Anda di halaman 1dari 19

Laporan kasus

ERUPSI OBAT TIPE MAKULOPAPULER


Widya Pasca Amir
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang

PENDAHULUAN

Erupsi obat tipe makulopapuler adalah reaksi hipersensitivitas terhadap


obat, baik yang diberikan secara oral maupun parenteral, ditandai dengan erupsi
kulit yang menyerupai eksantema virus.1 Sinonim erupsi obat tipe makulopapuler
adalah erupsi obat eksantematosa, erupsi morbiliformis, atau erupsi
skarlatiniformis.1-4
Erupsi obat dapat mengenai semua orang, tanpa membedakan jenis
kelamin, usia, dan ras.4 Erupsi obat tipe makulopapuler merupakan bentuk klinis
erupsi obat yang paling banyak dijumpai.2,5 Insidennya sekitar 95% dari seluruh
erupsi obat.2 Data di RSUP Dr Kariadi menunjukkan terdapat 235 pasien erupsi
obat pada tahun 2003-2006.6
Patogenesis erupsi obat tipe makulopapuler masih belum jelas.7,8 Erupsi
obat tipe makulopapuler merupakan erupsi obat yang timbul secara lambat
diperantarai oleh limfosit T.5,7,9 Beberapa kepustakaan menggolongkan bentuk ini
ke dalam reaksi hipersensitivitas tipe IV dari Coombs dan Gell.3,5,8,10-13
Erupsi obat tipe makulopapuler dapat timbul akibat pemberian berbagai
macam obat. Obat yang sering menimbulkan reaksi ini antara lain golongan
penisilin, alopurinol, penghambat ACE, OAINS, karbamazepin, fenitoin,
fenotiazin, barbiturat, sulfonamide, trimetoprim-sulfametoksazol, dan
kuinolon.5,11,13,14
Erupsi obat tipe makulopapuler umumnya timbul mendadak,
distribusinya simetris bilateral dan generalisata. Lesi umumnya tampak satu
sampai dua minggu setelah pemberian obat, tapi kadang erupsi terlihat dalam
beberapa hari setelah obat dihentikan dan resolusi terjadi dalam 7-14 hari. 7,13

1
Gambaran klinis dapat berupa makula dan atau papul eritem yang berkonfluen,
berdiameter beberapa milimeter sampai satu sentimeter. Lesi timbul pertama kali
di badan dan kemudian meluas ke ekstremitas. Telapak tangan dan kaki jarang
terlibat. Biasanya dapat disertai pruritus, demam, malaise, udem wajah dan
kelopak mata.2,7,13
Gambaran laboratorium tidak khas, biasanya dalam batas normal, atau
dapat disertai eosinofilia.2,5,7,11 Gambaran histopatologi erupsi obat tipe
makulopapuler dapat dijumpai pembengkakan endotel, infiltrasi limfosit dan
eosinofil perivaskuler.7,13,15
Prinsip penatalaksanaan erupsi obat adalah identifikasi dan menghentikan
konsumsi obat yang diduga sebagai penyebab, serat mengurangi gejala
simtomatis. Sedangkan erupsi kulitnya diberikan terapi sistemik yaitu
antihistamin dan kortikosteroid, serta terapi topikal sesuai keadaan klinisnya. Pada
erupsi luas dapat diberikan prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari.7,13
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih memahami kasus
erupsi obat terutama tipe makulopapuler dan penatalaksanaannya.

KASUS
Seorang wanita usia 29 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia, bertempat
tinggal di Semarang. Berobat ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSDK Semarang
pada tanggal 9 juli 2009 (CM C167045), dengan keluhan utama timbul bercak dan
bintil-bintil merah diseluruh tubuh.

ANAMNESIS

Satu hari sebelum datang ke RSDK penderita merasa badannya masuk


angin, kemudian malam harinya penderita minum jamu seduh pegal linu yang
dibeli dari penjual jamu. Beberapa jam kemudian timbul bercak dan bintil-bintil
merah pada badan penderita. Keesokan harinya, bercak dan bintil merah
bertambah banyak, meluas ke wajah, punggung, lengan dan tungkai bawah.
Bercak dan bintil merah terasa gatal. Penderita mengalami demam sudah 1 hari,

2
rasa nyeri pada tulang dan mulut setelah minum jamu seduh pegal linu tersebut
(sebelum ke RSDK).
Penderita baru pertama kali minum jamu seduh pegal linu. Riwayat
minum obat sebelumnya disangkal. Riwayat alergi terhadap obat disangkal.
Riwayat timbul luka di kemaluan dan riwayat berhubungan seksual selain dengan
suami penderita disangkal. Penderita memiliki iwayat nyeri pada saat berkemih.
Penderita sering minum obat-obatan yang kadang dibeli di apotik atau dari dokter
umum.
Penderita seorang ibu rumah tangga. Suami bekerja di perusahaan
swasta. Menanggung dua orang anak. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.
Kesan sosial ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis, BB: 50 kg, TB: 158 cm
Tanda vital : TD: 110/70 mmHg, nadi: 86 x/menit, RR: 22 x/menit,
suhu: 38oC
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sekret (-), udem
palpebra (-)
Mulut : mukosa mulut tidak ada kelainan
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), lihat status dermatologik
Toraks : jantung dan paru dalam batas normal, lihat status
dermatologik
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, lihat status dermatologik
Ekstremitas : udem (-), telapak tangan dan kaki tak ada kelainan, lihat status
dermatologik
Inguinal : pembesaran kelenjar limfe (-)

3
Status Dermatologik
Lokasi : wajah, leher, dada, perut, punggung, pantat, ekstremitas
superior dan inferior
UKK : makula dan papul eritem, sebagian konfluen, distribusi
generalisata

4
5
DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi obat tipe makulopapuler
2. Viral eksantema
3. Sindroma Hipersensitivitas Obat (SHO)
4. Sifilis stadium II

DIAGNOSIS SEMENTARA : Erupsi obat tipe makulopapuler

PENATALAKSANAAN

6
1. Pemeriksaan darah rutin, urin rutin, fungsi hepar dan ginjal
2. Pemeriksaan VDRL/TPHA
3. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologik
4. Konsultasi bagian penyakit THT, gigi dan mulut
5. Terapi : Mebhidrolin napadisilat 2x50 mg (bila gatal)
Prednison 1 mg/kgBB  diberikan metilprednisolon tablet 4 mg
(6-0-4)
Ranitidin tab 2x150mg
Asam mefenamat tab 3x500 mg
Krim asam fusidat untuk luka biopsi
6. Saran : - Kontrol tiga hari kemudian
- Tidak minum jamu seduh

HASIL PEMERIKSAAN (Tanggal 09 juli 2009)

Darah :
Hematologi : Kimia klinik
Hb : 13,4 g% GDS : 106 mg/dl
Ht : 38,4% SGOT : 69 U/L
Eritrosit : 4,76 juta/mmk SGPT : 87 U/L
Lekosit : 6.46 ribu/mmk Ureum : 18 mg/dl
Trombosit : 126 ribu/mmk Kreatinin: 0,96 mg/dl
Eo 1/ Bas 0/ Btg 0/ Seg 83/ Lim 15/ Mo 1
VDRL dan TPHA (-)
Urin :
Warna : kuning jernih epitel : 2-3/LPK
pH : 6,00 lekosit : 3-4/LPB (↑)
protein : (+) eritrosit : 1-2/LPB
reduksi : (-) bakteri : 161.7/uL (↑)

HASIL KONSULTASI

7
Bagian THT
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : konka oedem (+/+), sekret (+/+), septum deviasi -/+, Tenggorok : tenang
Kesan : Rinitis alergika
Bagian gigi dan mulut
Tidak didapatkan kelainan yang dapat menjadi fokal infeksi
Bagian penyakit dalam
Konsul karena hasil laboratorium urin, ditemukan lekosit yang meningkat (3-
4/LPB) dan keluhan penderita nyeri pada buang air kecil.
Hasil : demam (+), kencing sakit diakhir kemeng, pada pemeriksaan fisik
abdomen nyeri tekan suprapubik (+), lab urin rutin lekosit 2-3/LPB.
Diagnosa : ISK
Terapi : Siprofloksasin 2 x 500 mg (5 hari), Ranitidin 2 x 1 tab, Parasetamol
tab 3 x 500 mg

Hasil Pemeriksaan Histopatologis No. PA 093929 (tanggal jawab 18 juli 2009)


Biopsi dari paha kiri dengan gambaran mikroskopik menunjukkan kepingan
jaringan dilapisi epitel gepeng berlapis dengan hiperkeratosis, parakeratosis,
spongiosis degenerasi sel basal, sebukan sel radang histiosit, limfosit,
perivaskuler. Tidak tampak tanda ganas. Dapat menyokong diagnosa erupsi obat.

DIAGNOSIS KERJA : Erupsi obat tipe makulopapuler + ISK

8
PENGAMATAN LANJUTAN

Tanggal 15 Juli 2009 (hari ke-7)

Keluhan : bercak dan bintil-bintil merah sudah berkurang,


badan sudah tidak linu-linu lagi.

Status dermatologik

Lokasi : punggung, pantat, ekstremitas superior dan inferior


UKK : makula dan papul eritema berkurang
Diagnosis banding :
1.Erupsi obat tipe makulopapuler
2.Eksantema Virus
3.Sindroma Hipersensitivitas Obat (SHO)
4.Sifilis stadium II
Diagnosis : Erupsi obat tipe makulopapuler

Foto :

9
10
Terapi : Metilprednisolon tab 4 mg (4-0-2) selama 7 hari
Ranitidin 2x150 mg
Mebhidrolin napadisilat 2x50 mg (bila gatal)

Saran : Kontrol 7 hari kemudian

Tanggal 22 Juli 2009 (hari ke-14)

Keluhan : bercak dan bintil-bintil merah berkurang, tidak gatal

Status dermatologik

Lokasi : punggung, pantat, ekstremitas superior dan inferior


UKK : makula dan papul eritema berkurang
Diagnosis : Erupsi obat tipe makulopapuler

Terapi : Metilprednisolon tab 4 mg (2-0-0) selama 7 hari

Ranitidin tab 2x150 mg

Saran : Kontrol 5 hari kemudian

Tanggal 27 Juli 2009 (hari ke-19)

Keluhan : tidak ada lesi baru

Status dermatologik

Lokasi : punggung, pantat, ekstremitas superior dan inferior


UKK : makula dan papul eritema berkurang, makula
hiperpigmentasi

Diagnosis : Hiperpigmentasi paska inflamasi

11
Foto :

12
Terapi :-

Saran : Tidak minum jamu seduh sembarangan

PEMBAHASAN
Diagnosis erupsi obat tipe makulopapuler pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan
histopatologis.
Dari anamnesis didapatkan penderita seorang wanita berusia 29 tahun,
dengan keluhan timbul bercak dan bintil-bintil merah di seluruh tubuh. Bercak
dan bintil merah timbul di badan penderita satu hari sebelum masuk RSDK,

13
beberapa jam setelah penderita minum jamu seduh pegal linu. Keesokan harinya,
bercak dan bintil merah bertambah banyak, meluas ke wajah, punggung, lengan
dan tungkai bawah. Bercak dan bintil merah terasa gatal. Penderita mengalami
demam, rasa nyeri pada tulang dan mulut setelah minum jamu seduh pegal linu
tersebut. Menurut kepustakaan, erupsi dapat mengenai semua orang dan kelompok
umur.4 Onset penyakit ini terdiri dari reaksi cepat dan reaksi lambat. Pada reaksi
cepat, sebelumnya penderita telah tersensitisasi, erupsi dimulai dalam 2-3 hari
setelah mengkonsumsi obat. Pada reaksi lambat, sensitisasi terjadi sewaktu
mengkonsumsi atau setelah selesai mengkonsumsi obat; insidensi tertinggi pada
hari ke-9 setelah mengkonsumsi obat. Namun, erupsi kulit akibat obat dapat
terjadi setiap waktu anatara hari pertama dan 3 minggu setelah pemberian obat. 1
Lesi timbul pertama kali di badan dan kemudian meluas ke ekstremitas. Erupsi
dapat disertai pruritus, demam, dan malaise.2,7,13
Erupsi obat tipe makulopapuler dapat timbul akibat pemberian berbagai
macam obat. Obat yang sering menimbulkan reaksi ini antara lain golongan
penisilin, alopurinol, penghambat ACE, OAINS (obat anti inflamasi non steroid),
karbamazepin, fenitoin, fenotiazin, barbiturat, sulfonamid, trimetoprim-
sulfametoksazol, dan kuinolon.5,11,13,14 Pada kasus ini yang menjadi penyebab
adalah jamu seduh pegal linu yang diduga mengandung OAINS.
Patogenesis erupsi obat tipe makulopapuler masih belum jelas, namun
diduga termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV.3,5,8,10-13 Antigen yang masuk
berasal dari obat yang dicurigai ditangkap oleh APC (antigen presenting cell) dan
disajikan ke limfosit T yang terletak di perifer/perivaskuler sehingga terjadi
interaksi antara antigen, sel Langerhans dan sel T yang menyebabkan sel T
tersensitisasi menjadi sel memori. Apabila terjadi kontak dengan antigen yang
sama, maka sel T memori mengeluarkan limfokin seperti IL-2, MIF, MAF, TNF-
α, dan LIF yang akan mengerahkan dan mengaktifkan makrofag. Hal ini akan
menimbulkan reaksi peradangan sel dan merangsang sel radang ke tempat
tersebut. Pada akhirnya terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
sehingga timbul eritem dan edema.5,7 Pada kasus ini, penderita mengalami paparan

14
yang pertama terhadap antigen yang diduga OAINS yang terdapat dalam jamu
seduh pegal linu.
Gambaran klinis pada kasus ini berupa makula dan papul eritem yang
sebagian berkonfluen dengan distribusi simetris di hampir seluruh tubuh. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa gambaran klinis dapat
berupa makula dan atau papul eritem yang berkonfluen, berdiameter beberapa
milimeter sampai satu sentimeter, distribusinya simetris bilateral dan generalisata.
Lesi timbul pertama kali di badan dan kemudian meluas ke ekstremitas.2,7,13
Gambaran histopatologis dari hasil biopsi pada penderita ini
menunjukkan kepingan jaringan dilapisi epitel gepeng berlapis dengan
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis degenerasi sel basal, sebukan sel radang
histiosit, limfosit, perivaskuler. Menurut kepustakaan gambaran histopatologis
pada erupsi obat tidak khas dan tergantung bentuk lesinya. Pada erupsi obat tipe
makulopapuler dapat dijumpai pembengkakan endotel, eosinofil dan limfosit
perivaskuler , histiosit pada superfisial dermis.1,7,13,15
Diagnosis banding dengan viral eksantema dapat disingkirkan karena
viral eksantema merupakan suatu ruam kulit yang kemerahan akibat infeksi virus,
seperti virus measles, rubella, enterovirus, human herpesvirus (HHV) 6 & &,
Epstein-Barr virus dan sitomegalovirus. Lesi kulit berupa makula dan papula
eritema, tidak gatal, sering timbul mulai dahi dan bagian belakang telinga meluas
ke dada dan ekstremitas. Dengan gejala prodromal demam dengan suhu 40°C-
40,5°C, malaise, batuk, pilek, dapat sampai 4 hari. Adanya Koplik spots
merupakan tanda khas enantem pada measles yaitu makula merah terang, kecil
berukuran 1-2 mm disertai dengan bintik putih-biru.1,19,23
Diagnosis banding dengan Sindroma Hipersensitivitas Obat (SHO) atau
Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) dapat
disingkirkan karena SHO merupakan suatu sindroma reaksi idiosinkrasi multi
sistem yang berat serta ditandai dengan trias, yaitu demam tinggi, ruam kulit yang
luas, dan keterlibatan organ dalam (hepatitis, miokarditis, nefritis, pneumonitis).
Gambaran klinis meliputi demam, udem wajah dengan papul infiltrat,
papulopustular generalisata atau ruam eksantematosa yang dapat berlanjut

15
menjadi eritroderma atau dermatitis eksfoliativa, limfadenopati, dan abnormalitas
hematologik (eosinofilia, limfosit atipik). Kulit yang terkena awalnya wajah,
tubuh bagian atas dan ekstremitas.18
Diagnosis banding dengan sifilis stadium II dapat disingkirkan karena
pada sifilis stadium II ditemukan riwayat luka pada kemaluan setelah kontak
seksual sebelumnya atau riwayat mendapatkan transfusi darah sebelumnya. Lesi
kulit biasanya polimorf di seluruh tubuh berupa makula, papul, pustul, lebih
kecoklatan, sedikit skuama dan kurang terasa gatal. Telapak tangan dan kaki dapat
terlibat dan biasanya tidak gatal. Dapat dijumpai limfadenopati generalisata dan
splenomegali. Pemeriksaan laboratorium VDRL dan TPHA positif.16,17
Prinsip penatalaksanaan erupsi obat tipe makulopapuler adalah
identifikasi obat yang diduga sebagai penyebab dan menghentikan pemberian obat
tersebut, serta penanganan lesi kulitnya.7,13 Pada erupsi obat tipe makulopapuler
biasanya cukup diberikan terapi simtomatik dengan antihistamin dan antipruritus
topikal. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan pada lesi yang luas dan
generalisata, sesuai berat ringan peyakit. Pada reaksi sedang dosisnya dapat
berkisar antara 0,5-1 mg/kgBB/hari. Prednison (atau ekuivalennya), dipertahankan
sampai terjadi perbaikan klinis, kemudian dosis diturunkan secara bertahap, rata-
rata 20%.5,22 Lamanya pengobatan disesuaikan dengan kecepatan penyembuhan
penyakit. Pemberian kortikosteroid sistemik bertujuan untuk menghentikan
progresifitas erupsi obat, sebagai anti inflamasi dan mempercepat penyembuhan.
Pada kasus ini, diberikan metilprednisolon 40 mg/hari (setara dengan prednison
50 mg) yang diturunkan secara bertahap, ranitidin 2x150 mg, mebhidrolin
napadisilat 2x50 mg, asam mefenamat 3x500 mg, didapatkan perbaikan klinis.
Prognosis erupsi obat tipe makulopapuler umumnya baik. 7,23 Prognosis
penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam ad bonam, dan quo ad
kosmetikam ad bonam.

RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus erupsi obat tipe makulopapuler pada
seorang wanita 29 tahun dengan keluhan utama timbul bercak dan bintil-bintil
merah di seluruh tubuh. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan

16
keluhan timbul bercak dan bintil merah disertai rasa gatal di seluruh tubuh setelah
mengkonsumsi jamu seduh pegal linu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan makula
dan papul eritem yang sebagian berkonfluen, distribusi simetris pada leher, dada,
perut, pantat, punggung, lengan dan tungkai. Pada pemeriksaan histopatologik
didapatkan kepingan jaringan dilapisi epitel gepeng berlapis dengan
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis degenerasi sel basal, sebukan sel radang
histiosit, limfosit, perivaskuler.
Penatalaksanaan dengan terapi oral metilprednisolon 40 mg/hari yang
diturunkan secara bertahap, ranitidin 2x150 mg, mebhidrolin napadisilat 2x50 mg,
asam mefenamat 3x500 mg. Penderita disarankan untuk tidak minum jamu seduh.
Prognosis penderita ini quo ad vitam, ad sanam, dan ad kosmetikam ad bonam.

Telah dibacakan

Rabu, 9 September 2009

Moderator

Dr. Lewie Suryaatmadja, Sp.KK(K)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff Klaus, Suurmond D. Exanthematous Drug


Reactions. Dalam: Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi V,
United States: Mc Graw-Hill, 2001: 548-50
2. Shear NH, Knowles SR,Shapiro Lori.. Cutaneous Reactions to Drug. Dalam:
Wolf Klaus, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Edisi VII. United States: Mc Graw-Hill, 2008: 355-8

17
3. Odom RB, James WD, Berger TG. Exanthems (Morbiliform or Scarlatiniform
Reaction). Dalam: Andrew’s Disease of the Skin. Edisi IX, United States:
W.B. Saunders, 2000: 123-5
4. Mckinnon HD Howard T. Evaluating the Febrile Patient with a Rash. Dalam:
Am Fam Physician, 2000; 62: 804-16. URL: http:// www.aafp.org. 15
Agustus, 2000
5. Milikan LE. Drug Eruption. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ eds.
Dermatology. Edisi III. Philadelphia: WB Saundres Co, 1992: 535-43
6. Data catatan medis RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2003-2006
7. Wintroub BU, Stern RS. Drug Reactions. Dalam: Immunologic Diseases of
the Skin. Edisi I. Connecticut: Appleton & Lange, 1991: 489-96
8. Jean L. Bolognia, Joseph L. Drug Reactions. Dalam: Dermatology. Vol 1,
Philadelphia: Mosby, 2004: 333-7
9. Riedl MA, Casillas AM. Adverse Drug Reaction: Types and Treatment
Options. Dalam: Am Fam Physician, 2003. URL: http://www.aafp.org. 1
November, 2003
10. Falco OB, Plewig G, Wolf HH, Burgdorf WHC. Reactions to Medications.
Dalam: Dermatology. Edisi II. Berlin: Springer-Verlaag, 2000: 403-11
11. Ehrlich M. Drug Eruption. Dalam: URL: http:// www.emedicine.com. 16
Januari, 2002
12. Pradal M, Vervloet D. Drug Reactions. Dalam: Kay AB. Allergy and Allergic
Diseases. Edisi I. United States: Blackwell Science Ltd, 1997: 1671-92
13. Breathnach, SM. Drug Reactions. Dalam: Burns Tony, Breathnach Stephen,
Cox Neil. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi VII. United States:
Blackwell Publishing, 2004: 73.1-23
14. Habif TP. Drug Eruption: Cutaneous Drug Reaction. Dalam: Clinical
Dermatology. Edisi IV, USA: Mosby, 2004: 482-8
15. Lever WF, Schaymburg-Lever G. Cutaneous Toxicities of Drug. Dalam:
Histopathology of the Skin. Edisi IX. Philadelphia: JB Lippincolt Co, 2005:
323-4

18
16. Falco OB, Plewig G, Wolf HH, Burgdorf WHC. Sexually Transmitted
Bacterial Disease. Dalam: Dermatology. Edisi II. Berlin: Springer-Verlag,
2000:260-71
17. Sparling PF, Musher DM. Clinical Manifestations of Syphilis. In: Holmes KK,
Sparling PF, eds. Sexually Transmitted Disease. Edisi IV. New York. Mc Graw
Hill, 2008: 661-8
18. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff Klaus, Suurmond D. Drug Hipersensitivity
Syndrome. Dalam: Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi V,
United States: Mc Graw-Hill, 2001: 560-1
19. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeny SM, Wiss KM. Exanthematous
Viral Diseases. Dalam: Wolf Klaus, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi VII. United States: Mc Graw-Hill,
2008: 1851-1852
20. Adelman DC, Saxon A. Immediate Hypersensitivity: Approach to
Diagnosis. Dalam: Lawlor GJ, Fischer TJ, Adelman DC, eds. Manual of
Allergy and Imunnology. Boston: Little, Brown and Company. 1995. 18-39
21. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guidelines for Performing
Skin Test with Drugs in the Investigation of Cutaneous Adverse Drug
Reactions. Contact Dermatitis, 2001: 45: 321-28
22. Gruchalla RS, Beltrani VS. Drug Induced Cutaneous Reactions. Dalam:
Leung DYM, Greaves MW. Allergic Skin Disease. Edisi I, United States:
Marcel Dekker, Inc, 2000: 314-6
23. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2005: 154-8
24. William L, Weston, MD. Viral Exanthems. Dalam: Fitzpatrick JE, Morelli JG.
Dermatology Secrets in Color. Edisi ke-3. Mosby Elsevier, 2007:199

19

Anda mungkin juga menyukai