ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagian buah atau daun
pepaya yang paling baik untuk pengempukan dan untuk mengetahui berapa
berat dalam satuan tertentu daun atau buah pepaya terhadap daging untuk
melunakkan daging bebek afkir, serta interaksi kedua faktor tersebut. Duabelas
itik petelur afkir lokal peranakan Indiana Runner diproses menjadi karkas dan
diambil pada karkas dada dan paha. Bagian dada dan paha dibagai menjadi
dua bagian, sehingga masing-masing menjadi 24 sampel. Sampel daging dada
digunakan untuk uji kualitas fisik, dan uji organoleptik menggunakan thigh.
Variabel yang diamati susut masak, keempukan, jus daging, lavor dan
keempukan organoleptik. Rancangan percobaan dan analisis data
menggunakan Analisis Variansi Completely Randomized Design (CRD) Pola
Faktorial 2x2 dengan faktor konsentrasi (10%/K 1 dan 20%/K2) dan bagian
pohon (daging buah/B1 dan daun/B2). Jika terjadi interaksi antar faktor
dianalisis dengan Duncans New Multiple Range Test (DMRT). Hasil uji fisik
keempukan memperlihatkan daging dengan konsentrasi 20 % lebih empuk
dibanding 10% dan penggunaan daging buah menghasilkan daging yang lebih
empuk dibanding daun pepaya. Nilai uji susut masak memperlihatkan
konsentrasi 20% lebih besar dibanding 10% dan menggunakan daging buah
lebih besar dibanding daun pepaya. Hasil uji panel kempukan memperlihatkan
konsentrasi 20% menghasilkan daging yang lebih empuk dibanding 10% dan
penggunaan daging buah menghasilkan daging yang lebih empuk dibanding
daun pepaya. Konsentrasi 20% dan bagian daging buah merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kesukaan keempukan bagi panelis. Uji jus daging
konsentrasi 20% lebih disukai dibanding 10% dan menggunakan daun lebih
disukai dibanding daging buah pepaya. Uji panel flavor menunjukkan panelis
lebih menyukai penggunaan konsentrasi 10% dibanding 20% dan daging buah
lebih disukai dibanding daun pepaya.
(Kata Kunci: Daging Itik Petelur Afkir, Daging Buah Pepaya, Daun Pepaya,
Uji Fisik, Uji Organoleptik).
2
PENDAHULUAN
2
3
3
4
CARA PENELITIAN
Sampel daging diambil dari bebek petelur afkir lokal peranakan itik
Indiana Runner di daerah Gatak, Gatak, Sukoharjo yang dipelihara oleh
peternak secara intensif dan terkontrol, dengan sistem kandang umbaran
terbatas lantai kering, dan diambil umur dan berat yang seragam.
Itik petelur afkir dipuasakan makan selama 24 jam sebelum
penyembelihan agar diperoleh kualitas daging yang baik dan isi perut kosong
sehingga menghindari dari kontaminasi pencemaran (Soeparno, 1992).
Prosesing menjadi karkas menggunakan metode yang dianjurkan oleh Parry
(1989) yang meliputi penyembelihan, perendaman, pencabutan bulu, eviserasi
dan pemotongan kepala sampai leher dan kaki. Penyembelihan dilaksanakan
dengan metode Islam (Hin et al., 1987). Prosesing bagian-bagian karkas
dilakukan menurut pendapat Swatland (1984) dengan dihasilkannya bagian
dada, sayap, punggung paha atas dan paha bawah. Sampel daging
menggunakan daging dada yang terdiri dari otot Pectoralis superficialis dan
Pectoralis coracoideus (Cahaner et al., 1986) dan paha atas yang terdiri dari
otot-otot paha (Soeparno, 1992).
Pengambilan sampel dari 12 ekor itik petelur afkir yang diproses menjadi
karkas dan dipotong menjadi bagian-bagian karkas. Bagian dada dibagai
menjadi dua bagian , yaitu sebelah kanan dan sebelah kiri, sehingga masing-
masing menjadi 24 sampel. Sampel pada daging dada digunakan untuk uji
kualitas fisik daging (uji obyektif) yang meliputi susut masak dan keempukan
(Soeparno, 1992) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Daging
Fakultas Peternakan UGM. Bagian daging dada yang digunakan sebagai
sampel pada bagian kranial dengan panjang sekitar tiga sentimeter dari arah
kranial tanpa kulit.
Untuk uji organoleptik (subyektif) yang meliputi keempukan, flavor dan
jus daging (Lawrie, 1995) dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak
Fakultas Pertanian UNS dengan menggunakan sampel pada bagian paha atas
dengan tehnik sampling seperti pada daging dada yang digunakan untuk uji
4
5
5
6
Konsentrasi
Bagian pohon 10% (K1) 20% (K2) Jumlah
------------------------------------------------------------------------------------------
Daging buah (B1) 6 6 12
Daun (B2) 6 6 12
Jumlah 12 12 24
____________________________________________________________
Keseluruhan data yang diperoleh meliputi data hasil uji fisik daging,
yaitu uji keempukan (tenderness) dan susut masak (cooking loss) dan uji
organoleptik dengan uji panel, yaitu uji keempukan, flavor dan jus daging
dianalisis dengan Analisis Variansi CRD Pola Faktorial 2 x 2 (Astuti, 1980),
dengan faktor kesatu berupa konsentrasi (K) dalam jumlah 10% (K 1) dan 20%
(K2) dari total jumlah gram buah dan daun terhadap gram daging. Faktor
kedua berupa bagian dari pohon yang diambil papainnya (B), yaitu pada
daging buah (B1) dan daun (B2) dari pepaya.
6
7
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
7
8
tersebut dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi enzim (Ismadi, 87). Pada enzim
konsentrasi 10% akan menghasilkan jumlah enzim papain lebih sedikit
dibanding 20%, mengingat semakin besar gram buah dan daun kates, maka
semakin banyak enzim papain yang terkandung, sehingga tingkat hidrolisis
enzim papain pada konsentrasi 10% lebih sedikit dibanding 20%. Hal ini
menyebabkan jumlah protein jaringan ikat dan miofibrilar yang terhidrolisis
pada konsentrasi 10 % lebih sedikit, sehingga daging lebih alot dibanding
yang konsentrasi 20%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keempukan
daging yang nyata (P<0,01) antara daging buah dengan daun, yaitu dengan
nilai 0,5222 dan 0,6218 kg/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa daging yang
diberi perlakuan daging buah pepaya lebih empuk dibanding daun pepaya,
berarti hidrolisis ikatan jaringan ikat lebih banyak pada daging yang diberi
daging buah pepaya dibanding daun pepaya. Enzim papain dapat
menghidrolisis ikatan-ikatan peptida (Ismadi, 1987). Proses hidrolisis secara
enzimatik didahului dengan berekasinya enzim dengan substrat, sehingga
terbentuk kompleks enzim substrat. Hidrolisis terus berlangsung sehingga
akan terbentuk enzim dan produk, yang akan berlangsung sampai substrat
akan terdegradasi semua (Lehninger, 1990). Protein jaringan ikat akan
terhidrolisis menjadi produk yang baru berupa senyawa protein yang lebih
sederhana. Protein jaringan ikat merupakan faktor yang mempengaruhi
kealotan daging (Soeparno, 1992). Semakin banyak jumlah enzim yang ada,
maka akan semakin banyak protein jaringan ikat yang terdegradasi. Pada
penelitian ini dimungkinkan bahwa daging buah pepaya mempunyai
kandungan enzim papain lebih banyak dibanding daun pepaya, sehingga
tingkat kealotan daging itik afkir yang diberi daging buah pepaya lebih empuk
dibanding yang diberi daun pepaya.
B. Susut Masak
Data hasil uji susut masak dan analisis statitistiknya dapat dilihat pada
tabel 3.
8
9
Tabel 3. Rerata susut masak (%) daging itik afkir pada konsentrasi 10% dan
20% dengan bagian daging buah dan daun
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata*
9
10
C. Keempukan (Organoleptik)
10
11
protein jaringan ikat dalam urat daging, semakin tua umur ternak maka daging
semakin alot karena meningkatnya protein jaringan ikat, terutama kolagen
(Swatland, 1984). Protein jaringan ikat dapat didegradasi dengan penggunaan
enzim papain (Triyantini, 1993). Aktivitas enzimatik dipengaruhi dengan
adanya pengaruh konsentrasi enzim. Semakin banyak enzim maka akan
semakin banyak substrat yang diubah menjadi produk (Lehninger, 1990).
Ikatan protein jaringan ikat akan dihidrolisi oleh enzim papain menjadi protein
yag lebih sederhana dan tingkat hidrolisis protein tersebut dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim, pada daging itik yang diperlakukan dengan konsentrasi
20% lebih empuk, karena diduga mempunyai kandungan enzim papain lebih
tinggi dibanding 10%.
Tabel 4. Rerata keempukan daging itik afkir pada konsentrasi 10% dan 20%
dengan bagian daging buah dan daun
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
11
12
D. Jus Daging
Hasil penelitian dan hasil analisis statistik terhadap uji peanel jus daging
ditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5. Rerata jus daging daging itik afkir pada konsentrasi 10% dan 20%
dengan bagian daging buah dan daun
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
12
13
pada daging dengan konsentrasi 20% lebih baik dibanding 10%. Juiceness
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat kandungan air yang
terikat di dalam kompartemen daging (Lawrie, 1995) dan tingkat perlemakan
pada lemak intramuskular (Soeparno, 1992). Selanjutnya dinyatakan oleh
Soeparno (1992) daya ikat protein terhadap air berpengaruh pada pengunyahan
dan lemak intramuskular terhadap dibebaskannya saliva atau tingkat salivasi.
Seharusnya pada tingkat konsentrasi 10% kesan jus daging lebih baik dibanding
20%, karena pada konsentrasi 10% tingkat eksudatif cairan lebih rendah.
Kenyataan berbeda ini dimungkinkan karena daging diambil pada itik petelur
afkir, sehingga faktor lemak intramuskular juga berpengaruh. Mengingat
pendapat Leenstra et al. (1986) menyatakan bahwa kandungan lemak daging
unggas dipengaruhi oleh umur, dengan bertambahnya umur semakin tinggi
kandungan lemaknya. Daging bebek termasuk daging yang mempunyai
kandungan lemak yang tinggi (Srigandono, 1986). Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya kesan jus daging sukar dibedakan oleh panelis,
sehingga panelis kemungkinan lebih melihat pada kesan salivasinya, sehingga
justru lebih memilih pada konsentrasi 10% dibanding 20%.
Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01)
terhadap nilai jus daging pada daging buah pepaya dan daun pepaya, dengan
nilai skor panelis 2,3229 dan 2,6875. Menunjukkan bahwa tingkat juiceness
menurut panelis lebih baik pada penggunaan daun pepaya dibanding daging
buah pepaya. Alasan yang sama dapat dijelaskan seperti pada faktor
konsentrasi, dimana panelis kemungkinan lebih mementingkan tingkat
salivasinya daripada kesan pengunyahan. Mengingat pada bebek petelur afkir
mempunyai kandungan lemak yang tinggi, sehingga kesan salivasi yang lebih
tampak dibanding kesan pengunyahan.
E. Flavor
Hasil penelitian dan hasil analisis flavor daging itik petelur afkir
ditunjukkan pad tabel 6.
13
14
Tabel 6. Rerata flavor daging itik afkir pada konsentrasi 10% dan 20%
dengan bagian daging buah dan daun
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
14
15
B. Implikasi
Implikasi yang dapat ditarik dari kesimpulan adalah dari hasil uji fisik
baik keempukan dan susut masak menunjukkan kualitas gizi daging lebih baik
pada konsentrasi 10% dan penggunaan daun pepaya, mengingat cairan
eksudatif yang keluar lebih sedikit, sehingga kandungan gizi yang ada di
dalam daging lebih baik.
15
16
Implikasi yang dapat ditarik dari uji organoleptik (keempukan dan jus
daging) bahwa panelis lebih menyukai konsentrasi 20% dan penggunaan
daging buah pepaya, tetapi dari uji flavor panelis lebih menyukai konsentrasi
10% dan penggunaan daging buah pepaya.
C. Saran
Pemakaian 10% daging buah pepaya ( misal: 5 gram daging buah pepaya
terhadap 50 gram daging itik petelur afkir) dengan pemasakan dioven pada
suhu 175oC dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas daging itik afkir.
Perlunya diteliti lebih mendalam dengan melihat jumlah kandungan
enzim papain dalam unit enzim dan melihat tingkat kelarutan protein yang
hilang dan kandungan gizi dalam penelitian dengan perlakuan yang sama.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M., 1980. Rancangan Percobaan dan Analisa Sttistik. Bag. ke-1. Fkultas
Peternakan UGM, Yogyakarta.
Boccard, R., I. Butchter dan M. Castells, 1981. Peocedure for increasing meat
quality characretistic in beef production experiments. Reported a working
group in the commision of The European Comminities (CEC), Beef
Production Research Program. Livestock Prod. Sci.. 8:385-396.
Cahaner, A., Z. Nitsan dan I, Nir., 1986. Weight and fat content of adipose and
non-adipose tissues in broilers selected for or againts abdominal adipose
tissue. Poultry Sci. 70:153-159.
Hin., M., Bigha dan A. Syaroji, 1987. Fathul Manhaji. Darrul Qalam, Bahrain.
Kuswanto, K.R., 1991. Teknologi Enzim. PAU Pangan dan Gizi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Leenstra, F.R., P.F.G. Vereijken dan R. Pit, 1986. Fat deposition in a broiler sire
strain I. Phenotypic and genetic variation in, and correlations between,
abdominal fat, body weight, and feed conversion. Poultry Sci. 65:1225-
1235.
Lin, T.M. dan J.W. Park., 1996. Protein solubility in Pacific Whiting Affected by
Proteolisis During Storage. J. Food Sci. 61:536-539.
17
18
Romans, J. R. dan P. T. Ziegler, 1974. The Meat We Eat. The Interstate Printers
and Pub. Inc., Denville, Illionis.
Srigandono, B., 1986. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada university Press,
Yogyakarta.
Stauffer, C.E., 1989. Enzym Essays For Food Scientists. An AVI Book, United
State of America.
18
19
Pemecahan: Problem:
Afkir:
Papain daging alot
Kelemahan:
Lemak tinggi
Flavor tidak
Oven
disukai
19
20
Organoleptik: keempukan,
Flavor & juiceness (Lawrie,
1995) panelis (Boccard
et al., 1981).
Jumlah 12 12 24
_____________________________________________________
20
21
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata*
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
21
22
Rerata jus daging daging itik afkir pada konsentrasi 10% dan
20% dengan bagian daging buah dan daun
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
Konsentrasi
Bagian pohon 10% 20% Rerata**
22
23
Kesimpulan
23
24
Saran
24