Anda di halaman 1dari 12

FAMILY CENTRE CARE HIV AIDS

(Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Keperawatan HIV AIDS)

OLEH:

KELOMPOK I

1. ADRIANUS TOPU
2. ALFRIDUS CEUNFIN
3. LIDIA ROHI NAWA
4. MARIA TRIFONIA NONING
5. ROSIANA BETTE
6. MELKIANUS SERAN

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG
2019

1
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ……………………………………………. 2


BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………. 3
1.1 Latar Belakang………………………………………….. 3
1.2 Tujuan…………………………………………………..... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1.1 Pengertian family centre care…………………………… 6
2.2 2.1.2 Tujuan Family centre care…………………….. 5

2.3 2.2 Family centre care pada pasien dengan HIV AIDS... 7

2.42.2.2.1 2.2.1 Konsep dari Family Centered Care pada ODHA ……. 7

2.5 2.2.2 Penyebab dilakukan Family-Centered Care pada 8


ODHA
2.62.2.3 2.2.3 Elemen Family-Centered Care pada ODHA 8

2.72.2.4 2.2.4 Perntingnya family centred cara pada ODH….. 8

2.82.2.5 2.2.5 Intervensi Family Centre Care pada ODHA…………. 9

2.9 2.2.6 Bentuk dukungan keluarga pada ODHA 10

DAFTAR PUSTAKA………………………………… 11

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Negara-negara di Asia Tenggara mempunyai prevalensi HIV (+) yang


sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain di Benua Asia. Indonesia
merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mempunyai angka
penularan HIV yang paling cepat. Perkembangan jumlah kasus baru HIV di
Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2013 dan
2014. Hal ini bukan hanya menjadi masalah kesehatan semata, tetapi
sekaligus telah menjadi masalah sosial. Oleh sebab itu, perlu adanya
gambaran trend terjadinya kasus baru penyakit HIV-AIDS periode tahun
2012–2016 pada seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.

Di Indonesia, kasus epidemi penyakit HIVAIDS masih terus meningkat,


meskipun jumlah infeksi baru menunjukkan tren penurunan di Myanmar,
Nepal, dan Thailand. Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV-
AIDS tercepat di Asia Tenggara (WHO, 2009). Indonesia merupakan negara
yang menempati urutan pertama dalam penularan HIV-AIDS di Asia Tenggara.
Dari total populasi penduduk sebanyak 240 juta jiwa, Indonesia memiliki
prevalensi HIV sebesar 0,24% dengan estimasi ODHA 186.000, bahkan bisa
mencapai 200.000 (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).

Epidemi HIV/AIDS di Indonesia sangat mengancam oleh karena


kaitannya dengan faktor risiko, terutama perilaku seksual dan penggunaan
NAPZA suntik yang semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir ini.
Walaupun agama dan budaya Indonesia tidak permisive terhadap hubungan
seks diluar nikah, dalam kenyataannya penularan melalui hubungan seksual
meningkat di hampir semua propinsi. Dari hasil penelitian perilaku diketahui
bahwa lebih dari separuh laki-laki dari kelompok tertentu baik yang sudah
menikah maupun belum menikah, pernah berhubungan seks dengan wanita
penjaja seks dalam tahun terakhir. Dalam hubungan ini sembilan diantara

3
sepuluh orang tidak selalu menggunakan kondom, dan angka ini merupakan
yang terendah di bandingkan dengan negara Asia lainnya. Dengan perilaku
berisiko ini laki-laki dapat tertular ataupun menularkan HIV kepada
pasangannya, isterinya selanjutnya kepada bayinya. Angka kejadian infeksi
HIV pada ibu hamil dari survei di propinsi Riau dan Papua adalah 0,35% dan
0,25 %. Namun dari hasil testing sukarela pada ibu hamil di DKI Jakarta
ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Dalam kelompok wanita penjaja seks
kecenderungan meningkat di beberapa propinsi misalnya Papua, Riau dan
Jawa Barat angka infeksi sudah diatas 5%. Di kota besar seperti Jakarta,
Surabaya walaupun masih dibawah 5% tetapi terlihat meningkat pula pada
dua tahun terakhir ini.

HIV-AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan penyebab utama


kematian akibat penyakit menular di seluruh dunia. Rendahnya pemahaman
tentang HIV-AIDS sampai saat ini karena masih banyak yang belum
memahami risiko penularan penyakit tersebut dan angka kejadian belum
dapat diprediksi dengan baik. Permasalahan HIV-AIDS merupakan fenomena
gunung es, artinya data yang ada merupakan data kasus HIV-AIDS yang
hanya muncul di permukaan. Masih banyak kasus yang belum terdeteksi
karena ada banyak orang yang sudah terinfeksi HIV tetapi tidak terbuka
untuk melakukan pemeriksaan di klinik. Hal ini disebabkan karena perasaan
takut dan malu untuk memeriksakan diri yang muncul karena adanya stigma
dan diskriminasi dari masyarakat bahkan keluaga sebagai lingkungan
terdekat terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Oleh karena itu perlunya
penerapan Family centred care pada pasien HIV AIDS agar dapat membantu
mengawasi kepatuahan dalm therapy dan menutunkan dampak stigma di
masayarakat

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
1.2.1.1 Memehami tentang family centred care pada ODHA

4
1.2.2 Tujuan khusus
1.2.2.1Memahami konsep family centred care
1.2.2.2 Memahami konsep family centred care pasien HIV AIDS

5
BAB 2

KONSEP TEORI

2.1 Famili centred care

1. pengertian Family Centered Care

PengertianFamily Centered Caredidefinisikan oleh Association for


the Care of Children's Health (ACCH) sebagai filosofi dimana
pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting
dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan,
membantu untuk membuat suatu pilihan yang terbaik, dan
meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama
anak sakit dan menjalani penyembuhan.Family centered
caredidenifisikan menurut Hanson(199, dalam dunst dan Trivette
2009) sebagai pendekatan inovatif dalammerencanakan,
melakukan,dan mengevaluasi tindakan keperawatan Yang
diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan
keluarga yaitu orang tua.Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family
Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistik.
Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan
asuhan keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu
dengan kebutuhan biologis, pisikologi, sosial, dan spiritual
(biopisikospritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian
yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak.Gill
(1993, dalam Fiane, 2012) yang menyebutkan bahwa Family
Centered Care merupakan kolaborasi bersama antara orangtua
dan tenaga profesional. Kalaborasi orangtua dan tenaga
professional dalam membentuk mendukung keluarga terutama
dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan filosofi
Family Centered Care. Kemudian, secara lebih sfesifik dijelaskan
bahwa filosofi Family Centered Care yang dimaksudkan

6
merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak
dengan melibatkan keluarga sebagai fokus utama perawatan.
Kutipan defenisi dari para ahli diatas memberikan bahwa
dalampenerepan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan
holistik dan filisofi dalam keperawatan anak. Perawat sebagai
tenaga professional perlu melibatkan orangtua dalam perawatan
anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family Centered
Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam perawatan anak
dirumah sakit.

2. Tujuan family centered care

Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam


perawatan anak, menurut Brunner and Suddarth (1986 dalam
Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan bagi orangtua
untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk
meminimalkan trauma selama perawatan anak dirumah sakit dan
meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas hidup
dapat tercapai

2.2 Family Centered Care pada ODHA

1. Konsep dari Family Centered Care pada ODHA

 Martabat dan kehormatan Praktisi keperawatan mendengarkan


dan menghormati pandangan dan pilihan pasien. Pengetahuan,
nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan keluarg
abergabung dalam rencana dan intervensi keperawatan pada
ODHA.

7
 Berbagi informasi. Praktisi keperawatan berkomunikasi dan
memberitahukan informasi yang berguna bagi pasien dan
keluarga dengan benar dan tidak memihak kepada pasien dan
keluarga. Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu,
lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam perawatan dan
pengambilan keputusan pada ODHA.
 Partisipasi. Pasien pada ODHA dan keluarga termotivasi
berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan
sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
 Kolaborasi. Pasien pada ODHA dan keluarga juga termasuk ke
dalam komponen dasar kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan
pasien pada ODHA dan keluarga dalam pengambilan kebijakan
dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi, desain

2. Penyebab dilakukan Family-Centered Care pada ODHA

 Membangun sistem kolaborasi dari pada kontrol atau


penyembuhan pada ODHA( orang dengan HIV AIDS).
 Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada
kelemahan keluarga.
 Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA( orang dengan
HIV AIDS) seperti sebagaimana profesional
 Mebangun pemberdayaan daripada ketergantungan
 Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien
ODHA( orang dengan HIV AIDS) , keluarga dan pemberi pelayanan
dari pada informasihanya diketahui oleh professional.
 Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku.

3. Elemen Family-Centered Care pada ODHA

Sembilan element Family-Centered Care pada ODHA( orang


dengan HIV AIDS) yaitu :

8
 Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara
kehadiran profesi kesehatan fluktuatif
 Memfasilitasi kolaborasi keluarga professional pada semua level
perawatan kesehatan.
 Meningkatkan kekuatan keluarga, dan mempertimbangkan
metode-metode alternative dalam koping.
 Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih
komplit oleh keluarga tentang perawatan pada ODHA( orang
dengan HIV AIDS) yang tepat.
 Menimbulkan kelompok support antara orang tua dengan
ODHA( orang dengan HIV AIDS).
 Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan pada ODHA (orang
dengan HIV AIDS)
 melaksanakan kebijakan dan program yang tepat,
komprehensif meliputi dukungan emosional dan finansial
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan keluarganya.
 Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan
fleksibel, accessible, dan responsive ODHA( orang dengan HIV
AIDS) terhadap kebtuhan pasien pada
 Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif
meliputi dukunga nemosional dengan staff. Element Family
Centered Care

Menurut Association for the Care of Children's Health (ACCH) : Sebagai


filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran
penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan,
membantu untuk membuat suatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan
pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani
penyembuhan.

9
4. Perntingnya family centred cara pada ODHA
1. Membangun sistem kolaborasi dari kontrol atau penyembuhan
pada ODHA
2. Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada
kelemahan keluarga
3. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA seperti
sebagaimana professional
4. Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan
5. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien
ODHA, keluarga, dan pemberi pelayanan informasi professional
6. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku
5. Intervensi Family Centre Care pada ODHA
1. Orientasi keluarga
2.Terbentuknya Family Care Specialist (FCS)
3.Visitasi terbuka
4. Mengijinkan keluarga untuk ada didekat pasien selama pasien
dilakukan tindakan/prosedur.
5.Dibentuk dan dijalankannya family support group.
6.Mendorong keterlibatan keluarga dalam perawatan

6. Bentuk dukungan keluarga pada ODHA


1. Dukungan emosional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan materi
4. Dukungan informasi
5. Dukungan bersosialisasi

10
DAFTAR PUSTAKA

Allison L, et. al. 2015. FAmily CEntered (FACE) advance care planning: Study
design and methods for a patient-centered communication and
decisionmaking intervention for patients with HIV/AIDS and their
surrogate decision-makers. Contemporary ClinicalTrials 43 (2015)
172–178.

Mahirdining, Anggipita Budi. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan, Motivasi,


dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Terapi ARV ODHA. Jurnal
Kesehatan Masyarakat 5 (2) (2010) 131-137.

Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.


Jakarta ; Salemba Medika. Sandy Marubenny, et. al. Perbedaan Respon
Sosial Penderita HIV-AIDS yang Mendapat Dukungan Keluarga dan
Tidak Mendapat Dukungan Keluarga Dibalai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) Semarang.

Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 43-51. Shan


Qiao, et. al. 2015. The role of social relationship in HIV healing and
its implications in HIV cure in China. Health Psychol Behav Med.
2015 ; 3(1): 115–127.doi:10.1080/21642850.2015.1040405.

11
12

Anda mungkin juga menyukai