Anda di halaman 1dari 41

EVALUASI KUALITAS BUNGKIL INTI SAWIT TERHIDROLISIS

(PALMOFEED) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN KIMIA


PAKAN TERHADAP ORGAN DALAM AYAM BROILER

UMMI ENDAH KIRANASTUTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Evaluasi Kualitas
Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed) Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia
Pakan terhadap Organ Dalam Ayam Broiler” adalah karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2022

Ummi Endah Kiranastuti


D24180028
ABSTRAK

UMMI ENDAH KIRANASTUTI. Evaluasi Kualitas Bungkil Inti Sawit


Terhidrolisis (Palmofeed) Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia terhadap Organ
Dalam Ayam Broiler. Dibimbing oleh ERIKA BUDIARTI LACONI dan RITA
MUTIA.

Bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan dari proses pemisahan minyak
inti sawit yang dapat dikembangkan sebagai ransum sumber energi-protein bagi
unggas karena ketersediaannya yang sangat tinggi. Fraksinasi adalah proses yang
dilakukan dalam optimalisasi Bungkil inti sawit dalam menurunkan kandungan
cangkang dan serat kasarnya, karena tingginya kandungan cangkang dapat
mengurangi palatabilitas ternak dan daya penyerapan nutrient sehingga fraksinasi
atau hidrolisasi dilakukan pada Bungkil inti sawit menjadi Palmofeed. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia Bungkil inti sawit dan
Palmofeed serta mengukur pengaruh penggunaannya dalam ransum terhadap
persentase bobot organ dalam, organ imunitas dan persentase bobot dan relatif
panjang saluran pencernaan. Sebanyak 2250 ekor ayam broiler strain Ross dibagi
menjadi tiga petak dan diberi tiga perlakuan dengan rancangan acak lengkap.
Perlakuan terdiri dari R0 = Ransum kontrol (mengandung 0% BIS), R1 = Ransum
mengandung 12,5% Bungkil inti sawit, dan R2 = Ransum mengandung 12,5%
Palmofeed. Pengujian sifat fisik dan kimia dilakukan pada Bungkil inti sawit dan
Palmofeed. Hasil data sifat fisik dan kimia dibandingkan dengan uji Independent
Sample T-Test. Hasil uji sifat fisik dan kimia menunjukkan bahwa Palmofeed lebih
baik daripada Bungkil inti sawit (P<0,05). Teksturnya yang halus dan ukuran
partikel yang kecil membuat nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan, sudut tumpukan dan berat jenis lebih rendah tetapi meningkatkan nilai
kelarutan total dan tingkat keasaman Palmofeed menjadi lebih asam daripada
Bungkil inti sawit. Penambahan Palmofeed pada ransum juga berpengaruh nyata
dengan perlakuan yang berbeda dari analisis beberapa organ pada ayam broiler.
Peningkatan berat organ dalam terjadi pada hati (P<0,05), sedangkan pada jantung
dan ginjal tidak meningkat secara signifikan (P>0,05), demikian juga pada organ
imunitas dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan penambahan
Palmofeed. Peningkatan bobot secara signifikan di saluran pencernaan hanya
ditemukan pada gizzard, tidak dengan organ atau bagian lain dari usus halus.

Kata kunci: ayam broiler, bungkil inti sawit, organ dalam, palmofeed
ABSTRACT

UMMI ENDAH KIRANASTUTI. Evaluation of Hydrolyzed Palm Kernel Meal’s


(Palmofeed) Quality Based on Physical and Chemical Characteristics of Feed
against Internal Organs Broiler. Supervised by ERIKA BUDIARTI LACONI and
RITA MUTIA.

Palm kernel meal is a by-product of the palm kernel oil separation process
it can be developed as a protein-energy source ration for poultry because of it is
high availability. Fractionation is a process carried out in optimizing palm kernel
meal by reducing it is shell and crude fiber content, because the high shell content
can reduce livestock palatability and nutrient absorption, so fractionation or
hydrolyzation is carried out on palm kernel meal into Palmofeed. This study aims
to determine the physical and chemical properties of Palm kernel meal and
Palmofeed and to measure the effect of their use in rations on the percentage of
internal organ weight, immune organs, and the percentage of weight and relative
length of the digestive tract. A total of 2250 broilers of the Ross strain were divided
into three plots and given three treatments with a completely randomized design.
The treatments consisted of R0 = control diet (containing 0% BIS), R1 = diet
containing 12.5% Palm kernel meal, and R2 = diet containing 12.5% Palmofeed.
Physical and chemical properties were tested on Palm kernel meal and Palmofeed.
The results of the data on physical and chemical properties were compared with
the Independent Sample T-Test. The results showed that the physical and chemical
properties of Palmofeed were better than Palm kernel meal (P<0.05). It’s fine
texture and small particle size are lower than pile density, pile compaction density,
pile angel, and specific gravity but increase the total solubility value and the acidity
level of Palmofeed. The addition of Palmofeed to the ratio also had a significant
effect with different treatments from the analysis of several organs in broiler
chickens. The increase in the weight of internal organs occurred in the liver
(P<0.05). In contrast, for the heart and kidneys it did not increase significantly
(P>0.05), as well as for the immune organs, where there was no significant
difference with the addition of Palmofeed. Significantly increased weight in the
digestive tract is only found in the gizzard, not with other organs or parts of the
small intestine.

Keywords: broiler chicken, intestinal organs, palm kernel meal, palmofeed.


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2022
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
EVALUASI KUALITAS BUNGKIL INTI SAWIT TERHIDROLISIS
(PALMOFEED) BERDASARKAN SIFAT FISIK DAN KIMIA
PAKAN TERHADAP ORGAN DALAM AYAM BROILER

UMMI ENDAH KIRANASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
Tim Penguji pada Ujian Skripsi:
1 Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr
2 Ir. Dwi Margi Suci, MS
Judul Skripsi : Evaluasi Kualitas Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed)
Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia Pakan terhadap Organ Dalam Ayam
Broiler
Nama : Ummi Endah Kiranastuti
NIM : D24180028

Disetujui oleh

Pembimbing 1:
Prof. Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS

Pembimbing 2:
Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan:


Prof. Dr. sc. ETH. Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc
NIP. 19830602 200501 1 001

Tanggal Ujian: 8 Agustus 2022 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai bulan Desember 2022 ini ialah
Penggunaan Inovasi Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed), dengan judul
“Evaluasi Kualitas Bungkil Inti Sawit Terhidrolisis (Palmofeed) Berdasarkan Sifat Fisik
dan Kimia Pakan terhadap Organ Dalam Ayam Broiler”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing, Bunda Prof. Dr. Ir. Erika
Budiarti Laconi, MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing utama
dan Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku dosen pembimbing anggota, yang telah
membimbing dan banyak memberi saran selama menjalankan tugas akhir serta Prof. Dr.
Ir. Nahrowi, M.Sc selaku dosen yang telah mendanai penelitian penulis. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Widya Hermana, M.Si selaku dosen
pembahas seminar dan Bapak Sazli Tutur Risyahadi, STP, MT selaku dosen moderator
seminar. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,
M.Sc.Agr dan Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku dosen penguji ujian akhir sarjana yang telah
memberikan banyak saran perbaikan kepada penulis sehingga tulisan ini dapat selesai,
serta Dr. Dilla Mareistia Fassah, S.Pt., M.Sc selaku dosen moderator ujian akhir sarjana
penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak (Imron), Ibu (Siswati),
Kaka (Sri Puji Astuti, S.Gz, Dietisien), Adik (Bagus Yudha Prayoga Firdaus), Nenek (Hj.
Juwariyah) dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, do’a dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga kepada Shofwatunnida atas dukungan, dan selalu
mendengarkan keluh kesah dari awal penelitian hingga saat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pemilik dan pengurus CV. Kartika
Farm, Ciampea Bapak Wayan, Bapak Icang dan Bapak Ocim, staff Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas Ibu Lanjarsih, S.Pt, MM dan Ibu Lilis Sumiati, asisten Ka Rahayu
Asmadini Rosa, S.pt, M.Si Rahma Dhani Dwi Prasetya, S.Pt, M.Si dan Muhammad
Ramdoni, S.Pt, teman sepenelitian Alika Agustina yang telah membantu selama
penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
pada rekan-rekan satu bimbingan Raiza Tri Pangesti, Fauzan Riva’i dan Aulia Ramadhani
Harsono, pun kepada sahabat semasa kuliah Chemistry Melika, Sarah Wafa, Rafi Helmi,
Bhernika Rizki, Salma Asha, Tsania Diffa, Putri Sri, Nella Nur, Christria Putri, Adelia
Pratista, Marsseline Ersa, Raynesa Nurul, Iqbal Aushafa, Fenciko Adrian, Nurianti Sri
Bulan, Nadya Sheila, Amelia Kamila, Mira Atul, Salsabila Resta, Kunti Rahayu,
Naiwatul Hadilla, Zulfitri Ardiyanti, sahabat di Blizzard, KDLC dan KMB, serta seluruh
mahasiswa INTP 55 dan pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah
memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan sangat baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2021

Ummi Endah Kiranastuti


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR LAMPIRAN xii
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
II METODE 4
2.1 Waktu dan Tempat 4
2.2 Alat dan Bahan 4
2.3 Ternak dan Kandang 4
2.4 Prosedur Kerja 4
2.5 Perlakuan 9
2.6 Rancangan Percobaan 10
2.7 Analisis Data 10
2.8 Peubah yang Diamati 10
III HASIL DAN PEMBAHASAN 11
3.1 Sifat Fisik dan Kimia BIS Kontrol dan Palmofeed 11
3.2 Organ Dalam Ayam Broiler 14
3.3 Organ Imunitas Ayam Broiler 15
3.4 Organ Saluran Pencernaan Ayam Broiler 17
IV SIMPULAN DAN SARAN 22
4.1 Simpulan 22
4.2 Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 32
DAFTAR TABEL

1 Formulasi ransum ayam broiler periode starter dan finisher 5


2 Kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher 6
3 Perbandingan sifat fisik dan kimia bahan pakan BIS dan Palmofeed 11
4 Perbandingan persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi pakan
kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed 14
5 Perbandingan persentase bobot organ imunitas ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed 15
6 Perbandingan persentase bobot organ saluran pencernaan ayam broiler yang
diberi pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed 17
7 Perbandingan relatif panjang organ saluran pencernaan ayam broiler yang
diberi pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot hati ayam broiler 27


2 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot jantung ayam broiler 27
3 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot ginjal ayam broiler 27
4 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler 27
5 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot kelenjar timus ayam broiler 27
6 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot limfa ayam broiler 28
7 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot proventrikulus ayam broiler 28
8 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot gizzard ayam broiler 28
9 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot empedu ayam broiler 28
10 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot pankreas ayam broiler 28
11 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot duodenum ayam broiler 29
12 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot jejenum ayam broiler 29
13 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot ileum ayam broiler 29
14 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot sekum ayam broiler 29
15 Hasil analisis sidik ragam persentase bobot kolon ayam broiler 29
16 Hasil analisis sidik ragam relatif panjang duodenum ayam broiler 30
17 Hasil analisis sidik ragam relatif panjang jejenum ayam broiler 30
18 Hasil analisis sidik ragam relatif panjang ileum ayam broiler 30
19 Hasil analisis sidik ragam relatif panjang sekum ayam broiler 30
20 Hasil analisis sidik ragam relatif panjang kolon ayam broiler 30
21 Hasil statistik uji T tidak berpasangan sifat fisik dan kimia pakan 31
22 Hasil sampel tidak berpasangan sifat fisik dan kimia pakan 31
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ayam broiler merupakan strain ayam hasil budidaya teknologi yang efisien
dalam karakteristik ekonomi karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan
menghasilkan daging yang berkualitas, keunggulan tersebut dapat dihasilkan
dengan pemberian pakan yang berkualitas. Pakan menyumbang persentase 80%
dalam suksesnya pemeliharaan ayam pedaging untuk mendapatkan target produksi
yang diinginkan (Astuti et al. 2020). Pemberian ransum berkualitas diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler khususnya pada kebutuhan pakan
sumber energi-protein, maka dari itu ternak ayam broiler membutuhkan pakan
dengan kadar energi-protein yang mencukupi salah satunya dengan menggunakan
campuran bungkil inti sawit pada ransum. Bungkil inti sawit biasa digunakan
sebagai bahan baku pakan sumber energi dan protein karena mengandung protein
kasar sekitar 16,43% dan kandungan energi yang tinggi (Alshelmani et al. 2016).
Biaya bahan pakan sumber energi-protein dalam dunia peternakan unggas dapat
mencapai 55%-70% (Wicaksana et al. 2021). Maka dari itu diperlukan bahan pakan
yang efisien dalam penggunaan, kandungan nutrisi dan harga untuk
menggunakannya sebagai campuran ransum. Bungkil inti sawit merupakan produk
hasil ikutan dari proses pemisahan minyak inti sawit yang umumnya merupakan
sumber lemak, protein, mineral, dan karbohidrat yang dengan demikian
penggunaan campuran bahan pakan menggunakan Bungkil inti sawit mudah
digunakan sebab ketersediaannya dapat dimanfaatkan terlebih dahulu dan tidak
mengganggu ekosistem dengan kebutuhan manusia. Pakan komersial yang berasal
dari pabrik pakan memiliki harga yang relatif mahal sehingga hal ini dapat
mempengaruhi keuntungan yang akan didapatkan nantinya, dengan menggunakan
limbah hasil ikutan dapat meminimalisir pengeluaran kebutuhan pakan inti lainnya.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2021), Indonesia
merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit dengan total lahan
seluas 14,6 juta ha per tahun dan produksi 46,2 juta ton per tahun. Sebesar 5% dari
tandan buah segar sawit menghasilkan inti sawit, dari inti sawit dihasilkan 45%-
46% minyak inti sawit dan limbah sawit berupa Bungkil inti sawit sebesar 45%-
46% dan produksi minyak sawit serta inti sawit pada tahun 2018 masing-masing
mencapai 36,5 juta dan 7,3 juta ton (BPS 2018). Hal tersebut mempengaruhi harga
dan ketersediaan produksi Bungkil inti sawit yang tidak dipengaruhi oleh musim
seperti beberapa bahan pakan lainnya. Namun pemberian Bungkil inti sawit pada
ransum unggas ini memiliki batasan sebab mengandung cangkang yang
mendominasi dan cangkang tersebut memicu tingginya kandungan serat kasar pada
Bungkil inti sawit yang mana ternak ayam broiler memiliki batasan untuk konsumsi
serat kasar pada ransum yang dapat membuat ekskreta dan litter menjadi basah.
Bungkil inti sawit ini dapat diolah terlebih dahulu untuk mengurangi serat kasar
yang cukup tinggi dan terkandung di dalamnya, produk olahan dari Bungkil inti
sawit yang memiliki kualitas nutrisi lebih baik dibandingkan Bungkil inti sawit
tanpa pengolahan yaitu Palmofeed.
Palmofeed merupakan hasil olahan dari BIS yang berfokus dalam
peningkatan kandungan energi-protein dengan proses meminimalisir kandungan
serat yang terdapat didalamnya pada cangkang Bungkil inti sawit lokal. Cangkang
2

dapat menurunkan palatabilitas dan merusak dinding saluran pencernaan ternak


muda karena cangkang memiliki tekstur keras dan tajam. Cemaran cangkang pada
Bungkil inti sawit berkisar antara 10% hingga 20% bergantung pada proses
pemisahan cangkang dengan metode yang digunakan dari Bungkil inti sawit
sebelum pengambilan minyak sawit dari inti sawit (Sinurat et al. 2013). Tahapan
BIS mengurangi cemaran cangkangnya dapat dilakukan dengan penyaringan dalam
jumlah besar karena penyaringan BIS dapat menurunkan cemaran cangkang hingga
50%. Metode hidrolisis yang dilakukan guna mengurangi cangkang BIS yaitu
dengan melakukan pemecahan suatu molekul-molekul sederhana pada bahan akibat
adanya pengikatan air yang dilakukan secara kimiawi (Aniriani et al. 2018).
Fraksinasi dapat mengurangi keberadaan cangkang sehingga menurunkan kadar
serat kasar, maka dengan kombinasi kedua metode tersebut akan mengoptimalkan
penggunaan BIS dengan kualitasnya yang dapat menurunkan kandungan 18% serat
kasar BIS menjadi 12,28% (Nahrowi et al. 2021). Palmofeed mengandung serat
kasar yang lebih rendah dibanding dengan BIS lokal sehingga penggunaannya
dalam ransum ayam broiler dapat mencapai 10% karena serat yang terkandung di
dalam sawit tidak karsinogenik, bebas pestisida, dan memiliki sel parenkim lunak
yang dapat diolah dan diproduksi sebagai pakan ternak sehingga penggunaan
dengan pengolahan terlebih dahulu akan aman dan memberikan nutrisi yang baik
bagi ternak. Sifat fisik pada bahan pakan juga perlu diketahui karena akan
menentukan sifat dasar yang dimiliki suatu bahan sehingga dapat menetapkan mutu
pakan dan keefisienan proses produksi. Hal tersebut juga penting diketahui karena
dapat memicu beberapa permasalahan dan perancangan alat yang dapat membantu
proses produksi pakan serta membantu industri dalam mengolah pakan.
Produk bahan baku Palmofeed ini diklaim memiliki sifat fisik yang lebih baik
dibandingkan Bungkil inti sawit, yaitu mengalami pengembangan dan
mempermudah efikasi enzim, tekstur lebih halus karena rendah kandungan
cangkang, serta warna lebih cerah dan aroma yang khas tidak tengik. Pertumbuhan
ayam sangat dipengaruhi oleh sistem organ viseral, organ viseral dapat mengubah
ransum yang dikonsumsi oleh ayam sehingga dapat digunakan oleh tubuh ayam
tersebut (Sarastia 2016). Ukuran organ dalam yang normal menandakan fungsi dan
kerja dari organ dalam tersebut baik. Bobot dan persentase relatif organ dalam pada
merupakan representasi dampak dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler.
Persentase bobot organ dalam, organ pencernaan, dan panjang relatif usus akan
menggambarkan kerja metabolisme dalam tubuh, kesehatan dan performa ternak
(Sadewo 2018). Seluruh agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh tersebut sehingga proteksi yang diberikan
tidak spesifik terhadap penyakit tertentu. Sistem kekebalan spesifik terdiri atas
sistem berperantara sel (cell mediated immunity) dan sistem kekebalan berperantara
antibodi (Lestari et al. 2020). Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kondisi
penyerapan organ saluran pencernaan pada ayam broiler seperti usus halus.
Semakin luas permukaan vili usus dan semakin rapat vili usus maka area
penyerapan akan semakin meningkat dan penyerapan zat makanan semakin banyak.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pengaruh pemberian Bungkil inti sawit dan Palmofeed dalam pakan
terhadap persentase bobot organ dalam, panjang relatif saluran pencernaan dan
persentase histologi vili usus pada ayam broiler.
3

1.2 Rumusan Masalah


Penggunaan BIS sebagai pakan ternak belum teroptimalisasi sebab tingginya
kandungan serat kasar yang terdapat pada cangkang BIS. Sebagai salah satu negara
utama produsen minyak kelapa sawit, Indonesia dapat menghasilkan sekitar 45%
BIS yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dari hasil produksinya.
Optimalisasi BIS sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan kombinasi
metode fraksinasi dan hidrolisasi dalam mengurangi kandungan serat kasar BIS
sehingga penggunaannya dalam pakan ternak yang semula hanya pada pemberian
3-5% dapat digunakan 10% menurut penelitian sebelumnya. Pemberian BIS dapat
mengefisienkan bahan pakan yang melimpah untuk dimanfaatkan ketersediaannya
dalam peningkatan produksi ternak dan kualitasnya bagi konsumen. Penggunaan
Palmofeed pada penelitian ini dilakukan pada ayam broiler dengan taraf
penggunaan sebesar 12,5% yang ditinjau dari aspek organ dalam ayam broiler serta
mengevaluasi kualitas BIS dan Palmofeed berdasarkan sifat fisik dan kimia pakan.

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan dalam mengevaluasi perbedaan kualitas bahan pakan
BIS dan Palmofeed berdasarkan sifat fisik dan kimia pakan serta dilakukan uji coba
lapang terhadap pengaruh pemberiannya pada ayam broiler yang ditinjau dari aspek
organ dalam.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai kontribusi
secara pustaka terhadap para pembaca dalam menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan menjadi sumber atau referensi terkait ketersediaan BIS dan
optimalisasi penggunaan Palmofeed yang telah diminimalisirkan kandungan serat
kasar dengan proses fraksinasi dan hidrolisasi sebagai bahan baku pakan ternak
ayam broiler. Inovasi yang ada pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
akan majunya dunia bisnis sektor peternakan ayam broiler terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diimplementasikan dengan para
peternak maupun industri pakan. Data yang disajikan mengenai pengaruh
pemberian BIS dan Palmofeed pada organ dalam ayam broiler serta perbandingan
sifat fisik dan kimia pakan dapat menjadi pertimbangan dalam menggunakan bahan
pakan BIS dan Palmofeed
4

II METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2021.
Pemeliharaan ayam broiler dilakukan di CV. Kartika Farm, Ciampea, Bogor.
Pengukuran persentase organ dalam, organ imunitas dan saluran pencernaan
dilakukan di Lab Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Pengukuran sifat fisik dan kimia bahan pakan BIS
dan Palmofeed serta analisis proksimat pada bahan pakan dilakukan di Lab Ilmu
dan Teknlogi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, IPB. Analisis asam amino dilakukan di Laboratorium PT. Saraswanti
Indo Genetech.

2.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tempat pakan, tempat
minum, brooder, lampu, blower, karung, timbangan, pisau, gunting, nampan,
plastik tahan panas, tali rapia, tali meter, mikroskop, kaca objek, monitor, gelas
ukur, labu erlenmeyer, penggaris, sudip, magnetic stirrer, pompa vakum, oven, pH
meter, cawan, kertas saring, kertas, pulpen dan software SPSS. Bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain bahan pakan BIS kontrol, BIS
terhidrolisis (Palmofeed), ayam broiler, jagung lokal, dedak halus, bungkil kedelai
48, Corn Gluten Meal (CGM), Meat Bone Meal (MBM) 48%, Crude Palm Oil
(CPO), kapur, Dicalcium phosphate (DCP), L-lysine, DL-Methionine, premix, air
minum, vita stress, vaksin ND dan vaksin gumboro, Buffer Neutral Formalin
(BNF), sampel usus halus bagian ileum, sample gizzard, hand sanitizer dan aquades.

2.3 Ternak dan Kandang


Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam broiler strain Ross
dengan jumlah 2.250 ekor dari PT. Cibadak Indah Sari Farm. Kandang yang
digunakan untuk pemeliharaan yaitu bertempat di CV. Kartika Farm, Ciampea,
Bogor. Jenis kandang berupa kandang tradisional dengan sistem litter beralaskan
sekam padi dan memiliki satu pintu kandang. Luas ukuran kandang yaitu 22,5 x 7
m yang dibagi menjadi 3 sekat pada setiap perlakuan dan setiap sekat memiliki
luasan 52 m2. Ayam dipelihara selama kurang lebih 32 hari.

2.4 Prosedur Kerja

Pembuatan Pakan

2.4.1.1 Persiapan Palmofeed


Palmofeed diproduksi dengan mengikuti paten IDP000071535 yang
dilakukan dengan penyaringan proses bertingkat dan pengaluran udara (Nahrowi et
al. 2021). Palmofeed diproduksi di PT. Buana Karya Noveltindo yang berlokasi di
Kalimantan Selatan. Teknologi yang digunakan pada paten ini berupa kombinasi
antara metode fraksinasi/penyaringan dan hidrolisasi. Metode fraksinasi dilakukan
pada BIS yang akan diolah dengan menggunakan vibrating screen dan dilakukan 2
5

kali penyaringan menggunakan ukuran 16 mm dan 20 mm. Hasil dari proses


fraksinasi tersebut selanjutnya dilakukan proses hidrolisasi dengan menggunakan
mixer dan digunakan penambahan bahan kimia saat proses hidrolisis yang
dilakukan selama 1 jam dengan penggunaan suhu 60-80oC. BIS yang sudah
dilakukan hidrolisis tidak bisa langsung digunakan, tetapi dilakukan reconditioning
selama 24 jam untuk dapat menurunkan suhu menjadi keadaan semula.

2.4.1.2 Formulasi Ransum


Formulasi ransum penelitian disusun untuk memenuhi kebutuhan nutrien
ayam broiler berdasarkan energi metabolisme dan asam amino tercerna. Database
diinput dari buku Leeson dan Summers (2005). Standar kebutuhan nutrien ransum
berdasarkan pada management guide Strain Ross dengan menggunakan software
WinFeed V 2.8. Ransum yang diberikan dibagi dalam fase pre-starter (1-12 hari)
dengan memberi pakan kontrol secara keseluruhan, starter (12-21 hari) dan fase
finisher (22-32 hari). Ransum standar yang digunakan adalah ransum kontrol yang
terdiri atas ransum starter dan finisher berbentuk butiran (crumble) dan formulasi
ransum penelitian ini diberikan dalam benruk Asfed. Komposisi pakan perlakuan
setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi ransum ayam broiler periode starter dan finisher


Starter Finisher
Bahan Pakan (%)
R0 R1 R2 R0 R1 R2
Jagung Lokal 50,07 40,63 40,63 51,0 50,9 50,9
Dedak Halus 5,08 0,00 0,00 9,32 0,00 0.00
Bungkil Kedelai 48 28,0 28,35 28,35 16,35 12,48 12,48
Bungkil Inti Sawit 0,00 12,5 0,00 0,00 12,5 0,00
Palmofeed 0,00 0,00 12,5 0,00 0,00 12,5
CGM Impor 8,79 7,34 7,34 12,0 12,0 12,0
MBM 48% 4,00 5,63 5,63 4,70 5,67 5,67
CPO 1,50 3,70 3,70 4,82 4,90 4,90
Kapur 1,02 0,55 0,55 0,54 0,15 0,15
DCP 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
L-Lysine 0,23 0,20 0,20 0,25 0,35 0,35
DL-Methionine 0,09 0,11 0,11 0,02 0,04 0,04
Premix 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum mengandung 12,5% BIS kontrol, R2:
Ransum mengandung 12,5% Palmofeed; CGM = Corn Gluten Meal, MBM = Meat Bone Meal, CPO
= Crude Palm Oil, DCP = Dicalcium phosphate.

Pakan yang telah diformulasi lalu dilakukan uji kandungan nutrien pada
laboratorium setiap perlakuan pada masing-masing pakan starter dan finisher di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB dan
Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech, Bogor dengan mendapati hasil yang
tersaji pada Tabel 2.
6

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher
Starter Finisher
Kandungan Nutrien
R0 R1 R2 R0 R1 R2
a
BK (%) 87,53 88,05 88,55 88,46 87,70 87,65
a
Abu (%) 4,72 5,16 5,48 4,81 4,44 3,98
PK (%)a 24,47 23,63 23,65 23,12 24,32 24,30
SK (%)a 3,94 3,73 3,37 4,76 4,86 3,87
a
LK (%) 3,42 4,50 4,12 4,23 4,69 4,98
Beta-N (%)a 53,43 51,03 51,93 51,54 49,39 50,52
GE (kal g-1) 4710 4574 4720 4136 4528 4410
b
Fenilalanin (%) 1,76 1,82 1,76 1,61 1,80 1,93
Isoleusin (%)b 1,09 0,98 1,12 0,86 0,95 0,94
b
Valin (%) 1,24 1,16 1,27 1,00 1,11 1,13
b
Arginin (%) 1,77 1,93 1,96 1,37 1,62 1,80
Lisin (%)b 1,09 0,96 1,13 0,79 0,86 0,89
b
Leusin (%) 2,68 2,34 2,66 2,46 2,80 2,68
b
Threonin (%) 1,33 1,35 1,35 1,12 1,20 1,34
b
Histidin (%) 0,77 0,80 0,78 0,67 0,72 0,80
a
Hasil analisis di Laboratorium ITP INTP Fakultas Peternakan IPB, bHasil analisis di Laboratorium
PT. Saraswanti Indo Genetech ; R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum
mengandung 12,5% BIS kontrol, R2: Ransum mengandung 12,5% Palmofeed; BK = berat kering,
PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, GE = gross energy.

Persiapan Kandang
Persiapan kandang dilakukan dua minggu sebelum DOC ayam pedaging
masuk. Setiap kandang dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air,
deterjen, dan karbol. Kandang yang sudah bersih selanjutnya disterilkan
menggunakan desinfektan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bibit
penyakit. Setelah itu, pengapuran dilakukan secara merata pada dinding dan lantai
kandang untuk memutus rantai kehidupan mikroorganisme yang dapat merugikan
di dalam kandang. Lantai kandang yang sudah mengering dan dibersihkan,
kemudian dialasi dengan sekam secara merata ke setiap sekat dalam kandang serta
dialasi plastik untuk DOC. Tempat pakan dan air minum dibersihkan dengan
menggunakan air dan deterjen serta harus sudah terpasang sehari sebelum ayam
masuk.

Pemeliharaan
DOC yang digunakan sebanyak 2250 ekor, yang dibagi secara acak dan
ditempatkan ke dalam 3 sekat kandang sesuai perlakuan sebanyak 750 ekor setiap
sekat. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum di setiap
sekat kandang. Air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan dilakukan
secara ad libitum dengan pemberian terus menerus dengan memastikan bahwa
tempat pakan selalu terisi penuh. Pemeliharaan dilakukan selama 32 hari, 1 minggu
pertama ayam diberikan pakan kontrol, kemudian hari ke 8 sampai hari 11 diberikan
pakan adaptasi yakni pencampuran antara pakan kontrol dan pakan perlakuan
secara bertahap. Pencegahan penyakit dengan pemberian vaksin pada ayam broiler
juga dilakukan sebanyak 2 kali. Vaksin 1 dilakukan pada saat ayam berumur 4 hari
7

melalui tetes mata dan biasanya diberikan vaksin ND. Sedangkan vaksin ke-2
diberikan vaksin Gumboro dan dilakukan pada saat ayam berumur 12 hari melalui
air minumnya.

Pengukuran Sifat Fisik


2.4.4.1 Berat Jenis (Khalil 1999a)

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat dengan volume bahan.


Sampel bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL secara perlahan dengan
menggunakan sendok sampai mencapai volume 30 mL. Gelas ukur yang sudah
berisi bahan ditimbang. Selanjutnya sebanyak 50 mL aquades dimasukkan ke dalam
gelas ukur tersebut dan dilakukan pengadukan untuk mempercepat hilangnya udara
antar partikel. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah konstan. Perhitungan
berat jenis dilakukan menggunakan persamaan:

Bobot bahan pakan (g)


BJ (g 𝑚𝐿−1) =
Perubahan Volume Aquades (mL)

2.4.4.2 Kerapatan Tumpukan (Khalil 1999a)

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan bahan ke dalam gelas


ukur 100 ml dengan menggunakan corong dan sendok sampai volume 100 mL.
Gelas ukur yang telah berisi bahan ditimbang. Perhitungan kerapatan tumpukan
adalah dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempati (g
mL-1):
Bobot bahan pakan (g)
KT (g 𝑚𝐿−1) =
Volume ruang bahan (mL)

2.4.4.3 Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil 1999a)

Pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan


tumpukan, hanya saja volume bahan dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan
menggoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan selama 10 menit. Satuan
kerapatan pemadatan tumpukan adalah g mL-1:

Bobot bahan pakan (g)


KPT (g 𝑚𝐿−1) =
Volume ruang bahan setelah pemadatan (mL)

2.4.4.4 Sudut Tumpukan (Khalil 1999b)

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada


ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Kertas manila/kertas berwarna
putih digunakan sebagai alas bidang datar. Diameter tumpukan sampel didapatkan
dengan mengukur bagian datar yang terbentuk.Nilai sudut tumpukan diukur melalui
diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan, kemudian dihitung dengan rumus:
t 2t
Sudut Tumpukan (tg α) = =
0,5d d
8

Pengukuran Sifat Kimia


2.4.5.1 Tingkat Keasaman (pH) (Modifikasi Metode Stefanon et al. 1996)

Pengukuran pH menggunakan pH meter dilakukan dengan cara melarutkan


sampel padat pada aquades perbandingan 1:5 (w/v) yakni 10 ml sampel dan 50 ml
aquades. Sebelum pH meter digunakan terlebih dahulu dilakukan kalibrasi
menggunakan larutan buffer 4.2, 6.8, dan 10. Selanjutnya pH meter siap digunakan
dengan cara mencelupkan ujung pH meter kedalam larutan yang berisi sampel
tersebut. Pembacaan angka pH dilakukan setelah nilai konstan, masing-masing
dilakukan terhadap 5 sampel setiap bahan pakan.

2.4.5.2 Kelarutan Total (Araba dan Dale 1990)

Pengujian kelarutan total dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu


cawan dan kertas saring yang dioven ±30 menit untuk digunakan sebagai tempat
sampel saat dimasukan ke oven. Labu Erlenmeyer ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital lalu diisi dengan sampel sebanyak 5 g, kemudian kedalamnya
ditambahkan aquades sebanyak 200 ml. Setelah itu, sampel diaduk dengan
menggunakan pengaduk magnetik selama ±15 menit sampai tercampur secara
merata. Lalu campuran tersebut disaring dengan menggunakan pompa vakum dan
diberi kertas saring yang sudah dioven tadi. Buang cairan tersebut dan selanjutnya
padatan di oven dengan menggunakan cawan pada suhu 105oC selama 24 jam atau
1 hari. Sampel ditimbang lagi sebagai berat akhir kemudian dihitung menggunakan
rumus:

Berat bahan awal – berat setelah dioven (g)


Kelarutan Total = x 100%
Berat awal bahan (g)

Pengukuran Persentase Organ Dalam Ayam Broiler


Pengukuran organ dalam dilakukan setelah 32 hari umur ayam saat
dilaksanakan pemeliharaan. Ayam disampling dan diambil setiap ulangan sebanyak
1 ekor sehingga jumlah seluruh perlakuan dan ulangan sebanyak 15 ekor.
Pengukuran persentase organ dilakukan pemotongan terlebih dahulu, pemotongan
dilakukan pada perbatasan leher dan kepala dengan memotong vena jugularis, arteri
karotidea, trachea dan oesophagus. Setelah itu ayam dibiarkan menggantung selama
1-3 menit hingga darah berhenti mengalir, ayam dicelupakn ke dalam air panas pada
suhu kurang lebih 80°C, kemudian dilakukan pencabutan bulu dengan
menggunakan mesin pencabit bulu, lalu dilakukan embedahan. Ayam yang telah
dipilih dan dipisahkan di potong dan dibedah sebelum dipisahkan setiap organ
dalam dan saluran pencernaan untuk dihitung bobot kotor dan bersih setelah
dihilangkan digestanya serta panjang usus halus, sekum dan kolon.
9

2.4.6.1 Perhitungan Persentase Bobot Organ Dalam

Bagian organ dalam pada ayam broiler terdiri atas hati, jantung dan ginjal.
Pengukuran bagian organ dalam ini dilakukan menggunakan timbangan analitik
dengan cara bagian-bagian tersebut dipisahkan dengan tanpa membersihkan bagian
lemaknya, kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya dengan rumus sebagai
berikut:
Bobot organ dalam (g)
Persentase Bobot Organ Dalam (%) = x 100%
Bobot hidup (g)

2.4.6.2 Perhitungan Persentase Bobot Organ Imunitas

Bagian bobot organ imunitas pada ayam broiler terdiri atas limfa, kelenjar
timus dan bursa fabrisius. Pengukuran bagian organ dalam ini dilakukan
menggunakan timbangan analitik dengan cara bagian-bagian tersebut dipisahkan
dengan tanpa membersihkan bagian lemaknya, kemudian ditimbang dan dihitung
persentasenya dengan rumus sebagai berikut:
Bobot organ imunitas (g)
Persentase Bobot Organ Imunitas (%) = x 100%
Bobot hidup (g)

2.4.6.3 Perhitungan Persentase Bobot dan Panjang Relatif Saluran


Pencernaan

Bagian saluran pencernaan pada ayam broiler terdiri atas pankreas, empedu,
proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum dan ileum), usus besar dan
seka yang dihitung menggunakan timbangan analitik untuk bobot dan pita ukur
untuk mengukur panjang relatif. Penimbangan dilakukan 2 kali pada setiap bagian
yang mana bagian ditimbang terlebih dahulu, kemudian dihilangkan digestanya
untuk menimbang bagian bersihnya dan dihitung persentasenya dengan rumus
sebagai berikut:
Bobot saluran pencernaan (g)
Persentase Bobot Saluran Pencernaan (%) = x 100%
Bobot hidup (g)
Panjang saluran pencernaan (cm)
Panjang Relatif Saluran Pencernaan (cm100 g-1) = x 100
Bobot hidup (g)

2.5 Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) perlakuan dengan membandingkan pakan
yang tidak mengandung BIS, mengandung BIS dan mengandung Palmofeed.

Perlakuan tersebut sebagai berikut:


R0 : Ransum mengandung 0% Bungkil Inti Sawit (BIS)
R1 : Ransum mengandung 12,5% BIS
R2 : Ransum mengandung 12,5% Palmofeed
10

2.6 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan dan 5 (lima) ulangan. Model matematika yang
digunakan sesuai (Steel dan Torrie 1993) sebagai berikut:

Yij = µ + τi + єij

Keterangan:
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i
€ij = pengaruh galat perlakuan ke-i yang terjadi pada ulangan ke-j

2.7 Analisis Data


Program aplikasi yang digunakan dalam menganalisis data yaitu Statistical
Product and Service Solutions (SPSS) 25. Data dianalisis menggunakan sidik ragam
(ANOVA) dan apabila terjadi perbedaan maka masing-masing perlakuan dapat
dilakukan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT). Sedangkan untuk data
sifat fisik dan kimia diuji dengan Independent Samples T-Test.

2.8 Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati pada penelitian ini, yaitu berat jenis, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pH dan kelarutan
total. Sedangkan untuk organ dalam ayam broiler, peubah yang diamati meliputi
persentase bobot organ dalam, persentase bobot organ imunitas, persentase bobot
saluran pencernaan, dan panjang relatif saluran pencernaan.
11

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sifat Fisik dan Kimia BIS Kontrol dan Palmofeed


Sifat fisik dan kimia pakan penting untuk dilakukan pengujian dan
mengetahui dalam meminimalisir beberapa permasalahan dan membantu
perancangan alat-alat yang dapat membantu proses produksi pakan serta membantu
industri pengolahan hasil pertanian (Handayani 2010). Sifat fisik juga merupakan
sifat dasar pakan, sehingga dengan mengetahui sifat fisik dari pakan maka dapat
mengetahui batas maksimal penyimpanan pakan pada gudang industri, sehingga
pakan yang akan didistribusikan hingga sampai berada ditangan peternak masih
memiliki kualitas nutrisi yang baik. Pengaruh adanya perlakuan dan pengolahan
lebih lanjut pada bungkil BIS terhadap sifat fisik dan kimia dapat dilihat dengan
membandingkan dengan Palmofeed. Tabel 3 menyajikan hasil perbandingan sifat
fisik dan kimia kedua bahan.

Tabel 3 Perbandingan sifat fisik dan kimia bahan pakan BIS dan Palmofeed

Parameter Palmofeed BIS Kontrol P-Value


Berat Jenis (g mL-1) 1,38±0,25 1,45±0,07 0,611
Kerapatan Tumpukan (g mL-1) 0,42±0,01b 0,63±0,01a 0,000
Kerapatan Pemadatan
0,66±0,01b 0,74±0,01a 0,000
Tumpukan (g mL-1)
Sudut Tumpukan (°) 26,57±0,93b 32,80±0,32a 0,000
pH 4,65±0,05b 5,07±0,02a 0,000
Kelarutan Total (%) 27,47±0,60a 23,48±0,98b 0,000
BIS kontrol = Bungkil inti sawit kontrol; Palmofeed = Bungkil inti sawit terhidrolisis; Angka yang
diikuti superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0,05).

Berat Jenis
Berat jenis BIS kontrol dan Palmofeed menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata (P>0,05). Berat jenis memiliki peranan penting dalam berbagai proses
pengolahan, penanganan dan penyimpanan serta pada bahan pakan dipengaruhi
oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel, dan kandungan
nutrisi setiap bahan (Khalil 1999). Kandungan cangkang pada BIS mempengaruhi
berat jenis yang membuat nilai berat jenis BIS lebih tinggi dibandingkan dengan
Palmofeed. Lignin yang terdapat pada kandungan cangkang BIS hingga sebesar
15% memiliki bobot molekul yang lebih tinggi dibandingkan fraksi serat lainnya,
sehingga dapat mempengaruhi bobot bahan dalam pengukuran berat jenis (Roslan
et al 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Retnani et al. (2011)
bahwa hasil sidik ragam menunjukan bahan ransum tidak memperlihatkan
perbedaan nilai berat jenis, pengecilan ukuran partikel tidak berpengaruh nyata
terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan.
12

Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan pada hasil uji fisik ini menunjukan hasil yang berbeda
nyata (P<0,05) yang mana kerapatan tumpukan BIS kontrol memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan Palmofeed. Kerapatan tumpukan didapatkan dari hasil
perbandingan antara berat bahan pakan dengan volume ruang yang ditempati
sehingga ukuran partikel BIS kontrol yang lebih besar karena mengandung
cangkang yang cukup tinggi memiliki nilai kerapatan tumpukan yang lebih besar,
begitu pula sebaliknya dengan Palmofeed yang memiliki ukuran partikel lebih kecil
dan tekstur lebih halus sehingga mendapati hasil kerapatan tumpukan yang lebih
rendah. Berdasarkan hal tersebut cemaran cangkang pada BIS kontrol yang
membuat nilai kerapatan tumpukan menjadi lebih tinggi terbukti pada penelitian
Renjani (2014) bahwa semakin tinggi kerapatan tumpukan disebabkan karena
meningkatnya ukuran partikel antara BIS kontrol yang mengandung cangkang
dengan non cangkang, sehingga hal ini dapat mempengaruhi nilai kerapatan
tumpukan yang dihasilkan. Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan Farda et al.
(2020) bahwa kerapatan tumpukan sendiri dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel serta nilai kerapatan tumpukan penting untuk pengeringan dan
penyimpanan bahan secara praktis. Maka dari itu, perbandingan antar kedua nilai
kerapatan tumpukan juga dapat mempengaruhi ruang penyimpanan yang
dibutuhkan yang mana bahan dengan nilai kerapatan tumpukan lebih kecil
membutuhkan ruang yang lebih besar dan bobot persatuan volume pada keadaan
curah akan menjadi lebih kecil (Khalil 1999).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan


Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan
terhadap volume ruang yang ditempati dan nilai ini penting dihitung untuk
menentukan daya penyimpanan. Hasil pengujian secara statistik menunjukan
perbedaan yang nyata (P<0,05) pada bahan BIS kontrol dan Palmofeed. Tabel 2
menunjukan hasil rataan kerapatan pemadatan tumpukan pada BIS kontrol lebih
tinggi, secara penjelasan dapat diketahui Palmofeed memiliki ukuran partikel yang
lebih halus maka mendapati nilai yang lebih rendah begitu pula sebaliknya dengan
BIS kontrol. Kerapatan pemadatan tumpukan dapat menunjukan volume ruang
yang dibutuhkan untuk dilakukannya penyimpanan. Semakin rendah kerapatan
pemadatan tumpukan maka volume ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan
akan semakin besar. Kerapatan pemadatan tumpukan dapat dipengaruhi oleh
ukuran partikel dan kadar air suatu bahan pakan, selain itu dapat pula dipengaruhi
oleh ketidaktepatan pengukuran (Situmorang 2011). Nilai kerapatan pemadatan
tumpukan sangat penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian
bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. menyebabkan bobot bahan setiap
satuan volume meningkat. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan
tumpukan mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan terhadap
penentuan kapasitas silo dan pencampuran bahan (Jaelani et al. 2016).

Sudut Tumpukan
Kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan pakan dapat
ditunjukan melalui nilai sudut tumpukan bahan. Nilai sudut tumpukan pada BIS
kontrol dan Palmofeed menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) perbedaan
13

tersebut nyata berbeda terlihat dari rasio rata-rata 6,23 antara Palmofeed dengan
BIS kontrol. Menurut Situmorang (2011) aliran bahan berdasarkan rata-rata sudut
tumpukan 25-30° akan sangat mudah mengalir dan sudut tumpukan 30-38° mudah
mengalir yang mana nilai tersebut merupakan hasil sudut tumpukan Palmofeed
yaitu 26,57±0,93 dan pada BIS kontrol 32,80±0,32. Namun menurut Khalil (1999)
dalam Situmorang (2011) sudut tumpukan bahan BIS yaitu 45,2° yang lebih tinggi
dari nilai uji dan menurut Jaelani (2007) yaitu 23,61° yang lebih rendah, akan tetapi
nilai sudut tumpukan ini mendekati dengan hasil Ramli et al. (2008) yaitu 33,38°
yang dijelaskan pula bahwa peningkatan sudut tumpukan menyebabkan adanya
kebebasan bergerak partikel yang lebih rendah sehingga sulit dituangkan ke wadah
lain. Sudut tumpukan penting diketahui untuk mempermudah proses pemindahan
dan pengangkutan bahan pakan (Farda et al. 2020). Menurut Geldart et al. (1990)
sudut tumpukan yang tinggi pada bahan pakan mengakibatkan proses pengadukan
agar dapat menyebar sehingga mekanisme kerja tersebut tidak efisien dalam
industri, akan tetapi jika sudut tumpukan kecil maka penurunan pakan akan lebih
mudah dan efisien. Berdasarkan sistem laju alir bahan baku menurut sudut
tumpukan, bahwa BIS yang mengandung cangkang sukar mengalir karena memiliki
nilai sudut tumpukan yang tinggi, semakin kecil ukuran partikel maka sudut
tumpukan yang diuji akan semakin rendah.

pH
Nilai pengukuran pH pada pengujian ini menunjukan hasil yang nyata
bedanya (P<0,05) yang mana Palmofeed memiliki keasaman lebih tinggi dari BIS
kontrol. Pengetahuan mengenai pH pada bahan pakan dilakukan untuk mendeteksi
keadaan bahan pakan yang mana jika mengalami penurunan setelah proses produksi
pada pakan yang telah terpabrikasi. Nilai pH BIS pada penelitian Situmorang
(2011) mendapati hasil 5,40-5,45 yang mana nilai tersebut berada di angka yang
sama dengan hasil pengujian yaitu 5,07±0,02 (Tabel 2). Bahan pakan yang memiliki
keasaman yang tinggi cenderung akan mengganggu kecernaan zat makanan akibat
tidak optimalnya kerja enzim pembantu pencernaan (Sinurat 2003). Tingginya nilai
keasaman pada bahan pakan Palmofeed diketahui mendapatkan pemicu dari adanya
kandungan bahan kimia yang bersifat oksidator saat pengolahan hidrolisasi, adanya
bahan kimia dapat memudahkan pemecahan kandungan serat kasar pada BIS
menjadi Palmofeed namun berpengaruh pada pH Palmofeed yang menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan BIS.

Kelarutan Total
Kelarutan total pada Palmofeed dan BIS kontrol memiliki hasil yang berbeda
nyata (P<0,05) yang mana hasil kelarutan Palmofeed menunjukan nilai yang lebih
besar dibandingkan dengan BIS kontrol. Menurut Ramli et al. (2008) tingginya
kandungan polisakarida non pati mempengaruhi rendahnya kelarutan bahan pakan,
selain itu jenis komponen karbohidrat lainnya juga dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya nilai kelarutan. Penelitian itu pula mandapati hasil kelarutan pada BIS
23,15% yang mana hasil tersebut setara dengan nilai pengujian tabel 2 yaitu
23,48±0,98. Perbandingan hasil kelarutan Palmofeed dan BIS kontrol sejalan
dengan penjelasan Iskandar et al. (2008) kontaminasi batok yang ada pada BIS
diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai kelarutan. Proses
fraksinasi pada Palmofeed dibuktikan dapat meningkatkan kelarutan yang mana
14

semakin tinggi nilai kelarutan akan meningkatkan tinggi kecernaan suatu bahan
(Ramli et al. 2008).

3.2 Organ Dalam Ayam Broiler


Organ dalam yang dianalisa berupa hati, jantung dan ginjal. Perbandingan
nilai persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi pakan dengan 3
perlakuan yang berbeda disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi pakan
kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed

Parameter (%) R0 R1 R2 P-Value


Hati 1,83±0,13c 2,14±0,21b 2,49±0,38a 0,007
Jantung 0,54±0,10 0,56±0,05 0,58±0,03 0,685
Ginjal 0,68±0,14 0,67±0,10 0,70±0,10 0,931
Angka yang diikuti superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan
yang nyata (P<0,05); R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum mengandung 12,5%
BIS, R2: Ransum mengandung 12,5% Palmofeed.

Hati
Pengukuran organ hati pada ayam broiler yang diberi pakan kontrol,
mengandung BIS dan Palmofeed menunjukan nilai persentase yang berbeda nyata
(P<0,05). Pemberian pakan mengandung Palmofeed terlihat meningkatkan
persentase bobot hati 1,83% menjadi 2,49% (Tabel 3). Menurut Lestari et al. (2020)
nilai persentase bobot hati pada ayam broiler sekitar 2,31%-2,57%, nilai tersebut
menunjukkan kisaran yang sama dengan persentase bobot hati pada R2 sedangkan
dibawah kisaran normal untuk R0 dan R1. Hal ini disebabkan karena Palmofeed
yang telah melalui proses penyaringan dari BIS, sehingga kandungan cangkang
yang berkurang menjadikan serat kasar yang ada pada Palmofeed lebih rendah dan
konsumsi pada ayam broiler menjadi lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
kerja hati. Menurut Mistiani et al. (2020) hati yang normal menunjukan
pertumbuhan dan produksi ayam broiler yang baik. Tingginya kandungan serat
kasar pada ransum membuat rendahnya konsumsi dan semakin rendahnya energi
(Sadewo 2018). Hati berfungsi dalam penyimpanan gula dalam bentuk glikogen,
metabolisme karbohidrat dan protein, penyerapan vitamin, pembentukan sel darah
merah, detoksifikasi yang dilakukan oleh enzim hati dengan mengubah zat
berbahaya dalam tubuh ternak menjadi tidak aktif serta hati juga dapat
menghasilkan cairan empedu yang berfungsi mengemulsi lemak pada pakan.

Jantung
Jantung merupakan organ vital ayam broiler yang memiliki fungsi utama
dalam sirkulasi darah. Jantung sangat rentan terhadap racun dan zat anti nutrisi,
pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi pada otot jantung.
Darah yang mengandung racun dan anti nutrisi dapat memicu kontraksi yang
berlebihan sehingga dapat terjadi pembengkakkan (Aqsa et al. 2016). Hasil analisis
sidik ragam menunjukan bahwa pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed
tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap persentase bobot
jantung ayam broiler. Hasil pengukuran persentase bobot jantung pada ayam broiler
15

yang dilakukan oleh Akhadiarto (2010) berkisar antara 0,42%-0,62% yang mana
pada hasil penelitian ini masih dibatas kisaran normal antara 0,54%-0,56% (Tabel
3). Hal itu membuktikan pakan mengandung BIS dan Palmofeed tidak memberikan
dampak negatif pada metabolisme tubuh ayam broiler (Setiawan et al. 2020) serta
tidak adanya pembesaran otot jantung yang signifikan akibat kandungan toxic
pakan dan akumulasi racun (Ramadhani 2019). Ukuran jantung pada penelitian ini
tidak mengalami pembengkakan sehingga tidak adanya masalah dalam sirkulasi
darah terutama pada penghambatan dan aliran yang tidak selaras dalam seluruh
tubuh.

Ginjal
Pengukuran persentase ginjal ayam broiler dengan pemberian pakan
mengandung BIS dan Palmofeed menunjukan hasil pengujian secara statistik yang
tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil rataan persentase bobot ginjal pada penelitian
ini 0,67%-0,70%, nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
Ramadhani (2019) dengan nilai rataan 0,72%-0,99%. Ginjal memiliki peran
penting dalam mengatur keseimbangan cairan tubuh ayam broiler dan
mempertahankan situasi yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam
tubuh (Masti et al. 2020). Selain itu ginjal juga melakukan sekresi urin,
memproduksi urin melalui filtrasi darah yang kemudian air dan limbah
metabolisme akan disekresikan dan direabsorbsi nutrient untuk digunakan kembali
oleh tubuh. Menurut Subekti (2009) ukuran ginjal dapat berubah menjadi besar
apabila kinerja ginjal mengalami gangguan dan metabolisme hati dilakukan oleh
ginjal sehingga meningkatkan kinerja ginjal.

3.3 Organ Imunitas Ayam Broiler


Organ imunitas yang diukur pada penelitian ini yaitu bursa fabrisius, kelenjar
timus dan limfa. Berikut tersaji Tabel 5 hasil perbandingan nilai persentase bobot
organ imunitas ayam broiler yang diberi pakan dengan 3 perlakuan yang berbeda.

Tabel 5 Perbandingan persentase bobot organ imunitas ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed

Parameter (%) R0 R1 R2 P-Value


Bursa Fabrisius 0,05±0,01 0,05±0,02 0,04±0,03 0,464
Kelenjar Timus 0,28±0,06 0,25±0,05 0,23±0,05 0,446
Limfa 0,12±0,02 0,12±0,03 0,14±0,03 0,337
R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum mengandung 12,5% BIS, R2: Ransum
mengandung 12,5% Palmofeed.

Bursa Fabrisius
Nilai rata-rata persentase bobot bursa fabrisius yang didapati yaitu 0,04%-
0,05% hasil tersebut tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05), nilai ini
setara dengan hasil penelitian Hakim et al. (2021) yang melaporkan hasil rata-rata
persentase bobot bursa sebesar 0,03%-0,05%. Secara kuantitas, bobot bursa
fabricius relatif lebih rendah disebabkan karena bursa fabricius berusaha
membentuk limfosit agar dapat merespon pengaruh-pengaruh dari luar. Bursa
16

fabrisius merupakan organ yang mengatur sistem kekebalan tubuh dan penting
dalam merespon pertahanan tubuh, hal yang dapat mempengaruhi sistem kerja
bursa fabrisius salah satunya kondisi suhu lingkungan kandang yang dapat
membuat ayam mengalami heat stress. Menurut Kusnadi (2009) ayam yang
dipelihara pada kondisi stress seperti peningkatan suhu ruang dan kepadatan
kandang yang tinggi dapat menurunkan bobot relatif bursa fabrisius. Hal tersebut
sejalan denga pendapat Hakim et al. (2021) kondisi stress dapat memicu kerja organ
sehingga terjadi deplesi, cekaman panas mengakibatkan ayam merangsang
pengeluaran hormon kortikosteron yang dapat megganggu fungsi kekebalan tubuh
dan merangsang perombakan protein menjadi glukosa. Suhu kandang pada saat
melakukan pemeliharaan didapati mencapai 24,8-33°C dan kelembaban rata-rata
71,72%-90,33%. Amrullah (2004) menyatakan bahwa suhu lingkungan diatas 27°C
akan menyebabkan ayam mulai menggunakan energi yang lebih banyak sebagai
usaha agar ayam dapat tetap merasa nyaman dan kelembaban diatas 74%-77%
dapat menyebabkan cekaman panas pada ayam. Cekaman panas ini akan
berdampak pada penurunan bobot badan, rendahnya konsumsi pakan, dan
meningkatnya konsumsi air minum (Gunawan dan Sihombing 2004). Selain suhu
ruang bobot bursa juga dapat dipengaruhi oleh kondisi ayam, galur dan tipe ayam
itu sendiri (Puspitasari et al. 2016). Hal tersebut ditandakan dengan kondisi bobot
organ bursa fabrisius menyusut akibat cekaman panas yang dapat menyebabkan
pelepasan hormon kortikosteron ke dalam pembuluh darah untuk membantu
metabolisme ayam broiler. Hormon kortikosteron menyebabkan kegagalan sel
mediasi dan kekebalan humoral karena perubahan konsentrasi limfoid yang dapat
menurunkan bobot bursa fabricius.

Kelenjar Timus
Kelenjar timus merupakan organ yang tidak dapat menghasilkan antibodi
namun dapat menghasilkan limfosit. Limfosit berperan menyerang antigen yang
masuk dan mensintesis antibodi yang penting untuk pertahanan tubuh ternak. Rata-
rata persentase bobot relatif timus 0,23%-0,28%, hasil tersebut lebih tinggi dari
penelitian Hakim et al. (2021) yang mendapati nilai kisaran 0.09%-0,19%. Hasil
tersebut menunjukan perbedaan yang tidak nyata antar ketiga perlakuan pemberian
pakan setelah dilakukan pengujian secara statistik (P>0,05). Timus berfungsi dalam
melindungi tubuh ayam broiler dan sebagai tempat pematangan sel-sel imun seperti
limfosit T. Sel T akan bekerja sama dengan makrofag, hal ini bertujuan untuk
memusnahkan bakteri, virus, dan benda asing lainnya (Masum et al. 2014). Selain
itu thimus akan berdiferensi menjadi limfosit T yang berfungsi mengatur respon
sistem kekebalan tubuh. Semakin kecil ukuran thimus, hal ini menunjukkan
semakin besar stress yang dialami oleh ayam broiler (Lestari et al. 2020). Perbedaan
ukuran kelenjar timus dapat disebabkan oleh umur, jenis dan kondisi lingkungan
seperti menurut Hakim et al. (2021) bahwa ayam yang dipelihara dengan kondisi
nyaman memiliki bobot relatif yang tinggi sehingga pertumbuhannya baik. Bobot
kelenjar timus akan menurun seiring dengan kondisi ternak yang terkena cekaman
panas dan respon masuknya benda asing ke dalam tubuh (Zulfa et al. 2019). Ukuran
relatif paling besar pada ternak didapati pada ayam yang baru lahir sedangkan
ukuran absolutnya terbesar pada saat pubertas karena timus mengalami atrofi yang
mana akan bereaksi terhadap stress. Maka dari itu umur pemanenan juga
mempengaruhi bobot relatif timus penelitian ini yang dipanen pada umur 32 hari.
17

Limfa
Persentase bobot limfa ayam broiler pada pengukuran ini menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yang mana rata-rata bobot limfa pada penelitian
ini 0,12%-0,14% berada setara dengan bobot relatif limfa 0,07%-0,26% pada
penelitian Hakim et al. (2021). Overheat atau cekaman panas dan serangan benda
asing dapat mempengaruhi bobot limfa, semakin besar bobot limfa maka semakin
besar aktivitas kinerja yang dilakukan organ dalam meminimalisir serangan benda
asing dan menstabilisasi suhu alami lingkungan. Menurut Hakim et al. (2021),
pertumbuhan bobot organ limfa akan terganggu jika ternak terkena cekaman panas
atau infeksi benda asing. Persentase bobot limpa dipengaruhi oleh aktivitas dari
organ tersebut dan kesehatan ayam. Aktivitas yang meningkat menyebabkan
perkembangan yang meningkat juga, namun pada ayam yang sakit bobot limpa
cenderung menurun. Maka dari itu menurunnya bobot relatif limfa dapat terjadi
karena adanya infeksi benda asing pada ternak dan kondisi kesehatan pada ayam.
Berbeda dengan kelenjar timus, kinerja limfa dapat menghasilkan limfosit dan
penghasil antibodi, sel limfosit yang diproduksi oleh limfa dapat berperan sebagai
proses seleksi sel yang terpapar antigen dalam merespon keadaan antigen. Limfa
berfungsi membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi
serta berfungsi sebagai penyaring darah dan menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin (Pratama et al. 2018).

3.4 Organ Saluran Pencernaan Ayam Broiler


Organ saluran pencernaan pada ayam broiler yang diukur pada penelitian ini
yaitu pankreas, empedu, proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum
dan ileum), sekum dan kolon. Berikut data hasil perbandingan persentase bobot
organ saluran pencernaan pada ayam yang diberikan 3 perlakuan pakan berbeda
tersaji pada Tabel 6 dan panjang relatif saluran pencernaan tersaji pada Tabel 7.

Tabel 6 Perbandingan persentase bobot organ saluran pencernaan ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed

Parameter (%) R0 R1 R2 P-Value


Pankreas 0,30±0,04 0,31±0,05 0,33±0,06 0,742
Empedu 0,10±0,03 0,08±0,04 0,08±0,03 0,601
Proventrikulus 0,57±0,14 0,63±0,08 0,56±0,13 0,552
Gizzard 1,93±0,19b 2,30±0,20a 1,89±0,25c 0,020
Duodenum 0,84±0,11 0,78±0,09 0,77±0,12 0,519
Jejenum 1,39±0,21 1,45±0,27 1,46±0,36 0,922
Ileum 1,25±0,23 1,12±0,20 1,22±0,13 0,550
Sekum 0,20±0,03 0,18±0,03 0,23±0,04 0,147
Kolon 0,15±0,02 0,12±0,05 0,15±0,01 0,248
Angka yang diikuti superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan
yang nyata (P<0,05); R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum mengandung 12,5%
BIS, R2: Ransum mengandung 12,5% Palmofeed.
18

Tabel 7 Perbandingan relatif panjang organ saluran pencernaan ayam broiler yang diberi
pakan kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed

Parameter (cm100 g-1) R0 R1 R2 P-Value


Duodenum 2,47±0,16 2,55±0,30 2,30±0,19 0,232
Jejenum 6,26±0,62 6,10±0,91 5,75±0,53 0,518
Ileum 6,09±0,63 6,32±1,03 5,71±1,04 0,593
Sekum 1,32±0,15 1,29±0,23 1,26±0,13 0,874
Kolon 0,69±0,05 0,69±0,22 0,69±0,14 0,994
R0: Ransum kontrol mengandung 0% BIS, R1: Ransum mengandung 12,5% BIS, R2: Ransum
mengandung 12,5% Palmofeed.

Pankreas
Perbedaan nilai persentase bobot pankreas pada penelitian ini menunjukan
hasil yang tidak nyata (P>0,05) dengan rata-rata nilai 0,30%-0,33%, hasil ini setara
dengan penelitian Ramadhani (2019) yang mendapatkan rata-rata persentase bobot
pankreas 0,22%-0,33%. Pankreas merupakan kelenjar yang berfungsi sebagai organ
ekskresi enzim kedalam duodenum yang letaknya sejajar dengan lekukan
duodenum (Ramadhan 2018). Pankreas menjadi tempat dalam mensekresikan
enzim amilase, protease, dan lipase untuk membantu pencernaan karbohidrat,
protein, dan lemak. Menurut Aqsa et al. (2016) pankreas juga dapat mensekresikan
insulin dan getah pankreas yang terdapat pada pencernaan pati, lemak dan protein
selain pada sekresi enzim. Bungkil inti sawit dan Palmofeed yang terkandung pada
ransum memiliki kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam peningkatan
bobot pankreas ayam seperti pernyataan Has et al. (2014) bahwa persentase bobot
organ pankreas dapat mengalami peningkatan seiring meningkatnya kandungan
serat kasar dalam ransum. Natsir (2008) mengatakan jika berat pankreas meningkat
maka kandungan getah pankreas juga akan meningkat, yang mana getah pankreas
berfungsi dalam sistem metabolisme dan membantu pencernaan pakan
mengandung lemak, pati dan protein. Menurut Hermana et al. (2008) pankreas
memiliki dua fungsi yang berhubungan dengan penggunaan energi ransum, yaitu
eksokrin dan endokrin. Eksokrin berfungsi mensuplai enzim yang mencerna
karbohidrat, protein, dan lemak ke dalam usus halus. Endokrin berfungsi
menggunakan nutrien berupa energi untuk diserap ke dalam tubuh untuk proses
dasar pencernaan. Penggunaan minyak dalam ransum berpengaruh positif terhadap
aktivitas enzim pencernaan seperti enzim amilase, lipase dan tripsin serta dapat
merangsang dinding empedu mengeluarkan cairan empedu.

Empedu
Persentase rata-rata bobot empedu pada penelitian ini mendapati nilai 0,08%-
0,10% nilai ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Natsir (2008) dengan
hasil rata-rata 0,05%-0,06. Hasil penelitian ini menunjukan perbedaan yang tidak
nyata antar ketiga pemberian pakan (P>0,05). Berat empedu berbanding lurus
dengan berat hati karena tingginya kandungan lemak yang ada pada pakan sehingga
kerja hati meningkat untuk menghasilkan empedu yang lebih banyak karena cairan
empedu digunakan dalam mencerna lemak dan vitamin larut lemak. Empedu
berfungsi sebagai penyalur cairan empedu yang memiliki warna kuning kehijauan
dari hati ke usus halus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantong
19

empedu (Pratama et al. 2018). Meningkatnya kerja hati dapat menyebabkan


kebutuhan cairan empedu yang lebih banyak, hal ini dapat memicu peningkatan
bobot kantung empedu yang dihasilkan. Selain kandungan lemak kondisi empedu
juga dapat dipengaruhi oleh serat kasar yang terdapat pada campuran pakan Bungkil
inti sawit, kondisi terikatnya asam empedu dengan serat kasar menyebabkan fungsi
empedu untuk membantu penyerapan lemak terhambat. Empedu mempunyai efek
antioksidan yang dapat menstimulasi dan melindungi asam lemak menyebabkan
dinding kantong empedu meningkatkan sekresi cairan empedu yang berfungsi
dalam memecah lemak, sehingga memperlancar proses pemecahan lemak di dalam
tubuh. Asam empedu yang sudah terikat oleh serat kasar akan dikeluarkan dari
tubuh dalam bentuk ekskreta, sehingga mengakibatkan penurunan deposisi lemak
(Maradon 2015) sehingga kandungan serat yang terkandung dalam ransum mampu
memberikan efek kinerja yang sama pada ayam broiler antar perlakuan.

Proventrikulus
Penelitian Ramadhani (2019) menguji bobot proventrikulus dengan hasil
persentase rata-rata 0,50%-0,91% yang mana nilai tersebut masih didalam angka
untuk hasil yang didapati pada penelitian ini dengan rata-rata persentase bobot
proventrikulus sebesar 0,56%-0,63%. Analisis statistik yang dilakukan
memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada bobot proventrikulus
(P>0,05). Proventrikulus mensekresikan enzim pepsin dan merupakan awal dari
pencernaan protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana.
Meningkatnya bobot proventrikulus pada ayam broiler sejalan dengan tingginya
kandungan serat kasar pada ransum yang dapat memicu kinerja proventrikulus
dalam mengeluarkan enzim pencernaan dan peran proventrikulus sebagai organ
yang dapat memproduksi HCl, pepsin dan enzim pemecah protein (Sastradipradja
1989).

Gizzard
Gizzard merupakan organ yang berfungsi untuk menggiling partikel pakan
yang memiliki ukuran yang besar menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum
memasuki duodenum dan usus lainnya. Bobot gizzard dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya umur, berat badan, dan bentuk ukuran pakan. Hasil
pengukuran bobot gizzard pada penelitian ini menunjukan adanya perbedaan yang
nyata antar perlakuan pemberian pakan (P<0,05) yang mana ayam dengan
pemberian pakan mengandung Palmofeed mendapati hasil terkecil dibandingkan
ayam dengan pemberian BIS dalam ransum dan kontrol. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan kandungan serat kasar pada ransum yang mengandung BIS (R1)
karena menghasilkan bobot tertinggi sebesar 2,30%. Pemberian Palmofeed pada
ransum R2 mendapati hasil bobot gizzard yang terkecil sebesar 1,89%, hal tersebut
terjadi karena Palmofeed telah melalui proses hidrolisasi yang dapat menurunkan
kandungan serat kasar pada ransum. Semakin tinggi penggunaan BIS pada ransum
maka akan terjadi penurunan bobot badan karena tekstur pakan yang semakin kasar
dan kandungan serat kasar yang tinggi, gizzard akan meningkatan kinerja dalam
pemecahan ukuran partikel sebelum dicerna ke usus halus yang membuat bobot
gizzard akan terus meningkat. Pernyataan tersebut dikatakan oleh Sadewo (2018)
yang mendapati rata-rata persentase bobot gizzard sebesar 1,18%-2,05% dan setara
dengan hasil penelitian ini yang mendapati hasil rata-rata 1,89%-2,30% bahwa hasil
20

ini masih dalam kisaran normal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Aqsa et al.
(2016) yang menyatakan peningkatan bobot gizzard dapat disebabkan karena
peningkatan serat dalam pakan. Hal ini mengakibatkan bobot gizzard lebih besar
untuk memperkecil ukuran partikel ransum secara fisik, sehingga urat daging
gizzard akan 20 lebih tebal dan dapat menyebabkan ukuran gizzard lebih besar.

Duodenum
Penelitian ini mendapati hasil rata-rata persentase bobot duodenum sebesar
0,77%-0,84% dan panjang relatif 2,30%-2,55% yang lebih tinggi dari hasil
penelitian Lestari et al. (2020) dengan nilai 0,59%-0,65% dan 2,09%-2,28% serta
pengujian Sadewo (2018) yang mendapati hasil persentase bobot 0,52%-0,66% dan
panjang relatif 1,45%-2,14%. Hal ini dapat memperlihatkan kemampuan duodenum
dalam mensekresikan enzim dan mencerna kandungan serat kasar pada ransum
dengan bobot organ yang telah diuji. Usus memiliki kemampuan dalam
peregangan, penampungan dan pencernaan ransum mengandung serat kasar tinggi
(Sumiati et al. 2003). Menurut data yang telah diolah secara statistik hasil
pengukuran bobot dan panjang duodenum tidak memperlihatkan perbedaan yang
nyata (P>0,05) antar perlakuan pakan yang diberikan.

Jejenum
Jejenum berperan dalam proses penyerapan nutrient lanjutan duodenum serta
sari-sari makanan hingga tidak dapat dicerna dalam usus halus (Yuwanta 2004).
Hasil dari pengujian organ pencernaan penelitian ini memiliki nilai rata-rata
persentase bobot 1,39%-1,46% dan relatif panjang sebesar 5,75%-6,26% nilai
tersebut menunjukan perbedaan tidak nyata (P>0,05) yang hasilnya masih dalam
kisaran normal dengan penelitian Lestari et al. (2020) dengan nilai persentase bobot
dan panjang relatif jejenum berurutan sebesar 1,27%-1,40% dan 5,30%-5,70%.
Fungsi jejunum adalah sebagai tempat penyerapan komponen nutrisi, air,
karbohidrat, protein, dan vitamin (Yamauchi 2002) yang mana proses tersebut
mempengaruhi perkembangan saluran intestinal dalam penyerapan pakan, aliran
digesta dan pengaruh serat yang dicerna. Meningkatnya panjang relatif dapat
mempengaruhi pertambahan bobot badan performa ayam broiler.

Ileum
Penelitian Lestari et al. (2020) menunjukan hasil rata-rata persentase bobot
ileum sebesar 1,12%-1,19% dengan panjang relatif 5,63%-5,84% yang menunjukan
hasil pada penelitian ini masih dalam kisaran normal sebesar 1,12%-1,25% pada
persentase bobot dan panjang relatif 5,71%-6,32%. Shivus (2014) mengatakan
bahwa peran utama ileum yaitu sebagai tempat penyerapan air dan mineral
meskipun beberapa penyerapan nutrien lanjutan masih terjadi disini, namun sisa
sari makanan sudah maksimal dicerna pada 2 bagian usus halus sebelumnya. Uji
statistic pengukuran hasil ini tidak nyata bedanya (P>0,05) yang mana semua
perlakuan memberikan efek yang sama. Namun nilai setiap perlakuan menunjukan
kemampuan mencerna enzim dalam penyerapan khususnya pada ransum
mengandung serat kasar tinggi seperti Bungkil inti sawit dapat dipengaruhi jelas
dari ukuran ileum, seperti pendapat Has et al. (2014) yang mengatakan bahwa
ukuran ileum yang lebih tebal dan panjang dapat memperlihatkan kemampuannya
21

dengan enzim pencernaan dan flora usus halus yang bekerja lebih berat dalam
melakukan penyerapan, kondisi ini menurunkan dan memperlambat tingkat
efisiensi dalam mencerna pakan. Menurut Ibrahim (2008) meningkatnya panjang
relatif dan bobot usus halus berhubungan erat dengan berat hidup secara signifikan.
Panjang dan lebar usus halus memiliki korelasi atau berpengaruh positif terhadap
berat hidup ayam broiler.

Sekum
Sekum sebagai organ saluran pencernaan yang memiliki peran yaitu tempat
mencerna ransum secara microbial dalam pencernaan nutrient yang belum oleh
ketiga bagian usus halus mendapati hasil yang tidak berbeda nyata pada ransum
kontrol, mengandung BIS dan Palmofeed (P>0,05). Rata-rata persentase bobot
sekum pada pengukuran mendapatkan hasil sebesar 0,18%-0,23% dan relatif
panjang sebesar 1,26%-1,32% yang lebih rendah dari rata-rata persentase bobot
sebesar 0,41%-0,44% dan relatif panjang 2,40%-2,56% (Lestari et al. 2020). Sekum
adalah saluran usus buntu yang terletak di antara sambungan usus kecil dan usus
besar yang dapat membantu penyerapan air serta pencernaan karbohidrat dan
protein dengan bantuan bakteri yang ada di dalamnya. Nilai bobot dan panjang
sekum terjadi karena penyerapan pada usus halus dan akan mengalami penurunan
jika sudah dilakukan dengan baik sehingga tidak memaksimalkan kinerja sekum
dalam mencerna sisa serapan pakan yang telah lebih dahulu dilakukan oleh usus
halus. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sharifi et al. (2012) yang mengatakan
bahwa peningkatan persentase bobot sekum diakibatkan dengan adanya
peningkatan aktivitas pencernaan nutrisi yang tidak diserap oleh usus halus sebagai
dampak dari berkurangnya kecernaan pakan di usus halus, selain itu faktor yang
mempengaruhi berat sekum diantaranya bobot badan, umur, dan kemampuan
sekum dalam mencerna serat kasar.

Kolon
Persentase bobot rata-rata pada penelitian ini mendapati hasil sebesar 0,12%-
0,15% dengan relatif panjang seragam 0,69%, nilai tersebut bisa dikatakan dalam
kisaran normal untuk relatif panjang dan dibawah normal persentase bobot dengan
hasil yang didapati Lestari et al. (2020) pada rata-rata persentase bobot sebesar
0,15%-0,92% dan panjang 0,64%-0,67%. Perbedaan pemberian ransum tidak
mempengaruhi bobot dan panjang kolon (P>0,05). Kolon berfungsi sebagai tempat
terjadinya proses penyerapan air dan menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.
Faktor yang mempengaruhi bobot dan panjang kolon diantaranya konsumsi air
minum dan umur. Adanya bakteri fermentasi yang terdapat didalam kolon ayam
berfungsi untuk mencerna serat kasar serta mendegradasi bahan makanan melalui
proses fermentasi yang selanjutnya produk akan dihasilkan akan digunakan untuk
membantu memenuhi kebutuhan zat makan dan bahan makanan lunak yang tersisa
didalam kolon akan dibuang (Rizal 2020).
22

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Palmofeed memiliki sifat fisik dan
kimia yang lebih baik dibandingkan dengan Bungkil inti sawit dengan pengujian
kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan
kelarutan total karena kandungan cangkang yang telah dioptimalisasi. Pemberian
ransum mengandung 12,5% Palmofeed dapat meningkatkan efektivitas persentase
bobot organ hati dan gizzard ayam broiler dalam kinerjanya mencerna pakan secara
efisien.

4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
Palmofeed pada ransum ayam broiler dengan ulangan yang lebih banyak dan taraf
intensitas yang berbeda maupun keseragaman yang lebih merata. Selain itu dapat
dilakukan juga pengujian pada histologi usus halus ayam broiler dalam optimalisasi
penyerapan dan pencernaan pakan.
23

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2018. Produksi Kelapa Sawit
Perkebunan Rakyat 2007-2017.
Akhadiarto S. 2010. Pengaruh pemberian probiotik temban, biovet dan biolacta
terhadap persentase karkas, bobot lemak abdomen dan organ dalam ayam
broiler. JSTI. 12 (1): 53-59. doi: 10.29122/jsti.v12i1.851
Alshelmani MI, Loh TC, Foo HL, Sazili AQ, Lau WH. 2016. Effect of feeding
different levels of palm kernel cake fermented by Paenibacillus polymyxa
ATCC 842 on broiler growth performance, blood biochemistry, carcass
characteristics, and meat quality. Anim Prod Sci. 57: 839. doi:
10.1071/AN15359
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung.
Aniriani GW, Apriliani N, Sulistiono E. 2018. Hidrolisis polisakarida xilan jerami
menggunakan larutan asam kuat untuk bahan dasar produksi bioethanol. JIS.
18 (2): 113-117. doi: 10.35799/jis.18.2.2018.20901
Aqsa AD, Kiramang K, Hidayat MN. 2016. Profil organ dalam ayam pedaging
(broiler) yang diberi tepung daun sirih (Piper betle linn) sebagai imbuhan
pakan. JIIP. 3 (1): 148-159. doi: 10.24252/jiip.v3i1.3925
Araba M, Dale N. 1990. Evaluation of protein solubility as an indicator of over
processing soybean meal. Poult Sci. 69 (1): 76-83. doi: 10.3382/ps.0690076
Astuti FK, Rinanti RF, Tribudi YA. 2020. Profil hematologi darah ayam pedaging
yang diberi probiotik Lactobacillus plantarum. JNT. 3 (2): 106-112.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2021. Statistika Perkebunan Indonesia Komoditas
Kelapa Sawit 2019-2021. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perkebunan.
Farda FT, Syahniar TM, Wijaya AK, Ermawati R. 2020. Sifat fisik bungkil inti
sawit hasil ayakan. JPS. 9 (2): 21-26. doi: 10.33230/JPS.9.2.2020.12045
Geldart D, Mallet MF, Rolfe N. 1990. Assessing the flowability of powder using
angle of repose (Handling and Processing). J Global. 2 (4): 341-345.
Gunawan, Sihombing DTH. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap
kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14 (1): 31-38.
Hakim RL, Mahfudz LD dan Muryani R. 2021. Penambahan nukleotida pada
ransum broiler yang dipelihara pada suhu lingkungan berbeda terhadap
performa organ imunitas. JSPI. 16 (2): 164-170.
doi: 10.31186/jspi.id.16.2.164-170
Handayani PS. 2010. Pembuatan biodiesel dan minyak ikan dengan gelombang
mikro. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Has H, Astriana N, Amiluddin I. 2014. Efek peningkatan serat kasar dengan
penggunaan daun murbei dalam ransum broiler terhadap persentase bobot
saluran pencernaan. JITRO. 1(1): 63-69. doi: 10.33772/jitro.v1i1.362
Hermana W, Puspitasari DI, Wiryawan KG, Suharti S. 2008. Pemberian tepung
daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dalam ransum sebagai 24
bahan antibakteri Escherichia coli terhadap organ dalam ayam broiler. Med
Pet. 31 (1): 63-70. doi: 10.5398/medpet.v31i1.1119
Ibrahim S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan broiler.
J Agripet. 8 (2): 42-46. doi: 10.17969/agripet.v8i2.615
24

Iskandar S. 2008. Bungkil Inti Sawit Potensial Untuk Pakan Ternak. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30 (1).
Jaelani A, Dharmawati S, Wacahyono. 2016. Pengaruh tumpukan dan lama masa
simpan pakan terhadap kualitas fisik. Ziraa’ah. 41 (2): 261-268.
doi: 10.31602/zmip.v41i2.429
Jaelani A. 2007. Hidrolisis bungkil inti sawit oleh kapang pendegradasi
polisakarida mannan dan pengaruhnya terhadap penampilan ayam pedaging
[Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku sifat fisik bahan pakan lokal. Med Pet, 22 (1): 33-42.
Kusnadi E. 2009. Perubahan malonaldehida hati, bobot relatif bursa fabricius dan
rasio heterofil/limfosit (h/l) ayam broiler yang diberi cekaman panas. Med Pet.
32 (2): 81–87.
Leeson S. and Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed. Ontario
(CA): University Books, Canada. 398 pp.
Lestari R, Darmawan A, Wijayanti I. 2020. Suplementasi mineral cu dan zn dalam
pakan terhadap organ dalam dan lemak abdomen ayam broiler. JINTP. 18 (3):
74-80. doi:10.29244/jintp.18.3.74-80
Maradon GG. 2015. Pengaruh ransum dengan kadar serat kasar berbeda terhadap
organ dalam ayam jantan tipe medium umur 8 minggu. JIPT. 3 (2): 6-11.
doi: 10.23960/jipt.v3i2.p%25p
Masti H, Nabila S, Lamminin A, Junaidi J, Nova TD. 2020. Penambahan rimpang
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dan mineral zink dalam pakan untuk
menilai performans, organ fisiologi, dan gambaran darah ayam broiler dalam
situasi stress panas. JPI. 22 (2): 184-198. doi: 10.25077/jpi.22.2.184-
198.2020
Masum MA, Khan MZI, Nasrin M, Siddiqi MNH, Khan MZI, Islam MN. 2014.
Detection of immunoglobulins containing plasma cells in the thymus, bursa
of fabricius and spleen of vaccinated broiler chickens with Newcastle disease
virus vaccine. Int J Vet Sci Med. 2 (2): 103-108. doi:
10.1016/j.ijvsm.2014.06.001
Mistiani S, Kurnia A, Rusmana. D. 2020. Pengaruh tingkat pemberian ekstrak daun
burahol (Stelechocarpus burahol) dalam ransum terhadap bobot organ dalam
ayam broiler. JNTTIP. 2 (1): 42-50. doi: 10.24198/jnttip.v2i1.26669
Natsir MH. 2008. Pengaruh penggunaan kombinasi asam sitrat dan asam laktat cair
dan terenkapsulasi sebagai aditif pakan terhadap persentase karkas dan berat
organ dalam ayam pedaging. JITEK. 3 (2): 17-22.
Pratama IW, Siti ANW, Sukmawati NMS. 2018. Pengaruh abu Agnihotra dalam
pakan komersial terhadap organ dalam ayam broiler umur 5 minggu. JPT. 6
(3): 723-734.
Puspitasari S, Isroli dan Kusumanti E. 2016. Pengaruh penggunaan rumput laut dan
pare dalam ransum terhadap jumlah leukosit dan persentase bobot bursa
fabricius ayam broiler. J. Pengembangan Penyuluhan Pertanian. 13 (23): 13-
19. doi: 10.36626/jppp.v13i23.110
Ramadhan VH. 2018. Morfometri hati, lambung, usus, dan pankreas ayam broiler
yang diberi jamu kombinasi kemangi, tetes tebu, dan garam [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
25

Ramadhani YF. 2019. Profil organ dalam dan bobot karkas ayam broiler yang diberi
jamu kencur, merica dan kombinasi kencur dan merica. [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramli N, Yatno, Hasjmy AD, Sumiati, Rismawati, Estiana R. 2008. Evaluasi sifat
fisiko-kimia dan nilai energi metabolis konsentrat protein bungkil inti sawit
pada broiler. JITV. 13 (4): 249-255.
Renjani RP. 2014. Evaluasi sifat fisik dan kimia fraksinasi bungkil inti sawit
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Retnani Y, Herawati L, Khusniati S. 2011. Uji sifat fisik ransum broiler starter
bentuk crumble berperekat tepung tapioka, bentonite dan onggok. JITP. 1 (2):
88-97.
Rizal S. 2020. Pengaruh penambahan tepung limbah udang dalam ransum basal
terhadap organ pencernaan ayam pedaging umur 14-35 hari. [Skripsi].
Fakultas Pertanian dan Peternakan. Pekanbaru (ID): Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau
Roslan MAH, Abdullah N, Mustafa S. 2015. Removal of shells in palm kernel cake
via static cling and electrostatic separation. JOBIMB. 3 (1): 1-6. doi:
10.54987/jobimb.v3i1.227
Sadewo FH. 2018. Pengaruh Level Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum
Terhadap Persentase Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sarastia A. 2016. Substitusi Ransum Komersil Broiler dengan Serbuk Gergaji
Fermentasi.2 Organ Dalam dan Organ Pencernaan. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sastradipradja D. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): IPB
Press.
Setiawan IPAP, Astawa IPA, Nuriyasa IM. 2020. Pengaruh penggunaan minyak
ikan dalam ransum terhadap non karkas ayam broiler. JPT. 8 (3): 574-586.
Sharifi SD, Shariatmadari F & Yaghobfar A. 2012. Effects of inclusion of hull-less
barley and enzyme supplementation of broiler diets on growth performance,
nutrient digestion and dietary metabolisable energy content. JCEA. 13 (1):
193-207. doi: 10.5513/JCEA01/13.1.1035
Shivus B. 2014. Function of The Digestive System. Adisseo (US): Poultry Science
Association.
Sinurat AP, Purwadaria T, Pasaribu T. 2013. Peningkatan Nilai Gizi Bungkil Inti
Sawit dengan Pengurangan Cangkang dan Penambahan Enzim. JIVT. 18 (1):
34-41.
Sinurat AP. 2003. Pemanfaatan lumpur sawit untuk bahan pakan unggas. Wartazoa.
13: 39-47.
Situmorang H. 2011. Kajian pengaruh pengayakan terhadap karakteristik fisik
bungkil inti sawit dan bungkil kelapa. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Stefanon, Pell BAN, Schofield P. 1996. Effect of maturity on digestion kinetics of
water-soluble and water-insoluble fractions of alfalfa and brome hay. Anim
Sci. 74(5): 1104-1115. doi: 10.2527/1996.7451104x
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka.
26

Subekti K. 2009. Pengaruh pola waktu pemberian pakan dengan suplementasi


beberapa level vitamin C terhadap performans produksi dan organ dalam
fisiologis ayam broiler. JIIP. 12 (4): 203-213. doi: 10.22437/jiiip.v0i0.171
Sumiati W, Hermana dan Aliyani A. 2003. Persentase berat karkas dan organ dalam
ayam broiler yang diberi tepung daun talas (Colocasiaesculenta (L.) Schott)
dalam ransumnya. Med Pet. 26 (1).
Wicaksana D, Hidanah S, Lokapirnasi WP, Al-Arif MA, Lamid M, Suprianondo K.
2021. Penggunaan bungkil inti sawit dan β-mannanase pada produktivitas
ayam petelur. JMV. 4 (1): 72-77.
Yamauchi K. 2002. Review on chicken intestinal villus histological alteration
related with intestinal function. JPS. 39 (4): 229-242.
Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Zulfa R, Wahyuni HI dan Sugiharto. 2019. Bobot relatif organ limfoid ayam broiler
yang diberi ekstrak tomat sebagai air minum dan diinfeksi bakteri Escherichia
coli. Seminar Nasional Dies Natalis UNS ke 43: 42–48.
32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bekasi pada tanggal 4


Januari 2001 sebagai anak ke-2 dari 3 bersaudara dari
pasangan bapak Imron dan ibu Siswati. Pendidikan sekolah
menengah atas (SMA) ditempuh di sekolah Latansa, dan
lulus pada tahun 2018. Pada tahun 2018, penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN) pada program sarjana (S-1) di Program Studi
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.
Selama mengikuti program S-1, penulis aktif
berkegiatan akademik maupun non-akademik seperti halnya organisasi menjadi
Sekretaris pada perangkat kelas INTP 55 dari tahun 2019 hingga sekarang, Ketua
Biro Ilmu dan Keprofesian Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak
(HIMASITER) IPB pada tahun 2020, Bendahara Biro Ilmu dan Keprofesian
Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) IPB pada tahun
2019, Bendahara Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Banten
(OMDA KMB) pada tahun 2019, Bendahara Vansoest pada tahun 2020. Penulis
aktif menjadi panitia beberapa acara seperti Ketua Divisi Acara Feed Formulation
Training (FFT) pada tahun 2021, Staff Divisi Acara Feed Formulation Training
(FFT) pada tahun 2020, Staff Divisi Acara Mineral Block dan Amoniasi Hay pada
tahun 2020 & 2021, Staff Divisi Acara Webinar Agrostologi pada tahun 2020 &
2021, Staff Divisi Logistik Ekspedisi Agrostologi pada tahun 2019, Sekretaris
Divisi Liaison Officer (LO) Seminar and Competition of Animal Science (SCAS)
pada tahun 2021, Staff Divisi Acara Agristetic Tryout SBMPTN di SMK Yupentek,
Tangerang pada tahun 2019, Staff Divisi Publikasi, Dekorasi, Desain dan
Dokumentasi (PDDD) Gerakan Protein Sehat (GPS) pada tahun 2020. Penulis
pernah melaksanakan kegiatan praktek lapang di Detasemen Kavaleri Berkuda
(DENKAVKUD), Bandung pada tahun 2021. Penulis pernah mengikuti Lomba
Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan (STAP IX) di Universitas
Jendral Soedirman tahun 2022 dan penulis juga mendapatkan Juara 5 lomba Essay
LKMM Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai