Bismillah wal hamdulillah, assholatu wassalamu ‘ala Rosulillah, Muhammadini ‘abdillah, wa ’ala alihi wa
shohbihi wamaw walah, ‘amma ba’du.
Segala puji milik Allah swt, yang selalu memberikan nikmat kepada seluruh umat manusia, teruma
nikmat kesehatan dan kesempatan. Dengan adanya nikmat kesempatan dan kesehatan ini, alhamdulillah
kami dari kelompok lima (V/5) dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan kewajiban bagi
kami untuk diselesaikan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kemudian
kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok lima telah ikut andil dalam menyelesaikan makalah
yang sederhana ini.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siska Sulistyorini selaku dosen pengampu
mata kuliah Psikologi Pendidikan. Salah satu tugas dosen atau guru adalah memberikan bimbingan
kepada mahasiswa melalui percobaan-percobaan tertentu guna melatih kemampuannya. Dengan adanya
tugas ini kami merasa senang, karena akan memberi motivasi kepada kami akan kewajiban sebagai
mahasiswa yaitu mengerjakan tugas-tugas kuliah dengan sebaik mungkin. Dengan adanya tugas ini juga,
insya Allah akan meberikan sedikit tambahan wawasan dan ilmu kepada kami.
Namun kami juga meyakini akan hakikat kehidupan manusia tidak ada yang sempurna, tetapi dengan
adanya kekurangan satu sama lain untuk saling melengkapi agar menjadi setitik kesempurnaan. Kami
meyakini bahwa makalah sederhana ini juga jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran dari
pihak manapun sangat kami butuhkan agar mencapai sebuah kesempurnaan, baik mengenai cara
penulisan, sampul, isi dan lain-lainya.
Demikian pengantar ini kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi mahasiswa FIAI UII. Semoga Allah meridhoi kita semua. Aamiin.
Penyusun,
DAFTAR ISI
I. Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..i
III. Pendahuluan
2. Rumusan masalah……………………………………………………………………………..1
3. Tujuan penulisan………………………………………………………………………………1
IV. Pembahasan
2. Prinsip-prinsip readiness…………………………………………………………………..2
V. Penutup
1. Simpulan……………………………………………………………………………………….14
Bab I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam belajar sangatlah dibutuhkan persiapan diri untuk menghadapinya. Belajar adalah cara seseorang
untuk mengetahui suatu perihal yang belum bisa dilakukan. Seseorang baru dapat belajar tentang
sesuatu apabila dalam dirinya sudah terdapat “Readiness” untuk mempelajari sesuatu itu. Karena dalam
kenyataannya setiap individu mempunyai perbedaan individu, maka masing-masing individu mempunyai
latar belakang perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan
readiness yang berbeda-beda pula di dalam diri masing-masing individu. Begitu pula readiness dalam
belajar sangatlah berpengaruh pada perkembangan pribadi seseorang untuk mematangkan
kesediaannya dalam belajar tersebut dengan begitu seseorang akan mudah dan siap menerima sesuatu
yang akan dipelajari dalam pembelajarannya itu sendiri.
Rumusan Masalah
Apakah pengertiaan kesiapan (readiness)?
Tujuan Penulisan
Supaya tahu apa saja faktor-faktor yang m empengaruhi kesiapan belajar. Fajar dan isfario
Memahami apa saja indikator pembentukan kesiapan belajar, dan, nisa fadhlilah
Bab II
PEMBAHASAN
Readiness diartikan sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu. Seorang ahli
bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness sebagai segenap sifat atau kekuatan yang
membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu. Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu
apabila di dalam dirinya sudah terdapat “readiness” (kemampuan/kesiapan) untuk mempelajari sesuatu
itu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu mempunyai perbedaan individual, maka
setiap mereka mempunyai latar belakang perkembangan masing-masing dan berbeda-beda. Maka dalam
kehidupan seseorang akan berbuat sesuai dengan pengalam apa yang dialaminya, sehingga membuat ia
dapat bereaksi dengan cara tertentu[1].
Prinsip-Prinsip Readiness
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui, bahwa readiness seseorang itu merupakan sifat-sifat dan
kekuatan pribadi yang berkembang. Perkembangan ini memungkinkan orang itu untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta mampu memecahkan persoalan yang selalu dihadapinya.
Perkembangan readiness terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Adapun prinsip-prinsip bagi
perkem bangan readiness sebagai berikut:
Setiap aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness, yaitu kemampuan dan
kesiapan.
Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu, baik
yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
Apapbila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat
tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, jelaslah bahwa apa yang dicapai oleh seseorang pada masa-masa
yang lalu akan mempunyai arti bagi aktivitas-aktivitasnya sekarang. Apa yang telah terjadi pada saat
sekarang akan memberikan sumbangan terhadap readiness individu di masa mendatang[2].
Pembentukan kesiapan dalam belajar melibatkan beberapa faktor yang besama-sama, yaitu:
Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi
seperti tubuh yang umumnya, alat-alat indra dan kapasitas intelektual.
Motivasi, yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk mempertahankan serta
mengembangkan diri. Motivasi berhubungan dengan sistem kebutuhan dalam diri manusia serta
tekanan-tekanan lingkungan.
Kematangan sebagai dasar dari pembentukan Readiness. Perubahan disebabkan karena perubahan
“genes” yang menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam sistem saraf, otak dan indra sehingga
semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus
lingkungan. Kematangan ialah keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi yang lengkap atau
dewasa pada suatu organisme, baik terhadap satu sifat, bahkan seringkali semua sifat (English & English,
1958 : 308).
Kematangan (Maturity) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu,
yang disebut “readiness”. Rediness yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkah laku, baik tingkah
laku yang instingtif, maupun tingkah laku yang dipelajari.
Yang dimaksud dengan tingkah laku instingtif yaitu suatu pola tingkah laku yang diwariskan (melalui
proses hereditas). Ada 3 ciri tingkah laku instingtif, yaitu :
Tingkah laku instingtif adalah tanpa didahului dengan latihan atau praktek sebelumnya.
Tingkah laku instingtif berulang setiap saat tanpa adanya syarat yang menggerakkannya.
Individu mengalami pertumbuhan materiil jasmaniah bahwa pertumbuhan pada masing-masing individu
tidak sama. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh pengaruh fisiologis, psikologis dan bahkan sosial.
Antara kondisi fisik dan kehidupan sosial terdapat hubungan timbal balik. Superioritas jasmanilah tidak
mesti berarti menjadikan superioritas tingkah laku. Sering orang beranggapan, apabila seseorang
memiliki kondisi fisik yang menonjol seperti bertubuh gemuk, kuat, cantik atau tampan dan sebagainya
dapat menunjukkan pola tingkah laku yang dipuji oleh orang lain.
Pengaruh kondisi jasmaniah terhadap pola tingkah laku atau pengakuan sosial sangat tergantung
kepada :
Pengakuan dari orang lain atau kelompoknya. Masing-masing individu mempunyai sikap tersendiri
terhadap keadaan fisiknya.
Perubahan jasmaniah memerlukan bantuan “motor learning” agar pertumbuhan itu mencapai
kematangan. Kematangan ataupun kondisi baru akan memperoleh pengakuan sosial, apabila individu
yang bersangkutan mengusahakan “sosial learning”. Dengan demikian sesuai dengan tahap-tahap
pertumbuhannya, berlajarnya, dan lingkungan sosialnya.
Perluasan paling nyata adalah dalam arah stimuli fisik anak. Makin tua umur manusia, makin luas pula
medan geografis yang dihadapi dan arah stimulasinya semakin melebar pula.
Manusia yang mengalami perkembangan kapasitas intelektual dan disamping itu pemikirannya
meningkat, maka dalam hidupnya terjadi banyak perubahan lingkungan. Dan perkataan lain lingkungan
banyak mengalami perubahan di dalam diri manusia, misalnya di dalam pengamalannya, kesan-
kesannya, ingatannya, imajinasinya dan yang terlebih penting adalah dalam pemikirannya.
Akibat dari keadaan nomor 2) di atas, terjadilah perubahan lingkungan di dalam kemampuan individu
membuat keputusan. Dengan adanya lingkungan dalam diri manusia ini, maka manusia pun menjadi
lebih bebas menggunakan dunia untuk tujuan-tujuan manusia. Perubahan lingkungan ini terjadi akibat
belajar serta bertambahnya kematangan manusia. Dengan adanya kemampuan mengontrol lingkungan
yang lebih luas maka makin banyaklah kesempatan manusia untuk belajar. Dengan demikian makin
banyaknya manusia belajar, maka kematangan tidak semakin berkurang melainkan dapat lestari atau
bahkan meningkat[3].
Kemampuan belajar peserta didik sangat menentu keberhasilannya dalam proses belajar. Tanpa ada
kesiapan atau kesediaan ini proses belajar tidak akan terjadi. Kesiapan atau kemampuan itu dipengaruhi
oleh beberapa hal, diantaranya:
Motivasi
Motivasi kelakuan manusia merupakan yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti
tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu “daya” dalam mengarah kelakukan
seseorang. Menurut Suryabrata dan kawan-kawan dalam Djaali[4] motivasi adalah kondisi fsiologis dan
psikologis yang terdapat di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu
guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan).
Konteks motivasi di sini adalah motivasi prestasi belajar. Motivasi prestasi belajar adalah kondisi fisiologis
dan psikologis (kebutuhan untuk berprestasi) yang terdapat di dalam diri siswa yang mendorongnya
untuk melakukan aktivitas tertentu setinggi mungkin.
McClelland dalam The Encyclopedia Dictionary of Psychology yang disusun oleh Hare dan Lamb dalam
Djaali[5] mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi adalah motivasi yang berhubungan dengan
pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian. Sementara itu Heckhausen
[6]mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa
yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memilihara kemampuannya setinggi
mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan.
Standar keunggulan ini, menurut Heckhausen terbagi atas tiga komponen, yaitu standar keunggulan
tugas, standar keunggulan diri, dan standar keunggulan siswa lain. Standar keunggulan tugas adalah
standar yang berhubungan dengan pencapaian tugas sebaik-baiknya. Standar keunggulan diri yaitu
standar yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi
yang pernah dicapai selama ini.[7]
Di dalam motivasi ini, bisa dilihat karakteristik individu yang memiliki motivasi prestasi yang tinggi.
Karakteristik itu adalah:
Pertama, menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan
bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.
Kedua, memilih tujuan yang realitas tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau
terlalu besar risikonya.
Ketiga, rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil.
Keempat, tugas-tugas di kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu
sukar, sehingga memberi kesempatan untuk berhasil.
Sedangkan menurut Khairani[8] motivasi yaitu energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu
perubahan pada diri seseorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga
mendorong individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebtuhan,
atau keinginan yang harus terpuaskan.
Faktor Internal
Yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, yang meliputi persepsi indvidu mengenai
diri sendiri, harga diri dan prestasi, harapan, kebutuhan, dan kesiapan kerja.
Faktor Eksternal
Yaitu faktor yag berasal dari luar diri individu itu sendiri, yang meliputi jenis dan sifat pekerjaan,
kelompok kerja dimana individu bergabung, situasi lingkungan, dan sistem imbalan yang diterima.
Sikap
Sikap dapat didefinisikan berbagai cara dan defini antara yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda.
Namun dalam arian yang sederhana sikap adalah suatu kesiapan mental, emosional dan saraf yang
tersusun melalui pengalaman dan menberikan pengaruh langsung kepada respon individu terhadap
semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu. Dari ppengertian ini menunjukan bahwa
sikap tidak dibawakan sejak lahir, melainkan berdasarkan pengalaman individu yang diikuti oleh objek
tertentu.
Sikap belajar seseorang dapat diartikan sebagai kecendrungan perilaku seseorang tatkala ia mempelajari
hal-hal yang bersifat akademik. Sikap belajar seeseorang terbagi menjadi dua komponen[9], yaitu
Teacher Approval dan Education Acceptance. Teacher Approval yang berhubungan dengan pandangan
sisiwa terhadap guru-guru. Education Acceptance yaitu berkaitan dengan penerimaan atau penolakan
terhadat tujuan yang akan dicapai.
Sikap belajar ini menentukan intensitas kegiatan belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan
intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibandingan dengan sikap belajar yang negatif.
Peranan sikap tidak hanya ikut menentukan apa yang dilihat seseorang, melainkan bagaimana ia juga
melihatnya. Maka bisa dikatakan, bahwa sikap belajar ikut berperan dalam menentukan aktivitas belajar
siswa. Sikap belajar yang positif bisa dikatakan juga dengan minat dan motivasi.
Bangkitkan kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan dan sebagainya.
Minat
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya dalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Crow an Crow
mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk
menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan
itu sendiri. Minat ini tidak dibawa sejak lahir, melainkan berasal dari pengalaman[10].
Kebiasaan Belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukan, bahwa hasil belajar mempunyai hasil kolerasi positif dengan
kebiasaan belajar atau studty habit. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar
secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Kebiasaan belajar
cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar. Sebabnya ialah
karena kebiasaan mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan
force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan.
Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan seseorang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan
rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya,
serta bagaimana perasaan tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Konsep diri seseorang mula-mula
terbentuk dari perasaan apakah ia diterima dan diinginkan kehadirannya oleh keluarganya.
Konsep diri ini menurut Erikson[11] berkembang melalui lima tahap, yaitu :
Perkembangan dari sesnse of trust vs sense of mistrust, yaitu pada anak usia 1-2 tahun.
Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt, terjadi pada anak usia 2-4 tahun. Pada masa
ini memungkinkan anak untuk mandiri.
Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt, pada anak yang berusia 4-7 tahun.
Lebih lanjut dikatakan, konsep diri terbentuk karena empat faktor, yaitu:
Kemampuan (kompetence).
Kebijakan (virtues).
Kekuatan (power).
Selain faktor-faktor di atas, masih ada faktor lain yang menjadi pengaruh kesiapan belajar seseorang,
yaitu[12] :
Faktor Internal
Kesehatan
Cara Belajar
Faktor Eksternal
Keluarga
Sekolah
Masyarakat, dan
Lingkungan sekitar
Indikator Pembentukan Kesiapan Belajar
mempengaruhinya, yaitu[13]:
Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan
kejutan belajar.
Penampilan sebagai usaha/kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar-
mengajar sampai mencapai keberhasilannya.
Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru/pihak lainnya
(kemandirian belajar).
Usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing.
Tujuan interaksional serta konsep maupun isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, serta
kemampuan subjek didik.
Program cukup jelas dimengerti siswa dan menentang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
Gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan
mengembangkan cara belajar masing-masing.
Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas tapi juga di luar kelas.
Dari berbagai indikator di atas, maka akan lebih mudah untuk menentukan titik kelemahan dan dan
kemampuan serta kesiapan siswa dalam belajar.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa kesiapan adalah kesediaan seseorang untuk
berbuat sesuatu. Sedangkan belajar menurut Suryabrata dalam Khairani[14] adalah suatu aktivitas yang
menghasilkan perubahan pada diri pelajar. Perubahan itu pada pokoknya didapatkan dari pengetahuan
dan keterampilan baru. Dan perubahan juga berasal dari usaha manusia itu sendiri. Jika dikaitkan dengan
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, memang perubahan seseorang atau suatu kaum bukanlah
dari orang lain melainkan dirinya sendiri yang mampu merubah dirinya[15]. Namun menurut
Dalyono[16] belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat
mengarahkan kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada
tingkah laku yang lebih buruk.
Perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, perubahan yang dihasilkan harus relatif
mantap artinya memiliki jangka waktu yang panjang. Karena pada akhirnya yang diharapkan dari belajar
adalah mendapatkan perubahan yang baik, seperti keadaban, keterampilan, pengamatan, berfikir
asosiatif dan daya ingat, berfikir rasional, sikap, inhibisi, apresiasi, dan tingkah laku yang efektif.
Untuk berlangsungnya perubahan yang diharapkan dari proses kesiapan atau kesedian belajar, ternyata
perjalanan proses belajar itu tidak selalu berjalan sesuai planing, namun mengalami hambatan-
hambatan tertentu. Hambatan ini sering disebut sebagai kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu
keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya[17].
Faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah itu banyak dan beragam. Apabila dikaitkan
dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita
kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal)
dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal)[18].
Faktor internal
Faktor fisiologi
Yaitu sakit, kurang sehat, dan juga cacat tubuh. Seorang anak yang sakit atau kurang sehat akan
mengalami kelemahan fisik, sehingga saraf sensorik dan motoriknya lemah akibatnya rangsangan yang
diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Anak yang kurang sehat akan mengalami
kesulitan belajar, sebab ia mudah lelah, pusing, mengantuk, daya konsentrasinya berkurang dan kurang
bersemangat dalam belajar.
Faktor psikologi
Belajar memerlukan kesiapan rohani dan kesiapan mental yang baik, yang meliputi itelegensi, minat,
bakat, motivasi dan sebagainya.
Faktor eksternal
Yang mencakup di dalamnya bimbingan dan didikan, hubungan orang tua dan anak, suasana keluarga
atau rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
Faktor sekolah
Yang meliputi guru, alat pelajaran, kondisi gedung, kurikulum, waktu sekolah dan disiplin kurang.
Kemudian ada juga faktor- faktor lain yang menghambat atau yang termasuk kesulitan belajar, yaitu [19]:
Dalam hal ini yang pertama mengenai metode yang menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar,
intensif tidaknya bimbingan guru, ada tidaknya kesempatan berlatih atau berpraktik, dan ada tidaknya
upaya dan kesempatan. Kemudian yang kedua mengenai tugas yang menyangkut menarik tidaknya,
bermakna atau tidak, serta sesuai atau tidak apa yang harus dilakukan dan dipelajari.
Enviromental variables,
Dalam hal ini menyangkut iklim belajar yang tergantung pada faktor tesedianya ruangan belajar yang
emadai, alokasi waktu yang cukup dan tepat, fasilitas yang tersedia, dan harmanis atau tidaknya
hubungan.
Yang menjadi indikator di sini adalah intelegensi, usia dan taraf kemantangan, jenis kelamin, kesiapan
dan kemantangan untuk belajar, sehingga yang menjadi permasalahan biasanya mengenai kurangnya
kemampuan dan keterampilan kognitif, keterbatasan mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi,
tidak menpunyai tujuan sehingga tidak bergairah dalam belajar.
Mediating processes,
Yaitu mencakup presepsi, motivasi, dorongan, lapar, takut, cemas, dan sebagainya sehingga
mempengaruhi prilaku belajar.
Respon Variables, mencakup:
Tujuan-tujuan kognitif seperti, pengetahuan, konsep-konsep, dan keterampilan problem solving. Tujuan-
tujuan afektif seperti sikap, nilai-nilai. Kemudian juga berkaitan dengan psikomotorik seperti menulis,
olahraga, melukis, dan lain sebagainya.
Bab III
PENUTUP
Simpulan
Readiness diartikan sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Setiap aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness, yaitu kemampuan dan
kesiapan.
Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu, baik
yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
Apapbila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat
tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.
Pembentukan kesiapan yaitu perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, motivasi, kematangan sebagai
dasar dan lingkungan atau kultur sebagai penyumbang pembentukan
Pembentukan kesiapan dipengeruhi oleh motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri.
Indikator kesiapan belajar dapat dilihat melalui sudut pandang siswa, guru, situasi, program, dan sarana.
Faktor penghambat kesiapan belajar atau kesulitan dalam belajar ada dua yaitu faktor internal mencakup
fisiologi dan psikologi. Kemudian ada faktor eksternal mencakup orang tua, guru, dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Dalyono, Psikologi pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal 165-167
[2] Ibid.
[3] M. Dalyono, Psikologi pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 162-167
[6] Ibid.
[8] Makmun Khairani, Psikologi Umum, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal. 131-132
[11]
[12] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 55-60
[16] M. Dalyono, Psikologi pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 212-213.
[19] Abin Syamsudin, Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 324-325.
Iklan