Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penduduk adalah salah satu komponen penting dalam proses perubahan
sosial. Perubahan sosial tersebut dapat disebabkan oleh faktor – faktor sosial
demografi, seperti kelahiran, kematian, dan migrasi. Namun, di sisi lain
perubahan yang terjadi dapat pula disebabkan kebijakan dalam
pembangunan, terutama yang berkaitan dengan sektor-sektor kehidupan
orang banyak. Besarnya jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan
pelayanan memadai, misalnya dalam kesehatan dan pendidikan, sangat
berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka. Namun, penyebaran itu pun
tidak merata sehingga menimbulkan berbagai perubahan yang menyertainya
(Syukur, 2010).
Secara nasional, jumlah rata – rata anak dalam periode masa reproduksi
perempuan (Total Fertility Rate/TFR) selama lebih dari dua dekade tercatat
menurun, terutama perubahan pada SDKI 1991 dan SDKI 2002 – 2003.
Penurunan terus terjadi hingga SDKI 2002 – 2003 dengan TFR sebesar 2,6
anak per perempuan. Pada 2017, hasil survei Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) menunjukkan angka TFR yang menurun, yaitu
sebesar 2,4 anak per perempuan.
Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga
berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui
penyelenggaraan program keluarga berencana. Menurut Undang-Undang
Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB)
adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UUD,
2009).
Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (integral)
dalam program pembangunan Nasional dan bertujuan untuk turut serta dalam
menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk
Indonesia, agar dapat mencapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan
produksi nasional (Budisuari, 2011).
Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam program KB adalah melalui
penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan data World Health Organization
(WHO) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, penggunaan alat
kontrasepsi di Indonesia sebesar 61% sudah melebihi rata-rata ASEAN
(58,1%). Akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (78%),
Kamboja (79%) dan Thailand (80%). Padahal jumlah Wanita Usia Subur
(WUS) tertinggi di ASEAN adalah Indonesia yaitu 65 juta orang (Kemenkes,
2013).
Di Indonesia, jumlah kepala keluarga sebanyak 60.349.706 dan jumlah
pasangan usia subur 36.993.725 sebanyak 61.29% dari jumlah kepala
keluarga. Peserta KB secara nasional sebanyak 23.361.189. KB aktif tertinggi
terdapat di Bengkulu yaitu sebesar 71,98% dan yang terendah di Papua
sebesar 25,73%. Terdapat lima provinsi dengan cakupan KB aktif kurang dari
50% yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan
Kepulauan Riau. Di mana total KB aktif NTT adalah 38, 4 %. Berdasarkan
pola dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi, sebagian besar peserta KB Aktif
memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi bahkan sangat dominan
(lebih dari 80%) dibanding metode lainnya; suntikan (62,77%) dan pil
(17,24%) (BKKBN, 2016). .
Data dari BKKBN Kabupaten Kupang Tahun 2018 mencatat Total
PUS adalah 44111, dengan jumlah akseptor KB aktif dilaporkan sebagai
berikut, IUD: 1230, MOW: 1159, MOP: 47 ,KDM : 251, Implan : 7956,
Suntik: 19300, Pil: 2673. Jumlah ini menunjukan sebanyak 32220 (73,04%)
peserta KB aktif dari jumlah PUS yang ada, 26,06% belum mengikuti KB
secara aktif dari program pemerintah
Data pada Puskesmas Tarus tahun 2018 Peserta KB aktif dilaporkan
sebanyak 2209 (23,3%) dari 9470 PUS dengan metode kontrasepsi terbanyak
dilaporkan menggunakan KB suntik sebesar 1732 ( 78,4 % ), pil 2018 (9,9%),
kondom 23 (1 %), MOW 40 (1,8%), Implan 189 (8,6%), terendah dengan
metode MOP 0 (0%). Angka yang signifikan jika dibandingkan dengan
angka tahun 2017 di mana Peserta KB aktif dilaporkan sebanyak 1592 (27,9
%) dari 5705 PUS dengan metode kontrasepsi terbanyak dilaporkan
menggunakan KB suntik sebesar 1234 (77,1 % ), pil 257 (16,1%), kondom 4
(0,3 %), MOW 40 (2,5%), Implan 61 (3,8%), terendah dengan metode MOP
0 (0%). Jika dilihat dari angka PUS yang ada masih sangat jauh peminat
kontrasepsi yang diprogramkan pemerintah. Penyuluh keluarga berencana
harus memiliki wawasan yang luas agar dipercaya masyarakat ketika
melakukan sebuah penyuluhan dan konseling, berdasarkan uraian di atas
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Factor – faktor yang
mempengaruhi minat KB pada PUS di wilayah kerja Puskesmas Tarus
kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah, faktor
apa saja yang mempengaruhi minat KB pada PUS di wilayah kerja Puskesmas
Tarus kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi minat KB pada PUS di wilayah kerja Puskesmas Tarus
kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan umur pada PUS terhadap minat KB di
wilayah kerja Puskesmas Tarus
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pada PUS terhadap minat
KB di wilayah kerja Puskesmas Tarus
c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan pada PUS terhadap minat
KB di wilayah kerja Puskesmas Tarus
d. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan pada PUS terhadap minat KB
di wilayah kerja Puskesmas Tarus
e. Untuk mengetahui hubungan dukungan suami pada PUS terhadap
minat KB di wilayah kerja Puskesmas Tarus
f. Untuk mengetahui hubungan peran PLKB pada PUS terhadap minat
KB di wilayah kerja Puskesmas Tarus

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang
Sebagai bahan masukan kepada perencanaan dan pembuatan
kebijakan khususnya program yang terkait dengan KB dalam
pengembangan dan peningkatan kegiatan program KB,sehingga dapat
meningkatkan partisipasi PUS dalam menggunakan alat kontrasespsi
baik yang sementara maupun jangka panjang
2. Bagi Puskesmas Tarus
Sebagai bahan masukan terhadap tenaga kesehatan khususnya di
Puskesmas Tarus Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang bagian
KB dalam rangka meningkatkan partisipasi KB pada pasangan usia subur
(PUS)
3. Bagi Badan Keluarga Berencana Daerah (BKBD)
Sebagai bahan masukan kepada pengelola program KB dalam
merencanakan program peningkatan cakupan metode kontrasepsi dan
memberikan informasi tentang faktor – faktor yang mempengaruhi minat
KB pada PUS di wilayah kerja Puskesmas Tarus kecamatan Kupang
Tengah Kabupaten Kupang
4. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah bahan kepustakaan STIKES CITRA HUSADA
MANDIRI KUPANG dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan dan informasi tentang pelayanan KB.
5. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai faktor – faktor
yang mempengaruhi minat KB pada PUS di wilayah kerja Puskesmas
Tarus kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Keluarga Berencana (KB)


1. Definisi Keluarga Berencana
Menurut WHO (World Health Organisation) (1970) keluarga
berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu : menghindarkan kelahiran
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval diantara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam
keluarga. Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau
merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai
kontrasepsi (Zainuddin, 2012).
Berdasarkan Undang-Undang No 52 tahun 2009 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan
bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur kehamilan anak, jarak,
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi,
perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksinya untuk mewujudkan
keluarga berkualitas (Rizkitama, 2015).
Menurut Depkes RI 1996 keluarga berencana adalah suatu usaha
untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasihat
perkawinan, pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran. Secara
umum keluarga berencana (KB) dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak
positif bagi ibu, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak
menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut
(Suratun, 2008).
2. Tujuan Keluarga Berencana
Dalam ICPD (Internationale Conference on Population and
development) Kairo 1994, disebutkan bahwa salah satu tujuan program
keluarga berencana yaitu membantu pasangan dan individu untuk
menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah dan
jarak antara satu anak dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan
informasi dan sarana dalam melakukannya, juga untuk memberi
kebebasan serta ketersediaan berbagai macam alat kontrasepsi yang
aman dan sehat (Handayani, 2010).
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional), tujuan kelurga berencana adalah :
a. Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak
serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
b. Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan
angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi
kemampuan untuk meningkatkan reproduksi.

Adapun Visi dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional) tahun 2016 yaitu “Menjadi lembaga yang handal
dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan
keluarga berkualitas”. Sedangkan Misi BKKBN (Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2016 adalah :
a. Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan.
b. Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
c. Memfasilitasi Pembangunan Keluarga.
d. Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan penduduk,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga..
e. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara
konsisten (BKKBN, 2016).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi


Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau melawan,
dan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan
sel sperma (sel pria) yang menyebabkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah
metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan (Amalia and Afriany,
2015).
Kontrasepsi terbagi atas dua yaitu secara alami dan bantuan alat.
Kontrasepsi alami merupakan metode kontrasepsi tanpa menggunakan
bantuan alat apapun, caranya adalah dengan tidak melakukan hubungan
seksual pada masa subur, cara ini lebih dikenal dengan metode kalender.
Kelebihannya adalah memperkecil kemungkinan terjadinya efek samping
karena tidak menggunakan alat sedangkan kelemahannya adalah kurang
efektif karena kadar perhitungan masa subur bisa meleset dan tidak akurat
(Wikojoastro, 2013).
Secara umum syarat metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut
(Saifuddin, 2006) :
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
2. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah terjadinya kehamilan.
3. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.
4. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan
budaya di masyarakat.
5. Terjangkau harganya oleh masyarakat
6. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera
kembali kesuburannya, kecuali kontrasepsi mantap.

Berbagai jenis metode atau alat kontrasepsi dibagi menjadi


(Hartanto,2004).
1. Kontrasepsi Sterilisasi
Yaitu pencegahan kehamilan dengan mengikat sel indung telur
pada wanita (tubektomi) atau testis pada pria (vasektomi). Proses
Sterilisasi ini harus dilakukan oleh ginekolog (dokter kandungan).
Efektif bila memang ingin melakukan pencegahan kehamilan secara
permanen.
2. Kontrasepsi Teknik, dibagi menjadi :
a. Coitus Interuptus (senggama terputus) : ejakulasi dilakukan di luar
vagina. Faktor kegagalan biasanya terjadi karena ada sperma yang
sudah keluar sebelum ejakulasi, orgasme berulang atau terlambat
menarik penis keluar.
b. Sistem Kalender (pantang berkala) : tidak melakukan senggama
pada masa subur, perlu kedisiplinan dan pengertian antara suami istri
karena sperma maupun sel telur (ovum) mampu bertahan hidup
sampai dengan 48 jam setelah ejakulasi. Faktor kegagalan karena
salah menghitung masa subur (saat ovulasi) atau siklus haid tidak
teratur sehingga perhitungan tidak akurat.
c. Prolonged lactation atau menyusui, selama tiga bulan setelah
melahirkan saat bayi hanya minum ASI (Air Susu Ibu) dan
menstruasi belum terjadi, otomatis tidak akan terjadi kehamilan.
Tapi jika ibu hanya menyusui kurang dari enam jam per hari,
kemungkinan terjadi kehamilan cukup besar.
3. Kontrasepsi Mekanik, terdiri dari :
a. Kondom : terbuat dari latex. Terdapat kondom untuk pria maupun
wanita serta berfungsi sebagai pemblokir sperma. Kegagalan pada
umumnya karena kondom tidak dipasang sejak permulaan senggama
atau terlambat menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom
terlepas dan cairan sperma tumpah di dalam vagina.
b. Spermatisida : bahan kimia aktif untuk membunuh sperma,
berbentuk cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke
dalam vagina lima menit sebelum senggama. Kegagalan sering
terjadi karena waktu larut yang belum cukup, jumlah spermatisida
yang digunakan terlalu sedikit atau vagina sudah dibilas dalam
waktu kurang dari enam jam setelah senggama.
c. Vaginal diafragma : lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan
menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina enam jam
sebelum senggama. Efektifitasnya sangat kecil, karena itu harus
digunakan bersama Spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%.
d. IUD (Intra Uterina Device) atau spiral : terbuat dari bahan
polyethylene yang diberi lilitan logam, umumnya tembaga (Cu) dan
dipasang di mulut rahim. Kelemahan alat ini yaitu bisa menimbulkan
rasa nyeri di perut, infeksi panggul, pendarahan di luar masa
menstruasi atau darah menstruasi lebih banyak dari biasanya.
4. Kontrrasepsi Hormonal
a. Pil Kombinasi Oral Contraception (OC) : Pil kombinasi merupakan
kombinasi dosis rendah estrogen dan progesteron. Penggunaan
kontrasepsi pil kombinasi estrogen dan progesteron atau yang hanya
terdiri dari progesteron saja merupakan penggunaan kontrasepsi
terbanyak.
b. Suntik KB : Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik.
Cara pemakaiannya dengan menyuntikan zat hormonal ke dalam
tubuh. Zat hormonal yang terkandung dalam cairan suntikan dapat
mencegah kehamilan dalam waktu tertentu. Biasanya penyuntikan
ini dilakukan 2 – 3 kali dalam sebulan.
c. Susuk KB (Implant) : Implant terdiri dari 6 kapsul silastik, setiap
kapsulnya berisi levomorgestrel sebanyak 36 miligram dengan
panjang 3,4 cm dan diameter 2,4 cm. Kemasan Implant dirancang
agar isinya tetap steril selama masa yang ditetapkan asalkan
kemasannya tidak rusak atau terbuka. Kapsul yang dipasang harus
dicabut menjelang akhir masa 5 tahun. Pemasangan implant hanya
dilakukan petugas klinik yang terlatih secara khusus (dokter, bidan
dan paramedik) yang dapat melakukan pemasangan dan pencabutan
Implant. Terdapat dua jenis implant yaitu Norplant dan Implanon.
Koyo KB digunakan dengan ditempelkan di kulit setiap minggu.
Kekurangannya adalah dapat menimbulkan reaksi alergi bagi yang
memiliki kulit sensitive dan kurang cocok untuk digunakan pada
daerah beriklim tropis.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Akseptor KB (Keluarga Berencana)


1. Pengertian
Akseptor KB (Keluarga Berencana) adalah peserta keluarga
berencana (Family Planning Participant) yaitu pasangan usia subur
dimana salah seorang menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi
untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun non
program (BKKBN, 2011).
2. Jenis – jenis akseptor KB
a. Akseptor aktif, yaitu akseptor yang ada pada saat ini menggunakan
cara atau alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau
mengakhiri kesuburan.
b. Akseptor aktif Kembali yaitu: Pasangan Usia subur yang telah
menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau lebih yang tidak
diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara / alat
kontrasepsi baik dengan cara yang sama atau berganti cara setelah
berhenti 3 bulan berturut – turut bukan karena hamil. Akseptor KB
baru, yaitu: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat /
obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat
kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.
c. Akseptor KB (Keluarga Berencana) dini, yaitu: Para ibu yang
menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu
setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor langsung, yaitu: Para istri yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
e. Akseptor drop out, yaitu: Akseptor yang menghentikan kontrasepsi
lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

2.4 Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku Kesehatan


Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,
yakni perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior
causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni
faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang mendukung
(enabling factor) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong
(reinforcing factor) (Green and Kreute, 2005).
1. Faktor – faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor – faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah
terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor – faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih,
tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,
polindes, pot obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan
sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan
prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini
disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3. Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor – faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari
pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama,
para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang
– undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat
tersebut.
Berdasarkan Teori (Green and Kreute, 2005), bahwa peminatan KB
pada PUS dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni umur, pendidikan,
pengetahuan, jumlah anak, ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
pelayanan alat kontrasepsi, dukungan keluarga dan dukungan suami.

2.5 Tinjauan Umum Tentang Pasangan Usia Subur


Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat
dalam perkawinan yang sah yang umur istrinya antara 15-49 tahun (Pinem,
2009). Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya
berumur 15-49 tahun dan masih haid, atau pasangan suami-istri yang istrinya
berusia kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri sudah berumur lebih
dari 50 tahun, tetapi masih haid. PUS merupakan sasaran utama program KB
sehingga perlu diketahui bahwa:
1. Hubungan urutan persalinan dengan risiko ibu-anak paling aman pada
persalinan kedua atau antara anak kedua dan ketiga.
2. Jarak kehamilan 2–4 tahun, adalah jarak yang paling aman bagi
kesehatan ibu-anak.
3. Umur melahirkan antara 20–30 tahun, adalah umur yang paling aman
bagi kesehatan ibu-anak.
4. Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda
kehamilan/ kesuburan(sampai usia 20 tahun), masa mengatur kesuburan
atau menjarangkan (usia 20 – 30 tahun), masa mengakhiri kesuburan/
tidak hamil lagi (di atas usia 30 tahun). Masa reproduksi (kesuburan) ini
merupakan dasar dalam pola penggunaan kontrasepsi rasional.

2.6 Tinjauan Umum Tentang Puskesmas


1. Definisi Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Penyelenggaraan pusat kesehatan masyarakat perlu
ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan
kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta
menyukseskan program jaminan sosial nasional (Permenkes, 2014).
Dalam Kepmenkes No 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar
puskesmas, puskesmas didefinisikan sebagai Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian
wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan ujung tombak dari dinas
kesehatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam
pelaksanaannya, puskesmas memiliki tujuan yaitu mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.
Sehingga untuk mencapai tujuan, maka puskesmas memiliki tiga fungsi
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
Sedangkan pendapat lain mengatakan puskesmas merupakan
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan
tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan
untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal,
tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Budiarto, 2015).
2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah
kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Trihono, 2005).
3. Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan
atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah,
keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk
perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu
ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang
disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. (Jabbar, 2014)
Tiga fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas
sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
sehingga berwawasan serta menduku ng pembangunan kesehatan.
Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah
kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.(Trihono, 2005)
Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu
berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan,
keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan
kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Pusat
pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi
:Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut
adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat
inap (Jabbar, 2014).
4. Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi
pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan
jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran
tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan
kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis,
tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan
pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut
berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya
peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu
(Effendi, 2009).

2.7 Tinjauan Umum Tentang PLKB (Petugas Lapangan Keluarga


Berencana) / PKB (Penyuluh Keluarga Berencana)
PLKB/PKB merupakan ujung tombak pengelola KB di lapangan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Peraturan
Presiden No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional menyatakan bahwa BKKBN mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana, agar amanat tersebut dapat
terimplementasikan perlu ditetapkan Norma, Standar Prosedur dan Kriteria
(NSPK) di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana (UUD, 2009).
Salah satu NSPK sesuai UU 52/2009 adalah Pedoman Penyediaan dan
Pemberdayaan Tenaga Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana di
Lingkungan Pemerintah Daerah, hal ini telah sesuai dengan pasal 38, yakni
di BKKBN ditetapkan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana
Nasional sesuai dengan kebutuhan.
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten dan Kota pada lampiran Peraturan Pemerintah tersebut
pada Sub Bidang Penguatan Pelembagaan Keluarga kecil berkualitas.
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diamanatkan menetapkan formasi
dan Sosialisasi Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana, dan
dilanjutkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Pemerintah Daerah dimana dalam program keluarga berencana merupakan
urusan wajib dan masuk dalam rumpun Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana.
Rasio PLKB/PKB dengan jumlah kelurahan/desa adalah 1 idealnya
membina 1-2 desa atau kelurahan. Hasil evaluassi dan capaian secara nasional
Program KB Nasional tahun 2004-2009 cenderung stagnan, keberhasilan
pelaksanaan Program KB Nasional telah memberikan sumbangan yang
berarti terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam pengendalian laju
pertumbuhan penduduk. Salah satu aspek yang menunjang keberhasilan
tersebut adalah sumber daya manusia yang potensial terutama ada tingkat lini
lapangan yang selama ini telah melaksanakan tugas dengan baik yaitu Tenaga
Fungsional PLKB/PKB.
Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent of change
pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari tidak mendukung
menjadi pendukung menjadi mendukung program KB, dari tidak peduli
menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai menjadi berperan serta.
PLKB/PKB juga merupakan salah satu komponen penting dalam upaya
peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga sebagai
indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB
bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam memberikan berbagai
penyluhan program.
1. Tujuan
Adapun tujuannya, sebagai berikut ;
a. Memahami visi dan misi Program keluarga berencana nasional
b. Peningkatan pengetahuan dan wawasan nasional
c. Dapat mengembangkan berbagai kegiatan operasional di wilayah
kerjanya
2. Keududukan dan Peran
a. Kedudukan
PLKB/PKB adalah aparat pemerintah (PNS/Non PNS) yang
berkedudukan di Desa atau Kelurahan dengan tugas, wewenang dan
tanggung jawab melakukan kegiatan berupa Penyuluhan,
Penggerakan, Pelayanan, Evaluasi dan Pengembangan Program
keluarga berencana Nasional serta kegiatan program pembangunan
lainnya yang ditugaskan oleh pemerintah daerah di wilayah
kerjanya.
b. Peran
PLKB/PKB memiliki beberapa peran dalam program kerjanya
hal ini perlu dilakukan agar target program KB (Keluarga
Berencana) setiap tahunnya tercapai, peran PLKB/PKB sbb :
1) Pengelola pelaksanaan kegiatan Program KB Nasioanal di desa
atau kelurahan.
2) Penggerak partisipasi masyarakat dalam program KB Nasional
di desa atau kelurahan.
3) Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelaksanasan
program KB Nasional di desa/kelurahan.
4) Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai
pihak dalam pelaksanaan program KB Nasional di
desa/kelurahan.
3. Fungsi
PLKB/PKB berfungsi merencanakan, mengorganisasi,
melaksanakan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi
program KB Nasional dan program pembangunan lainnya di wilyah kerja
Desa atau Kelurahan.
4. Tugas
a. Perencanaan
Dalam perencanaan, tugas PLKB/PKB meliputi pengusaan
potensi wilayah kerja yang di awali dengan pengumpulan data,
analisa, serta penentuan prioritas sasaran sampai pada penyusunan
rencana dan jadwal kegiatan.

b. Pengorganisasian
Dalam pengorganisasian, tugas PLKB/PKB adalah mengajak
tenaga kader memberikan pelatihan dan orientasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader, memfasilitasi
dan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kader untuk
berperan sampai dengan perkembangan kemitraan dan jaringan kerja
dengan berbagai instansi dan lembaga sosial organisasi masyarakat
LSOM yang ada.
c. Pelaksanaan
Tugas PLKB/PKB meliputi pelaksanaan berbagai kegiatan
program baik yang bersifat pemberian informasi maupun pemberian
pelayanan Program Keluarga Berencana-Kesehatan Reproduksi,
Program Keluarga Sejahtera.
d. Pelaporan dan Evaluasi
Dalam hal pelaporan dan evaluasi, Tugas PLKB/PKB meliputi
Mencatat berbagai kegiatan sesuai dengan yang diharapkan dan
penyelenggaran evaluasi secara berkala.

2.8 Kerangka konsep


1. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Menurut Muhajirah (2004) mengemukakan hasil penelitian bahwa
pasangan suami istri termotivasi untuk memakai alat kontrasepsi
diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain umur, pendidikan,
pengetahuan, dukungan suami, pekerjaan, dan peran PLKB. Dalam
penelitian ini, beberapa faktor yang dianggap berhubungan terhadap
minat KB pada PUS. Variabel yang diteliti dalam penelitian sebagai
berikut :
a. Akseptor KB
Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah
seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau alat
kontrasepsi dengan tujuan untuk pencegahan kehamilan baik melalui
program maupun non program. Akseptor adalah orang yang
menerima serta mengikuti dan melaksanakan program keluarga
berencana (Setiawan dan Saryono, 2010).
b. Umur
Umur atau usia diartikan dengan lamanya keberadaan
seseorang dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik,
individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan
anatomis dan fisiologik yang sama. Usia adalah lama waktu hidup
atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).
Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik
bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana
umur istrinya antara 15-44 tahun. Batasan umur yang digunakan
disini adalah 15-44 tahun dan bukan 45-49 tahun. Hal ini tidak
berarti berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan
batasan 45-49, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka
yang berada pada kelompok 45-49 bukan merupakan sasaran
keluarga berencana lagi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran
bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 45-49 tahun,
kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali
(Wirosuhardjo, 2004).
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam
hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan
bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan
akan lebih mudah menerima gagasan baru (Zainuddin, 2012).
Wanita yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung lebih
mudah untuk menerima ide atau gagasan baru, Wanita yang
berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran
dibandingkan dengan wanita yang tidak berpendidikan atau
berpendidikan rendah
d. Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
pasangan suami istri tentang kontrasepsi akan mempengaruhi
pasangan suami istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Semakin
banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tentang
kontrasepsi maka semakin besar pula kecenderungan akseptor untuk
menggunakan alat kontrasepsi (Notoadmodjo, 2007).
e. Pekerjaan
Pekerjaan adalah apa yang dikerjakan seseorang yang
bertujuan untuk menghasilkan uang yang akan dipergunakan untuk
mempertahankan hidupnya sehari-hari. Adapun yang dimaksud
status pekerjaan adalah ada tidaknya pekerjaan yang dimiliki
seseorang. Kaitan antara pekerjaan dengan keikutsertaan
berkontrasepsi. Sebagaimana pendapat Leman (2002), bahwa bagi
kebanyakan pasangan yang sibuk bekerja dan berkarir, banyak
faktor sepertikesiapan mental dan financial serta karir yang sedang
menanjak akan turut mendasari keputusan kapan akan
merencanakan waktu lahir anak dan jumlah anak.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional), umur peserta KB (Keluarga Berencana) yang
berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi dibagi atas tiga
kategori yaitu umur dibawah 20 tahun merupakan masa menunda
kehamilan, umur 20-30 tahun merupakan masa mengatur kesuburan
dan menjarangkan kehamilan, umur di atas 30 tahun merupakan
masa mengakhiri kesuburan. Masing-masing fase tersebut memiliki
jenis kontrasepsi yang sesuai.
f. Dukungan Suami
Suami yang mengerti tentang pentingnya dan manfaat
keluarga berencana pastinya akan mendukung pasangannya untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Pasangan usia suburr dapat dikatakan
aktif dalam program keluarga berencana apabila masing-masing
saling mendukung dalam mengikuti program keluarga berencana
(Junaedy, 2002). Beberapa Negara perempuan tidak memiliki
kekuasaan untuk membuat keputusan salah satunya adalah sumber
daya untuk menentukan dan mencari sendiri jasa pelayanan keluarga
berencana, sehingga dukungan suami dalam pemilihan metode
kontrasepsi untuk sebagian wanita sangat penting (Antonim, 2009).
g. Peran PLKB
Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent
of change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari
tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung program
KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai
menjadi berperan serta. PLKB/PKB juga merupakan salah satu
komponen penting dalam upaya peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat, juga sebagai indikator kemajuan yang
telah dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB bersentuhan langsung
dengan masyarakat dalam memberikan berbagai penyuluhan
program.

2. Kerangka konsep

UMUR

PENDIDIKAN
Keterangan :

= variabel independen

= variabel dependen

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional study
dengan rancangan cross sectional study atau studi potong lintang untuk
melihat dinamika hubungan variabel independen (umur, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami) dan variabel dependen (PUS yang
meminati KB) pada saat yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tarus mengingat
jumlah peserta PUS yang KB aktif berjumlah 2209 (23,3%) dari 9470 PUS.
Penelitian dilaksanakan selama 30 hari yaitu pada bulan Mei 2019.

3.3 Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua Pasangan Usia Subur
(PUS) di wilayah kerja Puskesmas Tarus sebanyak 9470 PUS.
2. Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur
di wilayah kerja puskesmas Tarus. Untuk menentukan besar sampel
penelitian, maka digunakan rumus Lameshow, yaitu :

N . Z 2. P . Q
n=
d (N - 1) + Z 2 . P . Q
2

Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi (9470)
Z = Tingkat kemaknaan (1,96)
P = Perkiraan proporsi sampel (0,65)
Q = 1 ; P = 1 – 0,65 = 0,35
d = Tingkat kesalahan 10% = 0,1
Dimana :

9470 x (1,96 2 ) x 0,65 x 0,35


n=
(0,1 2 ) x (9470 - 1) + 1,96 2 x 0,65 x 0,35

9470 x 3,84 x 0,23


n=
0,01 x 9469 + 0,23

8363.904
n=
94,92

n = 88,11 ≈ 88 sampel

Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 88 sampel.


Metode pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian adalah dengan
teknik simple random sampling. Teknik ini untuk mendapatkan sampel yang
dilakukan pada unit sampling (Abdullah, 2014). Adapun prosedur penarikan
sampel dari cara simple random sampling ini adalah :
1. Membuat daftar sampel (sampling frame) sesuai dengan besarnya
populasi sampel.
2. Sampel yang terpilih dicatat nama dan alamatnya Instrumen penelitian
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner.

3.4 Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Akseptor KB
Akseptor KB adalah tindakan partisipan dalam menggunakan alat
kontrasepsi berdasarkan umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
dukungan suami, dan peran PLKB (Peran Petugas Keluarga Berencana)
Kriteria Objektif :
Ya : Jika masih menggunakan kontrasepsi
Tidak : Jika responden tidak lagi menggunakan kontrasepsi

2. Umur
Yang dimaksud dengan umur dalam penelitian ini adalah umur
responden pada saat penelitian berdasarkan ulang tahun terkahir.
Pembagian kelompok umur berdasarkan resiko kehamilan.
Kriteria Objektif :
Tidak berisiko : Bila responden berumur 20-35 tahun
Berisiko : Bila responden berumur < 20 tahun atau > 35 tahun

3. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
sekolah yang telah dilulusi oleh responden.
Kriteria Objektif :
Tinggi : Bila tingkat pendidikan terakhir responden = SMA
Rendah : Bila tingkat pendidikan terakhir responden < SMA

4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden
tentang alat kontrasepsi, sehingga ia mau memilih dan menggunakan alat
kontrasepsi tersebut sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan. Pengukuran variabel ini menggunakan
skala Guttman dimana jawaban yang benar, responden diberi skor 1 dan
jawaban salah diberi skor 0 (Ridwan, 2007) adapun kriteria objektif
pengetahuan adalah :
Kriteria Objektif :
Cukup : Jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median
dari 10 pertanyaan yang diajukan
Kurang : Jika responden memperoleh skor jawaban = nilai median
dari 10 pertanyaan yang diajukan

5. Pekerjaan
Pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan
yang dilakukan oleh responden diluar/dalam rumah yang menghasilkan
uang.
Kriteria Objektif :
Ya : Bila bekerja
Tidak : Bila tidak bekerja

6. Dukungan Suami
Yang dimaksud dengan dukungan suami adalah ketika suami
mengetahui istrinya ber – KB, setuju istrinya ikut program keluarga
berencana, mendukung istrinya ber – KB, melakukan monitoring
terhadap aturan penggunaan alat kontrasepsi serta mengawasi efek
samping yang terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi.
Kriteria Objektif :
Mendukung : Bila istri atau responden menjawab Sekurang –
kurangnya 3 bentuk pertanyaan dukungan suami untuk
menggunakan alat kontrasepsi
Tidak mendukung : Bila istri atau responden menjawab kurang dari 3
bentuk pertanyaan dukungan suami untuk
menggunakan alat kontrasepsi.

7. Peran PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)


Yang dimaksud peran PLKB (Petugas Keluarga Berencana
Nasional) yaitu Pengelola pelaksanaan kegiatan program keluarga
berencana nasioanal sebagai Penggerak, Pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan
berbagai pihak dalam pelaksanaan program keluarga beencana nasional
di desa/kelurahan.
Kriteria Objektif :
Berperan : Bila responden menjawab sekurang - kurangnya 3
bentuk pertanyaan peran PLKB untuk melaksanakan
program KB Nasional didesa/ kelurahan
Tidak berperan : Bila responden menjawab sekurang - kurangnya 3
bentuk pertanyaan peran PLKB untuk
melaksanakan program KB Nasional didesa/
kelurahan

3.5 Metode Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner
yang diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik kuesioner
yaitu pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan terkait
dengan penelitian yang telah disiapkan sebelumnya dan diberikan
langsung kepada responden untuk diisi sesuai dengan petunjuk kuesioner
atau arahan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari kantor BKKBN Kabupaten Kupang
berupa jumlah akseptor KB dan puskesmas akseptor KB terendah.
Petugas kesehatan puskesmas antara berupa data penggunaan alat
kontrasepsi.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan
menggunakan kuesioner, dibuat dalam master tabel, kemudian diolah
dengan menggunakan program SPSS dan dianalisis. Adapun
prosedurnya sebagai berikut:
a. Editing / Pengeditan
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan – kesalahan
yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.
b. Coding / Pemberian kode
Coding adalah pemberian kode – kode pada tiap – tiap data
yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang
dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk
atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.
c. Entry Data / Pemberian Skor
Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput
data pada masing – masing variabel. Urutan data yang diinput
berdasarkan nomor responden pada kuesioner.
d. Cleaning Data
Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning
data dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel
untuk melihat ada tidaknya missing data. Data yang missing
dibersihkan sehingga dapat dilakukan proses analisis.
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari:
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran atas
deskripsi distribusi besarnya dari setiap variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung Rasio
Prevalens. Untuk mengetahui kemaknaannya dilakukan analisis
bivariat dengan menggunakan uji Chi – Square dengan tingkat
kepercayaan 95% (a = 0,05).

3.7 Penyajian Data


Data yang telah diolah dan di analisis lebih lanjut akan disajikan dalam
bentuk table frekuensi, crosstabulation dan disertai dengan narasi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. T. 2014. Metode Peneitian dalam Bidang Kesehatan, Makassar,
Massagena Press.
Amalia, S. & Afriany, R. 2015. Pengaruh Konseling Kontrasepsi Hormonal
terhadap Tingkat Pengetahuan Akseptor Keluarga Berencana Pasca
Persalinan di Wilayah Kerja Bidan Praktik Mandiri Lismarini Palembang.
Vol VII. No. 2, hal. 26 6-270.
Anita, Lontaan. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan
Kontrasepsi Pasangan Usia Subur di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud.
Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes, Manado.
Asih, Leli., Hadriah Oesman. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007: Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta:
BKKBN.
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), Kementrian Kesehatan, MEASURE DHS ICF
International. 2012. Laporan Pendahuluan SDKI 2012. Jakarta: BPS,
BKKBN, Kemenkes, ICF International.
BKKBN. 2007. Akseptor yang menghentikan kontrasepsi lebih dari 3 bulan.
Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2011. Akseptor KB dan Pencegahan Kehamilan. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2016. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara
konsisten. Jakarta: BKKBN
Budiarto. 2015. Kualitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas di Kecamatan
Enrekang Kabupaten Enrekang. Universitas Hasanuddin.
Budisuari, M. A. D. T. R. 2011. Analisis Pengembangan kebijakan keluarga
berencana. Jurnal Kesehatan, Vol 14 No. 1
Effendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Jakarta, Salemba Medika.
Fishbein, A. 1980. Understanding Attitudes and Predicting, Jakarta, Kedokteran
EGC.

Green, L. W. & Kreute, M. W. 2005. Health program planning: An educational


and ecological approach. , Boston McGraw-Hill.
Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga, Yogyakarta, Pustaka Rihama.
Hartanto, H. 2004. KB dan Kontrasepsi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Hutanto 2014. Analisis kinerja petugas penyuluh lapangan keluarga berencana
(PLKB) pada badan keluarga berencana dan keluarga sejahtera,Samarinda.
Ejurnal administrative 2(3) : 1941-1953. ISSN 2338-7637.
Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta : Mitra Pelajar. Indah.
2012. Hubungan Sosial Ekonomi dan Karakteristik Akseptor dengan Tingkat
Kemandirian Peserta Baru. Skripsi. Medan: USU.
Jabbar, K. 2014. Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan
Kembali Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Jongaya Kota Makassar.
Skripsi sarjana, Universitas Hasanuddin.
Junita, T.P. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan jenis
Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Pasangan Usia Subur (Karya Tulis
Ilmiah). Semarang: FKM UNDIP
Kemenkes 2013. Situasi keluarga berencana di Indonesia. Jakarta.
Leman, M. 2002. Menelusuri Kontrasepsi yang pas, Jakarta, Pustaka Sarwono.
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Nuraini, I. 2013. Keluarga Berencana berkeadilan gender sebagai upaya
pembentukan keluarga sakinah. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Permenkes 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Pinem, S. 2009. Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi, Jakarta, Trans Info Media.
Pinontoan, dkk., 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal Ilmiah Bidan. Volume 2 Nomor 2. Juli – Desember 2014.

Pramono, dan Ulfa. 2011. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan


AKDR. Skripsi. Semarang: Stikes Telogorejo.
Rizkitama, A. A. 2015. Hubungan Pengetahuan, Persepsi, Sosial Budaya Dengan
Peran Aktif Pria Dalam Vasektomi Di Kecamatan Paguyangan Kabupaten
Brebes Journal of Public Health, vol 1, hal. 48-54.
Saifuddin 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Suratun 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi,
Jakarta, Trans Info Media.
Syukur, A., Dkk 2010. Indonesia dalam arus sejarah, Jakarta, PT. Ikhtiar baru Van
Hoeve.
Trihono 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat, Jakarta,Sagung
Seto.
Uud 1992. Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang kependudukan. Jakarta.
Uud 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Wikojoastro, H. 2013. Ilmu Kandungan, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wirosuhardjo, K. 2004. Dasar-dasar Demografi. FEUI, Jakarta.
Zainuddin, E. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) Pada Akseptor KB Di Kelurahan
Tonasa Kecamatan Balocci Kab. Pangkep Tahun 2012. . Skripsi Sarjana,
Universitas Hasanuddin.
QUESTIONARE PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA
SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TARUS TAHUN 2019

Identitas Responden
Nama :
Umur :

Pendidikan :
1. Tidak sekolah/tidak tamat SD
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Akademi/PT

Pekerjaan :
1. Bertani
2. Wiraswasta
3. Pegawai negeri/swasta
4. Karyawan/Buruh
5. Tidak Bekerja

Pengetahuan
1. Pengertian dari alat kontrasepsi adalah...
a. Menambah jumlah angka kelahiran
b. Usaha untuk menjarangkan atau merencanakan kelahiran
c. Memperbanyak anak

2. Di bawah ini contoh dari metode sederhana yang tidak menggunakan alat
atau obat yaitu...
a. Kondom
b. Diafragma
c. Senggaama terputus

3. Di bawah ini yang termasuk kontrasepsi alamiah adalah...


a. Pil
b. Sistem kalender
c. Suntik

4. Alat kontrasepsi untuk pria adalah...


a. Kondom dan suntik
b. Pil dan kondom
c. MOP dan kondom

5. Yang termasuk alat kontrasepsi efektif adalah...


a. Sistem kalender dan susuk
b. Suntik dan pil
c. Pil dan pantang berkala

6. Alat kontrasepsi suntik yang baik untuk ibu menyusui adalah...


a. Suntik 3 bulan
b. Suntik 2 bulan
c. Suntik 1 bulan

7. Metode kontrasepsi yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan...


a. IUD
b. Susuk
c. Kontap

8. Bila mengalami mual, pusing, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu...
a. Dibiarkan saja akan hilang sendiri
b. Ganti alat kontrasepsi dahulu
c. Konsultasi ke petugas kesehatan

9. Kapan ibu mernggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan, yaitu...


a. minggu setelah melahirkan
b. 1 minggu setelah melahirkan
c. 1 bulan setelah melahirkan

10. Tujuan dari KB adalah...


a. Membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera
b. Menambah jumlah anak dengan jarak kehamilan satu tahun
c. Dengan banyak anak banyak rejeki
=

Peran PLKB

Jawaban
No Soal
Ya Tidak
1. Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan KB?
Alasan : ...............................................................

2. Apakah Ibu mengerti tentang penjelasan


PLKB/PKB?
Alasan : ...............................................................
3. Apakah PLKB memberikan penjelasan tentang
kegunaan alat kontrasepsi?
Alasan : .................................................................
4. Apakah sikap PLKB/PKB ramah dan sopan dalam
pemberian penyuluhan?
Alasan : ...................................................................
5. Apakah PLKB/PKB memfasilitasi ibu dalam hal
pelatihan dan penyuluhan KB?
Alasan : ...................................................................
6. Apakah kontrasepsi yang ibu gunakan aman dan
efisien?
Alasan : ...................................................................
7. Apakah kontrasepsi ibu lebih praktis dari alat
kontrasepsi lainnya?
Alasan : .................................................................
8. Ibu merasa nyaman dengan kontrasepsi yang ibu
gunakan?
Alasan : ..................................................................

Dukungan suami

Jawaban
No Soal
Ya Tidak
1. Apakah suami ibu mengetahui ibu menggunakan
alat kontrasepsi ?
2. Apakah suami ibu menyetujui ibu menggunakan
alat kontrasepsi ?
3. Apakah suami ibu menganjurkan untuk
menggunakan alat kontrasepsi ?
4. Apakah suami ibu turut mengantar pada saat
konsultasi mengenai KB ?
5. Apakah suami ibu turut mengawasi ada efek
samping yang dirasakan pada saat menggunakan
alat kontrasepsi ?

Anda mungkin juga menyukai