Anda di halaman 1dari 11

Nama : Rizki Amalia Arifiani

NIM : 051711133037

Kelas : B

Topik : Peracikan Obat

A. Obat dalam Resep

B. Alat-alat Peracikan Obat

C. Cara Pengukuran dan Penimbangan

D. Bahasa Latin dalam Peracikan Obat

PERACIKAN OBAT

Peracikan, atau compounding, telah didefinisikan oleh National Association of Boards


of Pharmacy (Model State Pharmacy Act) sebagai persiapan, pencampuran, penyusunan,
pengemasan, atau pelabelan obat atau alat, sebagai hasil dari perintah pada resep dokter (atau
inisiatif) dan berdasarkan hubungan antara praktisi – pasien – apoteker.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek, peracikan merupakan bagian dari dispensing yang mana
hanya dilakukan apabila diperlukan, tergantung pada resep yang ditulis oleh dokter. Apabila
yang diminta pada resep merupakan obat jadi, maka tidak dilakukan peracikan obat.

A. Obat dalam Resep

Di dalam resep, obat yang dikehendaki bisa saja berbentuk obat jadi ataupun obat
yang harus melalui proses compounding terlebih dahulu. Untuk obat jadi, maka yang perlu
diperhatikan adalah nama bahan aktif atau nama dagang, kekuatan bahan aktif, sediaan, dan
jumlah yang diminta. Untuk obat yang harus diracik terlebih dahulu, maka ada beberapa
bahan obat yang diperlukan, baik itu bahan aktif, bahan pengisi, dan bahan tambahan
lainnya. Dalam meracik, apoteker berpedoman pada Formularium Nasional atau buku
lainnya seperti Formularium Medicamomentum Selectum (FMS). Obat racikan yang paling
sering ditemui di apotek berupa pulveres/serbuk/puyer dan salep.
Obat jadi Obat racikan

B. Alat-alat Peracikan Obat

Dalam proses peracikan obat, tentunya dibutuhkan berbagai macam alat dengan
fungsi yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi alat dibutuhkan untuk prosedur peracikan yang
berbeda pula. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, di ruang peracikan obat sekurang-kurangnya disediakan
peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat,
bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket
dan label obat.

Berdasarkan jenis bahan obat yang digunakan, maka secara garis besar alat
peracikan dibedakan menjadi dua. Bahan obat padat dan setengah padat perlu dilakukan
penimbangan massa dengan timbangan, sedangkan bahan obat cair perlu dilakukan
pengukuran volume dengan alat ukur. Selain dua jenis alat di atas, dibutuhkan pula alat
peracikan pendukung, seperti batang pengaduk, sendok, spatel, sudip, dll.

1. Alat Penimbangan

Menurut Farmakope Indonesia III, terdapat berbagai tipe timbangan, yaitu gram
kasar dengan daya beban 250-1000 gram dan kepekaan 200 mg; gram halus dengan daya
beban 100-200 gram dan kepekaan 50 mg; milligram dengan daya beban 10-50 gram dan
kepekaan 2,5 mg. Kepekaan adalah tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada
salah satu pinggan timbangan, setelah keduanya diisi muatan maksimum menyebabkan
ayunan jarum timbangan tidak kurang dari 2 mm tiap dm panjang jarum. Penimbangan
terkecil teoretis ialah sebesar 1/5% x kepekaan. Misalnya, kepekaan timbangan
milligram adalah 2,5 mg, maka penimbangan terkecil adalah 1/5% x 2,5 mg = 50 mg.
Untuk penimbangan lebih kecil dari 50 mg perlu dilakukan pengenceran atau penipisan.

Untuk menimbang, selain dibutuhkan timbangan juga diperlukan anak


timbangan. Satuan anak timbangan dapat berupa gram atau milligram. Perlu diingat
bahwa saat mengambil anak timbangan milligram perlu dibantu dengan pinset agar anak
timbangan tetap bersih sehingga menjamin keakuratan penimbangan.

Timbangan gram kasar Timbangan gram halus Timbangan miligram

2. Alat Pengukuran

Di apotek, terdapat dua jenis alat yang digunakan untuk mengukur bahan cair,
yaitu gelar ukur dan pipet tetes. Masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda.

a. Gelas Ukur

Gelas ukur merupakan alat ukur volume cairan yang tidak memerlukan tingkat
ketelitian yang tinggi. Berdasarkan bentuknya, gelas ukur dibedakan menjadi gelas
ukur conical dan gelas ukur cylindrical.

 Gelas ukur conical, memiliki bentuk mengerucut, lebih


banyak digunakan dalam praktik karena memiliki beberapa
keuntungan, antara lain cairan lebih mudah dituangkan dan
sisa cairan lebih mudah dibilas. Selain itu, alat lebih mudah
dibersihkan dan dikeringkan.

 Gelas ukur cylindrical, memiliki bentuk tabung lurus,


memiliki keunggulan yaitu ketepatan pembacaan meniskus
yang lebih baik dibandingkan tipe conical.
b. Pipet Tetes

Apabila yang diperlukan dalam peracikan ialah


bahan cair dalam jumlah kecil, maka alat ukur yang
digunakan ialah pipet tetes. Pipet tetes yang digunakan
merupakan pipet tetes terkalibrasi yang memiliki skala
pada badannya, bukan pipet tetes yang sering digunakan
dalam laboratorium kimia biasa.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan pipet tetes


adalah densitas bahan cair, temperatur, viskositas bahan cair, tegangan permukaan dan
bentuk lubang penetes. Pipet tetes yang digunakan dalam peracikan biasanya
berdiameter 3 mm, dan jika digunakan untuk meneteskan air pada posisi tegak akan
menghasilkan tetesan dengan bobot 45-55 mg.

3. Alat Penunjang Peracikan


a. Alat untuk Mengambil Bahan

Di Apotek, perlu disediakan alat-alat untuk mengambil bahan yang dibutuhkan


pada saat penimbangan. Beberapa jenis alat disiapkan dengan fungsinya masing-
masing. Jika yang ditimbang adalah bahan cair, maka diperlukan pula beaker glass
atau labu Erlenmeyer.

 Spatel penyu, digunakan untuk mengambil bahan setengah


padat.

 Sendok stainless steel, digunakan untuk mengambil bahan


bersifat khusus, misal bersifat korosif dan berbau tajam.

 Sendok penyu, digunakan untuk mengambil bahan pada


umumnya.
 Sendok dan spatel porselen, digunakan untuk mengambil
bahan bersifat khusus.

b. Alat lainnya
 Beaker glass/gelas piala, digunakan untuk tempat melarutkan
bahan yang cara pelarutannya dengan diaduk.

 Labu Erlenmeyer, digunakan untuk tempat melarutkan bahan


yang cara perlarutannya dengan digoyang-goyangkan.

 Batang Pengaduk, digunakan untuk mengaduk dan membantu


menuangkan cairan yang akan ditimbang

 Lumpang-alu/mortir-stamper, digunakan untuk mencampur


dan menumbuk atau menghaluskan bahan obat padat.

 Gelas arloji, digunakan untuk wadah penimbangan bahan obat


setengah padat yang tidak bisa diletakkan pada kertas perkamen dan
botol timbang karena lengket.

 Sudip, digunakan untuk membersihkan dan mengambil sisa-sisa


obat yang masih tersisa di dalam mortir, dan untuk memasukkan
sediaan ke wadah.
 Cawan porselen/cawan penguap, digunakan untuk
menimbang sediaan cair, bisa juga untuk meleburkan bahan setengah
padat untuk sediaan salep. ukurannya ada yang kecil dan besar
tergantung sediaan yang akan ditimbang.

 Botol timbang, digunakan untuk menimbang bahan padat


maupun cair yang bersifat higroskopis dan mudah menguap.

 Sendok takar, digunakan untuk mengambil bahan padat,


semipadat, maupun cair dengan takaran tertentu.

 Gelas takar, digunakan untuk mengambil bahan cair dengan


takaran tertentu.

 Kertas perkamen, digunakan sebagai alas bahan padat yang


akan ditimbang dna untuk membungkus obat serbuk/puyer yang
telah diracik.

C. Cara Pengukuran dan Penimbangan


1. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan untuk menentukan volume


zat cair menggunakan alat-alat gelas. Hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan pengukuran adalah adanya
fenomena meniskus. Jika cairan dituang ke dalam wadah
gelas, maka bagian permukaan akan menjadi bentuk
konkaf yang terjadi akibat kontak antara cairan dengan
wadah. Oleh karena itu, pada saat mengukur volume
cairan, pastikan bahwa mata sejajar dengan meniskus.
Meniskus yang dilihat adalah meniskus bawah.
2. Cara Penimbangan

Secara umum, penimbangan bahan baik berbentuk padat, setengah padat,


maupun cair adalah sama. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:

a) Zat yang banyaknya kurang dari 1 gram ditimbang pada timbangan milligram
b) Obat berkhasiat keras sebaiknya ditimbang pada timbangan milligram meskipun
banyaknya lebih dari 1 gram
c) Zat yang banyaknya kurang dari 30 mg tidak boleh ditimbang, karena hasil
penimbangannya tidak tepat. Maka harus diencerkan dulu, biasanya digunakan
bahan yang bersifat inert
d) Pengambilan zat padat dari wadah persediaan digunakan sendok dan pengambilan
lemak memakai spatel
e) Sendok dan spatel setelah dipakai segera dibersihkan dengan kain serbet untuk
sendok sedangkan spatel dengan kertas
f) Ekstrak kental ditimbang pada kertas paraffin dan dengan spatel dimasukkan dalam
mortir
g) Zat cair ditimbang dalam botol atau gelas beker yang telah ditara. Cara mentara botol
dilakukan pada pinggan timbangan tempat anak timbangan yaitu sebelah kiri
diletakkan kotak berisi butir-butir besi atau gelas (gotri)
h) Mengukur obat cair yang hanya beberapa mL digunakan gelas ukur yang ditara
i) Dalam menuang cairan dari botol, maka letak etiket pada botol adalah di atas, untuk
menghindari pengotoran etiket.
D. Bahasa Latin dalam Peracikan Obat

Bahasa resep merupakan bahasa penulisan resep, menggunakan singkatan bahasa


Latin. Bahasa Latin digunakan sebagai bahasa resep karna bahasa Latin merupakan bahasa
yang tidak berkembang, alias statis, sehingga makna bahasanya tidak berubah oleh waktu,
baku dan kaku, sehingga bisa digunakan menjadi bahasa standar dalam resep secara global.
Penggunaan bahasa Latin dapat meminimalisir ambiguitas perintah dalam resep obat.
Banyak sekali singkatan bahasa Latin yang digunakan dalam resep, namun ada beberapa
yang berkaitan dengan peracikan obat, antara lain:

No. Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


1. m.f misce fac Campur dan Aturan peracikan atau
buatlah pembuatan terlihat pada
bagian yang diawali
dengan m.f.
2. m.f.l.a misce fac lege Campur dan
artis buatlah menurut
seni (meracik
obat)
3. a.a. ana Masing-masing Jika ad maka
4. aa p.aeq. Ana partes Masing-masing ditambahkan bahan
aequales sama banyak tersebut sampai
5. a.d. ad Sampai volume/bobot total
sesuai dengan yang
tercantum dalam resep.
Jika aa maka tambahkan
bahan tersebut sesuai
yang tercantum dalam
resep.
Jika tertulis aa ad, maka
perlu dihitung dahulu
selisih bobot/volume
antara sediaan akhir
yang ingin dibuat
dengan bobot/volume
bahan yang ada.
Selisih bobot/volume
tersebut lalu dibagi
dengan bahan yang
terkena perintah ini,
sehingga hasil akhir
sediaan tetap sama
dengan yang tertulis
dalam resep
6. add adde Tambahkan adde berarti
ditambahkan bahan
sesuai yang tertulis
dalam resep.
7. ad.libit. ad libitum Tambahkan Contoh pada pembuatan
sesukanya pulveres maka bahan
pengisi dapat diberi
perintah ini agar hasil
akhir pulveres dapat
didekatkan ke 250mg
atau 500mg.
8. q.s. quantum satis Secukupnya
9. d.t.d. da tales doses Berikan dalam Jika ada d.t.d. maka
dosis demikian penimbangan dilakukan
dengan mengalikan
masing masing bahan
dengan jumlah sediaan
yang dibuat, sehingga
bobot setiap bahan
dalam tiap sediaan akhir
akan sesuai dengan yang
tertulis di resep.
Jika tanpa d.t.d. maka
penimbangan dilakukan
sesuai yang tertulis
dalam resep.
10. d.i.d. da in dimidio Berikan Yang dimaksud
setengahnya setengah adalah jumlah
sediaannya, bukan
dosisnya.
Contoh di resep tertulis
10 kapsul, maka dibuat
5 kapsul saja, bukan
dibuat 10 kapsul dengan
dosis setengahnya.
11. cito cito Segera Jika ada aturan ini maka
12. p.i.m. periculum in mora Berbahaya jika resep harus
ditunda didahulukan.
13. div.in.part.aeq. divide in partes Bagilah ke dalam
aequales bagian-bagian
yang sama
14. g gramma Gram
15. gr grain ± 65 mg Jika bahan dalam resep
tidak tertulis satuannya,
maka diasumsikan
adalah dalam gram.
Hati-hati penulisan
gram cukup g saja, jika
gr maka akan menjadi
grain.
16. d.c.f. da cum formula Berikan dengan
resepnya

Bentuk sediaan

No. Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


1. ampl. ampula Ampul
2. aurist. auristillae Obat tetes telinga
3. bol. boli Pil besar
4. caps. capsule Kapsul
5. collut. collutio Obat cuci mulut Bedanya gargarisma
6. garg. gargarisma Obat kumur untuk kumur di mulut dan
tenggorokan, namun
collutio cukup di mulut
saja.
7. crem cremor Krim
8. emuls emulsum Emulsi
9. pulv. pulveres Serbuk terbagi
10. narist. naristillae Obat tetes hidung
11. oculent. oculentum Salep mata
12. past.dentifr. pasta dentrificia Pasta gigi
13. pil. pilula Pil
14. pot. potio Obat minum
15. pulv. pulvis Serbuk
16. pulv.adsp. pulvis Serbuk tabor
adspersorius
17. sol. solutio Larutan
18. tinc. tinctura Tingtur

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia V. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Athijah Umi, et al. 2011. Buku Ajar Preskripsi: Obat dan Resep Jilid 1. Surabaya: Airlangga
University Press.

Anief, M., 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek

Gudeman, Jennifer, et al. 2013. “Potential Risks of Pharmacy Compounding”, dalam


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3627035/ (diakses pada Senin, 19 April 2018
pukul 18.00)

m-rifqi-rokhman.staff.ugm.ac.id/files/2014/03/Bahasa-Latin.pdf (diakses pada Senin, 9 April


2018 pukul 16.00)

Anda mungkin juga menyukai