Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA DARI LAHAN PERTANIAN

DRINKING WATER TRANSMISSION SYSTEM


AND RESERVOIR CAPACITY
Evi Fadhilah1 , Nadia Putri Maulina2 , Irham Sahana3 , Ihlus Fardan4
Rabu 07.30 – Kelompok 6
1,2,3,4)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga Kampus IPB
Email: nputrimaulina@gmail.com

Abstrak : Emisi gas rumah kaca dari lahan pertanian perlu dianalisis. Hal tersebut karea
Indonesia yang merupakan negra agraris. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
berupa data pengukuran CH4 dan N2O dan data produksi/panen masing-masing sistem irigasi.
Langkah awal praktikum ini yakni besarnya emisi gas rumah kaca pada setiap periode tanam
pada masing-masing sistem irigasi (RT, RK, RB) dicari terlebih dahulu dengan rumus yang telah
ditentukan. Selanjutnya dilakukan perhitungan total emisi, faktor emisi, dan global warming
potential pada masing-masing sistem irigasi. Hasil analisis tersebut menyatakan bahwa suatu
lahan pertanian memiliki kadar emisi yang berbeda tergantung pada system irigasi. CH4 paling
banyak dihasilkan pada system irigasi rezim bsah (RB) yaitu total fluks sebesar 3670.059 selama
satu musim tanam. Begitu pula pada emisi N2O, rezim basah menghasilkan emisi paling besar
yaitu total fluks selama 1 musim tanah 21142.064.
Kata kunci : Emsi, irigasi, rumah kaca

Astrack : Greenhouse gas emissions from agricultural land need to be analyzed. This is
because Indonesia is an agrarian country. The tools and materials used in this lab are
CH4 and N2O measurement data and production / harvest data of each irrigation system.
The first step of this lab is the amount of greenhouse gas emissions in each planting
period in each irrigation system (RT, RK, RB) is searched in advance with the
predetermined formula. Furthermore, the calculation of total emissions, emission factors,
and global warming potential in each irrigation system. The results of the analysis
indicate that an agricultural land has different emission levels depending on the
irrigation system. CH4 is most generated in the regimental regime irrigation system (RB)
ie total flux of 3670,059 during one planting season. Similarly, in the emission of N2O,
the wet regime produces the greatest emission that is the total fluks for 1 seasons of land
21142.064.
Keywords : Emission, irrigation, greenhouse

PENDAHULUAN
Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat
dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya
gas-gas rumah kaca dominan yang ditimbulkan oleh industri-industri. Peningkatan
konsentrasi gas-gas rumah kaca ini menimbulkan efek pemantulan dan
penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang
diemisikan oleh permukaan bumi sehingga terpantul kembali ke permukaan bumi
(Susandi dkk 2012). Gas rumah kaca (GRK) sendiri merupakan istilah kolektif
untuk gas-gas yang memiliki efek rumah kaca, seperti klorofluorokarbon (CFC),
karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), ozon (O3) dan uap
air (H2O) (Suprihatin dkk 2008).
Peningkatan gas rumah kaca sendiri sebenarnya disebabkan oleh kegiatan
manusia dalam memproduksi gas rumah kaca (GRK) yang lebih besar dari
kemampuan lingkungan untuk memperbaiki dirinya. Secara alami, GRK dapat
didaur ulang oleh lingkungan sehingga jumlahnya seimbang. Oleh adanya
kegiatan manusia, GRK yang dihasilkan melebihi kemampuan lingkungan untuk
mendaur ulang sehingga GRK terkumpul di atmosfir. Peningkatan emisi gas CO2,
CH4 dan N2O di atmosfir menyebabkan berbagai masalah antara lain terjadinya
perubahan sifat iklim yang berdampak pada perubahan cuaca. Sebenarnya,
mitigasi terhadap emisi GRK dapat dilakukan diantaranya berupa peningkatan
hygienis lingkungan, substitusi pupuk buatan, reduksi deforestasi hutan dan
reklamasi tanah. Disamping itu, reduksi CO2, CH4 and N2O dapat dilakukan
dengan memanfaatkan teknologi biogas, dan akan berdampak terhadap reduksi
limbah organik yang menyebabkan pengaruh negatif pada lingkungan jika
dibuang tanpa pengaturan pengendalian (Herawati 2012).

METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2017 pada
pukul 17.30-10.00 WIB bertempat di Laboratorium Kualitas Udara dan
Kebisingan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini berupa data pengukuran CH4 dan N2O dan data produksi/panen
masing-masing sistem irigasi. Langkah awal praktikum ini yakni besarnya emisi
gas rumah kaca pada setiap periode tanam pada masing-masing sistem irigasi (RT,
RK, RB) dicari terlebih dahulu dengan rumus yang telah ditentukan. Selanjutnya
dilakukan perhitungan total emisi, faktor emisi, dan global warming potential
pada masing-masing sistem irigasi. Berikut ini merupakan bagan alir proses
perhitungan emisi gas rumah kaca. Rumus yang digunakan dalam praktiδkum ini
yaitu persamaan (1), persamaan (2), dan persamaan (3).

𝛿𝐶 𝑉 𝑚𝑊 273.2
𝐸= × × × .......................................................(1)
𝛿𝑡 𝐴 𝑚𝑉 273.2+𝑇
Keterangan:
E: flux GRK CH4/N2O (mg/m²/menit)
𝛿𝐶
: perbedaan konsentrasi gas per waktu
𝛿𝑡
V: volume chamber box (mᶟ)
A: luas chamber box (mᵌ)
mW: berat molekul GRK
mV: volume molekul GRK
T: suhu didalam chamber box (C⁰)

𝑏 𝑏−𝑎 𝑎+𝑏
∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≈ 6 �𝑓(𝑎) + 4 𝑓 � 2 � + 𝑓(𝑏)� ..................................(2)
Keterangan:
b-a: interval pengukuran (hari)
a: waktu pengukuran ke-a
b: waktu pengukuran ke-b
f(a): nilai emisi gas rumah kaca pada waktu ke-a
f(b): nilai emisi gas rumah kaca pada waktu ke-b

GWP = 25CH4 + 298N2O....................................................................(3)


Mulai

Emisi gas rumah kaca dihitung dengan menggunakan rumus

Kemudian tabel emisi gas rumah kaca CH4 dan N2O dibuat pada masing-masing
hari pengukuran

Selanjutnya grafik emisi gas rumah kaca dibuat dimana sumbu x adalah hari
setelah tanam, sumbu y adalah emisi dari tabel untuk masing-masing sistem
irigasi

Total emisi gas rumah kaca dihitung dengan menggunakan persamaan

Global warming potential ditentukan dengan menggunakan persamaan

Faktor emisi dihitung dengan membagi nilai GWP masing-masing sistem irigasi
dengan produksi

Nilai total emisi, GWP dan faktor emisi dibandingkan pada masing-masing
sistem irigasi

selesai
Gambar 1 Diagram alir praktikum Analisi Gas Rumah Kaca pada Lahan Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Selama dua abad terakhir telah terjadi peningkatan suhu atmosfer di bumi
sehingga mengakibatkan beberapa bencana, salah satunya 'El Nino'. Kenaikan
suhu yang diprediksi oleh 'Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)'
pada akhir tahun 2100 akan mencapai 1-3.50 C (IPCC 1992). Hal ini disebabkan
oleh terakumulasinya gas rumah kaca (CO2, CFCs, N2O, CH4) di atmosfer
sehingga menghambat pantulan radiasi matahari (inframerah) dari permukaan
bumi ke luar angkasa. Sebagai gambaran, kenaikan gas metana sebanyak 1.3 ppm
CH4, dapat meningkatkan suhu atmosfer sebesar 10 C (Neue 1993). Saat ini
sumber utama emisi gas metana berasal dari padi sawah, karena padi
menghasilkan emisi gas metana cukup tinggi, yaitu antara 20 – 100 Tg CH4/tahun
(IPCC 1992). Indonesia, yang memiliki 10.6 juta hektar padi sawah, diperkirakan
menyumbang sekitar 1 % dari total emisi gas metana global (Neue 1993).
Emisi metan secara global diduga 420-620 Tg/tahun dan konsentrasinya
meningkat 1% (IPCC 1992). Sedangkan emisi gas N2O terus mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya penggunaan pupuk urea untuk memacu
peningkatan produksi padi. Emisi gas CO2, CH4 dan N2O masing – masing
menyumbang 55%, 15% dan 6% dari total efek rumah kaca (Mosier et al. 1994).
Walaupun sumbangan gas N2O terhadap atmosfer rendah, namun gas N2O di
atmosfer sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal sampai 150 tahun (Cicerone
1989).
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer saat ini terus menjadi
perhatian serius dari masyarakat global. Pembakaran energi fosil karbon dan
konversi hutan hujan tropis menjadi sorotan utama penyebab pelepasan gas rumah
kaca (radiatively active gases) seperti CO2, CH4, dan N2O. Barchia (2006)
menyatakan bahwa, kebakaran lahan gambut pada tahun 1997 di Indonesia
menghasilkan emisi karbon sebesar 156.3 juta ton atau 75 persen dari total emisi
karbon dan 5 juta ton partikel debu. Kemudian informasi ini diperbaharui dimana
pada tahun 2002 diketahui bahwa jumlah karbon yang dilepaskan selama
terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 adalah sebesar 2.6 milyar
ton. Apabila lahan gambut yang merupakan tempat akumulasi karbon (carbon
reservoir) yang tersimpan selama ribuan tahun, kemudian dikelola dengan tidak
bijaksana. Laju pelepasan CH4, dan CO2 meningkat sehingga dapat berimplikasi
pada peningkatan pemanasan global.
Tidak hanya itu, emisi gas rumah kaca juga dihasilkan dari lahan
persawahan. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dalam produksi padi sangatlah
7 unik. Selain memproduksi gas metana yang berasal dari peruraian bahan
organik, produksi padi juga menghasilkan karbondioksida (CO2) yang muncul
dari pembakaran sisa tanaman padi. Usaha tani padi juga memproduksi dinitro
oksida (N2O) dari peruraian pupuk. Emisi gas rumah kaca pada lahan sawah
dipengaruhi oleh kondisi oksidasi dan reduksi. Emisi gas metana lebih tinggi pada
kondisi sawah saat tergenang, sebaliknya emisi gas N2O lebih tinggi pada sawah
saat kondisi kering. Peran lahan sawah tadah hujan sebagai “source” dan “sink”
GRK dalam pola tanam satu tahun akan menentukan net emisi GRK meskipun
sangat dipengaruhi juga oleh budidaya dan pengelolaan lahan. Moiser et al. (1994)
menyatakan bahwa, lahan sawah merupakan sumber beberapa gas rumah kaca,
khususnya CO2, CH4, N2O yang berperan penting pada pemanasan bumi secara
global. Emisi gas CO2, CH4 dan N2O masing-masing menyumbang 55%, 15% dan
6% dari total efek rumah kaca. Meskipun sumbangan gas N2O terhadap atmosfer
rendah, namun gas N2O di atmosfer sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal
sampai 150 tahun (Cicerone 1989).
Gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O) menyebabkan peningkatan suhu bumi
secara global. Pola dan besarnya emisi dan produksi gas – gas rumah kaca di
Indonesia masih sedikit informasinya. Rennenberg et al. (1992) berpendapat,
proses – proses mikrobiologis penting yang menghasilkan gas N2O meliputi
denitrifikasi, nitrifikasi kemolitotrofik, oksidasi amonia menjadi nitrat (NO3-) dan
terbentuklah gas N2O. Bakteri dan cendawan berperan penting sebagai katalis
pada proses nitrifikasi heterotropik dalam pembentukan gas N2O. Peran masing –
masing proses dalam keseluruhan pembentukan gas N2O masih belum diketahui
dengan pasti.
Gas metana (CH4) adalah salah satu gas rumah kaca yang keberadaanya
saat ini telah banyak meresahkan, karena keberadaanya yang mampu
meningkatkan efek pemanasan global. Gas metana merupakan salah satu gas
rumah kaca yang 21 kali lebih berpotensi menyebabkan efek rumah kaca
dibanding karbondioksida yang menyebabkan kerusakan ozon dan kenaikan suhu.
Gas metana yang muncul tidak hanya dari kegiatan manusia sehari – hari, tetapi
gas metana juga dapat dihasilkan dari kegiatan pertanian terutama dari lahan
persawahan. Menurut Koordinator Konsorsium Padi dan Perubahan Iklim, Reiner
Wassman dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina menyatakan
bahwa budidaya tanaman padi merupakan penyumbang emisi metana terbesar.
Erickson dan Keller (1997) berpendapat bahwa, peningkatan emisi gas
N2O berkaitan erat dengan perubahan penggunaan lahan dan penggunaan pupuk
nitrogen. Beberapa hasil studi dan literatur tentang emisi nitrogen oksida yaitu
N2O dan NO yang berasal dari tanah menyatakan bahwa perubahan penggunaan
lahan sangat mempengaruhi atmosfer baik secara regional maupun global
(Veldkamp et al. 1998). Tanah merupakan sumber dan rosot yang sangat penting
terhadap ketiga gas tersebut (CH4, N2O, CO2) dimana kondisi kimia, biologi
maupun fisik tanah berperan penting dalam proses pertukaran gas – gas dari tanah
ke atmosfer. Perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian merupakan salah
satu kegiatan yang menyebabkan pemanasan global.
Karbondioksida adalah gas rumah kaca yang paling besar kontribusinya
terhadap pemanasan global. Konsentrasi alaminya kecil, hanya sekitar 0.03 % di
atmosfer, tetapi secara alamiah karbondioksida bisa diserap oleh tanaman dengan
bantuan sinar matahari yang kemudian diuraikan untuk membentuk jaringan
tanaman yang dikenal dengan proses fotosintesis. Bila tanaman atau hewan mati,
kandungan karbon terlepas dalam bentuk karbondioksida, demikian pula kegiatan
membakar kayu atau bahan bakar fosil juga melepaskan karbondioksida. Tanah
secara alami juga mengandung karbon sampai 50%, dari berat keringnya bisa
berupa bahan organik yang membusuk sebagian. Jika tanah ini dibalik
menggunakan cangkul maka sejumlah karbon terlepas ke atmosfer dalam bentuk
karbondioksida. Makin banyaknya pemakaian kendaraan bermotor, menyebabkan
pemakaian bahan bakar fosil juga bertambah. Hal ini bisa menyebabkan
bertambahnya kadar karbon di atmosfer bumi dan akan menyebabkan
pembentukan semacam perisai, kemudian panas yang seharusnya keluar dari
atmosfer dipantulkan kembali ke bumi yang menyebabkan suhu bumi mengalami
kenaikan. Hutan secara alamiah menyerap kadar karbon yang dilepas, tetapi
apabila terjadi kerusakan hutan dan penimbunan kadar karbon yang semakin
meningkat karena kegiatan manusia akan menyebabkan gas karbondioksida makin
menumpuk (Nurmaini 2001).
Kegiatan budidaya padi sawah merupakan penyebab utama peningkatan
pemanasan global dan menjadi salah satu isu lingkungan. Lahan pertanian
dianggap sebagai salah satu sumber penghasil metana yang dilepaskan ke
atmosfer (Yan et al. 2003). Liu et al. (2011) melaporkan bahwa metana dihasilkan
oleh bakteri metanogenesis pada kondisi anaerobik dan hasil penelitiannya
menunjukkan emisi metana (CH4) yang tinggi dari tanah sawah beririgasi.
Sumber emisi gas rumah kaca dari aktivitas pertanian dikelompokkan menjadi
fermentasi (enteric fermentation), pengelolaan limbah ternak, pembakaran pada
aktivitas pertanian (grassland burning), pembakaran padang rumput, penggunaan
kapur pertanian, pemupukan urea, emisi langsung dan tidak langsung N2O dari
tanah dan lahan sawah irigasi. Faktor lingkungan dan kondisi tanah seperti
kandungan bahan organik, pH dan kelembaban mempengaruhi terhadap produksi.
Penambahan bahan organik berupa jerami ke lahan sawah, khususnya yang masih
memiliki nisbah C/N tinggi, akan meningkatkan emisi gas metana ke udara
(Wihardjaka et al. 2011). Pemasukan intensif bahan organik berupa jerami ke
dalam tanah tergenang sangat ideal bagi berlangsungnya dekomposisi anaerobik
di lahan sawah yang berpuncak pada proses metanogenesis. Pada tahap pertama
mikroorganisme akan menyederhanakan polimer (polisakarida, protein) menjadi
monomer (seperti: asam amino, asam lemak dan monosakarida) dan monomer
tersebut akan termineralisasi menjadi CO2 ataupun kombinasi CO2 dan CH4.
Masyarakat tradisional Kalimantan Selatan (Suku Banjar) umumnya
menggunakan jerami sisa panen dan gulma purun tikus untuk mempertahankan
kondisi reduktif dan menekan kelarutan unsur beracun. Pengalihan dari bahan
organik yang berkualitas rendah ke bahan organik yang berkualitas baik perlu
dilakukan agar dapat meningkatkan kesuburan tanah sulfat masam, sehingga
produktivitas padi meningkat tetapi emisi gas rumah kaca dapat ditekan.
Menduga berapa potensi emisi gas rumah kaca yang dilepaskan dari suatu
lahan pertanian, maka digunakan pendekatan menggunakan nilai Global Warming
Potential (GWP) atau biasa disebut sebagai potensi pemanasan global. GWP
digunakan untuk menyetarakan nilai masing-masing total emisi GRK dengan nilai
emisi karbondioksida (Emisi CO2-eq). Menurut data terbaru dari IPCC tahun
2002, nilai GWP dari CH4 adalah 23 kali nilai GWP CO2 dengan asumsi indeks
GWP CO2 adalah 1, sedangkan N2O setara dengan 293 kali GWP dari CO2.
Sedangkan untuk mengetahui total emisi GRK yang setara dengan karbon (C) dari
karbondioksida atau Emisi CO2-C, dihitung dengan cara mengalikan jumlah atom
dari unsur N dalam senyawa N2O dengan 296, C dalam senyawa CH4 dengan 23,
dan C dalam CO2. Jika dilihat dari nilai emisi CO2-eq yang dihasilkan dan hasil
gabah yang tidak berbeda nyata maka perlakuan pupuk kandang sebagai bahan
amelioran lebih baik daripada perlakuan tanpa amelioran, jerami kering dan
dolomit. Nilai emisi CO2-eq yang dihasilkan oleh pupuk kandang lebih kecil
dibandingkan dengan tiga perlakuan yang lain yaitu dengan emisi CO2-eq sebesar
17686,46 Kg CO2-C/Ha. Hal yang sama juga terjadi jika total emisi GRK dari
setiap perlakuan dijumlahkan. Perlakuan pemberian pupuk kandang lebih baik
dengan total emisi GRK lebih rendah dibanding dengan tiga perlakuan yang lain.

Tabel 1 Data perhitungan emisi gas CH4 menggunakan rezim air tergenang (RT)
Hari Waktu Konsen
Suhu E
Setela Penga -trasi Suhu E
Chambe Vch/ mW (mg/
h m- Gas chamb δC/δt (mg/m2/
r Rata- Ach /mV m2/m
Tana bilan CH4 * er (0C) hari)
rata (0C) enit)
m (menit) (ppm)
0 1,08 37,0
10 1,21 39,0 1,20 0,71
0 39,250 0,008 0,006 8,111
20 1,27 41,0 0 6
30 1,31 40,0
0 1,29 30,0
10 1,36 30,0 1,20 0,71
1 30,750 -0,004 -0,003 -4,447
0 6
20 1,05 31,0
30 1,26 32,0
0 1,18 38,0
10 1,5 39,0 1,20 0,71
2 39,250 0,007 0,005 7,138
20 1,71 40,0 0 6
30 1,33 40,0
0 1,39 38,0
10 2,17 40,0 1,20 0,71
3 40,000 -0,010 -0,008 -11,220
20 1,01 42,0 0 6
30 1,43 40,0
0 10,12 32,0
10 7,72 32,0 1,20 0,71
4 32,250 0,050 0,039 55,754
20 7,66 32,0 0 6
30 11,82 33,0
0 12,13 36,0
10 12,36 37,0 1,20 0,71
5 37,250 0,179 0,136 195,153
20 14,96 38,0 0 6
30 17,24 38,0
0 9,44 37,0
10 9,28 40,0 1,20 0,71
6 40,000 0,361 0,270 389,361
20 11,2 41,0 0 6
30 20,83 42,0
0 3 37,0
10 5,03 37,0 1,20 0,71
7 36,250 0,223 0,169 243,174
20 6,99 36,0 0 6
30 9,77 35,0
0 5,05 35,0
10 4,19 36,0 1,20 0,71
8 36,500 0,197 0,149 215,265
20 8,89 37,0 0 6
30 10,06 38,0
0 3,21 34,0
10 4,59 34,0 1,20 0,71
9 33,750 0,127 0,097 140,135
20 5,44 34,0 0 6
30 7,17 33,0
0 1,83 33,0
10 2,72 34,0 1,20 0,71
10 34,250 0,078 0,060 86,055
20 3,05 35,0 0 6
30 4,33 35,0
0 2,19 32,0
10 1,81 32,0 1,20 0,71
11 31,750 0,045 0,034 49,641
20 3,11 32,0 0 6
30 3,25 31,0
0 4,74 37,0
10 2,36 36,0 1,20 0,71
12 37,000 -0,024 -0,018 -26,361
20 2,73 37,0 0 6
30 3,81 38,0
0 1,71 34,0
10 1,68 36,0 1,20 0,71
13 36,250 0,106 0,080 115,308
0 6
20 4,59 38,0
30 4,26 37,0
0 2,3 37,0
10 3,39 37,0 1,20 0,71
14 37,000 0,030 0,023 32,679
20 3,03 37,0 0 6
30 3,42 37,0
0 1,19 35,0
10 3,45 36,0 1,20 0,71
15 36,500 0,084 0,063 91,321
20 2,22 37,0 0 6
30 4,39 38,0
0 10,54 34,0
10 2,17 34,0 1,20 0,71
16 34,000 0,875 0,668 961,890
20 5,47 34,0 0 6
30 38,59 34,0
0 6,25 36,0
17 10 1,88 37,0 1,20 0,71 -
37,500 -0,116 -0,087
20 1,7 38,0 0 6 125,611
30 2,46 39,0

Tabel 1 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi CH4 pada rezim air
tergenang berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas CH4 dan suhu
chamber pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga
saat panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas
emisi CH4 yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi
gas CH4 tertinggi terjadi pada hari ke-16 setelah tanam, yaitu sebesar 961,890
mg/m2/hari. Besar emisi gas CH4 dipengaruhi oleh suhu yang berada pada
lingkungan tersebut. Perubahan suhu akan mempengaruhi produksi metana pada
tanah sawah. Suhu tanah erat hubungannya dengan aktivitas bakteri tanah.
Sebagian besar bakteri methanogen bersifat mesofolik yang beraktivitas optimal
pada suhu 30-40°C (Setyanto 2004). Selama satu musim tanam padi sawah pada
rezim air tergenang, nilai suhu tanah berada pada kisaran 30°C sampai dengan
42°C. Semakin tinggi suhu udara dalam chamber maka konsentrasi gas metana
akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan saat suhu meningkat terjadi pemuaian
udara dan mengakibatkan pengenceran konsentrasi gas pencemar sehingga
konsentrasi gas metana yang terukur lebih kecil (Setyanto 2004).

Tabel 2 Data perhitungan emisi gas CH4 menggunakan rezim air basah (RB)
Konsen
Waktu Suhu E E
Hari -trasi Suhu
Penga Chamber Vch/ mW (mg/ (mg/m2
Setelah Gas chambe δC/δt
m-bilan Rata-rata Ach /mV m2/m /
Tanam CH4 * r (0C)
(menit) (0C) enit) hari)
(ppm)
0 1,26 36,0
10 1,7 38,0 0,71
0 37,750 0,002 1,20 0,002 2,608
20 1,55 39,0 6
30 1,39 38,0
0 3,48 29,0
10 3,54 29,0 0,71
1 29,500 0,018 1,20 0,014 20,428
20 4,62 30,0 6
30 3,73 30,0
2 0 74,76 36,0 37,250 1,457 1,20 0,71 1,101 1585,4
10 114,41 37,0 6 97
20 121,39 38,0
30 120,99 38,0
0 31,14 37,0
-
10 22,81 38,0 0,71
3 38,000 -0,218 1,20 -0,165 236,92
20 18,57 39,0 6
0
30 25,28 38,0
0 18,02 32,0
-
10 18,41 32,0 0,71
4 32,250 -0,152 1,20 -0,116 167,70
20 17,86 32,0 6
5
30 13,15 33,0
0 14,05 35,0
10 6,39 36,0 0,71 440,26
5 36,250 0,403 1,20 0,306
20 21,57 37,0 6 8
30 22,43 37,0
0 6,57 38,0
10 7,91 39,0 0,71
6 39,500 0,088 1,20 0,066 94,767
20 9,12 40,0 6
30 9,09 41,0
0 22,41 35,0
10 25,19 35,0 0,71 338,55
7 34,500 0,308 1,20 0,235
20 28,87 34,0 6 8
30 31,46 34,0
0 31 35,0
10 36,83 37,0 0,71 276,23
8 37,750 0,254 1,20 0,192
20 41,01 38,0 6 1
30 38,08 41,0
0 10,7 34,0
10 7,65 35,0 0,71
9 34,000 0,085 1,20 0,065 93,274
20 10,61 33,0 6
30 12,54 34,0
0 5,31 35,0
10 5,64 34,0 0,71 357,85
10 35,000 0,326 1,20 0,249
20 12,45 35,0 6 3
30 13,92 36,0
0 2,31 33,0
10 4,94 33,0 0,71 199,45
11 32,750 0,181 1,20 0,139
20 3,26 33,0 6 9
30 8,89 32,0
0 2,91 35,0
10 3,1 37,0 0,71
12 37,250 0,076 1,20 0,057 82,284
20 4,27 38,0 6
30 5,04 39,0
0 4,07 35,0
10 4,89 37,0 0,71 358,30
13 37,250 0,329 1,20 0,249
20 10,21 38,0 6 7
30 13,27 39,0
0 5 36,0
10 4,87 36,0 0,71
14 36,000 0,054 1,20 0,041 58,794
20 3,68 36,0 6
30 7,19 36,0
0 2,91 35,0
0,71 137,47
15 10 4,04 36,0 36,500 0,126 1,20 0,095
6 3
20 6,53 37,0
30 6,28 38,0
0 1,42 34,0
10 3,826 33,0 0,71
16 33,250 0,015 1,20 0,011 16,484
20 1,925 33,0 6
30 2,552 33,0
0 1,55 35,0
10 1,06 36,0 0,71
17 36,250 0,025 1,20 0,019 27,408
20 3,27 37,0 6
30 1,65 37,0

Tabel 2 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi CH4 pada rezim air
basah berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas CH4 dan suhu chamber
pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga saat
panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas emisi
CH4 yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi gas CH4
tertinggi terjadi pada hari ke-16 setelah tanam, yaitu sebesar 1585,497 mg/m2/hari.
Besar emisi gas CH4 dipengaruhi oleh suhu yang berada pada lingkungan tersebut.
Selama satu musim tanam pada rezim air basah, nilai suhu tanah berada pada
kisaran 29°C sampai dengan 41°C.

Tabel 3 Data perhitungan emisi gas CH4 menggunakan rezim air kering (RK)
Konsen
Waktu Suhu E E
Hari -trasi Suhu
Penga Chamber Vch/ mW (mg/ (mg/m2
Setelah Gas chambe δC/δt
m-bilan Rata-rata Ach /mV m2/me /
Tanam CH4 * r (0C)
(menit) (0C) nit) hari)
(ppm)
0 6,54 37,0
-
10 2,66 39,0 1,20 0,71
0 39,250 -0,143 -0,107 154,43
20 1,97 41,0 0 6
1
30 2,01 40,0
0 1,6 30,0
10 1,08 30,0 1,20 0,71
1 30,750 0,002 0,002 2,223
20 1,55 31,0 0 6
30 1,51 32,0
0 1,8 38,0
10 1,01 39,0 1,20 0,71
2 39,250 -0,002 -0,001 -2,055
20 1,48 40,0 0 6
30 1,58 40,0
0 2,92 38,0
10 3,32 40,0 1,20 0,71
3 40,000 0,070 0,053 75,736
20 2,63 42,0 0 6
30 5,49 40,0
0 2,84 32,0
10 1,78 32,0 1,20 0,71
4 32,250 0,035 0,027 38,386
20 2,85 32,0 0 6
30 3,64 33,0
0 5,88 36,0
-
10 3,32 37,0 1,20 0,71
5 37,250 -0,107 -0,080 115,91
20 2,84 38,0 0 6
6
30 2,49 38,0
0 4,14 37,0
1,20 0,71
6 10 7,66 40,0 40,000 0,007 0,005 7,013
0 6
20 9,69 41,0
30 3,68 42,0
0 6,88 37,0
10 6,43 37,0 1,20 0,71 260,20
7 36,250 0,238 0,181
20 5,81 36,0 0 6 8
30 15,03 35,0
0 4,72 35,0
10 4,89 36,0 1,20 0,71 201,40
8 36,500 0,185 0,140
20 7,57 37,0 0 6 8
30 9,98 38,0
0 3,81 34,0
10 3,94 34,0 1,20 0,71 184,27
9 33,750 0,167 0,128
20 4,72 34,0 0 6 9
30 9,13 33,0
0 2,18 33,0
10 2,8 34,0 1,20 0,71
10 34,250 0,091 0,069 99,573
20 4,63 35,0 0 6
30 4,59 35,0
0 1,69 32,0
10 1,35 32,0 1,20 0,71
11 31,750 -0,002 -0,002 -2,327
20 1,71 32,0 0 6
30 1,5 31,0
0 1,62 37,0
10 1,48 36,0 1,20 0,71
12 37,000 0,044 0,033 48,147
20 2,57 37,0 0 6
30 2,73 38,0
0 3,56 34,0
10 1,47 36,0 1,20 0,71
13 36,250 -0,063 -0,047 -68,246
20 1,4 38,0 0 6
30 1,5 37,0
0 1,75 37,0
10 1,05 37,0 1,20 0,71
14 37,000 -0,016 -0,012 -17,647
20 1,32 37,0 0 6
30 1,12 37,0
0 1,28 35,0
10 1,49 36,0 1,20 0,71
15 36,500 -0,006 -0,004 -6,437
20 1,26 37,0 0 6
30 1,16 38,0
0 3,3 34,0
10 2,84 34,0 1,20 0,71 734,20
16 34,000 0,668 0,510
20 2,12 34,0 0 6 4
30 25,79 34,0
0 1,19 36,0
10 1,11 37,0 1,20 0,71
17 37,500 0,011 0,008 11,963
20 1,28 38,0 0 6
30 1,5 39,0

Tabel 3 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi CH4 pada rezim air
kering berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas CH4 dan suhu chamber
pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga saat
panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas emisi
CH4 yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi gas CH4
tertinggi terjadi pada hari ke-16 setelah tanam, yaitu sebesar 734,204 mg/m2/hari.
Besar emisi gas CH4 dipengaruhi oleh suhu yang berada pada lingkungan tersebut.
Selama satu musim tanam pada rezim air kering, nilai suhu tanah berada pada
kisaran 30°C sampai dengan 42°C.

Tabel 4 Data perhitungan total emisi gas CH4 dengan rezim air tergenang (RT)
a f(a) B f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 8,111 1 -4,447 1,832 1,832
1 -4,447 2 7,138 1,345 1,345
2 7,138 3 -11,220 -2,041 -2,041
3 -11,220 4 55,754 22,267 22,267
4 55,754 5 195,153 125,454 125,454
5 195,153 6 389,361 292,257 292,257
6 389,361 7 243,174 316,267 316,267
7 243,174 8 215,265 229,219 229,219
8 215,265 9 140,135 177,700 177,700
9 140,135 10 86,055 113,095 113,095
10 86,055 11 49,641 67,848 67,848
11 49,641 12 -26,361 11,640 11,640
12 -26,361 13 115,308 44,474 44,474
13 115,308 14 32,679 73,994 73,994
14 32,679 15 91,321 62,000 62,000
15 91,321 16 961,890 526,606 526,606
16 961,890 17 -125,611 418,140 418,140
Total fluks selama satu musim tanam 2482,092

Tabel 5 Data perhitungan total emisi gas CH4 dengan rezim air basah (RB)
A f(a) B f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 2,608 1 20,428 11,518 11,518
1 20,428 2 1585,497 802,962 802,962
2 1585,497 3 -236,920 674,288 674,288
3 -236,920 4 -167,705 -202,313 -202,313
4 -167,705 5 440,268 136,281 136,281
5 440,268 6 94,767 267,518 267,518
6 94,767 7 338,558 216,663 216,663
7 338,558 8 276,231 307,394 307,394
8 276,231 9 93,274 184,752 184,752
9 93,274 10 357,853 225,564 225,564
10 357,853 11 199,459 278,656 278,656
11 199,459 12 82,284 140,872 140,872
12 82,284 13 358,307 220,296 220,296
13 358,307 14 58,794 208,550 208,550
14 58,794 15 137,473 98,133 98,133
15 137,473 16 16,484 76,978 76,978
16 16,484 17 27,408 21,946 21,946
Total fluks selama satu musim tanam 3670,059
Tabel 4 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas CH4 pada rezim air
tergenang (RT). Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi gas CH4 selama satu
musim tanam sebesar 2482,092 mg/m2. Fluks gas CH4 dengan rezim air tergenang
selama masa pertumbuhan dari penanaman hingga saat panen (selama 1 musim
tanam) terlihat sangat fluktuatif. Pada data emisi gas CH4 tersebut terlihat bahwa
terjadi peningkatan dan penurunan emisi gas CH4 dari tanam hingga mencapai 16
hst. Besar nilai fluks CH4 terbesar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar 526,606
mg/m2.
Tabel 5 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas CH4 pada rezim air
basah (RB) selama satu musim tanam. Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi
gas CH4 selama satu musim tanam sebesar 3670,059 mg/m2. Pada data emisi gas
CH4 tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan emisi gas CH4 dari
masa tanam hingga mencapai hari ke-16 setelah tanam. Besar nilai fluks CH4
terbesar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar 802,962 mg/m2.

Tabel 6 Data perhitungan total emisi gas CH4 dengan rezim air kering (RK)
A f(a) B f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 -154,431 1 2,223 -76,104 -76,104
1 2,223 2 -2,055 0,084 0,084
2 -2,055 3 75,736 36,841 36,841
3 75,736 4 38,386 57,061 57,061
4 38,386 5 -115,916 -38,765 -38,765
5 -115,916 6 7,013 -54,452 -54,452
6 7,013 7 260,208 133,610 133,610
7 260,208 8 201,408 230,808 230,808
8 201,408 9 184,279 192,843 192,843
9 184,279 10 99,573 141,926 141,926
10 99,573 11 -2,327 48,623 48,623
11 -2,327 12 48,147 22,910 22,910
12 48,147 13 -68,246 -10,050 -10,050
13 -68,246 14 -17,647 -42,946 -42,946
14 -17,647 15 -6,437 -12,042 -12,042
15 -6,437 16 734,204 363,884 363,884
16 734,204 17 11,963 373,084 373,084
Total fluks selama satu musim tanam 1367,315

Tabel 5 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas CH4 pada rezim air
basah (RB) selama satu musim tanam. Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi
gas CH4 selama satu musim tanam sebesar 1367,315 mg/m2. Pada data emisi gas
CH4 tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan emisi gas CH4 dari
masa tanam hingga mencapai hari ke-16 setelah tanam. Besar nilai fluks CH4
terbesar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar 373,084 mg/m2.
Rezim air kering Rezim air tergenang Rezim air basah
1000,000

800,000

600,000
Emisi (mg/m3)

400,000

200,000

0,000
0 5 10 15 20
-200,000

-400,000
Hari Setelah Tanam (Hari)
Gambar 1 Grafik total emisi gas CH4 dengan 3 rezim air tanah

Gambar 1 merupakan grafik total emisi gas CH4 dengan 3 rezim air tanah
selama satu musim tanam. Fluks gas CH4 dengan 3 rezim air selama masa
pertumbuhan dari penanaman hingga saat panen pada setiap rezim terlihat sangat
fluktuatif. Pada Gambar 1 terlihat nilai fluks gas CH4 dari 0 hst hingga 16 hst.
Pada rezim air tergenang (RT) nilai fluks emisi gas CH4 tertinggi pada hari ke 13
sebesar 6,187 mg/m2, sedangkan pada rezim air basah (RB) nilai fluks gas CH4
tertinggi pada hari ke 9 sebesar 7,466 mg/m2. Pada rezim air kering (RK) nilai
fluks CH4 tertinggi sama seperti pada rezim air tergenang yaitu pada hari ke 13
sebesar 6,187 mg/m2. Pada data emisi gas CH4 tersebut terlihat bahwa terjadi
peningkatan dan penurunan emisi gas CH4 dari tanam hingga mencapai 16 hst.
Emisi gas CH4 mengalami fluktuasi yang beragam sampai memasuki fase akhir.
Bervariasinya emisi CH4 disebabkan oleh banyak faktor seperti suhu, tipe tanah,
tipe vegetasi, kondisi ikilm dan tanah yang berbeda, lokasi, waktu pengukuran dan
banyaknya teknik pengukuran emisi CH4 yang digunakan (Hutabarat 2001).
Terdapat kemungkinan CH4terbentuk pada masa awal pengambilan sampel gas
(waktu 0 menit), kemudian pada masa-masa pengambilan berikutnya (waktu 10
menit, 20 menit dan 30 menit) gas tersebut tidak diproduksi, disebabkan keadaan
yang sesuai untuk pembentukan gas ini sudah tidak tersedia lagi. Sehingga ketika
pada masa awal (0 menit) terukur terdapat konsentrasi gas CH4 namun pada masa
pengambilan yang kedua dan seterusnya (10, 20, 30 menit) konsentrasi tidak
kontinyu bertambah bahkan cenderung turun, menyebabkan nilai fluks CH4
tersebut bernilai negatif (Dyah 2015).

Tabel 7 Data perhitungan emisi gas N2O menggunakan rezim air tergenang (RT)
Konsen
Waktu Suhu E E
Hari -trasi Suhu
Penga Chamber Vch/ mW/ (mg/ (mg/
Setelah Gas chambe δC/δt
m-bilan Rata-rata Ach mV m2/m m2/ha
Tanam N 2O * r (0C)
(menit) (0C) enit) ri)
(ppm)
0 0,418 37,0
0,000 0,000
0 10 0,453 39,0 39,3 1,2 1,964 0,4600
2 3
20 0,452 41,0
30 0,424 40,0
0 0,433 30,0
10 0,455 30,0 0,000 0,000
1 30,8 1,2 1,964 0,5765
20 0,458 31,0 2 4
30 0,439 32,0
0 0,451 38,0
10 0,429 39,0 0,000 0,000
2 39,3 1,2 1,964 1,3383
20 0,438 40,0 5 9
30 0,463 40,0
0 0,519 38,0
- -
10 0,493 40,0
3 40,0 0,001 1,2 1,964 0,003 -5,1924
20 0,501 42,0
8 6
30 0,458 40,0
0 0,524 32,0
- -
10 0,478 32,0
4 32,3 0,001 1,2 1,964 0,004 -5,8493
20 0,430 32,0
9 1
30 0,476 33,0
0 0,473 36,0
10 0,483 37,0 0,001 0,002
5 37,3 1,2 1,964 3,8616
20 0,483 38,0 3 7
30 0,516 38,0
0 0,508 37,0
- -
10 0,521 40,0
6 40,0 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,1013
20 0,533 41,0
1 2
30 0,435 42,0
0 0,503 37,0
10 37,0 - -
0,589
7 36,3 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,3819
20 0,487 36,0
1 4
30 0,466 35,0
0 0,529 35,0
10 0,455 36,0 0,000 0,000
8 36,5 1,2 1,964 1,0867
20 0,522 37,0 4 8
30 0,519 38,0
0 0,543 34,0
10 0,523 34,0 0,000 0,001
9 33,8 1,2 1,964 1,7761
20 0,558 34,0 6 2
30 0,551 33,0
0 0,454 33,0
10 0,486 34,0 0,001 0,002
10 34,3 1,2 1,964 4,2431
20 0,490 35,0 4 9
30 0,499 35,0
0 0,455 32,0
10 0,487 32,0 - -
11 31,8 0,002 1,2 1,964 0,006 -8,8051
20 0,456 32,0
9 1
30 0,368 31,0
0 0,490 37,0
- -
10 0,448 36,0
12 37,0 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,9434
20 0,493 37,0
3 8
30 0,397 38,0
0 0,466 34,0
10 0,458 36,0 0,004 0,009 13,078
13 36,3 1,2 1,964
20 0,795 38,0 4 1 5
30 0,499 37,0
0 0,422 37,0 - -
14 37,0 1,2 1,964 -0,7054
10 0,445 37,0 0,000 0,000
20 0,330 37,0 2 5
30 0,452 37,0
0 0,457 35,0
- -
10 0,461 36,0
15 36,5 0,000 1,2 1,964 0,001 -2,0448
20 0,427 37,0
7 4
30 0,446 38,0
0 0,491 34,0
10 34,0 - -
0,584
16 34,0 0,000 1,2 1,964 0,000 -1,0986
20 0,543 34,0
4 8
30 0,493 34,0
0 0,557 36,0
10 0,557 37,0 - - -
17 37,5 0,006 1,2 1,964 0,012 18,036
20 0,175 38,0
0 5 3
30 0,483 39,0

Tabel 7 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi N2O pada rezim air
tergenang berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas N2O dan suhu
chamber pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga
saat panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas
emisi N2O yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi
gas N2O tertinggi terjadi pada hari ke-13 setelah tanam, yaitu sebesar 13,0785
mg/m2/hari. Besar emisi gas N2O dipengaruhi oleh suhu yang berada pada
lingkungan tersebut. Suhu yang semakin meningkat menyebabkan aktivitas
bakteri. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi yang terjadi di dalam tanah juga
didukung dengan adanya suhu yang tinggi. Selama satu musim tanam pada rezim
air tergenang, nilai suhu tanah berada pada kisaran 31°C sampai dengan 40°C.
Peningkatan suhu dapat mempengaruhi reaksi denitrifikasi di dalam tanah.
Pengaruh suhu tanah terhadap fluks emisi gas N2O berbanding terbalik, semakin
tinggi suhu tanah yang terjadi pada sawah, maka fluks emisi gas N2O yang
dihasilkan akan semakin rendah (Cariem 2016).

Tabel 8 Data perhitungan emisi gas N2O menggunakan rezim air basah (RB)
Konsen
Waktu Suhu E E
Hari -trasi Suhu
Penga Chamber Vch/ mW/ (mg/ (mg/
Setelah Gas chambe δC/δt
m-bilan Rata-rata Ach mV m2/m m2/ha
Tanam N2O * r (0C)
(menit) (0C) enit) ri)
(ppm)
0 0,413 36,0
10 0,380 38,0 0,002 0,005
0 37,75 1,2 1,964 8,3996
20 0,444 39,0 8 8
30 0,485 38,0
0 0,421 29,0
10 0,402 29,0 0,000 0,001
1 29,50 1,2 1,964 1,6357
20 0,463 30,0 5 1
30 0,419 30,0
0 0,485 36,0
- - -
10 0,445 37,0
2 37,25 0,003 1,2 1,964 0,007 11,313
20 0,427 38,0
8 9 1
30 0,365 38,0
0 0,498 37,0 - -
3 10 0,477 38,0 38,00 0,001 1,2 1,964 0,002 -3,7153
20 0,390 39,0 2 6
30 0,485 38,0
0 0,422 32,0
10 0,919 32,0 0,000 0,001
4 32,25 1,2 1,964 2,2857
20 0,510 32,0 8 6
30 0,583 33,0
0 0,519 35,0
- -
10 0,548 36,0
5 36,25 0,000 1,2 1,964 0,000 -1,0067
20 0,553 37,0
3 7
30 0,506 37,0
0 0,566 38,0
10 0,557 39,0 0,001 0,003
6 39,50 1,2 1,964 4,4595
20 0,587 40,0 5 1
30 0,606 41,0
0 0,516 35,0
10 - -
0,493 35,0
7 34,50 0,001 1,2 1,964 0,002 -3,5918
20 0,468 34,0
2 5
30 0,485 34,0
0 0,408 35,0
10 0,414 37,0 0,003 0,007 10,486
8 37,75 1,2 1,964
20 0,456 38,0 5 3 9
30 0,511 41,0
0 0,466 34,0
10 0,545 35,0 0,001 0,002
9 34,00 1,2 1,964 4,2224
20 0,532 33,0 4 9
30 0,517 34,0
0 0,418 35,0
10 0,413 34,0 0,003 0,007 10,709
10 35,00 1,2 1,964
20 0,462 35,0 6 4 8
30 0,520 36,0
0 0,471 33,0
- -
10 0,505 33,0
11 32,75 0,000 1,2 1,964 0,001 -1,7728
20 0,483 33,0
6 2
30 0,459 32,0
0 0,442 35,0
10 0,438 37,0 0,000 0,001
12 37,25 1,2 1,964 2,0398
20 0,444 38,0 7 4
30 0,462 39,0
0 0,405 35,0
10 0,437 37,0 0,000 0,001
13 37,25 1,2 1,964 2,3893
20 0,479 38,0 8 7
30 0,417 39,0
0 0,481 36,0
- -
10 0,476 36,0
14 36,00 0,001 1,2 1,964 0,002 -3,7993
20 0,447 36,0
3 6
30 0,448 36,0
0 0,450 35,0
10 - -
0,465 36,0
15 36,50 0,000 1,2 1,964 0,001 -1,6047
20 0,501 37,0
5 1
30 0,420 38,0
0 0,498 34,0
10 0,450 33,0 0,002 0,004
16 33,25 1,2 1,964 6,8982
20 0,513 33,0 3 8
30 0,553 33,0
17 0 0,477 35,0 36,25 - 1,2 1,964 - -2,7625
10 0,466 36,0 0,000 0,001
20 0,478 37,0 9 9
30 0,442 37,0

Tabel 8 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi N2O pada rezim air
basah berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas N2O dan suhu chamber
pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga saat
panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas emisi
N2O yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi gas
N2O tertinggi terjadi pada hari ke-10 setelah tanam, yaitu sebesar 10,7098
mg/m2/hari. Besar emisi gas N2O dipengaruhi oleh suhu yang berada pada
lingkungan tersebut. Selama satu musim tanam pada rezim air basah, nilai suhu
tanah berada pada kisaran 32°C sampai dengan 41°C.

Tabel 9 Data perhitungan emisi gas N2O menggunakan rezim air kering (RK)
Waktu Konsen
Suhu E E
Hari Penga -trasi Suhu
Chamber Vch/ mW/ (mg/ (mg/
Setelah m- Gas chambe δC/δt
Rata-rata Ach mV m2/m m2/ha
Tanam bilan N2O * r (0C)
(0C) enit) ri)
(menit) (ppm)
0 0,418 37,0
10 0,453 39,0 0,000 0,000
0 39,250 1,2 1,964 0,4600
20 0,452 41,0 2 3
30 0,424 40,0
0 0,433 30,0
10 0,455 30,0 0,000 0,000
1 30,75 1,2 1,964 0,5765
20 0,458 31,0 2 4
30 0,439 32,0
0 0,451 38,0
10 0,429 39,0 0,000 0,000
2 39,25 1,2 1,964 1,3383
20 0,438 40,0 5 9
30 0,463 40,0
0 0,519 38,0
- -
10 0,493 40,0
3 40,00 0,001 1,2 1,964 0,003 -5,1924
20 0,501 42,0
8 6
30 0,458 40,0
0 0,524 32,0
10 - -
0,478 32,0
4 32,25 0,001 1,2 1,964 0,004 -5,8493
20 0,430 32,0
9 1
30 0,476 33,0
0 0,473 36,0
10 0,483 37,0 0,001 0,002
5 37,25 1,2 1,964 3,8616
20 0,483 38,0 3 7
30 0,516 38,0
0 0,508 37,0
- -
10 0,521 40,0
6 40,00 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,1013
20 0,533 41,0
1 2
30 0,435 42,0
0 0,503 37,0
10 - -
0,589 37,0
7 36,25 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,3819
20 0,487 36,0
1 4
30 0,466 35,0
8 0 0,529 35,0 36,50 0,000 1,2 1,964 0,000 1,0867
10 0,455 36,0 4 8
20 0,522 37,0
30 0,519 38,0
0 0,543 34,0
10 0,523 34,0 0,000 0,001
9 33,75 1,2 1,964 1,7761
20 0,558 34,0 6 2
30 0,551 33,0
0 0,454 33,0
10 0,486 34,0 0,001 0,002
10 34,25 1,2 1,964 4,2431
20 0,490 35,0 4 9
30 0,499 35,0
0 0,455 32,0
10 - -
0,487 32,0
11 31,75 0,002 1,2 1,964 0,006 -8,8051
20 0,456 32,0
9 1
30 0,368 31,0
0 0,490 37,0
- -
10 0,448 36,0
12 37,00 0,002 1,2 1,964 0,004 -6,9434
20 0,493 37,0
3 8
30 0,397 38,0
0 0,466 34,0
10 0,458 36,0 0,004 0,009 13,078
13 36,25 1,2 1,964
20 0,795 38,0 4 1 5
30 0,499 37,0
0 0,422 37,0
10 - -
0,445 37,0
14 37,00 0,000 1,2 1,964 0,000 -0,7054
20 0,330 37,0
2 5
30 0,452 37,0
0 0,457 35,0
- -
10 0,461 36,0
15 36,50 0,000 1,2 1,964 0,001 -2,0448
20 0,427 37,0
7 4
30 0,446 38,0
0 0,491 34,0
10 - -
0,584 34,0
16 34,00 0,000 1,2 1,964 0,000 -1,0986
20 0,543 34,0
4 8
30 0,493 34,0
0 0,557 36,0
10 0,557 37,0 - - -
17 37,50 0,006 1,2 1,964 0,012 18,036
20 0,175 38,0
0 5 3
30 0,483 39,0

Tabel 9 merupakan data hasil perhitungan jumlah emisi N2O pada rezim air
kering berdasarkan data hasil pengukuran konsentrasi gas N2O dan suhu chamber
pada lahan pertanian padi sawah yang dilakukan dari penanaman hingga saat
panen (selama satu musim tanam). Setelah dilakukan perhitungan, besar gas emisi
N2O yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan. Besar emisi gas
N2O tertinggi terjadi pada hari ke-13 setelah tanam, yaitu sebesar 13,0785
mg/m2/hari. Besar emisi gas N2O dipengaruhi oleh suhu yang berada pada
lingkungan tersebut. Selama satu musim tanam pada rezim air kering, nilai suhu
tanah berada pada kisaran 31°C sampai dengan 40°C.
Tabel 10 Data perhitungan total emisi gas N2O dengan rezim air tergenang (RT)
a f(a) b f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 0,460 1 0,577 0,518 0,518
1 0,577 2 1,338 0,957 0,957
2 1,338 3 -5,192 -1,927 -1,927
3 -5,192 4 -5,849 -5,521 -5,521
4 -5,849 5 3,862 -0,994 -0,994
5 3,862 6 -6,101 -1,120 -1,120
6 -6,101 7 -6,382 -6,242 -6,242
7 -6,382 8 1,087 -2,648 -2,648
8 1,087 9 1,776 1,431 1,431
9 1,776 10 4,243 3,010 3,010
10 4,243 11 -8,805 -2,281 -2,281
11 -8,805 12 -6,943 -7,874 -7,874
12 -6,943 13 13,078 3,068 3,068
13 13,078 14 -0,705 6,187 6,187
14 -0,705 15 -2,045 -1,375 -1,375
15 -2,045 16 -1,099 -1,572 -1,572
16 -1,099 17 -18,036 -9,567 -9,567
Total fluks selama satu musim tanam -25,949

Tabel 11 Data perhitungan total emisi gas N2O dengan rezim air basah (RB)
a f(a) b f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 8,400 1 1,636 5,018 5,018
1 1,636 2 -11,313 -4,839 -4,839
2 -11,313 3 -3,715 -7,514 -7,514
3 -3,715 4 2,286 -0,715 -0,715
4 2,286 5 -1,007 0,639 0,639
5 -1,007 6 4,459 1,726 1,726
6 4,459 7 -3,592 0,434 0,434
7 -3,592 8 10,487 3,448 3,448
8 10,487 9 4,222 7,355 7,355
9 4,222 10 10,710 7,466 7,466
10 10,710 11 -1,773 4,468 4,468
11 -1,773 12 2,040 0,133 0,133
12 2,040 13 2,389 2,215 2,215
13 2,389 14 -3,799 -0,705 -0,705
14 -3,799 15 -1,605 -2,702 -2,702
15 -1,605 16 6,898 2,647 2,647
16 6,898 17 -2,763 2,068 2,068
Total fluks selama satu musim tanam 21,142

Tabel 10 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas N2O pada rezim air
tergenang (RT). Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi gas N2O selama satu
musim tanam sebesar -25,949 mg/m2. Fluks gas N2O dengan rezim air tergenang
selama masa pertumbuhan dari penanaman hingga saat panen (selama 1 musim
tanam) terlihat sangat fluktuatif. Pada data emisi gas N2O tersebut terlihat bahwa
terjadi peningkatan dan penurunan emisi gas N2O dari tanam hingga mencapai 16
hst. Besar nilai fluks N2O terbesar terjadi pada hari ke-13 yaitu sebesar 6,187
mg/m2 dan nilai fluks terkecil terjadi pada hari ke-4 yaitu sebesar -0,994.
Tabel 11 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas N2O pada rezim air
basah (RB). Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi gas N2O selama satu
musim tanam sebesar 21,142 mg/m2. Fluks gas N2O dengan rezim air basah
selama masa pertumbuhan dari penanaman hingga saat panen (selama 1 musim
tanam) terlihat fluktuatif. Pada data emisi gas N2O tersebut terlihat bahwa terjadi
peningkatan dan penurunan emisi gas N2O dari 0 hari setelah tanam (hst) hingga
mencapai 16 hst. Besar nilai fluks N2O terbesar terjadi pada hari ke-9 yaitu
sebesar 7,466 mg/m2, dan nilai fluks terkecil terjadi pada hari ke-13 yaitu sebesar
-0,705.

Tabel 12 Data perhitungan total emisi gas N2O dengan rezim air kering (RK)
A f(a) b f(b) f((a+b)/2) fluks (mg/m2)
0 0,460 1 0,577 0,518 0,518
1 0,577 2 1,338 0,957 0,957
2 1,338 3 -5,192 -1,927 -1,927
3 -5,192 4 -5,849 -5,521 -5,521
4 -5,849 5 3,862 -0,994 -0,994
5 3,862 6 -6,101 -1,120 -1,120
6 -6,101 7 -6,382 -6,242 -6,242
7 -6,382 8 1,087 -2,648 -2,648
8 1,087 9 1,776 1,431 1,431
9 1,776 10 4,243 3,010 3,010
10 4,243 11 -8,805 -2,281 -2,281
11 -8,805 12 -6,943 -7,874 -7,874
12 -6,943 13 13,078 3,068 3,068
13 13,078 14 -0,705 6,187 6,187
14 -0,705 15 -2,045 -1,375 -1,375
15 -2,045 16 -1,099 -1,572 -1,572
16 -1,099 17 -18,036 -9,567 -9,567
Total fluks selama satu musim tanam -25,949

Tabel 12 merupakan data hasil perhitungan total fluks gas N2O pada rezim air
kering (RK). Berdasarkan hasil yang didapat, total emisi gas N2O selama satu
musim tanam sebesar -25,949 mg/m2. Fluks gas N2O dengan rezim air basah
selama 1 musim tanam terlihat fluktuatif. Pada data emisi gas N2O tersebut
terlihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan emisi gas N2O dari 0 hari
setelah tanam (hst) hingga mencapai 16 hst. Besar nilai fluks N2O terbesar terjadi
pada hari ke-13 yaitu sebesar 6,187 mg/m2, dan nilai fluks terkecil terjadi pada
hari ke-4 yaitu sebesar -0,994.
Rezim air kering Rezim air tergenang Rezim air basah
10,000
8,000
6,000
4,000
Emisi (mg/m3)

2,000
0,000
-2,000 0 5 10 15 20

-4,000
-6,000
-8,000
-10,000
-12,000
Hari Setelah Tanam (Hari)
Gambar 2 Grafik total emisi gas N2O dengan 3 rezim air tanah

Gambar 1 merupakan grafik total emisi gas CH4 dengan 3 rezim air tanah
selama satu musim tanam. Fluks gas CH4 dengan 3 rezim air selama masa
pertumbuhan dari penanaman hingga saat panen pada setiap rezim terlihat sangat
fluktuatif. Pada Gambar 1 terlihat nilai fluks gas CH4 dari 0 hst hingga 16 hst.
Pada rezim air tergenang (RT) nilai fluks emisi gas CH4 tertinggi pada hari ke-15
setelah tanam sebesar 526,606 mg/m2, sedangkan pada rezim air basah (RB) nilai
fluks gas CH4 tertinggi pada hari ke-1 setelah tanam sebesar 802,962 mg/m2.
Pada rezim air kering (RK) nilai fluks CH4 tertinggi sama seperti pada rezim air
tergenang yaitu pada hari ke-16 setelah tanam sebesar 373,084 mg/m2. Pada data
emisi gas CH4 tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan emisi
gas CH4 dari tanam hingga mencapai 16 hst. Emisi gas CH4 mengalami fluktuasi
yang beragam sampai memasuki fase akhir. Bervariasinya emisi CH4 disebabkan
oleh banyak faktor seperti suhu, tipe tanah, tipe vegetasi, kondisi ikilm dan tanah
yang berbeda, lokasi, waktu pengukuran dan banyaknya teknik pengukuran emisi
CH4 yang digunakan (Hutabarat 2001).
Terdapat kemungkinan CH4 terbentuk pada masa awal pengambilan sampel gas
(waktu 0 menit), kemudian pada masa-masa pengambilan berikutnya (waktu 10
menit, 20 menit dan 30 menit) gas tersebut tidak diproduksi, disebabkan keadaan
yang sesuai untuk pembentukan gas ini sudah tidak tersedia lagi. Sehingga ketika
pada masa awal (0 menit) terukur terdapat konsentrasi gas CH4 namun pada masa
pengambilan yang kedua dan seterusnya (10, 20, 30 menit) konsentrasi tidak
kontinyu bertambah bahkan cenderung turun, menyebabkan nilai fluks CH4
tersebut bernilai negatif (Dyah 2015).

SIMPULAN
Hasil analisis dari emisi lahan pertanian diperoleh terdapat emisi CH4 dan
N2O pada system irigasi rezim basah. Kedua zenyawa tersebut paling banyak
dihasilkan pada lahan tersebut.
SARAN
Sebaiknya data benar-benar diambil di lapangan secara langsung agar
mahasiswa dapat memperoleh data sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Cariem CA. 2016. Emisi gas N2O dari lahan padi sawah pada berbagai kondisi
lingkungan mikro [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Cicerone RJ. 1987. Changes in Stratospheric Ozone. Sciences. (237) : 35 – 42.
Dobbie KE, Smith KA. 2003. Nitrous oxide emission factors for agricultural soils
in Great Britain: the impact of soil water-filled pore space and other
controlling variables. Global Change Biol. 9: 204–218.
Dyah M. 2015. Emisi gas metana (CH4) dari lahan padi sawah pada berbagai
kondisi lingkungan mikro [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Erickson HE, Keller M. 1997. Tropical land use change and soil emissions of
nitrogen oxides. Soil use and management. (13): 278 – 287.
IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change). 1991. The Supplementary
Report to The IPCC Scientific Assesment. Cambridge (GB): Cambridge
University Press
Herawati T. 2012. Refleksi sosial dari mitigasi emisi gas rumah kaca pada sektor
peternakan di Indonesia. Jurnal WARTAZOA. 22 (1): 35-46.
Hutabarat L. 2001. Emisi nitrous oksida pada berbagai tipe penggunaan lahan di
Kuamang Kuning Provinsi Jambi [tesis]. Bogor (ID). Program Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Liu Y, Yang M, Wu Y, Wang H, Chen Y, and Wu W. 2011. Reducing CH4 and
CO2 Emissions from Waterlogged Paddy Soil With Biochar. J. Soils
Sediments. (11): 930 – 939.
Mosier AR, Bronson KF, Freney JR, dan Keerthisinghe DG. 1994. Use
Nitrification Inhibitors to Reduce Nitrous Oxide Emission From Urea
Fertilized Soils. Global Emissions and Controls from Rice Field and Other
Agricultural and Industrial Sources. NIAES. Pp. 187 – 196.
Neue. 1993. Methane Emission From Rice Fields. Bioscience. (43): 466 – 474.
Nurmaini. 2001. Peningkatan Zat-Zat Pencemar Mengakibatkan Pemanasan
Global. http://library.usu.ac.id (diakses, 17 Oktober 2017)
Powlson DS dan Olk D. 2000. Long – term Soil Organic Matter Dynamics.
Carbon and Nitrogen Dynamics in Flooded Soils.(53) Pp 49 – 63.
Rennenberg H, Wassmann R, Papen H, dan Seiler W. 1992. Trace gas exchange
in rice cultivation. Ecological Bulletin. 42 : 164 – 173.
Setyanto P. 2004. Teknologi mengurangi emisi gas rumah kaca dari lahan
sawah. Iptek Tanaman Pangan. 3(2): 205-214.
Susandi A, Herlianti I, Tamamadin M, Nurlela I. 2012. Dampak perubahan iklim
terhadap ketinggian muka laut di wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi
Lingkungan. 12 (2): 8 Halaman.
Suprihatin, Indrasti NS, Romli M. 2008. Potensi penurunan emisi gas rumah kaca
melalui pengomposan sampah. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 18 (1):
53-59.
Veldkamp E, Keller M, dan Marvin N. 1998. Effect of pasture management on
N2O and NO emissions from soils in the humid tropics of costa rica. Global
Biogchemical Cycles. (12): 71 – 79.
Wihardjaka A, Tandjung SD, Sunarminto BH dan Sugiharto E. 2011. Methane
emission from direct seeded rice under the influences. Indonesian Journal of
Agricultural Science. 13(1): 1-11.
Yan XY, Cai ZC, Ohara T dan Akimoto H. 2003. Methane emission from rice
fields in mainland China: amount and seasonal and spatial distribution.
Journal of Geophysical Research: Atmospheres. Volume (108) : 4505 - 4520.

Anda mungkin juga menyukai