Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan kegiatan yang didasari oleh rasa sadar serta penuh
perencanaan antara manusia dewasa dengan peserta didik yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia seutuhnya (UU No. 20
Tahun 2003). Oleh karena itu, dalam segala aspek kehidupan pendidikan adalah
dasar utama yang sangat penting dalam perkembangan manusia. Berbicara
mengenai ranah pendidikan pasti tidak lepas dari sebuah proses pembelajaran
dimana proses ini dianggap sebagai implikasi dari usaha sadar dan terencara
dalam pendidikan. Proses pembelajaran kian menjadi unsur penting karena dalam
proses inilah ketercapaian tujuan pendidikan dapat diukur.
Dalam proses pembelajaran terdapat enam (6) komponen yang sangat
berkaitan satu sama lain yaitu: peserta didik, materi atau kurikulum, guru, metode
pembelajaran, sarana prasana, dan lingkungan sekitar tempat belajar. Suharsimi
(2008) menjabarkan mengenai komponen input atau dalam hal ini adalah peserta
didik merupakan subjek yang menerima pelajaran, dimana dalam setiap siswa
memiliki bakat intelektual yang berbeda-beda. Dalam menyikapi hal ini guru
harus mengenal kekhususan siswanya. Siswa yang memiliki kemampuan berfikir
kurang akan diberi perlengkapan sarana belajar untuk menunjang proses belajar
agar lebih baik, sedangkan bagi siswa yang mempunyai intelektual yang menonjol
diberi sarana prasarana yang lebih modern guna lebih mengasah kemampuannya.
Salah satu komponen pembelajaran yang mempengaruhi proses
pembelajaran adalah faktor guru. Guru mempunyai peranan penting dalam
kegiatan pembelajaran dikarenakan sebagai fasilitator yang memiliki
tanggungjawab cukup besar. Guru memperoleh amanah untuk menjadikan peserta
didik sebagai masukan mentah dapat diproses dan diberi bekal pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang akan mempersiapkan mereka menghadapi masa
depan. Berdasarkan paparan tersebut dapat ditegaskan bahwa guru memiliki
peranan penting dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.

1
Peran guru yang sangat penting dalam proses pembelajaran menuntut guru
harus memiliki kemampuan khusus sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Salah satunya guru harus mampu memilih metode yang sesuai agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Hal ini berdampak pada tingkat pengembangan
potensi peserta didik tersebut, dikarenakan ketika guru tidak mampu memilih
metode pembelajaran yang cocok untuk diterapakan pada siswanya tentu guru
akan kehilangan kondisi dimana esensi pembelajaran itu dapat diperoleh.
Komponen metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan seorang
guru dalam proses pembelajaran. Komponen ini dianggap sebagai salah satu
faktor penting karena menentukan hasil yang akan dicapai pada suatu proses
pembelajaran. Suwarna, ddk (2006) menjabarkan secara tegas bahwa proses
pembelajaran akan terjadi secara efektif jika berlangsung dalam situasi dn kondisi
dimana peserta didik merasa sangat tertarik, menyenangkan, nyaman dan
kondusif. Kondisi dan situasi seperti inilah yang bisa didapat guru lewat
pemahaman akan metode pembelajaran yang cocok diterapkan sehingga sesuai
dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
Sarana penunjang belajar adalah komponen berikutnya yang harus menjadi
bahan evaluasi bagi guru. Sebaiknya saat guru melakukan rencana mengajar,
seorang guru juga memilih alat atau media pengajaran yang cocok untuk
digunakan dalam kelas. Selain guru, mungkin siswa juga dapat menjadi titik tolak
dalam menetukan apakah sarana yang digunakan sarana yang digunakan dalam
mengajar sudah tepat. Komponen terakhir yang ada dalam proses pembelajaran
adalah komponen lingkungan sebagai hal yang perlu diperhatikan lingkungan
fisik dan non fisik yang menunjang situasi interaksi belajar mengajar secara
optimal. Tingkat pengembangan potensi peserta didik yang rendah akan
mempengaruhi kualitas peserta didik yang diharapkan.
Pada zaman dahulu, proses pembelajaran dikenal dengan nama pengejaran
yang berorientasi pada aktivitas guru dan kurang mengarah kepada kompetensi
yang dimiliki siswa (Sagala: 2006). Kata pengajaran yang berorientasi pada guru
sebagai satu-satunya sumber ilmu membuat proses pembelajaran yang harusnya

2
berpusat pada siswa (student centered) menjadi beralih fungsi kepada teacher
centered.
Oleh karena itu, penerapan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa
siswa harus aktif membangun sendiri pengetahuan di benaknya mengharuskan
guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan
membimbing siswa untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang dibangunnya
melalu interaksi antar individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok
dengan kelompok di dalam kelas.
Menumbuhkan sikap aktif dalam proses pembelajaran tentu bukanlah hal
mudah. Salah satu indikator yang menyatakan bahwa paham konstruktivime telah
terjadi dalam proses pembelajaran adalah terciptanya atmosfir antusiasme peserta
didik. Namun pada kenyataannya, siswa yang seharusnya menjadi subjek
pendidikan selalu bergeser posisi menjadi pendengar dan guru tetap dianggap
sebagai sumber belajar yang dominan sehingga menciptakan suasana yang
membosankan di dalam kelas. Proses pembelajaran menjadi membosankan dan
membuat siswa cepat kehilangan minat dalam mengikuti alur pembelajaran yang
terjadi secara tuntas (Giyastutik: 2009).
Pembelajaran Ilmu Gizi adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
SMK Tata Boga yang mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman
terhadap kesehatan tubuh manusia supaya terhindar dari masalah gizi. Tujuannya
untuk mengetahui berbagai macam zat gizi beserta fungsinya. Mata pelajaran ini
mengarahkan pengetahuan siswa terhadap penghitungan zat gizi yang diperlukan
masing-masing individu, masalah-masalah gizi yang terjadi di Indonesia serta
implementasinya terhadap makanan olahan yang nantinya akan mereka produksi.
Peserta didik diharapkan mampu mengidentifikasi solusi-solusi yang dapat
mengatasi permasalahan menyangkut dengan pemenuhan zat gizi dalam tubuh.
(Asrul Bahar: 2008)
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti ketika Praktek Pengelolaan
Pembelajaran (PPP) yang dilakukan pada Kamis, 24 Agustus 2016 di SMKN 6
Surabaya, siswa kelas X Jasa Boga 3 pada mata pelajaran ilmu gizi dengan
kompetensi dasar menganlisis zat gizi sumber vitamin rata-rata menunjukkan

3
hasil yang kurang memuaskan. Hal ini dibuktikan bahwa nilai rata-rata dari 37
peserta didik untuk post test yang telah dilakukan setelah pembelajaran berada di
bawah KKM. Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan bahwa, proses tranfer ilmu
yang dilakukan guru kepada peserta didik dalam salah satu kompetensi dasar di
mata pelajaran ilmu gizi belum maksimal.
Adapun permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di dalam
kelas adalah: 1) guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
dimana sumber pendidikan hanya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga
peserta didik pasif dan hanya menerima informasi dari guru, 2) rendahnya
antusiasme peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran karena metode
yang digunakan dirasa membosankan sehingga tingkat keaktifan peserta didik
dalam bertanya dan menanggapi pernyataan dari guru masih sangat kurang, dan 3)
peserta didik sulit memahami konsep karena cakupan materi vitamin yang
banyak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan beberapa perbaikan
dalam sistem pembelajaran yang diterapkan selama ini. Solusi yang bisa
dilakukan oleh guru dalam meningkatkan kualitas peserta didik adalah dengan
menerapkan model, metode, serta strategi pembelajaran yang cocok untuk mata
pelajaran ilmu gizi.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial (Agus Suprijono, 2011:
46). Sedangkan metode adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru
untuk menyajikan materi pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas baik
secara individual atau secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap,
dipahami dan dimanfaatkan dengan baik dan strategi pembelajaran adalah rencana
dalam bentuk tindakan atau rangkaian kegiatan termasuk dalam penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran (Hamruni:
2012).
Dunia pendidikan saat ini, diperlukan metode pembelajaran yang mampu
membuat peserta didik membuat konsep pengetahuan sendiri. Hal tersebut
bertujuan untuk membangun pengetahuan secara konstruktivisme sehingga

4
peserta didik tidak hanya pasif menerima materi dari guru. Metode pembelajaran
yang tepat akan mendukung konsep kontruktivisme sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode Peta
Konsep atau Mind Mapping.
Metode pembelajaran peta konsep (mind mapping) adalah metode yang
dilakukan melalui pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra
visual dalam prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan (DePorter dan
Mike Hernacki 2003: 153). Dalam metode pembelajaran ini, peserta didik diajak
untuk menggambarkan bagaimana sebuah konsep terbentuk dan menuangkannya
dalam gambar serta permainan warna menurut kreativitas masing-masing individu
sehingga memudahkan mereka mengingat apa yang telah mereka pelajari. Di sisi
lain, peta pikiran (mind mapping) adalah pembelajaran yang akan melatih alur
pikir siswa menuju satu titik, dimana titik tersebut sebagai fokus suatu kajian
(Istarani, 2011:56).
Berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan judul
penelitian sebagai berikut: Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep
(Mind Mapping) Pada Mata Pelajaran Ilmu Gizi Kompetensi Dasar
Menyusun Dan Menganalisis Rancangan Menu Seimbang Untuk Remaja
Setelah Diolah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X Jasa Boga
SMKN 6 Surabaya. Dengan judul penelitian tersebut maka batasan penelitian
hanya mengarah pada hasil belajar berupa nilai akhir yang akan diperoleh peserta
didik setelah metode pembelajaran tersebut dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasakan latar belakang di atas, maka perlu adanya identifikasi terkait
dengan masalah yang dihadapi peneliti yaitu :
1. Kemampuan mengajar guru belum maksimal karena kurangnya kreativitas
guna membangun minat siswa dalam kelas ilmu gizi.
2. Metode pembelajaran yang dilakukan guru pada saat proses pembelajaran
berlangsung mungkin menjadi salah satu faktor yang memperngaruhi hasil
belajar siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan kurang optimal.

5
3. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih memakai
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered).
4. Metode pembelajaran Peta Konsep (Mind Mapping) dimungkinkan dapat
meningkakan hasil belajar siswa.

1.3 Batasan Masalah


Agar penelitian lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam, serta tidak
terjadi penyimpangan terhadap apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya
penelitian, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian. Peneliti membatasi
ruang lingkup penelitian hanya pada siswa kelas X Jasa Boga SMKN 6 Surabaya.

1.4 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang
telah dikemukakan serta untuk memperjelas masalah maka dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Bagaimana penerapan metode pembelajaran peta konsep (mind mapping)
pada mata pelajaran ilmu gizi kompetensi dasar menyusun dan
menganalisis rancangan menu seimbang untuk remaja setelah diolah
terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas X Jasa Boga Smkn 6
Surabaya?
2) Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan pengaruh metode
pembelajaran peta konsep (mind mapping) pada mata pelajaran ilmu gizi
kompetensi dasar menyusun dan menganalisis rancangan menu seimbang
untuk remaja setelah diolah terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas
X Jasa Boga Smkn 6 Surabaya?
3)
1.5 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran peta konsep (mind
mapping) pada mata pelajaran ilmu gizi kompetensi dasar menyusun dan

6
menganalisis rancangan menu seimbang untuk remaja setelah diolah
terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas X Jasa Boga SMKN 6
Surabaya.
2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan penerapan metode
pembelajaran peta konsep (mind mapping) pada mata pelajaran ilmu gizi
kompetensi dasar menyusun dan menganalisis rancangan menu seimbang
untuk remaja setelah diolah terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas
X Jasa Boga SMKN 6 Surabaya.

1.6 Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Bagi Guru:
1) Untuk memberikan saran kepada guru sebagai fasilitator guna
meningkatkan kualitas pembelajaran yang cocok digunakan dalam
mata pelajaran ilmu gizi kompetensi dasar menyusun dan
menganalisis rancangan menu seimbang untuk remaja setelah
diolah terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas X Jasa Boga
SMKN 6 Surabaya..
2) Untuk menambah wawsan guru terhadap penerapan Metode
Pembelajaran Peta Konsep (Mind Mapping).
2. Bagi Siswa:
1) Untuk memberi suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa
dalam mata pelajaran ilmu gizi pada kelas X Jasa Boga 3 SMKN 6
Surabaya.
2) Untuk meningkatkan sikap sosial dan kerjasama antar teman
sejawat dalam proses pembelajaran ilmu gizi di dalam kelas.
3) Untuk meningkatkan motivasi belajar di dalam kelas pada mata
pelajaran ilmu gizi sehingga juga meningkatkan hasil belajar siswa
kelas X Jasa Boga SMKN 6 Surabaya.

7
3. Bagi Sekolah
1) Untuk meningkatkan mutu sekolah yang bersangkutan lewat
pengembangan metode pembelajaran Peta Konsep (Mind
Mapping).
2) Sebagai sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan terhadap
sekolah yang bersangkutan sehingga dapat dijadikan bahan
evaluasi program pendidikan dan kurikulum yang diterapkan.
4. Bagi Pihak Lain
1) Bahan referensi bagi pihak yang bermaksud melakukan penelitian
yang lebih lanjut.

8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Gizi


1. Pengertian Belajar
Pada hakikatnya, seluruh manusia mengalami proses belajar dimana dia
akan menyerap segala pengetahuan yang didapat lalu memprosesnya dalam otak.
Proses belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku permanen
dengan diiringi kegiatan nyata yang sistematis seperti mmembaca, mengamati,
mendengarkan, atau meniru (Suparno 2000:2; Sardiman 2007:20). Selain adanya
perubahan tingkah laku, belajar juga ditandai dengan adanya sebuah tujuan yang
hendak dicapai. Nasution (2006: 3) menjelaskan bahwa tujuan utama dalam
proses pembelajaran adalah apapun yang telah dipelajari oleh seseorang itu
nantinya akan berguna di kemudian hari, dan membantu dirinya untuk dapat terus
belajar dengan cara yang lebih mudah.
Proses belajar tidak akan lepas dari sebuah pengalaman. Hal ini diperkuat
oleh pernyataan Hitzman (1978) dalam bukunya yang berjudul The Psychology of
Learning and Memory bahwa pelajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada
diri seuah organisme yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi perubahan tingkah laku organisme tersebut. Kesimpulan ini
merujung pada salah satu indikator adanya proses belajar adalah dengan
terjadinya sebuah latihan dan pengalaman, sehingga membuat manusia yang
mengalaminya akan mengerti dan merubah beberapa tingkah lakunya.
Namun, beberapa bagian orang-orang beranggapan bahwa belajar semata-
mata adalah hanya terpatok pada pengumpulan data dan menghafal fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk mata pelajaran (Nursalim dkk, 2007: 88). Anggapan
seperti memunculkan konsekwensi bahwa anak-anak yang dianggappandai adalah
anak-anak yang mampu me-recall secara lisan sebagian materi/informasi dari buk
teks yang telah dipelajari. Skinner dalam bukunya Educational Psychologi: The
Teaching Process, mengemukakan pendapatnya mengenai makna belajar yang
adalah suatu proses adaptasi yang berlangsung secara progresif. Makna ini

9
diperdalam dengan eksperimennya yang menunjukkan bahwa hasil optimal dalam
proses belajar akan optimal jika diberikan penguat (reinforcer).
Teori psikologi juga memiliki pendapat yang searah mengenai proses
belajar. Nursalim dkk, (2007) dalam bukunya Psikologi Pendidikan
menyimpulkan belajar adalah sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan kognitif. Pendapa para ahli di atas membawa kita
pada kesimpulan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang
didasarkan atas pengalaman seseorang sehingga mempengaruhi berubahnya pola
pikir secara tetap dan bertahap.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar


Proses belajar, tidak serta merta membawa individu pada sebuah
perubahan tingkah laku secara mudah dan instant. Nursalim dkk (2007)
mengemukakan bahwa dalam prosesnya, terdapt beberpa faktor yang akan
mempengaruhi. Secara garis besar, Nursalim mengkliasifikan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar menjadi 2 garis besar yaitu faktor yang berasal dari luar
diri pebelajar atau yang disebut faktor ekstern oleh Slameto (1995: 54) dan faktor
yang berasal dari dalam diri pebelajar atau faktor intern.
a. Faktor yang berasal dari luar diri pebelajar (Ekstern)
Faktor-faktor yang berasal dari luar pebejar keadaan cuaca, suhu, waktu,
tempat dan alat-alat yang digunakan untuk belajar. Selain faktor-faktor di atas,
beberapa faktor lain yang harus diperhatikan adalah letak sekolah dan persyaratan
bangunan yang ideal untuk kesehatan pebelajar. Slameto (1995: 54)
mengklasifikan lebih jelas mengenai faktor-faktor elstern yang mempengaruhi
pebelajar sebagai berikut :
a) Faktor keluarga, yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaanggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonami keluarga, pengertian orang tua
dan latar belakang kebudayaan.

10
b) Faktor sekolah yang meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat, yang meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat,
media masa, teman bergaul, bentuk kegiatan masyarakat.
b. Faktor yang berasal dari dalam diri pebelajar (Intern)
Nursalim mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berasal dari diri
pebelajar yang mempengaruhi proses belajar adalah sebagai berikut:
1. Intelegensi, adalah tingkat kecerdasan seseorang.
2. Bakat, adalah analisis tingkah laku mengenai kemampuan yang dimilki.
3. Emosi, perasaan yang timbul dalam diri seseorang.
4. Motif atau motivasi, keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan
tertentu.
Sedangkan Slameto (1995: 54) hanya mengklasifikan faktor intern yang meng
memperngaruhi proses belajar dalam tiga hal berikut:
1. Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2. Faktor psikologis, yang meliputi kematangan dan kesiapan siswa.
3. Faktor kelelahan.

3. Hasil Belajar Ilmu Gizi


Salah satu indikasi dimana kita dapat mengukur sebuah keberhasilan
proses belajar peserta didik adalah dengan melihat hasil belajar yang telah dicapai.
Jika pencapaian hasil belajar siswa tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses
pembelajaran itu berhasil. Sudjana (2002: 2) mengemukanan hasil belajar siswa
adalah perubahan tingkah laku dalam pengertian yang luas mencakup bidang
kognitif, afektif maupun bidang psikomotor. Penguasaan hasil belajar seseorang
dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk peguasaan
pengetahuan, ketrampilan berfikir maupun ketrampilan motorik.
Tahap pengukuran hasil belajar siswa dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi pembelajaran dengan mengadakan pengukuran terhadap nilai yang

11
diperoleh. Kegiatan penilaian harus mengacu pada perubahan tingkah laku siswa
yang telah dicapai melalui proses belajarnya seperti pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan serta sikapnya. Manfaat hasil belajar bagi guru adalah harapan bahwa
dengan diketahuinya hail belajar dapat memberi penguatan positif bagi siswa atau
peserta didik guna mengingkatkan kemampuan belajarnya.
Winkel (2007: 273) memberikan penegasan bahwa, secara garis besar
ranah hasil pembelajaran dibagi menjadi tiga yaitu: ranah kognitif, afektif dan
ranah psikomotor. Ranah kognitif berhubungan dengan hasil belajar intelektual.
Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis, dan
evaluasi. Ranah afektif berhubungan dengan sikap. Ranah ini meliputi
penerimaan, partisipasi, penentuan nilai/sikap, organisasi dan pembentukan pola
hidup. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ranah ini meliputi persepsi, persiapan, gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan
dan kreatifitas. Saat ini penilaian hasil belajar siswa didasarkan pada pencapaian
ketiga ranah di atas.
Berdasarkan kurikulum tersebut hasil belajar siswa tercapai dengan baik
apabila siswa mampu menguasai ketiga aspek tersebut yang dikembangkan dalam
bersikap dan berfikir siswa.
1. Ranah Kognitif
Teori-teori mengenai perkmbangan peserta didik pada tingkat kognitif
banyak dikemukakan oleh Piaget sebagai seorang ahli psikologi. Jean Piaget
(1952) mengatakan bahwa perkembangan kognitif adalah sebuah hasil dari suatu
hubungan perkembangan otak dan sistem saraf dengan membantu individu untuk
beradaptasi dengan lingkunganya. Bloom dalam Winkel (2007: 273) membuat
hiraerki yang makin memperjelas ranah kognitif dengan menyatakan ranah
kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa, evaluasi.
Kemampuan yang penting pada ranah kognitif adalah kemampuan
menerapkan konsep–konsep untuk memecahkan masalah yang ada di kehidupan.
Kemampuan ini sering disebut pula dengan kemampuan mentransfer pengetahuan
ke berbagai situasi dengan konteksnya, sehingga kemampuan ini selalu berkaitan

12
dengan pembelajaran kontekstual. Kemampuan kognitif pada setiap mata
pelajaran sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
(Thinking skill) siswa untuk pemahaman konsep (Giyastutik: 2009).
Keberhasilan guru dalam mengintegrasikan kecakapan hidup (Life skill)
terutama kemampuan berpikir (Thinking skill) dan kemampuan akademik
(Academic skill) dalam pengembangan penilaian kognitif sangat tergantung
kepada kemampuan pengembangan instrumen kognitif, pedoman penskoran serta
penafsiran hasil penskoran. Secara umum penilaian kognitif atau tes kognitif pada
mata pelajaran ilmu gizi diwujudkan dalam jenis tes obyektif dan tes non obyektif
atau uraian serta penskoran tugas (Giyastutik: 2009).
2. Ranah Afektif
Menurut Bloom dalam Winkel (2007: 274) aspek afektif mencakup lima
yakni: penerimaan, partisipasi, penentuan nilai/sikap, organisasi dan pembentukan
pola hidup. Syah (2007: 121) menyatakan ”tingkah laku afektif adalah tingkah
laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya”. Perasaan tersebut
dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar. Siswa yang memiliki minat belajar
dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata
pelajaran tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran
yang optimal (Giyastutik: 2009).
Dalam pelaksanaan penilaian afektif juga perlu adanya instrumen yang
tepat untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, dan nilai. Sikap merupakan suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespons secara positif atau negatif terhadap
suatu obyek, situasi, konsep, atau orang. Minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh
obyek khusus, aktivitas, pemahaman, dan ketrampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian.
Konsep diri adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Nilai merupakan suatu ukuran yang
digunakan untuk menyatakan keadaan suatu benda atau posisi yang dapat
dipandang baik, buruk, jelek, bagus dll.

13
3. Ranah Psikomotor
Syah (2007: 86) menyatakan bahwa ’kecakapan psikomotor adalah segala
amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun
kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka”. Keterampilan motorik mengutamakan
gerakan-gerakan otot, urat dan persendian dalam tubuh, namun diperlukan
pengamatan melalui alat indra dan pengolahan secara kognitif yang melibatkan
pengetahuan dan pemahaman (Giyastutik: 2009). Belajar semacam ini gerakan
jasmani, persepsi, konsep dan kaidah, pengetahuan, bahkan sikap, semuanya
memegang peranan, namun pengaturan gerakan-gerakan jasmani dan koordinasi
antara gerakan pada berbagai anggota badan, memegang peranan utama dan
menjadikan jalur belajar ini suatu proses belajar tersendiri.
Dalam hal ini, kegiatan yang dipastikan cocok untuk mengukur ranah
psikomotorik peserta didik adalah dengan diberikannya latihan. Simpson dalam
Winkel (2007: 274) menyatakan ranah psikomotor mencakup tujuh yaitu:
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang
kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreatifitas. Membuat soal dan membuat
instrumen (lembar observasi) untuk mengamati jawaban siswa, adalah dua hal
penting yang bisa dilakukan guru untuk mengimplementasikan cara pengukuran
ranah psikomotorik peserta didik.
Hasil belajar aspek psikomotor dapat berupa soal-soal, lembar kerja,
lembar tugas, dan lembar eksperimen. Sementara itu instrumen untuk mengamati
jawaban siswa dapat berupa lembar observasi, lembar penilaian, dan portofolio.
Prinsip hasil belajar ranah psikomotor adalah pengungkapan hasil belajar ideal
meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar (Giyastutik: 2009).

14
B. Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Dalam segi etimologis, menurut bahasa Yunani metode berasal
dari dua frase yang dipisah yaitu metha yang berarti melaluli atau
melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1990: 580) metode adalah cara yang teratur dan terfikir
baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang tersistem untuk
memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan. Dalam bukunya Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, Wina menjelaskan bahwa segala upaya dalam
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata
agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal disebut juga
dengan metode. Hamalik (2001: 26) menyatakan metode adalah cara yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai
tujuan kurikulum.
Pemilihan suatu metode dalam mengajar harus disesuikan dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan karena apabila terjadi kesalahan
dalam pemilihan metode belajar yang digunakan oleh guru maka akan
berakibat pada proses belajar mengajar dan secara langsung akan
mempengaruhi hasil belajar (Giyastutik: 2009). Sumantri (2001: 115-116)
terdapat sepuluh metode mengajar yang dapat diguru, yaitu: metode
ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, pemberian tugas,
demonstrasi, eksperimen, simulasi, inkuiri dan metode pengajaran
unit/pembelajaran terpadu. Pengembangan metode belajar sangat
diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Bentuk pengembangan
dari belajar yang ada salah satunya adalah metode pembelajaran kooperatif
merupakan pengembangan teknik belajar bersama dan saling membantu di
antara siswa dimana siswa dituntut untuk aktif dan bekerjasama untuk
menyelesaikan suatu masalah yang ada.

15
2. Pengertian Metode Pembelajaran Peta Konsep (Mind Mapping)
Metode peta pikiran (mind mapping) seperti dikemukaan oleh pencetusnya
Tony Buzan, merupakan cara paling mudah untuk memasukkan informasi ke
dalam otak dan untuk mengambil informasi dari dalam otak. Cara ini adalah cara
yang kreatif dan efektif dalam membuat catatan sehingga boleh dikatakan mind
mapping benar-benar memetakan pikiran. DePorter dan Mike Hernacki (2003:
153) juga mengemukakan pendapatnya bahwa peta pikiran adalah teknik
pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dalam prasarana
grafis lainnya untuk membentuk kesan. Jadi dengan berimajinasi, berangan-angan
atau berkhayal sesuatu menggunakan alat indera dapat menghubung-hubungkan
(asosiasi) gambar yang satu dengan yang lain karena mind mapping sarat dengan
gambar dan warna (Buzan, 2005: 21).
Pada sisi lain, peta pikiran (mind map) merupakan pembelajaran yang
akan melatih alur pikir siswa menuju satu titik, dimana titik tersebut sebagai fokus
suatu kajian (Istarani, 2011:56). Menggunakan strategi mind mapping berarti
menggunakan seluruh alat indera kita untuk berupaya menyusun sebuah konsep
atau kerangka berfikir dan memvisualisasikannya ke dalam sebuah karya atau seni
gambar yang menarik sehingga meningkatkan daya ingat dan metrampilan peserta
didik dalam mengasah kreatifitasnya.
Bentuk dari mind mapping sangat variatif bergantung cara berfikir
seseorang, tapi ada suatu syarat bahwa sebuah mind map dapat dikatakan mind
map yang “baik”. Syarat-syaratnya yaitu, mengandung gambar, menggunakan
berbagai macam warna, konektor/ penghubung tidak saling berpotongan, hanya
mengandung kata topik saja (bukan kalimat yang panjang). Dalam penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Winci, dijelaskan beberapa keuntungan yang
didapat dengan menerapkan strategi mind mapping dalam proses pembelajaran
yaitu:
a) Mind mapping dapat membuat belajar kita lebih menyenangkan karena
kita belajar sesuai dengan cara kerja otak kita, sekaligus menarik untuk
dilihat dan dapat menahan mata dan pikiran untuk tetap fokus dalam
memasukkan informasi.

16
b) Otak kita memiliki kapasitas untuk mengingat gambar dan foto. Otak terus
menerus mengambil foto selama hidup kita dan menyimpannya di dalam
album foto di kepala kita. Ini adalah hal yang penting dari mi mind
mapping karena otak kita lebih mudah mengingat gambar daripada
mengingat kata-kata yang panjang dari sebuah teks.
c) Otak kita jauh lebih mudah mengingat sebuah kata penting atau kalimat
pendek dibandingkan mengingat sebuah teks yang panjang.
d) Kesadaran kita selalu menganalisis bagaimana hal yang satu berhubungan
dengan hal yang lain. Dan ketika selesai pikiran membuat suatu “image”
untuk merepresentasikan sebuah struktur. Banyak hal yang dilakukan oleh
pikiran siswa berdasarkan atas asosiasi dengan hal lain. Sudah merupakan
hal yang penting untuk membiarkan otak siswa bekerja dengan caranya
sendiri dan membantunya, daripada memaksanya untuk mengikuti arahan
tertentu.
e) Mind mapping dapat memberikan overview dari suatu subjek yang luas,
kita bisa menggunakan mind mapping untuk merangkum sesuatu yang
ingin diingat. Mind mapping dapat memasukkan informasi ke otak dengan
jumlah yang signifikan dan waktu yang cukup singkat.

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 6
Surabaya pada semester genap tahun ajaran 2017/2018.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara bertahap dan dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap penyelesaian.
a) Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi pengajuan judul skripsi, penyelesaian proposal
skripsi, seminar proposal, permohonan izin survey, dan konsultasi instrument
penelitian pada pembimbing. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017
hingga Maret 2017.
b) Tahap penelitian
Tahap penelitian meliputi semua kegiatan yang dilakukan di lapangan,
yaitu uji instrument dan pengambilan data. Tahap ini dilakukan pada bulan Maret
s.d. April 2017.
c) Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian meliputi analisis data dan penyusunan laporan. Tahap
ini dilaksanakan pada bulan April s.d. Mei 2017.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Eksperimen atau
Experimental Research. Wina (2013) menjelaskan dalam bidang pendidikan
metode penelitian eksperimen adalah metode penelitiian yang digunakan untuk
mengetahui sebuah pengaruh dari suatu tindakan atau perlakuan (treatment)
tertentu yang sengaja dilakukan terhadap suatu tindakan atau perlakuan tertentu.

18
Pada pelaksanaanya, akan terbagi menjadi beberapa tahap yaitu: tahap
perencanaan proposal, observasi, pengambilan data, pengolahan data dan proses
penympulan data.

C. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian yaitu siswa kelas X Jasa Boga 2 dan X Jasa Boga 3
SMKN 6 Surabaya tahun ajaran 2017/2018. Objek penelitian adalah hasil belajar
siswa pada kompetensi dasar menyusun dan menganalisis rancangan menu
seimbang untuk remaja setelah diolah dengan metode pembelajaran Peta Konsep
(Mind Mapping).

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data


1. Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data informasi tentang
keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif berupa
data catatan lapangan tentang pelaksanaan pembelajaran, hasilnya observasi
dengan berpedoman pada lembar pengamatan dan pemberian angket (qoesioner)
yang menggambarkan proses kegiatan pembelajaran dalam kelas sedangkan aspek
kuantitatif adalah hasil penilaian belajar dari materi menghitung kebutuhan zat
gizi pada bahan makanan berupa nilai yang diperoleh siswa meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Sumber Data
Data penelitian dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi dari berbagai
sumber yaitu:
a) Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran.
b) Informasi guru dan siswa.
c) Dokumentasi atau arsip, yang antara lain berupa kurikulum, rpp, silabus,
buku penilaian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengambilan dan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

19
a) Metode Observasi
Metode obesevarsi adalah suatu langkah pengambilan data lewat
mengamatan langsung di lapangan yang dalam ini adalah aktivitas peserta didik
dalam kelas. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk memperoleh data
tentang hasil pembelajaran siswa dalam materi menghitung kebutuhan zat gizi
pada bahan makanan pada ranah psikomotor mereka. Rancangan lembar observasi
tertulis yang memuat perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan
metode Peta Konsep (mind mapping). Dalam mencatat hasil observasi pada
penelitian menggunakan sistem rating scale.
b) Metode Wawancara
Metode wawancara adalah teknik penelitan yang dilaksanakan dengan cara
dialog baik secara langsung maupun melalui saluran media tertentu antara
pewawancara denga yang diwawancarai sebagi sumber data. Metode ini
digunakan kepada guru dan siswa guna mengetahui proses pembelajaran yang
terjadi dalam kelas ilmu gizi selama ini.
c) Metode Tes
Metode tes merupakan instrument pengumpulan data tentang kemampuan
subjek penelitian dengan cara pengukuran melalui soal-soal yang diberikan
kedapa siswa (Wina: 2013). Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk
memperoleh data tentang hasil belajar ilmu gizi ranah kognitif setelah kegiatan
belajar mengajar pada materi menghitung kebutuhan zat gizi pada bahan
makanan. Tes ini berbentuk obyektif yaitu bentuk pilihan ganda.
d) Metode Quesioner atau Angket
Angket merupakan instrument pengumpulan data berupa daftar pertanyaan
secara tertulis yang harus dijawab atau diisi oleh responden sesuai dengan
petunjuk pengisiannya (Wina: 2013). Angket diberikan kepada siswa untuk
mengambil data tentang hasil belajar ranah afektif yang dapat berupa angket
afektif, angket respon siswa atau tingkat kepuasan siswa terhadap pembelajaran
menggunakan metode Peta Konsep (mind mapping) dan penilaian terhadap
performace guru. Dengan menganalisis dan mengolah informasi yang diperoleh
dari angket tersebut dapat diketahui peningkatan proses atau kegiatan

20
pembelajaran sehingga dapat diketahui ada tidaknya perubahan sikap siswa dalam
proses pembelajaran ilmu gizi.
e) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai arsip yang
digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya silabus penelitian, rencana
pembelajaran, presensi siswa dan daftar nilai semester gasal kelas X Jasa Boga 3
SMKN 6 Surabaya tahun ajaran 2017/2018. Metode dokumentasi dalam
penelitian ini untuk mendapatkan catatan-catatan yang berkenaan dengan proses
belajar mengajar di dalam kelas.

4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
I. Instrumen pembelajaran
Instrumen penelitian yang digunakan adalah silabus yang sesuai dengan
kurikulum yang berlaku pada SMKN 6 Surabaya pada kelas X Jasa Boga yaitu
Kurikulum 2013 (K 13) sebagai acuan langkah-langkah pelaksanaan strategi
pembelajaran Peta Konsep (mind mapping) dan skenario pembelajaran yang
disusun oleh guru dengan tujuan pelaksanaan proses belajar mengajar dapat
berjalan secara terstruktur.
II. Instrumen penilaian kognitif
Instrumen penilaian kognitif berupa penilaian terhadap tes hasil belajar
untuk mengetahui tingkat pemahaman dan peningkatan hasil belajar. Tes hasil
belajar yang dilakukan adalah post test. Instrumen yang digunakan telah melalui
uji validitas dan reliabiltitas pada kelas yang telah memperoleh materi penelitian
untuk mengetahui ketepatan dan ketetapan soal uji.
III. Angket
Instrumen angket disusun oleh peneliti untuk mengumpulkan data
mengenai kepuasan peserta didik terhadap penggunaan strategi Peta Konsep
(Mind Mapping) melalui angket kepuasaan strategi dan sikap peserta didik
melalui angket aspek afektif serta performace guru dalam pembelajaran.

21
Angket yang digunakan telah melalui uji validitas dan reliabilitas untuk
mengetahui apakah angket tersebut layak digunakan dalam penelitian. Bentuk
angket yang digunakan adalah bentuk ceklist, yaitu suatu bentuk angket dimana
pengisi angket memberi tanda cek (v) pada kolom yang telah disediakan.
Alternatif jawaban tiap item ada lima.
IV. Lembar Observasi
Instrumen lembar observasi digunakan untuk penilaian ranah
psikomotorik. Lembar observasi berisi daftar perilaku siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara
menghitung jumlah siswa sesuai dengan kriteria penilaian sikap dalam lembar
observasi. Kriteria yang digunakan telah ditetapkan sebelumnya dalam sebuah
rubrik penilaian hasil obeservasi, antara lain mengantuk, ramai, malas, tidak
memperhatikan, rajin mencatat, rajin bertanya, dan rajin menjawab. Setiap siswa
akan dinilai berdasarkan perilaku yang paling menonjol.
V. Lembar Diskusi Siswa
Instrumen digunakan dalam diskusi kelompok, tujuannya adalah agar
siswa dapat bertukar pikiran dan saling membantu serta bekerjasama dengan
pasangan diskusinya. Pada saat ini diharapkan peserta didik dapat menerapkan
strategi pembelajaran Peta Konsep (Mind Mapping) dalam kelas.

22
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Teknik analisis kualitatif digunakan dari
awal penelitian hingga akhir penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai
observasi dalam kelas sebagai variabel kontrolnya. Data-data dari hasil penelitian
di lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hal ini dilakukan karena
sebagian besar data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa deskripsi
tentang perkembangan proses pembelajaran. (Giyastutik:2009). Sedangkan
analaisis data secara kuantitatif diperoleh dari data-data mengenai nilai rerata hasil
belajar siswa.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
eksperiemen kelompok tunggal pre tes post tes. Menurut Wina (2013) desain ini
dinilai dengan penentuan subjek sebagai sampel eksperimen yang awalnya
diberikan tes awal sebelum perlakuan, lalu subjek tersebut diberikan perlakuan
dan akhirnya diberi tes untuk melihat ada atau tidak adanya pengaruh dari
perlakuan yang telah diterapkan.
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis guna mencapai hasil
yang maksimal. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
data hasil pre-test dan post-test disusun dalam tabel, menghitung nilai rata-rata
skor dari variabel hasil pre-test dan post-test, menghitung standar deviasi dari
variabel hasil pre-test dan post-test, uji normalitas, uji homogenitas dan uji
hipotesis menggunakan uji “t”.

23

Anda mungkin juga menyukai