Anda di halaman 1dari 2

tabel 2.

Hasil profil DNA dari tiga ulangan penyetoran semen dari dua donor pada kaos katun dan celana poliester
yang dicuci pada suhu 30 C dengan deterjen non biologis. D1: donor semen 1, D2: donor semen 2, ()
menunjukkan jumlah PowerPlex1 ESI 16 STR lokus di mana alel terdeteksi (dari 15).

Koresponden DNA profil (Nomor lokus STR)


Kaos Celana Panjang
1:1 campuran D1 (15):D2 (15) Mayor D2 (15) dan minor (1)
1:1 campuran D1 (15):D2 (15) Mayor D2 (15) dan minor (1)
1:1 campuran D1 (15):D2 (15) Mayor D2 (15) dan minor (1)

tabel 3.

Hasil profil DNA dari tiga ulangan dari kaus kaki tidak bernoda yang telah dicuci menggunakan detergen
biologis dalam beban yang sama dengan pakaian bernoda semen dari donor 1. D1: donor semen 1, L:
analis lab, W: pengguna biasa mesin cuci, () menunjukkan jumlah PowerPlex1 ESI 16 STR lokus di mana
alel berada terdeteksi (dari 15).

Koresponden DNA profil (nomor lokus STR)


30 C 60 C
Mayor D1 (15) dan Minor L (2) D1 (15)
Mayor D1 (15) dan Minor L (1) D1 (13) dan W (3)
Mayor D1 (15) dan Minor L (1) D1 (15) dan W (15)

Contoh pada sampel ini dapat dilihat di gambar 3(a) dan dengan profil D1 dan W (gambar 3b). Jika hasil
ini adalah hasil dari kerja kasus profil DNA, di mana kontributor DNA tidak diketahui, akan sulit
memisahkan campuran ke dalam individu kontributor berdasarkan profil yang diperoleh. Namun, dengan
DNA profil dari tersangka, analisis probabilistik bisa dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan bahwa
DNA dari tersangka bisa berkontribusi terhadap campuran.

Diskusi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan untuk pertama kalinya DNA yang dapat diprofilkan dapat diambil
kembali dari bercak semen yang dicuci dengan jeda waktu delapan bulan antara penumpukan semen dan
pencucian, seperti yang sering terlihat pada kasus ICST. Hasilnya juga menunjukkan DNA yang dapat
diprofilkan dapat diperoleh dari pakaian berbecak semen yang telah dicuci beberapa kali, dan konfirmasi
temuan penelitian sebelumnya [6,8 - 10] bahwa profil DNA dapat diperoleh dari pakaian bernoda air mani
yang dicuci sekali saja.

Tingginya jumlah DNA, dalam mikrogram, bukannya kisaran nanogram, ditemukan dari bercak semen
yang telah dicuci. Hal ini secara signifikan lebih tinggi daripada jumlah DNA yang kira-kira sekitar 0,6 -
7,5 ng yang sebelumnya diperhitungkan dari bercak semen pakaian dalam (dihitung dari konsentrasi dan
elusi volume yang dilaporkan oleh Farmen et al. [7]). Perbedaan jumlah DNA antara penelitian ini dan
studi tentang Farmen, dkk. [7] bisa disebabkan karena perbedaan dalam program mencuci yang
digunakan (misalnya pengaturan suhu dan jenis detergen digunakan), mengingat bahwa deposit semen
awal yang serupa dan bahan yang digunakan (0,5 cm2 sampel dari 1 ml bercak semen versus 1 cm2
sampel dari 0,5 ml bercak semen). Hal itu juga sesuai hipotesis bahwa dalam penelitian ini, membutuhkan
waktu yang lama dibandingkan dengan penelitian Farmen yang hanya berjarak 24 jam antara deposisi
semen dengan pencucian [7], bisa membuat noda lebih tahan terhadap proses pencucian. Mungkin juga,
karena donor yang berbeda yang digunakan dalam dua studi ini (satu donor dalam penelitian ini, dan 5
campuran donor pada penelitian Farmen et al. [7], adanya variasi dalam jumlah sperma dapat menjelaskan
untuk perbedaan dalam jumlah DNA yang diperoleh.

Demikian juga sejumlah besar DNA ditemukan dari noda semen yang dicuci, terlepas dari suhu
pencucian, deterjen yang digunakan, jenis material, atau jumlah pencucian, meskipun sangat bervariasi
hasil yang diperoleh (Gambar 1 dan 2). Kondisi pencucian dan jenis material sebelumnya telah ditemukan
memiliki berbagai tingkat pengaruh pada DNA yang ditemukan dari noda semen yang dicuci. Misalnya,
Nussbaumer et al. [10] melaporkan bahwa jumlah tertinggi DNA dari noda semen yang dicuci ditemukan
setelah dicuci pada 60 C, sedangkan Farmen et al. [7] menyimpulkan dua kali lipat jumlah DNA
ditemukan pada noda semen yang dicuci pada 40 C daripada 60 C. Transfer DNA antara pakaian dan
mesin cuci mungkin juga mempengaruhi jumlah DNA yang ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai