Hastuti1, Suparman1
1
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Peternakan,
Universitas Sembilanbelas November Kolaka
Jl. Pemuda No. 339 Kolaka, 93517
*Email korespondensi: hastutijalla@gmail.com
ABSTRAK
Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan salah satu ternak penghasil daging yang
pemanfaatannya masih sangat terbatas karena sifatnya yang kurang disukai, yaitu bau khas yang tajam
disebabkan komponen protein larut air dan konsentrasi asam lemak yang tinggi. Salah satu cara yang bisa
ditempuh adalah degan melakukan pengolahan daging kambing berupa produk Abon dengan menggunakan
metode pemasakan dan lama penggorengan diharapkan mampu mengurangi bau prengus daging kambing.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sifat kimia (protein, lemak, abu, kadar air dan karbohidrat)
abon daging PE dengan lama penggorengan yang berbeda, mengetahui lama penggorengan yang baik
terhadap sifat kimia abon daging kambing PE. Metode penelitian dengan melakukan analisis kimia dan
analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dengan parameter analisa yang dilakukan meliputi
analisa Protein, Lemak, Karbohidrat, Kadar Air, Kadar Abu dengan lama penggorengan (A1=40 menit,
A2=60 menit dan A3=75 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan gizi abon daging
kambing dari ketiga perlakuan (A1, A2, A3) memiliki kandungan yang sebagian besar sudah memenuhi
standard mutu SNI. Kandungan gizi terbaik pada perlakuan A3 yakni Protein sebesar 45,63%, lemak
terendah pada A3 sebesar 17,70%, karbohidrat terbaik pada A2 sebesar 10.13%, kandungan kadar air
terendah pada A3 sebesar 1.43%, dan kadar abu terendah pada perlakuan A2 sebesar 6.78%.
Kata kunci: Abon daging kambing, kimia abon, kambing PE, olahan daging
ABSTRACT
Peranakan Ettawa (PE) Goat is one of the meat-producing livestock whose utilization is still
minimal due to its less preferred nature, namely sharp smell due to the water-soluble protein component
and high fatty acid concentration. One way that can be taken is by processing goat meat in the form of Abon
products using cooking methods, and deep frying is expected to reduce the smell of goat meat. The purpose
of this study was to determine the chemical properties (protein, fat, ash, water content and carbohydrate)
shredded PE meat with different frying lengths, to find out the excellent frying length of the chemical
properties of shredded PE. The research method by carrying out chemical analysis and data analysis was
carried out in a clear quantitative manner with the parameters of the study performed including analysis of
Protein, Fat, Carbohydrate, Moisture, Ash Content with frying length (A1 = 40 minutes, A2 = 60 minutes
and A3 = 75 minutes. The results showed that the nutrient content of shredded goat meat from the three
treatments (A1, A2, A3) had content that most of them had met the SNI quality standards. The best
nutritional content in treatment A3 was Protein at 45.63%, the lowest fat on A3 at 17, 70%, the best
carbohydrate in A2 is 10.13%, the lowest water content in A3 is 1.43%, and the lowest ash content in A2
treatment is 6.78%.
Keywords: shredded of goat meat, about chemical, PE goat, processed meat
73
Purwati et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5(3):73-78
74
Purwati et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5(3):73-78
75
Purwati et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5(3):73-78
daging kambing sebagai sumber protein minyak pada daging kambing pada saat
hewani memiliki nilai hayati (biological penggorengan adalah sekitar 10%-20%.
value) yang tinggi, mengandung 19% Faktor lain yang berpengaruh yakni
protein, 5% lemak, 70% air 3,5% zat-zat bentuk abon yang disuwir sehingga
nonprotein dan 2,5 % mineral dan bahan- permukaan bahan menjadi lebih luas
bahan lainnya. dan juga dari bahan-bahan sehingga akan mempermudah penyerapan
yang digunakan yang berupa santan kelapa minyak.
dan minyak. Sebagaimana Tornberg (2004) Rendahnya nilai kandungan lemak
menyatakan bawa protein daging segar pada abon daging kambing hasil perlakuan
87,70%; protein abon daging kambing A1, A2, dan A3 dibandingkan dengan
dengan santan kelapa sebesar 54,45% dan standard mutu SNI kemungkinan besar
protein abon dengan minyak goring sebesar dipengaruhi penanganan pasca penggoreng-
66,58%. an. Penirisan minyak, penggunaan kertas
serap minyak sehingga minyak yang
Kadar lemak
mengandung lemak lebih banyak terserap
Tabel 2. menunjukkan bahwa
pada kertas minyak. Hal ini terbukti ketika
kandungan karbohidrat yang dihasilkan dari
hasil pengujian dilaboratorium memper-
abon daging kambing ketiga perlakuan
adalah A1 sebesar 14,07%; A2 sebesar lihatkan nilai yang lebih rendah dari nilai
SNI. Penambahan santan kelapa pada
24,39% dan A3 sebesar 17,70%. Nilai ketiga
perlakuan sangat penting untuk menambah
perlakuan berada dibawa nilai maksimal SNI
cita rasa gurih. Namun, santan kelapa yang
yakni maksimal 30%. Hal ini menandakan
mengandung lemak dapat dikurangi dengan
bahwa kandungan lemak dari abon daging
penyerapan kandungan minyak setelah
kambing (A1, A2, dan A3) sudah sangat
penggorengan/ pengeringan. Sebagaimana
memenuhi standard karena berada pada
Sudarmadji dkk. (1997) menyatakan bahwa
angka di bawah maksimal SNI.
santan merupakan emulsi lemak dalam air
Lemak merupakan bahan-bahan
yang tidak larut dalam air yang umumnya yang akan memberikan rasa gurih pada
berasal dari tumbuhan atau pun hewan. makanan karena mengandung kadar lemak
Lemak merupakan zat makanan yang yang tinggi.
penting untuk menjaga kesehatan. Selain Karbohidrat
itu, lemak juga merupakan sumber energi Tabel 2. menunjukkan bahwa
yang efektif yang sangat penting bagi kandungan karbohidrat yang dihasilkan dari
tubuh (Sudarmadji dkk., 1997). Pengujian abon daging kambing ketiga perlakuan
kadar lemak bertujuan untuk mengetahui adalah A1 sebesar 8,49%; A2 sebesar
kandungan lemak pada abon daging 10,13% dan A3 sebesar 8,12%. Salah satu
kambing ini karena seperti yang telah kandungan gizi yang sangat dibutuhkan oleh
diketahui bahwa dalam proses pembuatan tubuh yakni karbohidrat sebagai penghasil
abon beberapa bahan yang digunakan kalori.
merupakan sumber lemak yakni penggunaan Karbohidrat merupakan nilai gizi
santan dan minyak goreng. pokok sumber energi yang dikonsumsi oleh
Pada proses penggorengan akan masyarakat negara berkembang. Kadar
terjadi penguapan air kemudian digantikan karbohidrat yang dihasilkan pada abon
oleh minyak yang digunakan. Semakin daging kambing ini tertinggi pada perlakuan
lama proses penggorengan akan menyebab- A2 dan terendah pada perlakuan A3.
kan penyerapan minyak juga akan semakin Kandungan karbohidrat pada abon daging
banyak. Hal ini sesuai pernyataan Ketaren kambing ini diperoleh dari penggunaan
(1986), bahwa selama proses penggoreng- santan. Pada pembuatan abon ini tidak
an, sebagian minyak masuk ke dalam bahan menggunakan santan murni akan tetapi
pangan dan mengisi ruang kosong yang telah ditambahkan air sebelum pemerasan.
pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan Nilai gizi pada santan, selain memiliki
76
Purwati et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5(3):73-78
kandungan air dan lemak juga terdapat pangan yang kemudian akan diisi oleh
karbohidrat namun dalam jumlah yang lebih minyak yang digunakan dalam
rendah dibandingkan lemak dan air. Hal ini penggorengan. Akan tetapi, pada bahan
sesuai pernyataan Sudarmadji dkk. (1997), pangan yang telah mengalami pengeringan
bahwa santan murni secara alami sebelumnya, diduga tidak akan banyak
mengandung sekitar 54% air, 35% lemak mengalami penyerapan minyak atau
dan karbohidrat ± 6%. penggantian minyak kedalam rongga bahan
Abon daging kambing pada pangan seperti pada bahan pangan yang
perlakuan A3 merupakan yang terbaiki tidak dikeringkan sebelumnya, karena air
dibandingkan kedua perlakuan lainnya jika pada bahan telah diuapkan pada saat
ditinjau dari segi kandungan karbohidratnya. pengeringan mekanik sebelumnya, sehingga
Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi hanya sedikit air yang akan diuapkan pada
lamanya proses penggorengan A3 saat penggorengan berlangsung, maka
dibandingkan pada perlakuan A1 dan A2, penggantian air oleh minyak pun akan lebih
sehingga memicu penurunan kadar sedikit sesuai dengan jumlah air yang
karbohidrat karena terjadi reaksi kimia diuapkan dan memungkinkan kadar air
selama proses penggorengan yang lebih setelah pengeringan tidak akan jauh berbeda
lama. setelah penggorengan.
Kadar air sangat berpengaruh
Kadar air
terhadap mutu bahan pangan sehingga
Kadar air yang dihasilkan dari abon
dalam proses pengolahan dan penyimpanan
daging kambing ketiga perlakuan adalah A1
bahan pangan, air perlu dikeluarkan, salah
sebesar 9,51%; A2 sebesar 3,38% dan A3
satunya dengan cara pengeringan.
sebesar 1,43%. Kadar air perlakuan A1 lebih
Penetapan kadar air bertujuan untuk
tinggi dari SNI, perlakuan A2, dan A3
mengetahui batasan maksimal atau rentang
memiliki kadar air yang lebih rendah dari
tentang besarnya kandungan air di dalam
SNI. Standar mutu SNI untuk produk abon
bahan (Aberle et al., 2001). Pengukuran
maksimal 7%. Dengan demikian kadar air
produk abon daging kambing perlakuan kadar air sangat penting pada makanan
sudah memenuhi standard mutu abon untuk awetan seperti pada abon ikan gabus ini,
perlakuan A3 dan A2 meskipun nilai sedikit sehingga diketahui batas kadar air yang
sesuai sehingga produk memiliki daya
lebih tinggi dari SNI, sedangkan perlakuan
A1 belum memenuhi dikarenakan memiliki simpan yang tinggi. Molekul air terdiri dari
sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen
nilai yang terlampau besar belum memenuhi dengan dua atom hidrogen. Air dalam
standar mutu abon, diduga karena faktor tubuh berfungsi untuk transportasi nutrisi,
bahan baku abon itu sendiri. Secara umum metabolisme hormon, dan mengeluarkan zat
ikan terdiri dari 80% kandungan air sisa tubuh (Aberle et al., 2001)
kemudian setelah melalui proses pengering-
Kadar abu
an akan mengalami penurunan kadar air, hal
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa
ini disebabkan suhu dan lama penggorengan kadar abu yang dihasilkan dari abon daging
abon daging kambing perlakuan. kambing ketiga perlakuan adalah A1 sebesar
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan 7,03%; A2 sebesar 6,78% dan A3 sebesar
Winarno dkk. (1982), bahwa pada umumnya 7,74%. Kandungan kadar abu dari ketiga
suhu pengeringan adalah antara 40o-60oC. perlakuan bervariasi. Perlakuan A1 adalah
Waktu pengeringan juga bervariasi ter- perlakuan yang nilainya sama dengan nilai
gantung pada jenis bahan yang dikeringkan maksimun SNI, perlakuan A2 masih dibawah
dan hasil dari proses pengeringan yang baik angka maksimum SNI, serta perlakuan A3
adalah simplisia yang mengandung kadar air melebihi nilai maksimum SNI yang berarti
10%. terjadi over penggorengan. Standar maksimum
Pada proses penggorengan ini akan SNI untuk produk abon adalah %. Kadar abu
menguapkan sejumlah air dalam bahan pada produk abon ini masih memenuhi standar
77
Purwati et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5(3):73-78
untuk produk abon. Kadar abu yang dihasilkan Departemen Perindustrian. 1995. Mutu dan Cara
pada abon daging kambing ini merupakan hasil Uji Abon. Standar Nasional Indonesia
dari kandungan mineral alami pada daging 01-3707-1995, Jakarta.
kambing. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak
Kadar abu tertinggi terjadi pada dan Lemak Pangan. Universitas
perlakuan A3 (7,74%). Hal ini kemungkinan Indonesia Press, Jakarta.
besar dipengaruhi perlakuan A3 merupakan
perlakuan yang mengalami penggorengan yang Poulane, E.J., Rusunen, M.H., & Vainionpaa, J.I.
2001. Combined effects of NaCl and
lebih lama (selama 75 menit), sehingga lebih
raw meat pH on water-holding in cooked
menghasilkan kadar abu yang lebih tinggi.
sausage with and without added
Kadar abu atau kandungan mineral merupakan
phosphate. Jurnal of Meat Science 58:1-
sisa yang tertinggal jika suatu sampel bahan 7.
makanan dibakar sempurna di dalam suatu
tungku pengabuan. Kadar abu ini Mahmud, M.K., Hermana, N. A. Zulfianto, R.
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak R. Apriyantono, I. Ngadiarti, B.
terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Hartati, Bernadus, & Tinexcelly. 2009.
Kadar abu juga menentukan ada tidaknya zat Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT.
mineral dalam suatu bahan pangan. Kandungan Elex Media Komputindo, Jakarta
mineral dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit Romans, J.R., W.J. Costello, C.W. Carlson, M.L.
dalam proses kerja tubuh. Greaser, & K.W. Jones. 1994. The Meat
We Eat. Interstate Publisher, inc.
KESIMPULAN Danville, Illnois.
Kesimpulan penelitian ini adalah Sudarmadji, S., B. Haryono, & Sahabudi. 1997.
kandungan gizi terbaik pada perlakuan A3 Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
dengan lama penggorengan selama 75 menit Penerbit Liberty. Yogyakarta.
yakni kandungan protein sebesar 45,63%, lemak Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.
terendah pada A3 sebesar 17,70%, karbohidrat Gadjah Mada University Press,
terbaik pada A2 sebesar 10.13%, kandungan Yogyakarta.
kadar air terendah pada A3 sebesar 1.43%, dan
Sukendar, A., M. Duldjaman, & A. Sukmawati.
kadar abu terendah pada perlakuan A2 sebesar
2005. Potensi reproduksi dan distribusi
6.78%.
dalam pengembangan kambing PE di
Desa Hegarmanah Cicantayan
UCAPAN TERIMA KASIH
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Ucapan terima kasih kepada Media Peternakan 28 (1):1-7.
Simlitabmas Direktorat Jenderal Riset dan Winarno, F. G., D. Fardiaz & S. Fardiaz. 1982.
Pengabdian kepada Masyarakat Kementerian Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang PT. Gramedia. Jakarta.
telah memberikan dana penelitian pada skim
Penelitian Dosen Pemula dan juga kepada Tornberg. 2004. Effect of heat on meat proteins-
Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat implication on stucture and quality of
dan Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas meat product. J. Meat Sci .70:493-508.
Sembilanbelas November Kolaka yang Young, O.A. & T.J. Braggins. 1998. Sheep
memfasilitasi penulis dalam hibah penelitian ini. Meat Odour and Flavor. Dalam:
Shahidi, F. (Ed). Flavor of Meat, Meat
DAFTAR PUSTAKA Product, and Seafood. 2th Edit. Blackie
Academic & Professional. An Imprint
Aberle, E.D., J.C. Forrest, D.E. Gerrard, &
of Chapman & Hall, New York.
E.W. Mills. 2001. Principles of Meat
Science. Fourth Ed. Kendal/Hunt
Publishing Company, Madison.
78