitas
antimikroba yang lebih tinggi dibanding ekstrak kulit buah naga putih karena
keberadaan tanin lebih banyak pada kulit buah naga merah. Selain senyawa tanin,
senyawa organik alkaloid juga ditemukan melimpah pada ekstrak kulit buah naga
merah tersebut yang mempengaruhi aktivitas antimikroba kulit buah naga merah
(Rohin et al. 2012). Perbedaan keberadaan alkaloid pada kedua ekstrak kulit buah
naga merah ini disebabkan adanya perbedaan penggunaan pelarut pada proses
maserasi kulit. Pelarut yang digunakan pada maserasi kulit buah naga merah pada
penelitian ini adalah akuades sedangkan metanol digunakan pada penelitian Rohin
et al. (2012).
Selain uji kualitatif fitokimia, penentuan total kandungan fenolik dan uji
aktivitas antioksidan juga dilakukan pada ekstrak kulit buah naga merah. Hasil
pengujian tersebut disajikan pada Tabel 2. Kandungan fenolik dan kapasitas
11

antioksidan ekstrak kulit buah naga merah berupa data spektrofotometrik


dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat untuk kandungan fenolik dan ekuivalen
vitamin C untuk kapasitas antioksidan.

Tabel 2 Hasil uji total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas
DPPH, dan kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah
Peubah Nilai
Total fenolik (mg EAG 100 g-1) 31.12 1.56
Aktivitas penghambatan terhadap DPPH (%) 51.35 0.87
Kapasitas antioksidan (mg EVC 100 g-1) 321.78 6.29

Total fenolik ekstrak kulit buah naga merah yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2006) yaitu 39.7
5.39 mg EAG 100 g-1. Namun, kandungan fenolik kulit buah naga merah pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Nurliyana et al. (2010)
yaitu 28.16 mg EAG 100 g-1. Hal ini disebabkan penggunaan pelarut yang berbeda
pada saat maserasi kulit buah naga. Penelitian ini menggunakan akuades sebagai
pelarut senyawa bioaktif dalam kulit buah naga merah sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Harivaindaran et al. (2008). Pelarut akuades merupakan
pelarut yang disarankan untuk industri pangan karena tidak meninggalkan residu
pada hasil ekstraksi sehingga produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi
(Kumar et al. 2015). Namun, Wu et al. (2006) menggunakan pelarut aseton 80%
dan etanol 70% digunakan sebagai pelarut pada penelitian Nurliyana et al. (2010)
untuk menentukan kandungan fenolik kulit buah naga. Total fenol kulit buah naga
merah tinggi disebabkan adanya kandungan flavonoid yang cenderung larut di
dalam air.
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah diidentifikasi
berdasarkan aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas
antioksidan. Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH ekstrak kulit
buah naga merah pada penelitan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fidrianny et al. (2014), baik ekstrak dengan pelarut n-heksana,
pelarut etil asetat, dan pelarut etanol, masing-masing 50.14%, 51.34%, dan 52.15%.
Kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah pada penelitian ini sebesar
321.78 6.29 mg EVC 100 g-1. Lourith dan Kanlayavattanakul (2013) menyatakan
bahwa ekstrak kulit buah naga merah dengan pelarut air memiliki aktivitas
antioksidan lebih baik dibandingkan ekstrak dengan pelarut etanol maupun pelarut
lainnya. Harivaindaran et al. (2008) dan Shofiati et al. (2014) menyatakan bahwa
besarnya aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan
berbanding lurus dengan total fenol, salah satu senyawa polifenol yang bersifat
antioksidan, dalam kulit buah naga merah.
Kandungan fitokimia pada ekstrak kulit buah naga merah (Tabel 1)
menunjukkan adanya senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antibakteri
sehingga dilakukan pengujian aktivitas antibakteri pada ekstrak kulit buah naga
merah penelitian ini. Pengujian aktivitas antibakteri pada ekstrak kulit buah naga
merah dilakukan pada lima bakteri patogen, baik bakteri Gram positif
(Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus cereus) maupun bakteri Gram
negatif (Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Salmonella enterica ser.
12

Typhimurium ATCC 14028, dan Escherichia coli ATCC 25922). Hasil analisis
aktivitas antibakteri dilihat berdasarkan diameter zona hambat ekstrak terhadap
pertumbuhan bakteri patogen yang digunakan dalam pengujian ini. Diameter zona
hambat yang dihasilkan ekstrak kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Diameter zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah
Bakteri uji Diameter zona hambat (mm)
Staphylococcus aureus ATCC 25923 12.38 2.36 a
Bacillus cereus 8.11 2.85 b
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 10.09 0.96 ab
Salmonella enterica ser. Typhimurium ATCC 14028 8.25 1.37 b
Escherichia coli ATCC 25922 7.70 2.39 b
Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan adanya penghambatan terhadap


aktivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan perlakuan bakteri
patogen yang diberikan berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat aktivitas
antibakteri ekstrak kulit buah naga merah (p<0.05). Ekstrak kulit buah naga merah
memiliki aktivitas penghambatan terbesar pada bakteri patogen S. aureus ATCC
25923 dengan diameter zona hambatnya memberikan pengaruh yang sama dengan
bakteri P. aeroginosa ATCC 27853, tetapi berbeda dengan bakteri patogen lainnya.
Diameter zona hambat yang menyatakan aktivitas antibakteri pada bakteri P.
aeruginosa ATCC 27853 juga tidak berbeda dengan bakteri E. coli, B. cereus, dan
S. enterica ser. Typhimurium ATCC 14028.
Bakteri patogen Gram positif, S. aureus ATCC 25923, lebih sensitif terhadap
aktivitas antibakteri dari ekstrak kulit buah naga merah. Hal ini didukung oleh Arief
et al. (2015) yang menyatakan bahwa bakteri Gram positif lebih rentan
dibandingkan bakteri Gram negatif terhadap aktivitas antibakteri. Bakteri Gram
positif tidak memiliki dinding lipoprotein seperti bakteri Gram negatif yang mampu
membatasi zat antimikroba masuk ke dalam sel bakteri (Tenore et al. 2012).
Penelitian Faridah et al. (2015) menunjukkan bahwa kandungan betalians pada
ekstrak kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik pada
bakteri S. aureus dibanding E. coli. Selain itu, Amalia et al. (2015) juga melakukan
uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah pada S. aureus, menyatakan
bahwa senyawa antibakteri terpenoid pada ekstrak kulit buah naga merah mampu
menghambat pertumbuhan bakteri ini. Luo et al. (2014) menambahkan bahwa
kandungan terpenoid terdiri atas -amirin dan -amirin, yang menurut hasil isolasi
Tahany et al. (2010) terbukti menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus.
Diameter zona hambat ekstrak kulit buah naga merah terhadap bakteri
patogen P. aeruginosa ATCC 27853 berdasarkan hasil statistik menunjukkan hasil
yang tidak berbeda dengan bakteri S. aureus ATCC 25923. Penghambatan terhadap
bakteri Gram negatif yang tinggi oleh ekstrak kulit buah naga merah disebabkan
oleh senyawa antibakteri pada ekstrak tersebut seperti senyawa fenolik sehingga
mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini didukung oleh
pernyataan Tenore et al. (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga
merah dengan kandungan asam fenolik yang terurai bersifat polar mampu
13

menembus lapisan lipopolisakarida bakteri Gram negatif, membran semipermeabel


bakteri dan bereaksi dengan sitoplasma bakteri. Selain itu, penghambatan terhadap
bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 tinggi disebabkan penurunan pertumbuhan
bakteri ini akibat pH ekstrak kulit buah naga merah yang rendah (pH 5). Bakteri ini
dapat tumbuh maksimal pada pH 7.5 8.0 dan akan mengalami penurunan
pertumbuhan apabila pH kurang dari 7.5 (Charyulu dan Gnanamani 2010).
Aktivitas antibakteri kulit buah naga merah juga ditunjukkan pada bakteri
patogen S. enterica ser. Typhimurium ATCC 14028 dilihat dari diameter zona
hambat yang terbentuk pada media agar yang ditumbuhi bakteri patogen. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmahani et al. (2012) yang
menunjukkan penghambatan bakteri patogen S. thypii oleh ekstrak kulit buah naga
merah. Kandungan senyawa organik fenolik pada ekstrak kulit buah delima yang
diteliti oleh Choi et al. (2011) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella. Sifat bakteri Salmonella yang sensitif teradap perubahan pH
menyebabkan ekstrak kulit buah naga merah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri ini. Bakteri Salmonella dapat tumbuh ideal pada pH 6.5 sampai 7.5 (Jay
2012). Bakteri B. cereus dan E. coli ATCC 25922 juga mampu dihambat oleh
ekstrak kulit buah naga merah. Aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri ini juga
diuji oleh Tahera et al. (2014) menggunakan ekstrak dengan pelarut air, etanol dan
methanol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pertumbuahan bakteri B. cereus
dan E. coli lebih tinggi dihambat oleh ekstrak dengan pelarut air. Nurmahani et al.
(2012) menambahkan kemampuan ekstrak kulit buah naga merah menghambat
pertumbuhan bakteri patogen E.coli disebabkan kandungan senyawa organik
terpenoid, flavonoid dan tanin yang terdapat pada ekstrak tersebut.

Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

Karakteristik sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga
merah dengan persentase berbeda dianalisis berdasarkan komposisi gizinya.
Analisis komposisi gizi sosis ini meliputi meliputi kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat diketahui dengan
perhitungan by difference. Hasil analisis komposisi gizi sosis ini mengacu pada
standar Sosis Daging yang ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995 (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi dengan persentase
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Perlakuan Standar
Peubah
0% ekstrak 20% ekstrak 30% ekstrak 40% ekstrak (BSN 1995)
-----------------------------------------%bb-------------------------------------------
Kadar air 61.67 1.66 61.05 2.31 61.64 0.80 62.29 0.60 Maks. 67
Kadar abu 3.49 0.09 3.46 0.45 3.38 0.15 3.72 0.47 Maks. 3
Kadar protein 11.32 0.57a 11.29 0.79a 10.93 0.62ab 10.46 0.81b Min. 13
Kadar lemak 2.77 1.11 2.14 0.11 3.18 0.62 2.51 0.61 Maks. 25
Karbohidrat 20.51 0.19 21.47 1.44 19.82 1.77 20.51 0.19 Maks. 8
Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).
14

Kadar air setiap sosis daging sapi yang dihasilkan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995 (maksimal 67%). Kadar air sosis daging sapi
tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Hal
ini disebabkan setiap sosis mendapatkan perlakuan yang sama, baik pada bahan
yang digunakan (khususnya es batu) maupun proses pematangan (perebusan sosis).
Perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda diikuti juga
dengan pengurangan persentasi es batu yang ditambahkan pada adonan sosis. Kadar
abu sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit
buah naga merah. Kadar abu yang dihasilkan melebihi standar yang ditetapkan oleh
BSN (1995) mengenai Sosis Daging. Kadar abu sosis yang tinggi dipengaruhi oleh
bahan organik yang digunakan pada pembuatan sosis, seperti tepung tapioka, garam,
dan bumbu lainnya yang sebagian besar mengandung mineral.
Kadar protein sosis daging sapi nyata dipengaruhi oleh perlakuan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah (p<0.05). Pengaruh penambahan
ekstrak kulit buah naga merah menurunkan kadar protein sosis daging sapi yang
dihasilkan. Kadar protein sosis daging sapi yang dihasilkan juga belum memenuhi
standar minimum sosis yang telah ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995. Kadar
protein sosis yang rendah ini dipengaruhi oleh rendahnya kadar protein bahan baku
selain daging yang digunakan pada adonan (Nurul et al. 2010). Persentase
penambahan bakan baku lemak dan tepung tapioka yang lebih tinggi dibanding
penambahan susu skim, sebagai sumber protein, pada adonan juga mempengaruhi
kadar protein sosis penelitian ini.
Kadar lemak sosis daging sapi penelitian ini memenuhi standar Sosis Daging
(BSN 1995), sedangkan kadar karbohidrat tidak memenuhi standar tersebut. Kadar
lemak dan karbohidrat tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit
buah naga merah. Hal ini disebabkan setiap adonan sosis mendapatkan perlakuan
penambahan bahan baku lemak yang sama, baik tanpa penambahan ekstrak maupun
dengan penambahan ekstrak. Kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar air, abu,
protein, dan lemak sosis yang diketahui dengan perhitungan by difference. Kadar
karbohidrat melebihi standar juga disebabkan penambahan tepung tapioka (sumber
karbohidrat) yang tinggi pada setiap adonan.
Karakeristik sosis daging sapi pada penelitian ini juga diuji berdasarkan
karakteristik fisik sosis pada umumnya. Analisis fisik sosis daging sapi dengan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah meliputi nilai potensial hidrogen (pH),
aktivitas air (aw), tektur, stabilitas emulsi, dan warna sosis daging sapi. Hasil
analisis fisik sosis daging sapi dengan perbedaan penambahan ekstrak kulit buah
naga merah terdapat pada Tabel 5.
Nilai pH sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan
ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda. Pengaruh perlakuan penambahan
ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai pH sosis daging sapi. Hal ini
disebabkan oleh ekstrak kulit buah naga merah yang digunakan pada pembuatan
sosis dilarutkan dalam akuadess dengan nilai pH 5. Bahan pelarut dengan pH 5
diperoleh dengan penambahan asam sitrat dalam akuades sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Harivaindaran et al. (2008). Nilai aw sosis daging sapi yang
dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga
merah yang berbeda. Pengaruh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga
merah menurunkan nilai aw sosis daging sapi. Hal ini disebabkan persentase
15

penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada adonan sosis diikuti dengan
persentase pengurangan es batu pada adonan tersebut.

Tabel 5 Hasil analisis fisik sosis daging sapi dengan persentase penambahan
ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Perlakuan
Peubah
0% ekstrak 20% ekstrak 30% ekstrak 40% ekstrak
pH 5.80 0.14 5.79 0.12 5.74 0.27 5.72 0.24
aw 0.90 0.01 0.90 0.00 0.90 0.01 0.89 0.01
Stabilitas emulsi (%) 100.00 0.00 100.00 0.00 100.00 0.00 100.00 0.00
Tekstur (kg cm-2) 3.45 0.47a 3.23 0.79ab 2.95 0.68b 2.89 0.49b
Warna
Intensitas kecerahan (L*) 40.69 1.79ab 39.49 3.63b 41.62 3.05a 42.60 3.90a
Intesitas warna merah (a*) 4.46 0.44 4.78 0.35 6.79 3.46 6.82 3.73
Intensitas warna kuning (b*) 8.77 1.09c 9.39 1.60bc 10.50 2.07ab 11.16 2.65a
HUE 62.85 5.02 62.54 5.17 58.83 7.40 59.99 7.59
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).
L* nilai (+) cerah, nilai (-) gelap; a* nilai (+) merah, nilai (-) hijau; b* nilai (+) kuning, nilai (-) biru

Karakteristik fisik sosis juga diukur dengan parameter stabilitas emulsi. Hasil
pengukuran stabilitas emulsi pada sosis kontrol tidak berbeda dengan sosis yang
ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah, baik persentase penambahan 20%,
30%, atau 40%. Stabilitas emulsi suatu produk sangat dipengaruhi oleh tingkat
keempukan daging yang digunakan (Aminlari et al. 2009). Menurut Ayadi et al.
(2009), keempukan daging yang semakin baik akan meningkatkan stabilitas emulsi
produk. Daging yang digunakan pada penelitian ini berasal dari satu potongan
komersial yang sama yaitu topside. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian
Aminlari et al. (2009) menggunakan protease aktinidin untuk meningkatkan
keempukan daging yang signifikan meningkatkan stabilitas emulsi sosis akibat
meningkatnya kemampuan mengikat air oleh protein.
Tekstur sosis daging sapi nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan
ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda (p<0.05). Pengaruh penambahan
ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai tekstur sosis daging sapi. Nilai
tekstur yang semakin kecil menunjukkan nilai kekerasan sosis semakin berkurang.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh kadar air dan kadar protein sosis yang dihasilkan
(Tabel 4). Semakin tinggi persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah,
kadar air sosis semakin tinggi tetapi kadar protein sosis semakin rendah (Tabel 4),
menyebabkan nilai kekerasan sosis semakin rendah (Tabel 5). Kandungan protein
yang semakin tinggi menghasilkan nilai tekstur yang semakin keras (Youssef dan
Barbut 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Barbut (2010)
menunjukkan bahwa penambahan protein yang semakin tinggi (8% sampai 14%)
akan meningkatkan nilai kekerasan disebabkan kandungan protein akan
membentuk jaringan yang lebih padat. Savadkoohi et al. (2014) menambahkan
penurunan kadar air dan peningkatan kadar protein akan mempengaruhi
pembentukan gel yang mengakibatkan peningkatan sifat tekstur yang semakin keras.
Kulit buah naga merah yang telah diteliti oleh Harivaindaran et al. (2008) dan
Lourith dan Kanlayavattanakul (2013) dinyatakan mempunyai kemampuan sebagai
16

pewarna alami yang dihasilkan oleh pigmen warna merah pada kulit buah (Paull
dan Duarte 2012). Hal ini yang menjadi dasar untuk mengetahui pengaruh
penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada warna sosis. Hasil fisikokimia
dilakukan pada warna sosis yang meliputi intensitas kecerahan (nilai L*), intensitas
warna merah (nilai a*), intensitas warna kuning (nilai b*), dan nilai HUE yang
menyatakan warna produk yang dihasilkan, terdapat pada Tabel 5. Intensitas
kecerahan dan warna kuning nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak
kulit buah naga merah (p<0.05), tetapi intensitas warna merah dan warna produk
tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Nilai
derajat HUE sosis hasil penelitian ini berada pada rentang 58.83-62.85 yang
menghasilkan warna produk merah kekuningan (HUE = 54-90). Totosaus (2009)
menyatakan bahwa sosis yang ditambahkan pigmen alami betalain sebagai pewarna
menghasilkan nilai HUE hampir sama dengan sosis dengan penambahan nitrat atau
nitrit.
Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah
memiliki nilai intensitas warna merah berkisar 4.78-6.82, dengan nilai intensitas
warna merah sosis kontrol 4.46. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan intensitas warna merah
sosis daging sapi yang dihasilkan. Peningkatan intensitas warna merah ini
disebabkan kulit buah naga merah mengandung zat warna alami penghasil warna
merah. Menurut Jamilah et al. (2011) kulit buah naga merah mengandung pigmen
betasianin yang menghasilkan zat warna merah alami. Pigmen betasianin ini
merupakan hasil ekstraksi dari senyawa betalain (Harivaindaran et al. 2008) dan
turunan dari asam betalamat (Daniel 2006). Pigmen ini mampu mempertahankan
warna merah pada kondisi asam dengan rentang pH 4-7 (Jamilah et al. (2011),
sehingga aplikasi yang dilakukan pada sosis pada penelitian dengan pH 5.72-5.80
tidak mempengaruhi nilai warna merah.
Namun, intensitas warna merah sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah
naga merah ini cukup rendah disebabkan pigmen betasianin mempunyai stabilitas
yang rendah yang mempengaruhi warna merah yang dihasilkan. Faridah et al.
(2015) menyatakan stabilitas pigmen betasianin menurun seiring dengan
meningkatnya suhu pemanasan yang diberikan pada kulit buah naga merah, 70 C
dan 100 C. Penelitian lain yang berbeda menyatakan bahwa kulit buah naga merah
menghasilkan stabilitas warna dari pigmen betasianin yang paling tinggi dengan
pemanasan pada suhu 100 C selama 5 menit (Harivaindaran et al. 2008). Sosis
pada penelitian ini direbus pada suhu 60-65 C selama 60 menit (Arief et al. 2014).
Pengaruh pemanasan yang cukup lama akan mempengaruhi warna merah yang
dihasilkan akibat terganggunya stabilitas betasianin (Harivaindaran et al. 2008).
Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan
intensitas warna kuning sosis daging sapi yang dihasilkan. Sosis daging sapi dengan
penambahan ekstrak kulit buah naga sebanyak 40% memiliki nilai warna kuning
paling tinggi, sedangkan nilai paling rendah pada sosis kontrol (tanpa penambahan
ekstrak). Menurut Woo et al. (2011), selain betasianin yang menghasilkan warna
merah alami, pigmen betalain mengandung betaxantin yang mampu menghasilkan
warna kuning alami. Selain itu, intensitas warna kuning pada sosis lebih tinggi
dibanding warna merah disebabkan karena waktu pemanasan cukup lama yang
dilakukan pada sosis mempengaruhi pigmen betasianin. Hal ini didukung oleh
Herbach et al. (2004) yang menyatakan bahwa pengaruh waktu pemanasan dengan
17

suhu tinggi akan mendegradasi betasianin menjadi pigmen penghasil warna kuning.
Ekstrak kulit buah naga merah yang ditambahkan pada sosis berbanding lurus
dengan pigmen betasianin dan pemanasan yang dilakukan akan mengubah
komposisi betasianin yang tinggi menjadi pigmen penghasil warna kuning yang
tinggi.
Ekstrak kulit buah naga merah menghasilkan kapasitas antioksidan dengan
kandungan beberapa senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Hal ini
menjadi dasar untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga
merah terhadap aktivitas antioksidan sosis daging sapi yang dihasilkan. Aktivitas
antioksidan diidentifikasi melalui aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas
DPPH dan kapasitas anitoksidan, serta pengaruhnya terhadap kadar malonaldehida
(MDA) yang dianalisis berdasarkan nilai TBARS. Hasil analisis tersebut terdapat
pada Tabel 6. Aktivitas penghambatan sosis terhadap DPPH dinyatakan sebagai
persentasi dan kapasitas antioksidan berupa data spektrofotometrik dinyatakan
dengan mg ekuivalen vitamin C dalam 100 g berat kering sosis, serta nilai TBARS
berupa data spektrofotometrik dinyatakan dengan mg dalam kg berat kering sosis.

Tabel 6 Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, kapasitas


antioksidan, dan nilai TBARS sosis daging sapi dengan persentase
penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Aktivitas penghambatan Kapasitas antioksidan Nilai TBARS
Perlakuan
terhadap DPPH (%) (EVC mg 100 g-1 BK sosis) (mg kg-1 BK sosis)
0% ekstrak 49.71 0.61 D 108.77 1.57 D 1.28 0.04 a
20% ekstrak 54.76 1.27 C 123.67 3.31 C 1.23 0.53 a
30% ekstrak 60.89 1.08 B 137.49 2.77 B 0.82 0.10 a
40% ekstrak 72.94 0.77 A 165.50 1.93 A 0.77 0.05 a
Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01).
Huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p<0.05).

Aktivitas antioksidan sosis daging sapi, baik aktivitas penghambatan terhadap


DPPH maupun kapasitas antioksidan, sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah (p<0.01). Perlakuan penambahan
ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan aktivitas antioksidan sosis daging sapi.
Nurliyana et al. (2010) menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah dengan
konsentrasi lebih tinggi menghasilkan aktivitas penghambatan terhadap radikal
bebas DPPH lebih tinggi. Aktivitas antioksidan paling tinggi terdapat pada sosis
dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40%, dengan kapasitas
antioksidannya sebesar 165.50 1.93 mg 100 g-1 BK sosis dengan 72.94 % mampu
menetralkan radikal bebas DPPH. Hal ini disebabkan keberadaan senyawa
antioksidan dalam sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40%
lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Beberapa senyawa organik pada ekstrak
kulit buah naga merah yang berfungsi sebagai antioksidan, seperti polifenol,
mempengaruhi aktivitas antioksidan sosis. Senyawa polifenol, seperti flavonoid
sangat berkorelasi dengan aktivitas antioksidan suatu sampel (Nurliyana et al.
2010). Ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Wu et al. (2006) memiliki
antioksidan yang tinggi karena kandungan fenoliknya lebih tinggi. Harivaindaran
et al. (2008) dan Shofiati et al. (2014) menyatakan senyawa polifenol yang terdapat
18

pada kulit buah naga merah berbanding lurus dengan aktivitas penghambatan
radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan yang dihasilkan.
Persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar MDA sosis daging sapi yang dianalisis
berdasarkan nilai TBARS. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah
menghasilkan nilai TBARS lebih kecil dibandingkan sosis tanpa penambahan
ekstrak kulit buah naga merah. Nilai ini berkorelasi dengan tingginya aktivitas
antioksidan pada sosis tersebut sehingga mampu menghambat reaksi oksidasi pada
sosis. Aktivitas antioksidan mempunyai korelasi dengan kandungan fenolik dalam
kulit buah naga merah (Wu et al. 2006). Tingginya total senyawa fenolik pada
ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Nurliaya et al. (2010) disebabkan
adanya kandungan flavonoid sehingga ekstrak dapat berfungsi sebagai antioksidan
alami. Ganho et al. (2011) menambahkan ekstrak buah yang kaya akan senyawa
fenolik dan kandungan pigmen tinggi yang ditambahkan pada suatu produk mampu
mempengaruhi nilai TBARS produk tersebut. Selain ekstrak kulit buah naga merah,
bumbu-bumbu yang digunakan pada pengolahan sosis juga mengandung senyawa
fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan. Suryati et al. (2014) menyatakan bahwa
bumbu-bumbu yang digunakan pada produk olahan daging, dendeng, seperti
ketumbar dan bawang putih mempunyai kandungan senyawa fenolik tinggi
sehingga dapat menurunkan kadar MDA pada dendeng tersebut. Senyawa fenolik
berfungsi sebagai antioksidan dengan menyumbang atom hidrogen kepada radikal
bebas sehingga membentuk turunan radikal fenolik yang lebih stabil (Jongberg et
al. 2013).
Selain berfungsi sebagai antioksidan, ekstrak kulit buah naga merah juga
mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau berfungsi sebagai
antimikroba. Analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak
kulit buah naga merah dilakukan untuk mengetahui pengaruh aktivitas
penghambatan ekstrak kulit buah naga merah tersebut terhadap mikrobiologi sosis
yang dihasilkan. Analisis mikrobiologi sosis ini dilihat berdasarkan angka lempeng
total dan bakteri spesifik seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Salmonella sp. Hasil analisis mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan persentase


penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Perlakuan
Peubah
0% ekstrak 20% ekstrak 30% ekstrak 40% ekstrak
---------------------------log cfu g-1---------------------------
Angka lempeng total 2.94 0.22 2.73 0.53 2.65 0.20 2.56 0.14
Escherichia coli negatif negatif negatif negatif
Salmonella sp. negatif negatif negatif negatif
Staphylococcus aureus negatif negatif negatif negatif

Angka lempeng total sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan
penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Namun, pengaruh penambahan ekstrak
kulit buah naga merah mampu menurunkan angka lempeng total sosis daging sapi.
Angka lempeng total sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga
19

merah juga lebih rendah dibanding angka lempeng total daging sapi yang digunakan
pada pembuatan sosis (angka lempeng total daging awal 2.77 log cfu g-1).
Penurunan angka lempeng total pada sosis dipengaruhi oleh senyawa antibakteri
yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah. Salah satu senyawa organik yang
mempunyai kemampuan menghambat aktivitas bakteri adalah tanin (Rohin et al.
2012). Senyawa organik, tanin, terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah yang
digunakan pada penelitian berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia. Senyawa
organik tersebut mampu menembus membran sel bakteri sehingga pertumbuhannya
terhambat (Tenore et al. 2012).
Bakteri E. coli, S. aureus, dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada hasil
analisis mikrobiologi sosis daging sapi baik sosis dengan penambahan maupun
tanpa penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Jumlah bakteri E. coli yang
terdapat pada daging sapi yang digunakan (1.67 log cfu g-1) semakin menurun
apabila dibandingkan dengan sosis daging sapi yang dihasilkan. Penurunan jumlah
bakteri ini disebabkan oleh perlakuan panas yang diberikan pada sosis saat
perebusan. Bakteri E. coli hanya mampu tumbuh pada suhu 7-50 C (Adams dan
Moss 2008). Bakteri S. aureus dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada produk ini
salah satunya disebabkan kedua bakteri ini tidak ditemukan pada daging yang
digunakan pada penelitian ini. Selain itu, faktor perlakuan panas yang diberikan
pada sosis dan nilai pH sosis yang dihasilkan juga mempengaruhi pertumbuhan
bakteri Salmonella sp.. Bakteri Salmonella sp. tidak dapat tumbuh pada pemanasan
suhu tinggi 65-74 C (Jay 2012) dan bakteri S. aureus hanya mampu tumbuh pada
suhu 7-48 C serta tumbuh optimum pada suhu 37 C (Adams dan Moss 2008).
Nilai pH sosis yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 5.72 sampai 5.80,
sedangkan Salmonella sp. hanya dapat tumbuh ideal pada pH 6.5 sampai 7.5 (Jay
2012).

Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah


Selama Penyimpanan Dingin

Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah sebesar
40% memiliki karakteristik fisik lebih baik (nilai tekstur lebih kecil, intensitas
warna merah lebih tinggi), aktivitas antioksidan lebih tinggi (aktivitas
penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan lebih tinggi),
dan nilai TBARS lebih rendah), serta keberadaan mikroba lebih rendah (angka
lempeng total lebih sedikit). Penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% pada
sosis daging sapi dipilih sebagai sosis dengan karakteristik terbaik. Sosis daging
sapi tersebut selanjutnya dianalisis stabilitasnya selama penyimpanan di suhu
dingin (4-8 C). Analisis yang dilakukan meliputi nilai pH, aw, stabilitas emulsi,
angka lempeng total, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan
kapasitas anitoksidan, serta nilai TBARS. Hasil analisis terhadap karakteristik sosis
daging sapi tersebut terdapat pada Tabel 8.
Hasil analisis sosis daging sapi yang tedapat pada Tabel 8 menunjukkan
bahwa nilai pH dan aw sangat nyata dipengaruhi oleh penyimpanan dingin (p<0.01).
Pengaruh perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari menurunkan nilai pH
dan aw sosis daging sapi. Penurunan nilai pH dan aw sosis selama penyimpanan
dingin disebabkan karena pertumbuhan mikroorganisme semakin meningkat
20
Tabel 8 Hasil analisis sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% selama penyimpanan dingin

Penyimpanan hari ke-


Parameter
0 5 10 15 20
pH 5.86 0.04A 5.82 0.02AB 5.82 0.02AB 5.81 0.02B 5.67 0.03C
aw 0.89 0.00A 0.85 0.01B 0.84 0.00C 0.82 0.00D 0.82 0.00D
Stabilitas emulsi (%) 100.00 0.00a 100.00 0.00a 100.00 0.00a 100.00 0.00a 100.00 0.00a
Angka lempeng total (log cfu g-1) 2.91 0.35C 3.24 0.03BC 3.59 0.50B 5.05 0.09A 5.25 0.09A
Nilai TBARS
2.00 0.37D 3.25 0.21C 5.46 0.58A 2.71 0.06C 4.27 0.39B
(mg kg-1 BK sosis)
Aktivitas penghambatan DPPH (%) 42.77 3.40A 32.31 1.76B 29.95 2.96B 17.76 5.86C 14.03 3.09C
Kapasitas antioksidan
182.54 18.29A 133.42 8.15B 124.00 11.34B 81.08 11.21C 55.59 10.86D
(mg EVC 100 g-1 BK sosis)
Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01).
Huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p<0.05).
21

selama penyimpanan. Abdalhai et al. (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan


mikroorganisme akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia produk, seperti pH
dan aw. Penurunan nilai pH sosis yang disimpan selama empat minggu pada suhu
dingin juga dihasilkan pada penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. (2015) dengan
penambahan ekstrak Caesalpinia sappan L. sebagai bahan adiktif alami. Penelitian
lain yang dilakukan oleh El-Nashi et al. (2015) pada sosis daging sapi yang dengan
penambahan kulit buah delima selama penyimpanan dingin 12 hari menghasilkan
nilai pH yang semakin menurun. Hal ini dikaitkan dengan adanya pemecahan
glikogen hingga membentuk asam laktat pada sosis.
Penurunan nilai aw sosis daging sapi terjadi sampai pada penyimpanan hari
ke-15 dan nilai stabil pada hari ke-20. Penurunan nilai aw juga terjadi pada sosis
yang ditambahkan ekstrak rosmarin selama penyimpanan dingin selama 100 hari
(Bowser et al. 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Andrs et al. (2006), pada
sosis dengan perlakuan penambahan lemak yang rendah menghasilkan nilai aw yang
menurun selama penyimpanan dingin 28 hari. Karakteristik fisik lainnya pada sosis
daging sapi adalah stabilitas emulsi yang baik (100%) selama 20 hari penyimpanan
dingin. Stabilitas emulsi yang baik selama penyimpanan dingin ini disebabkan
adanya penambahan STPP pada adonan sosis daging sapi yang mampu
meningkatkan kemampuan protein untuk mengikat lemak dan air (Andrs et al.
2006).
Angka lempeng total sosis daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh
perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari (p<0.01). Angka lempeng total
sosis daging sapi pada penyimpanan hari ke-15 dan ke-20 pada hasil uji statistik
tidak berbeda. Pengaruh perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari
meningkatkan angka lempang total sosis daging sapi. Namun, nilai angka lempeng
total sosis daging sapi yang disimpan pada suhu dingin selama 20 hari masih
memenuhi standar yang ditetapkan oleh BSN (1995) mengenai sosis daging yaitu
maksimal 105 koloni g-1 atau 5 log cfu g-1. Angka total lempeng total yang dapat
dipertahan sosis daging sapi selama penyimpanan dingin dipengaruhi oleh senyawa
antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah sehingga pertumbuhan bakteri dapat
dihambat. Senyawa antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah yang mampu
menghambat aktivitas bakteri adalah tanin (Rohin et al. 2012), terpenoid
(Nurmahani et al. 2012), dan saponin (Amalia et al. 2014). Senyawa antibakteri
tersebut mampu menembus sitoplasma bakteri sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat (Tenore et al. 2012).
Peningkatan populasi bakteri selama penyimpanan dingin 60 hari juga
dihasilkan pada penelitian Bostan dan Mahan (2011) dengan perlakuan
penambahan bahan alami, kitosan. Namun, penambahan pengawet alami, 0.3%
plantarisin IIA-1A5, yang dilakukan oleh Kia et al. (2016) mampu
mempertahankan kualitas produk olahan daging sampai 20 jam pada suhu kamar,
sama dengan kemampuan penambahan 0.3% nitrit. Bostan dan Mahan (2011) dan
Andrs et al. (2006) menambahkan jenis bakteri yang umum ditemukan pada
produk selama penyimpanan dingin adalah bakteri psikotropik, bakteri yang
mampu tumbuh pada suhu dingin.
Nilai TBARS sosis daging sapi selama penyimpanan berkisar 2.00-5.46 mg
-1
kg BK sosis. Menurut Wjciak et al. (2015), nilai TBARS sebagai indikator
ketengikan pada sosis adalah 1.0-2.0 mg kg-1. Apabila kadar air sosis daging sekitar
67% (BSN 1995), maka nilai TBARS tersebut setara dengan 3.03-6.06 mg kg-1 BK
22

sosis. Berdasarkan nilai TBARS tersebut maka nilai TBARS sosis daging sapi
dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada penyimpanan dingin hari
ke-5 memiliki nilai TBARS melebihi indikator ketengikan. Hal ini menyebabkan
sosis tidak dapat disimpan lebih lama pada suhu dingin yang kemungkinan
disebabkan senyawa antioksidan tidak dapat bekerja pada kondisi tersebut.
Nilai TBARS sosis daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan
penyimpanan dingin selama 20 hari (p<0.01). Pengaruh perlakuan penyimpanan
suhu dingin sampai hari ke-10 meningkatkan nilai TBARS sosis daging sapi.
Namun, nilai TBARS sosis daging sapi menurun pada penyimpanan suhu dingin
hari ke-15. Peningkatan nilai TBARS sosis daging sapi selama 10 hari
penyimpanan dingin mungkin disebabkan kemasan sosis yang digunakan bukan
kemasan vakum sehingga oksigen dalam kemasan mampu mempercepat reaksi
oksidasi lipida selama penyimpanan. Menurut Hur et al. (2013) produk dengan
kemasan vakum menghasilkan nilai TBARS lebih rendah selama penyimpanan 7
hari dibanding produk dengan kemasan biasa (ziplock) disebabkan kandungan
oksigen lebih rendah pada produk dalam kemasan vakum.
Penurunan nilai TBARS sosis daging sapi pada hari ke-15 mungkin
disebabkan kandungan senyawa fenol dan flavonoid pada ekstrak kulit buah naga
merah yang berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan seperti fenolik
pada kulit buah naga merah mampu menghambat reaksi oksidasi (Wu et al. 2006)
dengan mendonorkan atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga membentuk
ikatan yang lebih stabil (Jongberg et al. 2013). Menurut Jayawardana et al. (2015)
penurunan nilai TBARS sosis yang ditambahkan daun Moringa oleifera selama
penyimpanan dingin disebabkan penghambatan oksidasi lemak oleh daun Moringa
oleifera yang mengandung polifenol yang memiliki efek antioksidan.
Georgantelis et al. (2007) menambahkan penurunan nilai TBARS mungkin
disebabkan adanya proses penguraian MDA oleh bakteri, seperti Pseudomonas dan
enterobacteria yang mampu memanfaatkan senyawa karbonil pada proses
metabolisme. Bakteri Pseudomonas tidak diuji pada sosis daging sapi ini, tetapi
sosis terlihat berlendir pada penyimpanan suhu dingin hari ke-15. Penampakan
lendir pada produk daging tersebut menunjukkan keberadaan dan kerusakan produk
akibat bakteri Pseudomonas (Lawrie dan Ledward 2006). Peningkatan nilai
TBARS sosis daging sapi pada hari ke-20 disebabkan kandungan senyawa
antioksidan yang semakin menurun sehingga tidak mampu menghambat proses
oksidasi lemak yang terjadi pada sosis.
Aktivitas antioksidan sosis daging sapi, baik aktivitas penghambatan terhadap
DPPH maupun kapasitas antioksidannya, sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan
penyimpanan dingin selama 20 hari (P<0.01). Aktivitas antioksidan sosis daging
sapi semakin menurun selama penyimpanan suhu dingin. Penurunan aktivitas
antioksidan ini disebabkan adanya penghambatan terhadap radikal bebas yang
dilakukan oleh senyawa antioksidan pada sosis daging sapi, baik dari ekstrak kulit
buah naga merah yang ditambahkan maupun bumbu yang digunakan. Senyawa
fenolik sebagai antioksidan mampu menyumbang atom hidrogen kepada radikal
bebas sehingga membentuk turunan yang lebih stabil dan mempengaruhi nilai
TBARS (Ganho et al. 2011 dan Jongberg et al. 2013). Penurunan aktivitas
antioksidan pada sosis daging sapi mungkin disebabkan juga oleh penurunan
aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga selama penyimpanan. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ali et al. (2013) menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan
23

buah naga selama penyimpanan dingin akibat adanya produksi panas akibat
respirasi yang tinggi sehingga terjadi kerusakan struktur sel selama penyimpanan
dingin.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) efektif sebagai


antibakteri dan antioksidan alami dengan kandungan senyawa fitokimia yang
dimiliki ekstrak tersebut. Penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada sosis
daging sapi efektif dalam meningkatkan aktivitas antioksidan, menurunkan nilai
TBARS, dan menurunkan angka lempeng total. Penambahan ekstrak kulit buah
naga merah sampai 40% belum efektif dalam meningkatkan intensitas warna merah
sosis daging sapi. Pada penyimpanan dingin selama 20 hari, penambahan ekstrak
kulit buah naga merah pada sosis daging sapi efektif mempertahankan jumlah angka
lempeng total, tetapi belum efektif menurunkan atau mempertahankan nilai TBARS.

Saran

Ekstraksi senyawa bioaktif tertentu pada kulit buah naga merah perlu
dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak tersebut pada suatu produk tertentu,
seperti sebagai pewarna alami atau yang lainnya.

5 DAFTAR PUSTAKA

Abdalhai MH, Bashari M, Lagnika C, He Q, Sun X. 2014. Effect of ultrasound


treatment prior to vacuum and modified atmosphere packaging on microbial
and physical characteristics of fresh beef. J Food & Nutr Resh. 2(6):312-
320.doi:10.12691/jfnr-2-6-8.
Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. Ed ke-3. Cambridge (UK): RSC
Publishing.
Adnan L, Osman A, Hamid AA. 2011. Antioxidant activity of different extracts of
red pitaya (Hylocereus polyrhizus) seed. Int J Food Prop. 14:1171-
1181.doi:10.1080/10942911003592787.
Ali A, Zahid N, Manickam S, Siddiqui Y, Alderson PG. 2014. Double layer
coatings: a new technique for maintaining physico-chemical characteristics
and antioxidant properties of dragon fruit during storage. Food & Bioprocess
Tech. 7:2366-2374.doi:10.1007/s11947-013-1224-3.
Amalia S. Wahdaningsih S, Untari EK. 2015. Antibacterial activity testing of n-
hexane fraction of red dragon (Hylocereus polyrhizus Britton & Rrose) fruit
peel on Staphylococcus aureus ATCC 25923. Traditional Med J. 19(2):91-
96.
Aminlari M, Shekarforoush SS, Gheisari HR, Golestan L. 2009. Effect of actinidin
on the protein solubility, water holding capacity, texture, electrophoretic
24

pattern of beef, and on the quality attributes of a sausage product. J Food Sci.
74(3):221-226.doi:10.1111/j.1750-3841.2009.01087.x.
Andrs SC, Garca ME, Zaritzky NE, Califano AN. 2006. Storage stability of low-
fat chicken sausages. J Food Engineering. 72:311-319.doi:10.1016/j.jfood
eng.2004.08.043.
[AOAC] Association Official Analitycal Chemistry. 2005. Official Method of
Analysis. Ed ke-18. Maryland (US): AOAC Inc.
Arief II, Budiman C, Jenie BSL, Andreas E, Yuneni A. 2015. Plantaricin IIA-1A5
from Lactobacillus plantarum IIA-1A5 displays bactericidal activity against
Staphylococcus aureus. Beneficial Microbes. 6(4):603-613.doi:10.3920/BM
2014.0064.
Arief II, Suryati T. Afiyah DN, Wardhani DP. 2014. Physicochemical and
organoleptic of beef sausages with teak leaf extract (Tectona grandis)
addition as preservative and natural dye. Int Food Res J. 21(5):2033-2042.
Ayadi MA, Kechaou A, Makni I, Attia H. 2009. Influence of carrageenan addition
on turkey meat sausages properties. J of Food Engineering. 93:278-
283.doi:10.1016/j.jfoodeng.2009.01.033.
Baer AA, Dilger AC. 2014. Effect of fat quality on sausage processing, texture, and
sensory characteristics. Meat Sci. 96:1242-1249.
Baxter H, Harbone JB, Moss GP. 1998. Phytochemical Dictionary: A Handbook of
Bioactive Compounds from Plants. London (UK): CRC Pr.
Bostan K, Mahan FI. 2011. Microbiological quality and shelf-life of sausage treated
with chitosan. J Fac Vet Med. 37(2)117-126.
Bowser TJ, Mwavita M, Al-Sakini A, McGlynn W, Maness NO. 2014. Quality and
shelf life of fermented lamb meat sausage with rosemary extract. The Open
Food Sci J. 8:22-31.
[BSN] Badan Standar Nasional. 1995. Sosis Daging (SNI 01-3820-1995). Jakarta
(ID): Badan Standar Nasional.
Charyulu EM, Gnanamani A. 2010. Condition stabilization for Pseudomonas
aeruginosa MTCC 5210 to yielad high titers of extra cellular antimicrobial
secondary metabolite using esponse surface methodology. Current Resh
Bacteriology. 3(4):197-213.
Choi J, Kang O, Lee Y, Chae H, Oh Y, Brice O, Kim M, Sohn D, Kim H, Park H,
Shin D, Rho J, Kwon D. 2011. In vitro and in vivo antibacterial activity of
punica granatum peel ethanol extract against Salmonella. Evidence-Based
Complementary & Alternative Med. 1-8.doi:10.1093/ecam/nep105.
Daniel M. 2006. Medicinal Plants-Chemistry and Properties. New Delhi (IN):
Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd.
El-Nashi HB, Fattah AFAKA, Rahman NRA, El-Razik A. 2015. Quality
characteristics of beef sausage containing pomegranate peels during
refrigerated storage. Annals Agric Sci. 60(2):403-412.doi:10.1016/j.aoas.
2015.10.002.
Faridah A, Holinesti R, Syukri D. 2015. Betalains from red pitaya peel (Hylocereus
polyrhizus): extraction, spectrophotometric and HPLC-DAD identification,
bioactivity and toxicity screening. Pakistan J Nutr. 14(12):976-982.
[FDA] Food and Drug Administration. 1998. Bacteriological Analytical Manual.
Ed ke-8. Arlington (US): AOAC Inc.
25

Fidrianny I, Sahar NA, Ruslan KW. 2014. Evaluation of antioxidant activities from
various extracts of sweet orange peels using DPPH, FRAP assays and
correlation with phenolic, flavonoid, carotenoid content. Asian J Pharma &
Clin Resh. 7(3):186-190.
Ganho R, Estvez M, Morcuende D. 2011. Suitability of the TBA method for
assessing lipid oxidation in a meat system with added phenolic-rich materials
Food Chem. 126:772-778.doi:10.1016/j.foodchem.2010.11.064.
Georgantelis D, Ambrosiadis I, Katikou P, Blekas G, Georgakis SA. 2007. Effect
of rosemary extract, chitosan and alpha-tocopherol on microbiological
parameters and lipid oxidation of fresh pork sausages stored at 4 C. Meat Sci.
76:172-181.doi:10.1016/j.meatsci.2006.10.026.
Harivaindaran KV, Rebecca OPS, Chandran S. 2008. Study of optimal temperature,
pH and stability of dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) peel for use as
potential natural colorant. Pakistan J Biol Sci. 11(18):2259-2263.
Herbach KM, Stintzing FC, Carle R. 2004. Impact of thermal treatment on color
and pigment pattern of red beet (Beta vulgaris L.) preparations. Food Sci.
69(6):491-498.
Honikel KO. 2008. The use and control of nitrate and nitrite for processing of meat
products. Meat Sci. 78:68-76.doi:10.1016/j.meatsci.2007.05.030.
Hur SJ, Jin SK, Park JH, Jung SW, Lyu HJ. 2013. Effect of modified atmosphere
packaging and vacuum packaging on quality characteristics of low grade beef
during cold storage. Asian-Australas J Anim Sci. 26(12):1781-1789.doi:10.
5713/ajas.2013.13225.
Jamilah B, Shu CE, Kharidah M, Dzulkifly MA, Noranizan A. 2011. Physico-
chemical characteristics of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) peel. Int Food
Resh J. 18:279-286.
Jay JM. 2012. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Gaithersburg (GER): Aspen
Publisher Inc.
Jayawardana BC, Liyanage R, Lalantha N, Iddamalgoda S, Weththasinghe P. 2015.
Antioxidant and antimicrobial activity of drumstick (Moringa oleifera) leaves
in herbal chicken sausages. LWT-Food Sci & Techn. 64:1204-1208.doi:10.
1016/j.lwt.2015.07.028.
Jin S, Ha S, Choi J. 2015. Effect of Caesalpinia sappan L. extract on physico-
chemical properties of emulsion-type pork sausage during cold storage. Meat
Sci. 110:245-252.doi:10.1016/j.meatsci.2015.08.003.
Jongberg S, Torngren MA, Gunvig A, Skibsted LH, Lund MN. 2013. Effect of
green tea or rosemary extract on protein oxidation in Bologna type sausages
prepared from oxidatively stressed pork. Meat Sci. 93:538-546.doi:10.1016/
j.meatsci.2012.11.005.
Kia KW, Arief II, Sumantri C, Budiman C. 2016. Plantaricin IIA-1A5 from
Lactobacillus plantarum IIA-1A5 retards pathogenic bacteria in beef
meatball stored at room temperature. Am J Food Tech. 11(1-2):37-43.doi:10.
3923/ajft.2016.37.43.
Kumar Y, Yadav DN, Ahmad T, Narsaiah K. 2015. Recent trends in the use of
natural antioxidants for meat and meat product. Comprehensive Reviews in
Food Sci & Food Safety. 14:796-812.doi:10.1111/1541-4337.12156.
Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawries Meat Science. Ed ke-7. England (UK):
CRC Press.
26

Lourith N, Kanlayavattanakul M. 2013. Antioxidant and stability of dragon fruit


peel colour. Agro Food Industry Hi-Tech. 24(3):56-58.
Luo H, Cai Y, Peng Z, Liu T, Yang S. 2014. Chemical composition and in vitro
evaluation of the cytotoxic and antioxidant activities of supercritical carbon
dioxide extracts of pitaya (dragon fruit) peel. Chem Central J. 8(1):2-7.doi:10.
1186/1752-153X-8-1.
Matjjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Nurliyana R, Syed ZI, Mustapha SK, Aisyah MR, Kamarul RK. 2010. Antioxidant
study of pulps and peels of dragon fruits: a comparative study. Int Food Resh
J. 17:367-375.
Nurmahani MM, Osman A, Abdul HA, Mohamad GF, Pak DMS. 2012. Short
communication: Antibacterial property of Hylocereus polyrhizus and
Hylocereus undatus peel extracts. Int Food Resh J. 19(1):77-84.
Nurul H, Alistair TLJ, Lim HW, Noryati I. 2010. Quality characteristics of
Malaysian commercial beef frankfurters. Int Food Resh J. 17:469-476.
Paull RE, Duarte O. 2012. Tropical Fruits. Volume ke-2. Wallingford (UK): CABI.
Rohim MAK, Bakar A, Ali AM. 2012. Antibacterial activity of flesh and peel
methanol fractions of red pitaya, white pitaya and papaya on selected food
microorganisms. Int J Pharmacy & Pharmaceutical Sci. 4(3):185-190.
Savadkoohi S, Hoogenkamp H, Shamsi K, Farahnaky A. 2014. Color, sensory and
textural attributes of beef frankfurter, beef ham and meat-free sausage
containing tomato pomace. Meat Sci. 97:410-418.doi: 10.1016/j.meatsci.
2014.03.017.
Shofiati A, Andriani MAM, Anam C. 2014. Kajian kapasitas antioksidan dan
penerimaan sensoris the celup kulit buah naga (pitaya fruit) dengan
penambahan kulit jeruk lemon dan stevia. Teknosains Pangan 3(2):5-13.
Sun S, Singh RP, O Mahony M. 2004. Quality of meat products during refrigerated
and ultra-chilled storage. J Food Quality. 28:30-45.
Suryati T, Astawan M, Lioe HN, Wresdiyati T, Usmiati S. 2014. Nitrite residue and
malonaldehyde reduction in dendeng-Indonesian dried meat-influenced by
spices, curing methods and precooking preparation. Meat Sci. 96:1403-
1408.doi:10.1016/j.meatsci.2013.11.023.
Tahany MAA, Hegazy AK, Sayed AM, Kabiel HF, El-Alfy T, El-Komy SM. 2010.
Study on combined antimicrobial activity of some biologically active
constituents from wild Moringa peregrine Forssk. J Yeast and Fungal Resh.
1(1):015-024.
Tahera J, Feroz F, Senjuti JD, Das KK, Noor R. 2014. Demonstration of anti-
bacterial activity of commonly available fruit extracts in Dhaka, Bangladesh.
Am J Microbiological Resh. 2(2):68-73.doi:10.12691/ajmr-2-2-5.
Tangkanakul P, Auttaviboonkul P, Niyomwit B, Lowvitoon N, Charoenthamawat
P, Trakoontivakorn G. 2009. Antioxidant capacity, total phenolic content and
nutritional composition of Asian foods after thermal processing. Int Food
Resh J. 16:571-580.
Tarladgis BG, Watts BM, Younathan MT, Dugan Jr L. 1960. A distillation method
for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods. J the Am
Oil Chemists Society. 37:44-48.
27

Tenore GC, Novellino E, Basile A. 2012. Nutraceutical potential and antioxidant


benefits of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) extracts. J Functional Food.
4:129-136.doi:10.1016/j.jff.2011.09.003.
Totosaus A. 2009. Handbook of Processed Meats and Poultry Analysis: Colorants.
Nollet LML, Toldr F, editor. New York (US): CRC Pr.
Wjciak KM, Karwowska M, Dolatowski ZJ. 2015. Fatty acid profile, color and
lipid oxidation of organic fermented sausage during chilling storage as
influenced by acid whey and probiotic strains addition. Sci Agric. 72(2):124-
131. doi: 10.1590/0103-9016-2014-0110.
Woo KK, Ngou FH, Ngo LS, Soong WK, Tang PY. 2011. Stability of betalain
pigment from red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus). Am J Food and
Techology. 6:140-148.doi:10.3923/ajft.2011.
Wu L, Hsu H, Chen Y, Chiu C, Lin Y, Ho JA. 2006. Antioxidant and
antiproliferative activities of red pitaya. Food Chem. 96:319-
327.doi:10.1016/j.foodchem.2005.01.002.
Youssef MK, Barbut S. 2010. Physicochemical effects of the lipid phase and protein
level on eat emulsion stability, texture, and microstructure. J Food Sci.
75(2):108-114.doi:10.1111/j.1750-3841.2009.01475.x.
Zobra O, Gokalp HY, Yetim H, Ockerman HW. 1933. Model system evaluations
of the effects of different levels of K2HPO4, NaCl and oil temperature on
emulsion stability and viscosity of fresh and frozen Turkish style meat
emulsion. Meat Sci. 34(2):145-161.doi:10.1016/0309-1740(93)90024-C.
28

LAMPIRAN
29

Lampiran 1 Contoh hasil analisis ragam kadar air sosis daging sapi dengan
persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Sumber keragaman db JK KT F hit P-value
Perlakuan 3 2.314 0.771 0.41* 0.751
Kelompok 2 6.945 3.473
Galat 6 11.255 1.876
Total 11 20.515
Tanda * menunjukkan hasil analisis tidak berbeda nyata (p>0.05)

Lampiran 2 Contoh hasil analisis ragam intensitas warna kuning sosis daging sapi
dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah
berbeda
Sumber keragaman db JK KT F hit P-value
Perlakuan 3 26.765 13.382 6.23* 0.028
Kelompok 2 10.387 3.462
Galat 6 3.335 0.556
Total 11 40.486
Tanda * menunjukkan hasil analisis berbeda nyata (p<0.05)

Lampiran 3 Contoh hasil analisis ragam kapasitas antioksidan sosis daging sapi
dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah
berbeda
Sumber keragaman Db JK KT F hit P-value
Perlakuan 3 5243.39 1747.80 266.36* 0.000
Kelompok 2 10.33 5.27
Galat 6 39.37 6.56
Total 11 5293.09
Tanda * menunjukkan hasil analisis berbeda sangat nyata (p<0.01)
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1991 di Kabanjahe, Sumatera Utara.


Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Manindar Manihuruk dan Ibu Puriska
Sihombing. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak Wanny
Setia Manihuruk dan adik Roberd Mulyadi Manihuruk. Penulis memperoleh gelar
sarjana pada tahun 2013 sebagai Sarjana Peternakan lulusan Institut Pertanian
Bogor di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014 sebagai
mahasiswa Pascasarjana di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan. Penulis merupakan salah satu penerima Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Fresh Graduate tahun 2014. Penulis juga
memperoleh beasiswa penelitian dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan,
Kementrian Keuangan, Republik Indonesia untuk Beasiswa Tesis tahun 2016.
Penulis juga berpartisipasi dalam Internasional Seminar on Animal Industry yang
diadakan oleh Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor tahun 2015 sebagai
panitia.

Anda mungkin juga menyukai