Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Evaluasi Kualitas
Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed) Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia
Pakan terhadap Organ Dalam Ayam Broiler” adalah karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan dari proses pemisahan minyak
inti sawit yang dapat dikembangkan sebagai ransum sumber energi-protein bagi
unggas karena ketersediaannya yang sangat tinggi. Fraksinasi adalah proses yang
dilakukan dalam optimalisasi Bungkil inti sawit dalam menurunkan kandungan
cangkang dan serat kasarnya, karena tingginya kandungan cangkang dapat
mengurangi palatabilitas ternak dan daya penyerapan nutrient sehingga fraksinasi
atau hidrolisasi dilakukan pada Bungkil inti sawit menjadi Palmofeed. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia Bungkil inti sawit dan
Palmofeed serta mengukur pengaruh penggunaannya dalam ransum terhadap
persentase bobot organ dalam, organ imunitas dan persentase bobot dan relatif
panjang saluran pencernaan. Sebanyak 2250 ekor ayam broiler strain Ross dibagi
menjadi tiga petak dan diberi tiga perlakuan dengan rancangan acak lengkap.
Perlakuan terdiri dari R0 = Ransum kontrol (mengandung 0% BIS), R1 = Ransum
mengandung 12,5% Bungkil inti sawit, dan R2 = Ransum mengandung 12,5%
Palmofeed. Pengujian sifat fisik dan kimia dilakukan pada Bungkil inti sawit dan
Palmofeed. Hasil data sifat fisik dan kimia dibandingkan dengan uji Independent
Sample T-Test. Hasil uji sifat fisik dan kimia menunjukkan bahwa Palmofeed lebih
baik daripada Bungkil inti sawit (P<0,05). Teksturnya yang halus dan ukuran
partikel yang kecil membuat nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan, sudut tumpukan dan berat jenis lebih rendah tetapi meningkatkan nilai
kelarutan total dan tingkat keasaman Palmofeed menjadi lebih asam daripada
Bungkil inti sawit. Penambahan Palmofeed pada ransum juga berpengaruh nyata
dengan perlakuan yang berbeda dari analisis beberapa organ pada ayam broiler.
Peningkatan berat organ dalam terjadi pada hati (P<0,05), sedangkan pada jantung
dan ginjal tidak meningkat secara signifikan (P>0,05), demikian juga pada organ
imunitas dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan penambahan
Palmofeed. Peningkatan bobot secara signifikan di saluran pencernaan hanya
ditemukan pada gizzard, tidak dengan organ atau bagian lain dari usus halus.
Kata kunci: ayam broiler, bungkil inti sawit, organ dalam, palmofeed
ABSTRACT
Palm kernel meal is a by-product of the palm kernel oil separation process
it can be developed as a protein-energy source ration for poultry because of it is
high availability. Fractionation is a process carried out in optimizing palm kernel
meal by reducing it is shell and crude fiber content, because the high shell content
can reduce livestock palatability and nutrient absorption, so fractionation or
hydrolyzation is carried out on palm kernel meal into Palmofeed. This study aims
to determine the physical and chemical properties of Palm kernel meal and
Palmofeed and to measure the effect of their use in rations on the percentage of
internal organ weight, immune organs, and the percentage of weight and relative
length of the digestive tract. A total of 2250 broilers of the Ross strain were divided
into three plots and given three treatments with a completely randomized design.
The treatments consisted of R0 = control diet (containing 0% BIS), R1 = diet
containing 12.5% Palm kernel meal, and R2 = diet containing 12.5% Palmofeed.
Physical and chemical properties were tested on Palm kernel meal and Palmofeed.
The results of the data on physical and chemical properties were compared with
the Independent Sample T-Test. The results showed that the physical and chemical
properties of Palmofeed were better than Palm kernel meal (P<0.05). It’s fine
texture and small particle size are lower than pile density, pile compaction density,
pile angel, and specific gravity but increase the total solubility value and the acidity
level of Palmofeed. The addition of Palmofeed to the ratio also had a significant
effect with different treatments from the analysis of several organs in broiler
chickens. The increase in the weight of internal organs occurred in the liver
(P<0.05). In contrast, for the heart and kidneys it did not increase significantly
(P>0.05), as well as for the immune organs, where there was no significant
difference with the addition of Palmofeed. Significantly increased weight in the
digestive tract is only found in the gizzard, not with other organs or parts of the
small intestine.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan
Disetujui oleh
Pembimbing 1:
Prof. Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS
Pembimbing 2:
Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai bulan Desember 2022 ini ialah
Penggunaan Inovasi Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed), dengan judul
“Evaluasi Kualitas Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed) Berdasarkan Sifat Fisik
dan Kimia Pakan terhadap Organ Dalam Ayam Broiler”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing, Bunda Prof. Dr. Ir. Erika
Budiarti Laconi, MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing utama
dan Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku dosen pembimbing anggota, yang telah
membimbing dan banyak memberi saran selama menjalankan tugas akhir serta Prof. Dr.
Ir. Nahrowi, M.Sc selaku dosen yang telah mendanai penelitian penulis. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Widya Hermana, M.Si selaku dosen
pembahas seminar dan Bapak Sazli Tutur Risyahadi, STP, MT selaku dosen moderator
seminar. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,
M.Sc.Agr dan Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku dosen penguji ujian akhir sarjana yang telah
memberikan banyak saran perbaikan kepada penulis sehingga tulisan ini dapat selesai,
serta Dr. Dilla Mareistia Fassah, S.Pt., M.Sc selaku dosen moderator ujian akhir sarjana
penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak (Imron), Ibu (Siswati),
Kaka (Sri Puji Astuti, S.Gz, Dietisien), Adik (Bagus Yudha Prayoga Firdaus), Nenek (Hj.
Juwariyah) dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, do’a dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga kepada Shofwatunnida atas dukungan, dan selalu
mendengarkan keluh kesah dari awal penelitian hingga saat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pemilik dan pengurus CV. Kartika
Farm, Ciampea Bapak Wayan, Bapak Icang dan Bapak Ocim, staff Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas Ibu Lanjarsih, S.Pt, MM dan Ibu Lilis Sumiati, asisten Ka Rahayu
Asmadini Rosa, S.pt, M.Si Rahma Dhani Dwi Prasetya, S.Pt, M.Si dan Muhammad
Ramdoni, S.Pt, teman sepenelitian Alika Agustina yang telah membantu selama
penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
pada rekan-rekan satu bimbingan Raiza Tri Pangesti, Fauzan Riva’i dan Aulia Ramadhani
Harsono, pun kepada sahabat semasa kuliah Chemistry Melika, Sarah Wafa, Rafi Helmi,
Bhernika Rizki, Salma Asha, Tsania Diffa, Putri Sri, Nella Nur, Christria Putri, Adelia
Pratista, Marsseline Ersa, Raynesa Nurul, Iqbal Aushafa, Fenciko Adrian, Nurianti Sri
Bulan, Nadya Sheila, Amelia Kamila, Mira Atul, Salsabila Resta, Kunti Rahayu,
Naiwatul Hadilla, Zulfitri Ardiyanti, sahabat di Blizzard, KDLC dan KMB, serta seluruh
mahasiswa INTP 55 dan pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah
memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan sangat baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan dalam mengevaluasi perbedaan kualitas bahan pakan
BIS dan Palmofeed berdasarkan sifat fisik dan kimia pakan serta dilakukan uji coba
lapang terhadap pengaruh pemberiannya pada ayam broiler yang ditinjau dari aspek
organ dalam.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai kontribusi
secara pustaka terhadap para pembaca dalam menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan menjadi sumber atau referensi terkait ketersediaan BIS dan
optimalisasi penggunaan Palmofeed yang telah diminimalisirkan kandungan serat
kasar dengan proses fraksinasi dan hidrolisasi sebagai bahan baku pakan ternak
ayam broiler. Inovasi yang ada pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
akan majunya dunia bisnis sektor peternakan ayam broiler terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diimplementasikan dengan para
peternak maupun industri pakan. Data yang disajikan mengenai pengaruh
pemberian BIS dan Palmofeed pada organ dalam ayam broiler serta perbandingan
sifat fisik dan kimia pakan dapat menjadi pertimbangan dalam menggunakan bahan
pakan BIS dan Palmofeed
4
II METODE
Pembuatan Pakan
Pakan yang telah diformulasi lalu dilakukan uji kandungan nutrien pada
laboratorium setiap perlakuan pada masing-masing pakan starter dan finisher di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB dan
Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech, Bogor dengan mendapati hasil yang
tersaji pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher
Starter Finisher
Kandungan Nutrien
R0 R1 R2 R0 R1 R2
a
BK (%) 87,53 88,05 88,55 88,46 87,70 87,65
a
Abu (%) 4,72 5,16 5,48 4,81 4,44 3,98
PK (%)a 24,47 23,63 23,65 23,12 24,32 24,30
SK (%)a 3,94 3,73 3,37 4,76 4,86 3,87
a
LK (%) 3,42 4,50 4,12 4,23 4,69 4,98
Beta-N (%)a 53,43 51,03 51,93 51,54 49,39 50,52
GE (kal g-1) 4710 4574 4720 4136 4528 4410
b
Fenilalanin (%) 1,76 1,82 1,76 1,61 1,80 1,93
Isoleusin (%)b 1,09 0,98 1,12 0,86 0,95 0,94
b
Valin (%) 1,24 1,16 1,27 1,00 1,11 1,13
b
Arginin (%) 1,77 1,93 1,96 1,37 1,62 1,80
Lisin (%)b 1,09 0,96 1,13 0,79 0,86 0,89
b
Leusin (%) 2,68 2,34 2,66 2,46 2,80 2,68
b
Threonin (%) 1,33 1,35 1,35 1,12 1,20 1,34
b
Histidin (%) 0,77 0,80 0,78 0,67 0,72 0,80
a
Hasil analisis di Laboratorium ITP INTP Fakultas Peternakan IPB, bHasil analisis di Laboratorium
PT. Saraswanti Indo Genetech ; R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum
mengandung 12,5% BIS kontrol, R2: Ransum mengandung 12,5% Palmofeed; BK = berat kering,
PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, GE = gross energy.
Persiapan Kandang
Persiapan kandang dilakukan dua minggu sebelum DOC ayam pedaging
masuk. Setiap kandang dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air,
deterjen, dan karbol. Kandang yang sudah bersih selanjutnya disterilkan
menggunakan desinfektan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bibit
penyakit. Setelah itu, pengapuran dilakukan secara merata pada dinding dan lantai
kandang untuk memutus rantai kehidupan mikroorganisme yang dapat merugikan
di dalam kandang. Lantai kandang yang sudah mengering dan dibersihkan,
kemudian dialasi dengan sekam secara merata ke setiap sekat dalam kandang serta
dialasi plastik untuk DOC. Tempat pakan dan air minum dibersihkan dengan
menggunakan air dan deterjen serta harus sudah terpasang sehari sebelum ayam
masuk.
Pemeliharaan
DOC yang digunakan sebanyak 2250 ekor, yang dibagi secara acak dan
ditempatkan ke dalam 3 sekat kandang sesuai perlakuan sebanyak 750 ekor setiap
sekat. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum di setiap
sekat kandang. Air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan dilakukan
secara ad libitum dengan pemberian terus menerus dengan memastikan bahwa
tempat pakan selalu terisi penuh. Pemeliharaan dilakukan selama 32 hari, 1 minggu
pertama ayam diberikan pakan kontrol, kemudian hari ke 8 sampai hari 11 diberikan
pakan adaptasi yakni pencampuran antara pakan kontrol dan pakan perlakuan
secara bertahap. Pencegahan penyakit dengan pemberian vaksin pada ayam broiler
juga dilakukan sebanyak 2 kali. Vaksin 1 dilakukan pada saat ayam berumur 4 hari
7
melalui tetes mata dan biasanya diberikan vaksin ND. Sedangkan vaksin ke-2
diberikan vaksin Gumboro dan dilakukan pada saat ayam berumur 12 hari melalui
air minumnya.
Bagian organ dalam pada ayam broiler terdiri atas hati, jantung dan ginjal.
Pengukuran bagian organ dalam ini dilakukan menggunakan timbangan analitik
dengan cara bagian-bagian tersebut dipisahkan dengan tanpa membersihkan bagian
lemaknya, kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya dengan rumus sebagai
berikut:
Bobot organ dalam (g)
Persentase Bobot Organ Dalam (%) = x 100%
Bobot hidup (g)
Bagian bobot organ imunitas pada ayam broiler terdiri atas limfa, kelenjar
timus dan bursa fabrisius. Pengukuran bagian organ dalam ini dilakukan
menggunakan timbangan analitik dengan cara bagian-bagian tersebut dipisahkan
dengan tanpa membersihkan bagian lemaknya, kemudian ditimbang dan dihitung
persentasenya dengan rumus sebagai berikut:
Bobot organ imunitas (g)
Persentase Bobot Organ Imunitas (%) = x 100%
Bobot hidup (g)
Bagian saluran pencernaan pada ayam broiler terdiri atas pankreas, empedu,
proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum dan ileum), usus besar dan
seka yang dihitung menggunakan timbangan analitik untuk bobot dan pita ukur
untuk mengukur panjang relatif. Penimbangan dilakukan 2 kali pada setiap bagian
yang mana bagian ditimbang terlebih dahulu, kemudian dihilangkan digestanya
untuk menimbang bagian bersihnya dan dihitung persentasenya dengan rumus
sebagai berikut:
Bobot saluran pencernaan (g)
Persentase Bobot Saluran Pencernaan (%) = x 100%
Bobot hidup (g)
Panjang saluran pencernaan (cm)
Panjang Relatif Saluran Pencernaan (cm100 g-1) = x 100
Bobot hidup (g)
2.5 Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) perlakuan dengan membandingkan pakan
yang tidak mengandung BIS, mengandung BIS dan mengandung Palmofeed.
Yij = µ + τi + єij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i
€ij = pengaruh galat perlakuan ke-i yang terjadi pada ulangan ke-j
Tabel 3 Perbandingan sifat fisik dan kimia bahan pakan BIS dan Palmofeed
Berat Jenis
Berat jenis BIS kontrol dan Palmofeed menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata (P>0,05). Berat jenis memiliki peranan penting dalam berbagai proses
pengolahan, penanganan dan penyimpanan serta pada bahan pakan dipengaruhi
oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel, dan kandungan
nutrisi setiap bahan (Khalil 1999). Kandungan cangkang pada BIS mempengaruhi
berat jenis yang membuat nilai berat jenis BIS lebih tinggi dibandingkan dengan
Palmofeed. Lignin yang terdapat pada kandungan cangkang BIS hingga sebesar
15% memiliki bobot molekul yang lebih tinggi dibandingkan fraksi serat lainnya,
sehingga dapat mempengaruhi bobot bahan dalam pengukuran berat jenis (Roslan
et al 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Retnani et al. (2011)
bahwa hasil sidik ragam menunjukan bahan ransum tidak memperlihatkan
perbedaan nilai berat jenis, pengecilan ukuran partikel tidak berpengaruh nyata
terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan.
12
Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan pada hasil uji fisik ini menunjukan hasil yang berbeda
nyata (P<0,05) yang mana kerapatan tumpukan BIS kontrol memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan Palmofeed. Kerapatan tumpukan didapatkan dari hasil
perbandingan antara berat bahan pakan dengan volume ruang yang ditempati
sehingga ukuran partikel BIS kontrol yang lebih besar karena mengandung
cangkang yang cukup tinggi memiliki nilai kerapatan tumpukan yang lebih besar,
begitu pula sebaliknya dengan Palmofeed yang memiliki ukuran partikel lebih kecil
dan tekstur lebih halus sehingga mendapati hasil kerapatan tumpukan yang lebih
rendah. Berdasarkan hal tersebut cemaran cangkang pada BIS kontrol yang
membuat nilai kerapatan tumpukan menjadi lebih tinggi terbukti pada penelitian
Renjani (2014) bahwa semakin tinggi kerapatan tumpukan disebabkan karena
meningkatnya ukuran partikel antara BIS kontrol yang mengandung cangkang
dengan non cangkang, sehingga hal ini dapat mempengaruhi nilai kerapatan
tumpukan yang dihasilkan. Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan Farda et al.
(2020) bahwa kerapatan tumpukan sendiri dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel serta nilai kerapatan tumpukan penting untuk pengeringan dan
penyimpanan bahan secara praktis. Maka dari itu, perbandingan antar kedua nilai
kerapatan tumpukan juga dapat mempengaruhi ruang penyimpanan yang
dibutuhkan yang mana bahan dengan nilai kerapatan tumpukan lebih kecil
membutuhkan ruang yang lebih besar dan bobot persatuan volume pada keadaan
curah akan menjadi lebih kecil (Khalil 1999).
Sudut Tumpukan
Kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan pakan dapat
ditunjukan melalui nilai sudut tumpukan bahan. Nilai sudut tumpukan pada BIS
kontrol dan Palmofeed menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) perbedaan
13
tersebut nyata berbeda terlihat dari rasio rata-rata 6,23 antara Palmofeed dengan
BIS kontrol. Menurut Situmorang (2011) aliran bahan berdasarkan rata-rata sudut
tumpukan 25-30° akan sangat mudah mengalir dan sudut tumpukan 30-38° mudah
mengalir yang mana nilai tersebut merupakan hasil sudut tumpukan Palmofeed
yaitu 26,57±0,93 dan pada BIS kontrol 32,80±0,32. Namun menurut Khalil (1999)
dalam Situmorang (2011) sudut tumpukan bahan BIS yaitu 45,2° yang lebih tinggi
dari nilai uji dan menurut Jaelani (2007) yaitu 23,61° yang lebih rendah, akan tetapi
nilai sudut tumpukan ini mendekati dengan hasil Ramli et al. (2008) yaitu 33,38°
yang dijelaskan pula bahwa peningkatan sudut tumpukan menyebabkan adanya
kebebasan bergerak partikel yang lebih rendah sehingga sulit dituangkan ke wadah
lain. Sudut tumpukan penting diketahui untuk mempermudah proses pemindahan
dan pengangkutan bahan pakan (Farda et al. 2020). Menurut Geldart et al. (1990)
sudut tumpukan yang tinggi pada bahan pakan mengakibatkan proses pengadukan
agar dapat menyebar sehingga mekanisme kerja tersebut tidak efisien dalam
industri, akan tetapi jika sudut tumpukan kecil maka penurunan pakan akan lebih
mudah dan efisien. Berdasarkan sistem laju alir bahan baku menurut sudut
tumpukan, bahwa BIS yang mengandung cangkang sukar mengalir karena memiliki
nilai sudut tumpukan yang tinggi, semakin kecil ukuran partikel maka sudut
tumpukan yang diuji akan semakin rendah.
pH
Nilai pengukuran pH pada pengujian ini menunjukan hasil yang nyata
bedanya (P<0,05) yang mana Palmofeed memiliki keasaman lebih tinggi dari BIS
kontrol. Pengetahuan mengenai pH pada bahan pakan dilakukan untuk mendeteksi
keadaan bahan pakan yang mana jika mengalami penurunan setelah proses produksi
pada pakan yang telah terpabrikasi. Nilai pH BIS pada penelitian Situmorang
(2011) mendapati hasil 5,40-5,45 yang mana nilai tersebut berada di angka yang
sama dengan hasil pengujian yaitu 5,07±0,02 (Tabel 2). Bahan pakan yang memiliki
keasaman yang tinggi cenderung akan mengganggu kecernaan zat makanan akibat
tidak optimalnya kerja enzim pembantu pencernaan (Sinurat 2003). Tingginya nilai
keasaman pada bahan pakan Palmofeed diketahui mendapatkan pemicu dari adanya
kandungan bahan kimia yang bersifat oksidator saat pengolahan hidrolisasi, adanya
bahan kimia dapat memudahkan pemecahan kandungan serat kasar pada BIS
menjadi Palmofeed namun berpengaruh pada pH Palmofeed yang menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan BIS.
Kelarutan Total
Kelarutan total pada Palmofeed dan BIS kontrol memiliki hasil yang berbeda
nyata (P<0,05) yang mana hasil kelarutan Palmofeed menunjukan nilai yang lebih
besar dibandingkan dengan BIS kontrol. Menurut Ramli et al. (2008) tingginya
kandungan polisakarida non pati mempengaruhi rendahnya kelarutan bahan pakan,
selain itu jenis komponen karbohidrat lainnya juga dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya nilai kelarutan. Penelitian itu pula mandapati hasil kelarutan pada BIS
23,15% yang mana hasil tersebut setara dengan nilai pengujian tabel 2 yaitu
23,48±0,98. Perbandingan hasil kelarutan Palmofeed dan BIS kontrol sejalan
dengan penjelasan Iskandar et al. (2008) kontaminasi batok yang ada pada BIS
diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai kelarutan. Proses
fraksinasi pada Palmofeed dibuktikan dapat meningkatkan kelarutan yang mana
14
semakin tinggi nilai kelarutan akan meningkatkan tinggi kecernaan suatu bahan
(Ramli et al. 2008).
Tabel 4 Perbandingan persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi pakan
kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
Hati
Pengukuran organ hati pada ayam broiler yang diberi pakan kontrol,
mengandung BIS dan Palmofeed menunjukan nilai persentase yang berbeda nyata
(P<0,05). Pemberian pakan mengandung Palmofeed terlihat meningkatkan
persentase bobot hati 1,83% menjadi 2,49% (Tabel 3). Menurut Lestari et al. (2020)
nilai persentase bobot hati pada ayam broiler sekitar 2,31%-2,57%, nilai tersebut
menunjukkan kisaran yang sama dengan persentase bobot hati pada R2 sedangkan
dibawah kisaran normal untuk R0 dan R1. Hal ini disebabkan karena Palmofeed
yang telah melalui proses penyaringan dari BIS, sehingga kandungan cangkang
yang berkurang menjadikan serat kasar yang ada pada Palmofeed lebih rendah dan
konsumsi pada ayam broiler menjadi lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
kerja hati. Menurut Mistiani et al. (2020) hati yang normal menunjukan
pertumbuhan dan produksi ayam broiler yang baik. Tingginya kandungan serat
kasar pada ransum membuat rendahnya konsumsi dan semakin rendahnya energi
(Sadewo 2018). Hati berfungsi dalam penyimpanan gula dalam bentuk glikogen,
metabolisme karbohidrat dan protein, penyerapan vitamin, pembentukan sel darah
merah, detoksifikasi yang dilakukan oleh enzim hati dengan mengubah zat
berbahaya dalam tubuh ternak menjadi tidak aktif serta hati juga dapat
menghasilkan cairan empedu yang berfungsi mengemulsi lemak pada pakan.
Jantung
Jantung merupakan organ vital ayam broiler yang memiliki fungsi utama
dalam sirkulasi darah. Jantung sangat rentan terhadap racun dan zat anti nutrisi,
pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi pada otot jantung.
Darah yang mengandung racun dan anti nutrisi dapat memicu kontraksi yang
berlebihan sehingga dapat terjadi pembengkakkan (Aqsa et al. 2016). Hasil analisis
sidik ragam menunjukan bahwa pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap persentase bobot
jantung ayam broiler. Hasil pengukuran persentase bobot jantung pada ayam broiler
15
yang dilakukan oleh Akhadiarto (2010) berkisar antara 0,42%-0,62% yang mana
pada hasil penelitian ini masih dibatas kisaran normal antara 0,54%-0,56% (Tabel
3). Hal itu membuktikan pakan mengandung BIS dan Palmofeed tidak memberikan
dampak negatif pada metabolisme tubuh ayam broiler (Setiawan et al. 2020) serta
tidak adanya pembesaran otot jantung yang signifikan akibat kandungan toxic
pakan dan akumulasi racun (Ramadhani 2019). Ukuran jantung pada penelitian ini
tidak mengalami pembengkakan sehingga tidak adanya masalah dalam sirkulasi
darah terutama pada penghambatan dan aliran yang tidak selaras dalam seluruh
tubuh.
Ginjal
Pengukuran persentase ginjal ayam broiler dengan pemberian pakan
mengandung BIS dan Palmofeed menunjukan hasil pengujian secara statistik yang
tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil rataan persentase bobot ginjal pada penelitian
ini 0,67%-0,70%, nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
Ramadhani (2019) dengan nilai rataan 0,72%-0,99%. Ginjal memiliki peran
penting dalam mengatur keseimbangan cairan tubuh ayam broiler dan
mempertahankan situasi yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam
tubuh (Masti et al. 2020). Selain itu ginjal juga melakukan sekresi urin,
memproduksi urin melalui filtrasi darah yang kemudian air dan limbah
metabolisme akan disekresikan dan direabsorbsi nutrient untuk digunakan kembali
oleh tubuh. Menurut Subekti (2009) ukuran ginjal dapat berubah menjadi besar
apabila kinerja ginjal mengalami gangguan dan metabolisme hati dilakukan oleh
ginjal sehingga meningkatkan kinerja ginjal.
Tabel 5 Perbandingan persentase bobot organ imunitas ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
Bursa Fabrisius
Nilai rata-rata persentase bobot bursa fabrisius yang didapati yaitu 0,04%-
0,05% hasil tersebut tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05), nilai ini
setara dengan hasil penelitian Hakim et al. (2021) yang melaporkan hasil rata-rata
persentase bobot bursa sebesar 0,03%-0,05%. Secara kuantitas, bobot bursa
fabricius relatif lebih rendah disebabkan karena bursa fabricius berusaha
membentuk limfosit agar dapat merespon pengaruh-pengaruh dari luar. Bursa
16
fabrisius merupakan organ yang mengatur sistem kekebalan tubuh dan penting
dalam merespon pertahanan tubuh, hal yang dapat mempengaruhi sistem kerja
bursa fabrisius salah satunya kondisi suhu lingkungan kandang yang dapat
membuat ayam mengalami heat stress. Menurut Kusnadi (2009) ayam yang
dipelihara pada kondisi stress seperti peningkatan suhu ruang dan kepadatan
kandang yang tinggi dapat menurunkan bobot relatif bursa fabrisius. Hal tersebut
sejalan denga pendapat Hakim et al. (2021) kondisi stress dapat memicu kerja organ
sehingga terjadi deplesi, cekaman panas mengakibatkan ayam merangsang
pengeluaran hormon kortikosteron yang dapat megganggu fungsi kekebalan tubuh
dan merangsang perombakan protein menjadi glukosa. Suhu kandang pada saat
melakukan pemeliharaan didapati mencapai 24,8-33°C dan kelembaban rata-rata
71,72%-90,33%. Amrullah (2004) menyatakan bahwa suhu lingkungan diatas 27°C
akan menyebabkan ayam mulai menggunakan energi yang lebih banyak sebagai
usaha agar ayam dapat tetap merasa nyaman dan kelembaban diatas 74%-77%
dapat menyebabkan cekaman panas pada ayam. Cekaman panas ini akan
berdampak pada penurunan bobot badan, rendahnya konsumsi pakan, dan
meningkatnya konsumsi air minum (Gunawan dan Sihombing 2004). Selain suhu
ruang bobot bursa juga dapat dipengaruhi oleh kondisi ayam, galur dan tipe ayam
itu sendiri (Puspitasari et al. 2016). Hal tersebut ditandakan dengan kondisi bobot
organ bursa fabrisius menyusut akibat cekaman panas yang dapat menyebabkan
pelepasan hormon kortikosteron ke dalam pembuluh darah untuk membantu
metabolisme ayam broiler. Hormon kortikosteron menyebabkan kegagalan sel
mediasi dan kekebalan humoral karena perubahan konsentrasi limfoid yang dapat
menurunkan bobot bursa fabricius.
Kelenjar Timus
Kelenjar timus merupakan organ yang tidak dapat menghasilkan antibodi
namun dapat menghasilkan limfosit. Limfosit berperan menyerang antigen yang
masuk dan mensintesis antibodi yang penting untuk pertahanan tubuh ternak. Rata-
rata persentase bobot relatif timus 0,23%-0,28%, hasil tersebut lebih tinggi dari
penelitian Hakim et al. (2021) yang mendapati nilai kisaran 0.09%-0,19%. Hasil
tersebut menunjukan perbedaan yang tidak nyata antar ketiga perlakuan pemberian
pakan setelah dilakukan pengujian secara statistik (P>0,05). Timus berfungsi dalam
melindungi tubuh ayam broiler dan sebagai tempat pematangan sel-sel imun seperti
limfosit T. Sel T akan bekerja sama dengan makrofag, hal ini bertujuan untuk
memusnahkan bakteri, virus, dan benda asing lainnya (Masum et al. 2014). Selain
itu thimus akan berdiferensi menjadi limfosit T yang berfungsi mengatur respon
sistem kekebalan tubuh. Semakin kecil ukuran thimus, hal ini menunjukkan
semakin besar stress yang dialami oleh ayam broiler (Lestari et al. 2020). Perbedaan
ukuran kelenjar timus dapat disebabkan oleh umur, jenis dan kondisi lingkungan
seperti menurut Hakim et al. (2021) bahwa ayam yang dipelihara dengan kondisi
nyaman memiliki bobot relatif yang tinggi sehingga pertumbuhannya baik. Bobot
kelenjar timus akan menurun seiring dengan kondisi ternak yang terkena cekaman
panas dan respon masuknya benda asing ke dalam tubuh (Zulfa et al. 2019). Ukuran
relatif paling besar pada ternak didapati pada ayam yang baru lahir sedangkan
ukuran absolutnya terbesar pada saat pubertas karena timus mengalami atrofi yang
mana akan bereaksi terhadap stress. Maka dari itu umur pemanenan juga
mempengaruhi bobot relatif timus penelitian ini yang dipanen pada umur 32 hari.
17
Limfa
Persentase bobot limfa ayam broiler pada pengukuran ini menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yang mana rata-rata bobot limfa pada penelitian
ini 0,12%-0,14% berada setara dengan bobot relatif limfa 0,07%-0,26% pada
penelitian Hakim et al. (2021). Overheat atau cekaman panas dan serangan benda
asing dapat mempengaruhi bobot limfa, semakin besar bobot limfa maka semakin
besar aktivitas kinerja yang dilakukan organ dalam meminimalisir serangan benda
asing dan menstabilisasi suhu alami lingkungan. Menurut Hakim et al. (2021),
pertumbuhan bobot organ limfa akan terganggu jika ternak terkena cekaman panas
atau infeksi benda asing. Persentase bobot limpa dipengaruhi oleh aktivitas dari
organ tersebut dan kesehatan ayam. Aktivitas yang meningkat menyebabkan
perkembangan yang meningkat juga, namun pada ayam yang sakit bobot limpa
cenderung menurun. Maka dari itu menurunnya bobot relatif limfa dapat terjadi
karena adanya infeksi benda asing pada ternak dan kondisi kesehatan pada ayam.
Berbeda dengan kelenjar timus, kinerja limfa dapat menghasilkan limfosit dan
penghasil antibodi, sel limfosit yang diproduksi oleh limfa dapat berperan sebagai
proses seleksi sel yang terpapar antigen dalam merespon keadaan antigen. Limfa
berfungsi membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi
serta berfungsi sebagai penyaring darah dan menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin (Pratama et al. 2018).
Tabel 6 Perbandingan persentase bobot organ saluran pencernaan ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
Tabel 7 Perbandingan relatif panjang organ saluran pencernaan ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
Pankreas
Perbedaan nilai persentase bobot pankreas pada penelitian ini menunjukan
hasil yang tidak nyata (P>0,05) dengan rata-rata nilai 0,30%-0,33%, hasil ini setara
dengan penelitian Ramadhani (2019) yang mendapatkan rata-rata persentase bobot
pankreas 0,22%-0,33%. Pankreas merupakan kelenjar yang berfungsi sebagai organ
ekskresi enzim kedalam duodenum yang letaknya sejajar dengan lekukan
duodenum (Ramadhan 2018). Pankreas menjadi tempat dalam mensekresikan
enzim amilase, protease, dan lipase untuk membantu pencernaan karbohidrat,
protein, dan lemak. Menurut Aqsa et al. (2016) pankreas juga dapat mensekresikan
insulin dan getah pankreas yang terdapat pada pencernaan pati, lemak dan protein
selain pada sekresi enzim. Bungkil inti sawit dan Palmofeed yang terkandung pada
ransum memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam peningkatan
bobot pankreas ayam seperti pernyataan Has et al. (2014) bahwa persentase bobot
organ pankreas dapat mengalami peningkatan seiring meningkatnya kandungan
serat kasar dalam ransum. Natsir (2008) mengatakan jika berat pankreas meningkat
maka kandungan getah pankreas juga akan meningkat, yang mana getah pankreas
berfungsi dalam sistem metabolisme dan membantu pencernaan pakan
mengandung lemak, pati dan protein. Menurut Hermana et al. (2008) pankreas
memiliki dua fungsi yang berhubungan dengan penggunaan energi ransum, yaitu
eksokrin dan endokrin. Eksokrin berfungsi mensuplai enzim yang mencerna
karbohidrat, protein, dan lemak ke dalam usus halus. Endokrin berfungsi
menggunakan nutrien berupa energi untuk diserap ke dalam tubuh untuk proses
dasar pencernaan. Penggunaan minyak dalam ransum berpengaruh positif terhadap
aktivitas enzim pencernaan seperti enzim amilase, lipase dan tripsin serta dapat
merangsang dinding empedu mengeluarkan cairan empedu.
Empedu
Persentase rata-rata bobot empedu pada penelitian ini mendapati nilai 0,08%-
0,10% nilai ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Natsir (2008) dengan
hasil rata-rata 0,05%-0,06. Hasil penelitian ini menunjukan perbedaan yang tidak
nyata antar ketiga pemberian pakan (P>0,05). Berat empedu berbanding lurus
dengan berat hati karena tingginya kandungan lemak yang ada pada pakan sehingga
kerja hati meningkat untuk menghasilkan empedu yang lebih banyak karena cairan
empedu digunakan dalam mencerna lemak dan vitamin larut lemak. Empedu
berfungsi sebagai penyalur cairan empedu yang memiliki warna kuning kehijauan
dari hati ke usus halus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantong
19
Proventrikulus
Penelitian Ramadhani (2019) menguji bobot proventrikulus dengan hasil
persentase rata-rata 0,50%-0,91% yang mana nilai tersebut masih didalam angka
untuk hasil yang didapati pada penelitian ini dengan rata-rata persentase bobot
proventrikulus sebesar 0,56%-0,63%. Analisis statistik yang dilakukan
memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada bobot proventrikulus
(P>0,05). Proventrikulus mensekresikan enzim pepsin dan merupakan awal dari
pencernaan protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana.
Meningkatnya bobot proventrikulus pada ayam broiler sejalan dengan tingginya
kandungan serat kasar pada ransum yang dapat memicu kinerja proventrikulus
dalam mengeluarkan enzim pencernaan dan peran proventrikulus sebagai organ
yang dapat memproduksi HCl, pepsin dan enzim pemecah protein (Sastradipradja
1989).
Gizzard
Gizzard merupakan organ yang berfungsi untuk menggiling partikel pakan
yang memiliki ukuran yang besar menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum
memasuki duodenum dan usus lainnya. Bobot gizzard dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya umur, berat badan, dan bentuk ukuran pakan. Hasil
pengukuran bobot gizzard pada penelitian ini menunjukan adanya perbedaan yang
nyata antar perlakuan pemberian pakan (P<0,05) yang mana ayam dengan
pemberian pakan mengandung Palmofeed mendapati hasil terkecil dibandingkan
ayam dengan pemberian BIS dalam ransum dan kontrol. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan kandungan serat kasar pada ransum yang mengandung BIS (R1)
karena menghasilkan bobot tertinggi sebesar 2,30%. Pemberian Palmofeed pada
ransum R2 mendapati hasil bobot gizzard yang terkecil sebesar 1,89%, hal tersebut
terjadi karena Palmofeed telah melalui proses hidrolisasi yang dapat menurunkan
kandungan serat kasar pada ransum. Semakin tinggi penggunaan BIS pada ransum
maka akan terjadi penurunan bobot badan karena tekstur pakan yang semakin kasar
dan kandungan serat kasar yang tinggi, gizzard akan meningkatan kinerja dalam
pemecahan ukuran partikel sebelum dicerna ke usus halus yang membuat bobot
gizzard akan terus meningkat. Pernyataan tersebut dikatakan oleh Sadewo (2018)
yang mendapati rata-rata persentase bobot gizzard sebesar 1,18%-2,05% dan setara
dengan hasil penelitian ini yang mendapati hasil rata-rata 1,89%-2,30% bahwa hasil
20
ini masih dalam kisaran normal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Aqsa et al.
(2016) yang menyatakan peningkatan bobot gizzard dapat disebabkan karena
peningkatan serat dalam pakan. Hal ini mengakibatkan bobot gizzard lebih besar
untuk memperkecil ukuran partikel ransum secara fisik, sehingga urat daging
gizzard akan 20 lebih tebal dan dapat menyebabkan ukuran gizzard lebih besar.
Duodenum
Penelitian ini mendapati hasil rata-rata persentase bobot duodenum sebesar
0,77%-0,84% dan panjang relatif 2,30%-2,55% yang lebih tinggi dari hasil
penelitian Lestari et al. (2020) dengan nilai 0,59%-0,65% dan 2,09%-2,28% serta
pengujian Sadewo (2018) yang mendapati hasil persentase bobot 0,52%-0,66% dan
panjang relatif 1,45%-2,14%. Hal ini dapat memperlihatkan kemampuan duodenum
dalam mensekresikan enzim dan mencerna kandungan serat kasar pada ransum
dengan bobot organ yang telah diuji. Usus memiliki kemampuan dalam
peregangan, penampungan dan pencernaan ransum mengandung serat kasar tinggi
(Sumiati et al. 2003). Menurut data yang telah diolah secara statistik hasil
pengukuran bobot dan panjang duodenum tidak memperlihatkan perbedaan yang
nyata (P>0,05) antar perlakuan pakan yang diberikan.
Jejenum
Jejenum berperan dalam proses penyerapan nutrient lanjutan duodenum serta
sari-sari makanan hingga tidak dapat dicerna dalam usus halus (Yuwanta 2004).
Hasil dari pengujian organ pencernaan penelitian ini memiliki nilai rata-rata
persentase bobot 1,39%-1,46% dan relatif panjang sebesar 5,75%-6,26% nilai
tersebut menunjukan perbedaan tidak nyata (P>0,05) yang hasilnya masih dalam
kisaran normal dengan penelitian Lestari et al. (2020) dengan nilai persentase bobot
dan panjang relatif jejenum berurutan sebesar 1,27%-1,40% dan 5,30%-5,70%.
Fungsi jejunum adalah sebagai tempat penyerapan komponen nutrisi, air,
karbohidrat, protein, dan vitamin (Yamauchi 2002) yang mana proses tersebut
mempengaruhi perkembangan saluran intestinal dalam penyerapan pakan, aliran
digesta dan pengaruh serat yang dicerna. Meningkatnya panjang relatif dapat
mempengaruhi pertambahan bobot badan performa ayam broiler.
Ileum
Penelitian Lestari et al. (2020) menunjukan hasil rata-rata persentase bobot
ileum sebesar 1,12%-1,19% dengan panjang relatif 5,63%-5,84% yang menunjukan
hasil pada penelitian ini masih dalam kisaran normal sebesar 1,12%-1,25% pada
persentase bobot dan panjang relatif 5,71%-6,32%. Shivus (2014) mengatakan
bahwa peran utama ileum yaitu sebagai tempat penyerapan air dan mineral
meskipun beberapa penyerapan nutrien lanjutan masih terjadi disini, namun sisa
sari makanan sudah maksimal dicerna pada 2 bagian usus halus sebelumnya. Uji
statistic pengukuran hasil ini tidak nyata bedanya (P>0,05) yang mana semua
perlakuan memberikan efek yang sama. Namun nilai setiap perlakuan menunjukan
kemampuan mencerna enzim dalam penyerapan khususnya pada ransum
mengandung serat kasar tinggi seperti Bungkil inti sawit dapat dipengaruhi jelas
dari ukuran ileum, seperti pendapat Has et al. (2014) yang mengatakan bahwa
ukuran ileum yang lebih tebal dan panjang dapat memperlihatkan kemampuannya
21
dengan enzim pencernaan dan flora usus halus yang bekerja lebih berat dalam
melakukan penyerapan, kondisi ini menurunkan dan memperlambat tingkat
efisiensi dalam mencerna pakan. Menurut Ibrahim (2008) meningkatnya panjang
relatif dan bobot usus halus berhubungan erat dengan berat hidup secara signifikan.
Panjang dan lebar usus halus memiliki korelasi atau berpengaruh positif terhadap
berat hidup ayam broiler.
Sekum
Sekum sebagai organ saluran pencernaan yang memiliki peran yaitu tempat
mencerna ransum secara microbial dalam pencernaan nutrient yang belum oleh
ketiga bagian usus halus mendapati hasil yang tidak berbeda nyata pada ransum
kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed (P>0,05). Rata-rata persentase bobot
sekum pada pengukuran mendapatkan hasil sebesar 0,18%-0,23% dan relatif
panjang sebesar 1,26%-1,32% yang lebih rendah dari rata-rata persentase bobot
sebesar 0,41%-0,44% dan relatif panjang 2,40%-2,56% (Lestari et al. 2020). Sekum
adalah saluran usus buntu yang terletak di antara sambungan usus kecil dan usus
besar yang dapat membantu penyerapan air serta pencernaan karbohidrat dan
protein dengan bantuan bakteri yang ada di dalamnya. Nilai bobot dan panjang
sekum terjadi karena penyerapan pada usus halus dan akan mengalami penurunan
jika sudah dilakukan dengan baik sehingga tidak memaksimalkan kinerja sekum
dalam mencerna sisa serapan pakan yang telah lebih dahulu dilakukan oleh usus
halus. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sharifi et al. (2012) yang mengatakan
bahwa peningkatan persentase bobot sekum diakibatkan dengan adanya
peningkatan aktivitas pencernaan nutrisi yang tidak diserap oleh usus halus sebagai
dampak dari berkurangnya kecernaan pakan di usus halus, selain itu faktor yang
mempengaruhi berat sekum diantaranya bobot badan, umur, dan kemampuan
sekum dalam mencerna serat kasar.
Kolon
Persentase bobot rata-rata pada penelitian ini mendapati hasil sebesar 0,12%-
0,15% dengan relatif panjang seragam 0,69%, nilai tersebut bisa dikatakan dalam
kisaran normal untuk relatif panjang dan dibawah normal persentase bobot dengan
hasil yang didapati Lestari et al. (2020) pada rata-rata persentase bobot sebesar
0,15%-0,92% dan panjang 0,64%-0,67%. Perbedaan pemberian ransum tidak
mempengaruhi bobot dan panjang kolon (P>0,05). Kolon berfungsi sebagai tempat
terjadinya proses penyerapan air dan menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.
Faktor yang mempengaruhi bobot dan panjang kolon diantaranya konsumsi air
minum dan umur. Adanya bakteri fermentasi yang terdapat didalam kolon ayam
berfungsi untuk mencerna serat kasar serta mendegradasi bahan makanan melalui
proses fermentasi yang selanjutnya produk akan dihasilkan akan digunakan untuk
membantu memenuhi kebutuhan zat makan dan bahan makanan lunak yang tersisa
didalam kolon akan dibuang (Rizal 2020).
22
4.1 Simpulan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Palmofeed memiliki sifat fisik dan
kimia yang lebih baik dibandingkan dengan Bungkil inti sawit dengan pengujian
kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan
kelarutan total karena kandungan cangkang yang telah dioptimalisasi. Pemberian
ransum mengandung 12,5% Palmofeed dapat meningkatkan efektivitas persentase
bobot organ hati dan gizzard ayam broiler dalam kinerjanya mencerna pakan secara
efisien.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
Palmofeed pada ransum ayam broiler dengan ulangan yang lebih banyak dan taraf
intensitas yang berbeda maupun keseragaman yang lebih merata. Selain itu dapat
dilakukan juga pengujian pada histologi usus halus ayam broiler dalam optimalisasi
penyerapan dan pencernaan pakan.
23
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2018. Produksi Kelapa Sawit
Perkebunan Rakyat 2007-2017.
Akhadiarto S. 2010. Pengaruh pemberian probiotik temban, biovet dan biolacta
terhadap persentase karkas, bobot lemak abdomen dan organ dalam ayam
broiler. JSTI. 12 (1): 53-59. doi: 10.29122/jsti.v12i1.851
Alshelmani MI, Loh TC, Foo HL, Sazili AQ, Lau WH. 2016. Effect of feeding
different levels of palm kernel cake fermented by Paenibacillus polymyxa
ATCC 842 on broiler growth performance, blood biochemistry, carcass
characteristics, and meat quality. Anim Prod Sci. 57: 839. doi:
10.1071/AN15359
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung.
Aniriani GW, Apriliani N, Sulistiono E. 2018. Hidrolisis polisakarida xilan jerami
menggunakan larutan asam kuat untuk bahan dasar produksi bioethanol. JIS.
18 (2): 113-117. doi: 10.35799/jis.18.2.2018.20901
Aqsa AD, Kiramang K, Hidayat MN. 2016. Profil organ dalam ayam pedaging
(broiler) yang diberi tepung daun sirih (Piper betle linn) sebagai imbuhan
pakan. JIIP. 3 (1): 148-159. doi: 10.24252/jiip.v3i1.3925
Araba M, Dale N. 1990. Evaluation of protein solubility as an indicator of over
processing soybean meal. Poult Sci. 69 (1): 76-83. doi: 10.3382/ps.0690076
Astuti FK, Rinanti RF, Tribudi YA. 2020. Profil hematologi darah ayam pedaging
yang diberi probiotik Lactobacillus plantarum. JNT. 3 (2): 106-112.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2021. Statistika Perkebunan Indonesia Komoditas
Kelapa Sawit 2019-2021. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perkebunan.
Farda FT, Syahniar TM, Wijaya AK, Ermawati R. 2020. Sifat fisik bungkil inti
sawit hasil ayakan. JPS. 9 (2): 21-26. doi: 10.33230/JPS.9.2.2020.12045
Geldart D, Mallet MF, Rolfe N. 1990. Assessing the flowability of powder using
angle of repose (Handling and Processing). J Global. 2 (4): 341-345.
Gunawan, Sihombing DTH. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap
kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14 (1): 31-38.
Hakim RL, Mahfudz LD dan Muryani R. 2021. Penambahan nukleotida pada
ransum broiler yang dipelihara pada suhu lingkungan berbeda terhadap
performa organ imunitas. JSPI. 16 (2): 164-170.
doi: 10.31186/jspi.id.16.2.164-170
Handayani PS. 2010. Pembuatan biodiesel dan minyak ikan dengan gelombang
mikro. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Has H, Astriana N, Amiluddin I. 2014. Efek peningkatan serat kasar dengan
penggunaan daun murbei dalam ransum broiler terhadap persentase bobot
saluran pencernaan. JITRO. 1(1): 63-69. doi: 10.33772/jitro.v1i1.362
Hermana W, Puspitasari DI, Wiryawan KG, Suharti S. 2008. Pemberian tepung
daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dalam ransum sebagai 24
bahan antibakteri Escherichia coli terhadap organ dalam ayam broiler. Med
Pet. 31 (1): 63-70. doi: 10.5398/medpet.v31i1.1119
Ibrahim S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan broiler.
J Agripet. 8 (2): 42-46. doi: 10.17969/agripet.v8i2.615
24
Iskandar S. 2008. Bungkil Inti Sawit Potensial Untuk Pakan Ternak. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30 (1).
Jaelani A, Dharmawati S, Wacahyono. 2016. Pengaruh tumpukan dan lama masa
simpan pakan terhadap kualitas fisik. Ziraa’ah. 41 (2): 261-268.
doi: 10.31602/zmip.v41i2.429
Jaelani A. 2007. Hidrolisis bungkil inti sawit oleh kapang pendegradasi
polisakarida mannan dan pengaruhnya terhadap penampilan ayam pedaging
[Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku sifat fisik bahan pakan lokal. Med Pet, 22 (1): 33-42.
Kusnadi E. 2009. Perubahan malonaldehida hati, bobot relatif bursa fabricius dan
rasio heterofil/limfosit (h/l) ayam broiler yang diberi cekaman panas. Med Pet.
32 (2): 81–87.
Leeson S. and Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed. Ontario
(CA): University Books, Canada. 398 pp.
Lestari R, Darmawan A, Wijayanti I. 2020. Suplementasi mineral cu dan zn dalam
pakan terhadap organ dalam dan lemak abdomen ayam broiler. JINTP. 18 (3):
74-80. doi:10.29244/jintp.18.3.74-80
Maradon GG. 2015. Pengaruh ransum dengan kadar serat kasar berbeda terhadap
organ dalam ayam jantan tipe medium umur 8 minggu. JIPT. 3 (2): 6-11.
doi: 10.23960/jipt.v3i2.p%25p
Masti H, Nabila S, Lamminin A, Junaidi J, Nova TD. 2020. Penambahan rimpang
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dan mineral zink dalam pakan untuk
menilai performans, organ fisiologi, dan gambaran darah ayam broiler dalam
situasi stress panas. JPI. 22 (2): 184-198. doi: 10.25077/jpi.22.2.184-
198.2020
Masum MA, Khan MZI, Nasrin M, Siddiqi MNH, Khan MZI, Islam MN. 2014.
Detection of immunoglobulins containing plasma cells in the thymus, bursa
of fabricius and spleen of vaccinated broiler chickens with Newcastle disease
virus vaccine. Int J Vet Sci Med. 2 (2): 103-108. doi:
10.1016/j.ijvsm.2014.06.001
Mistiani S, Kurnia A, Rusmana. D. 2020. Pengaruh tingkat pemberian ekstrak daun
burahol (Stelechocarpus burahol) dalam ransum terhadap bobot organ dalam
ayam broiler. JNTTIP. 2 (1): 42-50. doi: 10.24198/jnttip.v2i1.26669
Natsir MH. 2008. Pengaruh penggunaan kombinasi asam sitrat dan asam laktat cair
dan terenkapsulasi sebagai aditif pakan terhadap persentase karkas dan berat
organ dalam ayam pedaging. JITEK. 3 (2): 17-22.
Pratama IW, Siti ANW, Sukmawati NMS. 2018. Pengaruh abu Agnihotra dalam
pakan komersial terhadap organ dalam ayam broiler umur 5 minggu. JPT. 6
(3): 723-734.
Puspitasari S, Isroli dan Kusumanti E. 2016. Pengaruh penggunaan rumput laut dan
pare dalam ransum terhadap jumlah leukosit dan persentase bobot bursa
fabricius ayam broiler. J. Pengembangan Penyuluhan Pertanian. 13 (23): 13-
19. doi: 10.36626/jppp.v13i23.110
Ramadhan VH. 2018. Morfometri hati, lambung, usus, dan pankreas ayam broiler
yang diberi jamu kombinasi kemangi, tetes tebu, dan garam [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
25
Ramadhani YF. 2019. Profil organ dalam dan bobot karkas ayam broiler yang diberi
jamu kencur, merica dan kombinasi kencur dan merica. [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramli N, Yatno, Hasjmy AD, Sumiati, Rismawati, Estiana R. 2008. Evaluasi sifat
fisiko-kimia dan nilai energi metabolis konsentrat protein bungkil inti sawit
pada broiler. JITV. 13 (4): 249-255.
Renjani RP. 2014. Evaluasi sifat fisik dan kimia fraksinasi bungkil inti sawit
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Retnani Y, Herawati L, Khusniati S. 2011. Uji sifat fisik ransum broiler starter
bentuk crumble berperekat tepung tapioka, bentonite dan onggok. JITP. 1 (2):
88-97.
Rizal S. 2020. Pengaruh penambahan tepung limbah udang dalam ransum basal
terhadap organ pencernaan ayam pedaging umur 14-35 hari. [Skripsi].
Fakultas Pertanian dan Peternakan. Pekanbaru (ID): Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau
Roslan MAH, Abdullah N, Mustafa S. 2015. Removal of shells in palm kernel cake
via static cling and electrostatic separation. JOBIMB. 3 (1): 1-6. doi:
10.54987/jobimb.v3i1.227
Sadewo FH. 2018. Pengaruh Level Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum
Terhadap Persentase Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sarastia A. 2016. Substitusi Ransum Komersil Broiler dengan Serbuk Gergaji
Fermentasi.2 Organ Dalam dan Organ Pencernaan. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sastradipradja D. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): IPB
Press.
Setiawan IPAP, Astawa IPA, Nuriyasa IM. 2020. Pengaruh penggunaan minyak
ikan dalam ransum terhadap non karkas ayam broiler. JPT. 8 (3): 574-586.
Sharifi SD, Shariatmadari F & Yaghobfar A. 2012. Effects of inclusion of hull-less
barley and enzyme supplementation of broiler diets on growth performance,
nutrient digestion and dietary metabolisable energy content. JCEA. 13 (1):
193-207. doi: 10.5513/JCEA01/13.1.1035
Shivus B. 2014. Function of The Digestive System. Adisseo (US): Poultry Science
Association.
Sinurat AP, Purwadaria T, Pasaribu T. 2013. Peningkatan Nilai Gizi Bungkil Inti
Sawit dengan Pengurangan Cangkang dan Penambahan Enzim. JIVT. 18 (1):
34-41.
Sinurat AP. 2003. Pemanfaatan lumpur sawit untuk bahan pakan unggas. Wartazoa.
13: 39-47.
Situmorang H. 2011. Kajian pengaruh pengayakan terhadap karakteristik fisik
bungkil inti sawit dan bungkil kelapa. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Stefanon, Pell BAN, Schofield P. 1996. Effect of maturity on digestion kinetics of
water-soluble and water-insoluble fractions of alfalfa and brome hay. Anim
Sci. 74(5): 1104-1115. doi: 10.2527/1996.7451104x
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka.
26
RIWAYAT HIDUP