Anda di halaman 1dari 4

Kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam menjadi 'terobosan' KPK berantas korupsi

sumber daya alam


Ayomi AmindoniBBC Indonesia
29 Maret 2018

Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun penjara untuk
kasus korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (28/03).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 18
tahun. Namun, dalam tuntutan terhadap Nur Alam, pertama kalinya KPK menggunakan
kerusakan lingkungan untuk menilai kerugian keuangan negara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terobosan ini menunjukkan jaksa KPK cukup
progresif dalam memperhitungkan kerugian negara akibat korupsi di sektor sumber daya
alam.

"Dia menggunakan penghitungan kerugian negara bukan hanya dari kerugian materiil saja
tapi dilihat juga kerugian lingkungannya, bahkan sampai biaya pemulihannya," ujar
Koordinator Divisi Kampanye ICW Siti Juliantari kepada BBC Indonesia.
 Pilkada 2018 akan 'penuh' dengan para calon tersangka koruptor?
 Dua dari tiga calon wali kota Malang menjadi tersangka korupsi, bagaimana
dampaknya pada elektabiltas mereka?
 'Merugikan negara', ribuan izin tambang di Indonesia akan diblokir

"Ini adalah satu hal yang sudah baik dan kami mendorong harusnya bisa diterapkan ke kasus-
kasus korupsi sumber daya alam lainnya. Jangan hanya di kasus Nur Alam," imbuhnya.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah menyatakan
terobosan KPK ini bisa menjadi yurisprudensi dan bisa digunakan untuk menyasar kasus
korupsi serupa yang menyebabkan dampak kerusakan pada lingkungan hidup.

"Ini akan mampu tidak hanya memutus korupsi, tapi juga memutus kerusakan lingkungan
hidup," ujar Merah.

Nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus Nur Alam sangat fantastis, mencapai
Rp4,3 triliun. Nilai itu hampir dua kali lipat nilai kerugian negara dalam kasus dugaan
korupsi proyek KTP elektronik, yang diklaim mencapai Rp2,3 triliun.

Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya atas hasil penghitungan auditor negara. Sebab, salah
satu yang dihitung adalah kerugian akibat kerusakan lingkungan.

Tidak cuma itu, politikus Partai Amanat Nasional itu juga dituntut membayar uang pengganti
Rp2,7 miliar dari keuntungan yang diperoleh dari izin pertambangan yang diberikan Nur
Alam kepada pengusaha.

Lebih ringan dari tuntutan


Imbas dari kasus korupsi yang menjeratnya, Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah
mengganjar Nur Alam vonis pidana selama 12 tahun.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Nur Alam dengan pidana penjara
selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda itu
tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ujar Diah seperti
dilaporkan wartawan BBC Indonesia Abraham Utama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta, pada Rabu (23/03) malam.

Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam
untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan mencabut hak politiknya selama
lima tahun.

Nur Alam langsung mengajukan banding atas vonis yang diterimanya.

"Saya tanpa berkonsultasi dengan para pengacara atau penasihat hukum saya karena pada
akhirnya saya yang merasakan langsung. Maka saya menyatakan saat ini tanpa menunda
waktu untuk banding," tegas Nur Alam.

Sebelumnya, jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan musnahnya atau
berkurangnya ekologis pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT Anugrah
Harisma Barakah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki
Wasis, terdapat tiga jenis penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Pertama, total
kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian, kerugian ekonomi lingkungan. Ketiga,
menghitung biaya pemulihan lingkungan.

Sesuai penghitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan
PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp2,7 triliun.

Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki Wasis.

Atas hal itu, Nur Alam dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa. Dia juga dituntut
membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Atas kerugian yang ditimbulkannya, Koordinator Divisi Kampanye ICW Siti Juliantari
menegaskan sudah sepantasnya Nur Alam dihukum berat.

"Kami melihat kasus Nur Alam ini bukan hanya kasus korupsi, tapi kejahatan lingkungan.
Kita melihat kasus korupsi dan kejahatan lingkungan itu kan sebenarnya suatu kasus yang
secara garis besar kejahatan kepada kemanusiaan," kata perempuan yang akrab dipanggil Tari
ini.

Apalagi, Nur Alam menjabat gubernur selama dua periode. Sebagai seorang penyelenggara
negara, imbuh Tari, semestinya memberi contoh kepada rakyat untuk tidak korupsi dan
memegang teguh integritas.

Anda mungkin juga menyukai