Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Skizoafektif adalah gangguan yang mempunyai gambaran klinis


skizofrenia dan gangguan afektif. Aspek yang dipengaruhi pada gangguan
skizoafektif meliputi perilaku, berpikir dan emosi. Gangguan skizoafektif
memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga
memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Prevalensi kejadian skizoafektif
secara global diperkirakan sekitar 0,2% hingga 1,1% populasi dunia. Angka
kejadian gangguan skizoafektif dilaporkan lebih rendah pada laki-laki daripada
perempuan. Meskipun prevalensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria,
namun angka remisi pada wanita lebih baik dibandingkan pria.(1-4)
Penyebab skizoafektif diduga saat ini sama seperti penyebab gangguan
pada skizofrenia yang mencakup kausa genetik dan lingkungan.(5) Gambaran
utama gangguan skizoafektif adalah adanya episode depresi mayor, manik, atau
campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala-gejala skizofrenia. Gambaran
utama harus terjadi dalam periode awal yang terus-menerus yang berlangsung
paling sedikit satu bulan.(6)
Tatalaksana pada gangguan skizoafektif adalah antipsikotik dan mood
stabilizer. Semua antipsikotik tampaknya efisien dalam pengobatan gangguan
skizoafektif, akan tetapi antipsikotik atipikal seperti olanzapine, quetiapine,
risperidone, atau ziprasidone lebih unggul atau memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan yang tipikal. Terapi psikososial juga dapat diberikan dan
diharapkan agar pasien skizoafektif mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mandiri, serta tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. (6,7)
Pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis dipertengahan
antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk dari pada pasien dengan gangguan depresif namun memiliki
prognosis yang lebih baik dari pada pasien dengan skizofrenia.(6,8)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skizoafektif adalah gangguan yang mempunyai gambaran klinis
skizofrenia dan gangguan afektif. Aspek yang dipengaruhi pada gangguan
skizoafektif meliputi perilaku, berpikir dan emosi. Gangguan skizoafektif
memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga
memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi
dua yaitu, tipe manic dan tipe depresif. Gangguan skizoafektif adalah penyakit
dengan gejala psikotik yang persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi
bersama-sama dengan masalah suasana(mooddisorder) seperti depresi, manik,
atau episode campuran. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering
dari pada gangguan bipolar..1,3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi secara global diestimasikan sekitar 0,2% hingga 1,1%. Angka
kejadian gangguan skizoafektif dilaporkan lebih rendah pada laki-laki daripada
perempuan. Meskipun prevalensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria,
namun angka remisi pada wanita lebih baik dibandingkan pria.(3)
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif memperlihatkan perilaku
antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai. Angka
kejadian pada pria lebih rendah daripada wanita sedangkan, onset umur pada
wanita lebih besar daripada pria. pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif
lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe
bipolar.(3,4)
2.3 Etiologi
Penyebab skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah di
kembangkan. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan
skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe
psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia

2
maupun gangguan mood. Keempat, dan paling mungkin adalah bahwa gangguan
skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup ketiga
kemungkinan pertama.(5)
Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif
didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas
terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait
secara genetis. Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien
gangguan skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua
gangguan primer. Oleh karena itu tidak mengherankan bila studi keluarga pasien
dengan gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan
prevalensi skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar; namun, keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif
tipe depresif berisiko lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan
mood.(5)
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan
skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat
model konseptual telah diajukan.(5)
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu
tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama.
Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan
skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

3
2.4 Tanda dan Gejala
Gambaran utama gangguan skizoafektif adalah adanya episode depresi
mayor, manik, atau campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala-gejala
skizofrenia. Gambaran utama harus terjadi dalam periode awal yang terus-
menerus atau pada suatu periode waktu yang individunya terus-menerus
memperlihatkan gejala aktif atau residual psikosis. Skizoafektif berlangsung
paling sedikit satu bulan.(6)
Klinisi harus mendapatkan informasi yang rinci mengenai awitan (onset)
dan hilangnya gejala mood dan psikosis. Tanpa mengetahui lamanya gejala
psikosis dan mood, sulit untuk menentukan gejala psikosis tanpa gejala mood atau
gejala mood yang terjadi dalam waktu cukup lama. Bila gejala mood muncul
dalam periode waktu yang sangat pendek, diagnosisnya adalah skizofrenia.(6)
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III):5 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut
ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):(9)
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi
yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought
broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” =
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di

4
antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
sekurang-kurangnya dalam kurun waktu dua minggu. Harus ada suatu perubahan
yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
,
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan PPDGJ III, skizoafektif terbagi kedalam 5 klasifikasi, yaitu:

5
F25.0 Skizoafektif tipe mania:
1 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe mania yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe mania.
2 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol di kombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya 1 atau
(lebih baik 2), gejala skizrofenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a sampai dengan d)
F25.1 Gangguan skizrofenia tipe depresif
1 . Kategori ini harus di pakai, baik untuk episode skizoafektif tipe
depresif yang tunggal, dan untuk gangguan yang berulang, dimana
sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif. Afek
depresif harus menonjol disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam
uraian untuk episode depresif (F.32). dalam episode yang sama,
sedikitnya harus jelas ada 1, dan sebaiknya ada dua, gejala khas
skizrofenia sebagaiman yang di tetapkan dalam pedoman diagnostik
skizrofenia, f20.- (a sampai d)
F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran: gangguan dengan gejala-
gejala skizrofenia (f20.-) yang berada secara bersama-sama dengan gejala-
gejala afektif bipolar campuran (f31.6)
F25.8 gangguan skizoafektif lainya
F25.9 gangguan skizoafektif ytt

2.6 Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di
dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.(5)
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif adalah pasien telah
memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manic

6
yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari
skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama
sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol.
Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode
psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu
klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik
sebagai suatu gangguan skizoafektif.(1,5)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif:(6)
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengangejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obatyang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sub tipe:(6)
1. Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu maniksuatu episode campuran dan episode depresif berat)
2. Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpangtindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-
gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong
diagnosis gangguan skizoafektif.(9)
Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III : (9)

7
•Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan atau dalam beberapa hari yang
satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manikatau depresif,
• Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofreniadan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda,
•Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-
skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang,
baikberjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya
(F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-
F33)
2.7 Diagnosis Banding
 Skizofrenia
 Gangguan afektif/mood
 Gangguan kepribadian
 Gangguan mental dan perilaku akibat pemakaian zat psikoadiktif
2.8 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis dipertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood.Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk
daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih
baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung
oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang menilai fungsi social dan pekerjaan, dan juga perjalanan
gangguan penyakit.(5,8)
Beberapa studi menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif,
tipebipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan

8
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik,
khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang
tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari
masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak
meramalkan perjalanan penyakit. (5,7)
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri
diantara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10
persen.(5,7)
2.8 Terapi
a. Psikofarmaka
- Terapi injeksi
Olanzapin 2 x 5-10 mg/hari dengan diazepam 2 x 10 mg/hari
- Terapi oral kombinasi
1. Litium 2 x 400 mg/hari, dinaikkan sampai kisaran teurapetik 0,8-
1,2mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
mg/hari pada fungsi ginjal normal)
2. Divalproat dengan dosis awal 3 x 250 mg/hari dan dinaikkan setiap
beberapa hari hingga kadar plasma mencapai 50-100 mg/L
3. Karbamazepin dengan dosis awal 300-800 mg/hari
4. Antidepressan, SSRI, misalnya fluoxetine 1 x 10-20 mg/hari
5. Antipsikotika generasi kedua, Olanzapine 1 x 10-30 mg/hari atau
Risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau aripripazol 1 x 10-30 mg/hari.(6)
Terapi utama pada gangguan skizoafektif adalah antipsikotik dan mood
stabilizer. Semua antipsikotik tampaknya efisien dalam pengobatan gangguan
skizoafektif, akan tetapi antipsikotik atipikalseperti olanzapine, quetiapine,
risperidone, atau ziprasidone lebih unggul atau memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan yang tipikal.(7)

9
Obatantipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal (generasi
pertama) dan golongan atipikal (generasi kedua). Semua antipsikotik yang saat ini
tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat antagonis reseptor dopamin D2
dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan symptom
ekstrapiramidal walaupun secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek
samping neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).(6)
Antipsikotik dibedakan atas:(6)
 Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
 Klorpromazin
 Flufenazin
 Tioridazin
 Haloperidol
 Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)
Klozapin
Olanzapin
Risperidon
Quetapin
Aripiprazol
Mood stabilizer biasanya digunakan untuk subtipe bipolar, anti-depresan
untuksubtipe depresi. Efektivitas klinis Mood stabilizer seperti litium, karbamazepin
atau valproat terbukti dilaporkan dalam beberapa studiheterogen.Mood stabilizer
adalah kelompok obat untuk mempertahankan stabilitas suasana perasaan.(6)
Klasifikasi umum :(6)
1. Garam lithium
2. Lain – lain : - carbamazepine
- asam valproate (depakene)
- natrium valproate (depakote)
Secara umum terapi dengan litium dimulai dengan dosis terbagi, mulai dari dosis
2-3 kali 300 mg per hari dan kadar plasma stabil yang dicapai dalam 4-5 hari.
Studi klinis juga melaporkan adanya efek positif dari Electro ConvulsiveTherapy
(ECT). Terapi ECT merupakan salah satu jenis terapi fisik untuk indikasi terapi pada
beberapa kasus gangguan psikiatri, indikasi utama adalah depresi berat. ECT

10
dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik pada otak melalui elektroda yang
ditempatkan pada temporal kepala. Aliran listrik tersebut akan menimbulkan kejang
tonik diikuti kejang klonik.(6,7)
b. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizoafektif mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat). Termasuk
dalam terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi
kelompok, dan psikoterapi individual. Psikoterapi individual yang dapat diberikan
berupa psikoterapi suportif, client-centered therapy, atau terapi perilaku.
Psikoterapi suportif sebaiknya yang relative konkrit, berfokus pada aktivitas
sehari-hari. Dapat juga dibahas tentang relasi pasien dengan orang-orang
terdekatnya. Ketrampilan social dan okupasional juga dapat membantu agar
pasien dapat beradaptasi kembali dalam kehidupan sehari-harinya.(5,6)

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 1 Juli 1975
Umur : 43 Tahun
Alamat : Muara Tiga, Pidie
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 11/02/2019
Tanggal Pemeriksaan : 11/02/2019

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis : 10.12.005290
2. Autoanamnesis : Pasien
3. Alloanamnesis : Orang tua pasien

A. Keluhan Utama
Pasien dibawa karena sering menangis sendiri dan mengurung diri sampai
berhari-hari
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien mengaku dirinya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya dengan
keluhan sering menangis sendiri dan mengurung diri di kamar sampai berhari-
hari. Pasien juga sering berbicara sendiri dan memutar lagu sedih di kamarnya lalu
mengurung diri serta tidak bicara sampai berhari-hari sehingga tidak bisa

12
melakukan aktivitas sehari-hari sebagai Ibu Rumah Tangga seperti memasak,
membersihkan rumah, mencuci, dan lain-lain. Pasien mengaku belum pernah
mengkonsumsi zat terlarang dan merokok. Pasien menyangkal belum pernah ada
kejadian traumatik dalam hidupnya yang sampai membuat pasien sangat sedih.
Pasien tidak banyak berbicara dan enggan menjawab pertanyaan saat diperiksa.
Alloanamnesis:
Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan sering berperilaku kacau dan
menangis histeris sendiri sampai berhari-hari. Pasien sering bicara sendiri,
memutar lagu sedih lalu mengurung diri sampai berhari-hari di kamar sehingga
tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebagai seorang ibu rumah tangga,
pasien juga sering gelisah, mudah marah dan sulit tidur. Menurut keluarga
keluhan ini sudah dirasakan semenjak pasien usia remaja, memberat dalam 2
tahun terakhir. Pasien pernah pergi ke Medan dan Takengon dengan sepeda motor
sendiri ke tempat saudaranya tanpa memberitahukan siapa-siapa di rumah. Pasien
pernah menghabiskan uang pemerian keluarga sebesar Rp. 1.000.000,- dalam satu
hari. Pasien juga pernah meminum racun padi sehingga sempat tak sadarkan diri
dan dibawa ke rumah sakit setempat dan selamat, menurut pengakuan keluarga
pasien melakukan hal tersebut karena mendengar bisikan-bisikan.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh pada tahun
2010, 2012, 2015, 2017 dan Juli 2018
2. Riwayat penyakit medis umum: Disangkal
3. Riwayat merokok : Tidak ada
4. Penggunaan napza: Tidak ada
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Anak pertama pasien dikeluhkan sering mengurung diri dan tidak mau
bicara

E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan psikiatri tetapi tidak semua obat yang
disarankan oleh dokter diminum dikarenakan di daerah obatnya terbatas.

13
F. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki tiga
anak. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengaku tidak pernah ada
riwayat kejadian traumatik yang membuat pasien sangat sedih selama hidupnya.
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari jika sedang tidak kambuh.

G. Riwayat Pendidikan
Pasien mengaku pendidikan terakhir SMP.

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Normal
2. Riwayat masa bayi : Normal
3. Riwayat masa anak : Menurut keterangan dari keluarga, pasien
bergaul dengan banyak teman. Pasien tidak pernah kejang sebelumya.
4. Riwayat masa remaja : Pasien merupakan seseorang yang tertutup
dan saat remaja pasien sering diejek-ejek oleh lingkungannya karena
memiliki penyakit jiwa.
5. Riwayat masa dewasa : Pasien sudah menikah dan memiliki tiga
orang anak

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. Frekuensi Nadi : 88 x/ menit
5. Frekuensi Napas : 20 x/ menit
6. Temperatur : Afebris

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea

14
midclavicular sinistra
5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa
C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Pasien cukup bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
B. Mood dan Afek
1. Mood : Hipotimik
2. Afek : Terbatas
3. Keserasian Afek : Serasi

C. Pembicaraan
Tidak spontan

15
D. Pikiran
1. Arus pikir
 Koheren : (+)
 Inkoheren : (-)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansial : (-)
 Tangensial : (-)
 Asosiasi longgar : (-)
 Flight of idea : (-)
 Blocking : (-)

2. Isi pikir
 Miskin Ide
 Waham
1. Waham Bizzare :(-)
2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Erotomania :(-)
4. Waham Paranoid
 Waham Persekutor : (-)
 Waham Kebesaran : (-)
 Waham Referensi : (-)
 Waham Dikendalikan : (-)
 Thought
1. Thought Echo : (-)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (+)
4. Thought Broadcasting : (-)

E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (+)
 Visual : (-)

16
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Tidak terganggu
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : Baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik

I. Pengendalian Impuls: Baik


J. Tilikan : T4
K. Taraf Kepercayaan : Tidak Dapat dipercaya

17
V. RESUME
Pasien merupakan seorang wanita dewasa yang sudah menikah. Pasien
merupakan ibu dari tiga orang anak yang tinggal bersama suaminya. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien memiliki hubungan yang baik
dengan suami, anak-anak, dan orang tuanya.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperatur afebris.Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status mental, tampak seorang wanita, berpenampilan
rapi, sesuai usia, aktivitas psikomotor: normoaktif, sikap terhadap pemeriksa:
kooperatif, mood:hipotimik, afek: terbatas, keserasian afek:serasi, pembicaraan:
tidak spontan, arus pikir:koheren, isi pikir: miskin ide, halusinasi auditorik(+).
Pasien mengalami tilikan T4 dengan taraf kepercayaan tidak dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. F25.1 Skizoafektif tipe depresi
2. F20 Skizofrenia
3. F30 Gangguan afektif/mood

VII. DIAGNOSIS KERJA


F25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresi

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Skizoafektif tipe depresi
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Tidak ada data
Axis V : GAF 60-51

18
IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Risperidon 2 mg 2x1
Trihexyphenidyl 2 mg 2x1
Clobazam 10mg 1x1
Diazepam 2mg 2x1
Depakote 250mg 2x1
B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan
menjelaskan mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, dan komunikasi interpersonal.
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

19
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil autoanamnesis dan aloanamnesis terhadap pasien dan
keluarganya didapatkan pasien dengan keluhan sering menangis sendiri dan
mengurung diri di kamar sampai berhari-hari. Pasien juga sering berbicara sendiri
dan memutar lagu sedih di kamarnya lalu mengurung diri serta tidak bicara
sampai berhari-hari sehingga tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebagai
Ibu Rumah Tangga seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan lain-
lain. Pasien mengaku belum pernah mengkonsumsi zat terlarang dan merokok.
Pasien menyangkal belum pernah ada kejadian traumatik dalam hidupnya yang
sampai membuat pasien sangat sedih. Pasien pernah ada upaya bunuh diri karena
mendengar bisikan-bisikan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan mood
hipotimik, perilaku normoaktif, halusinasi auditorik (+). Kondisi ini sudah
berlangsung sejak usia remaja dan sering kambuh karena pasien tidak minum obat
sesuai anjuran dokter. Oleh karena itu pasien ini didiagnosis gangguan
skizoafektif tipe depresi karena memenuhi kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ
III.
Pasien ini mendapatkan terapi Risperidon 2x2 mg sebagai antipsikotik,
dan trihexyphenidyl 2x2 mg sebagai antikolinergik untuk mengurangi efek
ektrapiramidal sindrom, clobazam 10mg 1x1 dan diazepam 2mg 1x1 untuk
mengurangi rasa gelisah dan memberikan efek sedasi agar mudah tidur malam,
serta Depakote (natrium valproat) 250mg 2x1 sebagai antikonvulsan yang juga
berfungsi sebagai mood stabilizer.

20
BAB V
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala


skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan
para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah
lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Teori
etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan
skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive adanya skizofrenia dan
gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam
beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara
pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang
tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan
melibatkan keluarga, pengembangan skill social dan berfokus pada rehabilitasi
kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi antipsikotik dengan anti
depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif.
Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manic terapi kombinasi yang
diberikan adalah antara anti psokotik dengan moodstabilizer. Prognosis bisa
diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya,
atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala
skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten gejala-
gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis,W.S.CatatanIlmuKedokteranJiwa.AirlanggaUniversityPresss:S
urabaya.1994.

2. Padhya, Sadya. Schizoaffective Disorder:Evolution and Current Status of


The Concept. Turkish Journal of Pyschiatry: India.2013

3. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and


SchizophreniaAmongMedicaidPatients.Diakses melalui:
www.psychiatryonline.org/data/Journals/

4. AmericanPsychiatricAssociation.DiagnosisdanStatisticalManualofMenta
ldisorders(DSM
IVTM).AmericanPsychologicalAssociation(APA):WashingtonDC. 1996

5. Kaplan,I.H.andSadock,J.B.SinopsisPsikiatriIlmuPerilakuPsikiatriKlinis,
EdisiKetujuh. Binarupa AksaraPublisher:Jakarta.

6. Elvira, Sylvia D dan Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri.


BadanPenerbit FK UI: Jakarta

7. Marneros, Andreas. Schizoaffetive Disorder. Korean Journal of


Schizophrenia Research. 2012:15. p5-12

8. Heckers S. Is schizoaffective disorder a useful diagnosis?. Current


Psychiatry Reports. 11(4), 332–337 (2009)

9. Maslim, R., 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan


Ringkas dari PPDGJ III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta. 2003

22

Anda mungkin juga menyukai