Anda di halaman 1dari 69

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas observasi
yang berjudul “Survei Lalu Lintas Persimpangan Jl. Dr.Sam Ratulangi-Kasuari-
Lanto.Dg.Pasewang”. Tak lupa shalawat dan salam kami hantarkan kepada
Rasulullah SWA yang telah membawa kita dari alam kebodohan kea lam yang
penuh petunjuk ini.

Kami yang bertanggung jawab atas tugas observasi ini telah berusaha
semaksimal mungkin untuk membuat tugas ini dengan baik dan dengan teliti.
Kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada ibu dosen Sri Gusty
ST,MT. selaku pembimbing mata kuliah Rakayasa Lalu Lintas serta rekan-rekan
yang telah mendukung dan mejalankan tugas ini.

Kami menyimpulkan bahwa tugas besar ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami serta
pihak akademi, umum, praktisi maupun pembaca.

REKAYASA LALU LINTAS i


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i


Daftar Isi ......................................................................................................... ii
Daftar Tabel.................................................................................................... ii
Daftar Gambar ............................................................................................... iv
Daftar Notasi................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
A. Volume Lalu Lintas ....................................................................... 1
B. Kecepatan Lalu Lintas ................................................................... 2
C. Kecepatan Lalu Lintas ................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI


A. Persimpangan ................................................................................ 7
B. Lampu Lalu Lintas ........................................................................ 17
C. Syarat-syarat Pemasangan Traffic Light ....................................... 19
D. Tingkat Pelayanan ......................................................................... 31

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN


A. Perhitungan Volume Lalu Lintas .................................................. 35
B. Analisa Persimpangan ................................................................... 37
C. Perhitungan.................................................................................... 41
D. Perhitungan.................................................................................... 49
E. Rasio Hijau .................................................................................... 51
F. Antrian ........................................................................................... 52
G. Kendaraan Terhenti ....................................................................... 56
H. Tundaan (Delay) ............................................................................ 59

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.................................................................................... 64
B. Saran .............................................................................................. 64

REKAYASA LALU LINTAS ii


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Konversi Kesatuan Mobil Penumpang ................................... 6


Tabel 2.2 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota .................................................... 13
Tabel 2.3 Hubungan Waktu Fase dan Waktu Siklus........................................ 26
Tabel 2.4 Hubungan Antara Leve of Service-Waktu Tunda Kendaraan ......... 33
Tabel 3.1 Volume Lalu Lintas Pada Persimpangan Jalan DR.Sam
Ratulangi-Kasuari-Lanto Dg.Pasewang .......................................... 36

Tabel 3.2 Perhitungan Rasio Belok Kiri, Belok Kanan, dan Lurus ................. 40
Tabel 3.3 Arus Belok Kanan (FRT) ................................................................. 45
Tabel 3.4 Arus Belok Kiri (FLT) ..................................................................... 45
Tabel 3.5 Faktor Rasio Arus (FR) .................................................................... 47
Tabel 3.6 Faktor Rasio Arus Simoang (IFR) ................................................... 48
Tabel 3.7 Alokasi Waktu Siklus....................................................................... 49
Tabel 3.8 Kapasitas Samping ........................................................................... 50
Tabel 3.9 Derajat Kejenuhan (DS) ................................................................... 51
Tabel 3.10 Rasio Hijau (GR) ........................................................................... 51
Tabel 3.11 Jumlah SMP yang Tersisa dari Fase Hijau Sebelumnya (NQ) ...... 53
Tabel 3.12 Jumlah SMP yang Datang Selama Fase Merah (NQ2) .................. 54
Tabel 3.13 Jumlah Kendaraan Antri (NQ) ....................................................... 55
Tabel 3.14 Panjang Antrian (QL)..................................................................... 56
Tabel 3.15 Panjang Antrian (NS) ..................................................................... 57
Tabel 3.16 Kendaraan Terhenti (Nsv) .............................................................. 58
Tabel 3.17 Koefisien antara Fase Hijau dengan Fase Merah (NQ2) ............... 59
Tabel 3.18 Tundaan Lalu Lintas (DT) ............................................................. 60
Tabel 3.19 Tundaan Geometrik (DG) .............................................................. 61
Tabel 3.20 Tundaan Rata-rata (D) ................................................................... 62
Tabel 3.21 Kendaraan Total ............................................................................. 63

REKAYASA LALU LINTAS iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Fase Persimpangan ............................................................... 24

Gambar 3.1 Traffic Condition .......................................................................... 37

REKAYASA LALU LINTAS iv


DAFTAR NOTASI

Q = Arus Lalu Lintas

Emp = Ekivalensi Mobil Penumpang

Smp = Satuan Mobil Penumpang

PHF = Faktor Jam Puncak

Type O = Arus Berangkat Terlawan

Type P = Arus Berangkat terlindung

ST = Lurus

RT = Belok Kanan

PRT = Rasio Belok Kanan

PLT = Rasio Belok Kiri

PUM = Rasio Kendaraan Tak Bermotor

QUN = Arus Lalu Lintas Tak Bermotor

QMV = Arus Lalu Lintas Bermotor

VA = Kecepatan Kendaraan Masuk

VE = Kecepatan Kendaraan Keluar

SE = Jarak Garis Henti Kendaraan Keluar

SA = Jarak Garis Henti Kendaraan Masuk

I = Waktu Merah

IG = Antar Hijau

LTI = Waktu Hilang

WA = Lebar Pendekat

We = Lebar Efektif

Wentry = Lebar Masuk

Wexit = Lebar Keluar

REKAYASA LALU LINTAS vi


LTOR = Belok Kiri Langsung

WLTOR = Lebar Belok Kiri Langsung

PLTOR = Rasio Belok Kiri Langsung

SO = Arus Jenuh Dasar

S = Arus Jenuh

Fp = Faktor Penyesuaian Parkir

Fcs = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

FSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

𝐹𝐺 = Faktor Penyesuaian Kelandaian

FRT = Faktor Penyesuaian Belok Kanan

FLT = Faktor Penyesuaian Belok Kiri

FR = Rasio Arus

FR CRIT = Rasio Arus Kritis (Tertinggi)

IFR = Rasio` Arus Samping

CUA = Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian

Gi = Waktu Hijau

C = Waktu SIklus Yang Disesuaikan

DS = Derajat Kejenuhan

GR = Rasio Hijau

QL = Panjang Antrian

NQ = Antrian

NQMAX = Antrian Terbesar

NS = Angka Henti

Nsv = Jumlah Kendaraan Berhenti

NSTOT = Angka Henti Seluruh Simpang

REKAYASA LALU LINTAS vii


PSV = Rasio Kendaraan Terhenti

PT = Rasio Kendaraan Berbelok

D = Tundaan

DT = Tundaan Lalu Lintas

DG = Tundaan Geometrik

REKAYASA LALU LINTAS viii


BAB I

PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK LALU LINTAS

Dalam menentukan karakteristik lalu lintas ruas jaln (Walinke) dan


Persimpangan (interchanges) Beberapa Variabel utama yang digunakan antara
lain:

A. Volume Lalu Lintas

Volume alu lintas adalah kendaraan yang melewati satu titik pada
jalur gerak dalam satu satuan dan biasanya diukur dalam unit suatu
kendaraan /satuan mempunyai karakteristik sendiri. Dengan demikian
diperlukan suatu waktu karena arus lalu lintas terdiri dari beberapa jenis
kendaraan yang berbanding dan berbagai jenis kendaraan yang ada. Suatu
perbandingan yang digunakan adalah satuan mobil penumpang (smp),
Yaitu angka equivalent jenis kendaraan tertentu terhadap mobil
penumpang oleh direktur jendral bina marga. Departemen pekerjaan
umum telah menetapkan angka kesesuaian.

Untuk setiap jenis kendaraan terhadap arus lalu lintas sebagai berikut :
Jenis Kendaraan Angka Penyesuaian
- Sepeda 0,50
- Becak 7,00
- Sepeda Motor 1,00
- Mobil Penumpang 1,00
- Pick Up 2,00
- Truk 2,50
- Trainer/Semi Trainer 3,00
- Bus 3,00

REKAYASA LALU LINTAS 1


Dengan angka kesesuaian setiap jenis kendaraan tersebut, dapat
diketahui nilai hambatan yang ditimbulkan . Setiap jenis kendaraan
terhadap arus lalu lintas .

B. Kecepatan Lalu Lintas


Kecepatan lalu lintas adalah besaran yang merupakan lalu lintas
pada suatu jalan. Cara mengukur kecepatan kendaraan yang melewati
suatu titik dan suatu jalan dengan menentukan jarak antara kedua tempat
pengamatan hal ini diambil jarak tiap-tiap arus jalan yang ditentukan.
Pengamatan dilakukan pada setiap kendaraan sampel untuk masing-
masing ruas jalan yang telah dilakukan dengan menggunakan stopwatch
dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan kendaraan tersebut hal ini
dilakukan dengan beberapa kali setiap ruas jalan.
Dengan memperhatikan mutu arus lalu lintas pada suatu ruas jalan
maka kecepatan dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum (kecepatan bebas Vo) ialah suatu tingkat
kecepatan kendaraan yang paling maksimum dapat dicapai oleh
kendaraan sesuai dengan kecepatan yang dimainkan oleh pengemudi
tanpa mengalami hambatan yang berarti dengan kendaraan lainnya di
jalur tersebut.
2. Kecepatan maksimum pada jam sibuk
Kecepatan maksimum pada jam sibuk ialah kecepatan yang paling
maksimum yang dapat dicapai oleh hambatan-hambatan dan kendaraan
lainnya kecepatan maksimum pada jam sibuk diambil pada saat
resminya lalu lintas yang melewati ruas jalan itu berdasarkan waktu
yang ditempuh maka kecepatan dibedakan atas:
 Kecepatan perjalanan
Kecepatan perjalanan, (travel speed) yaitu perbandingan antara
jumlah jarak yang ditempuh dan waktu perjalanan yang
digunanakan untuk menempuh jarak tersebut.

REKAYASA LALU LINTAS 2


 Kecepatan bergerak
Kecepatan bergerak, (running speed) yaitu perbandingan antara
jumlah jarak yang ditempuh dengan waktu selama dalam
keadaan bergerak.

C. Kecepatan Lalu Lintas


Salah satu variable yang penting dalam menilai suatu jalan adalah
dengan mengetahui kepadatan lalu lintas jalan adalah jumlah kendaraan
yang lewat pada suatu bagian tertentudari suatu jalan daam jangka waktu
keadaan jalan dan lalu lintas tertentu, kepadatan ini disebut kepadatan jam
sibuk (D).

Apabila nilai kepadatan pada jalan tertentu besar akan mengakibatkan


kemacetan lalu lintas sehingga tidak menimbulkan kenyamanan bagi
pemakai jalan kepadatan lalu lintas yang seperti ini bisa terjadi suatu
kemacetan arus lalu lintas dan bias disebut kepadatan/kemacetan.

1. Kapasitas jalan
Kapasitas jalan adalah kapasitas suatu ruas system jalan raya
adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan
yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam 1 arah atau 2
arah) dalam periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan
lalu lintas yang umum.

Kapasitas dan volume memiliki kesamaan pula yaitu kendaraan


per jam. Hanya saja voume menggambarkan suatu arus rata-rata
yang sebenarnya dan sifatnya bervariasi, sedangkan kapasitas
menunjukkan kemampuan atau jumlah arus rata-rata maksimum
dengan karakterstik tingkat pelayanan tertentu yang dilakukan oleh
jalan raya. Sehina nilai kapasitas suatu jalan raya menghitung
kepada keadaan lalu lintas dan konstruksi jalan itu sendiri.

REKAYASA LALU LINTAS 3


Beberapa hal yang berhubungan dengan defenisi kapasitas yang
dianggap penting antara lain:

a. Maksimum
Besarnya kapasitas yang menunjukkan volume maksimum
yang dapat ditampung jalan raya pada keadaan lalu lintas yang
bergerak lancer tanpa ada terputus atur kemacetan. Pada
kapasitas kualitas pelayanan atau tingkat pelayanan jalan
dikatakan jauh dan dekat.
b. Kemungkinan yang layak
Umunya kapasitas dinyatakan dalam mobil penumpang
umum per jam, truk dan bus umumnya bergerak dapat
mempengaruhi besarnya kapasitas.
c. Kemungkinan yang layak
Besarnya kapasitas tidak dapat ditentukan dengan tepat
disebabkan banyaknya variabel yang mempengaruhi arus lalu
lintas, terutama pada volume yang tinggi jadi kapasitas actual
pada kondisi jalan merupakan serupa dapat berbeda jauh dari
kata lain besarnya lebih merupakan kemungkinan dari pada
kepastian.
d. Periode waktu tertentu
Volume lalu luntas dan kapasitas sering dinyatakan dalam
jumlah kendaraan per jam. Berhubungan arus lalu lintas yang
terjadi dalam waktu 1 jam dinyatakan senagai “Factor Jam
Sibuk”, ini yang besarnya kurang atau sama dengan 1, adalah
hasil adalah hasil bagidari volume tiap jam dibagi dengan
volume pada periode terpendek dikalikan dengan jumlah periode
dalam 1 jam.
e. Kondisi jalan dan lalu lintas yang umum
f. Kondisi jalan yang umum menyangkut ciri fisik sebuah jalan
yang mempengaruhi kapasitas.

REKAYASA LALU LINTAS 4


Kapasitas jalan dapat dihitung dan dibedakan menurut
penggunannya sebagai berikut :

a. Kapasitas maksimum kendaraan yang dapat melewati suatu titik


tertentu pada jalur atau jalan raya selama waktu 1 jam dalam keadaan
jalan dan lalu lintas yang mendekati ideal yang akan dicapai.
b. Kapasitas yang mungkin adalah kapasitas yang sedang berlaku dimana
nilai kapasitas dasar yang tergantung pada keadaan arus lalu lintas.
c. Kapasitas praktis adalah kapasitas yang memperhitungkan factor jalan
raya, pengaruh geometric, bus dan truk.

REKAYASA LALU LINTAS 5


BAB II
LANDASAN TEORI

Tabel 2.1. Nilai Konversi Kesatuan Mobil Penumpang


TIPE PENDEKAT
JENIS KENDARAAN
RUAS SIMPANG
KENDARAAN RINGAN (LV) 1,0 1,0
KENDARAAN BERAT (HV) 1,3 1,3
SEPEDA MOTOR 0,2 0,4
KENDARAAN TAK BERMOTOR 1,0 1,0

Penghitungan secara manual disesuaikan dengan kondisi negara/tempat


dimana jadwal berangkat dan pulang kerja dan sekolah, belanja, maupun rekreasi
sore/malam hari berbeda satu sama dengan yang lain.
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus lalu lintas (Q) umtuk setiap gerakan (belok kiri QLT, lurus QST dan belok
kanan QRT) dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekuivalen kendaraan penumpang
(emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.
Protected = 1,0 (LV) + 1,3 (HV) + 0,2 (MC) + 0,5 (UM)
Opposed = 1,0 (LV) + 1,3 (HV) + 0,4 (MC) + 1,0 (UM)
Rumus 2.1 Singnalized Intersection. 3) hal 11-27
Nilai dari jam puncak ini kemudian dijadikan bahan analisa untuk arus lalu
lintas dalam satu jam. Sebagai gambaran terhadap kondisi arus lintas kemudian
dilakukan analisis lalu lintas terhadap perbandingan volume lalu lintas dalam satu
jam dengan tingkat arus maksimum untuk masing-masing ruas jalan pada
persimpangan ini. Perhitungan Peak Hour Factor (PHF)
Merupakan perbandingan volume satu jam dengan puncak dari flow rate pada jam
tersebut.

REKAYASA LALU LINTAS 6


A. PERSIMPANGAN
1. Defenisi Persimpangan
Persimpangan adalah bagian terpenting dari system jaringan jalan,
persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan
bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Pada prinsipnya adalah
persimpangan adalah persilangan dua atau lebih jaringan jalan,
persimpangan merupakan faktor-faktor yang paling penting dalam
menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan,
khususnya di daerah-daerah perkotaan.
Setiap persilangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan
lalu lintasnya yang berpotongan, bila lalu lintas yang berpotongan sudah
melampaui kapasitas persimpangan, kemacetan tidak dapat dihindari.
Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dengan melakukan perbaikan
geometrik persimpangan maupun menetapkan cara pengendalian yang
sesuai dapat meningkatka kapasitas persimpangan.
Persimpangan dapat bervariasi dari persimpangan sederhana yang
terdiri dari pertemuan dari beberapa ruas jalan. Terdapat 4 jenis dasar
dari alih gertak kendaraan, yaitu : berpencar (diverging) ; bergabung
(merging) ; berpotongan (crossing) ; dan bersilangan (weaving). :
a. Berpencar (diverging) dari jalan utama
b. Bergabung (marging) dari jalan utama
c. Bersilangan (weaving) dengan jalan utama
d. Berpotongan (crossing) dengan jalan utama.
Sasaran yang harus dicapai pada pengendalian persimpangan
antara lain adalah :
a. Mengurangi maupun menghindari kemungkinan terjadinya
kecelakaan yang disebabkan oleh adanya titik-titik konflik
b. Menjaga agar kapasitas persimpangan operasinya dapat optimal
sesuai dengan rencana.
Harus memberikan petunjuk yang jelas dan pasti serta sederhana
dalam mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan.

REKAYASA LALU LINTAS 7


Kriteria Persimpangan secara lengkap dilakukan berdasarkan
standar nasional dan manual untuk perencanaan seragam dari lalu lintas,
adapun kriteria atau syarat-syarat persimpangan yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan persimpangan adalah sebagai berikut:
1. Sudut simpang sebaiknya mendekati 90°, dan sudut yang lain
dihindari agar pengemudi mendapat ruang pandang yang baik
terhadap kendaraan lain yang datang dari ruas jalan yang
berpotongan dipersimpangan.
2. Penempatan benda yang berada di sudut persimpangan baik berupa
bangunan atau pepohonan yang dapat mengganggu pandangan
pengemudi sebaiknya ditiadakan.
3. Fasilitas belok kiri sebaiknya disediakan agar kendaraan yang
hendak belok dapat dilewatkan dengan komplit minimum terhadap
gerakan kendaraan yang lain.
Lajur terdekat dengan kerb sebaiknya lebar dari biasanya untuk
memberikan ruas bagi kendaraan tak bermotor, (meningkatkan kapasitas
dan keslematan). Lebar laju diharapkan 3,5 m untuk memungkinkan
melwatkan kendaraan sepeda motor.

2. Jenis-jenis Persimpangan
Persimpangan terdiri dari dua jenis, meliputi :
1. Persimpangan sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan
atau ujung jalan masuk ke persimpangan mengarahkan lalu lintas
masuk kejalur yang dapat berlawanan dengan lalu lintasnya, misalnya
pada jalan kota. Bentuk persimpangan sebidang ditentukan oleh :
a. Jumlah kaki persimpangan
b. Bentuk fotologi atau topografi
c. Pola lalu lintas (fluktuasi lalu lintas)
d. Jenis operasional yang diinginkan.

REKAYASA LALU LINTAS 8


Adapun tipe-tipe persimpangan sebidang antara lain :
a. Tipe T tiga kaki, pertigaan atau simpang tiga
b. Tipe Y
c. Tipe empat kaki, perempatan atau simpang empat
d. Tipe rotary, persimpangan dengan bundaran
Untuk persimpangan sebidang ada 4 jenis kontrol lalu lintas yang
dapat digunakan, yaitu :
a. Tanpa pengaturan lalu lintas
b. Pengaturan dengan rambu peringatan
c. Pengaturan dengan lampu lalu lontas
d. Pengaturan berhenti
Kontrol utama persimpangan sebidang adalah :
a. Desain jam lalu lintas
b. Karakteristik lalu lintas (menerus ataumembelok)
c. Kecepatan rencana
2. Persimpangan tak sebidang
Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan yang
memisahkan lalu lintas pada jalur berbeda-beda sedemikian rupa
sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi
pada tempat dimana kendaraan-kendaraan memisah diri atau
bergabung menjadi satu pada jalur gerakan yang sama.

3. Geometrik Simpang
Geometrik simpang merupakan dimensi yang nyata dari suatu
persimpangan yang bersinyal memerlukan hal-hal khusus pada desainnya.
Untuk menganalisanya perlu mengetahui beberapa definisi sebagai
berikut :
1. Approach yaitu kaki persimpangan, arah pada persimpangan yang
digunakan untuk antrian kendaraan sebelum menyeberangi garis
penghentian.

REKAYASA LALU LINTAS 9


2. We Intersection Entry Width (WENTRY dalam m) yaitu lebar rata-
rata jalan yang efektif untuk semua kaki-kaki.
3. Wac Road Entry Width (WA dalam m) yaitu lebar rata-rata jalan
pada sebuah persimpangan dari suatu jalan.
4. Exit Width (WEXIT dalam m) yaitu lebar kaki persimpangan yang
digunakan kendaraan untuk keluar dari persimpangan.
5. Width Left Turn On Red (WLTOR dalam m) yaitu lebar kaki
persimpangan yang digunakan kendaraan untuk belok kiri pada saat
lampu merah.
6. Efective Approach Width (We dalam m) yaitu efektif kaki
persimpangan.

4. Kapasitas Simpang
Kapasitas simpang adalah tingkat arus maksimum dimana
kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan jalan pada
periode waktu tertentu untuk kondisi lajur/jalan, lalulintas, pengendalian
lalu lintas dan kondisi cuaca yang berlaku.
Yang dimaksud dengan kondisi lalu lintas adalah meliputi
distribusi kendaraan dalam setiap gerakan, baik itu menerus, belok kiri,
maupun belok kanan, tipe distribusi dan lokasi parkir pada daerah
persimpangan. Kondisi jalan ini adalah keadaan geometrik yang meliputi:
a. Tipe kaki persimpangan
b. Lebar kaki persimpangan
c. Tipe median jalan mayor.
Dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI),
kapasitas persimpangan dengan lampu lalu lintas dapat dihitung sebagai
berikut :

C = S x g/c
Rumus 2.2. Kapasitas Simpang

REKAYASA LALU LINTAS 10


Dimana :
C = Kapasitas Approach (smp/jam)
S = Arus jenuh, berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g = Kurun waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan
sinyal yang lengkap (Untuk menyesuaikan fluktuasi lalu
lintas, kapasitas rencana harus diperhitungkan dengan baik
agar dapat mewadahi pengoperasian yang praktis.
Dalam hal menganalisa suatu simpang, maka diperlukan
parameter perhitungan selanjutnya berdasarkan informasi tentang volume
lalu lintas, arus jenuh, waktu siklus dan waktu hijau, yaitu derajat
kejenuhan (DS) dan rasio hijau (GR). Untuk masing-masing pendekat
pada suatu simpang, derajat kejenuhan dihitung dengan rumus-rumus :
DS = Q/C = (Q x c) / ( S x g)
Rumus 2.3. Derajat Kejenuhan
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

S = Arus jenuh (smp/jam)

g = Waktu hijau

c = Waktu siklus (detik)

5. Arus jenuh

Arus lalu lintas jenuh adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat
melewati persimpangan dengan lampu lalu lintas. Arus jenuh dapat
dibedakan atas jenuh dasar (So) dan arus jenuh (S). Arus jenuh dasar dapat
diidentifikasikan yaitu besarnya arus keberangkatan antrian pada suatu
pendekatan selama ondisi ideal (smp/jam hijau). Sedangkan arus jenuh

REKAYASA LALU LINTAS 11


adalah besarnya keberangkatan pada suatu pendekatan pada suatu kondisi
yang ditentukan (SMP/jam hijau).

Untuk jalan pendekat yang sempit, arus jenuh mempunyai efek


yang bertingkat-tingkat yang dipengaruhi oleh proposi kendaraan berat
yang dapat disesuaikan sebagai berikut :

Arus jenuh setiap approach menurut MKJI (Manual Kapasitas


Jalan Indonesia) adalah sebagai berikut :

S = So x Fcs x Fsf x FG x Fp x FRT x FLT (smp/jam hijau)

Rumus 2.4. Arus Jenuh

Dimana :

So = Arus jenuh dasar (smp/jam hijau)


Fcs = Faktor tipe kota berdasarkan jumlah penduduk
Fsf = Faktor penyesuain tipe daerah Persimpangan
FG = Faktor penyesuain kendaraan approach
FP = Faktor penyesuain parkir pada daerah persimpangan
FRT = Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kanan
FLT = Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kiri
Penentuan arus jenuh daerah berdasarkan tipe kaki persimpangan dapat di
estimasi sebagai berikut :

a. Untuk pendekatan tipe P ( arus terlindung)

So = 600 x We smp/jam hijau

Rumus 2.5 Pendekatan Tipe P

Dimana :

We = Lebar efektif kaki persimpangan (m)

REKAYASA LALU LINTAS 12


b. Untuk pendekatan tipe O (Arus berangkat berlawanan)
Arus jenuh dasar pada tipe ini tergantung dari volume lalu lintas
yang belok kanan (Qrt) dari approach yang berlawanan (Qrto) serta
lebar efektif ( We ). Arus jenuh dasar dapat dibedakan atas dua macam
yaitu tanpa jalur khusus dan dengan jalur khusus untuk kendaraan yang
belok kanan.

Untuk faktor penyesuain diatas dapat dilihat dibawah ini :


a. Faktor penyesuain untuk ukuran kota ( Fcs)
Faktor ini didasarkan atas jumlah penduduk kota dapat dilihat pada
table dibawah ini :
Tabel. 2.2 Faktor penyesuaian Ukuran kota (Fcs)

Penduduk Kota Faktor penyesuaian


(juta jiwa) Ukuran kota
>3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
<0,1 0,82

b. Faktor penyesuaian hambatan samping (Fsf)


Tipe daerah persimpangan dibagi dalam tiga klasifikasi yaitu
daerah bisnis,pemukiman dan daerah dimana tidak ada jalan yang
masuk pada pendekat.
c. Factor penyesuaian kelendaian jalan (FG)

REKAYASA LALU LINTAS 13


d. Factor penyesuaian aktifitas parkir pada daerah persimpangan (Fp)
Fp dihitung sebagai fungsi jarak dan garis henti sampai kendaraan
yang diparkir pertama. Fp dapat juga dihitung dari rumus berikut,yang
mencakup pengaruh panjang waktu hijau :
Fp = (Lp/3 – wa – 2 ) x (Lp/3 – g ) / wa ) / g
Rumus 2.6. Penyesuaian aktifitas parkir (Fp)
Dimana :

Lp = jarak aktifitas parkir antara garis henti dan kendaraan yang


diparkir pertama (m) (panjang dari lajur pendek )

Wa = Lebar kaki persimpangan (m)

G = Waktu hijau pada kaki persimpangan yang ditinjau (detik)


(nilai normal 26 detik)

e. Faktor penyesuaian kendaraan terhadap arus belok kanan ( FRT)


FRT = 1,0 + PRTx 0,26
Rumus 2.7 Arus belok kanan( FRT )
Sumber. Highway capacity Manual Project ( HCM ),1997 , Hal II – 55
Dimana :
FRT = Faktor penyesuaian terhadap kendaraan belok kanan
PRT= Persentase kendaraan belok kanan
f. Factor penyesuaian terhadap arus belok kiri
Factor penyesuaian ini hanya untuk pendekatan tipe P tanpa belok
kiri langsung ( LTOR ). Dapat diestimasikan dengan rumus sebagai
berikut :

FLT = 1,0 + PRTx 0,16


Rumus 2.8 . Arus belok kiri ( FLT )
Dimana :
FLT = Factor penyesuaian terhadap kendaraan belok kiri
PLT = Prosentase kendaraan belok kiri

REKAYASA LALU LINTAS 14


6. Antrian

Panjang Antrian adalah banyaknya jumlah kendaraan yang antri


dalam suatu persimpangan jalan.

Dalam menganalisa jumlah panjang antrian pada persimpangan yang


menggunakan lampu lalu lintas menurut metode IHCM , dari nilai
kapasitas dan derajat jenuh dapat untuk menghitung jumlah antrian(NQ1)
yang merupakan sisa dari fase hijau sebelumnya , dengan formula sebagai
berikut :

Untuk DS > 0,5 :

8( 𝐷𝑆−0,5)
NQ1= 0,25 x C x{( 𝐷𝑆 − 1 )√( 𝐷𝑆 − 1 )2 + }
𝐶

Rumus 2.9. Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ( NQ1)

Sumber. Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ),1997,Hal II – 64

Dimana :

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau yang sebelumnya
C = Kapasitas (smp/jam)
DS = Derajat Kejenuhan
Catatan :

Untuk DS < 0,5 : NQ1 = 0

Kemudian dihitung jumlah SMP yang dating selama fase merah ( NQ2)
dengan formula sebagai berikut :

1−𝐺𝑅 𝑄
NQ2 = C x 1−𝐺𝑅 𝑥 𝐷𝑆 𝑥 3600

Rumus 2.10. jumlah smp yang datang selama fase merah ( NQ2 )

REKAYASA LALU LINTAS 15


Dimana :

NQ2= Jumlah smp yang datang selama fase merah

C = Kapasitas ( smp/ jam )

DS = Derajat Kejenuhan

GR = Rasio hijau ( g / c )

C = Waktu siklus ( detik )

Q = Arus lalu lintas pada pendekatan tersebut

Untuk menghitung jumlah total ( NQ ), maka kedua hasil diatas


dijumlahkan dengan formula sebagai berikut :

NQ = NQ1 + NQ2

Rumus 2.11. Total antrian ( QL )

Panjang antrian ( QL ) diperoleh dari perkalian NQMAXdengan luas rata-


rata yang dipergunakan smp ( 20 m2) dan dibagi dengan WENTRY.

𝑁𝑄𝑀𝐴𝑋 𝑥 20
QL = 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌

Rumus 2.12. Panjang antrian ( QL )

Sumber. Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ),1997, Hal II – 65

Dimana :

QL = Panjang antrian

NQMAX = Jumlah kendaraan antri maksimum

WENTRY = Lebar masuk ( meter )

C = Kapasitas ( smp )

REKAYASA LALU LINTAS 16


B. LAMPU LALU LINTAS ( TRAFFIC LIGHT )

Semua peralatan yang menggunakan listrik ( kecuali rambu ) untuk


pengaturan,pengarahan,atau peringatan bagi pengemudi atau juga pejalan
kaki diklasifikasikan sebagai lampu lalu lintas. Secara umum, lampu lalu
lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan alasan spesifik
berikut ini :

o Untuk meningkatkan keamanan system secara keseluruhan.


o Untuk memenuhi waktu tempuh rata-rata disebuah
persimpangan,sehingga meningkatkan kapasitas.
o Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan diseluruh aliran lalu
lintas.

Lampu lalu lintas adalah suatu peralatan yang dioperasikan secara


manual,mekanis atau elektris untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan
agar berhenti atau berjalan. Peralatan sekunder terdiri dari sebuah tiang
dan kepala lampu dengan tiga lentera yang warnanya berbeda. Masing-
masing warna tersebut terdiri dari merah untuk berhenti,kuning untuk
peringatan dan hijau untuk berjalan. Hal ini dapat ditambahkan dengan
lampu panah hijau untuk lalu lintas belok.

Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur lalu lintas
kendaraan dan atau pejalan kaki. Alat ini terdiri dari :

a. Lampu tiga warna, untuk mengatur kendaraan;


b. Lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan atau pejalan kaki;
c. Lampu satu warna, untuk memberi peringatan bahaya pada
pejalan kaki.

Manfaat lampu lalu lintas adalah untuk meningkatkan


keamanan,disamping meminimumkan waktu tunda.

REKAYASA LALU LINTAS 17


Komponen-komponen utama dari rangkaian lampu lalu lintas terdiri dari :

1. Kepala lampu
Kepala lampu lalu lintas harus terdiri dari tiga buah lampu, dimana
dipasang secara vertical dengan lampu warna merah berada diatas,
kemudian lampu kuning berada ditengah dan lampu hijau berada di
bawah. Diameter lensa adalah 203 mm, dan lensa tersebut diterangi
dari belakang dengan suatu sumber cahaya yang terpisah. Kepala lalu
lintas didukung oleh tiang-tiang, kabel-kabel dan dinding-dinding.
Suatu sumber listrik harus diberikan kepada kepala alat pengendali
yang bertugas mengoperasikan lampu-lampu tersebut. Lampu- lampu
tersebut harus distandarisasi dan ditempatkan pada lokasi yang jelas
terlihat oleh semua pengemudi kendaraan yang berhenti/menunggu
dipersimpangan.

2. Alat Pengendali
Alat pengendali lampu lalu lintas merupakan suatu peralatan
pengatur waktu elektronik atau elektromekanis yang kompleks (rumit)
dimana berfungsi untuk mengendalikan atau mengkoordinsikan lampu
lalu lintas sesuai dengan program yang ditetapkan sebelumnya. Alat
pengendali ini biasanya dipasang pada suatu kotak ditepi jalan.

3. Detector
Detector biasanya berupa pipa kabel induksi yang memberikan
data secara elektronis ke alat pengendali atas hadirnya suatu
kendaraan. Detector tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisa
kecepatan kendaraaan, dan digunakan pada system operasi actuated.

REKAYASA LALU LINTAS 18


C. Syarat-syarat Pemasangan Traffic Light

Kriteria bahwa suatu persimpangan sudah harus dipasang alat


pemberi isyarat lalu lintas adalah :

1. Arus minimal lalu lintas yang menggunakan persimpangan rata-rata


diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari.
2. Atau bila waktu menunggu/hambatan rata-rata kendaraan
dipersimpangan telah melampaui 30 detik.
3. Atau persimpangan digunakan oleh rata-rata bila dari 175 pejalan
kaki/jam selama 8 jam dalam sehari.
4. Atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.
5. Atau merupakan kombinasi dari sebab-sebab yang disebutkan diatas.
6. Atau karena pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu system
pengendalian lalu lintas terpadu (Area traffic control/ATC), sehingga
setiap persimpangan yang termasuk di dalam daerah yang bersangkutan
harus dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.

Syarat-syarat yang disebutkan diatas tidaklah baik, dan dapat


disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

1. Penyampaian Isyarat
a. Isyarat Lampu
 Ukuran mengenai isyarat alat pemberi isyarat lalu lintas.
Urutan isyarat lampu yang berlaku di Indonesia adalah
merah, hijau, kuning dan kemabli merah agar supaya tidak
terjadi tumpeng tindih antara waktu hijau antar phase,
sebelum hijau pada phase berikutnya diberi suatu waktu
merah bersama (all-read) yang berfungsi untuk meningkatkan
keselamatan dipersimpangan.
 Rambu dan Marka Pelengkap

REKAYASA LALU LINTAS 19


2. Fungsi Traffic Light

Setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk


memenuhi suatu atau lebih fungsi-fungsi di bawah ini :

1. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur


2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada perempatan jalan
3. Mengurangi frekuensi kecelakaan
4. Mengkoordinasi lalu lintas sehingga kendaraan dengan periode
waktu hijau dapat kontinyu berjalan dengan kecepatan tetap.
5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya
penyebaran kendaraan lain atau pejalan kaki.
6. Mengatur pengguna jalur lalu lintas
7. Merumuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat
(ambulance)

3. Jenis Traffic Light

Menurut tipe pengendalian, lampu lalu lintas dapat


dioperasikan dalam tiga system, yaitu :

a. Prestimed
Dalam pengoperasian ini panjang waktu siklus, kurun
waktu hijau dan penggantian interval adalah konstan, yang
ditetapkan berdasarkan telah lalu lintas, bagi setiap fase.
Lampu lalu lintas bekerja berdasarkan urutan waktu yang
tetap yang tidak memperhatikan naik turunnya (fluktuasi) arus
lalu lintas sepanjag hari.

b. Semi actuated operation


`Pada system pengoperasian ini, jalur utama dirancang
mempunyai indikasi terhadap lampu hijau sepanjang waktu
sampai detector samping jalan memastikan bahwa satu atau

REKAYASA LALU LINTAS 20


lebih kendaraan telah sampai pada jalan sekunder. Pada tipe
operasi ini lama putaran dan lama masa lampu hijau dapat
bermacam-macam dari fase dei fase sesuai respon terhadap
permintaan.

Beberapa factor yang yang di perhitngkan mempengaruhi


fase sinyal lalu lintas meliputi:

a. Jenis simpangan
b. Tipe simpangan

Jenis simpangan dinyatakan dengan angka dari jumlah


kaki persimpagan, jumlah lajur Jalan minor dan lajur jalan
mayor

Berdasakan pertimbangan untung rugi fase-fase terpisah


untuk lalulintas belok kanan di usulkan untuk kasus-kasus
berikut :

1. Pada jalan arteri dengan batas kecepatan di atas


50km/jam kecuali jumlah kendraan belok kanan sangat
kecil.
2. Jika terdapat lebih lebihdari satu lajur terpisah lalu lintas
belok kanan pada setiap approach.
3. Jumlah kecelakaan melibatkan kendraan di atas normal
dan upaya keselamatan lainya tidak dapat di lakukan.

Pada persimpangan yang menggunakan lampu lalu lintas


dapat di bedakan atas2 macam tipe pendek yaitu:

1. Untuk pendekatan tipe O (arus berangkat berlawanan )


yaitu jenis perangkat kendaraan pada persimpagan dimana
terjadi titik konflik antara kendaraan belok kanan dengan
kendaraan bergerak lurus atau belok kiri dari kaki

REKAYASA LALU LINTAS 21


persimpangan yang berbeda saat lampu hijau pada fase
yang sama.
2. Untuk pendekatan tipe P ( arus terlindung) yaitu jenis
pergerakan kendaraan pada persimpangan tanpa terjadinya
konflik dari kaki persimpangan

c. Penggunaan Sinyal

Langakah-langkah perhitungan kapasistas menurut MKJI


halaman 2-36 untuk persimpangan bersinyal meliputi:

1. Menentukan Waktuk antara hijau (MERAH SEMUA) dan


waktu hilang (LTI) penentuan Waktu antara hijau didasarkan
pada nilai EV dan AV,untuk penentuan waktu hilang didasrakan
pada selisih antara waktu pada semua fase.
2. Menentukan pola tipe pendekatan. Tipe ini di peroleh dari
Gambar3.5 penentuan tipe pendekatan berdasrkan tipe
pendekatan terlindungi P dan gambar O.
3. Menentukan factor lebar Pendek efektif ( We) Nilai We di
peroleh dari gambar 3.6 pedekatan dengan dan tanpa pulau lalu
lintas berdasrkan lebar pendekatan efektif.
4. Menentukan Arus Jenuh Dasar (So) nilai so ditetapkan dengan
rumus sebagai berikut:so=600x We Smp/jam
5. Menentukan factor-faktor Penyesuaian.Untuk dapat menentukan
nilai arus jenuh dasar(S)nilai ini di peroleh dengan terlebih
dahulu menghitung dan menyesuaikan sesuai dengan :

a) Menentukan factor koreksi urutan kota (Fcs) berdasarkan


Tabel 3.3 faktor koreksi ukuran kota (Fcs)
b) Menentukan factor penyesuaian hambatan samping
(FSe)
c) Menentukan factor penyesuaian untuk kelandaian (Fg)

REKAYASA LALU LINTAS 22


d) Menentukan factor penyesuaian untuk pengaruh parker
dan lajur belok kiri yang pendek (Fp)
e) Menentukan factor penyesuaian untuk belok kanan (Frt)
f) Menentukan factor penyesuaian untuk arus belok kiri
(Flt)
6. Menetukan factor rasio Arus / arus jenuh (FR) nilai FR
diperoleh berdasrkan arus di bagi jenuh.
7. Menentukan factor rasio Arus simpang (IFR) nilai IFR di
peroleh berdasrkan nilai tertinggi dari nilai-nilai FR.
8. Menentukan factor Waktu Siklus dan Waktu Hijau (C )
9. Aplikasi:
Menentukan Fase sinyal untuk menentukan fase sinyal terlebih
dahulu di ketahui jenis persimpangan di atas persimpangan di
atas terdiri atas:
- Jumlah kaki samping = 4 buah
- Jumlah lajur jalan minor = 1 buah
- Jumlah jalur jalan mayor = 3 buah
- Jumlah median = 1 buah

REKAYASA LALU LINTAS 23


RATULANGI
RATULANGI

Jl. DR. SAM


Jl. DR. SAM
Jl. LANTO JL.KASUARI Jl. LANTO JL.KASUARI
Dg.PASEWANG Dg.PASEWANG

RATULANGI
Jl. DR. SAM
RATULANGI
Jl. DR. SAM

Gambar:2.1 Pola Fase persimpangan

a) Menentukan Waktu Antara hijau (MERAH SEMUA ) dan Waktu


Hilang ( Loss Time = LS ) (LTI)
Waktu hilang di tentukan sebagai berikut :
Waktu merah semua =3 detik/fase
LTI = (Merah Semua + Waktu Kuning)
LTI = 3 detik + 3 detik ( 2 fase )
= 3+6
= 9 detik
b) Menentukan pola Tipe Pendekat
Tipe ini di peroleh dari Gambar3.5 penentuan tipe pendekatan
berdasrkan tipe pendekat terlindung P dan Terlawan O.

Pemilihan tipe sesuai dengan Gambar Penentuan tipe


pendekatan di ambil Tipe Opposed bahwa arus berangkat dengan
konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan

REKAYASA LALU LINTAS 24


c) Menentukan Faktor Lebar Pendekatan Efektif (We)
Rumus 2.12. Tipe pendekat
a. Jika WLTOR >2m maka
We=WA –WLTOR atau

Di gunakan nilai terkecil


Wc = W ENTRY
b. Jika WLTOR>2 m maka
We = WA
Di gunakan nilai terkecil
Wc = WENTRY
d) Kontrol untuk pendekatan tipe P

Wexit =WENTRY X (1-PRT - Plt - PLTOR )

Di mana :

PRT = Rasio Volume kendaraan belok kanan terhadap volume total

PLT = Rasio volume kendaraan belok kiri terhadap volume total

PLTOR = Rasio volume kendaraan belok kiri langsung terhadap


volume total

Jika Kondisi ini ditemukan We di tentukan berdasarkan


ketentuan (a) di atas, bila kondisi ini tidak terjadi maka .We =W exit
dan volume lalu lintas (Q) di tentukan oleh volume lalulintas luas.

4. Waktu sinyal

Fase lalu linstas adalah bagian dari waktu siklus yang di


alokasikan untuk melewatkan kombinasi gerakan-gerakan lalu lintas
secara terus menerus selama satu interval atau lebih. Gerakan
lalulintas dapat berupa gerakan kendaraan, gerakan pejalan kaki
ataupun Kombinsi kendaraan dan pejalan kaki.

REKAYASA LALU LINTAS 25


Pengaturan Pemisahan arus lalu lintas bertujuan untuk
mengatur arus lalu lintas

Pada persimpangan jalan agar tidak terjadi konflik antra


kendaraan-kendaraan dari berbagi arah ataupun konflik antara
kendaraan dan pejalan kaki. Dengan adanya perthapan ini titik-titik
konflik di kurangi atau di hindari sama sekali

Dalam menentukan alokasi waktu siklus , di mana siklus


adalah waktu yang di perlukan bagi satu urutan perintah-perintah
lampu lalu lintas sacara lengkap

Urutan standardi Indonesia adalah : merah, hijau, kunning


(biasnya 3 detik) .

Untuk menentukan waktu siklus yang sesuai dengan situasi


arus kendaraan pada suatu persimpangan jalan, perlu di lakukan
analisa terhadap sejumlah waktu siklus yang berbeda beda
panjangnya.

Pada umumnya waktu siklus tergantung pada jumlah phase


seperti yang tercantum di bawah ini:

Tabel 2.3. hubungan jumlah fase dan waktu siklus

Jumlah Fase Waktu siklus


Dua Fase 40-80
Tiga Fase 50-100
Empat Fase 80-130

Waktu siklus yang di ambil adalah waktu siklus yang hanya


menyebabkan penundaan atau (delay) kendaraanpaling kecil pada
suatu persimpangan.

REKAYASA LALU LINTAS 26


Untuk tujuan efesiensi untuk suatu traffic light, maka penentu
waktu siklus, kurun waktu hijau, kuning dapat estimasi dengan rumus
sebagai berikut :

a. Waktu siklus optimum


C = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ∑ FRerit)

Rumus 2.13. Waktu siklus

Dimana :
C = Waktu siklus (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang / lost time per siklus (detik)
FR = Flow Ration (Rasio Arus Persimpangan)
FR = Arus di bagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRerit = Nilai FR tertinngi dari semua pendekat yabg berangkat
pada suatu phase sinyal.
∑FRerit = Rasio Arus simpang = Jumlah FRerit dari semua phase pada
waktu siklus tersebut
b. Kurun Waktu hijau
gi = ( c – LTI) x FRerit / ∑FRerit)

Rumus 2.14. Kurun waktu hijau

Dimana :
gi = Tampilan waktu hijau pada fase I (Detik)
c = Waktu siklus (Detik)
LTI = Waktu hilang / lost time per detik
FR = Flow ration ( Rasio arus persimpangan )
FR = Arus di bagi dengan Arus jenuh (Q/S)
FRerit = Rasio arus kritis \
∑FRerit = Jumlah rasio arus kritis dari tiap fase

REKAYASA LALU LINTAS 27


Pada saat priode waktu hijau di mulai kendaraan kendaraan
masih berhenti, dan memerlukan waktu untuk perjalanan dan
mempercepatya sampai ke suatu kecepatan berjalan dengan normal.

Oleh karenanya sebagian dari kapasitas akan hilang. Pada


akhir dari priode waktu hijau terdapat priode waktu kuning, di mana
pada kesempatan tersebut beberapa kendaraan akan tetap melintasi
persimpangan dan kendaraan kendaraan

Lainnya akan memperlambat lajunya dan kemudian


berhenti. Waktu yang hilang pada periode-periode percepatan dan
perlaambatan tersebut sebagai waktu yang hilang.

Waktu hijau efektif = waktu hijau + waktu kuning – waktu yang


hilang

c. Waktu pengosongan dan waktu hilang

1. Waktu pengosongan

Waktu pengosongan dan waktu hilang ( clerance time


and loss time ) yang didefinisikan sebagai waktu yang
ditentukan untuk menghindari konflik yang terjadi antara
kendaraan yang terakhir yang akan meninggalkan persimpangan
( evacuation cehicle = EV ) dengan kendaraan yang petama
yang akan maju ( advancing vehicle = AV ) dari fase berikutnya
pada titik yang sama, atau waktu yang dibutuhkan oleh pejalan
kaki untuk menyeberangi suatu kaki persimpangan pada saat
lampu hampir berakhir sehingga tidak terjadi konflik antara
kendaaan ( Advancing vehicle ) dan pejalan kaki ( Evacuating
Pedestrian ).

REKAYASA LALU LINTAS 28


Titik konflik kritis pada masing – masing fase adalah
titik yang menghasilkan nilai Clearance Time ( CT ) tersebut
dari rumus dibawah :

Merah semua = [ ( LEV + IEV ) / VEV – LAV // VAV ] max

Rumus 2.15. Clearance Time ( CT )

Dimana :

Merah Semua = Waktu pengosongan ( detik )

LEV LAV= Jarak dari garis henti ke titik konflik masing –


masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang ( m ).

IEV= Panjang kendaraan yang berangkat ( m )

VEV VAV= Kecepatan masing – masing kendaraan yang


berangkat dan yang datang ( m/det )

REKAYASA LALU LINTAS 29


Untuk indonesia nilai – nilai VEV, VAV dan IEV dapat digunakan
sebagaimana tercantum dibawah ini :

Kecepatan kend. Yang datang VAV = 10 m/de t(kend.bermotor )

Kecepatan kend. Yang kendaraan VEV = 10 m/det (kend.bermotor )


= 3 m/det ( kend. Tak
bermotor )
= 1,2 m/det (pejalan kaki )
Panjang kend. Yang berangkat IEV = 5 m ( kend. Ringan atau berat )
= 2 m ( motor/tak bermotor )
Waktu pengosongan tersebut pada lampu lalu lintas
ditandai dengan waktu semua merah ( all red ) pada setiap antara dua
fase periode all red tersebut harus sama dengan atau lebih besar dari
Crearance Time.

2. Waktu Hilang

Waktu hilang ( loss time ) adalah selisih antara waktu siklus


dengan waktu siklus, dimana waktu intergreen ( IG ) adalah jumlah
kuning dan all red jadi :

LTI = ∑ ( MERAH SEMUA + KUNING )i = ∑ Ig; untuk kondisi

Untuk kondisi Indonesia, waktu kuning biasanya diambil


tiga detik. Besarnya waktu ini berubah ubah , tergantung pada
kondisi Tempat dan waktu lain, dan

Berkisar 7-8 detik pada tempat-tempat yang sulit dengan


sudut kemiringan yang tajam

REKAYASA LALU LINTAS 30


D. TINGKAT PELAYANAN

Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan


dengan baik walaupun VJP/LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh
karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan
rencana belum ditentukan. Lebar jalur yang di butuhkan akan lebih lebar
jika pelayanan deari jalan yang diharapkan lebih tinggi. Kebebasan
bergerak yang dirasakan pengemudi akan lebih baik pada jalan ;jalan dan
kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut tentu saja menurut
daerah manfaat jalan yang lebih lebar pula.

Pada suatu keadaan dengan volume lalulintas yang redah, pengemudi


akan merasa lebiih nyaman mengendarai kendaraan di bandingkan jika dia
berada pada daerah tersebut dengan volume lalulintas yang lebih besar.
Kenyamanan akan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume
lalulintas. Dengan perkataan lain, rasanyaman danvolume lalulinas
tersebut berbanding terbalik. Tapi kenyamanan dari kondisi lalulintas yang
ada tak cukup hanya digambarkan dengan volume lalulintas tanpa di sertai
data kapasitas jalan tersebut.

Ukuran dari tingkat pelayanan suatujalan terhadap lalulintas yang ada


tergantung dari beberapa faktor yaitu :

a. Kecepatan waktu dan perjalanan


b. Kebebasan manufer
c. Keamanan dan kenyamanan mengendarai kendaraan
d. Ekonomis ( biaya operasi kendaraan )

REKAYASA LALU LINTAS 31


Tingkat pelayanan adalah tolak ukur yang digunakan untuk
menyatakan kualitas pelayanan suatu jalan. Tingkat pelayanan
depengaruhi oleh beberapa facktor yaitu kecepatan pejalanan dan
perbandingan antara volume dengan kapasitas ( V/C ). Kecepatan perjalan
merupakan indikator dari pelayanan jalan, makin cepat berarti pelayanan
baik atau sebaliknya. Faktor ini dipengaruhi oleh keadaan umum fisik
jalan.

Sementara berdasarkan standar luar negeri yaitu “ Highway


Capacity Manual “

( HCM ) yang menetapkan 6 tingkat pelayanan mulai dari A, B, C, D, E


dan F dimana A merupakan tingkat pelayanan tertinggi dan seterusnya.

Tingkat pelayanan A, dengan ciri – ciri :

1. Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan


2. Volume dan kepadatan lalu lintas rendah
3. Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi

Tingkat pelayanan B, dengan ciri – ciri :

1. Arus lalu lintas stabil


2. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi tetap
dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi.

Tingkat pelayanan C, dengan ciri – ciri :

1. Arus lalu lintas masih stabil


2. Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi
oleh besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat
lagi memilih kecepatan yang diinginkannya.

REKAYASA LALU LINTAS 32


Tingkat pelayanan D, dengan ciri – ciri :

1. Arus lalu lintas sudah mulai stabil


2. Perubahan volume lau lintas sangat mempengaruhi besarnya
kecepatan perjalanan

Tingkat pelayanan E, dengan ciri ciri :

1. Arus lalu lintas sudah tidak stabil


2. Volume kira – kira sama dengan kapasitas
3. Sering terjadi kemacetan

Tingkat pelayanan F, dengan ciri – ciri :

1. Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah


2. Sering terjadi kemacetan
3. Arus lalu lintas rendah

Tingkat pelayanan suatu intersection dapat diketahui dengan


melihat tabel dibawah ini:

Tabel 2.4. Hubungan antara level of service – waktu tunda kendaraan

Level Of Service Waktu Tunda (smp/detik)

A <5

B 5,1 – 15

C 15,1 – 25

D 25,1 – 40

E 40,1 – 60

F >60

REKAYASA LALU LINTAS 33


BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas merupakan dasar perencanaan lampu lalu lintas yaitu
besarnya volume lalu lintas yang tertunda akibat lampu lalu lintas tersebut dan
terjadi pada jam sibuk serta hari sibuk. Data volume puncak pada setiap
pergerakan kendaraan disesuaikan terhadap satuan mobil penumpang (smp)bagi
setiap jenis kendaraan. Adapun volume maksimum pada persimpangan jalan
Dr.Ratulangi-Kasuari-Lanto Dg. Pasewang adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Volume Lalu Lintas pada persimpangan jalan Dr.Sam Ratulangi-
Kasuari-Lanto Dg. Pasewang

Volume
Hari Jam Sumber Data
Ruas Jalan Puncak
Pengamatan Pengamatan
(kend/jam) (lam/hal)
Jln. Dr. Sam
Ratulangi Selasa 07:00 - 08:00 2309 Hal.
"Utara"
Jln. Dr. Sam
Ratulangi Selasa 18:00 - 19:00 4889 Hal.
"Selatan"
Jln. Kasuari
Selasa 07:00 - 08:00 1191 Hal.
"Barat"
Jln. Lato Dg.
Pasewang Selasa 13:00 - 14:00 1583 Hal.
"Timur"

REKAYASA LALU LINTAS 34


B. ANALISIS GAMBAR

REKAYASA LALU LINTAS 35


2. .Perhitungan Rasio Belok Kiri Langsung (PLT) dan Belok Kanan (PRT)

Banyaknya kendaraan yang melalui persimpangan untu masing-masing ruas


jalan dapat dilihat pada perhitungan Rasio Belok Kanan (PRT), Rasio Belok Kiri
(PLT) dan rasio kendaraan tak bermotor. Perbandingan arus lalu lintas berbelok
ini juga akan jadi pertimbangan apakah perlu ada penggunaan fase tersendiri
untuk lalu lintas belok kanan. Hal ini akan disesuaikan dengan penggunaan fase
sebelumnya dengan menggunakan 2 fase.

Adapun perhitungan rasio belok kiri, belok kanan dan rasio kendaraan tak
bermotor adalah sebagai berikut:

DR. Sam Ratulangi “Utara”


Diketahui :
LT = 173,6 smp/jam

RT = 123,4 smp/jam

ST = 1151,6 smp/jam

Q total (smp/jam = 1448,6 smp/jam

 Rasio belok kiri


173,6
PLT = 1448,6 = 0,119840

 Rasio belok kanan


123,4
PRT = 1448,6 = 0,085186

 Rasio lurus
1151,6
PST = 1448,6 = 0,794974

REKAYASA LALU LINTAS 36


DR. Sam Ratulangi “Selatan”
Diketahui :
LT = 179,6 smp/jam

RT = 35 smp/jam

ST = 2354,8 smp/jam

Q total (smp/jam = 2569,4 smp/jam

 Rasio belok kiri


179,6
PLT = 2569,4 = 0,069900

 Rasio belok kanan


35
PRT = 2569,4 = 0,013622

 Rasio lurus
2354,8
PST = 2569,4 = 0,916479

Kasuari “Barat”
Diketahui :
LT = 167,6 smp/jam

RT = 31,8 smp/jam

ST = 448,6 smp/jam

Q total (smp/jam = 648 smp/jam

 Rasio belok kiri


167,6
PLT = = 0,258642
648

 Rasio belok kanan


31,8
PRT = 648 = 0,049074

REKAYASA LALU LINTAS 37


 Rasio lurus
448,6
PST = = 0,692284
648

Lanto Dg. Pasewan “Timur”


Diketahui :
LT = 313,6 smp/jam

RT = 292,3 smp/jam

ST = 407,1 smp/jam

Q total (smp/jam = 1013 smp/jam

 Rasio belok kiri


313,6
PLT = 1013 = 0,309576

 Rasio belok kanan


292,3
PRT = 1013 = 0,288549

 Rasio lurus
407,1
PST = 1013 = 0,401876

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3.2 Perhitungan rasio belok kiri, belok kanan, dan lurus

Arah Lalu Lintas


Ruas Jalan ST RT LT (Q) Total PST PRT PLT
(smp/jam)
DR. Sam Ratulangi
1151,6 123,4 173,6 1448,6 0,794974 0,085186 0,119840
"Utara"
DR. Sam Ratulangi
2354,8 35 179,6 2569,4 0,916479 0,013622 0,069900
"Selatan"

Kasuari "Barat" 448,6 31,8 167,6 648 0,692284 0,049074 0,258642

Lato. Dg. Pasewang


407,1 292,3 313,6 1013 0,401876 0,288549 0,309576
"Timur"

REKAYASA LALU LINTAS 38


C. Perhitungan
1. Menentukan waktu antara hijau (MERAH SEMUA) dan waktu hilang
(Loss Time = LS) (LTI)
Waktu hilang ditentukan sebagai berikut:
Waktu merah semua = 3 detik/fase
LTI = (merah semua + waktu kuning)
LTI = 3 detik + 3 detik (2 fase)
=3+6
= 9 detik
2. Menentukan factor lebar pendekatan efektif (We)
Rumus 3.4 Tipe Pendekatan
a. Jika 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 > 2 m maka

𝑊𝑒 = 𝑊𝐴 - 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 atau Digunakan nilai terkecil

𝑊𝑐 = 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌

b. Jika 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 > 2m maka

𝑊𝑒 = 𝑊𝐴
Digunakan nilai terkecil
𝑊𝑐 = 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌

 Lengan U = Jalan Dr. Sam Ratulangi “Utara”


Penentuan nilai 𝑊𝑒 :
𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 =7>2m
Maka :
𝑊𝑒 = nilai terkecil dari :
𝑊𝐴 = 14 m atau 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 7 m

REKAYASA LALU LINTAS 39


𝑊𝐴 - 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 7 m

𝑊𝑒 = min

𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 =7m

 Lengan S = Jalan Dr. Sam Ratulangi “Selatan”


Penentuan nilai 𝑊𝑒 :
𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 =7>2m
Maka :
𝑊𝑒 = nilai terkecil dari :
𝑊𝐴 = 14 m atau 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 7 m

𝑊𝐴 - 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 7 m

𝑊𝑒 = min

𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 =7m

𝑊𝑒 = 7 m
 Lengan B = Jalan Kaswari “Barat”
Penentuan nilai 𝑊𝑒 :
𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 4,5 > 2 m
Maka :
𝑊𝑒 = nilai terkecil dari :
𝑊𝐴 = 9 m atau 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 4,5 m

REKAYASA LALU LINTAS 40


𝑊𝐴 - 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 4,5 m

𝑊𝑒 = min

𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 4,5 m
𝑊𝑒 = 4,5 m
 Lengan T = Jalan Lonto. Dg. Pasewang “Timur”
Penentuan nilai 𝑊𝑒 :
𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 4,5 > 2 m
Maka :
𝑊𝑒 = nilai terkecil dari :
𝑊𝐴 = 9 m atau 𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 4,5 m

𝑊𝐴 - 𝑊𝐿𝑇𝑂𝑅 = 4,5 m

𝑊𝑒 = min

𝑊𝐸𝑁𝑇𝑅𝑌 = 4,5 m
𝑊𝑒 = 4,5 m

3. Menentukan arus jenuh dasar (So)


 Lengan U = lengan U – S untuk (Fase I)
Menentukan nilai So :
So = 600 x 7 = 4200 (smp/jam hijau)
 Lengan S = lengan S – U untuk (Fase I)
Menentukan nilai So :
So = 600 x 7 = 4200 (smp/jam hijau)
 Lengan B = lengan B – T untuk (Fase II)
Menentukan nilai So :
So = 600 x 4,5 = 2700 (smp/jam hijau)

REKAYASA LALU LINTAS 41


 Lengan T = lengan T – B untuk (Fase II)
Menentukan nilai So :
So = 600 x 4,5 = 2700 (smp/jam hijau)
4. Menentukan faktor-faktor penyesuaian
Untuk dapat menentukan nilai arus jenuh dasar (S), maka
digunakan persamaan sebagai berikut :
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
Nilai ini diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung dan menyesuaikan
dengan :
a. Menentukan faktor koreksi ukuran kota (𝐹𝐶𝑆 ), maka nilai 𝐹𝐶𝑆 = 1,0
b. Menentukan faktor koreksi gangguan samping dan jenis lingkungan
jalan (𝐹𝑆𝐹 ). Faktor penyesuaian hambatan samping (𝐹𝑆𝐹 ) untuk tipe
daerah permukiman dengan kepadatan tinggi, maka nilai 𝐹𝑆𝐹 = 0,94
c. Menentukan fktor kelandaian jalan (𝐹𝐺 ). Dari formulir geometri
pengaturan lalu lintas lingkungan untuk suatu jalan datar, maka nilai
kelandaiannya = 1,0
d. Menentukan factor akibat pengaruh kendaraan yang diparkir pertama
(𝐹𝑃 ) = 1,0 untuk lengan tidak ada aktivitas parker.
e. Menentukan penyesuan kendaraan terhadap arus belok kanan (𝐹𝑅𝑇 ).
Dapat dilihat pada perhitungan rumus berikut :
𝐹𝑅𝑇 = 1,0 + 𝐹𝑅𝑇 x 0,26 maka,
Untuk lengan U = jalan Dr. Sam Ratulangi “Utara”
𝐹𝑅𝑇 = 1,0 + 0,085186 x 0,26 = 1,022148
Untuk lengan S = jalan Dr. Sam Ratulangi “Selatan”
𝐹𝑅𝑇 = 1,0 + 0,013622 x 0,26 = 1,003542
Untuk lengan B = jalan Kasuari “Barat”
𝐹𝑅𝑇 = 1,0 + 0,049074 x 0,26 = 1,012759
Untuk lengan T = jalan Lonto. Dg. Pasewang “Timur”
𝐹𝑅𝑇 = 1,0 + 0,288549 x 0,26 = 1,075023

REKAYASA LALU LINTAS 42


Untuk Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3.3 Arus Belok Kanan (𝐹𝑅𝑇 )

Lengan Persimpangan 𝐹𝑅𝑇

U 1,022148
S 1,003542
B 1,012759
T 1,075023

Menentukan penyesuaian kendaraan terhadap arus belok kiri


(𝐹𝐿𝑇 ). 𝐹𝐿𝑇 dapat dilihat pada perhitungan berikut dengan rumus :
𝐹𝐿𝑇 = 1,0 + LT x 0,16 maka,
Untuk lengan U = jalan Dr. Sam Ratulangi “Utara”
𝐹𝐿𝑇 = 1,0 + 0,119840 x 0,16 = 1,019174
Untuk lengan S = jalan Dr. Sam Ratulangi “Selatan”
𝐹𝐿𝑇 = 1,0 + 0,069900 x 0,16 = 1,011184
Untuk lengan B = jalan Kasuari “Barat”
𝐹𝐿𝑇 = 1,0 + 0,258642 x 0,16 = 1,041383
Untuk lengan T = jalan Lanto. Dg. Pasewang “Timur”
𝐹𝐿𝑇 = 1,0 + 0,309576 x 0,16 = 1,049532

Tabel 3.4 Arus Belok Kiri (𝐹𝐿𝑇 )

Lengan Persimpangan 𝐹𝐿𝑇

U 1,019174
S 1,011184
B 1,041383
T 1,049532

REKAYASA LALU LINTAS 43


Berdasarkan data di atas maka nilai arus jenuh dasar (S), adalah :
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
 Lengan U lengan U – S untuk (fase I)
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
= (4200) x (1,0) x (0,94) x (1,0) x (1,0) x (1,022148) x
(1,019174)
= 4112,81584 smp/jam hijau
 Lengan S lengan S – U untuk (fase I)
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
= (4200) x (1,0) x (0,94) x (1,0) x (1,0) x (1,003542) x
(1,011184)
= 4006,29464 smp/jam hijau
 Lengan B lengan B – T untuk (fase II)
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
= (2700) x (1,0) x (0,94) x (1,0) x (1,0) x (1,012759) x
(1,041383)
= 2676,75247 smp/jam hijau
 Lengan T lengan T – B untuk (fase II)
S = 𝑆𝑂 x 𝐹𝐶𝑆 x 𝐹𝑆𝐹 x 𝐹𝐺 x 𝐹𝑃 x 𝐹𝑅𝑇 x 𝐹𝐿𝑇 (smp/jam hijau)
= (2700) x (1,0) x (0,94) x (1,0) x (1,0) x (1,075023) x
(1,049532)
= 2863,55190 smp/jam hijau

5. Menentukan faktor rasio arus/arus jenuh (FR). Nilai FR diperoleh


berdasarkan arus lalu lintas dibagi arus jenuh :
UTARA
FR = Q/S
= 1448,6/4112,81584
= 0,35222

REKAYASA LALU LINTAS 44


SELATAN
FR = Q/S
= 2569,4/4006,29464
= 0,64134
BARAT
FR = Q/S
= 648/2676,75247
= 0,24208
TIMUR
FR = Q/S
= 1013/2863,55190
= 0,35376
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.5 Faktor Rasio Arus (FR)
Fase Approach Q S FR = Q/S
U–S 1448,6 4112,81584 0,35222
I
S–U 2569,4 4006,29464 0,64134
B–T 648 2676,75247 0,24208
II
T–B 1013 2863,55190 0,35376

6. Menentukan faktor rasio arus simpang (𝐼𝐹𝑅 ). Nilai 𝐼𝐹𝑅 diperoleh


berdasarkan nilai tertinggi dari nilai-nilai FR :
FR = 𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 / 𝐼𝐹𝑅
= 0,64134/0,9951
= 0,64450 (fase I)
FR = 𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 / 𝐼𝐹𝑅
= 0,35376 /0,9951
= 0,35550 (fase II)

REKAYASA LALU LINTAS 45


Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.6 Faktor Rasio Arus Simpang (𝐼𝐹𝑅 )
Fase Approach FR = Q/S 𝑭𝑹𝒄𝒓𝒊𝒕 PR
U–S 0,35222 - -
I
S–U 0,64134 0,64134 0,64450
B–T 0,24208 - -
II
T–B 0,35376 0,35376 0,35550
IFR = 𝑭𝑹𝒄𝒓𝒊𝒕 0,9951 1

Keterangan :

𝐼𝐹𝑅 = ∑(𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 )

PR = 𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 /IFR

7. Menentukan factor waktu siklus dan waktu hijau (c)


a. Waktu Siklus
(1,5)(𝐿𝑇𝐼)+(5)
C = (1−𝐼𝐹𝑅 )
(1,5)(9)+(5)
C = (1−0,9951)

= 3775,510204 detik
b. Waktu Hijau (Green Time = g) dihitung dengan rumus :
Fase I
gi = (C – LTI) x 𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 / ∑(𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 )
= (3775,510204 – 9) x 0,64134 / 0,9951
= 2427,5084456 detik
Fase II
gi = (C – LTI) x 𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 / ∑(𝐹𝑅𝑐𝑟𝑖𝑡 )
= (3775,510204 – 9) x 0,35376 / 0,9951
= 1348,0017585 detik

REKAYASA LALU LINTAS 46


Alokasi waktu siklus dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 3.7 Alokasi Waktu Siklus


Waktu (detik)
Fase
Hijau Kuning Merah Siklus
I 2427,5084456 3 1345,001758
3775,510204
II 1348,0017585 3 2424,508446

Gambar 3.1 Traffic Condition

2427,5084456 3 1345,001758

2424,508446 1348,001758 3
5

All Red

D. Perhitungan Kapasitas Simpang (C)

Untuk perhitungan kapasitas simpang menurut MKJI digunakan rumus :


U–S
C = S x g/c
= 4112,82 x 2427,5084456 / 3775,001758
= 2644,74189 (smp/jam)
S–U
C = S x g/c
= 4006,29 x 2427,5084456 / 3775,001758
= 2576,23796 (smp/jam)

REKAYASA LALU LINTAS 47


B-T
C = S x g/c
= 2676,751 x 1348,0017585 / 3775,001758
= 955,57787 (smp/jam)
T-B
C = S x gi/c
= 2863,55 x 1348,0017585 / 3775,001758
= 1022,26394 (smp/jam)

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3.8 Kapasitas Samping
S gi c
Fase Apporach C = S x gi/c
(smp/jam) (detik) (detik)
U-S 4112,82 2644,74189
I 387,5477441 594,473007
S-U 4006,29 2576,23796
B-T 2676,75 955,57787
II 197,9252629 594,473007
T-B 2825,95 1022,26394

Untuk menghitung derajat kejenuhan menurut MKJI


Digunakan rumus :

Utara
DS = Q/C
1448,6
= 2644,74189 = 0,54772831 (smp/jam)

Selatan
DS = Q/C
2569,4
= 2576,23796 = 0,99734576 (smp/jam)

Barat
DS = Q/C
648
= 955,57787 = 0,67812370 (smp/jam)

REKAYASA LALU LINTAS 48


Timur
DS = Q/C
1013
= 1022,26394 = 0,99093782 (smp/jam)

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3.9 Derajat Kejenuhan (DS)
Q C DS = Q/C
Fase Approach
(smp/jam) (smp/jam) (smp/jam)
U–S 1448,6 2644,74189 0,54772831
I
S–U 2569,4 2576,23796 0,99734576
B–T 648 955,57787 0,67812370
II
T–B 1013 1022,26394 0,99093782

E. Rasio Hijau (GR)


Rasio hijau dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Fase I Fase II
GR = gi/c GR = gi/c
2427,50845 1348,00176
= 3776,00176 = 0,64304830 = 3776,00176 = 0,35699182

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.10 Rasio Hijau (GR)


gi C
Fase Approach GR = gi/c
(detik) (detik)
U–S
I 2427,50845 3776,00176 0,64304830
S–U
B–T
II 1348,00176 3776,00176 0,35699182
T–B

REKAYASA LALU LINTAS 49


F. Antrian
1. Jumlah Kendaraan Antri (NQ)
Jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya :
Untuk DS > 0,5 :
Rumus :
8 ( 𝐷𝑆−0,5)
N𝑄1 = 0,25 x C x {( DS − 1 ) + √ (𝐷𝑆 − 1 )2 + }
𝐶

UTARA
8(0,54772831-0,5)
N𝑄1 = 0,25 x 2644,74189 x {(0,54772831 - 1)+√(0,54772831-1)2 + }
2644,74189

= 661,1854726 x {−0,4522717 + √0,20454968 + 0,00014437}

= 661,1854726 x {−0,4522717 + √0,20469406}


= 661,1854726 x {−0,4522717 + 0,4524313}
= 0,105511554
SELATAN
8(0,99734576-0,5)
N𝑄1 = 0,25 x 2576,23796 x {0,99734576 - 1) +√(0,99734576-1)2 + }
2576,23796

= 644,05949 x {−0,0026542 + √0,00000704 + 0,00154441}

= 644,05949 x {−0,0026542 + √0,00155145}

= 644,05949 x {−0,0026542 + 0,0393885}


= 23,65905198`
BARAT
8(0,67812370-0,5)
N𝑄1 = 0,25 x 955,57787 x {(0,67812370 - 1) +√(0,67812370-1)2 + }
955,57787

= 238,89447 x {−0,3218763 + √0,10360435 + 0,00149123}

= 238,89447 x {−0,3218763 + √0,10509559}

= 238,89447 x {−0,3218763 + 0,3241845}


= 0,551414676

REKAYASA LALU LINTAS 50


TIMUR

8(0,99093782-0,5)
N𝑄1 = 0,25 x 1022,26394 x {(0,99093782 - 1) +√0,99093782(-1)2 + 1022,26394
}

= 255,56599 x {−0,0090622 + √0,00008212 + 0,00384197}


= 255,56599 x {−0,0090622 + √0,0764018076}
= 255,56599 x {−0,0090622 + 0,00392409}
= 13,69331854

Catatan :
Untuk DA < 0,5 : NQ1
Untuk pperhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.11 Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (N𝑄1)

Fase Approach N𝑄1 (smp/km/lajur)


U–S 0,105511554
I
S–U 23,65905198
B–T 0,551414676
II
T–B 13,69331854

Jumlah smp yang dating selama fase merah :


UTARA
1−𝐺𝑅 𝑄
𝑁𝑄2 = 1−𝐺𝑅 𝐷𝑆 x 3600 maka,
1−0,64304830 1448,6 0,35695170 1448,6
𝑁𝑄2 = 1−0,35221575 x = 0,647784245 x = 0,22173031
3600 3600

SELATAN
1−𝐺𝑅 𝑄
𝑁𝑄2 = 1−𝐺𝑅 𝐷𝑆 x 3600 maka,
1−0,64304830 2569,4 0,35695170 2569,4
𝑁𝑄2 = 1−0,64134149 x = 0,358658509 x = 0,71032572
3600 3600

REKAYASA LALU LINTAS 51


BARAT
1−𝐺𝑅 𝑄
𝑁𝑄2 = 1−𝐺𝑅 𝐷𝑆 x 3600 maka,
1−0,35699182 648 0,64300818 648
𝑁𝑄2 = 1−0,24208462 x 3600 = 0,75791538 x 3600 = 0,15271028

TIMUR
1−𝐺𝑅 𝑄
𝑁𝑄2 = 1−𝐺𝑅 𝐷𝑆 x 3600 maka,
1−0,35699182 1013 0,64300818 1013
𝑁𝑄2 = 1−0,35375670 x 3600 = 0,64624330 x 3600 = 0,27998024

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.12 Jumlah smp yang dihitung selama fase merah (𝑁𝑄2 )

Fase Approach 𝑁𝑄2 (smp/km/lajur)


U–S 0,22173031
I
S–U 0,71032572
B–T 0,15271028
II
T–B 0,27998024

Jadi jumlah kendaraan antri :


UTARA
𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 +𝑁𝑄2
0,105511554 + 0,22173031
= 0,32724186
SELATAN
𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 +𝑁𝑄2
= 23,6590520 + 0,71032572
= 24,30039347
BARAT
𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 +𝑁𝑄2
= 0,551414676 + 0,15271028
= 0,79349930

REKAYASA LALU LINTAS 52


TIMUR
𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 +𝑁𝑄2
= 13,69331854+ 0,25504397
= 13,97329878
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.13 Jumlah Kendaraan Antri (NQ)


NQ1 NQ2 NQ
Fase Approach
(smp/km/lajur) (smp/km/lajur) (smp/km/lajur)
U-S 0,105511554 0,22173031 0,32724186
I
S-U 23,65905198 0,71032572 24,30039347
B-T 0,551414676 0,15271028 0,79349930
II
T-B 13,69331854 0,27998024 13,97329878

2. Panjang Antrian (QL)


Panjang antrian dihitung dengan rumus sebagai berikut :

UTARA
𝑁𝑄𝑚𝑎𝑥
QL = x 20
𝑊𝑒𝑛𝑡𝑟𝑦

0,32724186
QL = x 20 = 0,934976754
7

SELATAN
𝑁𝑄𝑚𝑎𝑥
QL = x 20
𝑊𝑒𝑛𝑡𝑟𝑦

24,30039347
QL = x 20 = 69,42969563
7

BARAT
𝑁𝑄𝑚𝑎𝑥
QL = x 20
𝑊𝑒𝑛𝑡𝑟𝑦

0,79349930
QL = x 20 = 3,526663538
4,5

REKAYASA LALU LINTAS 53


TIMUR
𝑁𝑄𝑚𝑎𝑥
QL = x 20
𝑊𝑒𝑛𝑡𝑟𝑦

13,97329878
QL = x 20 = 62,10355013
4,5

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3.14 Panjang Antrian (QL)
Nqmax Wentry QL
Fase Approach
(smp/km/lajur) (smp/km/lajur) (smp/km/lajur)
U-S 0,327241864 7 0,934976754
I
S–U 24,30039347 7 69,42969563
B-T 0,79349930 4,5 3,526663538
II
T-B 13,97329878 4,5 62,10355013

G. Kendaraan Terhenti
1. Angka Henti (𝑁𝑠𝑣 )
Angka henti (𝑁𝑠𝑣 ) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

UTARA
𝑁𝑄
NS = 0,9 x 𝑄 𝑥 𝑐 x 3600
0,327241864
NS = 0,9 x 1448,6 𝑥 3775,00176 x 3600 = 0,00019389

SELATAN
𝑁𝑄
NS = 0,9 x x 3600
𝑄𝑥𝑐
24,30039347
NS = 0,9 x 2569,4 𝑥 3775,00176 x 3600 = 0,00811726

BARAT
𝑁𝑄
NS = 0,9 x 𝑄 𝑥 𝑐 x 3600
0,79349930
NS = 0,9 x x 3600 = 0,00105099
648 x 3775,00176

REKAYASA LALU LINTAS 54


TIMUR
𝑁𝑄
NS = 0,9 x 𝑄 𝑥 𝑐 x 3600
13,97329878
NS = 0,9 x x 3600 = 0,01183906
1013 x 3775,00176

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.15 Panjang Antrian (NS)

Fase Approach NS(smp/jam)


U–S 0,00019389
I
S–U 0,00811726
B–T 0,00105099
II
T–B 0,01183906

2. Kendaraan Terhenti (𝑁𝑠𝑣 )


Kendaraan Terhenti (𝑁𝑠𝑣 ) masing-masing pendekat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

UTARA
𝑁𝑠𝑣 = Q x NS
= 1448,6 x 0,00019389
= 0,280864409

SELATAN
𝑁𝑠𝑣 = Q x NS
= 2569,4 x 0,00811726
= 20,85648693

REKAYASA LALU LINTAS 55


BARAT
𝑁𝑠𝑣 = Q x NS
= 648 x 0,00105099
= 0,681042787

TIMUR
𝑁𝑠𝑣 = Q x NS
= 1013 x 0,01183906
= 11,99297138

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihatpada tabel berikut:

Tabel 3.16 Kendaraan Terhenti (Nsv)


Q Nsv
Fase Approach NS (smp/jam)
(smp/jam) (smp/jam)
U-S 1448,6 0,00019389 0,280864409
I
S-U 2569,4 0,00811726 20,85648693
B-T 648 0,00105099 0,681042787
II
T-B 925,6 0,01183906 11,99297138
Total 5679 33,81136551

3. Total Angka Henti


Total angka henti seluruh simpang dihitung dengn rumus sebagai
berikut :
∑𝑁𝑠𝑣
𝑁𝑆𝑇𝑂𝑇 = 𝑄𝑡𝑜𝑡

33,81136551
= = 0,005953753
5679

REKAYASA LALU LINTAS 56


H. Tundaan (Delay)
1. Tundaan lalu lintas rata-rata
Tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Dimana A = koefisien antara rasio hijau dengan derajat kejenuhan

0,5+(1−𝐹𝑅)2
Rumus A = (1−𝐹𝑅𝑥𝑑𝑠)

UTARA
0,5+(1−0,35222)2
A = (1−0,35222 𝑥 0,54772831) = 1,13944408

SELATAN
0,5+(1−0,64134)2
A = (1−0,64134 𝑋 0,99734576) = 1,74446054

BARAT
0,5+(1−0,24208)2
A = (1−0,24208 𝑥 0,67812370) = 1,28546149

TIMUR
0,5+(1−0,35376)2
A = (1−0,35376 𝑥 0,99093782) = 1,41293655

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.17. Koefisien antara rasio hijau dengan derajat kejenuhan

Fase Approach A (det/smp)


U-S 1,13944408
I
S-U 1,74446054
B-T 1,28546149
II
T-B 1,41293655

REKAYASA LALU LINTAS 57


UTARA
𝑁𝑄1 𝑥 3600
DT = c x A + 𝑐
0,105511554 𝑥 3600
= 3775,00176 x 0,143621423 + 2644,74189

= 4301,5470116

SELATAN
𝑁𝑄1 𝑥 3600
DT = c x A + 𝑐
23,659051980 𝑥 3600
= 3775,00176 x 33,06083856 + 2576,23796

= 6618,4024320

BARAT
𝑁𝑄1 𝑥 3600
DT = c x A + 𝑐
0,551414676 𝑥 3600
= 3775,00176 x 2,077374227 + 955,57787

= 4854,6967709

TIMUR
𝑁𝑄1 𝑥 3600
DT = c x A + 𝑐
13,693318540 𝑥 3600
= 3775,00176 x 48,22232772 + 1022,26394

= 5382,0602699
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.18 Tundaan Lalu Lintas (DT)

Fase Approach DT (det/smp)

U–S 4301,5470116
I
S–U 6618,4024320
B–T 4854,6967709
II
T–B 5382,0602699

REKAYASA LALU LINTAS 58


2. Tundaan Geometrik Rata-rata
Tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG) akibat
perlambatan pergerakan percepatan dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

UTARA
𝐷𝐺𝑗 = (1-pNS) x pRT x 6 + (pNS x 4)
= (1 - 0,000193887) x 1,022148 x 6 + (0,000193887 x 4)
= 6,132474461

SELATAN
𝐷𝐺𝑗 = (1-pNS) x pRT x 6 + (pNS x 4)
= (1 - 0,008117260) x 1,003542 x 6 + (0,008117260 x 4)
= 6,004844973
BARAT
𝐷𝐺𝑗 = (1-pNS) x pRT x 6 + (pNS x 4)
= (1 - 0,001050992) x 1,012759 x 6 + (0,001050992 x 4)
= 6,074371558
TIMUR
𝐷𝐺𝑗 = (1-pNS) x pRT x 6 + (pNS x 4)
= (1 - 0,011839064) x 1,075023 x 6 + (0,011839064 x 4)
= 6,421130660
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.19 Tundaan Geometrik (DG)

Fase Approach DGj (det/smp)

U-S 6,132474461
I
S-U 6,004844973
B-T 6,074371558
II
T-B 6,421130660

REKAYASA LALU LINTAS 59


3. Tundaan Rata-rata (D)
Tundaan rata-rata dihitung dengan rumus sebagai berikut:

UTARA
D = DT + 𝐷𝐺𝑗
= 4301,547012 + 6,132474461
= 4307,679486

SELATAN
D = DT + 𝐷𝐺𝑗
= 6618,402432 + 6,004844973
= 6624,407277

BARAT
D = DT + 𝐷𝐺𝑗
= 4854,696771 + 6,074371558
= 4860,771142

TIMUR
D = DT + 𝐷𝐺𝑗
= 5382,06027 + 6,421130660
= 5388,481401
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 3.20 Tundaan Rata-rata (D)


Fase Approach D (det/smp)

U–S 4307,679486
I
S–U 6624,407277
B–T 4860,771142
II
T–B 5388,481401

REKAYASA LALU LINTAS 60


4. Tundaan Total
Tundaan total dapat dihitung dengan rumus sebagai rumus :
UTARA
Dtot = D x Q
= 4307,679486x 1448,6
= 6240104,504

SELATAN
Dtot = D x Q
= 6624,407277 x 2569,4
= 17020752,06

BARAT
Dtot = D x Q
= 4860,771142 x 648
= 3149779,7

TIMUR
Dtot = D x Q
= 5388,481401 x 1013
= 994824,5108

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.21 Kendaraan Total (Dtot)

Fase Approach D (det/jam) Q (smp/jam) 𝐷1𝑇𝑂𝑇

U-S 4307,679486 1448,6 6240104,504


I
S-U 6624,407277 2569,4 17020752,06
B-T 4860,771142 648 3149779,7
II
T-B 5388,481401 1013 5458531,659
5679 31869167,92
Total Simpang Rata-rata (det/smp)
5611,756985

REKAYASA LALU LINTAS 61


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada persimpangan Jln. Dr.
Sam Ratulangi-Kaswari-Lanto Dg. Pasewang dengan menggunakan dua
fase memberikan kesimpulan bahwa tundaan total sebesar 31869167,92
smp/detik dengan waktu siklus 3775,510204 detik yaitu dengan waktu
hijau 2427,508446 pada fase I, 1348,001758 pada fase II. Waktu kuning
selama 3 detik dan fase I dan II. Untuk waktu merah 1345,001758 pada
fase I, 2424,508446 pada fase II dimana angka derajat kejenuhan dimana
angka derajat kejenuhan < 1. Arus lalu lintas pada persimpangan JLn. Dr.
Sam Ratulangi-Kaswari-Lanto Dg. Pasewang sudah tidak stabil.
2. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tundaan rata-rata sebesar
5611,756985

B. SARAN
1. Untuk mendapatkan kapasitas dan tingkat pelayanan yang lebih baik lagi
maka perlu adanya beberapa penambahan rambu lalu lintas dan pelebaran
jalan untuk lebih memperlancar arus lalu lintas dan juga sebagai antisipasi
semakin bertambahnya jumlah kendaraan tiap tahun..
2. Untuk Traffic Light pada persimpangan Jl.DR. Sam Ratulangi-Kasuari-
Lanto Dg. Pasewang, berdasarkan hasil analisa dan perhitungan pada
traffic light di jalan tersebut sebaiknya menggunakan 4 fase yang lebih
efektif dalam pengaturan traffic light.

REKAYASA LALU LINTAS 62

Anda mungkin juga menyukai