Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI
DIRUANG SARAF RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

A. KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE


1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh baik yang melalui ginjal berupa urine maupun melalui
gastrointestinal yang berupa fekal.
Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan hemeostatis melalui
pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme
tersebut terbagi kedalam dua jenis, yaitu sampah yang berasal dari
saluran cerna yang dibuang sampai feses (nondigestiblewaste) serta
sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui
saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O, Eliminasi terbagi atas
dua bagian utama, yaitu eliminasi fekal (buang air besar/BAB) dan
eliminasi urine urine (BAK).

2. Anatomi
1. Ginjal
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut
atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas(superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal dibungkus
oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.
Ginjal menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk
urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Bagian ginjal terdiri
atas nefron, yang merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah
kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam
bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung
kemih.

Fungsi ginjal:

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau


racun,
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5
cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:

1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)


2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik
yang mendorong urin masuk kedalam kandung kemih.

3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini


berbentuk seperti buah pir(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis
di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:

1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).


2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

4. Uretra

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria


yang berfungsi menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar.
Adanya sfingter uretra interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan urine dapat keluar serta sfingter uretra eksterna
memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol.

Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan:

1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika


urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
uretra menjaga agar uretra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.

3. Etiologi
1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine. Protein dan natrium dapat menentukan
jumlah urine yang dibentuk. Selain itu minum kopi dapat
meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons bagaimana awal berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria,
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya toilet.
4. Stress psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan
beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang
lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan
bertambahnya usia.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti
diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya
memiliki kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal.
10. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran
urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anstesi sehingga menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya
pemberian obat diuretic dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan obat antikolinergik dan anti hipertensi dapat
menyebabkan retensi uine.
13. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asupan
sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan sisteskopi
dapat menimbulkan edema local pada uretra.

4. Patofisiologi
Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat
bervariasi antara 0.5-2 ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih
dikontrol oleh gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150 detik.
Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan frekuensi peristaltik dan
stimulasi simpatis menurunkan frekuensi. Banyaknya aliran urine pada
uretra dipengaruhi oleh adanya refleks uretrorenal. Refleks ini diaktifkan
oleh adanya obstruksi karena konstriksi arterior aferen yang berakibat
pada penurunan produksi urine, demikian juga pada obstruksi ureter
karena batu ureter.

Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih.


Jika ada 30-50 ml urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding
kandung kemih. Makin banyak urine yang terkumpul, makin besar pula
tekanannya. Peningkata tekanan akan menimbulkan refleks peregangan
oleh reseptor regang sensoris pada dinding kandung kemih kemudian
dihantarkan ke medula spinalis segmen salkralis melalui nervus pelvikus
dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih untuk
menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi.

Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai


kontraksi yang kuat, kemudian refleks akan melemah dan menghilang
sehingga refleks berkemih berhenti. Hal ini menyebabkan kandung kemih
berelaksasi. Sementara itu, jika terjadi kontraksi yang kuat, maka akan
menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika penghambatan sinyal konstriktor volunteer ke
sfingter eksterna di otak kuat, maka terjadilah proses berkemih.
5. Pathway

6. Tanda dan gejala


1. Gangguan eliminasi urine
- Dorongan berkemih
- Urgensia
- Sering berkemih
- Hesitancy (keraguan)
- Nokturia
- Enuresis
- Distensi kandung kemih
- Inkontinensia
2. Inkontinesia fungsional
Inkontinensia sebelum atau selama usaha mencapai toilet,
ketidakmampuan individu untuk mencapai toilet tepat waktu untuk
berkemih yang menyebabkan pengeluaran urine yang tidak disengaja.
3. Inkontinensia urine refleks
- Kontraksi kandung kemih yang tidak dihambat
- Refleks involunter yang menimbulkan berkemih spontan
- Kehilangan sebagian atau menyeluruh sensasi penuhnya kandung
kemih atau dorongan berkemih
4. Inkontinensia stress
Terjadi peningkatan tekanan abdominal akibat berdiri, bersin, batuk,
berlari atau mengangkat benda berat.
5. Inkontinensia kontinu
- Aliran urine terus-menerus tanpa distensi
- Nokturia lebih dari 2 kali selama tidur
- Inkontinensia berulang pada terapi lain
- Tidak menyadari isyarat kandung kemih untuk berkemih
6. Inkontinensia urgensia
Tergesa-gesa untuk berkemih yang diikuti oleh inkontinensia.

7. Klasifikasi
1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan
kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensia vesika urinaria atau
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap.
2. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk menetap unttuk mengontrol
ekskresi urine. Secara umum penyebab dari inkontinensia urine
adalah proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat,
serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik.
3. Enuresis
Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis
terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada
malam hari.
4. Perubahan pola eliminasi urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi
anatomis, kerusakan motorik, sensorik, dan infeksi saluran kemih.
Perubahan pola eliminasi urine terdiri atas:
- Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya
jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu
tekanan asupan cairan dapat disebabkan sistisis. Frekuensi tinggi
dapat ditemukan juga pada keadaan stress/hamil.

- Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil
memiliki kemampuan yang buruk dalm mengontrol sphincter
eksternal. Biasanya perasaan ingin segera berkemih terjadi pada
anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada
sphincter.
- Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini
sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma,
dan struktur uretra.
- Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar
oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya,
ditemukan pada penyakit diabetes.
- Urinari Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie oleh ginjal
secara mendadak.

8. Penatalaksaan

1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan.

2. Menolong buang air kecil menggunakan urinal dan pispot


merupakan tindakan keperawatan dengan membantu pasien yang
tidak dapat BAK sendiri ke kamar kecil dan pada pasien bedres
3. Melakukan kateterisasi, merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memasukan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan eliminasi.

4. Menggunakan kondom kateter, merupakan tindakan keperawatan


dengan cara memberikan kondom kateter pada pasien yang tidak
mampu mengontrol berkemih.

9. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urine

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan
a. Pola berkemih pasien.
b. Gejala dari perubahan berkemih dan sejak kapan, lamanya.
c. Faktor yang memengaruhi berkemih dan usaha yang dilakukan
selama mengalami masalah eliminasi urine.
2. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan umum pasien seperti ekspresi wajah, pasien gelisah,
atau menahan sakit.
b. Keadaan kulit
Kulit kering, mukosa mulut kering, turgor kulit kurang, lidah
menjadi kering, tanda kekurangan cairan. Kulit berkeringat, basah
dapat disebabkan karena pasien menahan nyeri saat berkemih. Kaji
adanya edema atau asites mungkin terjadi.
c. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi kandung
kemih, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, dan bising usus.
d. Genitalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, dan keadaan
atrofi jaringan vagina.
e. Genitalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, dan adanya pembesaran
skrotum
3. Intake dan output cairan
a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24jam)
b. Kebiasaan minum dirumah
c. Intake; cairan infus, oral, makanan, NGT
d. Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan
e. Output urine dari urinal, kantong urine, drainase ureterostomi, dan
sitostomi
f. Karakteristik urine; warna, kejernihan, bau dan kepekatan.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1. Warna (normalnya jernih kekuningan)
2. Penampilan (normalnya jernih)
3. Bau (normalnya beraroma)
4. pH (normalnya 4,5-8,0)
5. berat jenis (normalnya 1,005-1,030)
6. glukosa (normalnya negatif)
7. keton (normalnya negatif)
b. Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine: inkontinensia (NANDA, 2012-2014)
Definisi: kondisi dimana seseorang tidak mampu mengendalikan
pengeluaran urine, (NANDA, 2012)
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Gangguan neuromuskular
b. Spasme kandung kemih
c. Trauma pelvis
d. Infeksi saluran kemih
e. Trauma medula spinalis
Kemungkinan data yang ditemukan:
a. Inkontinensia
b. Keinginan berkemih yang segera
c. Sering ke toilet
d. Menghindari minum
e. Spasme kandung kemih
f. Setiap berkemih kurang dari 100ml atau lebih dari 550ml
Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4jam
b. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine
c. Klien berkemih dalam keadaan rileks

Intervensi Rasional
1. Identifikasi faktor penyebab 1. Beberapa faktor yang
inkontinensia menyebabkan inkontinensia
diantaranya penurunan kesadaran,
proses penuaan, gangguan fungsi
saraf, dan kelemahan sfingter
uretra.
2. Monitor frekuensi, volume, warna, 2. Mengidentifikasi jenis
bau dan nyeri saat miksi, serta pola inkontinensia seperti stres atau
miksi urgensi
3. Lakukan pengaturan minum pasien 3. Melatih pola berkemih dengan
secara berpola mengatur produksi urine
4. Lakukan bladder training secara 4. Bladder training bertujuan melatih
berkala menahan dan menguatkan
kontraksi otot kandung kemih
5. Lakukan latihan kegel 5. Latihan kegel bertujuan
menguatkan otot panggul dan
pelvis sehingga dapat melatih
kemampuan berkemih
6. Anjurkan pasien untuk tidak 6. Kopi dapat meningkatkan stimuli
mengkonsumsi kopi atau minum berkemih
yang mengandung soda
7. Kolaborasi dengan tim medis 7. Mempermudah dalam pengaturan
dalam pemasangan dower atau pengeluaran urine
intermitten kateter

2. Retensi urine (NANDA, 2012-2014)


Definisi: kondisi dimana seseorang tidak mampumengosongkan kandung
kemih secara tuntas. (NANDA, 2012)
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Obstruksi mekanik
b. Pembesaran prostat
c. Trauma
d. Pembedahan
e. Kehamilan
Kemungkinan data yang ditemukan:
a. Tidak tuntasnya pengeluaran urine
b. Distensi kandung kemih
c. Hipertrofi prostat
d. Kanker
e. Infeksi saluran kemih
f. Pembedahan besar abdomen
Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut
a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran kandung kemih setiap 4 jam
b. Tanda dan gejala retensi urine tidak ada
Intervensi Rasional
1. Identifikasi faktor penyebab 1.Beberapa faktor yang
retensi urine menyebabkan retensi urine deperti
obstruksi saluran kemih, batu ginjal,
atau striktur uretra
2. Monitor frekuensi, volume, 2.Mengidentifikasi derajat retensi
warna, bau dan nyeri saat miksi, urine
serta pola miksi
3. Monitor keadaan distensi 3.Retensi urine menyebabkan
bladder setiap 4jam didtensi kandung kemih
4. Tanyakan kepada pasien 4.Mengetahui jenis obstruksi
bagaimana pancaran miksi apakah total atau parsial
5. Lakukan pengaturan minum 5.Melatih pola berkemih dengan
pasien secara berpola mengatur produksi urine
6. Lakukan latihan bladder training 6.Bladder training bertujuan melatih
secara berkala menahan dang menguatkan
kontraksi otot kandung kemih
7. Monitor intake dan output 7.Mengetahui keseimbangan cairan
cairan
8. Anjurkan pasien untuk tidak 8.Kopi dapat meningkatkan stimuli
mengonsumsi kopi atau minum berkemih
yang mengandung soda
9. Kolaborasi dengan tim medis 9.Mempermudah dalam
dalam pemasangan dower atau penegluaran urine
intermitten kateter
10. Kolaborasi dengan tim medis 10.Mengatasi penyebab retensi
dalam perencanaan penanganan urine, misalnya karena hipertropi
penyebab retensi urine, seperti prostat, batu ginjal membutuhkan
tindakan operasi atau sitostomi. tindakan operasi

Anda mungkin juga menyukai