Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tengah persaingan perkembangan gaya hidup yang modern dan mewah seperti
sekarang ini, salah satu kelompok yang rentan terbawa arus perkembangan sendiri
merupakan remaja. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa
sehingga remaja mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis
(Agustiani, 2013).
Rokok merupakan zat adiktif yang mengancam kesehatan karena di dalamnya
mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan
beberapa artikel ilmiah menerangkan bahwa dalam setiap kumpulan asap rokok
terkandung ± 4000 racun kimia berbahaya dan 43 di antaranya bersifat karsinogenik
(merangsang tumbuhnya kanker). Beberapa zat yang berbahaya tersebut di antaranya tar,
karbonmonoksida (CO) dan nikotin (Abadi, 2005).
Menurut data dari Unicef (2019), pada tahun 2016 sekitar 1,2 miliar remaja berusia
10-19 tahun merupakan 16% dari populasi dunia. Lebih dari setengah remaja di dunia
berada di Asia dengan jumlah terbanyak di Asia Selatan yaitu sekitar 340 juta diikuti oleh
Asia Timur dan Pasifik yaitu sekitar 277 juta.
Pada era globalisasi ini banyak menuntut usia remaja untuk mengenal berbagai hal
yang baru. Sejumlah studi menemukan merokok pertama kali dimulai pada usia 11-13
tahun, dan hal ini diawali oleh rasa ingin tahu. Peningkatan perilaku merokok berdampak
pada semakin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian,
diperkirakan angka kematian akibat rokok mencapai 70% pada tahun 2030 dan
setengahnya berdampak pada penduduk berusia produktif. Pada tahun 2016 jumlah
perokok yang berusia 15 tahun ke atas di dunia sebesar 19,9% dengan prevalensi tertinggi
pada perokok laki-laki yaitu 33,7% dan pada perokok perempuan yaitu 6,2% (WHO,
2019).
Berdasarkan data yang didapatkan dari WHO (2019), Eropa merupakan benua
dengan prevalensi merokok tertinggi pada remaja dengan usia 15 tahun ke atas yaitu
sebanyak 29,4%, diikuti dengan Negara bagian kawasan Pasifik Barat Daya yaitu
sebanyak 24,5%, kemudian Asia Tenggara dan Amerika yaitu sebanyak 16,9%, diikuti
Afrika dan lain-lain.
Berdasarkan data dari WHO (2014), terdapat enam juta kasus kematian setiap tahun
yang diperkirakan akibat rokok di seluruh dunia. Pada tahun 2014, Indonesia sendiri
menempati urutan keempat sebagai negara dengan konsumen rokok terbanyak setelah
Cina, Rusia dan Amerika Serikat dengan estimasi 1.000-1.499 batang rokok yang
dikonsumsi perorang usia di atas 15 tahun setiap tahunnya dengan total 34,8% .yang
merokok.
Berdasarkan data dari Kemenkes (2016), prevalensi merokok di Indonesia
mengalami peningkatan dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36% pada tahun 2013 dengan
prevalensi merokok remaja usia 16-19 tahun meninggal 3 kali lipat dari 7,1% (1995)
menjadi 20,5% (2014). Tahun 2013, jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap perhari
adalah 12,3 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari
adalah kelompok umur produktif (25-64 tahun) dengan rentang 30.7%. 32,2% dan terjadi
peningkatan proporsi perokok yang berusia ≥10 tahun (36.3%) (Kemenkes, 2013).
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
secara nasional persentase penduduk usia > 15 tahun yang merokok adalah 33,6%, yang
terdiri atas 28,2% perokok setiap hari dan 5,4% perokok kadang-kadang. Persentase
terbesar kelompok umur pertama kali merokok adalah pada umur 15 – 19 tahun, yaitu
sebesar 43,3%. Proporsi penduduk umur 10-14 tahun yang merokok adalah 1,4% yang
terdiri dari 0,5% perokok setiap hari dan 0,9% perokok kadang-kadang. Sedangkan
proporsi perokok umur 15-19 tahun sebesar 18,3% yang terdiri dari 11,2% perokok setiap
hari dan 7,1% perokok kadang-kadang. Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata
penduduk Indonesia telah menghisap rokok pada usia muda (Kemenkes RI, 2010).
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, Provinsi Sulawesi Selatan
adalah Provinsi dengan pravelensi perokok yang lumayan tinggi di Indonesia (31.6%)
sama dengan prevalensi di Yokyakarta (31.6%) dan penggunaan rokok menurut
(Riskesdas) pada laki-laki mencapai (65.9%) sedangkan perempuan (4.2%). Kebiasaan
merokok lebih banyak pada remaja SMA, pada remaja yang tinggal di desa dibandingkan
di Kota, serta pada ekonomi yang lebih rendah.
Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi penduduk Sulawesi Selatan
yang merokok pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 32.2 %. Sedangkan pada
penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas sebanyak 54,1% adalah perokok. Prevalensi
tertinggi pertama kali merokok pada umur 15-19 tahun (43.3%) dan sebesar 1.7%
penduduk mulai merokok pertama kali pada umur 5-9 tahun (Antos, 2011 diakses 27
Maret 2013). Di Makassar, sekitar 62.5% didapatkan informasi remaja dengan sikap yang
cenderung negatif terhadap rokok memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
merokok (Santoso, Taviv Yulian, Yahya 2014). Kabupaten Bantaeng adalah salah satu
daerah dengan prevalensi tertinggi merokok pada remaja (66.4%) yaitu umur 10-12 tahun
(2.3%), umur 13-15 tahun (20.0%), umur 16-18 tahun (62.4%) sedangkan umur 19-24
tahun (83.5%). (Balitbangkes, 2016).
Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan
dampak buruk bagi kesehatan, diantaranya dapat menyebabkan penyakit jantung,
penyakit paru, kanker paru dan kanker lainnya, diabetes, impotensi, menimbulkan
kebutaan, penyakit mulut, dan gangguan janin (Baharuddin, 2017). Untuk mencegah
siswa dari hal-hal yang merugikan kesehatan serta untuk meningkatkan perilaku sehat,
maka penting untuk kita mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok
pada siswa, seperti ada banyak faktor yang melatarbelakangi remaja menjadi perokok,
antara lain pengetahuan , sikap dan lingkungan (orang tua, teman sebaya dan iklan).

Dalam penelitian Ahmad Rifai (2017), ada beberapa alasan usia remaja mulai
merokok karena berbagai hal, di antaranya meniru orang dewasa, melihat orang yang
lebih besar darinya merokok membuat para remaja terpengaruh dan ingin melakukan hal
yang serupa sehingga itu menjadi sebuah kebiasaan yang sulit dihilangkan. Masalah
keluarga seorang remaja yang kondisi keluarganya tidak baik maka cenderung stress
memikirkan hal itu, teman sebaya dalam lingkungan berpengaruh besar terhadap seorang
remaja yang belum merokok, sebab teman akan selalu mempengaruhi untuk merokok
karena biasanya kalau tidak merokok seseorang dianggap tidak jantan atau penakut.
Setelah remaja mulai merokok, mereka selalu merasa ketagihan untuk melanjutkan
kebiasaan sehingga sulit untuk menghentikannya.
Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan dilihat dari
berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya (Aula,
2010). Menurut Kurt Lewin, perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan
individu yang berarti perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor dari dalam diri juga
disebabkan oleh faktor lingkungan. Pada remaja, faktor dari dalam diri terkait dengan
adanya krisis psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa dimana
mereka mencari jati diri.
SMAN 6 Bantaeng merupakan instansi pendidikan yang berada di Kabupaten
Bantaeng, tepatnya di Desa Bonto Tallasa’. Instansi pendidikan ini merupakan sekolah
negeri yang baru diresmikan di kabupaten Bantaeng. Hal ini terlihat siswa yang terdaftar
di SMAN 6 Bantaeng masih kurang. Berdasarkan pengambilan data awal yang diperoleh
di SMAN 6 Bantaeng pada tahun ajaran 2018-2019 adalah jumlah siswa keseluruhan 135
siswa (73 siswa laki-laki 62 siswa perempuan). Dari 135 siswa tersebut terbagi menjadi
64 siswa kelas I , 49 siswa kelas II dan 22 siswa kelas III. Dari 64 siswa kelas I terbagi
menjadi 2 kelas yaitu kelas IPA sebanyak 32 siswa (17 siswa laki-laki dan 15 siswa
perempuan) dan kelas IPS sebanyak 32 siswa (20 siswa laki-laki dan 12 siswa
perempuan). Siswa kelas II berjumlah 49 siswa terbagi menjadi 2 kelas yaitu kelas IPA
berjumlah 25 siswa (14 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan) dan kelas IPS berjumlah
24 siswa (16 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan). Dan 22 siswa kelas III terbagi juga
menjadi 2 kelas yaitu 12 siswa IPA (5 siswa laki-laki dan 8 siswa perempaun) dan 10
siswa IPS (2 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan).
Berdasarkan hasil dari wawancara, jumlah keseluruhan perokok di SMAN 6
Bantaeng sebanyak 38 siswa. Jumlah perokok aktif sebanyak 38 siswa dan perokok pasif
sebanyak 29 siswa. Dari keseluruhan perokok di SMAN 6 Bantaeng sebanyak 20 siswa
kedapatan merokok di sekolah. Terdiri dari kelas X IPA sebanyak 7 siswa dari jumlah
siswa 17 siswa laki-laki, kelas X IPS sebanyak 9 siswa dari jumlah siswa 20 siswa laki-
laki, dan kelas XI IPA sebanyak 6 orang dari jumlah siswa 14 siswa laki-laki, kelas XI
IPS sebanyak 8 siswa dari jumlah siswa 16 siswa laki-laki. Dari 10 orang mengatakan
bahwa ada temannya yang sudah memiliki kebiasaan merokok dan mengatakan rata-rata
teman sekelasnya laki-lakinya merokok. 7 dari 10 siswa tersebut mengaku sudah
memiliki kebiasaan merokok. Aktivitas merokok biasanya dilakukan sebelum masuk
sekolah di area sekitar lingkungan sekolah, mereka merokok baik pada saat jam-jam
istirahat maupun setelah pulang sekolah.
Dari siswa yang merokok masing-masing siswa mengatakan penyebab mereka
merokok dikarenakan ada keluarganya yang merokok, dan ada yang mengikuti teman-
temannya. Hal tersebut juga diperkuat oleh pengakuan beberapa warga sekitar sekolah
yang mengatakan bahwa mereka sering melihat para siswa di sana yang merokok dan
pada saat pulang dari sekolah. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat masalah
perilaku merokok di kalangan siswa laki-laki khususnya di SMAN 6 Bantaeng.
Berdasarkan dari hasil wawancara dan survey yang dilakukan di SMAN 6 Bantaeng,
maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja siswa SMAN 6 Bantaeng.

Anda mungkin juga menyukai