Anda di halaman 1dari 16

MODEL PEMBELAJARAN HUMANISTIK

DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

a. Pendahuluan
Penyampaian materi pelajaran berarti melaksanakan beberapa
kegiatan, namun kegiatan tersebut tidak akan berguna apabila tidak
berorientasi pada sebuah tujuan. Setiap guru pasti memiliki tujuan dalam
pembelajaran, dan setiap guru sangat menginginkan materi yang
disampaikannya dapat diterima dan dipahami oleh siswa dengan baik.
Oleh karena itu dibutuhkan beberapa model pembelajaran untuk
merangsang serta meningkatkan efektivitas pembelajaran. Maka di sini
dituntut kepada setiap guru untuk memiliki pemahaman tentang model-
model pembelajaran demi kesuksesan pembelajaran.
Model dalam proses pembelajaran banyak dipergunakan. Model
dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, walaupun model
itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya. Menurut
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa model pembelajaran
merupakan sebagai konseptual yang menggambarkan dan melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam
pembelajaran.1
Mills berpendapat bahwa model merupakan bentuk representasi
akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model
merupakan interpetasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang
diperoleh dari beberapa sistem. Arends menambahkan, bahwa model

1
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, cet. 6, 2008), h.
176.

1
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model
pembelajaran dapat menjadi kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.2 Dalam sebuah model mengajar biasanya
terdapat tahapan-tahapan atau langkah-langkah (syntax) yang relatif tetap
dan pasti untuk menyajikan materi pelajaran secara berurutan.3
Salah satu model pembelajaran adalah model pembelajaran
humanistik. Model pembelajaran humanistik ini merupakan model
pembelajaran yang bermuara pada siswa agar dapat memperoleh
pengalaman hidup manusia secara nyata, dapat mengarahkan diri dan
memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap
tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya.

b. Hakikat
Dalam kancah psikologi, istilah humanistik (humanistic psychology)
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi pada tahun 1960-an. Teori
humanistik merupakan teori jenis ketiga setelah behavoristik dan teori
kognitif yang juga penting untuk dipahami. Sebagai “kekuatan ketiga”
tentunya memiliki perbedaan dengan kekuatan yang pertama (kognitif)
dan kekuatan kedua (behavioristik). Jika teori kognitif yang dipelopori
oleh Freud berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan
diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri, dan behaviorisme yang
dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks

2
Agus Suprijono, Cooperatif Learning: Teori & Aplikasi Paikem (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, cet. 4, 2010), h. 45-46.
3
Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja
Rosdakarya, cet. 10, 2004), h. 189.

2
yang terkondisikan dan meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan
oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan, maka sementara
pembelajaran humanistik cenderung bersifat eklektik dalam arti
memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan pembelajar dapat
tercapai.
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistis
seperti: Maslow, Rogers dan Combs. Maslow adalah tokoh yang menonjol
dalam psikologi humanistik. Teorinya yang sangat populer ialah tentang
motivasi dan hirarki kebutuhan manusia, yaitu: 1) Kebutuhan jasmani; 2)
Kebutuhan akan keselamatan; 3) Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa
cinta; 4) Kebutuhan akan harga diri; 5) Kebutuhan akan perwujudan diri.4
Dari kelima kebutuhan yang telah dipaparkan Maslow di atas,
bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah-kebutuhan yang paling dasar-sampai kebutuhan
tertinggi, yakni kebutuhan untuk aktualisasi diri. Menurutnya bahwa
belajar harus melibatkan pribadi siswa secara totalitas (intelektual,
emosional, dan keterampilan), dan harus relevan dengan corak kebutuhan
mereka. Oleh karenanya tujuan belajar merupakan proses untuk sampai
pada aktualisasi diri, yaitu keinginan untuk mewujudkan kemampuan
diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk
mencapainya.
Menurut Rogers, secara psikologi melalui pembelajaran, guru
harus membantu siswa untuk sampai pada kondisi di mana siswa mampu
menerima diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya, dan kondisi
di mana siswa mampu mengaktualisasikan dirinya. Sementara itu,
Combs berpendapat apabila kegiatan proses pembelajaran dilakukan

4
Al-Rasyidin & Wahyuddin Nur Nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran (Medan:
Perdana Publishing, cet. 1), h. 52-53.

3
siswa akan melibatkan empat hal yaitu: perasaan, persepsi, keyakinan,
dan tujuan.
Secara praktik teori humanistik terwujud dalam pendekatan yang
diusulkan oleh Ausubel yang dikenal dengan “belajar bermakna”
(meaningful learning). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan
Krathwohl dalam taksonomi Bloom. Selain itu, pakar-pakar yang masuk
dalam kubu ini adalah Kolb, Honey dan Mumford, Hubermas. Bloom
dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa,
yang tercakup dalam tiga ranah yaitu:5
1. Kognitif yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu: (a) Pengetahuan
(mengingat, menghafal); pemahaman (menginterpretasikan); (b)
Aplikasi (penggunaan konsep untuk memecahkan masalah; (c)
Analisis (menjabarkan konsep); (d) Sintesis (penggabungan bagian-
bagian konsep menjadi suatu konsep yang utuh); dan (e) Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya.
2. Psikomotor yang terdiri dari lima tingkatan yaitu: (a) Peniruan
(menirukan gerak); (b) Penggunaan (penggunaan konsep untuk
melakukan gerak); (c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar);
(d) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus); (e)
Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3. Afektif, terdiri dari lima tingkatan, yaitu: a) Pengenalan (ingin
menerima); b) Merespon (aktif berpartisipasi); c) Penghargaan
(menerima nilai-nilai); d) Pengorganisasian (menghubungkan nilai-
nilai yang dipercayai); e) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai
sebagai bagian dari pola hidup).

5
Hamzah Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, cet.
2, 2008), h. 14.

4
Taksonomi yang telah dipaparkan Bloom di atas memberikan
inspirasi kepada banyak pakar untuk mengembangkan teori-teori belajar
dan pembelajaran yang kita kenal sekarang.
Kolb menyebutkan empat tahapan belajar, yaitu: 1) Pengalaman
konkret: seorang peserta didik hanya mampu ikut mengalami suatu
kejadian; 2) Pengamatan aktif dan reflektif: peserta didik sudah mampu
mengadakan observasi aktif terhadap kejadian; 3) Konseptualisasi: peserta
didik sudah mampu membuat abstraksi dan aturan-aturan; 4)
eksperimentasi aktif: mampu mengaktualisasikan/mengaplikasikan suatu
aturan umum ke situasi yang baru.
Sementara itu Honey dan Mumford menggolongkan siswa pada
empat macam/tipe siswa, yaitu: 1) Aktivis; 2) Reflektor; 3) Teoris; dan 4)
Pragmatis. Terakhir adalah Habermas yang mengemukakan bahwa
belajar belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan
maupun sesama manusia. Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga yaitu: 1) Belajar teknis; 2) Belajar praktis; dan 3) Belajar
emansipatoris.6
Menurut penganut teori humanistik, proses belajar harus dimulai
dan ditujukan untuk kepentingan “memanusiakan manusia itu sendiri”.
Teori humanistik ini sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu sendiri.7 Dalam arti kata, teori ini pada hakikatnya
merupakan proses belajar yang berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Oleh karenanya, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak
dan lebih dekat pada pengkajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar
humanistik ini banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta mengenai proses

6
Ibid., h. 15-16.
7
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, cet. 1, 2005), h. 68.

5
belajar dalam bentuknya yang ideal dari pada pemahaman tentang proses
belajar seperti apa adanya, selama ini dikaji oleh teori-teori belajar yang
lain.8
Proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa selaku
pembelajar telah memahami lingkungan dirinya sendiri. Pembelajar
dalam proses belajarnya senantiasa berusaha agar lambat laun mampu
mengaktualisasikan diri dengan sebaik-baiknya.9
Teori humanistik ini mendapatkan kritikan karena sifatnya yang
terlalu deskriptif, dan cenderung memanfaatkan teknik apa saja asal
tujuan pembelajar dapat tercapai. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal
tujuan untuk memanusiakan manusia dapat tercapai. Walaupun teori ini
sangat menekankan akan pentingnya isi dari proses pembelajaran, dalam
kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan
proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dalam artian kata teori
ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
daripada belajar seperti apa adanya dalam keseharian.

c. Tujuan
Seperti model pembelajaran yang lain, model pembelajaran
humanistik juga membantu kita memahami proses pembelajaran serta
melakukan proses pembelajaran dalam dimensi yang lebih luas, jika kita
mampu menempatkan pada konteks yang tepat.
Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara
keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek
emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi
fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
Pendekatan humanistik dalam pendidikan dan pembelajaran lebih
menekankan (stressing) pada perkembangan positif dengan berfokus pada

8
Ibid.
9
Abdul Hamid, Teori Belajar dan Pembelajaran (Medan: t.p, 2009), h. 38.

6
potensi siswa untuk menemukan kemampuan yang mereka miliki dan
mengembangkan kemampuan tersebut untuk mencapai aktualisasi diri.
Di sini terlihat bahwa humanistik berupaya memahami perilaku belajar
dari sudut pandang diri peserta didik, bukan dari sudut pandang guru.
Tugas guru hanyalah membantu siswa untuk mengembangkan diri,
mengenal diri mereka sendiri. Peran guru dalam psikologi humanistik
bukanlah sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator, motivator dan
dinamisator. Dalam artian bahwa pada pengaplikasian teori humanistik
lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Berikut ini adalah cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas guru sebagai fasilitator:10
1) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas;
2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-
tujuan perorangan di dalam kelas dan tujuan-tujuan kelompok
yang bersifat lebih umum;
3) Mempercayai adanya keinginan masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya;
4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber belajar;
5) Menempatkan diri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok;
6) Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelas dengan cara yang
sesuai;

10
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan (Jakarta:
Rineka Cipta, cet. 5, 2006), h. 233-234.

7
7) Fasilitator juga dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi;
8) Tidak memaksakan kehendak, tetapi sebagai andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa;
9) Waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar;
10) Sebagai fasilitator harus mengenali dan menerima keterbatasan-
keterbatasannya sendiri.

d. Filosofi
Pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa siswa memiliki
kemampuan kecerdasan yang sangat variatif. Oleh karena itu, muncul
teori belajar yang menitik beratkan pada upaya untuk membantu siswa
agar sanggup mencapai perwujudan dirinya (self realization) sesuai dengan
kemampuan dasar dan keunikan yang dimiliki. Taraf akhir dari proses
belajar mengajar menurut pandangan ini adalah self actualization seoptimal
mungkin dari setiap anak didik.11
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti
yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat
kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan
bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan
penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif di sini erat kaitannya dengan pengembangan
emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya keterampilan

11
Syaiful Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, cet.
3, 2006), h. 28. Lihat juga Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching (Ciputat:
Ciputat Press, cet. 3, 2010), h. 29.

8
membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain,
bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan
interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan
interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun teori ini sangat sulit diterjemahkan ke dalam langkah-
langkah praktis proses belajar, namun ide-ide, konsep-konsep, dan
taksonomi-taksonomi yang dibahas dapat membantu memahami hakikat
jiwa manusia. Pada akhirnya akan membantu guru untuk menentukan
strategi belajar yang tepat secara lebih terarah.

e. Prinsip-Prinsip Pengembangan
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru ketika ingin
mengembangkan model pembelajaran humanistik, Rogers dalam
bukunya yang berjudul Freedom To Learn, mengemukakan sejumlah
prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting di antaranya ialah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alam;
(2) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran
dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-
maksudnya sendiri;
(3) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya;
(4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari
luar itu semakin kecil.
(5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar.

9
(6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya;
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses
belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu;
(8) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara
yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari;
(9) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas,
lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk
mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari
orang lain merupakan cara kedua yang penting;
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia
modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu
keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses
perubahan itu.12

f. Dasar Pertimbangan Pemilihan


Humanistik muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang
manusia yang mekanistik oleh behaviorisme dan pesimistik ala
psikoanalisa. Para humanis mempertanyakan bahwa bagaimana kita
mengetahui karakteristik dan kualitas positif manusia jika kita hanya
fokus pada mental yang sakit? Dan bagaimana kita dapat memahami
dengan pasti kepribadian manusia hanya dengan mengamati conditional
respon-nya terhadap stimuli lingkungan?. Oleh karena itu dalam konteks
pembelajaran, teori belajar humanistik menekankan pentingnya
memandang dan memperlakukan manusia secara totalitas, bukan hanya
dari fisik atau motoriknya saja, tetapi juga dari dimensi mentalnya. Untuk
itu, para humanist menyarankan agar kita menggunakan life history dalam

12
Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, cet. 6, 2010), h. 46-48.

10
mempelajari atau meneliti aktivitas manusia dalam belajar dan
membelajarkan diri. Para humanis menyarankan agar kita: pertama
mempelajari kekuatan dan kebaikan manusia; kedua, menganalisis prinsip-
prinsip mental yang sehat; ketiga, mempelajari apa yang dipandang paling
baik oleh individu.13

g. Prosedur Penerapannya dalam Pembelajaran PAI


Sebagaimana sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia,
maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua
komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan salah satunya tujuan pendidikan diarahkan
pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu
manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu diperlukan
perhatian terhadap perkembangan siswa dalam mengaktualisasikan diri,
pemahaman terhadap diri, dan realisasi dirinya. Seorang siswa akan
dapat belajar dengan baik manakala memiliki pengertian akan dirinya
sendiri, sehingga mampu membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah
mana ia akan berkembang.
Dalam penerapannya teori humanistik cenderung mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
Walaupun secara eksplisit belum ada pedoman baku tentang langkah-
langkah pembelajaran dengan model humanistik, namun setidaknya ada
sepuluh langkah yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh guru,
yaitu:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran;
2. Menentukan materi pelajaran;

13
Al-Rasyidin & Wahyuddin Nur Nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran, h.
44.

11
3. Mengidentifikasi kemampuan awal (entry behavior) siswa;
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa
secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar;
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media
pembelajaran;
6. Membimbing siswa belajar secara aktif;
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari
pengalaman belajarnya;
8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman
belajarnya;
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru
ke situasi nyata;
10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.14

Apabila diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam


(PAI), misalkan materi shalat, maka berdasarkan langkah-langkah di atas
secara umum yang harus dilakukan oleh guru PAI adalah:

1) Tujuan pembelajaran: misalkan siswa memiliki pemahaman akan


fardhu kifayah, siswa mampu melakukan bagaimana tata cara
memandikan, mengafani, menyolatkan, dan menguburkan jenazah
dengan baik dan benar;
2) Materi: tata cara penyelenggaraan fardhu kifayah;
3) Mengidentifikasi kemampuan siswa tentang fardhu kifayah,
memandikan, mengafani, menyolatkan, dan menguburkan jenazah;
4) Menyediakan media pembelajaran seperti: boneka, kain kafan, dan
sebagainya;
5) Membimbing siswa agar lebih aktif misalnya pertama guru
mencontohkan bagaimana cara memandikan jenazah kemudian

14
Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, h. 77-78.

12
suruh siswa untuk mempraktekkannya di depan kelas, terus
menerus sampai cara menguburkan jenazah;
6) Berikan pemahaman kepada siswa bahwa hakikat dari belajar tata
cara penyelenggaraan jenazah dapat melakukan kewajiban sesama
manusia yang telah meninggal dunia;
7) Mengevaluasi pengalaman dan hasil belajar siswa tentang tatacara
penyelenggaraan fardhu kifayah.

h. Dampak Pembelajaran Humanistik


Menurut Walter Dick & Lou Curey, dampak positif dari
pembelajaran humanistik, yaitu:
1) Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu
perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan siswa bebas
menentukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka
sendiri;
2) Pendidik memiliki perhatian yang murni dalam pengembangan
anak-anak perbedaan-perbedaan individual;
3) Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan
perkembangan sisiwa;15
4) Pada praktiknya cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman siswa;
5) Membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas;

Sedangkan dampak negatif dari model pembelajaran humanistik


adalah:

15
Soemanto, Psikologi Pendidikan, h. 237-238.

13
1) Sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah praktis proses
belajar, karena kegiatan pembelajaran tidak sistematis/tanpa
aturan;
2) Pembelajaran menjadi tidak teratur karena tidak ditentukan secara
baku seperti biasanya yang dilakukan di sekolah;
Selain itu, seperti halnya model pembelajaran yang lainnya model
pembelajaran humanistik ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan model pembelajaran humanistik ini adalah:
(1) Pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center);
(2) Pembelajaran lebih menekankan pada perkembangan positif dan pada
potensi anak didik, sehingga anak didik mampu menemukan dan
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya;
(3) Siswa lebih bebas/mandiri dalam memilih menentukan cara mereka
sendiri dalam mencapai tujuan mereka sendiri;
(4) Memanfaatkan segala teori apapun asal tujuannya tercapai yaitu
memanusiakan manusia;
(5) Tujuan pendidikan bersifat lebih bersifat ideal.
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran humanistik, di
antaranya adalah:
1. Sulitnya menerjemahkan model ini ke langkah-langkah yang lebih
praktis dan konkrit karena sifatnya yang deskriptif;
2. Ketidak siapan guru akan sulitnya meninggalkan pembelajaran yang
selama ini dilakukan dengan mengembangkan aturan-aturan yang
kaku dan bersifat otoriter untuk melindungi konsep diri masing-
masing.

14
i. Penutup
Model pembelajaran humanistik merupakan model yang bertujuan
untuk “memanusiakan manusia”. Teori pembelajaran humanistik
merupakan kekuatan ketiga yang timbul karena adanya ketidak-
sepakatan dengan teori psikoanalisa dan behaviorism yang memandang
manusia secara parsial. Menurut humanistik menekankan pentingnya
memandang dan memperlakukan manusia secara totalitas (keseluruhan).
Beberapa tokoh humanistik adalah: Abraham Maslow (1908-1970),
Carl Ransom Rogers (1902-1987), Arthur W. Combs (1912-1999).
Sedangkan penganut aliran humanistik di antaranya adalah: Kolb, Honey
dan Mumford, Hubermas, Bloom dan Krathwohl.
Pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa telah mengenal dan
memahami diri dan lingkungannya. Pembelajar dalam proses belajarnya
senantiasa berusaha agar lambat laun mampu mengaktualisasikan diri
dengan sebaik-baiknya.
Model Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial seperti pendidikan agama Islam. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: t.p, 2009.


Al-Rasyidin & Wahyuddin Nur Nasution. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Medan: Perdana Publishing, cet. 1, 2011.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, cet. 1,
2005.
Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, cet. 6, 2010.

Djamarah, Syaiful & Aswan Zain. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta, cet. 3, 2006.
Muhibbinsyah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya, cet. 10, 2004.
Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching. Ciputat: Ciputat
Press, cet. 3, 2010.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, cet. 6,
2008.
Sumanto, Wasty. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta, cet. 5, 2006.
Suprijono, Agus. Cooperatif Learning: Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, cet. 4, 2010.
Uno, Hamzah. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara, cet. 2, 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai