Anda di halaman 1dari 56

ANALISIS SPERMA PADA KEADAAN BASA DAN TIDAK BASA DALAM

IDENTIFIKASI KEJAHATAN SEKSUAL

LAPORAN HASIL AKHIR


KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh Program
Pendidikan Profesi Dokter

Disusun Oleh :
Aditya Dwiki Adiono 22010117220053
Dhya Budi Amalin 22010117220051
Artdiana Wisnuningtyas 22010117220029
Rizkia Cintiya Putri 22010117220024
Clarin Hayes 22010116220285
Evelyn Meiliani P P 22010117220038

Dosen Pembimbing
dr. Tuntas Dhanardhono, MSi.Med, Sp.FM

Residen Pembimbing
dr. Edgar R. P. Saragih

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Periode 24 September – 19 Oktober 2018
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN HASIL AKHIR
KARYA TULIS ILMIAH

Analisis Sperma Pada Keadaan Basa dan Tidak Basa Dalam


Identifikasi Kejahatan Seksual

Disusun Oleh:

Aditya Dwiki Adiono 22010117220053


Dhya Budi Amalin 22010117220051
Artdiana Wisnuningtyas 22010117220029
Rizkia Cintiya Putri 22010117220024
Clarin Hayes 22010116220285
Evelyn Meiliani P P 22010117220038

Telah disetujui

Semarang, 16 Oktober 2018

Residen Pembimbing I

dr. Edgar R. P. Saragih

Mengetahui,
Dosen Pembimbing,

dr. Tuntas Dhanardhono, MSi.Med, Sp.FM


NIP 198312022010121007
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.2.1 Rumusan Masalah Umum ..............................................................2
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus ..............................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................3
1.4.1 Manfaat Ilmu Pengetahuan..............................................................3
1.4.2 Manfaat Pelayanan...........................................................................3
1.5 Keaslian Penelitian...................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5
2.1 Definsi Kecelakaan Lalu Lintas ..............................................................5
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Lalu
Lintas........................................................................................................5
2.3 Perlukaan..................................................................................................6
2.3.1 Definisi Perlukaan ..........................................................................6
2.3.2 Jenis Perlukaan pada Kecelakaan Lalu Lintas.................................7
2.3.3 Lokasi dan Mekanisme Perlukaan...................................................8
2.3.4 Pola Luka pada Penumpang Kendaraan..........................................10
2.4 Traumatologi ...........................................................................................18
2.5 Penyebab Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas................................30
2.6 Pemeriksaan Forensik pada Kecelakaan Lalu Lintas...............................32
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................34
3.1 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................34
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................34
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ..............................................................34
3.4 Populasi dan Sampel ...............................................................................34
3.4.1 Populasi Target ...............................................................................34
3.4.2 Populasi Terjangkau .......................................................................34
3.4.3 Sampel Penelitian ...........................................................................35
3.4.3.1 Kriteria Inklusi ....................................................................35
3.4.3.2 Kriteria Eksklusi .................................................................35
3.5 Variabel Penelitian ..................................................................................35
Definisi Operasional ...........................................................................................36
3.7 Prosedur Penelitian ..................................................................................37
3.7.1 Bahan Pengumpulan Data................................................................37
3.7.2 Jenis Data.........................................................................................38
3.7.3 Cara Pengelolaan dan Analisis Data................................................38
3.8 Alur Penelitian .........................................................................................39
BAB IV HASIL PENELITIAN..........................................................................40
BAB V DISKUSI................................................................................................48
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN..................................................................53
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................55
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal, kejahatan ini dapat ditemukan
diseluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis
kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan disetiap negara berbeda–beda.
Di Indonesia menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) jenis kekerasan terhadap perempuan tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.982
kasus) diikuti dengan kekerasan seksual 31% (2.979 kasus). Menurut CATAHU 2018, untuk
kekerasan seksual di ranah privat/personal tahun ini, incest (pelaku orang terdekat yang
masih memiliki hubungan keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni
sebanyak 1.210 kasus, kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus, kemudian
persetubuhan/eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210 kasus incest,
sejumlah 266 kasus (22%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam proses pengadilan
sebanyak 160 kasus (13,2%).
Pemeriksaan forensik kasus kejahatan seksual berikut mempunyai 2 tujuan utama yaitu
menyediakan pelayanan kesehatan dan mengumpulkan bukti. Tugas pokok seorang dokter
dalam membantu pengusutan tindak pidana terhadap kesehatan dan nyawa manusia adalah
dengan pembuatan Visum Et Repertum dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan
menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan.
Salah satu bukti biologis yang dapat dan sering digunakan ialah cairan sperma yang
terdapat di sekitar liang vagina. Sperma masih dapat bergerak atau motil dalam waktu 4-5
jam post-coital; sperma juga masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam
postcoital, dan pada wanita mati masih dapat ditemukan sampai 7-8 hari.
Pendeteksian ada tidaknya sel sperma secara mikroskopik merupakan teknik pemeriksaan
untuk konfirmasi pasti bahwa terdapat ejakulat sperma pada korban kejahatan seksual.
Pemeriksaan dilakukan terhadap ekstrak atau dengan pembuatan preparat tipis hapusan
vagina, yang kemudian diwarnai dengan pewarna malachite green. Apabila ditemukan sel
sperma pada pemeriksaan (hasil positif), hal tersebut merupakan tanda pasti adanya aksi
persetubuhan diamana ada penetrasi dan ejakulasi.
Bila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka memperkirakan saat
terjadinya kekerasan seksual yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting, khususnya
bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Oleh karena itu penyidik dapat lebih terarah dan
selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pelaku tindak pidana. Hal ini
menyangkut benar tidaknya alibi seseorang yang diduga mempunyai hubungan dengan sebab
terjadinya tindak kekerasan seksual tersebut, dapat diperkirakan melalui saat kematian.

1.2. RumusanMasalah
• Bagaimana morfologi sperma dengan pemeriksaan Malachite Green?
• Bagaimana morfologi sperma dengan pengecatan Methilen Blue?
• Bagaimana morfologi sperma pada keadaan basa ?
• Bagaimana morfologi sperma pada keadaan tidak basa?
• Bagaimana peran analisa sperma dalam membantu identifikasi forensik pada kasus
kejahatan seksual?
• Bagaimana motilitas sperma pada keadaan basa ?
• Bagaimana motilitas sperma pada keadaan tidak basa?

1.3. Tujuan Penelitian


1.1.1. Tujuan Umum
 Mengetahui morfologi sperma dengan pemeriksaan Malachite Green
 Mengertahui morfologi sperma dengan pengecatan Methilen Blue
 Mengetahui morfologi sperma pada suasana basa
 Mengetahui morfologi sperma pada suasana tidak basa
 Mengetahui apa yang didapatkan dari analisa sperma dalam membantu
identifikasi forensik pada kasus kejahatan seksual
 Mengetahui motilitas sperma pada suasana basa
 Mengetahui motilitas sperma pada suasana tidak basa
1.1.2. Tujuan Khusus
• Mengetahui definisi kejahatan seksual
• Mengetahui jenis –jenis kejahatan seksual
• Mengetahui dasar hukum mengenai kejahatan seksual
• Mengetahui bagaimana pembuktian adanya tindakan kejahatan seksual dari
pemeriksaan tubuh korban
• Mengetahui cara melakukan pemeriksaan ada tidaknya sperma, usia, morfologi,
motilitas dan jumlah sperma yang didapat.
1.4. Manfaat Penelitian
• Meningkatkan kemampuan dan penalaran dalam penyusunan dan penulisan karya tulis
dari berbagai sumber.
• Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu karya tulis penelitian.
• Meningkatkan pengetahuan ilmu kedokteran forensik tentang cara mengidentifikasi
adanya tindak pemerkosaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Masculina


Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna.
Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis, duktus deferen, funiculus spermaticus, dan
kelenjar seks tambahan. Organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra, dan skrotum.1

Gambar 1. Anatomi Genitalia Masculina2


2.2.1 Organ Genitalia Interna
2.1.1.1 Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang dikelilingi oleh jaringan ikat
kolagen (tunika albuginea). Tunika albuginea akan memberikan septa ke dalam parenkim testis
dan membagi menjadi beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1-4 tubulus seminiferus.
Tubulus seminiferus merupakan tempat produksi sperma. Pada ujung tubulus seminiferus ini
terdapat tubulus rektus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan rete testis. Rete testis
terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke
distal menyatu pada duktus epididimis.3,4
Gambar 2. Testis dan Epididimis3
2.1.1.2 Epididimis

Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang sekitar 4-6 meter yang
terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam epididimis, spermatozoa akan matang sehingga
menjadi mortil dan fertil. Setelah melalui epididimis yang merupakan tempat penyimpanan
sperma sementara, sperma akan menuju duktus deferen.3,4

2.1.1.3 Duktus Deferen dan Funiculus Spermaticus


Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding tebal yang akan menuju
uretra pars prostatika. Duktus deferen bersama pembuluh darah dan saraf, dalam selubung
jaringan ikat disebut funiculus spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis.1
2.1.1.4 Kelenjar Seks Tambahan
Kelenjar seks tambahan terdiri dari sepasang vesikula seminalis, prostat, dan sepasang
kelenjar bulbouretral. Vesikula seminalis terletak di bagian dorsal vesika urinaria dan
menghasilkan sekitar 60% dari volume cairan semen. Sekresi dari vesikula seminalis
mengandung fruktosa, prostaglandin, fibrinogen, dan vitamin C. Fruktosa memiliki fungsi
sebagai sumber energi primer untuk sperma, sedangkan prostaglandin memiliki fungsi
merangsang kontraksi otot polos sehingga memudahkan transfer sperma Saluran dari masing-
masing vesikula seminalis bergabung dengan duktus deferens pada sisi yang sama untuk
membentuk duktus ejakulatorius. Dengan demikian, sperma dan cairan semen masuk uretra
bersama selama ejakulasi.1,5 Kelenjar prostat terletak di bawah dasar vesika urinaria. Kelenjar
prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang asam, enzim
pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar bulbouretral terletak di dalam otot perineal dan
menghasilkan cairan mukoid untuk pelumas.5
2.2.2 Organ Genitalia Eksterna
2.1.2.1 Penis
Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri dari 3 massa silindris
yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan oleh septum dan terletak di dorsal serta satu corpus
spongiosum yang mengelilingi uretra dan terletak di ventral. Glans penis adalah ujung terminal
dari corpus spongiosum yang membesar dan menutupi ujung bebas kedua corpora cavernosa
penis. Preputium adalah lipatan kulit yang retraktil pada glans penis yang akan dipotong dalam
sirkumsisi.4

Gambar 3. Penis, Uretra6


2.1.2.2 Uretra
Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra spongiosa.1
2.1.2.3 Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga perut, antara kaki dan dorsal
penis. Terdiri dari 2 kantung yang masing-masing diisi oleh testis, epididimis, dan bagian caudal
funiculus spermaticus. Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C lebih rendah dari suhu tubuh
agar dapat memproduksi sperma yang sehat.1
2.2 Fisiologi Ejakulasi

Ejakulasi adalah penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan keluar dari penis. Ejakulasi
merupakan reflex spinal. Rangsang taktil dan psikis yang sama yang menyebabkan ereksi akan
menyebabkan ejakulasi ketika tingkat eksitasi meningkat mencapai suatu puncak. Respon
ejakulasi keseluruhan terjadi dalam dua fase: 7

2.2.1 Emisi
Ketika stimulus seksual menjadi sangat intens, pusat refleks medula spinalis mulai
mengeluarkan impuls simpatis dari T-12 hingga L-2 dan melewati organ genital melalui saraf
hipogastrik dan saraf simpatis untuk memulai emisi. 8 Impuls simpatis menyebabkan rangkaian
kontraksi otot polos di prostat, saluran reproduksi, dan vesikula seminalis. Aktivitas kontraktil
ini mengalirkan cairan prostat, kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis ke
dalam uretra. Semua cairan ini bercampur dalam uretra internal dengan lendir yang telah
disekresikan oleh kelenjar bulbourethral untuk membentuk semen. Fase reflex ejakulasi ini
disebut emisi. Selama waktu ini, sfingter di leher kandung kemih tertutup erat untuk mencegah
semen masuk ke kandung kemih dan urin keluar bersama dengan ejakulasi melalui uretra. 7
2.2.2 Ekspulsi

Pengisian uretra internal dengan semen memunculkan sinyal sensoris yang dijalarkan
melalui saraf pudenda ke daerah daerah sakral medulla spinalis, memberikan perasaan penuh
mendadak di organ-organ internal. Juga, sinyal-sinyal sensorik ini lebih lanjut merangsang
kontraksi ritmik dari organ genital internal dan menyebabkan kontraksi otot iskiokavernosus dan
bulbocavernosus yang mengompresi basis dari jaringan ereksi penis. 8 Kontraksi ritmik otot-otot
ini terjadi pada interval 0,8 detik dan meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen
keluar melalui uretra ke ekterior. Ini adalah fase ekspulsi dari ejakulasi. 7

2.3 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks di mana sel germinativum primordial


yang relative belum berdiferensiasi, spermatogonia (masing-masing mengandung komplemen
diploid 46 kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa (sperma) yang sangat
khusus dan dapat bergerak, masing-masing mengandung set haploid 23 kromosom yang
terdistribusi secara acak.7 Pada tahap awal spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di
antara sel Sertoli menuju sentral lumen tubulus seminiferus. Sel Sertoli merupakan sel yang
besar, dengan sitoplasma yang melimpah yang mengelilingi spermatogonia yang berkembang
sampai ke lumen pusat tubulus.8

Pada manusia seriap hari dapat dihasilkan beberapa ratus sperma matang.
Spermatogenesis memerlukan waktu 74 hari untuk pembentukan dari spermatogonium
menjadi spermatozoa.7,8 Spermatogenesis mencakup tiga tahap utama: proliferasi mitotic,
meiosis, dan pengemasan.7
Gambar 4. Tahapan perkembangan sperma dalam spermatogenesis8

2.3.1 Proliferasi Mitotik

Spermatogonia membelah diri secara mitosis sehingga menghasilkan lebih banyak


spermatogonia, dengan semua sel anak mengandung komplemen lengkap 46 kromosom
identik dengan sel induk. Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel
anak tetap di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium tak berdiferensiasi sehingga turunan
sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak ke arah lumen sembari
menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian akan
dibebaskan ke dalam lumen. Sel anak penghasil sperma membelah secara mitosis dua kali
untuk menghasilkan empat spermatosit primer.7,9
Gambar 5. Spermatogenesis8

2.3.2 Meiosis

Setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom rangkap) kemudian


membelah secara meiosis menjadi dua spermatosit sekunder yang jumlah kromosomnya
menjadi setengahnya (23 kromosom haploid). Kemudian spermatosit sekunder akan
membelah lagi secara meiosis menjadi empat spermatid. Selanjutnya spermatid berdiferensi
menjadi sel kelamin matang yang disebut spermatozoa. Karena setiap spermatogonium secara
miosis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap spermatosit primer secara meiosis
menghasilkan empat spermatid, maka 16 spermatozoa dihasilkan setiap kali proses
spermatogonium dimulai. Namun, biasanya sebagian sel lenyap di berbagai tahap sehingga
efisiensi produksi jarang setinggi ini. 7,9
2.3.3 Pengemasan
Pembentukan spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid memerlukan
proses remodelling, atau pengemasan ekstensif elemen-elemen sel, dikenal dengan
spermiogenesis.7
2.4 Analisis Sperma
2.4.1 Makroskopis
a. Warna

Sperma normal pada umumnya berwarna putih keruh. Warna kekuningan atau terlalu
keruh harus diingat kemungkinan adanya infeksi saluran kelamin, sedangkan warna
kemerahan harus dipikirkan adanya perdarahan ringan dalam saluran kelamin.9

b. Bau

Beberapa ahli menyamakan sperma dengan bau bunga kastanye, ada pula yang
menyamakan dengan bau bunga akasia. Untuk mempermudah hasil pemeriksaan, maka
biasanya tetap dituliskan bau “khas”.9

c. Volume

Sperma normal mempunyai volume rata-rata 2-5 cc. Sperma yang keluar pada ejakulasi
mengandung :

 Sekresi kelenjar Cowperi dan Littre 0,1-0,2 ml


 Sekresi kelenjar prostat 0,5 ml
 Sekresi vesicula seminalis 2-2,5 ml
 Produk testis yang berupa spermatozoa9
d. pH

Umumnya sperma normal mempunyai pH 7,2-7,8. Cairan yang dikeluarkan prostat


bersifat sedikit asam, sedangkan yang dikeluarkan oleh vesicular smeinalis bersifat basa.
Perubahan pH sperma akan sangat mempengaruhi kualitas dari sperma.

e. Pengenceran (Liquefaction)
Sperma yang normal biasanya dalam 15-30 menit sudah mengalami liquefaction.
Liquefaction terjdi bersamaan dengan frutolisis dan hal ini dibuktikan bahwa kadar fruktosa
dalam sperma menurun setelah terjadinya liquefaction. Apabila dalam waktu lebih dari 1 jam
belum terjadi liquefaction maka hal ini disebut prolonged liquefaction yang menunjkukan
adanya gangguan dari sekresi prostat dalam menghasilkan enzim lytis (seminim).9

f. Viskositas

Meskipun bagian yang kental telah mencair menjadi homogen, sperma memiliki
kekentalan/viskositas tertentu yang dapat diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Secara kualitatif viskositas dapat dilihat dengan menarik sperma dengan pipet kemudian
dilihat panjang benang sperma yang terbentuk. Sperma yang normal membentuk panjang
benang 3-5 cm. Secara kuantitatif, diperiksa dengan metode Elliason. Hal ini dilakukan
dengan pipet Elliason. Sperma dihisap samapi 0,1 ml, kemudian dalam posisi tegak lurus
dibiarkan sampai sperma menetes. Sperma normal biasanya mempunyai viskosistas 1-2 detik
menurut metode Elliason. Viskosistas sperma yang tinggi akan mempengaruhi motiltas
spermatozoa. 9

2.4.2 Mikroskopis
a. Konsentrasi spermatozoa

Konsentrasi sperma ditentukan dengan metode hemositometer. Oleh karena sperma ada
yang bergerak terus maka untuk menghitung jumlah spermatozoa diperlukan pengencer yang
sekaligus bertindak sebagai spermaticide. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan
larutan George. Setelah dilakukan pengenceran, sperma diteteskan ke dalambilik hitung dan
ditutup dengan deck glass. Kemudian sperma dihitung di dalam bilik hitung yang nampak
pada bidang 1/5 x 1/5 cm2 (kotak besar). Kemudian dilakukang penghitungan sperma yang
lengkap (kepala-ekor). Jika didapatkan <10 spermatozoa per kotak besar, hitung semua
spermatozoa (25 kotak dari setiap bilik). Jika didapatkan 10-40 spermatozoa per kotak besar,
hitung 10 kotak dari setiap bilik. Jika didapatkan >40 spermatozoa per kotak besar hitung 5
kotak dari setiap bilik. Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) dihitung dengan cara membagi
jumlah rerata spermatozoa dengan faktor konversinya. Konsentrasi sperma normal adalah
15 – 20 juta/mL.9

b. Motilitas
Paling sedikit lima lapangan pandang diperiksa untuk mendapatkan 200 spermatozoa,
pemilihan lapangan pandang secara sistematis. Penggunaan garis pembatas pada lapangan
pandang mempermudah pemeriksaan.

Pergerakan spermatozoa dapat dibagi ke dalam kategori:

 Gerakan cepat dan maju lurus (derajat a)


 Gerakan lambat dan sulit maju lurus (derajat b)
 Tidak bergerak maju (derajat c).
 Tidak bergerak (derajat d).

Pemeriksaan dilakukan dengan pembesaran 100 kali dan 400 kali. Sperma diteteskan
pada objek glass kemudian ditutup dengan deck glass. Periksalah kira-kira 200 buah
spermatozoa pada sedikitnya 4 lapangan pandangan kemudian dicatat hal-hal sebagai berikut:

 Berapa % spermatozoa yang bergerak baik, yaitu yang bergerak maju dan lurus
 Berapa % spermatozoa yang bergerak kurang baik, yaitu yang tidak maju
(berputar-putar, berbolak-balik dan lain-lain)
 Berapa % yang bergerak tapi tidak berpindah tempat
 Berapa % yang sama sekali tidak bergerak

Harus diingat bahwa spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati dan oleh
karena itu perlu dilakukan pewarnaan untuk membedakan spermatozoa yang mati dan yang
hidup serta yang hidup tapi tidak bergerak. Nilai normal motilitas sperma adalah 50% atau
lebih bergerak maju (kategori a dan b) atau 25% atau lebih bergerak maju dengan cepat
(kategori a) dalam waktu 60 menit setelah ejakulasi.

Gangguan motilitas dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya energi
yang dihasilkan oleh mitokondria, terlalu banyak zat koagulasi dalam semen sehingga
menghalangi gerakan spermatozoa, dan kerusakan struktur normal terutama pada ekor
(flagel) yang merupakan satu-satunya alat gerak spermatozoa. Kerusakan pada ekor yang
dimaksud dapat berupa kerusakan tingkat ultrastruktural seperti kerusakan membran
pembungkus ekor spermatozoa dan kerusakan aksonem.9

c. Penilaian sel lain


Pada setiap ejakulat dapat dijumpai sel-sel selain spermatozoa, biasa disebut round cell
(sel bulat) yang terdiri dari sel epitelyang berasal dari traktus genitourinaria, sel prostat, sel
spermatogenik, leukosit (normal ≤1 x 106). Leukosit paling banyak dijumpai neutrophil,
jumlah yang berlebihan dari sel ini disebut leukocytospermia, didapatkan pada kasus infeksi
dan memiliki kualitas sperma yang buruk. Konsentrasi round cell normal adalah : 5 x 106/ml.

Kosentrasi dari sel bulat dapat dihitung menggunakan hemocytometer yang sama dengan
yang digunakan untuk menghitung spermatozoa. Karena spermatozoa yang dihitung dalam
perhitungan sperma, konsentrasi dari sel bulat bisa didapatkan secara relative. Jika N
merupakan jumlah dari sel bulat yang didapatkan pada lapangan pandang dimana terdapat
100 spermatozoa da S adalah konsentrasi spermatozoa dalam juta/ml (yang didapatkan dari
pemeriksaan penilaian konsentrasi), makan C adalah konsentrasi sel bulat dalam juta/ml.

N xS
Rumus : C=
100

N : Jumlah sel bulat dalam 100 sel spermatozoa

S : konsentrasi spermatozoadalam juta/ml

C : konsentrasi sel bulat dalam juta/ml9

d. Kecepatan

Untuk melihat kecepatan spermatozoa maka sperma yang belum diencerkan dilihat
dalam bilik hitung kemudian diamati spermatozoa yang bergerak harus melewati garis-garis
bilik hitung yang berjarak 1/20 mm secara tegak lurus. Dengan menggunakan stopwatch
waktu yang diperlukan spermatozoa melintasi garis berjarak 1/20 mm. kecepatan gerak
spermatozoa yang normal berkisar antara 1 -1,4 detik.9

e. Vitalitas

Vitalitas spermatozoa diperiksa bila persentase spermatozoa imotil > 50%.


Spermatozoa yang hidup dapat dibedakan dengan melakukan pengecakan HOS
(Hypoosmotic Swelling) hangatkan swelling solutionpada suhu 37○C pada tabung
Eppendrof, tambahkan 0,1 ml semen yang telah mengalami liquefaction, aduk dengan
menggunakan pipet, inkubasi dalam suhu 37○C selama 30 menit. Prinsipnya spermatozoa
yang mati mengalami kerusakan dinding sel sehingga menyerap cat. Dari 200 spermatozoa,
bedakan spermatozoa yang hidup (tidak tercat) dan yang mati (tercat), kemudian tentukan
persentase spermatozoa hidup. 9
f. Morfologi Sperma

Pemeriksaan morfologi sperma dapat menunjukkan kemampuan sperma dalam proses


pembuahan, salah satunya adalah fungsi akrosom, dimana akrosom melepaskan enzim
hidrolitik dan membantu sperma melalui lapisan luar.10

 Struktur Spermatozoa
1. Kepala Spermatozoa
Pada bagian kepala spermatozoa didominasi oleh inti sel yang mengandung
materi genetik (DNA dan RNA). Inti bersifat seperti gram positif, mengandung DNA,
RNA, lipid, mucoprotein, magnesium, ferum, Cu, K, fosfat dan vakuola yang
mengandung kalium. Inti spermatozoa bisa diwarnai oleh metil hijau, toluidin blue
dan brilian kresil blue.10
Bentuk kepala spermatozoa bermacam-macam, pada spermatozoa manusia
berbentuk oval, sedangkan leher sangat pendek yang berfungsi sebagai penghubung
bagian kepala dengan ekor. Dua pertiga bagian depan inti semua spermatozoa ditutupi
oleh akrosom. Akrosom terletak di bagian ujung kepala di antara membran inti dan
membran sel. Membran luar akrosom berhadapan dengan membran sel dan membran
dalam akrosom melapisi membran inti sel. Di antara kedua membran ini terdapat
matriks akrosom. Terbentuknya kompleks akrosom, berasal dari vesikel yang ada di
sitoplasma yang dibentuk oleh kompleks golgi, terakumulasi di tepi inti dan
bergabung membentuk vesikel pro-akrosom. Bentuk awal vesikel adalah pipih,
berkembang menjadi vesikel pro-akrosom berbentuk granula di bagian luar inti.
Vesikel akrosomal dibentuk dari korteks dan matriks elektronik. Mangkok sub-
akrosomal kemudian berkembang, melingkar dan merata. Di bagian atas inti dan
mangkok sub-akrosom terdapat daerah epinuklear. Perforatorium adalah bagian kecil
yang terdapat antara akrosom dan inti yang dikelilingi oleh mangkok sub- akrosomal.
Sebagian dari perforatorium dan vesikel akrosom diidentifikasikan sebagai daerah
sub-akrosomal. Bagian leher spermatozoa (connecting piece) merupakan bagian yang
menghubungkan kepala dengan ekor spermatozoa. Leher terdiri dari susunan lipid,
kalium, kalsium, besi, Cu, fosfat dan sulfhidril serta disulfida dan kolesterol. Bagian
ekor spermatozoa berasal dari bagian sentriol dan struktur tambahan yang terletak
pada selaput inti spermatid.11
2. Ekor Spermatozoa

Ekor spermatozoa terdiri atas bagian tengah (middle piece), bagian utama
(principle piece), dan bagian akhir (end piece).11

Organel sel yang ada di ekor spermatozoa, selain mitokondria, serabut


(mikrofibril), juga sitoplasma tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sebagian besar
sitoplasma penyusun spermatozoa telah diabsorpsi oleh sel sertoli di tubulus
seminiferus saat spermiogenesis. Ekor atau flagella spermatozoa bagian middle piece
tersusun oleh membran sel, mitokondria, dan serabut tebal penyusun aksonema (9+2
mikrotubulus). Makna aksonema 9+2 adalah jumlah serabut, yaitu 9 pasang
mikrotubulus yang terletak di bagian tepi (perifer) dan 2 mikrotubulus yang terletak di
bagian sentral. Mitokondria terletak pada bagian ini tersusun secara spiral dan
dilindungi dari bagian luar oleh membran sel. Mitokondria merupakan tempat untuk
sintesis energi (adenosine triphosphate, ATP) yang digunakan untuk pergerakan
spermatozoa. Pergerakan terjadi dengan mengubah energi kimia menjadi energi
kinetik. Struktur spermatozoa berturut-turut dari luar adalah membran sel,
mitokondria, serabut tebal, dan serabut halus (mikrotubulus). Setiap organel tersebut
mempunyai peran dalam menjalankan fungsi spermatozoa. Serabut tebal dan serabut
halus merupakan organel penyusun aksonema yang berperan sebagai motor
penggerak terjadinya motilitas spermatozoa. Struktur middle piece dapat dilihat lebih
jelas melalui potongan membujurnya. dari potongan tersebut tampak bahwa susunan
mitokondria melingkari serabut tebal yang ada di dalamnya. Aksonema yang terdapat
di sepanjang ekor spermatozoa membantu penggerak ekornya.11 Bagian ini terdiri atas
9 pasang mikrotubulus bagian perifer serabut tebal (peripheral dense fibers). Antara
mikrotubulus satu dengan lainnya dihubungkan oleh bagian yang disebut dynein arm
dan radial spokes, serta satu pasang mikrotubulus (2 mikrotubulus) terletak di bagian
tengah atau sentral. Pada bagian principle piece juga tersusun oleh aksonema (9+2
mikrotubulus), sedangkan bagian end piece terdapat mikrotubulus dan aksonema yang
berfungsi dalam pergerakan spermatozoa.11
3. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa

Buat 2 preparat hapusan, gelas objek harus bersih. Bentuk-bentuk spermatozoa


dapat dilihat setelah dilakukan pewarnaan-pewarnaan tertentu, seperti pengecatan
Giemsa, Malachite green, methylene blue, pengecatan menurut Stogno Pollens van
Huele. Dengan cara-cara pewarnaan tersebut dapat dibedakan bermacam-macam bentuk
sel spermatozoa dan kemudian dihitung jumlahnya masing-masing pada 200 buah
spermatozoa yang dilihat.

Bentuk abnormal dari spermatozoa biasanya kurang dari 30% dan meliputi
bentuk-bentuk:

 Piriform: Kepala spermatozoa berbentuk seperti buah peer


 Leptoform: bentuk kepala spermatozoa pipih dan panjang
 Teratoform: bentuk kepala tidak tentu
 Macrohead: kepala spermatozoa besar
 Double head double neck, hand double tail
 Bentuk-bentuk lain yang tidak normal
Bentuk-bentuk abnormal sering dijumpai pada bermacam-macam keadaan atau
penyakit seperti infeksi, varicocele, stress, gangguan neurologis, alergi, dan lain
sebagainya.9

Salah satu metode untuk menilai morfologi didasarkan pada kriteria yang
ketat. Deklarasi WHO 1999 menyatakan bahwa keberhasilan IVF telah akan nyata
berkurang saat morfologi sperma normal adalah <15%.Referensi nilai morfologi
sperma normal ditentukan oleh Kruger adalah> 14%. Kelainan pada leher dan
midpiece antara lain bent ( leher dan ekor membentuk sudut > 90% terhadap aksis dari
kepala), insersi asimetris pada midpiece terhadap kepala, midpiece yang tidak teratur
atau tebal, midpice yang tipis daan abnormal ( biasa dijumpai pada bentukan tanpa
selubung mitokondria). Kelainan ekor antara lain ekor pendek, multiple, hairpin,

broken tails , bent tails (>90◦ ), ekor irregular, coiled tails. Kelainan pada
Cytoplasmic droplets dimana ukurannya >1,5 ukuran kepala.10
Gambar 6. Morfologi Spermatozoa
g. Penentuan Spermatozoa

Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaan–
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
 Tanpa Pewarna.
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Spermatozoa manusia memiliki panjang ± 50 mikron yang terdiri dari 5 mikron
panjang kepala dan lebar 3 mikron, badannya pendek, ekornya panjang, kepala berwarna
biru tua, badan dan ekor berwarna merah (dengan pewarnaan hemaktosilin dan eosin).
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat
terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2–3 jam setelah
persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid
akan memperpanjang waktu ini menjadi 3–4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak
lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis) sehingga harus dilakukan pemeriksaan
dengan pewarnaan.9
Cara pemeriksaan : 1 tetes lendir vagina diletakan pada kaca objek, dilihat dengan
pembesaran 500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma. Menurut
Voight, sperma masih bergerak kira–kira 4 jam pasca persetubuhan. Menurut Gonzales,
sperma masih bergerak 30–60 menit pasca persetubuhan. Menurut Ponzold kurang dari 5
jam pasca persetubuhan, tapi kadang–kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks,
dapat bertahan sampai 20 jam. Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih
dapat ditemukan sampai 2 minggu pasca persetubuhan bahkan mungkin lebih lama lagi.9
Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat
ditemukan sampai 3 hari pasca persetubuhan, kadang-kadang sampai 6 hari pasca
persetubuhan.9
Bila sperma tidak ditemukan belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan
penentuan cairan mani dalam cairan vagina. 9
 Dengan pewarnaan.
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE (Hemaktosilin-Eosin), Methylene Blue atau Malachite
Green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan Malachite Green yang prosedurnya berikut ini. 9
Cara pemeriksaan: Warnai dengan larutan Malachite Green 1%selama 10-15 menit,
lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin
Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.9
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdifferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai.
Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah mudah, ekornya berwarna hijau.9

2.5 Kejahatan Seksual

2.5.1 Definisi

Kejahatan Seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada
yang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari
penetrasi genital, oral, atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek
benda.

2.5.2 Jenis-Jenis Kejahatan Seksual

Berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi menjadi ringan dan berat.


1. Macam-macam kejahatan seksual ringan :
- Gurauan porno
- Siulan
- Tulisan/gambar
- Gerakan tubuh
- Perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban
- Melakukan repetisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kejahatan seksual berat

2. Macam-macam kejahatan seksual berat :


- Pelecehan, kontak fisik : raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul
- Perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
- Pemaksaan hubungan seksual
- Hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan
- Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu
- Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan/lemahnya korban
- Tindakan seksual dan kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka, atau cedera
2.5.3 Aspek Hukum Kejahatan Seksual

Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai sasarannya yaitu
membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya, dia harus mengenal undang-undang yang
bersangkutan dengan tindak pidana itu, seharusnya ia mengetahui unsur-unsur mana
yang dibuktikan secara medik atau yang memerlukan pendapat medik.
- Pasal 284 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel).
1b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
2a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.
2b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin Tidak dilakukan
penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dalam tenggang
waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan pisah
ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang peradilan
belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-isteri berlaku pasal, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
- Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah
terjadi paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.Dokter dapat menentukan
apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, apakah terdapat tanda-tanda
kekerasan.Tetapi ini tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada
tindak pidana ini.
Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat
paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya
dengan paksaan.Demikian pula bila tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka hal
itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak
dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan;
sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi.
- Pasal 286 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya.Dokter perlu mencari tahu apakah korban sadar waktu
persetubuhan terjadi, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat
mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya. Jika korban mengatakan ia
menjadi pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah
terjadi setelah korban diberi minuman atau makanan.
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda
bekas kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh obat-
obatan. Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah sengaja membuat korban pingsan
atau tidak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena
dengan membuat korban pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.
- Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan. Kejahatan seksual yang dimaksud dalam KUHP pasal 286 adalah pelaku
tidak melakukan upaya apapun; pingsan atau tidak berdayanya korban bukan
diakibatkan oleh perbuatan si pelaku kejahatan seksual.
- Pasal 287 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umumnya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa mampu dikawin, diancam pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
- Pasal 288 KUHP
(1)Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita didalam perkawinan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam,
apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2)Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Jika
suami melakukan pemaksaan seksual terhadap istri, maka tidak termasuk dalam
hukum undang-undang perkosaan, tetapi termasuk dalam kekerasan dalam rumah
tangga
- Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seseorang pada hal diketahui,
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang pada hal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
(3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa
belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
- Pasal 291 KUHP
(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287 dan 290 itu
mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

2.5.4 Pemeriksaan Pada Korban Kejahatan Seksual

Wawancara dengan korban meliputi empat elemen: Wawancara teraupetik,


wawancara investigasi, wawancara medis dan wawancara medico-legal. Walaupun isi dari
masing- masing wawancara bisa saling tumpang tindih dan perbedaan wawancara dalam
beberapa hal dapat dilakukan oleh orang yang sama, dengan tujuan dan fungsi masing-
masing berbeda. Wawancara dapat dilakukan tersendiri, bersahabat dan lingkungan yang
mendukung.
Penginterview akan membangun suatu hubungan dengan korban dan mulai dengan
pertanyaan umum yang tidak berhubungan dengan kekerasan seksual yang dialami, seperti
riwayat medis. Jika diperlukan dapat digunakan penerjemah. Bahasa dan nama penerjemah
yang digunakan dapat dicatat dalam laporan. Pada kasus remaja, mereka diijinkan untuk
didampingi oleh orang tua bila mereka mau. Mereka juga diperlakukan dengan cara yang
sama seperti orang dewasa.
Pada kasus kekerasan seksual perlu ditanyakan tentang hal-hal sebagai berikut:
a) Waktu dan lokasi kejadian, ada tidaknya kekerasan sebelum kejadian,
segala bentuk kegiatan seksual yang terjadi, termasuk bagian-bagian tubuh
yang mengalami kekerasan, ada tidaknya penetrasi, dengan apa penetrasi
dilakukan.
b) Adanya rasa nyeri, perdarahan dan atau keluarnya cairan dari vagina.
c) Adanya rasa nyeri dan gangguan pengendalian buang air besar dan/atau buang air
kecil.
d) Apa yang dilakukan korban setelah kejadian kekerasan seksual tersebut,
apakah korban mengganti pakaian, buang air kecil, membersihkan bagian
kelamin dan dubur, mandi atau gosok gigi.
e) Khusus untuk kasus kekerasan seksual pada remaja, tanyakan kemungkinan
adanya hubungan seksual dua minggu sebelumnya.
Yang perlu diperiksa oleh dokter terhadap korban/tersangka korban kekerasan seksual
sedapat mungkin memenuhi tuntutan yang digunakan dalam undang-undang hukum pidana.
Pemeriksaan fisik juga didasarkan pada kebijakan juridiksional, dan dilakukan oleh dokter
dengan pemeriksaan meliputi:
• Umum:
1. Rambut, wajah, emosi secara keseluruhan
2. Apakah korban pernah pingsan sebelumnya, mabuk atau tanda-tanda
pemakaian narkotik.
3. Tanda-tanda kekerasan diperiksa di seluruh tubuh korban.
4. Alat bukti yang menempel ditubuh korban yang diduga milik pelaku.
5. Memeriksa perkembangan seks sekunder untuk menentukan umur korban.
6. Pemeriksaan antropometri; tinggi badan dan berat badan
7. Pemeriksaan rutin lain
Trauma fisik adalah pembuktian terbaik adanya kekerasan dan harus selalu
didokumentasikan melalui foto, dideskripsikan melalui gambar dan dalam bentuk laporan
tertulis. Bukti trauma dapat juga menguatkan pernyataan korban akan kejadian tersebut.
Peneliti forensik harus banyak mengetahui tentang pola trauma yang terjadi karena kekerasan
seksual, untuk dapat menanyakan pertanyaan yang tepat dan lokasi trauma berdasarkan cerita
korban.
Tempat yang paling sering mengalami trauma pada korban kekerasan seksual,
termasuk:
• Memar pada tungkai atas dan paha
• Memar pada leher karena cekikan
• Memar pukulan pada lengan atas
• Memar karena postur bertahan pada sisi lengan luar
• Memar pada payudara (korban wanita)
Juga yang sering adalah:
• Trauma menyerupai cambuk atau tali pada punggung korban
• Trauma pukulan atau gigitan pada payudara dan puting susu
• Trauma pukulan pada abdomen
• Trauma Pukulan dan tendangan pada paha
• Memar, lecet, dan laserasi pada wajah

- Pemeriksaan khusus:
1. Genitalia: pemeriksaan akibat-akibat langsung dari kekerasan seksual yang
dialami korban, meliputi:
a. Kulit genital apakah terdapat eritema, iritasi, robekan atau tanda-tanda
kekerasan lainnya.
b. Eritema vestibulum atau jaringan sekitar
c. Perdarahan dari vagina.
d. Kelainan lain dari vagina yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau
penyebab lain.
e. Pemeriksaan hymen meliputi bentuk hymen, elastisitas hymen, diameter
penis. Robekan penis bisa jadi tidak terjadi pada kekerasan seksual
penetrasi karena bentuk, elastisitas dan diameter penis.
f. Untuk yang pernah bersetubuh, dicari robekan baru pada wanita yang belum
melahirkan
g. Pemeriksaan ada tidaknya ejakulasio dalam vagina dengan mencari
spermatozoa dalam sediaan hapus cairan dalam vagina
2. Pemeriksaan anal
a. Kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal akan menyebabkan
luka pada anal berupa robekan, ireugaritas, keadaan fissura.
3. Pemeriksaan laboratorium, seperti:
• Darah
Dari berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting
karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih
spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah
forensik sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah
tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP
pada obyek-obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata, dsb),
manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku
kejahatan. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk
menunjang atau menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan TKP
dengan catatan, walaupun dengan uji yang modern dan dengan peralatan
yang canggih sekalipun masih sulit untuk memastikan bahwa darah
tersebut berasal dari individu tertentu, kecuali dengan pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan darah memiliki berbagai kepentingan baik kepentingan
sipil maupun kepentingan kriminal.Salah satu contoh kasus kepentingan
sipil adalah masalah perdebatan ayah dan ibu atas anaknya.Pada kasus
kriminal pemeriksaan darah penting untuk identifikasi korban atau
tersangka, penyebab kematian (contohnya mendeteksi adanya racun dalam
darah), waktu kematian, kasus kriminal aborsi, investigasi kasus
penyerangan seksual, dan kasus berpura-pura sakit.
Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu
menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah
(disputed paternity) dan lain-lain.
Bentuk noda darah pada pemeriksaan TKP mempunyai arti yang
penting yang harus mendapat perhatian sepenuhnya. Dari bentuk darah
dapat diambil kesimpulan apakah korban berbaring, berdiri, atau berjalan
pada waktu terluka dan vena atau arteri yang terputus.
Selain itu, bila pemeriksa menemukan adanya bercak darah, maka
bercak darah yang dicurigai tersebut harus dibuktikan bahwa apakah:
a. Bentuk darah tersebut adalah benar darah
b. Darah tersebut berasal dari manusia
c. Jenis golongan darah
d. Darah menstruasi atau bukan
Substansi golongan darah terdapat dalam cairan tubuh orang
golongan sekretor. Bila golongan darah wanita dan pria sama jenisnya,
maka kita harus melihat titernya. Kelemahan tes ini adalah hasil akan kacau
bila darah tersebut > 36 jam dan bila pelaku lebih dari 1, tidak dapat
diketahui jumlah pelaku.

• Rambut
Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik.
a. Jenis Pemeriksaan Rambut
b. Struktur Rambut
c. Pemeriksaan Asal Rambut
d. Identitas Rambut
Data–data penting yang dapat dikumpulkan untuk maksud
identifikasi rambut termasuk :
a. Suku bangsa (race)
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Lokasi rambut
e. Hal penting lainnya
f. Pemeriksaan mikroskopis
g. Rambut sebagai barang bukti kriminal

• Air Liur
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur
(saliva) terdiri dari air, enzim ptialin (alfa amylase), protein, lipid, ion-ion
anorganik seperti tiosinat, klorida, dll. Dalam bidang kedokteran forensik
pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus dengan jejak gigitan untuk
menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan darah penggigit yang
termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan
tempatkan air liur dalam salin tadi dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam air
selama 10 menit. Pusingkan, dan supernatan diambil dan boleh disimpan pada
0
suhu 20 C. Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang
telah diketahui golongan sekretor atau non sekretornya.
Dalam tabung reaksi 1 ml air liur ditambahkan 1 ml anti serum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absorpsi.
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B
dan anti H dengan cara yang sama. SDM yang digunakan adalah suspensi 4%
yang berumur kurang dari 24 jam.Bandingkan titer antiserum yang digunakan
dengan titer campuran antiserum + air liur. Hasil positif, bila titer berkurang lebih
dari 2 kali. 9
Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan air liur memiliki pengaruh
terhadap motilitas sperma. Air liur manusia mengandung komponen antibakterial
seperti ion thiosianat amilase, laktoperoksidase, lisozym dan sel-sel imun yang
mengsekresi IgA dan immunoglobulin lainnya yang berpartisipasi dalam
penurunan motilitas sperma. Hal tersebut mengakibatkan air liur memiliki
mekanisme yang sama seperti spemisida terhadap sperma. Pada air liur dengan
konsentrasi 2% sudah dapat menurunkan terhadap kualitas sperma. Selain itu pH
pada air liur berpengaruh terhadap kualitas sperma dimana pada pH air liur 7,1
(basa) didapatkan motilitas sperma yang menurun secara gradual dalam kurun
waktu 5 - 20 menit pertama, sedangkan pada pH air liur 5,5 (asam) motilitas
sperma menurun secara drastis dalam kurun waktu 2 menit pertama. PH air liur
dipengaruhi oleh beberpaa faktor diantaranya siklus menstruasi, kontrasepsi
hormonal, tingkat IgG, IgA,IgM dan lisozym. Faktor imunologi memiliki
pengaruh terhadap motilitas sperma, dimana berdasarkan penelitian kadar IgA
lebih tinggi (634 mg/L) membuat motilitas sperma lebih buruk dibandingkan
dengan kadar IgA rendah (109 mg/L).10,11
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan air liur :
1. Untuk mengkonfirmasi bahwa suatu bercak adalah air liur dapat dilihat dari :
a. Adaya sel epitel squamous pada pemeriksaan mikroskopik.
b. Deteksi adanya enzim amylase. Amylase sangat tinggi kadarnya pada air
liur, sehingga dapat digunakan sebagai identifikasi air liur. Amylase tidak
hanya terdapat pada air liur, namun juga diumpai pada cairan tubuh lainnya.
Berikut kadar amylase dalam cairan tubuh :
• Saliva : 263.000 to 376.000 IU/L
• Urine : 263 to 940 IU/L
• Blood : 110 IU/L
• Semen : 35 IU/L
• Nasal secretion : tdak terukur
• Sweat : tidak terukur.
Test untuk mengetahui adanya amylase, bercak tersebut dicampurkan larutan
kanji dan diinkubasi dalam suhu 370 C selama setengah jam. Lalu diberikan
pewarnaan iodine. Seandainya air liur maka tidak akan terjadi warna kebiru-
biruan akibat enzim amylase mencerna air liur menjadi dextrine dan maltose.
Seandainya bukan air liur, maka akan terjadi perubahan warna kebiru-biruan.
2. Dari sel mukosa pipi yang terdapat pada air liur, jenis kelamin dapat
dibedakan (Barr bodies).
3. Beberapa racun dapat disekresikan melalui sputum.
3.1.
• Cairan Mani
Sedangkan pada pemeriksaan cairan semen memiliki beberapa kepentingan
diantaranya :
a. kompensasi dari kasus strerilisasi yang didapat
b. perdebatan ayah dan ibu atas anaknya.
c. Legitimasi
d. Inseminasi buatan
e. Kompensasi dari kegagalan vasektomi yang menyebabkan hamilnya istri
f. Kasus perceraian
g. Kasus penyerangan seksual
h. Identifikasi dari penyerang seksual.
Ketika masih segar dan dikumpulkan dalam wadah gelas, semen berwarna
putih pucat atau putih keabu–abuan, tebal, kental dan memiliki bau yang khas.
Bila dipanjangkan cairannya menjadi kurang kental dan menjadi tipis.Ketika
kering di pakaian, daerah tersebut menjadi sedikit berkilau, keras seperti
bertepung bila dipegang, ireguler dalam bentuk dan distribusi, berwarna putih
pada baju yang berwarna gelap, dan berpendar bila diperiksa dibawah sinar
ultraviolet pada ruang gelap.
Pemeriksaan Bercak Mani pada Pakaian
Pemeriksaan inspeksi bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari
sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna agak kekuning–kuningan. Pada
bahan sutera / nylon batasnya sering tidak jelas tetapi selalu lebih gelap dari
sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan
menunjukkan permukaan mengkilat dan transulen, kemudian akan mengering.
Dalam waktu kira – kira 1 bulan akan berwarna kuning.
Dibawah sinar ultraviolet tampak bercak semen akan menunjukkan fluoresensi
putih. Fluoresensi terlihat jelas pada bercak mani yang melekat dibahan tekstil
yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk
detergen yang tersisa pada pakaian sering menunjukkan fluoresensi juga.
Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji.
Pada tekstil yang tidak menyerap bila tidak teraba kaku kita masih dapat
mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar.

Pemeriksaan Pria Tersangka


Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seorang wanita dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan cara Lugol, yaitu kaca objek ditempelkan dan ditekankan pada glans
penis terutama pada bagian kolum, korona serta frenulum. Kemudian letakkan
dengan spesimen menghadap ke bawah diatas tempat yang berisi larutan
lugol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil
positif akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna
coklat karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (Barr Bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari Barr Bodies. Ciri-
cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan
diameter kira-kira 1 mikron yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak
pada satu dataran fokus dengan inti.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biologi dan Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang laboratorium sederhana bagian ilmu kedokteran
Forensik FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang. Waktu penelitian tanggal 9 Oktober 2018
– 10 Oktober 2018.
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik deskriptif
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Sperma dan Air Liur

3.4.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sperma dari seorang laki-laki usia
22 tahun dengan motilitas dan morfologi sperma yang normal yang tidak dicampur air liur
dan Sperma dari seorang laki-laki usia 22 tahun dengan motilitas dan morfologi sperma yang
normal yang dicampur dengan air liur dari seorang perempuan.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Terikat
 Motilitas dan morfologi sperma
3.5.2 Variabel Bebas
 Pengecatan Malachite green 1 % dan methilen blue 1 %
 Waktu : jam ke 0, jam ke 2, jam ke 6, jam ke 12 dan jam ke 24
 Keadaan basa dan tidak basa
3.6 Cara Pengumpulan Data
1. Alat dan bahan

Prinsip: Sperma dengan pewarnaan atau tidak dilihat pergerakannya dan morfologinya
dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x100 dan dinilai pada jam ke 0 dan diulang
setelah 2 jam, 8 jam, 12 jam dan 24 jam setelah sperma dikeluarkan.
• Alat:

o Mikroskop

o Pipet tetes

o Objek glass

o Tabung spesimen

o Kamera

o Handscoon

o Masker

o Tissue

• Bahan :

o Semen

o Air liur

o Alkohol 70%

o Malachite green 1 %

o Eosin Yellowish 1 %

o Methilen blue 1 %

2. Cara Kerja

• Pengambilan sampel dilakukan dengan cara masturbasi tanpa menggunakan sabun,


gel atau pelicin lainnya.

• Sampel ejakulat dimasukkan kedalam tabung spesimen yang diberikan label. tabung
specimen ditutup rapat.

Persiapan Penelitian

1. Menggunakan handscoon dan masker

2. Penyiapan sampel, yang terdiri dari tiga tabung,

a. 3 Spesimen
i. Spesimen 1: sperma

ii. Spesimen 2: air liur

iii.Spesimen 3: sperma+air liur

b. 3 objek glass

i. objek glass A: specimen tanpa pewarnaan

ii. objek glass B: specimen dengan diwarnai Malachite green 1 % dan


eosin yellow 1 %

iii.objek glass C: specimen dengan diwarnai Methilen blue 1 %

• Pemeriksaan Mikroskopis

o Motilitas dan morfologi Sperma

⎯ Dengan tanpa pewarnaan dilakukan dengan cara:

1. Meneteskan spesimen (1) dan (2) pada masing-masing keobjek glass (A)
sebanyak 10 - 15 mikroliter. Objek glass (A) difiksasi hingga kering dengan
didiamkan pada suhu kamar hingga kering (15-20 menit).

2. Amati setiap objek glass (A) dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x –
1000x.

3. Mengamati motilitas dan morfologi sperma dibawah mikroskop, kemudian


didokumentasikan menggunakan kamera.

4. Dinilai pada jam ke 0 dan diulang pada jam ke 2 , jam ke 6 , jam ke 12 dan jam
ke 24 setelah sperma dikeluarkan.

5. Melepas handcoon dan cuci tangan

6. Dicatat dan dilaporkan.

⎯ Dengan penggunaan pewarnaan Malachite green 1 % dilakukan dengan cara:

1. Meneteskan spesimen (3) pada masing-masing keobjek glass (B) sebanyak 10


- 15 mikroliter. Objek glass (B) difiksasi hingga kering dengan didiamkan
pada suhu kamar hingga kering (15-20 menit).
2. Sedangkan setelah objek glass (B) kering teteskan 3-5 tetes malacyt green 1 %
pada masing-masing objek glass (B). Diamkan beberapa menit (10-15 menit).
3. Kemudian objek glass dimiringkan dan objek glass dibiarkan kering pada suhu
kamar.
4. Setelah objek glass (B) kering teteskan 3-5 tetes Eosin yelowish 1 % pada
masing-masing objek glass (B). Diamkan beberapa menit (10-15 menit).
5. Memeriksa objek glass dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x-1000x,
kondensor diturunkan dan cahaya minimal.
6. Mengamati motilitas dan morfologi sperma dibawah mikroskop, kemudian
didokumentasikan menggunakan kamera.
7. Dinilai jam ke 0 dan diulang pada jam ke 2 , jam ke 6 , jam ke 12 dan jam ke
24 setelah sperma dikeluarkan.
8. Melepas handcoon dan cuci tangan
9. Dicatat dan dilaporkan.
- Dengan penggunaan pewarnaan Methilen Blue 1 % dilakukan dengan cara :

1. Meneteskan spesimen (3) pada masing-masing keobjek glass (C) sebanyak 10


- 15 mikroliter. Objek glass (C) difiksasi hingga kering dengan didiamkan
pada suhu kamar hingga kering (15-20 menit).

2. Sedangkan setelah objek glass (C) kering teteskan 3-5 tetes methilen blue 1 %
pada masing-masing objek glass (C). Diamkan selama 15 menit.

3. Kemudian objek glass dimiringkan dan objek glass dibiarkan kering pada suhu
kamar.

4. Memeriksa objek glass dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x-1000x,


kondensor diturunkan dan cahaya minimal.

5. Mengamati motilitas dan morfologi sperma dibawah mikroskop, kemudian


didokumentasikan menggunakan kamera.

6. Dinilai jam ke 0 dan diulang pada jam ke 2 , jam ke 6 , jam ke 12 dan jam ke
24 setelah sperma dikeluarkan.

7. Melepas handcoon dan cuci tangan

8. Dicatat dan dilaporkan


3.7 Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan
makroskopis dan mikroskopis sperma dan air liur.
3.8 Alur Penelitian
Pengambilan Sampel Sperma dan sperma
dan Air liur

Pengamatan makroskopis Pengamatan mikroskopis

Bau dan warna

Tanpa pengecatan Dengan pengecatan

malachite green 1 % Methilen blue 1 %

Motilitas dan Morfologi Motilitas dan Morfologi

Analisis Data
BAB IV

HASIL PENELITIAN

TABEL 1. ANALISIS MAKROSKOPIS SPERMA

SPESIMEN Pukul 07.00 Pukul 09.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 Pukul 07.00
(09 Oktober 2018) (10 Oktober 2018)
Sperma Bau khas menyerupai Bau khas Tidak ada bau Tidak ada bau Tidak ada bau
bayclin menyerupai bayclin
berkurang Warna putih Warna putih Warna putih
Warna putih keabuan Warna putih kekuningan kekuningan kekuningan
keabuan
Sperma+air Bau khas menyerupai Bau khas Tidak ada bau Tidak ada bau Tidak ada bau
liur bayclin menyerupai bayclin
berkurang Warna putih Warna putih Warna putih
Warna putih keabuan Warna putih kekuningan kekuningan kekuningan
keabuan

40
TABEL 2. ANALISIS MOTILITAS SPERMA

SPESIMEN Pukul 07.00 Pukul 09.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 Pukul 07.00
(09 Oktober 2018) (10 Oktober 2018)

Sperma Gerak (+) Gerak (+) Gerak (-) Gerak (-) Gerak (-)
Sperma+airliur Gerak (+), epitel (+) Gerak (-), epitel (+) Gerak (-), epitel (-) Gerak (-), epitel (-) Gerak (-), epitel (-)

41
TABEL 3. ANALISIS MORFOLOGI SPERMA TANPA PEWARNAAN

SPESIMEN Pukul 07.00 Pukul 09.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 Pukul 07.00
(09 Oktober 2018) (10 Oktober 2018)
Sperma Kepala (+) warna hijau, Kepala (+) warna hijau, Kepala (+) warna hijau, Kepala (+) warna hijau, Kepala (+) warna hijau,
leher (+), ekor (+) leher (+), ekor (+) terdapat sperma leher (+) terdapat sperma leher (+) terdapat sperma leher (-),
dan (-), terdapat sperma dan (-), terdapat sperma terdapat sperma ekor (-)
ekor (+) dan (-) ekor (-)

Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100

TABEL 4. ANALISIS MORFOLOGI SPERMA PEWARNAAN MALACHITE GREEN

42
SPESIMEN Pukul 07.00 Pukul 09.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 Pukul 07.00
(09 Oktober 2018) (10 Oktober 2018)
Sperma + Kepala (+) warna Kepala (+)warna Kepala (+)warna merah, Kepala (+)warna merah, Kepala (+)warna merah,
air liur merah, leher (+) merah merah, leher (+) merah terdapat sperma dengan terdapat sperma dengan terdapat sperma dengan
muda, ekor (+) warna muda, ekor (+) warna leher (+) merah muda leher (+) merah muda leher (+) merah muda dan
hijau, gambaran epitel hijau, gambaran epitel dan (-), terdapat sperma dan (-), terdapat sperma (-), terdapat sperma dengan
selapis kubus selapis kubus dengan ekor (+) warna dengan ekor (+) warna ekor (+) warna hijau dan
hijau dan (-), gambaran hijau dan (-), gambaran (-), gambaran epitel selapis
epitel selapis kubus epitel selapis kubus kubus

Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100

TABEL 5. ANALISIS MORFOLOGI SPERMA PEWARNAAN METHILEN BLUE

43
SPESIMEN Pukul 07.00 Pukul 09.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 Pukul 07.00
(09 Oktober 2018) (10 Oktober 2018)
Sperma+air Kepala (+) warna biru, Kepala (+) warna biru, Kepala (+) warna biru, Kepala (+) warna biru, Kepala (+) warna biru,
liur leher (+), ekor leher (+), ekor leher (+), ekor (+) terdapat sperma dengan terdapat sperma dengan
(+),gambaran epitel (+),gambaran epitel memendek, gambaran leher (+) dan (-), terdapat leher (+) dan (-) terdapat
selapis kubus selapis kubus epitel selapis kubus sperma ekor (+) sperma ekor (+) dan (-),
memendek dan (-) gambaran epitel selapis
,gambaran epitel selapis kubus
kubus

Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100


Pembesaran10x100

44
BAB V

PEMBAHASAN

Analisis sperma yang dilakukan pada pemeriksaan adalah analisis secara


mikroskopis. Hal-hal yang diperhatikan pada pemeriksaan makroskopis adalah
warna dan bau, pada pemeriksaan mikroskopis dilakukan pengamatan motilitas
dan morfologi sperma.12

Warna sperma normal berwarna putih atau kekuning-kuningan dan terlihat


keruh seperti air kanji, kadang-kadang juga berwarna agak keabuan. Adanya
leukosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan
sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan dapat menyebabkan
sperma berwarna kemerahan.12 Pada pemeriksaan makroskopis yang dilakukan,
spesimen sperma pada pukul 07.00 WIB dan 09.00 WIB yang diperiksa berwarna
putih keabuan. Hal ini menunjukkan bahwa warna sperma dalam keadaan normal.
Sperma berubah warna menjadi putih kekuningan pada 6 jam setelah pengeluaran
di hari pertama. Perubahan warna yang terjadi masih dalam batas normal.

Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik
seperti bunga akasia atau berbau seperti bayclin. Bau sperma yang khas tersebut
disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliaminalifatik) yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat.12 Pada penelitian, spesimen yang baru saja dikeluarkan pada
pukul 07.00 WIB mempunyai bau yang khas seperti bau (bayclin), namun pada
jam ke-6 (pukul 13.00 WIB), jam ke-12 (pemutih pukul 19.00 WIB) dan jam ke-
24 (pukul 07.00 WIB) bau khas tersebut sudah tidak terlalu tercium dari spesimen
tersebut.

Secara normal, sperma akan bergerak untuk sampai ke alat reproduksi


wanita sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang berada pada suhu lingkungan
dapat bergerak secara aktif selama 6-8 jam. Sehingga pada analisis sperma
penting untuk mengetahui apakah sperma yang menjadi sampel masih bergerak
atau tidak. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, sperma bergerak lurus
kedepan, lincah, cepat dengan beat ekor yang berirama.12 Pada penelitian tanggal

45
9 Oktober 2018 pukul 07.00 WIB didapatkan pergerakan sperma lurus kedepan,
lincah dan cepat dengan beat ekor yang berirama. Kemudian, pada hari yang
sama, 6 jam (pukul 13.00 WIB) setelah pemeriksaan yang pertama, tidak
didapatkan lagi sperma yang bergerak. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop,
sperma dicampur air liur mengalami penurunan motilitas sperma jika
dibandingkan preparat sperma tanpa campuran air liur. Kemudian, pada hari yang
sama, 2 jam (pukul 09.00 WIB) setelah pemeriksaan yang pertama, tidak
didapatkan lagi sperma yang bergerak.

Evaluasi yang dilakukan pada analisis sperma adalah morfologi sperma


meliputi : kepala, leher, dan ekor. Kriteria morfologi sperma disebut normal bila:13
- Kepala : mulus, garis konturnya teratur dan berbentuk oval . Terdapat
bagian dinding akrosom menyelimuti 40-70% bagian kepala, tidak
mengandung vakuol besar, atau lebih dari 2 vakuol kecil. Bagian di
belakang akrosom tidak mengandung vakuol.
- Leher : berbentuk ramping, teratur dan panjangnya sama dengan Panjang
kepala.
- Ekor : berbentuk seragam sepanjang panjangnya, makin keujung makin
menipis dibandingkan bagian leher, dan panjangnya kira-kira 45 mikron
(lebih kurang 10x Panjang kepala) dan tidak bengkok. Ekor sendiri dapat
lepas bila sperma sudah terlalu lama berada pada luar tubuh dan vagina.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 07.00 hari ke-1 dengan
spesimen sperma, didapatkan gambaran kepala sperma yang berbentuk oval, serta
bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran ekor berupa garis lurus
dan berbatas tegas. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dalam keadaan normal

Pada objek glass (B) pada pukul 07.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green,
memberikan gambaran sperma dengan kepala berbentuk oval, dan reguler,
berwarna merah. Leher sperma berbentuk utuh dan lurus, berwarna merah muda,
serta gambaran ekor berupa garis lurus dengan batas yang tegas, berwarna hijau.
Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar sperma Hal ini menunjukkan

46
bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan
Malachite Green juga memberi gambaran sperma yang normal.

Pada objek glass (C) pada pukul 07.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue,
memberikan gambaran sperma dengan kepala berbentuk oval, dan reguler. Leher
sperma berbentuk utuh dan lurus, serta gambaran ekor berupa garis lurus dengan
batas yang tegas. Warna biru. Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar
sperma. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air
liur diwarnai dengan Methilen Blue juga memberi gambaran sperma yang normal.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 09.00 hari ke-1 dengan
spesimen sperma, didapatkan gambaran kepala sperma yang berbentuk oval, serta
bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran ekor berupa garis lurus
dan berbatas tegas. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dalam keadaan normal.

Pada objek glass (B) pada pukul 09.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green,
memberikan gambaran sperma dengan kepala berbentuk oval, dan reguler,
berwarna merah. Leher sperma berbentuk utuh dan lurus, berwarna merah muda,
serta gambaran ekor berupa garis lurus dengan batas yang tegas, berwarna hijau.
Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar sperma. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan
Malachite Green juga memberi gambaran sperma yang normal.

Pada objek glass (C) pada pukul 09.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue,
memberikan gambaran sperma dengan kepala berbentuk oval, dan reguler. Leher
sperma berbentuk utuh dan lurus, serta gambaran ekor berupa garis lurus dengan
batas yang tegas. Warna biru. Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar
sperma. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air
liur diwarnai dengan Methilen Blue juga memberi gambaran sperma yang normal.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 13.00 hari ke-1 dengan
spesimen sperma, didapatkan sebagian masih memiliki gambaran kepala sperma

47
yang berbentuk oval, serta bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran
ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas, Sebagian lain memiliki gambaran
kepala sperma berbentuk oval namun tidak didapatkan gambaran leher dan ekor
sperma . Hal ini menunjukkan bahwa sampel mulai mengalami degradasi struktur
morfologi sperma.

Pada objek glass (B) pada pukul 13.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green
didapatkan sebagian masih memiliki gambaran kepala sperma yang berbentuk
oval,berwarna merah, serta bagian leher yang utuh dan lurus berwarna merah
muda, gambaran ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas berwarna hijau,
namun sudah terjadi pemendekan ekor sperma Sebagian lain memiliki gambaran
kepala sperma berbentuk oval, berwarna merah, namun tidak didapatkan
gambaran leher dan ekor sperma. Terdapat gambaran epitel selapis kubus di
sekitar sperma. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur
dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green mulai mengalami degradasi
struktur morfologi sperma.

Pada objek glass (C) pada pukul 13.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue didapatkan
sebagian masih memiliki gambaran kepala sperma yang berbentuk oval, serta
bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran ekor berupa garis lurus
dan berbatas tegas, namun sudah terjadi pemendekan ekor sperma . Warna biru.
Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar sperma. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan
Methilen Blue mulai mengalami degradasi struktur morfologi sperma.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 19.00 hari ke-1 dengan
spesimen sperma, didapatkan , didapatkan gambaran yang didominasi oleh kepala
sperma berbentuk oval namun tidak didapatkan gambaran leher dan ekor sperma.
Sebagian lain didapatkan gambarn kepala sperma yang berbentuk oval, serta
bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran ekor berupa garis lurus

48
dan berbatas tegas.. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mulai mengalami
degradasi struktur morfologi sperma.

Pada objek glass (B) pada pukul 19.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green
didapatkan gambaran yang didominasi oleh kepala sperma berbentuk oval,
berwarna merah, namun tidak didapatkan gambaran leher dan ekor sperma.
Sebagian lain masih memiliki gambaran kepala sperma yang berbentuk oval,
berwarna merah, serta bagian leher yang utuh dan lurus berwarna merah muda,
gambaran ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas berwarna hijau, namun sudah
terjadi pemendekan ekor sperma Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar
sperma Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air liur
dan diwarnai dengan Malachite Green mulai mengalami degradasi struktur
morfologi sperma.

Pada objek glass (C) pada pukul 19.00 hari ke-1 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue didapatkan
gambaran yang didominasi oleh kepala sperma berbentuk oval namun tidak
didapatkan gambaran leher dan ekor sperma. Sebagian lain masih memiliki
gambaran kepala sperma yang berbentuk oval, serta bagian leher yang utuh dan
lurus, ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas, namun sudah terjadi
pemendekan ekor sperma. Warna biru. Terdapat gambaran epitel selapis kubus di
sekitar sperma. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur
dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue mulai mengalami degradasi
struktur morfologi sperma.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 07.00 hari ke-2 dengan
spesimen sperma, didapatkan gambaran yang didominasi oleh kepala sperma
tanpa adanya gambaran leher dan ekor sperma. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel sudah mengalami degradasi struktur morfologi sperma.

Pada objek glass (B) pada pukul 07.00 hari ke-2 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Malachite Green
didapatkan gambaran yang didominasi oleh kepala sperma berbentuk oval,

49
berwarna merah, namun tidak didapatkan gambaran leher dan ekor sperma.
Sebagian lain masih memiliki gambaran kepala sperma yang berbentuk oval,
berwarna merah, serta bagian leher yang utuh dan lurus berwarna merah muda,
gambaran ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas berwarna hijau, namun sudah
terjadi pemendekan ekor sperma Terdapat gambaran epitel selapis kubus di sekitar
sperma Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur dengan air liur
dan diwarnai dengan Malachite Green mulai mengalami degradasi struktur
morfologi sperma

Pada objek glass (C) pada pukul 07.00 hari ke-2 yang berisi sampel
sperma dicampur dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue didapatkan
gambaran yang didominasi oleh kepala sperma berbentuk oval namun tidak
didapatkan gambaran leher dan ekor sperma. Sebagian lain masih memiliki
gambaran kepala sperma yang berbentuk oval, serta bagian leher yang utuh dan
lurus, ekor berupa garis lurus dan berbatas tegas, namun sudah terjadi
pemendekan ekor sperma. Warna biru. Terdapat gambaran epitel selapis kubus di
sekitar sperma. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur
dengan air liur dan diwarnai dengan Methilen Blue mulai mengalami degradasi
struktur morfologi sperma.

Pada penelitian ini didapatkan sperma mulai mengalami degradasi struktur


morfologi dan tidak tampak motilitas sperma sejak memasuki jam ke- 6
percobaan , hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermanus
Rondonuwu pada tahun 2016 yang mendapatkan hasil rata-rata motilitas
spermatozoa hanya mampu bertahan selama 3 jam dan sebagian kecil
spermatozoa lainnya hanya mampu bertahan maksimal 4 jam dalam suhu kamar.
Daya hidup spermatozoa di luar tubuh sangat rendah dan mudah sekali mengalami
kematian. Semakin lama semen berada di suhu ruangan maka akan semakin
meningkatkan tingkat kematian spermatozoa karena rusaknya membran plasma
dan akan berlanjut pada internal sel. Membran plasma yang rusak akan
menyebabkan terganggunya metabolisme sehingga produksi ATP sebagai sumber
energi berkurang dan dapat menurunkan daya hidup dan motilitas spermatozoa.

50
Spermatozoa yang mati akan menjadi toksik pada spermatozoa lain yang masih
hidup. Keberadaan zat yang bersifat toksik baik yang berasal dari spermatozoa
yang telah mati dapat menyebabkan tingginya kadar radikal bebas yang dapat
merusak keutuhan membran plasma spermatozoa. Ekor sendiri dapat lepas bila
sperma sudah terlalu lama berada pada luar tubuh dan vagina.14

Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, sperma dicampur air liur


mengalami penurunan motilitas sperma jika dibandingkan preparat sperma tanpa
campuran air liur. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Dougherty yang
menunjukkan inkubasi semen dengan amilase konsentrasi tinggi menurunkan
motilitas sperma. Air liur mengandung amilase saliva yang memiliki efek yang
merusak pada motilitas sperma. Apabila ada sperma yang berada di dalam air liur
maka tidak akan dapat bertahan lama karena suasana yang tidak mendukung
untuk hidup. Air liur telah dilaporkan memiliki beberapa sifat antibakteri, dapat
disebabkan oleh adanya ion tiosianat dan enzim yang bersifat bakterisida. Dengan
mekanisme yang sama dapat menghasilkan efek "spermisida" pada sperma.15

Terdapat dua faktor yang memengaruhi motilitas spermatozoa, yaitu faktor


eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari
lingkungan di luar membran spermatozoa, antara lain faktor biofisika dan faal
meliputi viskositas, pH, temperatur, dan komposisi ion dalam media yang ada
disekelilingnya. Faktor endogen merupakan keadaan individu spermatozoa yang
berkaitan antara lain dengan umur spermatozoa, tingkat maturasi spermatozoa,
sifat biokimia dan juga faktor yang memengaruhi tersedianya energi. Sewaktu
penampungan harus diperhatikan agar ejakulasi tidak mengalami “Cold shock”
atau penurunan suhu secara mendadak yang sangat memengaruhi motilitas
sperma. Panas ruang berlebihan dan zat kimia lainnya juga dapat menurunkan
motilitas sperma. Daya hidup spermatozoa di luar tubuh sangat rendah dan mudah
sekali mengalami kematian. Pada suhu rendah penurunan metabolisme
spermatozoa mudah terjadi.14

Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, sperma dicampur air liur tidak


mengalami perbedaan dengan sperma tanpa pemberian air liur dalam hal

51
morfologi sperma pada pemeriksaan jam ke 0 hingga 24 jam setelah pemeriksaan
pertama. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasikala
Natarajamani pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan
yang bermakna antara pH dengan morfologi sperma.16

Penelitian ini dapat menjadi informasi yang berguna dalam bidang


forensik dimana seringkali pada kasus kejahatan seksual, bukti cairan semen
pelaku akan dikumpulkan dalam bentuk swab yang diambil dari tubuh korban
untuk melengkapi alat bukti kejahatan seksual, atau dari noda yang diambil dari
pakaian korban. Pada kasus kejahatan seksual non senggama yang meliputi oral
seks, maka oral swab adalah yang paling sesuai untuk memberikan hasil positif
yang baik digunakan sebagai bukti cairan semen pelaku.14

BAB VI

52
KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat degradasi struktur sperma dengan pemeriksaan Malachite Green


pada jam ke-6, ke-12 dan ke-24.
2. Terdapat degradasi struktur sperma dengan pemeriksaan Methilen Blue
pada jam ke-6, ke-12 dan ke-24.
3. Pada suasana basa terjadi degradasi struktur sperma pada jam ke-6, ke-12
dan ke-24.
4. Pada suasana tidak basa terjadi degrdasi struktur sperma pada jam ke-6, ke-
12 dan ke-24
5. Analisis sperma dapat digunakan untuk mengetahui tanda pencabulan yang
ditandai dengan ditemukannya sperma pada sampel. Selain itu juga
digunakan untuk memperkirakan terjadinya pencabulan dengan melihat
motilitas dan morfologi sperma.
6. Terdapat penurunan motilitas sperma pada suasana basa
7. Terdapat penurunan motilitas sperma pada suasana tidak basa

DAFTAR PUSTAKA

53
1. Paulsen F WJ. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. 23rd ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. 182-195 p.

2. Graaff KM Van De, Utah DAM, L. J. A Photographic Atlas for the


Anatomy and Physiology Laboratory. 7th ed. Colorado: Morton Publishing
Company; 2011.

3. Panghiyangani R. Kualitas Spermatozoa dan Aktivitas Enzim Katalase


dalam Darah Tikus Jantan Galur Sprague Dawley ( SD ) yang Diradiasi
Sinar Ultraviolet The Quality of Spermatozoa and the Activity of Catalytic
Enzyme. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2009;1(1).

4. Marieb EN. Essentials of Human Anatomy and Physiology. 9th ed. San
Fransisco: Person Education; 2009.

5. Faradz S, Bambang, Susilaningsih N, Purnawati R, Ismail A AD, Al E.


Lecture Notes Histologi 2. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2013. 47-57 p.

6. CH27 Male Duct System II [Internet]. 2018 [cited 2018 Oct 7]. Available
from:
https://www.apsubiology.org/anatomy/2020/2020_Exam_Reviews/Exam_5
/CH27_Male_Duct_System_II.htm

7. Sherwood L. Fisiologi manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Yesdelita N,


editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. 819-831 p.

8. Guyton AC. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, 12th


Edition. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2006.

9. Buku Ajar Spermatologi. Semarang: Bagian Biologi Fakultas Kedokteran


Universitas Diponegoro; 2013. 7-10 p.

10. Aksoy E, Aktan TM, Duman S, Cuce G. Assessment of Spermatozoa


Morphology under Light Microscopy with Different Histologic Stains and
Comparison of Morphometric Measurements. 2012;30(4):1544–50.

54
11. Mitchell V, Rives N, Albert M, Peers M, Selva J, Clavier B, et al. Outcome
of ICSI with ejaculated spermatozoa in a series of men with distinct
ultrastructural flagellar abnormalities. 2006;(January 2014).

12. Jaffar, M. Analisa Semen dan Interpretasi. Jakarta: 9th Quality Seminar &
Workshop in Laboratory Medicine 2011.

13. World Health Organization (WHO). World Health Organization Laboratory


Manual for the Examination and Processing of Human Semen. 5th edition.
Switzerland: WHO. 2010 : 13-114.

14. Rondowunu,H. Motilitas Spermatozoa Pasca Ejakulasi Terkait


Kepentingan Forensik. Journal e-Clinic. 2016.

15. Tulandi, T. Effect of Saliva on Sperm Motility and Activity. The American
Fertility Society.1982

16. Natarajamani, S. Correlation of Semen pH with Other Semen Parameters in


a Sub Fertile Male Population Attending a Tertiary ART Center in South
India. International Journal of Scientific and Research Publications. 2014

55
56

Anda mungkin juga menyukai