Anda di halaman 1dari 40

Case Report Session

KECELAKAAN TRANSPORTASI

Oleh :
Rosi Maulini 1740312033
Suci Rahayu Fatahillah 1740312072
Putri Rahmawati 1740312215
Khayyirannisa Sitismart 1740312216
Ivan Pratama 1840312007
Ifwil Kartini 1840312216
Dwitri Ramadhana 1840312220
Novia Nadhira 1840312223
Adika Azaria 1840312225
Nabila Jasmine 1840312311
Srikitta Danielia 1840312443

Preseptor :
dr. Taufik Hidayat, M.Sc, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


PERIODE 3 OKTOBER 2018 – 3 NOVEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M.DJAMILPADANG
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session dengan judul “Kecelakaan
Transportasi”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik pada
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada preseptor
Dr. Taufik Hidayat, M.Sc, Sp.F yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak
untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Sampul Depan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstrak

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Metode Penulisan 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
BAB 2. ILUSTRASI KASUS
2.1 Identifikasi Mayat 3
2.2 Pemeriksaan Luar 3
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Kecelakaan Transportasi 18
3.2 Klasifikasi Kecelakaan Transportasi 19
3.3 Identifikasi Mayat 20
3.4 Aspek Medikolegal Kecelakaan Transportasi 21
3.5 Langkah dan Prinsip Identifikasi Mayat 24
3.6 Sebab Kematian 32
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan 35
4.2 Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
ABSTRAK

Pada hari Jum’at tanggal 5 Oktober dua ribu delapan belas pukul sepuluh lewat
delapan menit Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di ruang autopsi bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil
Padang, telah dilakukan pemeriksaan luar jenazah atas nama Jelita Kurnia Wati, berusia
20 tahun. Menurut keluarga korban pada hari Jumat 5 Oktober 2018 pukul 08.30 di
depan SMP Angkasa, Tabing korban sedang menunggu jemputan ojek online. Awalnya
korban berdiri di tepi rel kereta api, kemudian korban menelepon sambil melintasi rel
kereta api. Di saat yang bersamaan kereta api dating dari arah Padang tujuan Bandara
Internasional Minangkabau melintas dan menabrak korban. Korban terseret beberapa
meter dari tempat korban berdiri dan langsung meninggal di tempat. Korban kemudian
dibawa oleh Tim Basarnas ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada pukul 09.45.

Pada pemeriksaan, ditemukan luka robek di puncak kepala, lengan atas dan
bawah kiri, jari telunjuk kanan, taju atas depan kanan, tungkai atas kiri sisi luar, lipatan
belakang lutut kanan, tungkai bawah kanan meluas hingga punggung kaki, luka lecet
pada bahu kanan, ketiak kanan, dada kiri, lengan kanan atas, lengan kanan bawah,
pangkal jari tengah dan telunjuk, perut kanan bawah, mata kaki kiri sisi dalam, tungkai
bawah kanan sisi dalam, punggung kaki kanan jari satu sampai lima, punggung kanan,
luka memar pada puncak bahu kanan, punggung tangan kanan, tungkai kanan atas sisi
dalam, patah tulang selangka kanan, tulang lengan atas kanan, tulang lengan atas dan
bawah kiri, tulang panggul kanan, tulang kemaluan, tulang tungkai atas kanan, tulang
tungkai atas dan bawah kiri, tulang punggung kaki kanan. Sebab kematian tidak dapat
ditentukan karena tidak dilakukan pembedahan mayat.

Kata kunci : kecelakaan kereta api, pemeriksaan luar, aspek medikolegal.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 4


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian – kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau
kematian. Kecelakaan transportasi dibagi atas “A motor - vehicle traffic accident” dan
“Non motor -vehicle traffic accident”. “A motor - vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan bermotor di jalan raya. “Non motor -vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi
atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan
bermotor.1
Kasus kecelakaan transportasi merupakan keadaan serius yang menjadi masalah

kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti

Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan

transportasi yang cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan

pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun. Lebih dari 80% pasien yang

masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan transportasi, berupa

tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya

merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah

raga, dan korban kekerasan.2,3

Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan kecelakaan transportasi jalan

yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap tahun tercatat 9.856 orang

meninggal akibat kecelakaan transportasi. Tingginya korban kecelakaan tersebut

disadari telah mendorong tingginya biaya pemakai jalan, dan secara ekonomi

menyebabkan terjadinya pemborosan sumber daya. Berbagai upaya penanganan

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 1


dilakukan untuk mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan transportasi (accident

severity) tersebut.4

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam makalah ini antara lain membahas ilustrasi kasus,
definisi dan klasifikasi kecelakaan transportasi, identifikasi mayat, aspek medikolegal
kecelakaan transportasi, langkah dan prinsip identifikasi mayat, serta sebab kematian.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang
definisi dan klasifikasi kecelakaan transportasi, identifikasi mayat, aspek medikolegal
kecelakaan transportasi, langkah dan prinsip identifikasi mayat, serta sebab kematian
pada kecelakaan transportasi.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk pada beberapa
literatur.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 2


BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS MAYAT


Nama : Nn JKW
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 20 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Komplek TNI AU Lanud Sutan Syahrir RT.01/RW09
Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah,
Padang
Menurut keluarga korban pada hari Jumat 5 Oktober 2018 pukul 08.30 di depan
SMP Angkasa, Tabing korban sedang menunggu jemputan ojek online. Awalnya
korban berdiri di tepi rel kereta api, kemudian korban menelepon sambil melintasi rel
kereta api. Di saat yang bersamaan kereta api dating dari arah Padang tujuan Bandara
Internasional Minangkabau melintas dan menabrak korban. Korban terseret beberapa
meter dari tempat korban berdiri dan langsung meninggal di tempat. Korban kemudian
dibawa oleh Tim Basarnas ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada pukul 09.45.

2.2 PEMERIKSAAN LUAR


Pada hasil pemeriksaan luar, tidak terdapat label mayat. Penutup mayat berupa
satu helai koran yang sudah robek-robek dengan judul “Padang Express” dengan warna
abu-abu dan hitam serta ada percikan darah. Perhiasan berupa dua buah anting pada
telinga kanan dan kiri korban berbentuk lingkaran berbahan logam berwarna kuning
keemasan dengan tambahan logam berbentuk bulat di tengahnya, satu buah bros
berbahan logam berwarna putih berukuran satu koma lima kali satu sentimeter disertai
beberapa manik-manik mutiara dengan di tengahnya terdapat satu manik mutiara yang
paling besar, satu buah peniti berbahan logam berwarna abu-abu.
Pakaian mayat berupa satu helai baju lengan tiga perempat berbahan katun
berwarna merah dengan corak batik di bawahnya, bermotif bunga-bunga berwarna
putih, kuning, hijau, dan oranye tanpa ukuran tanpa merek, satu helai baju dalam lengan
panjang berbahan kaos berwarna biru dongker dengan beberapa lubang di tengahnya
tanpa ukuran tanpa merek, satu helai pakaian dalam wanita (bra) berbahan kaos
berwarna abu-abu dengan motif garis berwarna hitam putih, dengan merek “GN

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 3


SPORT” berwarna biru dengan lambang burung berwarna merah jambu tanpa ukuran,
satu helai celana panjang berbahan karet berwarna hitam dengan beberapa lubang di
tengahnya disertai serpihan jaringan di sekitarnya tanpa merek tanpa ukuran, satu helai
celana dalam berbahan karet berwarna oranye dengan tepi berwarna hijau dengan
beberapa lubang di tengahnya tanpa merek tanpa ukuran, satu pasang kaos kaki
berbahan karet berwarna coklat dengan beberapa lubang di tengahnya disertai beberapa
noda darah disekelilingnya. Serta terdapat benda di samping mayat berupa satu helai
kain berbahan katun berbentuk segi empat berwarna hitam disertai lima buah lubang di
tengahnya disertai beberapa bercak darah, satu helai anak jilbab berbahan rajut
berwarna cokelat dengan beberapa lubang disekitarnya tanpa merek tanpa ukuran, satu
buah tali tas berbahan nilon berwarna abu-abu dengan merek “BURBERRY
ESTABLISHED 1656” disertai beberapa bercak darah dan dua pengait berbahan besi di
ujungnya berwarna abu-abu, sepotong sebagian kaki kanan disertai beberapa luka
terbuka tepi tidak rata dengan dasar otot dan tulang dengan jari kelingking yang hilang
serta terdapat beberapa serpihan-serpihan jaringan dan tulang, dan satu lembar uang
lima ribu rupiah disertai robekan di bagian bawahnya.
Pada pemeriksaan kaku mayat didapatkan kaku mayat pada persendian jari
tangan dan rahang bawah mudah dilawan. Kemudian pada pemeriksaan lebam mayat
ditemukan Lebam mayat terdapat pada punggung berwarna merah keunguan yang
hilang pada penekanan.
Mayat adalah mayat mayat seorang perempuan, ras mongoloid, berumur dua
puluhtahun, kulit warna kuning langsat, gizi sedang, panjang tubuh seratus lima puluh
tiga sentimeter, berat badan tidak ditimbang. Identifikasi khusus pada mayat berupa tahi
lalat di lengan atas kiri sisi luar berwarna cokelat tua berukuran tiga kali tiga millimeter
dan tahi lalat di atas tumit sisi dalam kaki kiri berwarna kehitaman berukuran satu kali
satu milimeter. Rambut kepala berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang tiga puluh
sentimeter. Alis mata berwarna hitam, tumbuh tebal, panjang nol koma lima sentimeter.
Bulu mata berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang nol koma lima sentimeter. Kumis
tidak ada. Jenggot tidak ada.
Pemeriksaan pada bagian mata dan hidung mayat didapatkan mata kanan
terbuka lima millimeter, selaput bening mata jernih, teleng mata bulatdiameter nol
koma lima sentimeter, warna tirai mata kecokelatan, selaput bola mata pucat, selaput
kelopak mata pucat. Mata kiri terbuka lima millimeter, selaput bening mata jernih,
teleng mata bulat diameter nol koma lima sentimeter, warna tirai mata kecokelatan,

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 4


selaput bola mata pucat, selaput kelopak mata pucat. Hidung sedang. Kedua daun
telinga berbentuk oval. Mulut terbuka satu koma lima sentimeter dan lidah tidak
terjulur, tidak tergigit.
Gigi geligi berjumlah dua puluh delapan buah. Pada rahang kanan atas, jumlah
gigi geligi tujuh buah. Pada rahang kanan bawah, jumlah gigi geligi tujuh buah. Pada
rahang kiri atas, jumlah gigi geligi tujuh buah. Pada rahang kiri bawah, jumlah gigi
geligi tujuh buah.
Dari lubang mulut tidak keluar apa-apa, dari lubang hidung keluar cairan
berwarna merah yang mengering, dari lubang telinga kiri dan kanan keluar cairan
berwarna merah, dari lubang kemaluan dan lubang pelepasan tidak keluar apa-apa.

Gambar 2.1
Pemeriksaan perlukaan pada mayat ditemukan pada puncak kepala tepat di garis
pertengahan terdapat luka terbuka tepi tidak rata dengan dasar tulang jika dirapatkan
membentuk garis sepanjang sembilan sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 5


Gambar 2.2
Pada bahu kanan tujuh sentimeter dari garis pertengahan depan, tujuh sentimeter
dari puncak bahu kanan terdapat luka lecet berwarna merah berukuran empat kali tiga
sentimeter.

Gambar 2.3
Pada bahu kanan dua belas sentimeter dari garis pertengahan depan, tepat di
puncak bahu kanan terdapat beberapa luka memar berwarna merah keunguan dengan
ukuran terkecil satu sentimeter kali satu sentimeter dan ukuran terbesar dua koma lima
sentimeter kali satu sentimeter meliputi area seluas delapan kali satu sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 6


Gambar 2.4

Pada ketiak kanan lima sentimeter dari garis pertengahan depan tepat di ketiak,
terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran delapan sentimeter kali empat
sentimeter.

Gambar 2.5
Pada dada kiri sisi luar tujuh sentimeter dari garis pertengahan depan, empat
sentimeter dari ketiak kiri terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran dua
koma lima sentimeter kali sepuluh sentimeter.

Gambar 2.6
Pada dada kiri tujuh sentimeter dari garis pertengahan depan, empat sentimeter
dari ketiak kiri terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran nol koma lima
sentimeter kali tujuh sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 7


Gambar 2.7
Pada dada kanan tiga sentimeter dari garis pertengahan depan, delapan
sentimeter dari ketiak kanan terdapat beberapa luka lecet berwarna kemerahan dengan
ukuran terkecil nol koma satu kali nol koma lima sentimeter, dan ukuran terbesar satu
kali empat sentimeter, yang meliputi daerah seluas lima kali enam sentimeter.

Gambar 2.8
Pada lengan kanan atas sisi luar terdapat luka lecet berwarna kemerahan, empat
koma lima sentimeter dari puncak bahu dengan ukuran dua puluh sentimeter kali lima
sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 8


Gambar 2.9
Pada lengan kanan bawah sisi belakang satu sentimeter di atas pergelangan
tangan terdapat luka lecet warna kemerahan dengan ukuran empat sentimeter kali satu
koma lima sentimeter dengan luka memar berwarna merah keunguan di sekitarnya
berukuran enam koma lima sentimeter kali dua sentimeter.

Gambar 2.10
Pada punggung tangan kanan, tepat pada pergelangan tangan terdapat luka
memar berwarna merah keunguan dengan ukuran tiga sentimeter kali satu sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 9


Gambar 2.11
Pada punggung tangan kanan tepat pada pangkal jari tengah dan jari telunjuk
terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran dua koma lima sentimeter kali
dua sentimeter dengan luka memar berwarna merah keunguan di sekitarnya berukuran
tiga sentimeter kali tiga koma lima sentimeter.

Gambar 2.12
Pada lengan atas dan bawah kiri sisi luar dan belakang, dua sentimeter di atas
pergelangan tangan terdapat luka terbuka tidak rata, dasar tulang dan otot dengan
ukuran dua puluh delapan sentimeter kali enam sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 10


Gambar 2.13
Pada lengan bawah kiri sisi depan enam koma lima sentimeter di atas pergelangan
tangan terdapat luka terbuka pinggir tidak rata dengan dasar otot dan tulang dengan
ukuran enam koma lima sentimeter kali lima sentimeter.

Gambar 2.14
Pada jari telunjuk kiri ruas pertama dan ruas kedua terdapat luka terbuka tepi
tidak rata dengan dasar tulang bila dirapatkan membentuk garis sepanjang empat
sentimeter

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 11


Gambar 2.15
Pada perut, tepat di garis pertengahan depan, delapan sentimeter dari ketiak
kanan terdapat luka lecet tekan berukuran dua puluh lima sentimeter kali tiga puluh
sentimeter

Gambar 2.16
Pada taju atas depan tulang usus kanan terdapat luka terbuka tepi tidak rata
dengan dasar otot dan tulang dengan ukuran tujuh belas sentimeter kali lima belas
sentimeter

Gambar 2.17
Pada tungkai atas kiri sisi luar tepat pada taju atas depan tulang usus hingga lutut
terdapat luka terbuka dengan dasar otot dan tulang dengan ukuran tiga puluh lima
sentimeter kali sepuluh sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 12


Gambar 2.18
Pada mata kaki kiri sisi dalam tampak luka lecet berwarna kemerahan dengan
ukuran satu sentimeter kali satu sentimeter.

Gambar 2.19
Pada kaki kiri sisi dalam, tiga sentimeter dari mata kaki bagian dalam terdapat
beberapa luka lecet dengan ukuran terbesar satu koma lima sentimeter kali satu
sentimeter, dan ukuran terkecil nol koma lima sentimeter kali nol koma lima sentimeter,
meliputi area seluas empat belas sentimeter kali tiga sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 13


Gambar 2.20
Pada tungkai kanan atas sisi luar sepuluh sentimeter dari lutut kanan terdapat
lecet tekan dengan ukuran sepuluh sentimeter kali dua puluh sentimeter.

Gambar 2.21
Pada tungkai kanan atas sisi dalam dua sentimeter dari lutut kanan terdapat luka
memar berwarna ungu kebiruan, dengan ukuran empat sentimeter kali tiga sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 14


Gambar 2.22
Pada tungkai bawah kanan sisi luar, tiga sentimeter dari lutut kanan, terdapat
luka lecet yang sudah mongering ditutupi keropeng berwarna coklat dengan ukuran
empat sentimeter kali empat sentimeter

Gambar 2.23
Pada tungkai kanan bawah, dua puluh lima sentimeter di bawah lutut terdapat
luka terbuka dengan dasar tulang ukuran dua puluh sentimeter kali enam sentimeter
dengan bagian yang kudung berukuran delapan kali dua belas sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 15


Gambar 2.24
Pada punggung kanan atas, tujuh sentimeter dari puncak bahu kanan terdapat
luka lecet berwarna coklat kehitaman ukuran empat sentimeter kali satu sentimeter.

Gambar 2.25
Pada punggung kanan, tiga sentimeter dari garis pertengahan belakang, dua
puluh sentimeter dari puncak bahu terdapat luka lecet berwarna kemerahan ukuran
delapan sentimeter kali lima sentimeter.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 16


Gambar 2.26
Pada punggung kanan, sepuluh sentimeter dari garis pertengahan belakang,
sepuluh sentimeter dari puncak bahu terdapat luka lecet berwarna kemerahan ukuran
enam sentimeter kali empat sentimeter.
Terdapat patah tulang pada tulang selangka kanan, tulang lengan atas kanan,
tulang lengan atas dan bawah kiri, tulang panggul kanan, tulang kemaluan, tulang
tungkai atas kanan, tulang tungkai atas dan bawah kiri, dan tulang punggung kaki
kanan.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 17


BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kecelakaan Transportasi


Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian – kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau
kematian. Kecelakaan transportasi dibagi atas “A motor - vehicle traffic accident” dan
“Non motor -vehicle traffic accident”. “A motor - vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan bermotor di jalan raya. “Non motor -vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi
atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan
bermotor.1
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 24 tentang transportasi dan
angkutan jalan, Pasal 1 No.24 disebutkan bahwa kecelakaan transportasi adalah suatu
peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan
atau tanpa pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau
kerugian harta benda.1
Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 ayat 1 membagi kecelakaan
transportasi sendiri menjadi 3, yaitu:
1. Kecelakaan transportasi ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan transportasi sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan transportasi berat, yaitu merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.1
Dalam penjelasan UU No. 22 tahun 2009, dijelaskan bahwa istilah "luka ringan"
adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan
perawatan inap di rumah sakit atau selain yang di klasifikasikan dalam luka berat.
Istilah “luka berat” didefinisikan sebagai luka yang mengakibatkan korban:
1. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan
bahaya maut
2. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
3. kehilangan salah satu pancaindra
4. menderita cacat berat atau lumpuh

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 18


5. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih
6. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
7. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh)
hari.1

3.2 Klasifikasi Kecelakaan Transportasi


Menurut Sartono (1993), korban manusia dalam kecelakaan transportasi
dikelompokan dalam empat macam kelas, yaitu :
1. klasifikasi berat (fatal accident), yaitu jika terdapat korban yang meninggal
dunia meskipun hanya satu orang dengan atau tanpa korban luka-luka berat
atau ringan,
2. klasifikasi sedang (serious injury accident), yaitu jika tidak terdapat korban
meninggal dunia, namun dijumpai sekurang-kurangnya satu orang yang
mengalami luka berat,
3. klasifikasi ringan ( light injury accident), yaitu jika tidak terdapat korban
meninggal dunia meskipun hanya dijumpai korban dengan luka ringan saja,
4. klasifikasi lain, jika tidak ada manusia yang menjadi korban, sedangkan
yang ada hanya kerugian materil saja, baik berupa kerusakan kendaraan,
jalan, jembatan.5

Menurut Hobbs (1993), di Inggris kecelakaan transportasi digolongkan menjadi


:
1. kecelakaan ringan : kecelakaan kecil yang tidak memerlukan perawatan
rumah sakit
2. kecelakaan parah : kecelakaan yang menyebabkan korban harus dirawat di
rumah sakit.
3. kecelakaan fatal : kecelakaan yang menyebabkan sedikitnya seorang
meninggal dunia,
4. kelompok kecelakaan lain : kecelakaan yang menimbulkan kerusakan
(kerusakan fisik pada kendaraan atau hak milik tetapi tidak menimbulkan
kerusakan pada orang lain).6

Berdasarkan cara terjadinya kecelakaan, kecelakaan terbagi atas :


1. Hilang kendali/selip (Running off road).

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 19


2. Tabrakan di jalan (Collision On Road).
3. Dengan pejalan kaki.
4. Dengan kendaraan lain yang sedang berjalan
5. Dengan kendaraan yang sedang berhenti.
6. Dengan kereta, binatang, dll.6

Korban merupakan korban kecelakan dengan luka fatal karena kecelakaan yang
terjadi mengakibatkan seseorang atau lebih meninggal dunia. Menurut lokasi
kecelakaan, terdiri dari Jalan lurus, tikungan jalan, persimpangan jalan, dan tanjakan,
turunan, di dataran atau di pegunungan, di luar kota maupun di dalam kota. Kejadian
terjadi di dalam kota, tepatnya di atas rel kereta api. Kejadian ini terjadi di hari kerja.
Berdasarkan cara terjadinya kecelakaan, kecelakaan ini terjadi akibat tabrakan di jalan
(Collision on Road) , tepatnya tabrakan dengan kereta api.

3.3 Identifikasi Mayat


Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup
maupun mati berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah
ciri yang ada pada orang tak dikenal sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama
dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.7
Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh manusia
sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses identifikasi
dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari manusia atau bukan,
jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu kematian berdasarkan data
sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem data/AMD) untuk dibandingkan
dengan temuan pada mayat (postmortem data/PMD).7
Identifikasi dapat dilakukan dalam tiga cara : visual (kerabat atau kenalan
melihat jenazah); data secara rinci (misalnya, data ante-mortem yang cocok dengan
informasi yang dikumpulkan selama autopsy dan informasi situasional lainnya); dan
secara ilmiah atau objektif (misalnya, pemeriksaan gigi, sidik jari, atau DNA).
Identifikasi tidak mutlak berdasarkan urutan diatas; jika perlangsungan proses
identifikasi menjadi lebih sulit, cara selanjutnya yang dilakukan. Bila memungkinkan,
identifikasi visual harus dilengkapi dengan salah satu dari dua metode lain.8

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 20


Pada dasarnya, identifikasi terdiri dari dua metode utama, yaitu: 1) identifikasi
komparatif, yaitu bila selain data post mortem juga tersedia data ante mortem, dalam
suatu komunitas yang terbatas, dan 2) identifikasi rekonstruktif, yaitu bila tidak tersedia
data ante mortem dan komunitas tidak terbatas. Penentuan identitas personal dapat
menggunakan metode identifikasi visual, doukumen, properti, pemeriksaan medik, gigi,
serologik, sidik jari, analisis DNA, dan secara eksklusi. Identitas seseorang dapat
dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif
(tidak meragukan).8
Adapun tujuan dari identifikasi forensik adalah:
1. Kebutuhan etis dan kemanusiaan.
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman.
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata.
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain.
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal.8

3.4 Aspek Medikolegal Kecelakaan Transportasi


Kewajiban dan tanggung jawab pengemudi, pemilik kendaraan bermotor,
perusahaan angkutan, dan pemerintah serta hak korban sebagaimana tercantum dalam
UU. No. 22 tahun 2009 tentang Transportasi dan Angkutan Jalan di pasal-pasal berikut
ini :1
1. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor,
dan/atau Perusahaan Angkutan.
Pasal 234
 Ayat (1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena
kelalaian Pengemudi.
 Ayat (2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan
dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.
 Ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak berlaku jika: a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat
dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi; b. disebabkan oleh

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 21


perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau c. disebabkan gerakan
orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pasal 235
 Ayat (1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi,
pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan
bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau
biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
 Ayat (2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat
Kecelakaan Transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat
(1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa
biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Pasal 236
 Ayat (1) Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang
besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
 Ayat (2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pada Kecelakaan Transportasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi
kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
Pasal 237
 Ayat (1) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program asuransi
kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi
korban kecelakaan.
 Ayat (2) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan orang
yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.
2. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 238
 Ayat (1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan,
sarana, dan Prasarana Transportasi yang menjadi penyebab kecelakaan.
 Ayat (2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan
penanganan Kecelakaan Transportasi.
Pasal 239

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 22


 Ayat (1) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan
Transportasi dan Angkutan Jalan.
 Ayat (2) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan
Transportasi dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Hak Korban
Pasal 240 : Korban Kecelakaan Transportasi berhak mendapatkan:
 Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya Kecelakaan Transportasi dan/atau Pemerintah;
 Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
Kecelakaan Transportasi; dan
 Santunan Kecelakaan Transportasi dari perusahaan asuransi.
Pasal 241
“Setiap korban Kecelakaan Transportasi berhak memperoleh pengutamaan
pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Kasus ini menurut keterangan saksi, mayat ditabrak oleh kereta


api,meskipun di tabrak oleh kereta api menurut UU No. 72 tahun 2009, kasus ini
tidak termasuk ke dalam kasus kecelakaan perkeretaapian. Pada pasal 110 UU
No.72 tahun 2009, yang bukan termasuk kecelakaan perkerataapian adalah
ketika terjadi pelanggaran yang terjadi terhadap ayat (1) dan ayat (2), yang mana
ayat 1 berbunyi “ Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan
jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan
untuk transportasi umum atau transportasi khusus, pemakai jalan wajib
mendahulukan perjalanan kereta api” dan ayat 2 berbunyi “Pemakai jalan wajib
mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang”.9
Surat Keterangan Kematian dibuat bagi setiap manusia yang mati. Surat
Keterangan Kematian pada dasarnya menyatakan tentang telah meninggalnya
seseorang dengan identitas tertentu, tanpa menyebutkan sebab kematiannya.
Keterangan ini dibuat sekurang-kurangnya berdasarkan atas pemeriksaan luar
jenazah. Pembuatan Surat Keterangan Kematian harus dilakukan dengan hati-
hati mengingat aspek hukumnya yang luas, mulai dari urusan pensiun,

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 23


administrasi sipil, warisan, santunan asuransi, hingga adanya kemungkinan
pidana sebagai penyebab kematian.10
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1964
Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Transportasi JalanPasal 4 ayat
1 menjelaskan bahwa setiap orang yang menjadi korban mati atau cacad tetap
akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan transportasi jalan tersebut
dalam pasal 1, dana akan memberikerugian kepadanya atau kepada ahli
warisnya sebesar jumlah yang ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah. Hal
yang dimaksud disini adalah yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-
undang ini ialah mereka yang berada dijalan di luar alat angkutan yang
menyebabkan kecelakaan.11

3.5 Langkah dan Prinsip Identifikasi Mayat


Idenifikasi merupakan penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup
maupun mati berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah
ciri yang ada pada orang tak dikenal sehingga dapat ditentukan bahwa orang tersebut apakah
sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-
cirinya. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang
yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Identifikasi forensik dilakukan terhadap jenazah yang tidak diketahui identitasnya baik
akibat kejadian bencana massal, kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri maupun kejadian
lainnya.6,12
Pemeriksaan jenazah berupa pemeriksaan dalam dan luar. Dasar hukum
pemeriksaan jenazah adalah KUHAP Pasal 133 ayat 1 yang berbunyi “Dalam hal
penyidik untuk kepentingan pengadilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan kepada ahli Kedokteran Kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya”.13

A. Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan luar adalah pemeriksaan terhadap tubuh jenazah bagian luar secara
menyeluruh, jelas, terperinci dan sistematis. Pada pemeriksaan luar jenazah untuk
kepentingan forensik , pemeriksaan harus cermat, terhadap apa yang dilihat, tercium,

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 24


maupun teraba baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu,
dan lain-lain serta tubuh mayat.13,14
Sistematika pemeriksaan luar meliputi :
1. Label mayat
Pada pemeriksaan luar harus dijelaskan label ada mayat terletak atau terikat
pada bagian tubuh yang mana, terbuat dari apa, berwarna apa, ada atau tidak
materai/cap dan bertuliskan apa. Pada mayat ini tidak terdapat label mayat.
Mayat seharusnya diberi label saat dikirim oleh kepolisian, biasanya berupa
sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat serta penyegelan pada tali
pengkat label yang berfungsi untuk menjamin keaslian dari benda bukti. Hal
yang perlu dicatat pada label mayat, berupa warna dan bahan segel label,
materai atau segel label serta isi dari label mayat. Di samping label mayat dari
kepolisian, bisa didapatkan label identifikasi dari Instalansi Jenazah Rumah
Sakit.13,14
2. Tutup mayat
Mayat biasanya dikirim dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu. Hal yang harus
dicatat adalah jenis atau bahan warna, serta corak dari penutup tersebut. Bila
terdapat bercak atau sesuatu yang lain pada penutup juga harus dicatat. Pada
mayat terdapat Penutup mayat berupa satu helai koran yang sudah robek-robek
dengan judul “Padang Express” dengan warna abu-abu dan hitam serta ada
percikan darah.13
3. Bungkus mayat
Mayat yang dikirim dapat dibawa dalam keadaan terbungkus. Bungkus mayat
harus dicatat jenis/bahan, warna, corak, serta adanya bahan yang mengotori.
Apabila terdapat tali pengikat, harus dicatat jenis/bahan tali pengikat, cara
pengikatan serta letak ikatannya. Pada mayat ini tidak terdapat pembungkus
mayat.13
4. Perhiasan mayat
Perhiasan mayat dicatat secara menyuluruh, yaitu jenis perhiasan, jumlah,
bahan, warna, merk, bentuk, terpasang dimana serta ukuran nama/inisial pada
benda perhiasan tersebut. Perhiasan pada mayat ini berupa 2 buah anting pada
telinga kanan dan kiri korban berbentuk lingkaran berbahan logam berwarna
kuning keemasan dengan tambahan logam berbentuk bulat di tengahnya, satu
buah bros berbahan logam berwarna putih berukuran 1,5 x 1 cm disertai

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 25


beberapa manik-manik mutiara di tengahnya terdapat 1 manik mutiara yang
paling besar, satubuah peniti berbahan logam berwarna abu-abu. Perhiasan yang
digunakan mayat bermanfaat untuk identifikasi mayat berdasarkan dari
keterangan keluarga korban. 13,14
5. Pakaian mayat
Pakaian mayat harus dicatat secara spesifik, dimulai dari pakaian yang
dikenakan pada bagian atas sampai bagian bawah, dari lapisan terluar hingga
lapisan terdalam. Hal yang perlu dicatat pada pakaian, yaitu: bahan, warna
dasar, warna dan corak/motif dari tekstil, bantuk/model pakaian, ukuran,
merk/penjahit, cap binatu, monogram/inisial serta tambalan bila ada. Bila
terdapat bercak atau robekan pada pakaian, maka harus dicatat ukuran letaknya
dengan koordinatnya serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang
ditemukan. Bila terdapat saku pada pakaian, maka saku harus diperiksa dan
dicatat isinya. Apabila korban mati akibat kekerasan atau yang belum diketahui,
maka pakaian sebaiknya disimpan sebagai barang bukti.
Pada mayat ini ditemukan pakaian mayat berupa satu helai baju lengan tiga
perempat berbahan katun berwarna merah dengan corak batik di bawahnya,
bermotif bunga-bunga berwarna putih, kuning, hijau, dan oranye tanpa ukuran
tanpa merek, satu helai baju dalam lengan panjang berbahan kaos berwarna biru
dongker dengan beberapa lubang di tengahnya tanpa ukuran tanpa merek, satu
helai pakaian dalam wanita (bra) berbahan kaos berwarna abu-abu dengan motif
garis berwarna hitam putih, dengan merek “GN SPORT” berwarna biru dengan
lambang burung berwarna merah jambu tanpa ukuran, satu helai celana panjang
berbahan karet berwarna hitam dengan beberapa lubang di tengahnya disertai
serpihan jaringan di sekitarnya tanpa merek tanpa ukuran, satu helai celana
dalam berbahan karet berwarna oranye dengan tepi berwarna hijau dengan
beberapa lubang di tengahnya tanpa merek tanpa ukuran, satu pasang kaos kaki
berbahan karet berwarna coklat dengan beberapa lubang di tengahnya disertai
beberapa noda darah disekelilingnya. Pada kasus kecelakaan lalu lintas, maka
baju boleh disobek, tetapi apabila pada kasus yang diduga pembuuhan, maka
pakaian tidak boleh disobek dan dilepas satu persatu.13,14,15

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 26


6. Benda di samping mayat
Pada saat pengiriman mayat, dapat pula bersamaan dengan benda di samping
mayat, seperti bungkusan atau tas. Benda-benda yang berada di samping
mayatpun harus dicatat dengan lengkap. Pada mayat ini terdapat benda di
samping mayat berupa satu helai kain berbahan katun berbentuk segi empat
berwarna hitam disertai lima buah lubang di tengahnya disertai beberapa bercak
darah, satu helai anak jilbab berbahan rajut berwarna cokelat dengan beberapa
lubang disekitarnya tanpa merek tanpa ukuran, satu buah tali tas berbahan nilon
berwarna abu-abu dengan merek “BURBERRY ESTABLISHED 1656” disertai
beberapa bercak darah dan dua pengait berbahan besi di ujungnya berwarna abu-
abu, sepotong sebagian kaki kanan disertai beberapa luka terbuka tepi tidak rata
dengan dasar otot dan tulang dengan jari kelingking yang hilang serta terdapat
beberapa serpihan-serpihan jaringan dan tulang, dan satu lembar uang lima ribu
rupiah disertai robekan di bagian bawahnya. Benda samping mayat yang
dijelaskan pada kasus ini merupakan penjelasan rinci mengenai benda apapun
yang terdapat di dekat mayat pada waktu mayat ditemukan atau diantar oleh
pihak yang berwajib.13,14
7. Tanda kematian
Setiap mayat yang datang untuk pemeriksaan jenazah, harus diperhatikan lagi
pemeriksaan bahwa mayat benar-benar mati. Pencatatan tanda kematian juga
bermanfaat untuk menentukan saat kematia. hal yang perlu dicatat, yaitu
mencatat waktu/saat dilakukannya pemeriksaan tanda kematian. Beberapa
pemeriksaan tanda kematian, yaitu: 13
a. Lebam mayat
Pencatatan pada lebam mayat yaitu letak dan distribusi lebam, adanya
bagian tertentu di daerah lebam mayat, daerah lebam mayat yang tidak
menunjukkan lebam seperti daerah tertekan, warna lebam mayat serta
intensitas lebam mayat ( menghilang dengan penekanan, sedikit menghilang
dengan penekanan atau sama sekali tidak menghilang dengan penekanan).
b. Kaku mayat
Pencatatan kaku mayat berupa distribusi, derajat kekakuan dan menentukan
apakah mudah atau sukar dilawan. Sendi yang diperiksa, yaitu sendi jari,
daerah dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut. Apabila
ditemukan adanya spasme kadaverik, catat dengan sebaik-baiknya karena

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 27


sppasme kadaverik menunjukkan apa yang sedang dilakukan oleh korban
saat terjadi kematian.
c. Suhu tubuh mayat
Perkiraan saat kematian menggunakan kriteria penurunan suhu tidak dapat
memberikan hasil yang memuaskan, tetapi pencatatan suhu tubuh mayat
masih dapat membantu perkiraan saat kematian. Pengukuran suhu tubuh
mayat dilakukan dengan termometer rektal dan pemeriksaan suhu ruangan
pada saat yang sama.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan pertama yaitu tampak kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Mayat dapat diterima dalam keadaan kulit
ari telah terkelupas, terdapat gambaran pembuluh superisial yang melebar
berwarna biru-hitam, atau tubuh yang mengalami penggembungan yang
merupakan tanda pembusukanvlebih lanjut.
e. Lain-lain
Pencatatan perubahan tanatologik yang mungkin terjadi yaitu mummifikasi
atau adipocere.

Tanda kematian mayat pada laporan kasus, yaitu pada pemeriksaan kaku mayat
didapatkan kaku mayat pada persendian jari tangan dan rahang bawah yang mudah
dilawan. Kemudian pada pemeriksaan lebam mayat ditemukan lebam mayat terdapat
pada punggung berwarna merah keunguan yang hilang pada penekanan.
Pemerisaan tanda kematian yang banyak digunakan saat ini adalah kaku mayat
dan lebam mayat. Tingkat kaku mayat yang dinilai dengan memfleksikan lengan dan
kaki untuk memeriksa tahanan akan mulai tampak sekitar 2 jam setelah mati klinis,
yang dimulai dari otot-otot kecil. Sementara lebam mayat terbentuk 20-30 menit setelah
mati somatis, serta lebam mayat masih hilang pada penekanan pada saat kematian
kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Pada kasus ini dapat disimpulkan
kematian yang terjadi pada mayat dalam waktu sekitar 2 hingga 8-12 jam.14

8. Identifikasi Umum
Identifikasi umum pada mayat yang perlu dicatat berupa identitas mayat, seperti
jenis kelamin, bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat
badan, pada laki-laki apakah zakar disirkumsisi atau tidak, adanya striae

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 28


albicantes pada dinding perut. Identifikasi umum pada mayat ini didapatkan
mayat seorang perempuan, ras mongoloid, berumur 20 tahun, kulit warna
kuning langsat, gizi sedang, panjang tubuh 153cm, berat badan tidak ditimbang.
9. Identifikasi Khusus
Apabila menemukan identifikasi khusus pada mayat, maka harus dicatat seperi:
a. Rajah/tato
Catat letak, bentuk, warna serta tulisan tato yang ditemukan dan
didokumentasi.
b. Jaringan parut
Catat letak dan jaringan parut yang ditimbulkan akibat penyembuhan luka
atau akibat tindakan bedah.
c. Kapalan (callus)
Catat lokasi dan distribusi dari callus, keterangan tersebut dapat
berhubungan dengan pekerjan mayat semasa hidupnya, seperti pada pekerja
atau buruh pikul callus terdapat pada bahu.
d. Kelainan pada kulit
Seperti adanya kutil, bercak hipo atau hiperpigmentasi, eksema maupun
kelainan kulit yang lain dapat membantu dalam penentuan identitas.
e. Anomali dan cacat pada tubuh
Kelainan berupa anomali maupun deformitas akibat penyakit maupun
bawaan lahir, atau kekerasan perlu dicatat.
Identifikasi khusus pada mayat ini berupa tahi lalat di lengan atas kiri sisi
luar berwarna cokelat tua berukuran 3x3 mm dan tahi lalat di atas tumit sisi
dalam kaki kiri berwarna kehitaman berukuran 1x1 mm.
10. Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu identifikasi. Distribusi, warna,
keadaan tumbuh serta sifat (halus, lurus, atau ikal) dari rambut harus dicatat.
Pemeriksaan rambut yang dilakukan yaitu pada rambut kepala, alis, bulu mata,
kumis, jenggot dan rambut pubis. Dari pemeriksaan rambut pada mayat
didapatkan rambut kepala berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang 30 cm. Alis
mata berwarna hitam, tumbuh tebal, panjang 0,5 cm. Bulu mata berwarna hitam,
tumbuh lurus, panjang 0,5cm. Kumis tidak ada, jenggot tidak ada.13

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 29


11. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan dilakukan berurutan, pertama lihat apakah kelopak mata terbuka
atau tertutup, jika terbuka ukur berapa cm terbukanya. Periksa apakah terdapat
tanda kekerasan maupun kelainan pada kelopak mata. Pemeriksaan juga menilai
keadaan selaput lendir kelopak mata, bagaimana warnanya, adakah pembuluh
darah yan melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak perdarahan.13,14
Nilai apakah ada kelainan pada bola mata berupa tanda kekerasan, ptysis bulbi
atau pemakaian mata palsu dan lain-lain. Lihat juga keadaan selaput lendir bola
mata, adakah pelebaran pembuluh darah, bintik erdarahan atau kelainan lain.
Pemeriksaan terhadap kornea atau selaput bening mata apakah jernih, adakah
kelainan, fisiologis seperti arcus senilis maupun patologis seperti leucoma. Pada
tirai mata atau iris, nilai warnanya, pada teleng mata atau pupil nilai ukurannya,
sama kedua mata atau tidak serta apakah terdapat kelainan pada lensa mata.13,14
Pemeriksaan pada bagian mata mayat ini didapatkan mata kanan terbuka 5 mm,
selaput bening mata jernih, teleng mata bulat diameter 0,5 cm, warna tirai mata
kecokelatan, selaput bola mata pucat, selaput kelopak mata pucat. Mata kiri
terbuka 5 mm, selaput bening mata jernih, teleng mata bulat diameter 0,5 cm,
warna tirai mata kecokelatan, selaput bola mata pucat, selaput kelopak mata
pucat.
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Pemeriksaan terhadap daun telinga dan hidung diperlukan untuk membantu
identifikasi mayat. Pemeriksaan juga untuk menilai apakah ada tanda kekerasan,
serta apakah keluar cairan atau darah dari telinga dan hidung. Pada pemeriksaan
hidung didapatkan hidung mayat sedang. Kedua daun telinga berbentuk oval.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Periksa dan
catat apakah ada tanda-tanda kekerasan maupun kelainan yang ditemukan.
Periksa juga apakah terdapat benda asing pada rongga mulut atau tidak. Pada
pemeriksaan gigi geligi penting untuk periksa jumlah gigi. Ada dua jenis gigi,
yaitu gigi susu dan gigi permanen:
a. Gigi susu (milk teeth) disebut gigi sementara atau dens decidui dan
jumlahnya 20 buah, yakni 4 buah incisivus, 2 caninus, dan 4 molar di setiap
rahang. Bayi akan mengalami pertumbuhan gigi susu pada umur 6 bulan

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 30


dan selesai pertumbuhannya pada umur 24 bulan. Jika ada gigi susu incisivi
tumbuh, maka umurnya diperkirakan sekitar 6-8 bulan.
b. Gigi permanen (permanen teeth) disebut gigi tetap, jumlahnya 32 buah,
yakni 4 buah incisivus, 2 caninus, 4 premolar dan 6 molar di setiap rahang.
Penentuan umur berdasarkan jumlah dan jenis gigi hanya dapat ditentukan
secara umum sampai umur 18-25 tahun. Diatas umur ini yang diperhatikan
adalah keausan gigi (atrisi), warna dan lain-lain.16
Selain jumlah gigi, penting juga untuk menilai gigi geligi yang hilang, patah,
mendapat tambalan atau bungkus logam, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan
dan lain-lain. Data gigi geligi merupakan data yang penting dalam
identifikasibila terdapat data pembanding. Selain itu, gigi geligi merupakan
bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kerusakan.13,14
Pada pemeriksaan mulut pada mayat didapatkan mulut terbuka satu koma lima
sentimeter dan lidah tidak terjulur, tidak tergigit. Gigi geligi berjumlah 28 buah.
Pada rahang kanan atas, jumlah gigi geligi 7 buah. Pada rahang kanan bawah,
jumlah gigi geligi 7 buah. Pada rahang kiri atas, jumlah gigi geligi 7 buah. Pada
rahang kiri bawah, jumlah gigi geligi 7 buah. Pada mayat, didapatkan molar
ketiga pada setiap rahang belum erupsi atau belum muncul sehingga dapat
diperkirakan bahwa mayat berusia kurang dari 18-25 tahun.15,16
14. Rongga-rongga tubuh
Pemeriksaan dilakukan pada lubang-lubang tubuh, dilihat cairan atau zat yang
keluar dan dicatat dengan lengkap. Dari lubang mulut tidak keluar apa-apa, dari
lubang hidung keluar cairan berwarna merah yang mengering, dari lubang
telinga kiri dan kanan keluar cairan berwarna merah, dari lubang kemaluan dan
lubang pelepasan tidak keluar apa-apa.14
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki, nilai apakah terdapat kelainan bawaan, berupa hipospadia,
epispadia, dan lain-lain, adanya manik-manik yang ditanam di bawah kulit, serta
apakah ada cairan yang keluar dari lubang kemaluan serta kelainan lain.
Pada mayat perempuan, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior
untuk melihat tanda kekerasan. Jika curiga adanya persetubuhan sebelum
kematian dapat diperiksa cairan atau sekret dari liang senggama. Penting juga
untuk menilai lubang pelepasan, untuk menilai apakah terdapat perlakuan

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 31


sodomi, anus berbentuk corong dengan selaput lendir berubah menjadi lapisan
bertanduk dan hilangnya rugae.13
16. Lain-lain
Pemeriksaan lain yang perlu diperhatikan ialah:
a. Tanda perbendungan, ikterus, sianosis pada kuku/ ujung-ujung jari atau
adanya sembab
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi
lumbal dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan sebagainya.
17. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
Pada pemeriksaan tanda-tanda kekerasan atau luka nilai dan catat letak luka,
jenis luka, dasar luka, ukuran luka, dan sekitar luka.
18. Pemeriksaan terhadap fraktur atau patah tulang
Perlu dinilai dan catat letak patah tulang yang ditemukan beserta sifat atau jenis
masing-masing patah tulang. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur terbuka
maupun tertutup, pada fraktur tertutup pemeriksa dapat merasakan krepitasi
pada perabaan tulang yang fraktur serta ditentukan juga adanya dislokasi.
Terdapat patah tulang pada tulang selangka kanan, tulang lengan atas kanan,
tulang lengan atas dan bawah kiri, tulang panggul kanan, tulang kemaluan,
tulang tungkai atas kanan, tulang tungkai atas dan bawah kiri, dan tulang
punggung kaki kanan. Pada kasus kecelakaan transportasi, maka penting dicari
adanya fraktur akibat dari trauma.13,14,15

3.6 Sebab Kematian


Kematian yang diakibatkan oleh luka yang parah lebih mudah dijelaskan,
misalnya luka parah yang terjadi di kepala kemudian mengalami gegar otak ataupun
perdarahan.
Saat kematian terjadi disebabkan kecelakaan di jalan, atau korban yang bertahan
beberapa saat sebelum meninggal setelah ditabrak, biasanya akan terdapat kerusakan
musculoskeletal atau organ, perdarahan parah, blockade aliran udara dari darah, atau
asfiksia traumatis akibat fiksasi bagian dada oleh karena benturan yang terjadi.
Korban yang sempat bertahan hidup tetapi selanjutnya meninggal, mungkin bias
disebabkan oleh terjadinya perdarahan yang berkelanjutan, perdarahan sekunder,

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 32


kegagalan ginjal karena hipotensi, kerusakan otot yang ekstensif, metabolisme lemak,
infeksi lokal, infeksi toraks atau sistemik lainnya, infarksi miokardial atau serebral dan
sekuele lainnya.
Terdapatnya penyakit yang sudah dialami sebelumnya juga menjadi
pertimbangan yang penting dalam kematian yang disebabkan kecelakaan transportasi,
karena adanya kemungkinan kematian akibat penyakit alami yang diderita. Sebagai
tambahan, kerusakan pada indera penglihatan atau pendengaran juga mungkin memiliki
hubungan dengan menyebabkan kecelakaan, tetapi hal tersebut hampir tidak pernah
dimasukkan ke dalam catatan otopsi.
Selain itu, apabila pembahasan melibatkan pihak pengemudi atau pilot atau
bahkan kapten kapal, terdapat pula kemungkinan lainnya yaitu pengaruh konsumsi
alkohol yang menyebabkan intoksikasi pada diri korban, juga kemungkinan adanya
unsur penyakit. Hal tersebut merupakan unsur pengaruh yang sangat penting.
Penelitian yang dilakukan oleh Schmidt terhadap 39 kasus kematian di Jerman
menemukan bahwa 97% dari penyakit kardiovaskular dan 90% dari penyakit jantung
koroner menjadi penyebab kematian di jalan raya. Sementara itu Morild di Norwegia
menemukan bahwa 14 dari 133 kasus kematian yang disebabkan kecelakaan
transportasi disebabkan oleh penyakit, terutama atherosclerosis koroner.
Adapun pada pasien, terjadi multiple injuries (cedera multipel) yang juga
disertai luka-luka yang parah di seluruh tubuh. Berdasarkan anamnesis, pasien segera
meninggal saat terjadinya kecelakaan, yaitu tertabrak kereta api. Terdapat banyak
kemungkinan penyebab kematian pasien ini.
Salah satu cedera yang dialami pasien adalah fraktur pada femur. Shaft atau
batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau
pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan
raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang
dewasa sangat kuat. Perdarahan interna yang massif dapat menimbulkan renjatan atau
syok berat.
Tulang besar lainnya yang mengalami cedera adalah pelvis. Adapun fraktur
pada pelvis terjadi akibat trauma tumpul dan berhubungan dengan angka mortalitas
antara 6% sampai 50%. Walaupun cukup jarang terjadi, hanya kurang lebih 5% dari
seluruh trauma, penderita biasanya mempunyai angka ISS (injury severity score) yang
tinggi dan sering juga terdapat trauma mayor di organ lain.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 33


Selain itu, pasien juga mengalami fraktur pada humerus. Fraktur humerus dapat
menyebabkan kehilangan darah sampai 500-1500 cc. Ditambah dengan fraktur femur,
yang sebagai tulang terbesar memiliki jumlah kehilangan darah 500-3000 cc, dan tulang
pelvis yang dapat menyebabkan perdarahan sebanyak 750-6000 cc, perdarahan pasien
ini dapat diklasifikasikan menjadi perdarahan kelas IV, yaitu kehilangan volume darah
lebih dari 40%.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 34


BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka,
atau kematian. Kecelakaan transportasi dibagi atas “A motor-vehicle traffic
accident” dan “Non motor-vehicle traffic accident”.
2. Identifikasi mayat dilakukan untuk mengetahui jati diri mayat, penyebab
kematian, dan perkiraan waktu kematian berdasarkan data sebelum
seseorang meninggal/hilang (antemortem data/AMD) untuk dibandingkan
dengan temuan pada mayat (postmortem data/PMD).
3. Kewajiban dan tanggung jawab pengemudi, pemilik kendaraan bermotor,
perusahaan angkutan, dan pemerintah serta hak korban tercantum dalam
UU. No. 22 tahun 2009 tentang Transportasi dan Angkutan Jalan.
4. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang
yang ditujukan untuk kepentingan forensik proses peradilan terhadap
jenazah yang tidak diketahui identitasnya, berupa pemeriksaan dalam dan
luar.
5. Penyebab kematian pada kecelakaan transportasi dapat dikarenakan adanya
penyakit sebelum terjadinya kecelakaan seperti gangguan penglihatan
ataupun pendengaran, serta sebagai akibat setelah kecelakaan terjadi seperti
adanya cedera multipel yang berdampak pada hilangnya pasokan darah
dalam tubuh.

4.2 Saran
Pada laporan ini dijelaskan mengenai trauma akibat kecelakaan transportasi
khususnya kereta api yang ditulis berdasarkan berbagai kepustakaan, namun
referensi yang digunakan masih terbatas pada beberapa sumber saja. Disarankan
untuk membahas mengenai dengan referensi yang lebih luas lagi.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 35


DAFTAR PUSTAKA
1. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Transportasi dan Angkutan Jalan. Lembaran Negara RI Tahun
2009. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Fauzi AA. Penanganan cedera kepala di puskesmas. [updated 2007 Desember]
Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm
3. Hardajati S. Penerapan variable traffic controllers system di dki Jakarta.
[updated 2007 Agustus] Available from : http://www.digilib.itb.ac.id.ai
4. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Perhitungan besaran biaya
kecelakaan transportasi dengan menggunakan metoda the gross output.
Available from :
www.pu.go.id/satmika/balitbang/sni/buat%20web/rsni%202005/pedoman%20te
knik/pusjatan/pd%20t-02-2005-b.pdfSartono,Wardhani, 1993. Penelitian Daerah
Rawan Kecelakaan Transportasi Pada Ruas Jalan Kupang – Atambua di
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Media Teknik No. I tahun XV, UGM,
Yogyakarta.
5. Hobbs, F.D., 1979. Traffic Planning and Engineering, Second edition, edisi
Indonesia, 1995, terjemahan Suprapto T.M. dan Waldijono, Perencanaan dan
Teknik Transportasi, Edisi kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
6. Toruan, NJ. 2013. Identifikasi Forensik. Universitas Katolik Santo Thomas,
Medan.
7. Monica, G, Siwu, J & Mallo, J. Maret 2013. Identifikasi Personal dan
Identifikasi Korban Bencana Massal di BLU Prof Dr R.D Kandou Manado
Periode Januari 2010 – Desember 2012. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5,
Nomor 1:119-126.
8. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 72 Tahun 2009 tentang
Transportasi dan Angkutan Kereta Api. Lembaran Negara RI Tahun 2009.
Sekretariat Negara. Jakarta.
9. Sempurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam
Penegakan Hukum; sebuah pengantar. Jakarta: Forensik FKUI.
10. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Transportasi
Jalan.Jakarta.
http://dinkes.sumutprov.go.id/img_perundangan/58UU_1964_34.Dana%20Pert
anggungan%20Wajib%20KLL.pdf Diakses 9 Oktober 2018.
12. Zakirulla M, Allahbaksh M. 2011. Modern Tools in Forensic Dentistry. Int J
Contemp Dent. 2(3):28-33.
13. Susanti R, Manela C, Hidayat T. 2017. Modul Forensik Pemeriksaan Luar.
Padang: Bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. 2-12.
14. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Pemeriksaan Luar. dalam:
Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI. 12-20.
15. Ilmu kedokteran forensik FK UI.
16. Amir, Amri. Identifikasi pada Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, edisi
kedua, Medan: Ramadhan, 2008. Hal 178-203.

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 36

Anda mungkin juga menyukai