Hari-hari menjelang Pilpres 2019, Indonesia di suguhkan dengan macam-macam
gerakan politik, baik di media social maupun di media maenstrim, pun tidak sedikit yang berbau sara. Dengan kata lain dapat menjadi efek domina terhadap meningkatnya angka intoleransi antar warga negara. Pada akhir 2018 yang lalu Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis angka intoleransi politik agama di Indonesia, antara lain 52 persen warga negara yang beragama Islam berkeberatan atas kepemimpinan negara (presiden, gubernur, bupati dan wali kota) dari kalangan non-muslim (Detik.com.Senin 24 September 2018, 18:49 WIB). Hasil survei yang di uraikan di atas masih menunjukan signifikansi terhadap angka intoleransi di Indonesia, di lihat dari segi politik. Sedangkan angka kepercayaan warga negara terhadap demokrasi Indonesia justru menyentuh angka 73 persen. Artinya, ada semacam paradoks dalam praktek bernegara kita. Bagaimana tidak, adanya sistem demokrasi seharusnya menjadi antitesis terhadap gerakan intoleransi tersebut. Sebab, demokrasi menghendaki adanya keadilan dan/atau kesamarataan status sosial politik setiap warga negara. Seperti yang telah kita ketahui secara kolektif bahwa di antara sistem bernegara yang ada, demokrasi merupakan pilihan yang paling baik untuk di adopsi oleh bangsa Indonesia. Hal ini di latarbelakangi oleh heterogenitas masyarakat, yang jika di klasifikasi dapat di bagi antara suku, ras, agama dan bahasa. Ke-anekaragaman itulah yang kemudian melahirkan perbedaan atas pilihan-pilihan politik. Mengenai tata nilai demokrasi secara umum, Indonesia memiliki ciri khas dalam mempraktekkan demokrasi itu sendiri. Berbeda dengan sebagian besar negara-negara barat, Indonesia mempunya Pancasila sebagai proteksi atas kemungkinan lain yang mengakibatkan benturan antara nilai demokrasi dan tatanan tradisi masyarakat. Semisal di Amerika serikat, demokrasi dapat di reduksi oleh kebijakan pemerintah. Contohnya, Doland Trump yang menggunakan otoritas tertingginya untuk membatasi aktifitas politik salah satu golongan, sebut saja terhadap warga negara yang beragama Islam. Sedangan demokrasi, dalam hal ini demokrasi Pancasila tidak membenarkan adanya ketidak-adilan berbasis agama atau keyakinan.