Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

DENGAN ULKUS

A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai jawaban dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan diktatorial
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
ajal jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai alasannya
ialah utama morbiditas, mortalitas serta abnormalitas penderita Diabetes. Kadar LDL yang
tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
jawaban Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius jawaban
Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon gila dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai pola hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan gila antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe
II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang bekerjasama
dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi syok dan otonom/simpatis
yang dimanifestasikan dengan peningkatan fatwa darah, produksi keringat tidak
ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan fatwa
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
· Adanya hormone aterogenik
· Merokok
· Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
· Kaki dingin
· Nyeri nocturnal
· Tidak terabanya denyut nadi
· Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
· Kulit mengkilap
· Hilangnya rambut dari jari kaki
· Penebalan kuku
· Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus ialah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
jawaban produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, jadinya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
jawaban dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) jawaban
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang menyebabkan
peningkatan produksi tubuh keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala ibarat nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua dilema yang bekerjasama dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai jawaban terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jikalau kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus bekerjasama dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada tempat kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya syok berulang menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur hingga permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka gila manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. Pathway Diabetes Melitus (DM)

Pathway DIABETES MELITUS (DM)

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas amis
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
tempat akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli menawarkan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri ketika istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
a. Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

Klasifikasi : Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam


tingkatan,yaitu:
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki ibarat “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau adegan distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :

1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai jawaban dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 hingga 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
dilema ibarat impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:


1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya hingga pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki adegan distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan


menyumbat arteri berukuran besar penyembuhan luka yg jelek & bisa
atau sedang di jantung, otak, menyebabkan penyakit jantung,
tungkai & penis. stroke, gangren kaki & tangan,
Dinding pembuluh darah kecil impoten & infeksi
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat mentransfer
oksigen secara normal &
mengalami kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada


darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal · Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk


ginjal Gagal ginjal
· Protein bocor ke dalam air
kemih
· Darah tidak disaring secara
normal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa· Kelemahan tungkai yg terjadi


tidak dimetabolisir secara normal secara tiba-tiba atau secara
& karena fatwa darah berkurang perlahan
· Berkurangnya rasa, kesemutan &
nyeri di tangan & kaki
· Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg· Tekanan darah yg naik-turun


otonom mengendalikan tekanan darah &· Kesulitan menelan & perubahan
saluran pencernaan fungsi pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya fatwa darah ke· Luka, infeksi dalam (ulkus
kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera berulang · Penyembuhan luka yg jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini
akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
· kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
· kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
· Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
(1) Menghambat penyerapan karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a) Penurunan berat tubuh yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat
ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang
luka amputasi mungkin dibutuhkan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare
(2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya ialah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk menawarkan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah diubahsuaikan dengan
kandungan kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat tubuh normal Diit
VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus diubahsuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
relative body weight (BBR= berat tubuh normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = ------------------X 100 %
TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
· Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
· Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
· Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
· Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang dibutuhkan sehari-hari untuk penderita


DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melaksanakan pemantaunan kadar glukosa darah secara berdikari
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini ialah agar pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melaksanakan penatalaksanaan diabetes yang berdikari dan bisa
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
· Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok
· Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan ukiran
yang berlebih
· Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
· Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
· Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
· Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah syok kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jikalau ada masalah
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan kuat dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren dibutuhkan protein tinggi
yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan
dan pemberian antibiotika pada infeksi atau infeksi dapat membantu mengontrol
gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan
melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan
sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, dingklik roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini dibutuhkan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
syok berulang ditempat yang sama menyebabkan basil masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji
pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melaksanakan acara dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung ibarat IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat tubuh menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan ibarat mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada tempat vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d biro injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi

C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
biro injuri fisik asuhan keperawatan,
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dibuktikan dengan level dan ontro presipitasi.
nyeri: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
klien dapat melaporkan ketidaknyamanan.
nyeri pada petugas,3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
frekuensi nyeri, ekspresi untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
wajah, dan menyatakan sebelumnya.
kenyamanan fisik dan4. Kontrol ontro lingkungan yang
psikologis, TD 120/80 menghipnotis nyeri ibarat suhu ruangan,
mmHg, N: 60-100 pencahayaan, kebisingan.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
Control 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri dibuktikan (farmakologis/non farmakologis)..
dengan klien
melaporkan gejala nyeri7. Ajarkan teknik non farmakologis
dan control nyeri. (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain wacana pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien wacana
administrasi nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek acara pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik sempurna waktu
terutama ketika nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2. Ketidakseimba Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


ngan nutrisi asuhan keperawatan,1. kaji pola makan klien
kurang dari klien mengambarkan2. Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan status nutrisi adekuat3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
tubuh bd dibuktikan dengan BB4. Kolaborasi dg andal gizi untuk penyediaan
ketidakmampua stabil tidak terjadi mal nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
n tubuh nutrisi, tingkat energi klien.
mengabsorbsi
zat-zat gizi adekuat, masukan5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
bekerjasama nutrisi adekuat asupan nutrisinya.
dengan faktor 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
biologis. mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi wacana kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jikalau
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, abuh dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care


integritas asuhan keperawatan,
1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
jaringan bd Wound healing dan kedalaman luka, dan pembagian
faktor mekanik: meningkat terstruktur mengenai pengaruh ulcers
perubahan dengan criteria: 2. Catat karakteristik cairan secret yang
sirkulasi, Luka mengecil dalam keluar
imobilitas dan ukuran dan peningkatan
3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
penurunan granulasi jaringan 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
sensabilitas 5. Lakukan nekrotomi K/P
(neuropati) 6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika
melaksanakan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


mobilitas fisik Asuhan keperawatan,
1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang
bd tidak dapat teridentifikasi dialami
nyaman nyeri, Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
intoleransi Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk
aktifitas, Self care:ADLs mempertahankan pergerakan sendi
penurunan Dengan criteria hasil: 4. Pastikan klien untuk mempertahankan
kekuatan otot 1. Aktivitas fisik pergerakan sendi
meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum
2. ROM normal diberikan latihan
3. Melaporkan perasaan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.
kemampuan dalam Exercise promotion
bergerak 1. Bantu identifikasi acara latihan yang
4. Klien bisa sesuai
melaksanakan aktivitas2. Diskusikan dan instruksikan pada klien
5. Kebersihan diri klien mengenai latihan yang tepat
terpenuhi walaupun Exercise terapi ambulasi
dibantu oleh perawat
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat
atau keluarga tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing, feeding and
toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting klien
2. Berikan perlindungan kebutuhan sehari –
hari hingga klien dapat merawat secara
mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melaksanakan acara normal
keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi acara sesuai usia

5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


pengetahuan asuhan keperawatan,
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
wacana pengetahuan klien keluarga wacana proses penyakit
penyakit dan meningkat. 2. Jelaskan wacana patofisiologi penyakit,
perawatan nya Knowledge : Illness tanda dan gejala serta penyebab yang
Care dg kriteria : mungkin
1 Tahu Diitnya 3. Sediakan informasi wacana kondisi klien
2 Proses penyakit 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang
3 Konservasi energi berarti dengan informasi wacana
4 Kontrol infeksi perkembangan klien
5 Pengobatan 5. Sediakan informasi wacana diagnosa klien
6 Aktivitas yang
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dianjurkan mungkin dibutuhkan untuk mencegah
7 Prosedur pengobatan komplikasi di masa yang akan datang dan
8 Regimen/aturan atau kontrol proses penyakit
pengobatan 7. Diskusikan wacana pilihan wacana terapi
atau pengobatan
9 Sumber-sumber
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
kesehatan atau terapi
10 Manajeme
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-
n penyakit pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


asuhan keperawatan,1. Monitor kemampuan pasien terhadap
klien bisa Perawatan diri perawatan diri
Self care :Activity Daly2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
Living (ADL) dengan berpakaian, toileting dan makan
indicator : 3. Beri perlindungan hingga klien
· Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk merawat diri
melaksanakan acara4. Bantu klien dalam memenuhi
sehari-hari (makan, kebutuhannya.
berpakaian, kebersihan,5. Anjurkan klien untuk melaksanakan acara
toileting, ambulasi) sehari-hari sesuai kemampuannya
· Kebersihan diri pasien6. Pertahankan acara perawatan diri secara
terpenuhi rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas perjuangan
yang dilakukan dalam melaksanakan
perawatan diri sehari hari.
7. PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi asuhan keperawatan,
1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
diharapkan perawat
2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
akan menangani dan kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
meminimalkan episode lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
hipo / hiperglikemia gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk
/ sejenis jahe setiap 15 menit hingga kadar
gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi dengan andal gizi untuk
dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan amis aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan saluran IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jikalau tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jikalau terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer &
asuhan keperawatan, sekunder
perawat akan2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menangani / pasien lain.
mengurangi komplikasi3. Batasi pengunjung bila perlu.
defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan ketika kontak dan
sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
6. Lakukan basuh tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai
alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus
setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari
tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jikalau perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien wacana tanda dan
gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC,
Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai