Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

BNO IVP Pada Nefrolithiasis

Pembimbing :
dr. Diah Utami Anggraini, Sp.Rad

Disusun Oleh:
Nurrokhmah K G4A017094
Anisa Dinda Nurliana G4A017089
Talida Hasna Agustina G1A014084

INSTALASI RADIOLOGI
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
A. Status Pasien

Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Usia : 64 tahun

No. RM : 00073577

Alamat : Kalidadap 01/02 Kalibagor Banyumas

B. Gambaran radiologi
1. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen diambil sebelum pasien diberikan kontras.


Foto ini berguna sebagai dasar pemeriksaan dan pembanding standar foto
dengan kontras. Pada gambar dapat diamati terdapat gambaran opak
multipel pada abdomen sinistra. Gambaran opak setinggi vertebrae lumbal
III.

2. Intra Vena Pielografi


1) Fase Nefrogram

Pada fase ini, diharapkan kontras telah mencapai nefron, sehingga


gambaran ginjal dapat lebih terlihat. Pada foto, didapatkan gambaran
opak yang merupakan kontras telah mengisi nefron membentuk struktur
ginjal dan mengisi calyx minor dan sebagian calyx mayor. Kedua ginjal
memiliki bentuk dan letak normal.
 Renal dextra :
Bentuk
Letak
Kontras mengisi calyx minor, calyx mayor,
 Renal sinistra :
Bentuk N,
Letak
Kontras isi pelvicocalyx , pelebaran (-),

2) Fase Pielogram

Pada foto di atas, dapat diamati bahwa kontras telah mangisi pelvis
renalis, calyx minor dan mayor kedua ginjal.Kontras juga telah mengisi
sebagian ureter (yang terlihat pada foto adalah gambaran ureter 1/3
proksimal setinggi vertebrae lumbal IV) dan sebagian VU.
Kontras mengisi seluruh PCS, sebagian ureter dextra et sinistra,
dan VU. Pada ginjal dekstra kontras mengisi penuh pelvis renalis, calyx
mayor, calyx minor,. Ujung calyx berbentuk cupping. Sementara ujung
calyx ren sinistra flat. Gambaran calyx yg flat dapat mengindikasikan
adanya hidronefrosis grade II.
3) Fase Sistogram

Pada fase ini, dapat diamati kontras mengisi penuh vesika urinaria.
Didapati gambaran opak dengan batas ireguler pada cavum pelvis.
4) Post Miksi

Pada foto di atas didapati bahwa hanya didapatkan residu minimal


pada kedua ginjal dan vesika urinaria. Didapati pula posisi ginjal kiri
yang lebih rendah pada posisi berdiri dibandingkan ketika pasien berada
pada posisi supinasi.
TINJAUAN PUSTAKA

I. NEFROLITHIASIS
A. Definisi
Nefrolitiasis atau batu ginjal merupakan suatu material solid yang
terbentuk di ginjal ketika zat atau substansi normal di urin menjadi sangat
tinggi konsentrasinya (National Kidney and Urologic Disease Information
Clearing House, 2012). Lokasi batu ginjal biasanya khas dijumpai pada
pelvis dan kaliks (Elsy dkk, 2012). Sekitar 80 % kasus batu terbentuk
secara unilateral atau hanya ditemukan pada satu sisi ginjal saja. Batu
cenderung berukuran kecil dengan rata-rata diameter 2 sampai 3 mm dan
bisa berbentuk halus atau bergerigi. Kadang penambahan progresif garam
dapat menyebabkan terbentuknya struktur bercabang yang dikenal
straghorn stone atau membentuk cetakan sistem kaliks dan pelvis ginjal
(Robbins dkk, 2007). Ginjal merupakan tempat tersering terjadinya batu
dibandingkan dengan tempat saluran kemih yang lainnya. Jenis batu yang
tersering pada nefrolitiasis yaitu calcium oxalate stone dan calcium
phosphate stone sekitar 75 – 80 %, struvite stone (magnesium,
ammonium, dan phosphate) 15%, uric acid 7%, dan cystine stone 1%
(McCance dkk, 2010).

B. Epidemiologi
Nefrolitiasis meningkatkan morbiditas dan merupakan salah satu
penyebab kematian terbanyak di bagian urologi di seluruh dunia. Batu
ginjal sering terjadi pada laki-laki sekitar 10% dan wanita 5%. Penyakit ini
sering terjadi pada usia 20-49 tahun dan puncaknya terjadi saat usia 35-45
tahun. tingkat kekambuhan sekitar 30% sampai 50% dalam waktu 5 tahun
(Worcester dan Coe, 2008).

C. Faktor Resiko
Kelebiha kalsium, fosfat, oksalat, dan asam urat di dalam urin, riwayat
keluarga batu ginjal, dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya
nefrolitiasis. Asupan makanan dan cairan memiliki peran penting dalam
pembentukan batu ginjal (Jabbar dkk, 2014). Penggunaan air bersih sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya batu. Faktor usia, jenis kelamin, ras,
lokasi geografis, cuaca dan genetik sangat berpengaruh pada penyakit ini
(McCance dkk, 2010).

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Batu kemih biasanya muncul karena kerusakan keseimbangan antaa
kelarutan dan pengendapan garam. Ginjal harus menampung air dan
mengeluarkan bahan yang memiliki kelarutan yang rendah. Urin memiliki
zat-zat seperti pirofosfat, sitrat, dan glikoprotein yang bisa menghambat
kristalisasi. Namun mekanisme pertahanan dari zat-zat tersebut kurang
sempurna ketika urin mejadi jenuh atau mengalami supersturasi dengan
bahan larut yang dikarenakan tingkat ekskresi yang berlebihan dan atau
karena air yang tertampung ter lalu lama akan membentuk kristal saat
melakukan agregasi membentuk suatu batu. Sebuah larutan dikatakan
padat jika terdapat saturasi atau kejenuhan dalam kesetimbangan zat
tersebut. Apabila konsentrasi zat dalam larutan di atas titik jenuh sangat
mendukung sangat mendukung untuk terjadinya pembentukan kristal dan
jika semakin tinggi dari saturasi kejenuhan suatu zat tersebt berlebih aka
kristal dapat berkembang secara spontan yang bisa mejadi sebuah batu
(Longo dk, 2012).
Efek mekanik dari pembentukan batu menimbulkan gejala klinis nyeri
khas. Ada 2 tipe nyeri yaitu renal colic dan noncolicky renal pain. Nyeri
renal colic biasanya disebabkan oleh peregangan dari collecting system
atau ureer. Nyeri noncolicky renal disebabkan oleh adanya distensi dari
kapsul ginjal. Obstruksi saluran kemih adalah mekanisme utama yang
bertanggung jawab untuk renal colic yang menyebabkan peregangan dari
ujung saraf. Mekanisme lokal seperti peradangan, edema hiperperistaltis,
dan iritasi mukosa dapat berkontribusi mempersepsikan nyeri pada pasien
dengan batu ginjal. Tingkat keparahan dan lokasi rasa sakit dapat
bervariasi dari pasien ke pasien tergantung pada ukuran batu, lokasi,
derajat obstruksi, ketajaman obstruksi, dan variasi anatomi individu
(Longo dk, 2012). Renal colic pada obstruksi dari renal pelvis dan ureter
biasanya tergambarkan nyeri sedang samapi nyeri berat di daerah panggul
yang menjalar ke daerah paha. Obstruksi batu di midureter biasanya nyeri
menjalar ke lateral perut bagian bawah dan disertai dengan inkontinensia
urin sedangkan obstruksi di bagian distal ureter atau uretrovesical junction
biasanya sakit parah dan terasa lumpuh, juga bisa disertai mual dan
muntah (McCance dkk, 2010)

E. Diagnosis
a) Anamnesis
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada
pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau
non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan
muntah sering hadir, serta demam jika telah terjadi infeksi. Dapat juga
muncul adanya mikrohematuria (Basuki, 2015).
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.
c) Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan padapasien dengan
batu di saluran kemih adalah (American Urological Association, 2007)
:
1. Urinalisa
 Warna: kuning, coklat atau gelap. Warna normal kekuning-
kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuria
(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal).
 pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat),
 Pemeriksaan urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), dalam kultur
urine menunjukkan infeksi saluran kemih.
 BUN: hasil normal 5 – 20 mg/dl, tujuan untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration
Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
 Kreatinin serum : hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl
perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada
urine).
2. Foto Rontgen Abdomen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
3. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan
penebalan abnormal otot kandung kemih. Menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik.
4. Ultrasonografi (USG)
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

F. Tatalaksana
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi
nyeri, menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya
pembentukan batu yang berulang.
a) Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus
dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, untuk
mengeluarkan batu tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa
(American Urological Association, 2007):
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu, syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya
keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan.
Begitu juga dengan adanya obstruksi, Terutama pada pasien-pasien
tertentu (misalnya ginjal tunggal, trasplantasi ginjal dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini
harus segera dilakukan intervensi (Hasiana, 2014).
b) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih
dengan ukuran 20-30mm. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu
saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan
oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai
cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas
energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk
memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit (Anisa, 2009).
c) PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu
yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan
secara utuh atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-
fragmen kecil (Mohammed, 2015).
d) Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan
ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal.

II. SISTITIS
A. Definisi
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan
oleh aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih. (Prabowo &
Pranata, 2014). Sistitis merupakan suatu penyakit yang merupakan reaksi
inflamasi sel-sel urotelium melapisi kandung kemih. Infeksi kandung
kemih menunjukkan adanya invasi mikroorganisme dalam kandung
kemih, dapat mengenai laki-laki maupun perempuan semua umur yang
ditunjukkan dengan adanya bakteri didalam urin disebut bakteriuria.

B. Epidemiologi
Sistitis terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi Negara yang sedang
berkembang dan Negara miskin. Sistitis ini merupakan penyebab utama
kematian dan meningkatnya morbiditas pasien yang di rawat di rumah
sakit. Survey prevelensi yang di lakukan WHO (World Health
Organization) di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan
(Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara Dan Pasifik Barat) menunjukkan
rata-rata 8,7 % pasien rumah sakit yang mengalami Sistitis. Setiap saat,
lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita komplikasi dari Sistitis
yang di peroleh dari rumah sakit. Frekuensi tertinggi dilaporkan dari
rumah sakit di kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara (11,8 %
dan10,0 % masing-masing), dengan prevelensi 7,7 % dan 9,0 % masing-
masing di kawasan Eropa dan pasifik barat. Penelitian lain di laporkan
rata-rata sekitar 3,5 % (Jerman) menjadi 5 % (Amerika) dari seluruh
pasien rawat inap, di perawatan rumah sakit tersier sekitar dan ICU sekitar
15 % - 20 % kasus. Dari berbagai peneliti epidemiologis di Indonesia
didapatkan prevelensi Sistitis sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih
dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemIologis di Manado di
dapatkan prevelensi Sistitis 5,2%. Peneliti yang di lakukan di Jakarta
membuktikan adanya kenaikan prevelensi yaitu meningkat 1,5% menjadi
5,0% pada tahun 2011. Data kesehatan tahun 2013 penderita Sistitis di
Indonesia adalah 2 juta jiwa, sedangkan penderita Sistitis di Jawa Tengah
tahun 2013 adalah 1,2 juta jiwa (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2013).

C. Patofisiologi
Sisititis merupakan ascending infection dari saluran perkemihan. Pada
wanita biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke vagina pendek
(anatomi), kelainan periuretal, rektum (kontaminasi feses), efek mekanik
coitus, serta infeksi kambuhan organisme gram negatif dari saluran vagina,
defek terhadap mukosa uretra, vagina, dan genital eksterna memungkinkan
organisme masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi mendadaj akibat
flora (E. coli) pada tubuh pasien. Pada laki-laki, sumbatan menyebabkan
striktur uretra dan hiperplasi prostatik (penyebab yang paling sering
terjadu). Infeksi saluran kemih atas penyebab penyakit infeksi kandung
kemih kambuhan (Nursalam dan Fransisca, 2009).

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sistitis mengalami urgency, polakiuria (berkemih sedikit-sedikit
dan sering atau anyang-anyangen), disuria (rasa panas dan nyeri saat
berkemih), nokturia (berkemih pada malam hari), nyeri atau spasme
pada area kandung kemih dan suprapubis .
2. Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan pada palpasi suprapubis, demam, terkadang disertai
menggigil. Urin keruh dan dapat berbau tidak enak.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisis
 Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin)
Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit per lapang
pandang dalam sedimen urin.
 Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin)
Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan
eritrosit 5-10 per lapang pandang sedimen urin. Hematuria bisa
karena adanya kelainan atau penyakit lain, seperti batu ginjal
(Funfstuck, 2006).
b) Bakteriologis (Biakan bakteri)
Ciri khas seorang dengan ISK ditandai oleh adanya
mikroorganisme tunggal dari koloni membentuk lebih dari 105 unit
(cfu) per ml. Di dalam midstream urin specimen (urin porsi tengah)
(Funfstuck, 2006).
c) Radiologi
Evaluasi saluran kemih bagian atas dengan USG dan foto
BNO untuk menyingkirkan kemungkinan obstruksi atau batu
saluran kemih. Pada pemeriksaan USG dilakukan pengukuran tebal
dinding vesica urinaria. Terdapat hubungan antara tebal dinding
vesica urinaria dengan kasus infeksi yang mengenai traktus
urinarius, khususnya pada vesika urinaria (Kelly, 2005).
Pemeriksaan tambahan, seperti IVP (Intra Vena Pielografi)
. Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah memasuki fase
sistogram. Pada saat ini kontras telah mengisi vesica urinaria
sehingga vesica urinaria nampak putih. Vesica urinaria dinilai
dindingnya apakah permukaannya rata (normal) atau
bergelombang yang mana menunjukkan adanya peradangan pada
vesica urinaria atau sistitis.

E. Tatalaksana
Waktu pemberian antibiotika berkisar antara 10 – 14 hari, sementara
pilihan antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemberian antibiotika
juga harus memperhatikan pola resistensi kuman dan uji sensitivitasnya.
Apabila respon klinik buruk setelah 48-72 jam terapi, perlu dilakukan re-
evaluasi bagi adanya faktor pencetus komplikasi dan efektivitas obat, serta
dipertimbangkan perubahan obat atau cara pemberiannya (Falagas, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

America Urologic Association (AUA).2007. Urologic Disease in America.


diakses 21 september 2018. Tersedia dari: www.kidney.niddk.gov.

Anisa M, Yogesh S, Deepashri R. 2009. Salivary gland lithotripsy: a non-invasive


alternative. Department of Oral & Maxillofacial Surgery,Modern Dental&
researh Centre. diakses tanggal 28 Oktober 2015. Tersedia dari:
http://www.pjsr.org.

Basuki B. 2015. Dasar-dasar urologi. Sagung Seto: Malang.

David S. Goldfarb, MD. 2009. In the clinic nephrolithiasis. American College of


Physician. diakses tanggal 21 September 2018. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/resources/course%20reading/ITC%20n
ephrolithiasis.full.pdf

Elsy, M, Limpeleh H, Monoarfa A. 2012. Angka Kejadian Batu Ginjal di RSUP

Falagas ME, et al. 2009. Antibiotics versus placebo in the treatment of women
with uncomplicated cystitis: a metaanalysis of randomized controlled trials.
Journal of Infection. 58(2): p. 91-102.

Funfstuck R, et al. 2006. The interaction of urinary tract infection and renal
insufficiency. International Journal Antimicrob Agents. 28 Supp 1: p. S72-7.

Hasiana L, Chaidir A. 2014. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia
H, Eka A, Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I. Media
Aesculapius: Jakarta.

Jabbar F, Asif M, Dutani H, Hussain A, Malik A, Kamal MA. 2014. Assessment


of the role of general, biochemical and family history characteristics in
kidney stone formation. Saudi J Biol Sci. Hal:1–4.
Longo DL, Kasper DL, Hauser SL, Loscalzo J, Fauci AS, Jameson JL. 2012.
Neprhrolithiasis. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi: 18.
USA: The McGraw-Hill Companies

McCance, KL. Huether SE, Brasher VL, Rote NS. 2010. Urinary Tract
Obstruction. Pathophysiology : The Biologic Basic for Disease in Adults
And Children. Edisi: 6. Hal.1368–9. USA: Mosby

Mohammed H, ahmed R. El-Nahas, Nasr El-Tabey. 2015. Percutaneus


nephrolitothomi vs extracorporeal shockwave lithrotripsy for treating a 20-
20 mm single renal pelvic stone. Arab journal of Urology. 13(3):212-216.

National Kidney and Urologic Disease Information Clearing House. Kidney


Stones in Adults. 2012 Feb; 2495(13): 1–12. Tersedia dari:
www.kidneyniddk.nnih.gov. Diakses 22 September 2018 pukul 08.15.
PROF. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010. Hal: 1–7.

Nursalam, Fransisca. 2011. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan edisi 1 Buku Ajar. CV Trans Info Media : Jakarta.

Pranata, AE, Prabowo. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan Edisi 1


Buku Ajar. Nuha Medika : Yogyakarta

Robbins, SL, Kumar V, Cotran RS. 2007. Ginjal dan Sistem. Robbins Buku Ajar
Patologi. Edisi: 7. Hal. 602-3. New York: Elsevier

Wagenlehner FM, et al. 2011. Uncomplicated urinary tract infection. Deutsches


ärzteblatt international. 108(24): p. 415-23.

WHO. 2013. http://www.


app.who.int/iris/bitstream/100665/12738/1/9789240261_eng. Diakses
tanggal 23 September 2018 pukul 06.00 WIB.
Worcester EM, Coe FL. 2008. Nephrolithiasis. Prim Care. Vol.3(2): 369–391.

Anda mungkin juga menyukai