Anda di halaman 1dari 14

REFARAT

HEPATITIS B DAN HEPATITIS C PADA KEHAMILAN:


DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

Disusun oleh:

Darryl Shawn Godong

1765050252

Pembimbing:

dr. Tigor Peniel Simandjuntak, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PERIODE 6 MEI 2017 – 20 JULI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


JAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk semua jenis peradangan atau
inflamasi yang terjadi pada sel-sel hati atau hepar1,2,3. Penyebab tersering dari
hepatitis adalah infeksi virus, tetapi dapat juga disebabkan konsumsi obat-obatan,
konsumsi alkohol dan lemak yang berlebiham, serta autoimun3. Kondisi hepatitis
dapat berupa self limiting atau dapat sembuh dengan sendirinya maupun dapat
menjadi kronis yang akhirnya menyebabkan fibrosis, sirosis, dan kanker hepar,2,3.
Peradangan pada hepar yang dapat ditularkan adalah yang disebabkan oleh infeksi
virus, terdapat 5 jenis hepatitis yang disebabkan oleh virus, yaitu Hepatitis A,
Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D dan Hepatitis E. Hepatitis A dan E ditularkan
secara fecal-oral melalui makanan maupun minuman yang terkontaminasi virus, akan
menjadi infeksi akut dan sembuh dengan sendirinya. Hepatitis B, C dan D menular
melalui kontak darah yang mengandung virus Hepatitis3,4.

Dari kelima jenis virus Hepatitis, yang memungkinkan terjadinya penularan


dari ibu ke bayi atau secara vertical adalah Hepatitis B dan C. Infeksi dari Hepatitis D
hanya mungkin timbul secara simultan atau superinfeksi dengan Hepatitis B, atau
dapat dikatakan infeksi oleh Hepatitis D hanya dapat terjadi bila telah lebih dahulu
terdapat infeksi dari Hepatitis B3. Transmisi penularan hepatitis B dan C terjadi
melalui kontak darah seperti penggunaan obat secara intravena, transfusi darah, dapat
juga melalui kontak seksual maupun penggunaan tato, tetapi penularan yang paling
sering terjadi adalah dari ibu ke bayi pada saat persalinan atau mother to child
transmission (MTCT)5,6,7,8. Pada tulisan ini akan dibahas secara lebih lengkap tentang
Hepatitis B dan Hepatitis C yang berkaitan dengan ibu hamil, secara khusus dalam
penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hepatitis B

2.1.1. Definisi

Hepatitis B adalah peradangan hepar yang disebabkan oleh infeksi


virus Hepatitis B virus (HBV) yang merupakan virus DNA9,10.
Peradangan yang disebabkan dapat bersifat akut maupun kronik.
Komplikasi dari infeksi Hepatitis B adalah sirosis maupun
hepatocellular carcinoma (HCC). Hepatitis B kronik berkembang dari
Hepatitis B akut, ditandai dengan HBsAg (Hepatitis B surface
Antigen) positif lebih dari 6 bulan3,10. Terjadinya Hepatitis B kronik
berkaitan erat dengan usia terjadinya infeksi, penularan saat bayi atau
penularan secara vertical dari ibu memiliki kemungkinan 90% untuk
menjadi Hepatitis B kronik, dan infeksi pada masa anak kemungkinan
untuk dapat bersih dari virus 50%3,9,10,11.

2.1.2. Epidemiologi

Secara Global pada tahun 2015 terdapat sekitar 257 juta orang
hidup dengan infeksi Hepatitis B Virus (HBV) kronik 12. Kasus baru
infeksi hepatitis B paling banyak ditemukan adalah akibat transimisi
dari ibu ke bayi atau saat perinatal, sekitar 50% dari seluruh kejadian
infeksi kronis Hepatitis atau Chronic Hepatitis B (CHB) di area
endemis11. Infeksi tersebut didapatkan dari ibu yang mengalami CHB
tanpa diobati sekitar 80-90% bayi akan terjangkit hepatitis B dan
menjadi kronik10,13. MTCT merupakan transmisi tersering pada HBV,
dapat terjadi transmisi hingga 90% pada ibu dengan hepatitis B
surface antigen (HBsAG) positif dan hepatitis B e antigen (HBeAg)
positif tanpa immunoprophylaxis5,6. Di Indonesia sendiri presentase ibu
hamil dengan HBsAg reaktif pada tahun 2017 adalah 2,21%, kejadian
tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat (6,15%)9.

2.1.3. Transmisi Ibu ke Bayi (MTCT)

MTCT dari HBV dapat terjadi pada 3 tahapan yaitu pada saat
intrauterine, peripartum dan postpartum11. Faktor utama penularan
adalah viral load dan aktifitas replikasi virus. Viral load yang tinggi
ditandai dengan hitung jumlah >20 juta IU/mL melalui pemeriksaan
kuantitatif HBV DNA. Aktifitas replikasi virus yang tinggi dapat
dilihat dari hasil positif pada pemeriksaan HBeAg atau peningkatan
alanine aminotransferase dan viral load > 20000 IU/mL6.

Kontraksi uterus yang berkepanjangan, persalinan preterm dan


aborsi dapat mengganggu keutuhan plasenta yang dapat menyebabkan
tranfusi mikro fetal-maternal yang menjadi risiko utama dari MTCT,
risiko MTCT pada HBV meningkat berhubungan dengan kebocoran
plasenta tindakan amniosintesis maupun prosedur invasive dapat
menjadi faktor terjadinya MTCT11. Berdasarkan penelitian dari 624 ibu
dengan 63 diantaranya menjalani amniosintesis ditemukan
peningkatan MTCT signifikan dengan odds ratio 22,3 dan confidence
interval 95%11.

Ayoub (2016)10 dan Tran (2016)14 melaporkan bahwa persalinan


dengan tindakan sectio caesaria memiliki risiko MTCT 17,5% lebih
rendah dibandingkan dengan persalinan pervaginam10,14. Meskipun
demikian, tindakan sectio caesaria tidak dianjurkan jika hanya untuk
menekan transimisi vertical HBV10. Pada ibu dengan HBV DNA yang
rendah (<1.000.000 copies/mL) metode persalinan tidak memiliki
pengaruh terhadap risiko MTCT14.

HBsAg, HBeAg dan HBV DNA diekskresi di dalam ASI, tetapi


risiko transmisi melalui ASI sangat rendah pada bayi yang
mendapatkan imumunoprophylaxis14. Pada bayi yang tidak menerima
imunisasi, penularan melalui ASI juga tidak meningkatkan risiko
transmisi secara signifikan10. Pemberian ASI perlu dihindari jika
ditemukan perlukaan atau perdarahan pada puting susu10. Tidak ada
bukti yang menunjukkan adanya risiko tambahan penularan melalui
ASI11.

2.1.4. Diagnosis (Screening)

American Congress of Obstetrics and Gynecology memberikan


rekomendasi untuk melakukan pemeriksaan HBsAg dan surface
antibody pada pemeriksaan awal semua ibu hamil. Hasil negative dari
peremeriksaan dapat dimulai untuk pemberian vaksinasi HBV10. Di
Indonesia sejak tahun 2015 dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis
B (DDHB) pada ibu hamil di layanan puskesmas dan jaringannya,
pemeriksaan dilakukan dengan tes cepat atau Rapid Diagnostic Tet
(RDT) HBsAg9. HBsAg positif dapat ditemukan pada infeksi hepatitis
B akut maupun kronik, tetapi lebih banyak ditemukan pada infeksi
kronis di populasi asimptomatik11. Jika ditemukan hasil positif HBsAg
maka dilakukan pemeriksaan kuantitatif untuk mengkonfirmasi infeksi
pada kehamilan 28 minggu bersamaan dengan pemeriksaan status
HBeAg dan tingkat alanin aminotransferase (ALT)10. Pemeriksaan
lanjutan juga dilakukan untuk menentukan terapi yang perlu dilakukan,
viral load >20.000IU/mL, ALT>19 IU/mL atau HBeAg positif
merupakan indikasi untuk dilakukan rujukan atau konsultasi ke
spesialis dan dimulai untuk pemberian tatalaksana10,11.

2.1.5. Tatalaksana

Selama dua dekade terakhir World Health Organization (WHO)


menggunakan strategi program pemberian immunoprohylaxis pada
bayi yang dilahirkan ibu dengan HBV dalam 24 jam setelah lahir
dengan atau tanpa Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg) dilanjutkan
dengan vaksinasi HBV dalam 6 bulan15. Pemberian vaksinasi dan
HBIg angka transmisi ibu ke bayi dapat ditekan dari 90% menjadi
10%6. Immunoprophylaxis dengan HBIg dan vaksin HBV setelah
persalinan telah menjadi pilihan saat ini, akan teteapi cara ini ternyata
30% gagal dalam pencegahan MTCT10.

American College of Gastroenterology (ACG) merekomendsikan


pemberian antiviral pada ibu dengan viremia tinggi (HBV DNA > 10 7
log copies/mL) dimulai pada minggu ke 28-32 10. Pemberian
telbivudine 600mg/hari pada usia kehamilan 20-32 minggu
menunjukkan penurunan viral load dan tidak ditemukan transmisi
fetal10. Lamberth (2015)6 melaporkan pemberian lamivudine
150mg/hari yang dimulai pada usia kehamilan 34minggu menunjukkan
hanya 12,5% bayi yang memiliki HBsAg positif saat diperiksa di usia
12bulan6. Pada wanita hamil dengan infeksi HBV kronik, pemberian
terapi antiviral oral berupa lamivudine, telbivudine, dan tenofovir
menurunkan angka transmisi HBV DNA sebanyak 70%, dilihat dari
hasil HBsAg dan HBV DNA bayi usia 6-12 bulan 5. Transmisi perinatal
berkurang menjadi 0% dengan pemberian lamivudine dan menjadi 2%
dengan pemberian tenofovir dibandingkan tanpa pemberian antiviral
(20%)14.

2.2. Hepatitis C

2.2.1. Definisi

Hepatitis C merupakan penyakit berupa peradangan pada hepar


yang disebabkan oleh infeksi virus RNA Hepatitis C virus (HCV).
Virus HCV adalah virus rantai tunggal RNA dari familia flaviridae dan
menular melalui darah terinfeksi, kontak sexual dan transmisi vertical
dari ibu ke bayi8. Infeksi HCV terbagi menjadi akut dan kronik.
Hepatitis C akut biasanya asimptomatik dan tidak mengancam jiwa,
biasanya sembuh tidak lebih dari 6 bulan, sedangkan Hepatitis C
kronik dapat bersifat mengancam jiwa dan terutama meningkatkan
risiko terjadinya sirosis dan kanker hepar menjadi 75%3,16,17.

2.2.2. Epidemiologi

Lebih dari 184 juta orang terinfeksi virus hepatitis C pada tahun
2017 dan diperkirakan terdapat 3,5 juta yang terinfeksi HCV secara
kronis.16,18 Sebanyak 1-8% dari seluruh wanita hamil di dunia
mengalami infeksi HCV7,17,19. Ditemukan juga 5 kali lipat peningkatan
pada tahun 2011 dari tahun 1998 wanita hamil yang secara spesifik
terinfeksi HCV. Peningkatan yang ditemukan juga secara parallel pada
infeksi HCV anak terurtama usia 2-3 tahun menunjukkan transmisi
perinatal HCV18.
2.2.3. Transmisi Ibu ke Bayi (MTCT)

Transmisi vertical ditujukan pada kejadian transmisi dari ibu ke


bayi pada saat kehamilan, persalinan, maupun periode neonatal.
Sampai saat ini transmisi vertical merupakan penybab utama
terjadinya infeksi HCV pada anak7,17. Risiko transmisi vertical dari ibu
dengan HCV kronis sebesar 5,8% dan meningkat 2 kali lipat bila
disertai dengan koinfeksi HIV17. Hal yang cukup mempengaruhi
transmisi vertical adalah viral load (VL) maternal, 86% dari anak yang
terinfeksi HCV lahir dari ibu dengan VL>600.000IU/ml20.

Satu per tiga hingga setengah kejadian transmisi ibu ke anak


terjadi di dalam rahim pada bulan terakhir kehamilan, dan sisanya
terjadi pada bulan terakhir kehamilan maupun saat persalinan 7. Risiko
penularan tertinggi terjadi pada saat persalinan20. Pada masa kehamilan
plasenta merupakan barrier antara ibu dan janin yang mencegah
kontak, tetapi pada saat persalinan kontraksi uterus dapat
mengakibatkan kontak darah antara ibu dan janin 20. Kushner (2019)18
melaporkan dari 54 anak terinfeksi HCV, 17 diantaranya memiliki
hasil positif saat diperiksa dalam 3 hari kehidupan, menunjukkan
infeksi terjadi intrauterine, 37 memiliki hasil pemeriksaan HCV
negatif pada 3 hari kehidupan tetepi 27 menjadi positif HCV saat
diperiksa di usia 3 bulan, menunjukkan infeksi terjadi di akhir
intrauterine atau intrapartum18.

Beberapa aspek pada proses persalinan mempengaruhi terjadinya


MTCT, termasuk internal fetal monitoring, episiotomi, dan ruptur
membran yang berkepanjangan atau ketuban pecah dini7,17. Ketuban
pecah lebih dari 6 jam meningkatkan risiko terjadinya transmisi
vertical7,17. Hughes (2017)7 dan Page (2017)17 melaporkan durasi
median ketuban pecah pada ibu yang mentransmisi HCV lebih panjang
(28 jam) dibandingkan yang tidak mentransmisi HCV (16 jam) 7,17.
Tindakan monitoring internal juga meningkatkan risiko terjadinya
transmisi vertical, dan dilakukannya episiotomy juga sangat
berhubungan dengan terjadinya peningkatan dari kejadian transmisi
vertical7,17,19. Metode persalinan, baik pervaginam maupun
perabdominal atau sectio caesaria tidak menunjukkan adanya
perbedaan signifikan pada terjadinya penularan atau transmisi vertical
HCV7,16,17,18. Meskipun persalinan pervaginam mengalami
perpanjangan lamanya ketuban pecah dibandingkan sectio caesaria
tetapi tetap tidak menunjukkan perbedaan yang signifika19.

Infeksi postpartum sangat jarang terjadi, transmisi HCV tidak


terjadi melalui kontak memeluk, mencium atau melalui ASI20.
Pemberian ASI tidak termasuk dalam risiko penularan16,17,18.

2.2.4. Diagnosis (Screening)

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)


dan Centres for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan
rekomendasi panduan saat ini untuk melakukan screening HCV
berdasarkan risiko pada ibu hamil, tetapi hal ini tidak dapat mencakup
seluruh ibu hamil dengan HCV8,17. Ratio ditemukannya HCV pada ibu
hamil yang rendah merujuk pada pertanyaan tentang HCV yang
bertujuan untuk screening tidak ditanyakan pada pasien, maka dari itu
diperlukan adanya screening secara universal untuk infeksi HCV21.
Pemeriksaan dilakukan dengan menilai anti-HCV antibody yang
biasanya timbul 2-6 bulan setelah paparan, jika hasil positif maka
dilakukan pemeriksaan HCV RNA, biasanya muncul di darah dan
mengindikasikan infeksi aktif dapat terdeteksi 1-3 minggu setelah
paparan7,17. Pada wanita hamil yang sudah dikonfirmasi memiliki
infeksi HCV aktif dilakukan penilaian HCV secara kuantitatif untuk
menilai viral load. Pemeriksaan lanjutan lain untuk menentukan
tatalaksana adalah pemeriksaan ALT dan aspartate aminotransferase,
bilirubim, prothrombin time, albumin, dan hitung platelet17.

2.2.5. Tatalaksana

Sampai saat ini tidak ada terapi antiviral yang direkomendasikan


untuk infeksi HCV pada wanita hamil7. Meskipun direct acting
antiviral (DAA) memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan regimen interferon-based belum ada penelitian dari efek
generasi kedua DAA pada kehamilan7. Ribavirin yang merupakan
pilihan terapi HCV memiliki kategori X untuk kehamilan karena
terbukti memberikan efek embriosidal dan terotgen. Wanita maupun
pasangan prianya yang mengkonsumsi Ribavirin disarankan untuk
menunda kehamilan selama 6 bulan setelah berhenti pengobatan 17.
Setiap wanita yang memiliki infeksi HCV saat kehamilan sebaiknya
dirujuk ke bagian hepatologi, pada kebanyakan kasus pemberian terapi
antivirus ditunda hingga kehamilan selesai17. Penatalaksanaan HCV
dengan interferon dan ribavirin selama kehamilan tidak disarankan,
tetapi terapi interferon-free drug untuk HCV memiliki potensi untuk
digunakan pada kehamilan7. Kombinasi pegylated interferon alpha dan
ribavirin tidak digunakan pada populasi ibu hamil karena terbukti
memiliki efek pada pertumbuhan janin dan teratogenitas 21. Konsep
tatalaksana HCV pada kehamilan membutuhkan pertimbangan
keuntungan dan kerugian untuk ibu dan bayi, penggunaan DAA masih
belum memiliki data keamanan yang cukup18.
BAB III

KESIMPULAN

Hepatitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada sel-sel hati atau
hepar. Dapat disebabkan oleh konsumsi obat-obatan, konsumsi alkohol atau lemak
yang berlebihan, dan proses autoimun, tetapi penyebab tersering dari Hepatitis adalah
karena infeksi virus. Terdapat 5 jenis virus Hepatitis yaitu Hepatitis A, B, C, D, dan
E. Hepatitis A dan E ditularkan secara fecal-oral sedangkan Hepatitis B, C dan D
ditularkan melalui kontak darah yang terkontaminasi virus. Hepatitis B dan C dapat
ditularkan secara vertical atau dari ibu ke bayi, sedangkan Hepatitis D berupa
superinfeksi yang terjadi pada infeksi kronis dari Hepatitis B.

MTCT atau mother to child transmission merupakan penyebab tersering


terjadinya infeksi kronis dari hepatitis C maupun hepatitis B. Infeksi kronis dari HBV
dan HCV dapat memberikan komplikasi serius dari sirosis hati sampai HCC atau
kanker hati. Strategi tatalaksana infeksi HBC dan HCV bertujuan untuk menurunkan
angka transmisi vertical atau MTCT, dimulai dari screening pada ibu hamil,
pengobatan selama kehamilan, proses melahirkan, hingga pemberian imunisasi pada
neonatus.

Sampai saat ini sudah dilakukan screening secara menyeluruh infeksi HBV
pada ibu hamil. Tujuannya adalah untuk menentukan rencana pengobatan, persalinan
dan pemberian vaksinasi pada bayi yang lahir. Pengobatan HBV pada ibu hamil dapat
dilakukan dengan pemberian antiviral telbivudine 600mg/hari dimulai pada usia
kehamilan 20-32 minggu atau lamivudine 150mg/hari dimulai pada usia kehamilan
34 minggu. Persalinan section caesaria menurunkan angka MTCT 17,5% tetapi tidak
menjadi keharusan untuk dilakukan section caesaria pada setiap kehamilan dengan
infeksi HBV. Bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV tetap diperbolehkan untuk
mendapatkan ASI.
Infeksi HCV pada ibu hamil sampai saat ini masih belum mendapat perhatian
khusus. Screening infeksi HCV untuk ibu ibu hamil tidak dilakukan secara universal
dan hanya berdasarkan tingkat risiko. Belum ada antiviral yang terbukti aman untuk
diberikan pada ibu hamil. Ibu dengan HCV positif dan mendapatkan pengobatan
dengan Ribavirin disarankan untuk menunda kehamilan selama 6 bulan setelah
berhenti pengobatan. Tindakan section caesaria tidak terbukti menurunkan angka
kejadian MTCT. Pemberian ASI dinyatakan tidak menjadi risiko pada penularan
HCV dari ibu ke bayi.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Hepatitis. 2018.


2. Infodatin. Situasi dan Analisis Hepatitis. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. 2014.
3. Palavi K, Sravani D, Durga PN. Hepatitis : A Review on Current and Future
Scenario. Journal of In Silico & In Vitro Pharmacology. 2017.
4. Butt AS. Epidemiology of Viral Hepatitis and Liver Disease in Pakistan.
Euroasian Journal of Hepato-Gastroenterology. 2015.
5. Brown RS, McMahon BJ, Lok A. Antiviral Therapy in Chronic Hepatitis B
Viral Infection During Pregnancy: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Official Journal of The American Association for The Study of Liver Disease.
Hepatology 2016;63:319-333.
6. Lamberth JR, Reddy SC. Chronic Hepatitis B Infection in Pregnancy. World
Journal of Hepatology. 2015;7(9):1233-1237.
7. Hughes BL, Page CM. Hepatitis C in Pregnancy: Screening, Treatmentm and
Management. Society for Maternal-Fetal Medicine. 2017.
8. Waruingi W, Mhanna MJ. Hepatitis C Virus Universal Screening Versus Risk
Based Selective Screening During Pregnancy. Journal of Neonatal-Perinatal
Medicine. 2015.
9. Infodatin. Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia Tahun 2017. Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2017.
10. Ayoub WS, Cohen E. Hepatitis B Management in The Pregnant Patient: An
Update. Journal of Clinical and Transitional Hepatology. Vol 4. 241-247.
2016.
11. Chamroonkul N, Piratvisuth T. Hepatitis B During Pregnancy in Endemic
Areas: Screening, Treatment, and Prevention Mother to Child Transmission.
Springer International Publishing Switzerland. 2017.
12. World Health Organization. Global Hepatitis Report 2017.
13. Pan CQ, Duam Z, Dai E. Tenofovir to Prevent Hepatitis B in Mothers with
High Viral Load. The New England Journal of Medicine. 2016;374:2324-34.
14. Tran TT. Hepatitis B in Pregnancy. Infectious Disease Society of America.
2016.
15. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Global Routine
Vaccination Coverage-2012. 2013;62:858-61.
16. Post JJ. Updates on Hepatitis C and Implications for Pregnancy. Obstetric
Medicine. 2017.
17. Page CM, Hughes BL. Hepatitis C in Pregnancy: Review of Current
Knowledge and Updated Recommendations for Management. Obstetrical and
Gynecological Survey. Vol 72. 2017.
18. Kushner T, Terrault NA. Hepatitis C in Pregnancy: A Unique Opportunity to
Improve the Hepatitis C Cascade of Care. Hepatology Communications. Vol 3
No 1. 2019.
19. Dibba P, Cholankeril R, Li AA. Hepatitis C in Pregnancy. Diseases. 2018.
20. Gamez JAM, Salmeron J, Extremera AR. Hepatitis C During Pregnancy,
Vertical Transmission and New Treatment Possibilities. Elsevier. 2016.
21. Jhaveri R, Broder T, Bhattacharya D. Universal Screening of Pregnant Women
for Hepatitis C: The Time is Now. Infectious Disease Society of America.
2018.

Anda mungkin juga menyukai